Anda di halaman 1dari 109

Pengaruh Penggunaan Teknik Bekam dalam Meningkatkan

Produksi ASI pada Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas

Indralaya Tahun 2010

Oleh :

YUNITA RIA KARLIANI

04061003049

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2010

1
Pengaruh Penggunaan Teknik Bekam dalam Meningkatkan

Produksi ASI pada Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas

Indralaya Tahun 2010

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

YUNITA RIA KARLIANI

04061003049

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2010

2 LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul :

PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK BEKAM DALAM

MENINGKATKAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS INDRALAYA

TAHUN 2010

Disetujui untuk diajukan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Inderalaya, Juli 2010

Pembimbing II Pembimbing I

Ns. Bina Melvia, S. Kep., M. Kep Ns. Esti Budi Rahayu S. Kep,. M. Kep,. Sp. Mat

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
3
FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA : YUNITA RIA KARLIANI

NIM : 04061003049

JUDUL : PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK BEKAM DALAM MENINGKATKAN

PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

INDRALAYA TAHUN 2010

PEMBIMBING SKRIPSI

1. Ns. Esti Budi Rahayu, S. Kep., M. Kep., Sp.Mat ( )

NIP. 19792401.2004.2.2004

2. Ns. Bina Melvia, S. Kep., M. Kep ( )

NIP.

Mengetahui,

Ketua Program Studi

dr. H. Syaihusinsyah

NIP. 19490129.197602.1.002

HALAMAN PENGESAHAN
4
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Indralaya pada tanggal 30 Juli

2010 dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan Tim Penguji.

Indralaya, Juli 2010

Pembimbing I :

Ns. Esti Budi Rahayu, S. Kep., M. Kep., Sp. Mat ( )

NIP. 19792401.2004.2.2004

Pembimbing II :

Ns. Bina Melvia, S. Kep., M. Kep ( )

NIP.

Penguji I :

Ns. Jum Natosba, S. Kep ( )

NIP. 19840720.2008.2.2003

Penguji II :

Nurna Ningsih, S.Kp., M. Kes ( )

NIP. 19730717.2001.2.2002

MOTTO
5
Sesungguhnya bersama kesulitan ada

kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari

suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk

urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhan-mu

lah kamu berharap

(QS. Al-Insyirah (94) : 6-8)

Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai

seseorang dalam hidup, tapi dari kesulitan-

kesulitan yang berhasil diatasi ketika berusaha

meraih kesuksesan.

(Booker T. Washington)

Kupersembahkan Kepada :

Allah SWT sebagai tanda syukurku

Ayah dan Ibu tercinta sebagai tanda baktiku

Kakakku Epan dan Adikku Putra sebagai tanda

sayangku

6 Sahabat-sahabatku Fg dan Anten yang kusayang


Teman-teman angkatan 2006 sebagai ikatan

persahabatan

Orang yang terkasih

Almamaterku sebagai tanda terima kasihku

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, puji dan Syukur hanya kepada Allah SWT, karena atas kehendak dan

karunia-Nya segala upaya yang dilakukan manusia dapat terwujud dan disempurnakan.

Demikian juga atas kehendak Allah, maka peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Pengaruh Penggunaan Teknik Bekam dalam Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu

Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Indralaya Tahun 2010. Dalam penulisan skripsi

ini, peneliti banyak mendapatkan bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena

itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah dan ibu tercinta yang selalu memberikan kasih dan sayangnya, mendoakan

keberhasilanku dan selalu memberikan semangat untuk ku.

2. Kakakku Epan dan Adikku Putra yang menjadi semangatku.

3. Bapak dr. Sjaihusinsjah selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya.

4. Ibu Ns. Esti Budi Rahayu, S. Kep., M. Kep., Sp. Mat selaku pebimbing I yang selalu

meluangkan waktu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan hati dalam

memberikan arahan dan bimbingan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

7
5. Ibu Ns. Bina Melvia, S. Kep., M. Kep selaku pebimbing II yang selalu meluangkan

waktu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan hati dalam memberikan arahan dan

bimbingan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Jum Natosba, S.Kep.,Ns sebagai penguji I dan Ibu Nurna Ningsih, S.Kp., M.Kes

sebagai penguji II yang telah memberikan masukan dan saran sehingga penulisan

skripsi menjadi lebih baik lagi.

7. Seluruh staf dan pengajar serta karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

8. Kak Novico yang selalu mendoakan, memberikan semangat dan dukungannya serta

memberikan hiburan disaat aku dalam kesulitan dan kesedihan. Terima kasih

sayang atas dukungannya selama ini.

9. Kak Dedi, yang telah menemani awal-awal perjuanganku di PSIK UNSRI dan yang

selalu meluangkan waktu untuk ku..

10. Ayuk Leli dan kak Aam yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

11. Piwin dan Tina yang selalu memberikan dukungan dan doa.

12. Keluarga Macek Desi, Macek Rusma, dan seluruh keluarga ku di Pagaralam yang

selalu memberikan dukungan dan bantuan selama ini.

13. Teman-teman dekatku Diah, Heni, Cek yet, Chika, Via, Temi, dan Anten yang tidak

berhenti-hentinya untuk selalu memberikan semangat dan bantuan kepada ku

dalam menyelesaikan penelitian ini.

14. Teman satu bimbinganku Dilfera, Esther, dan Renita yang telah berjuang bersama-

sama dan saling memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

15. Teman-teman dekatku di PSIK UNSRI Yosi, Yeyen, Alju, Fuji, Ratih, Ayu, Riska,

Elda, Weni, Susmi, Bang Zou, Zaki, Alwin, Edwin, Agung yang telah memberikan

dukungan dan bantuan.

8
16. Anak-anak muslimah khususnya anak-anak atas (Cha2, Wulan, Lidya, Ari, Uci, Sisil,

Vivi, Asih, Resti, Risma, Tia, dll) yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang

selalu memberi dukungan dan hiburan.

17. Teman-teman seperjuangan angkatan 2006 yang telah membantu dan memberikan

semangat.

18. Mbak Tita dan Mbak Indah yang bersedia memberikan bantuan.

19. Bidan Meli, Bidan Yanti, Bidan Ima, kader Posyandu desa Tanjung Raya yang telah

membantu selama proses penelitian.

20. Sendal jepit kuning dan leptopku yang telah menemani perjuanganku selama ini.

21. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Indralaya yang telah bersedia membantu

dalam penelitian ini.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh

karena itu peneliti mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya peneliti berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Palembang, Juli 2010

Peneliti

9
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, Juli 2010

Yunita Ria Karliani

Pengaruh Penggunaan Teknik Bekam dalam Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Menyusui
di Wilayah Kerja Puskesmas Indralaya Tahun 2010.

7 Bab + 81 hal + xvii + 2 skema + 4 gambar + 9 tabel + 9 lampiran

ABSTRAK
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-
garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan
bagi bayinya. Ibu tidak mau memberikan ASI secara eksklusif dengan alasan ibu merasa
bahwa ASI tidak cukup atau tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi, ibu bekerja,
adanya perasaan cemas dengan merasa ASI kurang cukup, dan adanya hambatan dari
anggota keluarga dan masyarakat sekitar. Saat ini telah dikenal suatu alternatif berupa
bekam yang dapat mengatasi kekhawatiran ibu menyusui akan produksi ASI yang kurang
dan sampai saat ini penelitian tentang hal tersebut belum ada.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimental dengan menggunakan desain pre
test dan post test group. Yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan teknik
bekam dalam meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui. Penelitian ini dilakukan selama
3 minggu, mulai dari minggu ke-3 bulan Juni sampai minggu ke-1 bulan Juli 2010 di wilayah
kerja puskesmas Indralaya. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang
sedang menyusui terutama yang menpunyai produksi ASI kurang yang berjumlah 16 orang
yang didapatkan secara accidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan teknik
bekam dalam meningkatkan produksi ASI (P value = 0,019) dengan tingkat kesalahan 5%
atau 0,05. Peneliti menyarankan pada petugas pelayanan kesehatan agar dapat lebih
meningkatkan penyuluhan serta melakukan sosialisasi kepada ibu menyusui tentang
pentingnya penggunaan teknik bekam dalam meningkatkan produksi ASI serta diharapkan
petugas kesehatan dapat mengikuti pelatihan bekam tersebut.

Kata kunci : Produksi ASI, Bekam


Kepustakaan : 48 (2000-2010)
10
UNIVERSITY OF SRIWIJAYA
MEDICAL FACULTY
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM

Thesis, July 2010

Yunita Ria Karliani

Cupping Technique Usage Effectiveness in Improving Production in breast milk in Nursing


Mothers Work Area Health Center Indralaya Year 2010.

7 Chapter + xvii + 81 pages + 2 schemes + 9 tables + 4 pictures + 9 enclosures

ABSTRACT
Mother's Milk (ASI) is a lipid emulsion in a solution of protein, lactose and inorganic salts
secretion by the mammary gland of mothers which serve as food for her baby. Mother does
not want to give breast milk exclusively with reason women feel that breastfeeding is not
enough or not to go out on the first day of the birth of babies, working mothers, the feelings of
anxiety with feeling less adequate breast milk, and there is resistance from family members
and surrounding communities. When this has been known for an alternative with a bruise that
can overcome the fears of breast-feeding mother will produceless milk and so far the
research about it is has not find yet.
This research uses quasi-experimental research design using pre test and post test group.
Which aims to find out the effective use of techniques to increase milk production bruise on
breast-feeding mothers. This research was conducted over three weeks, starting from the 3rd
week of June until the first week of July in the working area Indralaya clinic. Population and
samples in this study are all mothers who breastfeeding especially have milk production
which amounted to approximately sixteen people who got by accidental sampling.
The results showed a significant correlation between the use of techniques to increase milk
production bleed (P value = 0.019) with an error rate of 5% or 0.05. Researchers suggest the
health care workers in order to further improve the education and socialization to the nursing
mothers about the importance of using techniques to increase milk production bleed and
expected health workers are able to follow the training bruise.

Key words : milk production, Cupping


Refferences : 48 (2000-2010)

11
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................................................... v

KATA PENGANTAR....................................................................................................... vi

ABSTRAK...................................................................................................................... ix

DAFTAR ISI.................................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ xiv

DAFTAR TABEL............................................................................................................. xv

DAFTAR SKEMA........................................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................... xvii

BAB I : PENDAHULUAN............................................................................................... 1

A. Latar Belakang..................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian................................................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian............................................................................................... 6

E. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................... 6

12
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 7

A. ASI...................................................................................................................... 7

1. Pengertian ASI............................................................................................ 7

2. Komposisi ASI............................................................................................. 8

3. Volume ASI................................................................................................. 9

4. Manfaat ASI................................................................................................ 10

5. Faktor yang mempengaruhi produksi ASI................................................... 14

6. Proses pengeluaran ASI............................................................................. 17

7. Penghambat produksi ASI.......................................................................... 22

8. Indikator Produksi ASI kurang..................................................................... 22

9. Refleks turunnya susu................................................................................ 23

10. Mekanisme produksi ASI.......................................................................... 24

11. Berbagai masalah menyusui..................................................................... 26

B. Bekam.................................................................................................................. 32

1. Pengertian bekam....................................................................................... 32

2. Peralatan bekam......................................................................................... 33

3. Waktu berbekam yang baik......................................................................... 34

4. Jenis-jenis bekam....................................................................................... 35

5. Orang yang tidak boleh dibekam................................................................ 36

6. Patofisiologi & cara kerja bekam................................................................. 36

7. Lamanya membekam................................................................................. 39

8. Langkah kerja bekam.................................................................................. 40

9. Titik bekam untuk produksi ASI................................................................... 41

10.Reaksi pigmen kulit terhadap bekam......................................................... 41

11.Keterkaitan bekam dengan ASI.................................................................. 43

C. Peran Perawat..................................................................................................... 44
13
D. Teori model keperawatan yang berhubungan dengan penelitian......................... 45

BAB III : KERANGKA KONSEP PENELITIAN, HIPOTESA PENELITIAN DAN

DEFINISI PENELITIAN...................................................................................... 48

A. Kerangka konsep penelitian................................................................................. 48

B. Hipotesa penelitian............................................................................................... 49

C. Definisi operasional.............................................................................................. 49

BAB IV : METODE PENELITIAN................................................................................... 52

A. Desain Penelitian................................................................................................. 52

B. Populasi dan Sampel........................................................................................... 53

C. Tempat Penelitian................................................................................................ 54

D. Waktu Penelitian.................................................................................................. 54

E. Etika Penelitian.................................................................................................... 55

F. Alat Pengumpul Data............................................................................................ 58

G. Prosedur Pengumpulan Data............................................................................... 59

H. Pengolahan & Analisa Data................................................................................. 62

BAB V : HASIL PENELITIAN......................................................................................... 64

A. Pelaksanaan penelitian........................................................................................ 64

B. Gambaran umum lokasi penelitian....................................................................... 64

C. Karakteristik responden....................................................................................... 66

D. Analisis................................................................................................................. 67

1. Analisis univariat............................................................................................ 67

2. Analisis bivariat.............................................................................................. 69

BAB VI : PEMBAHASAN............................................................................................... 71

A. Keterbatasan Penelitian....................................................................................... 71

B. Karakteristik responden....................................................................................... 72

C. Analisis univariat.................................................................................................. 74
14
D. Analisis Bivariat.................................................................................................... 76

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 80

A. Kesimpulan.......................................................................................................... 80

B. Saran................................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses produksi ASI/ Refleks prolaktin...................................................... 15

Gambar 2.2 Refleks Turunnya ASI................................................................................. 23

Gambar 2.3 Proses Bekam............................................................................................ 32

Gambar 2.4 Titik bekam untuk produksi ASI................................................................... 41

15
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi ASI................................................................................................. 9

Tabel 3.1 Definisi Operasional........................................................................................ 50

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian............................................................................................ 54

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan umur......................................................... 66

Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan................................................. 66

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan.................................... 67

Tabel 5.4 Produksi ASI sebelum dibekam...................................................................... 68

Tabel 5.5 Produksi ASI sesudah dibekam...................................................................... 68

Tabel 5.6 Distribusi teknik bekam terhadap peningkatan produksi ASI di wilayah

kerja Puskesmas Indralaya tahun 2010.......................................................... 69

16
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Proses Laktasi............................................................................................. 21

Skema 2.2 Kaitan bekam dengan produksi ASI.............................................................. 43

Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian......................................................................... 48

17
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Izin penelitian Dinas Kesehatan Kab. Ogan Ilir

Lampiran 2 : Surat keterangan selesai penelitian

Lampiran 3 : Penjelasan dan pernyataan kesediaan menjadi responden

Lampiran 4 : Lembar Observasi dan wawancara

Lampiran 5 : Perhitungan SPSS karakteristik responden

Lampiran 6 : Perhitungan SPSS analisis univariat

Lampiran 7 : Perhitungan SPSS analisis bivariat

Lampiran 8 : Uji normalitas

Lampiran 9 : Lembar Konsultasi

18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia masalah pelaksanaan ASI eksklusif masih memprihatinkan.

Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari 30 ribu

balita di Indonesia. Dalam siaran pers yang dikirim UNICEF, jumlah bayi di Indonesia

yang mendapatkan ASI eksklusif terus menurun. Menurut Survei Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi usia enam bulan yang

mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi 7,8%. Sementara itu, hasil SDKI

2007 menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hingga

7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula

meningkat dari 16,7% pada 2002 menjadi 27,9% pada 2007. UNICEF menyimpulkan,

cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia, yaitu

38% (Dinas Kesehatan Jawa tengah, 2009).

Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2007 oleh Nutrition & Health

Surveillance System (NSS) yang bekerja sama dengan Balitbangkes dan Helen Keller

International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 perdesaan

(Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa

cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4%-12%, sedangkan di pedesaan

4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara hanya 1%-
19
13% sedangkan di pedesaan 2%-13%. Permasalahan yang utama rendahnya angka

cakupan ASI ini adalah karena faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI,

pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung

serta gencarnya promosi susu (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2009).

Ibu tidak mau memberikan ASI secara eksklusif dengan alasan ibu merasa bahwa

ASI tidak cukup atau tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi, ibu bekerja,

adanya perasaan cemas dengan merasa ASI kurang cukup, dan adanya hambatan dari

anggota keluarga dan masyarakat sekitar. Pemberian ASI eksklusif dapat mempercepat

penurunan angka kematian bayi dan sekaligus meningkatkan status gizi balita yang

pada akhirnya akan meningkatkan status gizi masyarakat menuju tercapainya kualitas

sumber daya manusia yang memadai (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Air Susu Ibu adalah makanan utama untuk bayi (Bobak, 2005). Air Susu Ibu (ASI)

adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik

yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya

(Hapsari, 2009).

Faktor- faktor yang mempengaruhi produksi ASI, antara lain makanan ibu, faktor

kejiwaan ibu, pengaruh persalinan dan klinik bersalin, penggunaan alat kontrasepsi

yang mengandung ekstrogen dan progesteron, serta perawatan payudara. Semua

faktor tersebut akan berpengaruh dalam produksi ASI pada ibu yang sedang menyusui

(Hapsari, 2009).

Indikator yang bisa digunakan untuk mengetahui produksi ASI yang dimiliki ibu

kurang, antara lain : kenaikan berat badan kurang dari 500 gram sebulan, setelah 2

minggu berat bayi yang pada hari-hari pertama biasanya menurun belum mencapai

berat lahir, jumlah air kecil bayi sedikit dan terkonsentrasi; kurang dari 6 kali sehari;

berwarna gelap; dan berbau tajam, bayi tidak puas setelah menyusu, bayi sering

menangis, bayi menolak disusui, kotoran bayi keras; kering; dan berwarna hijau,
20
payudara ibu tidak membesar selama kehamilan, ASI tidak keluar setelah melahirkan

(Bayi sehat Comunity, 2008).

Ibu memerlukan hormon oksitosin yang berfungsi memacu sejenis ketenangan

atau refleks, yang menyebabkan air susu beredar dari sel-sel payudara melalui

pembuluh hingga puting payudara. Hormon ini berkontraksi ketika ada hisapan dari bayi

pada puting dan perekatan mulut bayi di areola ibu (Kusumawardhani, 2010)

Perawat dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada ibu dalam

proses menyusui sesuai dengan perannya, adapun peran perawat adalah memberikan

pelayanan keperawatan dalam meningkatkan produksi ASI pada Ibu menyusui

berdasarkan diagnosa breastfeeding Inefectif, maka perawat dapat memberikan

konseling tentang menyusui (memberikan panduan antisipasi untuk masalah potensial

misalnya pembengkakan, nyeri, kehabisan, produksi ASI berkurang, perasaan kecewa/

marah, depresi, bersalah, ketidakadekuatan) (Wilkinson, 2007).

Bekam merupakan suatu teknik pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan

melakukan penyedotan dan pengeluaran darah kotor dari permukaan tubuh. Sedangkan

yang dimaksud dengan darah kotor adalah darah yang mengandung racun (toxin) atau

darah statis yang menyumbat peredaran darah, mengakibatkan sistem peredaran darah

tidak dapat berjalan dengan lancar sehingga akan mengganggu distribusi nutrisi dan

imunitas seseorang, baik secara fisik maupun secara mental (Islamic Media, 2008).

Ketika peredaran darah di daerah payudara terutama pada sinus laktiferus lancar maka

produksi ASI juga akan lancar.

Penelitian di Jabotabek diperoleh data 5% ibu-ibu yang hanya memberikan ASI

eksklusif dari 98% ibu-ibu yang menyusui (Roesli, 2000), sedangkan di Sumatera

Selatan didapatkan data hanya 64% anak umur di bawah 2 bulan yang diberi ASI

eksklusif kemudian presentase ini menurun menjadi 46% untuk anak 2-3 bulan dan 14%

untuk anak 4-6 bulan. Oleh karena itu hanya 1 dari 7 bayi yang mendapat ASI eksklusif
21
ketika semua bayi dianjurkan diberi ASI eksklusif (Statistik Kesejahteraan Rakyat,

2003). Jumlah bayi yang lahir di wilayah kerja puskesmas Indaralaya dari januari

sampai 31 maret 2010 sebanyak 118 bayi, jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif

hanya 38 bayi (Dinas Kesehatan kota Ogan Ilir, 2010).

Peneliti membuat suatu bentuk pelayanan yang relevan dengan perawatan

payudara dan akupresure untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu yang menyusui

agar gizi bayi bisa tercukupi dan ibu dapat memberikan ASInya secara eksklusif. Bentuk

pelayanan ini dikenal dengan Teknik Bekam. Teknik Bekam ini dilakukan berdasarkan

beberapa sumber pustaka yang telah peneliti pelajari. Peneliti mengharapkan dengan

Teknik Bekam ini dapat meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui.

Berdasarkan hasil penelitian yang sebelumnya telah dilakukan pilot studi dengan

menggunakan teknik accidental sampling yang dilakukan selama 3 minggu mulai dari

tanggal 17 Juni samapai 8 Juli 2010 pada 16 orang responden di wilayah kerja

Puskesmas Indralaya didapatkan hasil sebanyak 7 orang (43,8%) responden

mempunyai produksi ASI yang sedikit dan 9 orang (56,2%) responden mempunyai

produksi ASI banyak sebelum dilakukan pembekaman. Dan sebanyak 12 orang (75%)

responden mempunyai produksi ASI yang banyak dan 4 orang (25%) responden

mempunyai produksi ASI sedikit setelah dilakukan pembekaman, dengan nilai p value

0,019 dan tingkat kesalahan 0,05.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulakan bahwa adanya perbedaan yang

signifikan antara produksi ASI sebelum dan sesudah dibekam, artinya bekam

mempunyai pengaruh dalam meningkatkan produksi ASI.

B. Rumusan Masalah

Ibu memerlukan hormon oksitosin yang berfungsi memacu sejenis ketenangan

atau refleks, yang menyebabkan air susu beredar dari sel-sel payudara melalui
22
pembuluh hingga puting payudara. Apabila bayi tetap menyusui dalam waktu lama,

produksi oksitosin akan terhambat. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI,

antara lain makanan ibu, faktor kejiwaan ibu, pengaruh persalinan dan klinik bersalin,

penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung ekstrogen dan progesteron, serta

perawatan payudara. Produksi ASI yang kurang jika tidak diatasi dapat menimbulkan

dampak buruk pada bayi. Untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi pada bayi akibat

tidak diberi ASI diperlukan peran perawat untuk membantu meningkatkan produksi ASI

pada ibu menyusui untuk membantu ibu dalam memcukupi gizi bayi melalui pemberian

ASI eksklusif.

Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian tentang penggunaan teknik bekam

dalam meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui. Oleh karena itu, teknik bekam

akan dilakukan dan akan diukur pengaruhnya terhadap peningkatan produksi ASI.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian karena ingin

membuktikan kebenaran teknik bekam dalam meningkatkan produksi ASI karena

selama ini belum dibuktikannya penggunaan teknik bekam dalam peningkatan produksi

ASI tersebut secara ilmiah dengan pendekatan ilmiah.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan teknik

bekam dalam meningkatkan produksi ASI pada Ibu menyusui.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah

a) Mengetahui karakteristik responden (umur, pendidikan, dan pekerjaan).

b) Mengidentifikasi produksi ASI pada Ibu menyusui sebelum intervensi dengan


teknik bekam.
23
c) Mengidentifikasi produksi ASI pada ibu menyusui setelah intervensi dengan

teknik bekam.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Memberikan masukan untuk menggunakan teknik bekam dalam meningkatkan

produksi ASI pada Ibu menyusui dengan produksi ASI yang kurang.

2. Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dibidang

kesehatan khususnya keperawatan dalam menghadapi ibu dengan produksi ASI

yang kurang. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal dalam

melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan kurangnya produksi

ASI pada Ibu menyusui.

3. Manfaat Bagi Masyarakat (Ibu menyusui)

Dapat memperkenalkan suatu alternatif (bekam) untuk mengatasi masalah produksi

ASI pada ibu yang sedang menyusui, terutama pada ibu menyusui dengan produksi

ASI kurang.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pada area keperawatan maternitas pada masa child

bearing.

24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam studi kepustakaan, Penulis akan mengulas tentang ASI (Air Susu Ibu),

komposisi ASI, Volume ASI, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI, Proses

pengeluaran ASI, mekanisme produksi ASI, teknik bekam, dan peran perawat, serta teori

model keperawatan yang berkaitan dengan penelitian.

A. ASI (Air Susu Ibu)

1. Pengrtian ASI

Air susu ibu sebagai makanan bayi yang paling ideal dan tidak dapat digantikan

oleh susu formula sudah tidak perlu diragukan lagi. Keberhasilan pemberian ASI eksklusif

6 bulan dapat diwujudkan dengan motivasi yang kuat, pengetahuan dasar tentang

menyusui, usaha yang terus menerus, dan dukungan fasilitas persalinan Sayang Bayi.

Pengetahuan dan keterampilan petugas yang terkait dalam keberhasilan manajemen

menyusui harus selalu ditingkatkan agar mereka dapat berperan aktif dalam mengatasi

kendala yang mungkin timbul selama proses menysusui (Roesli & Yohmi, 2009).

Air Susu Ibu adalah makanan utama untuk bayi (Bobak, 2005). Air Susu Ibu (ASI)

adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik

yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya

(Hapsari, 2009).

25
Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan terbaik yang sangat dibutuhkan oleh

bayi. ASI mengandung berbagai zat yang penting untuk tumbuh kembang bayi dan

sesuai dengan kebutuhannya (Lusa, 2009).

Air susu ibu memberikan keuntungan nutrisi, antiviral, antibakteri dan psikososial

bagi bayi. Faktor antialergi dalam susu ibu akan menghindari bayi dari alergi yang umum

terjadi pada masa bayi (Potter & Parry, 2006). Menurut Worthington Roberts (1993)

dalam Bobak (2005), menyusui memiliki keuntungan- keuntungan berikut :

a. Bayi mendapat imunoglobin untuk melindunginya dari banyak penyakit dan infeksi.

b. Bayi lebih jarang menderita infeksi telinga dan saluran pernapasan atas.

c. Bayi lebih jarang mengalami diare dan penyakit saluran cerna lain.

d. Resiko bayi mendapat diabetes juvenile menurun.

e. Bayi memiliki lebih sedikit kemungkinan untuk menderita limpoma tipe tertentu.

f. Jenis protein yang ditelan mengurangi kemungkinan timbulnya resiko alergi.

g. Bayi yang disusui memiliki lebih sedikit masalah dengan pemberian makan yang

berlebihan akibat harus menghabiskan susu di botol .

h. Insiden bayi untuk mengalami obesitas dan hipertensi pada masa dewasa menurun.

i. Organ-organ ibu akan lebih cepat kembali ke keadaan sebelum hamil.

j. Menyusui meningkatkan kontak dekat ibu-anak.

2. Komposisi ASI

ASI memiliki komposisi yang berbeda-beda dari hari ke hari. Menurut Referensi

Kesehatan (2008), Komposisi ASI diantaranya sebagai berikut :

a. Kolostrum.

Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan

(4-7 hari) yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang

dengan volume 150 300 ml/hari.


26
b. ASI Transisi (Peralihan).

ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana kadar

lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah.

c. ASI Matur (Matang).

ASI matang adalah ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume

bervariasi yaitu 300 850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi.

Volume ASI pada tahun pertama adalah 400 700 ml/24 jam, tahun kedua 200

400 ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam.

Tabel 2.1
Komposisi ASI

Nutrien Colostrums Transisi (Peralihan) Mature


Energi kcal 56 67 69
kj 236 281 289
Protein g 2,0 1,5 1,3
Lemak g 2,6 3,7 4,1
Karbohidrat g 6,6 6,9 7,2
Sodium mg 47 30 15
Kalsium mg 28 25 34
Besi mg 0,07 0,07 0,07
Retinol g 155 85 58
Vitamin C mg 7 6 4

(Sumber : Holden & MacDonald, 2000).

3. Volume ASI

Volume ASI pada tahun pertama adalah 400 700 ml/24 jam, tahun kedua 200

400 ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam. Di negara industri rata-rata volume ASI

pada bayi dibawah usia 6 bulan adalah 750 gr/hari dengan kisaran 450 1200 gr/hari

(ACC/SCN, 1991). Pada studi Nasution.A (2003) volume ASI bayi usia 4 bulan adalah

500 800 gr/hari, bayi usia 5 bulan adalah 400 600 gr/hari, dan bayi usia 6 bulan

adalah 350 500 gr/hari (Evawany, 2009).


27
Volume ASI yang dapat dikonsumsi bayi dalam satu kali menyusu selama sehari

penuh sangat bervariasi. Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan volume air

susu yang dapat diproduksi, meskipun umumnya payudara yang berukuran sangat kecil,

terutama yang ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan, hanya memproduksi

sejumlah kecil ASI. Emosi seperti tekanan (stress) atau kegelisahan merupakan faktor

penting yang mempengaruhi jumlah produksi ASI selama minggu-minggu pertama

menyusui.

4. Manfaat ASI

Menurut Asuh wikia (2008), ASI mempunyai banyak manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat ASI bagi bayi

Berikut manfaat ASI untuk bayi :

1. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik,

terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu.

ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi

seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya.

2. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi,

karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua

kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

3. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan

bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan

manfaat.

4. ASI disesuaikan secara unik bagi bayi manusia, seperti halnya susu sapi adalah

yang terbaik untuk sapi.

5. Komposisi ASI ideal untuk bayi.

28
6. Dokter sepakat bahwa ASI mengurangi resiko infeksi lambung-usus, sembelit,

dan alergi.

7. ASI memiliki kekebalan lebih tinggi terhadap penyakit. Contohnya, ketika ibu

tertular penyakit (misalnya melalui makanan seperti gastroentretis atau polio),

antibodi ibu terhadap penyakit tersebut diteruskan kepada bayi melalui ASI.

8. ASI lebih bisa menghadapi efek kuning (jaundice). Level bilirubin dalam darah

bayi banyak berkurang seiring dengan diberikannya kolostrum dan mengatasi

kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tanpa

pengganti ASI.

9. ASI selalu siap sedia setiap saat bayi menginginkannya, selalu dalam keadaan

steril dan suhu susu yang pas.

10. Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI juga memberikan

kedekatan antara ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman dan terlindungi, dan

ini mempengaruhi kemapanan emosi anak di masa depan.

11. Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk diberikan karena

sangat mudah dicerna. Bayi akan lebih cepat sembuh.

12. Bayi prematur lebih cepat tumbuh apabila mereka diberikan ASI perah.

Komposisi ASI akan teradaptasi sesuai dengan kebutuhan bayi, dan ASI

bermanfaat untuk menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi

prematur.

13. Beberapa penyakin lebih jarang muncul pada bayi ASI, di antaranya: kolik, SIDS

(kematian mendadak pada bayi), eksim, Chrons disease, dan Ulcerative Colitis.

14. IQ pada bayi ASI lebih tinggi 7-9 point daripada IQ bayi non-ASI. Menurut

penelitian pada tahun 1997, kepandaian anak yang minum ASI pada usia 9 1/2

tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi daripada anak-anak yang minum susu

formula.
29
15. Menyusui bukanlah sekadar memberi makan, tapi juga mendidik anak. Sambil

menyusui, eluslah bayi dan dekaplah dengan hangat. Tindakan ini sudah dapat

menimbulkan rasa aman pada bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat

emosi dan spiritual yang tinggi. Ini menjadi dasar bagi pertumbuhan manusia

menuju sumber daya manusia yang baik dan lebih mudah untuk menyayangi

orang lain.

b. Manfaat ASI untuk Ibu

Berikut manfaat ASI untuk ibu menyusui :

1. Hisapan bayi membantu rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali

ke masa pra-kehamilan dan mengurangi risiko perdarahan.

2. Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan pindah

ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali.

3. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui memiliki resiko lebih rendah

terhadap kanker rahim dan kanker payudara.

4. ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol

susu, dot, dsb.

5. ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan ke luar rumah tanpa harus

membawa banyak perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula, air panas,

dsb.

6. ASI lebih murah, karena tidak usah selalu membeli susu kaleng dan

perlengkapannya.

7. ASI selalu bebas kuman, sementara campuran susu formula belum tentu steril.

8. Penelitian medis juga menunjukkan bahwa wanita yang menyusui bayinya

mendapat manfaat fisik dan manfaat emosional.

9. ASI tak bakalan basi. ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di wilayah payudara.

Bila gudang ASI telah kosong. ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali
30
oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam payudara tak pernah basi dan ibu tak perlu

memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui.

c. Manfaat ASI untuk Keluarga

Berikut manfaat ASI bagi keluarga :

1. Tidak perlu uang untuk membeli susu formula, botol susu kayu bakar atau

minyak untuk merebus air, susu atau peralatan.

2. Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam

perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan sakit.

3. Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.

4. Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat.

5. Memberikan ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab

ASI selalu siap tersedia.

6. Lebih praktis saat akan bepergian, tidak perlu membawa botol, susu, air panas,

dll.

d. Manfaat ASI untuk Masyarakat dan Negara

Berikut manfaat ASI bagi Masyarakat dan negara :

1. Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu formula dan

peralatan lain untuk persiapannya.

2. Bayi sehat membuat negara lebih sehat.

3. Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi sakit lebih

sedikit.

4. Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan kematian.

5. Melindungi lingkungan karena tak ada pohon yang digunakan sebagai kayu

bakar untuk merebus air, susu dan peralatannya.


31
6. ASI adalah sumber daya yang terus menerus diproduksi dan baru.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI (Hapsari, 2009), adalah

a. Makanan Ibu

Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui tidak

secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan.

Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat digunakan bila

sewaktu-waktu diperlukan. Akan tetapi jika makanan ibu terus menerus tidak

mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada akhirnya kelenjar-kelenjar

pembuat air susu dalam buah dada ibu tidak akan dapat bekerja dengan sempurna,

dan akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi ASI.

Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring

nasi ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan kalori yang setara dengan jumlah kalori

yang diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar Ibu menghasilkan 1 liter

ASI diperlukan makanan tamabahan disamping untuk keperluan dirinya sendiri, yaitu

setara dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur.

Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tambahan makanan,

maka akan terjadi kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jika pada masa

kehamilan ibu juga mengalami kekurangan gizi. Karena itu tambahan makanan bagi

seorang ibu yang sedang menyusui anaknya mutlak diperlukan. Dan walaupun tidak

jelas pengaruh jumlah air minum dalam jumlah yang cukup. Dianjurkan disamping

bahan makanan sumber protein seperti ikan, telur dan kacang-kacangan, bahan

32
makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk menjamin kadar berbagai vitamin

dalam ASI.

b. Ketentraman Jiwa dan Pikiran

Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu

dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk

ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya.

Pada ibu ada 2 macam reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui

bayinya, reflek tersebut adalah:

1. Reflek Prolaktin

Gambar 2.1
Proses produksi ASI/ refleks prolaktin

(Sumber : Lusa, 2009)

Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi menghisap

payudara ibu, terjadi rangsangan neorohormonal pada putting susu dan aerola

33 ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hypophyse melalui nervus vagus, terus kelobus
anterior. Dari lobus ini akan mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran

darah dan sampai pada kelenjar kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan

terangsang untuk menghasilkan ASI.

2. Let-down Refleks (Refleks Milk Ejection)

Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada

payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu. Refleks

memutarnya kepala bayi ke payudara ibu disebut :rooting reflex (reflex menoleh).

Bayi secara otomatis menghisap putting susu ibu dengan bantuan lidahnya. Let-

down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami

goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran. Gangguan terhadap let

down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Bayi tidak cukup mendapat ASI dan

akan menangis. Tangisan bayi ini justru membuat ibu lebih gelisah dan semakin

mengganggu let down reflex.

c. Pengaruh persalinan dan klinik bersalin

Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap kebiasaan

memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin

lebih menitik beratkan upaya agar persalinan dapat berlangsung dengan baik, ibu dan

anak berada dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah pemberian ASI kurang

mendapat perhatian. Sering makanan pertama yang diberikan justru susu buatan

atau susu sapi. Hal ini memberikan kesan yang tidak mendidik pada ibu, dan ibu

selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih dari ASI. Pengaruh itu akan semakin

buruk apabila disekeliling kamar bersalin dipasang gambar-gambar atau poster yang

memuji penggunaan susu buatan.

d. Penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron.


34
Bagi ibu yang dalam masa menyusui tidak dianjurkan menggunakan kontrasepsi pil

yang mengandung hormon estrogen, karena hal ini dapat mengurangi jumlah

produksi ASI bahkan dapat menghentikan produksi ASI secara keseluruhan oleh

karena itu alat kontrasepsi yang paling tepat digunakan adalah alat kontrasepsi dalam

rahim (AKDR) yaitu IUD atau spiral. Karena AKDR dapat merangsang uterus ibu

sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kadar hormon oxitoksin, yaitu

hormon yang dapat merangsang produksi ASI.

e. Perawatan Payudara

Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu dengan

mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa kehamilan. Pengurutan tersebut

diharapkan apablia terdapat penyumbatan pada duktus laktiferus dapat dihindarkan

sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan lancar.

6. Proses Pengeluaran ASI (Laktasi)

Dalam Alfarisi (2008), Laktasi adalah Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran

ASI. Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon yang

menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara adalah :

a. Progesteron: mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron

dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi

secara besar-besaran.

b. Estrogen: menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen

menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap

menyusui. Karena itu, sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis

hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.

c. Follicle stimulating hormone (FSH)

d. Luteinizing hormone (LH)


35
e. Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan.

f. Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan

setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin juga

mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran

susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down / milk ejection reflex.

g. Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta

mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting,

dan areola sebelum melahirkan.

Menurut Hapsari (2009), menjelaskan tentang proses laktasi. Proses laktasi terdiri atas 4

tingkat sebagai berikut :

1. Mammogenese

Mammogenese merupakan pertumbuhan dan perkembangan glandula mammae.

Progesteron dan estrogen merangsang pertumbuhan sistim alveoli dan proliferasi

efitel alveoli. Estrogen juga merangsang proliferasi sistim saluran.

Selama kehamilan kadar progesteron dan estrogen yang tinggi dapat mencegah

pengaruh prolaktin dan steroid adrenal sehingga laktasi tidak terjadi.

2. Laktogenese

Laktogenese merupakan pembentukan air susu di dalam sel-sel kelenjar. Setelah

plasenta lahir, produksi progesteron dan estrogen sangat berkurang sehingga pada

hari ke 3 post partum mammae membesar, keras dan nyeri. Prolaktin dan steroid

adrenal mulai berpengaruh. Alfarisi (2008), mengatakan ada beberapa tahapan

dalam pembentukan laktogen (laktogenesis), yaitu :

a. Laktogenesis I

Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase Laktogenesis I.

Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang
36
kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang tinggi mencegah produksi

ASI sebenarnya. Tetapi bukan merupakan masalah medis apabila ibu hamil

mengeluarkan (bocor) kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga bukan

indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.

b. Laktogenesis II

Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon

progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap

tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan

fase Laktogenesis II. Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah

meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level

sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin

menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga

keluar dalam ASI itu sendiri.

Penelitian mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi

apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga 6 pagi,

namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh. Hormon lainnya,

seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam proses ini, namun

peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi mengindikasikan

bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan,

tetapi biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-

3 hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya tidak

langsung setelah melahirkan.

Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum mengandung

sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI sebenarnya, khususnya

tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi
37
yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga

mencegah alergi makanan. Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan,

kolostrum pelan pelan hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya.

c. Laktogenesis III

Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan

beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil,

sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan Laktogenesis III. Pada

tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI

dengan banyak pula. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara

dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI.

Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan

seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara

dikosongkan.

3. Galaktopoese

Galaktopoese merupakan pembentukan laktasi setelah persalinan. Periode laten

antara kelahiran jabang bayi dan permulaan laktasi kira-kira 50 jam. Galaktopoese

dipengaruhi oleh 2 macam faktor, yaitu : faktor mekanik dan faktor neural. Setelah

persalinan, meskipun kadar prolaktin menurun dibandingkan dengan pada waktu

hamil, tetapi karena jabang bayi mengisap puting susu (faktor mekanik) atau

karena jabang bayi menangis (faktor neural), maka kedua faktor tersebut dapat

mempengaruhi intensitas dan lamanya laktasi; hal ini disebabkan karena :

a. Kadar prolaktin yang bertambah pada tiap ada reflaks menghisap jabang bayi,

yang mungkin dapat mengurangi keluarnya PIF (Prolactin Inhibiting Factor) dari

hipotalamus.
38
b. Merangsang neurohipofisis untuk mengeluarkan oksitosin, yang dapat

menyebabkan kontraksi mioepithel kelanjar untuk mengeluarkan air susu.

Faktor neural akan hilang jika ibu merasa takut atau tertekan.

4. Galaktokinese

Galaktokinese merupakan keluarnya air susu. Oksitosin menyebabkan kontraksi

sel-sel mioepithel alveoli dan saluran-saluran halus untuk mengeluarkan air susu.

Skema 2.1
Proses Laktasi

Hipotalamus faktor emosi : (-)

1. rasa takut

2. rasa tertekan

PIF : (-)

Hipofisis

Plasenta Prolaktin Oksitosin

Isapan bayi, tangisan bayi

Sekresi ASI Ekskresi ASI

MAMMAE

Estrogen, progesteron pertumbuhan dan perkembangan glandula mammae

(Sumber : Hapsari, 2009)

Menyusui setiap dua-tiga jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi. Untuk wanita

pada umumnya, menyusui atau memerah ASI delapan kali dalam 24 jam akan
39
menjaga produksi ASI tetap tinggi pada masa-masa awal menyusui, khususnya empat

bulan pertama. Bukanlah hal yang aneh apabila bayi yang baru lahir menyusui lebih

sering dari itu, karena rata-ratanya adalah 10-12 kali menyusui tiap 24 jam, atau

bahkan 18 kali. Menyusui on-demand adalah menyusui kapanpun bayi meminta

(artinya akan lebih banyak dari rata-rata) adalah cara terbaik untuk menjaga produksi

ASI tetap tinggi dan bayi tetap kenyang. Tetapi perlu diingat, bahwa sebaiknya

menyusui dengan durasi yang cukup lama setiap kalinya dan tidak terlalu sebentar,

sehingga bayi menerima asupan foremilk dan hindmilk secara seimbang.

7. Penghambat Produksi ASI

Dalam Bote (2009), mengatakan ada beberapa hal yang dapat menghambat produksi

ASI, yaitu :

a. Feedback inhibitor :
Suatu faktor lokal, bila saluran ASI penuh mengirim impuls untuk mengurangi

produksi.

Cara mengatasi : saluran dikosongkan secara teratur (ASI eksklusif dan tanpa

jadwal).

b. Stress / rasa sakit : akan menghambat atau inhibisi pengeluaran oksitosin. Misalnya
pada saat Sinus laktiferus penuh/payudara sudah bengkak

c. Penyapihan

8. Indikator Produksi ASI kurang

Indikator yang bisa digunakan untuk mengetahui produksi ASI yang dimiliki ibu kurang

(Bayisehat Comunity, 2008), antara lain :

1. Kenaikan berat badan kurang dari 500 gram sebulan. Setelah 2 minggu, berat bayi

40 yang pada hari-hari pertama biasanya menurun, belum mencapai berat lahir.
2. Jumlah air kecil bayi sedikit dan terkonsentrasi, kurang dari 6 kali sehari, berwarna

gelap, dan berbau tajam.

3. Bayi tidak puas setelah menyusu.

4. Bayi sering menangis.

5. Bayi menolak disusui.

6. Kotoran bayi keras, kering, dan berwarna hijau.

7. Payudara ibu tidak membesar selama kehamilan

8. ASI tidak keluar setelah melahirkan.

Bayi yang kekurangan ASI dapat disebabkan oleh beberapa hal. Faktor

penyebabnya juga dapat bersumber pada ibu atau bayinya. Faktor menyusui yang dapat

menyebabkan kekurangan ASI antara lain :penyusuan yang tertunda, Perlekatan yang

tidak baik, Penyusuan yang jarang atau dilakukan dalam waktu singkat, Tidak menyusui

pada malam hari, Pemberian botol atau empeng, Pemberian minuman lain selain ASI.

Selain faktor menyusui ada faktor psikologis ibu yang juga dapat menyebabkan

kekurangan ASI :kurang percaya diri, ibu khawatir / terlalu stres, ibu terlalu lelah, ibu tidak

suka menyusui, ibu mengalami baby blues.

9. Refleks turunnya susu

Gambar 2.2
Refleks Turunnya ASI

41
(Sumber : Rahmawati dan Alia Andriani, 2009)

Pengeluaran hormon oksitosin menstimulasi turunnya susu (milk ejection / let-down

reflex). Oksitosin menstimulasi otot di sekitar payudara untuk memeras ASI keluar. Ibu

mendeskripsikan sensasi turunnya susu dengan berbeda-beda, beberapa merasakan geli

di payudara dan ada juga yang merasakan sakit sedikit, tetapi ada juga yang tidak

merasakan apa-apa. Refleks turunnya susu tidak selalu konsisten khususnya pada

masa-masa awal. Tetapi refleks ini bisa juga distimulasi dengan hanya memikirkan

tentang bayi, atau mendengar suara bayi, sehingga terjadi kebocoran. Sering terjadi,

payudara yang tidak menyusui bayi mengeluarkan ASI pada saat bayi menghisap

payudara yang satunya lagi. Lama kelamaan, biasanya setelah dua minggu, refleks

turunnya susu menjadi lebih stabil.

Refleks turunnya susu ini penting dalam menjaga kestabilan produksi ASI, tetapi

dapat terhalangi apabila ibu mengalami stres. Oleh karena itu sebaiknya ibu tidak

mengalami stres. Refleks turunnya susu yang kurang baik adalah akibat dari puting lecet,

terpisah dari bayi, pembedahan payudara sebelum melahirkan, atau kerusakan jaringan

payudara. Apabila ibu mengalami kesulitan menyusui akibat kurangnya refleks ini, dapat

dibantu dengan pemijatan payudara, penghangatan payudara dengan mandi air hangat,

atau menyusui dalam situasi yang tenang (Alfarisi, 2008).

10. Mekanisme Produksi ASI

a. Hormon proolaktin

42
Hormon prolaktin bekerja langsung dengan rangsangan puting susu. Ketika

menyusui bayi, impuls sensori masuk dari daerah puting ke bagian anterior dari

kelenjar pituitari dan otak. Di sinilah prolaktin dihasilkan dan disekresi ke dalam

darah. Ketika prolaktin dalam darah masuk ke dalam kontak dengan sel asinus, susu

akan dihasilkan. Tingkat prolaktin dalam darah tetap tinggi sampai 75-90 menit

setelah makan, sehingga menyusui pada satu pakan membantu merangsang

produksi susu selanjutnya. Prolaktin lebih tinggi di malam hari daripada siang hari

(Sandra, 2002).

Ketika bayi menyusu, payudara mengirimkan rangsangan ke otak. Otak

kemudian bereaksi mengeluarkan hormon Prolaktin yang masuk ke dalam aliran

darah menuju kembali ke payudara. Hormon Prolaktin merangsang sel-sel pembuat

susu untuk bekerja, memproduksi susu. Sel-sel pembuat susu sesungguhnya tidak

langsung bekerja ketika bayi menyusu. Sebagian besar hormon Prolaktin berada

dalam darah selama kurang lebih 30 menit, setelah proses menyusui. Jadi setelah

proses menyusu selesai, barulah sebagian besar hormon Prolaktin sampai di

payudara dan merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja. Jadi, hormon

Prolaktin bekerja untuk produksi susu berikutnya. Susu yang disedot/dihisap bayi saat

ini, sudah tersedia dalam payudara, di Sinus Laktiferus.

Sederhananya, mekanisme produksi susu dalam payudara prinsipnya mirip

dengan tanaman teh atau tanaman kembang kertas. Jika kita memetik pucuk teh atau

kembang kertas, maka akan tumbuh dari bawah ketiak daun, dua buah cabang baru.

Jadi semakin sering dipetik, semakin banyak pucuk mudanya. Jika tidak dipetik, tidak

akan ada cabang baru. Begitu pula dengan ASI, semakin sering disedot bayi,

semakin banyak ASI yang diproduksi. Semakin jarang bayi menyusu, semakin sedikit

ASI yang diproduksi. Jika bayi berhenti menyusu, maka payudara juga akan berhenti

43
memproduksi ASI (Rahadian P Paramita Breastfeeding Counseling: A Training

Course. WHO/UNICEF, 2008).

b. Hormon Oksitosin

Hormon oksitosin dapat distimulus baik sebelum dan selama menyusui (Sandra,

2002). Setelah menerima rangsangan dari payudara, otak juga mengeluarkan

hormon Oksitosin selain hormon Prolaktin. Hormon Oksitosin diproduksi lebih cepat

daripada Prolaktin. Hormon ini juga masuk ke dalam aliran darah menuju payudara.

Di payudara, hormon Oksitosin ini merangsang sel-sel otot untuk berkontraksi.

Kontraksi ini menyebabkan ASI hasil produksi sel-sel pembuat susu terdorong

mengalir melalui pembuluh menuju Sinus Laktiferus, tempat penampungan.

Kadang-kadang, ASI mengalir hingga keluar payudara ketika bayi sedang tidak

menyusu. Mengalirnya ASI ini disebut refleks pelepasan ASI. Produksi Hormon

Oksitosin bukan hanya dipengaruhi oleh rangsangan dari payudara. Hormon oksitosin

juga dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan ibu. Jadi ketika ibu mendengar suara

bayi, meskipun mungkin bukan bayinya, ASI dapat menetes keluar. Suara tangis bayi,

sentuhan bayi, atau ketika ibu berpikir akan menyusui bayinya, atau bahkan ketika

ibu memikirkan betapa sayangnya kepada sang bayi, ASI dapat menetes keluar. Jika

refleks pelepasan ASI ibu tidak bekerja dengan baik, maka bayi akan mengalami

kesulitan memperoleh ASI karena harus mengandalkan pada kekuatan sedotan

menyusunya. Akibatnya, bayi akan kelelahan dan memperoleh sedikit ASI. Kadang-

kadang hal ini membuatnya frustasi, dan kemudian menangis.

Peristiwa ini kelihatannya seperti seolah-olah payudara berhenti memproduksi

ASI, padahal tidak. Payudara tetap memproduksi ASI, tetapi ASI tidak mengalir

keluar. Jadi refleks pelepasan ASI ini sangat penting bagi bayi (Rahadian P Paramita

Breastfeeding Counseling: A Training Course. WHO/UNICEF, 2008).

44
11. Berbagai masalah menyusui

Menurut Danuatmaja (2003), ada beberapa masalah dalam proses menyusui, yaitu

masalah menyusui karena terdapat masalah dari ibu atau masalah yang timbul dari bayi.

1. Masalah menyusui pada ibu

Masalah-masalah pada ibu yang dapat timbul sehingga proses menyusui menjadi

terhambat diantaranya adalah :

1). Kurang informasi

Akibat kurang informasi banyak ibu yang menganggap susu formula sama

baiknya, bahkan lebih baik dari ASI. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat

memberikan susu formula jika merasa ASInya kurang atau terbentur kendala

menyusui. Masih banyak pula petugas kesehatan yang tidak memberikan

informasi kepada ibu saat pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin. Untuk

dapat melaksanakan program ASI eksklusif, ibu dan keluarganya perlu diberikan

informasi mengenai fisiologis laktasi, keuntungan pemberian ASI, kerugian

pemberian susu formula, pentingnya rawat gabung, cara menyusui yang baik dan

benar dan siapa yang harus dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar

menyusui.

2). Puting susu yang pendek atau terbenam

Ada beberapa bentuk puting susu, yaitu normal, cekung, datar atau masuk

kedalam. Pada saat hamil biasanya puting menjadi lentur, namun kerap pula

terjadi sampai sesudah bersalin puting susu belum juga menonjol. Banyak ibu

langsung menganggap hilang peluang untuk menyusui. Padahal puting hanya

kumpulan muara saluran ASI dan tidak mengandung ASI. ASI disimpan di sinus

laktiferus yang terletak di daerah areola mammae. Jadi untuk mendapatkan ASI,

areola yang harus damasukkan ke dalam mulut bayi agar hisapan dan gerakan

lidah bayi dapat memerah ASI keluar. Untuk menarik puting keluar, dapat
45
digunakan nipple shield atau breast shield, namun jika cara ini kurang membantu,

ibu harus dibantu agar dapat memasukkan areolanya sebanyak mungkin kedalam

mulut bayi sehingga bayi dapat memperoleh ASI.

3). Payudara bengkak

Tiga hari pasca persalinan payudara sering terasa penuh, tegang dan nyeri.

Kondisi ini terjadi akibat adanya bendungan pada pembuluh darah di payudara

sebagai tanda ASI mulai banyak di produksi. Untuk menghindari dan mengatasi

payudara bengkak, berilah ASI pada bayi segera setelah lahir dengan posisi yang

benar dan tanpa jadwal. Jika produksi ASI melebihi kebutuhan bayi, keluarkan ASI

dengan cara diperah sebelum mulai menyusui bayi. Jangan berikan minuman lain

pada bayi dan lakukan perawatan payudara pasca-persalinan seperti pemijatan.

Untuk mengurangi rasa sakit yang tidak tertahankan dan demam akibat

pembengkakkan, kompres payudara dengan kompres dingin serta makanlah obat

penurun demam dan pengurang rasa sakit.

4). Puting susu nyeri atau lecet

Ini masalah yang paling banyak dialami oleh ibu yang menyusui. Puting nyeri atau

lecet terjadi akibat beberapa faktor. Yang dominan adalah kesalahan posisi

menyusui saat bayi hanya menghisap pada puting. Puting lecet juga dapat terjadi

jika pada akhir menyusui, bayi tidak benar-benar melepaskan hisapan atau jika

ibu sering membersihkan puting dengan alkohol atau sabun. Untuk mengatasi

puting lecet dan nyeri adalah dengan memperbaiki posisi menyusui. Mulailah

menyusui dari payudara yang tidak sakit karena biasanya hisapan pertama bayi

yang lapar lebih keras. Untuk mengobati lecet, gunakan cara alami, yaitu dengan

mengoleskan sedikit ASI pada puting tersebut dan biarkan kering. Jika rasa sakit

tidak tertahankan, ibu dapat meminum obat pengurang sakit.

5). Saluran ASI tersumbat


46
Kelenjar ASI memiliki 15-20 saluran ASI. Satu atau lebih saluran ini dapat

tersumbat karena tekanan ibu jari saat menyusui, posisi bayi atau bra yang terlalu

ketat sehingga saluran ASI tersumbat dan tidak menyalurkan ASI. Sumbatan juga

dapat terjadi karena ASI dalam saluran tersebut tidak langsung dikeluarkan

karena ada pembengkakkan. Untuk mengatasinya, perbaiki posisi menyusui dan

gunakan bra yang menunjang tetapi tidak terlalu ketat. Sebaiknya ibu juga lebih

sering menyusui dari payudara yang tersumbat, dan pijatlah daerah yang

tersumbat kearah puting agar ASI bisa keluar.

6). Radang payudara

Jika puting lecet, saluran payudara tersumbat atau pembengkakkan payudara

tidak diatasi dengan baik, maka dapat berlanjut menjadi radang payudara.

Payudara akan terasa bengkak, sangat sakit, bewarna merah dan disertai

demam. Lakukan perawatan disertai istirahat yang cukup. Segeralah berobat ke

dokter untuk meminta antibiotik yang sesuai, juga obat pereda sakit.

7). Abses payudara

Perawatan yang bisa dilakukan untuk abses payudara sama dengan perawatan

untuk radang payudara, namun nanah yang ada harus dikeluarkan dengan insisi.

Selama luka bekas insisi belum sembuh maka bayi hanya dapat menyusui dari

payudara yang sehat.

8). ASI kurang

Masih banyak ibu merasa ASInya kurang, mungkin karena setelah beberapa hari

payudaranya tidak terasa tegang lagi, sementara bayi sering minta disusukan. Hal

yang perlu diinformasikan pada ibu adalah bahwa kondisi ini adalah wajar.

2. Masalah menyusui pada bayi

Menurut Danuatmaja (2003), Masalah pada bayi yang dapat menjadi

penghambat dalam proses menyusui diantaranya adalah :


47
1). Bayi bingung puting

Mekanisme menyusu dari ibu berbeda dengan minum melalui botol. Istilah

bingung puting dipakai untuk bayi yang tidak mau menyusu lagi pada ibu karena

telah dicoba minum dari botol. Tanda-tanda bayi bingung puting adalah menolak

menyusu dari ibu, jika menyusu mulutnya mencucu seperti minum dari dot, dan

saat menyusu sebentar-sebentar bayi melepas hisapannya. Guna mencegah

bingung puting, jangan memberi bayi minum dari botol. Jika memberi ASI

perahan, gunakan dengan cangkir dan sendok.

2). Bayi tidak mau menyusu

Selain sakit, hal-hal yang membuat bayi enggan menyusu adalah karena bingung

puting, teknik menyusui yang salah dan ASI kurang lancar atau terlalu deras. Atasi

problem sesuai masalahnya.

3). Bayi kembar

Sebagian ibu menganggap apabila melahirkan bayi kembar maka ASInya tidak

mencukupi kebutuhan bayinya. Selanjutnya ibu akan berusaha memberikan

tambahan kepada bayinya tanpa mencoba dahulu. Hal ini tidak benar. Produksi

ASI sesuai dengan rangsangan yang diberikan. Dua bayi atau lebih akan

merangsang lebih banyak atau sering sehingga produksi ASI juga lebih banyak.

Biasanya salah seorang bayi akan menghisapnya lebih kuat dari yang lain

sehingga sebaiknya jangan berikan satu payudara untuk masing-masing, tetapi

kedua payudara berikan secara bergantian. Menyusui kedua bayi dapat bersama-

sama atau bergantian. Sebaiknya mulai dengan bayi yang lebih kecil dulu jika

akan menyusui dengan bergantian.

4). Bayi sering menangis

Menangis merupakan cara bayi berkomunikasi sehingga jika bayi menangis perlu

dicari penyebabnya. Bayi menangis belum tentu karena lapar atau haus, bisa saja
48
karena bayi takut, kesepian, bosan, basah, kotor, sakit atau rasa ASI tidak enak

karena makanan atau obat yang diminum ibu.

5). Bayi dengan refleks hisap lemah

Sebaiknya ASI dikeluarkan atau diperah dan diberikan kepada bayi dengan sonde

lambung atau pipet untuk bayi yang lahir kurang bulan atau dengan gangguan

menghisap akan mengalami kesukaran menyusu. Dengan memegang kepala dan

menahan bawah dagu bayi, bayi dapat dilatih untuk menghisap, sementara ASI

yang telah dikeluarkan diberikan dengan pipet atau selang kecil pada puting.

6). Bayi sumbing

Biasanya dengan posisi tertentu bayi dapat disusukan jika celahnya hanya

terdapat pada bibir atau langit lunak, namun jika celahnya luas sampai meliputi

bibir, gusi dan langit-langit keras perlu dibuatkan protease yang akan menutup

celah itu supaya bayi bisa minum tanpa tersedak. Bayi diberikan ASI dengan

pipet, cangkir atau sendok dalam posisi agak tegak.

7). Bayi kuning

Sebaiknya bayi dirawat untuk mendapat terapi sinar bila bilirubin mencapai kadar

yang mengkhawatirkan. Pemberian ASI untuk sementara dihentikan sambil

dilakukan pemeriksaan. Adakalanya juga, kasus bayi kuning terjadi karena

kurangnya pemberian ASI pada hari-hari pertama, karena ASI pada hari-hari

pertama masih sedikit dan pengeluaran feses atau kotoran bayi sedikit, maka

timbul ikterus (kuning) dini. Dokter biasanya akan meminta ibu menyusui lebih

sering sehingga ASI lebih banyak dan pengeluaran kotoran bayi lebih lancar.

49
B. Bekam

1. Pengrtian Bekam

Gambar 2.3
Proses Bekam

(Sumber : Klinik bekam, 2009)

Bekam mempunyai beberapa sebutan, seperti canduk, canthuk, kop, atau

membakan. Di eropa disebut cupping dan fire bottle. Dalam bahasa mandarin disebut Pa

Hou Kuan. Dalam bahasa arab disebut hijamah, dari kata al-hijmu yang berarti pekerjaan,

yaitu membekam. Al-Hajjam berarti ahli bekam. Al-Hijmu berarti menghisap atau

menyedot. Sedangkan Al-Mihjam atau Al-Mihjamah merupakan alat untuk membekam,

yang berupa gelas untuk menampung darah yang dikeluarkan dari kulit, atau gelas untuk

mengumpulkan darah hijamah (Umar, 2008).

Menurut Dr. Aiman Al-Husaini, bekam Adalah metode pengobatan klasik yang kini

muncul kembali dan menjadi tren. Pelatihan bekam dan praktiknya menarik minat banyak

dokter setelah kajian-kajian ilmiah di berbagai negara di dunia membuktikan efektivitas


50
metode terapi klasik ini dalam mengobati dan memperingan berbagai keluhan penyakit.

Khususnya karena Bekam memiliki kedudukan istimewa dalam tradisi pengobatan Nabi

hingga beliau memberinya keistimewaan dalam banyak hadist, diantaranya: Sungguh,

pengobatan paling utama yang kalian gunakan adalah Bekam (HR. Al-Bukhari no. 5696

dan Muslim no. 1577 dari Sahabat Anas bin Malik ). Hendaklah kalian semua melakukan

pengobatan dengan bekam di tengah tengkuk, karena sesungguhnya hal itu merupakan

obat dari tujuh puluh dua penyakit (HR. Thobroni) (Islamic Media, 2008).

Bekam merupakan sunnah Rasul dan wasiat para malaikat, bekam merupakan oleh-

oleh Nabi pada waktu Isra Miraj selain perintah sholat lima waktu. Sebagaimana sabda

Nabi SAW : Aku tidak berjalan di hadapan sekelompok malaikat pun pada malam ketika

aku diisrokan, kecuali mereka berkata, wahai Muhammad, perintahkan ummatmu agar

berbekam! (Shohiihul Jaami:5671).

Maka secara bahasa, bekam berarti menghisap. Menurut istilah, bekam berarti

peristiwa penghisapan kulit, penyayatan dan mengeluarkan darahnya dari permukaan

kulit, yang kemudian ditampung di dalam gelas (Umar, 2008). Kesimpulan definisi

hijamah menurut bahasa ialah ungkapan tentang menghisap darah dan

mengeluarkannya dari permukaan kulit, yang kemudian ditampung di dalam gelas

mihjamah, yang menyebabkan pemusatan dan penarikan darah di sana, lalu dilakukan

penyayatan kulit dengan pisau bedah, guna untuk mengeluarkan darah (Untoro, 2007).

2. Peralatan Bekam

Peralatan bekam dalam Fatahillah (2007), Peralatan yang diperlukan dalam proses

berbekam adalah :

a. Cupping Set (Gelas Vakum) dan pump tangan

51
Peralatan tersebut digunakan untuk menghisap titik-titik permukaan kulit yang sudah

ditetapkan. Gelas-gelas kaca tahan pecah ini berdiameter besar, sedang, kecil, dan

digunakan sesuai dengan daerah pembekaman.

b. Lancing divice

Alat seperti pulpen untuk memasukkan jarum.

c. Lancing (jarum) atau Blade surgical (pisau bedah)

Alat ini harus steril. Digunakan sebagai penyayat atau toreh atau memberikan

tusukan kecil dan digunakan hanya sekali pakai atau satu orang.

d. Glukometer dan Tensimeter

e. Sarung Tangan (rubber gloves) dan Masker

f. Gunting dan Pisau Cukur

Untuk mencukur bulu-bulu halus atau rambut kepala jika harus dicukur.

g. Tisue kertas yang bersih atau Kapas (steril cotton)

h. Cairan Antiseptic (minyak zaitun, but-but, alcohol/surgical spirit)

i. Plastik untuk tempat sampah.

3. Waktu Berbekam yang Baik

Waktu berbekam yang baik menurut Fatahillah (2007), mengatakan bahwa Ibnu

Sina dalam kitab beliau menyebutkan tentang waktu yang paling baik untuk berbekam

ialah pada waktu tengah hari (Pukul 14 atau 15) karena pada waktu itu saluran darah

sedang mengembang dan darah-darah toksid sedang dikeluarkan. Jadi mengikuti prinsip

yang sama kita boleh menguapkan pesakit selama jam, istirahat selama 15 menit dan

mulai dibekam. Diriwayatkan oleh Abu Hurairoh r.a Nabi Saw bersabda :

Barang siapa berbekam pada 17, 19 dan 21 hari bulan Hijriyah maka itu adalah hari hari

yang menyembuhkan penyakit . Bagi orang sakit yang memerlukan perawatan segera,

52 sebagai seorang perawat kita mesti menolong segala upaya dengan ilmu yang telah Allah
anugrahkan pada kita. Berilah sentuhan-sentuhan Ilahiah serta memohon pada-Nya,

karena berbekam seperti juga memakan obat hanyalah salah satu cara pengobatan

sedangkan yang menyembuhkan adalah ALLAH, tapi karena berbekam adalah Sunnah

Rasullah SAW maka ia mempunyai satu hikmah yang luar biasa dari sisi khasiatnya.

4. Jenis-jenis Bekam

Kemajuan teknologi menjadikan alat bekam lebih mudah dan praktis dalam

menggunakannya. Sehingga, kreatifitas cara menerapkan alatnya pun disesuaikan

dengan kebutuhan dalam mencari kesembuhan terhadap rasa sakit yang dirasakan.

Pada awalnya bekam hanya dikenal dengan dua cara. Yaitu, bekam basah dan bekam

kering. Tapi sekarang selain dari macam bekam tersebut, masyarakat juga mengenal

bekam seluncur dan tarik.

Menurut Fatahillah (2007), jenis bekam ada 4 yaitu :

a. Bekam Basah (Wet Cupping)

Metode pembekaman ini merupakan cara pengeluaran darah statis atau darah kotor

yang dapat membahayakan tubuh jika tidak dikeluarkan.

b. Bekam kering (Dry Cupping)

Metode ini hanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau melenturkan otot-

otot, terutama pada punggung atau badan bagian belakang. Tindakan ini dilakukan

untuk penyakit ringan.

c. Bekam Meluncur

Metode ini sebagai pengganti kerokan yang dapat membahayakan kulit karena dapat

merusak pori-pori. Tindakan ini dapat bermanfaat untuk membuang angin pada

tubuh, melemaskan otot-otot, dan melancarkan peredaran darah.

53
d. Bekam Tarik

Metode ini hanya menghilangkan rasa nyeri atau penat di bagian dahi, kening, dan

bagian yang pegal-pegal.

5. Orang yang Tidak boleh di Bekam

Dalam penjelasan Untoro (2007), ada beberapa orang yang tidak boleh dibekam

sebagai berikut :

a. Orang tua yang sakit parah dan tanpa upaya

b. Pada kulit-kulit yang berkudis dan berpenyakit,

c. Pada perut mereka yang baru habis makan (makanan berat),

d. Pada perut ibu yang mengandung,

e. Pasien dengan tensi darah rendah / kurang darah,

f. Orang yang terlalu lapar,

g. Ibu yang habis melahirkan (ibu yang masih dalam keadaan nifas)

h. Wanita yang sedang haid,

i. Orang yang sakit gemetaran di wajah dan kakinya,

j. Orang yang lemah liver dan perutnya,

k. Orang yang radang usus.

Perlu diperhatikan selama berbekam pasien dilarang tidur, dan setelah berbekam

pasien harus menahan diri untuk tidak mandi ataupun tidur kurang lebih selama 3 (tiga)

jam.

6. Patofisiologi dan Cara Kerja Bekam


54
Meridian adalah gambaran sistem saluran dalam tubuh yang terdiri dari saluran

yang membujur dan melintang pada seluruh tubuh, yang menghubungkan permukaan

tubuh dengan organ, organ dengan organ, organ dengan jaringan peninjang, jaringan

penunjang satu dengan yang lainnya, tubuh bagian kanan dengan yang kiri, tubuh yang

atas dengan yang bawah, yang luar dengan yang dalam, organ tubuh dengan anggota

gerak, sehingga membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan beraksi

bersama-sama apabila mendapat rangsanganpenyakit dari luar tubuh atau penyakit dari

dalam tubuh. Melalui meridian inilah mengalir energi yang disebut chi yang berperan

dalam menyeimbangkan fungsi tubuh tadi. Dengan mengaktifkan titik-titik dari meridian,

maka energi chi akan mengalir sepanjang meridian menuju bagian tubuh yang tidak

seimbang atau mengalami kelainan, selanjutnya ia akan mengembalikan bagian tubuh ke

kondisi sehat seperti semula (Umar, 2008).

Dengan demikian, meridian berfungsi sebagai tempat masuknya penyakit atau

patogen dari luar tubuh, sehingga bila ada penyakit yang masuk, maka meridian akan

berperan mengusirnya. Bila patogen itu sangat kuat, maka meridian akan mengalami

kelainan. Di samping itu, meridian juga merupakan tempat manifestasi fenomena organ-

organ, baik yang normal maupun yang tidak normal. Sebab, setiap kelainan dari organ

akan dipancarkan ke meridian, sehingga kelainan organ dalam tubuh bisa diketahui dari

luar tubuh melalui meridian (Umar, 2008).

Titik meridian (titik tho)merupakan titik imajinier yang tidak terlihat. Namun,

fungsinya bisa dibiktikan dengan penyuntikan suatu radioisotop pada titik meridian

dariorgan tertentu, yang ternyata bisa dilihat pada organ dari meridian tersebut. Secara

tradisional titik meridian bisa dibuktikan dengan menekan bagian tubuh, bila tepat pada

titik meridian, maka bagian yang ditekan akan merasa ngilu (Umar, 2008).

Bekam merupakan cara pengobatan dengan membekam titik-titik dipermukaan

kulit. Titik yang dibekam bisa titik akupuntur, akupresur, refleksi, titik tung, tho dan
55
sebagainya. Namun yang berkembang di Indonesia saat ini adalah membekam pada titik-

titik meridian akupuntur dan titik-titik bekam nabi (Prophet Potent Point) (Umar, 2008).

Titik meridian adalah bagian tertentu dari tubuh yang sangat sensitif. Di tempat

tersebut banyak impuls biolistrik, yang menurut tradisional Cina, impuls listrik itu disebut

chi, dan di Jepang disebut ki. Dalam kedokteran kuno disebut tho. Dari penelitian

ternyata titik itu mengandung kumpulan syaraf dan motor neuron dan pembuluh darah

mikrovaskuler. Titik ini juga disebut Motor Point yang terletak pada perlekatan otot-syaraf.

Otot-otot dengan titik tadi mempunyai keistimewaan karena mengandung banyak

mitokondria, pembuluh darah, warnanya lebih merah, mengandung banyak mioglobin,

dan sebagian besar menggunakan metabolisme oksidatif sehingga tahan dari kelelahan.

Jaringan di sekitar titik juga sangat istimewa karena banyak mengandung mast sel dan

kelenjar limfe, kapiler dan venula halus yang merupakan sel untuk pertahanan tubuh.

Juga banyak ditemukan bundle dan pleksus saraf. Dengan demikian, titik-titik tadi sangat

sensitif dengan rangsangan bekam. Asalkan bekam dilakukan tepat pada titik-titik tadi,

maka akan terjadi proses pada kapiler dan arteriola, peningkatan jumlah leukosit, limposit

dan sistem retikulo-endothelial, pelepasan ACTH, kortisol, endorpin, enkefalin, dan faktor

humoral lain. (Umar, 2008).

Pada setiap proses penghisapan kulit, akan diikuti dengan pengumpulan jaringan

bawah kulit, dan darah dengan segala komponen yang ada di bawah kulit. Ini mempunyai

potensi untuk menyembuhkan penyakit. Penghisapan akan merangsang syaraf-syaraf

pada permukaan kulit. Rangsangan ini akan dilanjutkan pada cornu posterior medula

spinalis melalui syaraf A delta dan C, serta traktus spino thalamikus ke arah thalamus

yang akan menghasilkan endorphin. Sedangkan sebagian rangsangan akan diteruskan

melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan menimbulkan refleks

intubasi simpatis, sehingga menimbulkan intubasi nyeri secara general melalui siklus

endorphin dan segmental simpatis. Efek lain yang ditimbulkan adalah pengumpulan
56
darah di bawah kulit yang disertai dengan dilatasi pembuluh darah kulit, peningkatan

kerja jantung sekaligus membuka pori-pori kulit. Sedangkan akibat tekanan negatif yang

ditimbulkan dari penghisapan akan menyebabkan congesti pasif dari jaringan lokal di

permukaan superfisial dan meningkatkan dilatasi pembuluh darah. Ini akan meningkatkan

volume aliran darah dan mempercepat sirkulasi darah, sehingga suplai darah ke kulit

menjadi lebih baik. Dengan demikian, sel-sel dipermukaan kulit dapat dipertahankan

daya vitalitasnya. Pengaruh lainnya adalah terjadinya peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah dan fagositosis sel-sel darah, peningkatan suhu lokal, menguatnya

kekuatan, daya tahan tubuh serta imunitas. Ini akan menjaga tubuh dari serangan

penyakit (Umar, 2008).

Pada bekam basah, hujamah damamiyah atau hijamah rothbah, di mana setelah

penghisapan kulit akan dilanjutkan dengan pengeluaran darah, maka suhu kulit di area

lokal akan meningkat. Hal ini disertai dengan dilatasi kapiler, peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, sehingga menghasilkan perbaikan metabolisme. Secara tradisional,

proses ini mengakibatkan perbaikan sirkulasi darah, membuang stasis darah, membuang

patogen angin dan patogen basah, melancarkan chi dan darah, membuang patogen

dingin dan meredakan nyeri. Di bawah efek penghisapan dan penarikan kulit karena

tekanan negatif ini, akan terjadi proses penekanan titik-titik tadi tepat di bawah kulit di

sepanjang meridian. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa efek terapi tidak hanya

mengenai bagian permukaan kulit yang dibekam saja, tetapi bisa menembus ke dalam

jaringan di bawahnya. Dengan demikian, terapi bekam ini akan bekerja di sepanjang

meridian (Umar, 2008).

7. Lamanya Membekam

Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas tentang lamanya membekam

dan frekuensi berbekam. Setiap literatur mempunyai batasan tersendiri dalam


57
menentukan lamanya membekam. Menurut Umar (2008), Dari beberapa uji coba, tidak

terlalu banyak pengaruhnya antara memebekam sebentar atau lama, 5 atau 15 menit.

Namun, tidak ada salahnya menggunakan pedoman di bawah ini :

a. Penyakit yang bersifat akut atau mendadak :5 30 menit.

b. Penyakit yang bersifat kronis : 5 - 15 menit.

c. Penyakit yang bersifat lemah (hipo) : 5 15 menit.

d. Penyakit yang bersifat kuat (hiper) : 15 30 menit.

e. Anak-anak 2 5 tahun : 2 5 menit.

f. Anak-anak 5 baligh : 5- 10 menit.

g. Usia baligh dewasa : 10 menit lebih.

8. Langkah Kerja Berbekam

Menurut Umar (2008), ada beperapa langkah yang harus dilakukan dalam memulai

praktek bekam sebagai berikut :

a. Siapkan peralatan bekam dan yakinkan dalam kondisi steril

b. Perhatikan Suhu Udara pasien dan lingkungan / ruangan, karena jika udara

lingkungan dingin dapat mempengaruhi keluarnya darah bekam tersebut.

c. Ukur Tensi Pasien, Jika tensi rendah tidak dianjurkan berbekam karena ditakutkan

pasien lemah,

d. Pasien dalam posisi berbaring atau tengkurep,

e. Tentukan titik-titik yang akan dibekam, lumuri minyak zaitun/but-but,

f. Pasang alat bekam atau gelas vacum,

g. Setelah 3 5 menit gelas vacuum dibuka, kemudian disuntik dengan lancing,

h. Pasang kembali gelas vacuum pada titik tersebut,

i. Setelah 3 5 menit, gelas dibuka dan darahnya dibersihkan dengan kapas,

j. Perhatikan kondisi pasien,


58
k. Tanyakan pada pasien, apakah bekam dapat dilanjutkan,

l. Suntikan kembali antara 10 hingga 15 titik

m. Buka kembali daerah bekam, jika ada darah bersihkan dengan kapas / tisu yang

telah ditetesi alcohol, buang pada tempat yang tersedia

n. Setelah pembekaman selesai berikan pijatan ringan disekitar titik bekam,

o. Bersihkan dan sterilkan peralatan dan rapihkan.

9. Titik-titik Bekam untuk peningkatan produksi ASI

Menurut Umar (2008), Titik- titik bekam untuk meningkatkan produksi ASI adalah

a. Titik-titik bekam di perut dan dada

Titik bekam untuk peningkatan produksi ASI di daerah perut dan dada adalah pada

Titik Center of Chest (Titik pusat dada, merupakan pancaran selaput jantung

(pericardium), terletak pada tengah-tengah antara kedua putting payudara, di sela iga

ke-4 dan ke-5 yang ditunjukkan pada gambar dengan nomor 7)

b. Titik-titik bekam berdasarkan titik nabi

Titik bekam untuk peningkatan produksi ASI berdasarkan titik nabi berada pada

Tsadyu (Titik yang berada di bawah payudara).

Gambar 2.3
Titik bekam untuk ASI kurang

59
(Sumber : Umar, 2008)

10. Reaksi Pigmen Kulit Terhadap Bekam

Menurut Umar (2008), ada beberapa reaksi pigmen pada kulit bekas bekam adalah

sebagai berikut :

a. Bekas bekam yang muncul berwarna ungu kegelapan atau hitam, pada umumnya hal

ini mengindikasikan kondisi defisiensi (kekurangan) pasokan/suplai darah dan

channel/saluran (pembuluh) darah yang tidak lancar yang disertai dengan

keberadaan darah statis (darah beku).

b. Bekas bekam yang muncul berwarna ungu disertai plaque (bercak-bercak), pada

umumnya hal ini menandakan terjadinya gangguan/ kelainan gumpalan darah yang

berwarna keunguan dan adanya darah statis (darah beku).

c. Bekas bekam yang muncul berbentuk bintik-bintik ungu yang tersebar dengan

tingkatan warna yang berbeda (ada yang tua dan ada yang ungu muda). Hal ini

menandakan kelainan Qi dan darah statis.

d. Bekas bekam yang muncul berwarna merah cerah, biasanya hal ini menunjukkan

terjadinya defisiensi Yin, defisiensi Qi dan darah atau rasa panas yang dahsyat

yang diinduksi oleh defisiensi Yin.

e. Bekas bekam yang muncul berwarna merah gelap, hal ini mengindikasikan kondisi

lemak di dalam darah yang tinggi disertai dengan adanya panas patogen.

f. Bekas bekam yang muncul berwarna agak pucat/putih dan tidak hangat ketika

disentuh, hal ini mengindikasikan terjadinya defisiensi cold (dingin) dan adanya gas

patogen.

g. Adanya garis-garis pecah/ruam pada permukaan bekas bekam dan rasa sedikit gatal,

hal ini mengindikasikan kondisi adanya wind (lembab) patogen dan gangguan gas

patogen.
60
h. Munculnya uap air pada dinding bagian dalam gelas bekam, menandakan kondisi

adanya gas-gas patogen pada daerah tersebut.

i. Adanya blister (lepuhan/lecat) pada bekas bekam, menggambarkan kondisi

gangguan gas yang parah pada tubuh. Adanya darah tipis pada blister merupakan

reaksi gas panas toksin.

11. Keterkaitan bekam dengan produksi ASI

Skema 2.2
Kaitan Bekam dengan Produksi ASI
Hisapan bayi

Hipotalamus Bekam penghisapan

Perangsangan syaraf permukaan kulit

Medula Spinalis

Hipofisis Syaraf A delta & C

Prolaktin oksitosin Dilatasi Pembuluh darah

Aliran darah

Kelenjar pembuat ASI Peningkatan aliran darah

Terangsang untuk memproduksi ASI Suplai darah ke kelenjar mamae lebih baik

dan mengeluarkan ASI

Berdasarkan penjelasan Umar (2008) dan Alfarisi (2008), maka dapat dikaitkan

61 antara bekam dengan produksi ASI sebagai berikut :


Pada pembekaman akan dilakukan penghisapan/vakum yang menyebabkan

terbentuklnya tekanan negatif di dalam cawan/kop sehingga terjadi drainase cairan tubuh

berlebih (darah kotor) dan toksin, menghilangkan perlengketan/adhesi jaringan ikat dan

akan mengalirkan darah bersih ke permukaan kulit dan jaringan otot yang mengalami

stagnasi serta merangsang sistem syaraf perifer.

Apabila dilakukan pembekaman pada titik bekam (titik center of chest dan titik

tsadyu), maka akan terjadi kerusakan mast cell dan lain-lain pada kulit, jaringan bawah

kulit (subkutis), fascia dan ototnya. Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa

mediator seperti serotonin, histamine, bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta

zat-zat lain yang belum diketahui. Zat-zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan

arteriol, serta flare reaction pada daerah yang dibekam. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi

di tempat yang jauh dari tempat pembekaman. Ini menyebabkan terjadinya perbaikan

mikrosirkulasi pembuluh darah. Dengan adanya dilatasi pembuluh darah ini diharapkan

sumbatan pada saluran ASI juga dapat diatasi,sehingga produksi ASI dapat berangsur-

angsur lancar kembali. Serta mempercepat aliran darah ke otak sehingga kerja

hipotalamus menjadi cepat terutama untuk mengeluarkan hormon untuk produksi dan

pengeluaran ASI.

C. Peran Perawat Dalam Peningkatan Produksi ASI

Menurut Potter & Perry (2005), peran perawat diantaranya sebagai pendidik dalam

memberikan pendidikan kesehatan atau penyuluhan serta sebagai care giver di

komunitas ibu menyusui terutama tentang ASI yang menjadi suatu pengetahuan bagi

mereka. Beberapa informasi dan tindakan yang dapat diberikan oleh perawat adalah:

1. Menjelaskan tentang ASI yang merupakan makanan yang terbaik bagi bayi terutama
pada 6 bulan pertama kehidupannya.

62
2. Menjelaskan bahwa pemberian ASI kepada bayi merupakan sesuatu hal yang sangat
penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena ASI mengandung banyak

nutrien (vitamin dan mineral).

3. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif selama 6
bulan.

4. Memperkenalkan dan mensosialisasikan cara alternatif (bekam) kepada ibu untuk


meningkatkan produksi ASI.

5. Membantu ibu menyusui yang mempunyai produksi ASI kurang dengan teknik
bekam.

Dengan memberikan informasi dan memperkenalkan tentang teknik bekam dalam

peningkatan produksi ASI yang merupakan pengetahuan bagi ibu menyusui diharapkan

dapat terbentuk sikap pada ibu untuk melakukan terapi bekam untuk meningkatkan

produksi ASI nya sehingga dapat memberikan makanan yang terbaik pada bayi mereka.

D. Teori Model Keperawatan yang berhubungan dengan penelitian

Teori model keperawatan yang berhubungan dengan penelitian adalah teori

Ramona Mercer. Teori ini lebih menekankan pada stress antepartum (sebelum

melahirkan) dalam pencapaian peran sebagai ibu.

Mercer membagi teorinya menjadi dua pokok bahasan (Tomey & Alligood, 2006) :

a. Efek stress Anterpartum, stress Anterpartum adalah komplikasi dari resiko kehamilan

dan pengalaman negative dari hidup seorang wanita, tujuan asuhan adalah

memberikan dukungan selama hamil untuk mengurangi ketidakpercayaan ibu.

1) Hubungan Interpersonal.

2) Peran keluarga

3) Stress Anterpartum

63
4) Dukungan sosial

5) Rasa percaya diri

6) Penguasaan rasa takut, ragu dan depresi.

Metode Role menurut Mercer adalah bagaimana seorang ibu mendapatkan identitas

baru yang membutuhkan pemikiran dan penjabaran yang lengkap dengan dirinya

sendiri.

b. Pencapaian Peran Ibu

Peran ibu dapat dicapai bila ibu menjadi dekat dengan bayinya termasuk

mengekspresikan kepuasan dan penghargaan peran, lebih lanjut Mercer

menyebutkan tentang stress anterpartum terhadap fungsi keluarga, baik yang positif

ataupun yang negative.

Empat tahapan dalam melaksanakan peran ibu menurut Mercer :

a. Anticipatory

Saat sebelum wanita menjadi ibu, dimana wanita mulai melakukan penyesuaian

sosial dan psikologis dengan mempelajari segala sesuatu yang dibutuhkan untuk

menjadi seorang ibu.

b. Formal

Wanita memasuki peran ibu yang sebenarnya, bimbingan peran dibutuhkan sesuai

kondisi sistem sosial.

c. Informal

Dimana wanita telah mampu menemukan jalan yang unik dalam melaksanakan

perannya

d. Personal

64
Merupakan peran terakhir, dimana wanita telah mahir melakukan perannya sebagai

ibu.

Perbandingan, Reva Rubin menyebutkan peran ibu telah dimulai sejak ibu menginjak

kehamilan pada masa 6 bulan setelah melahirkan, tetapi menurut Mercer mulainya peran

ibu adalah setelah bayi lahir 3-7 bulan setelah dilahirkan.

Wanita dalam menjalankan peran ibu dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

a. Faktor Ibu

Faktor dari ibu yang mempengaruhi peran ibu antara lain : umur ibu pada saat

melahirkan, persepsi ibu pada saat melahirkan pertama kali, stress social,

memisahkan ibu pada anaknya secepatnya, dukungan sosial, konsep diri, sifat

pribadi, sikap terhadap membesarkan anak, status kesehatan ibu.

b. Faktor Bayi

Faktor dari bayi yang mempengaruhi peran ibu antara lain : temperament, kesehatan

bayi.

c. Faktor-faktor lainnya

Faktor lain yang mempengaruhi peran ibu adalah latar belakang etnik, status

perkawinan, status ekonomi

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan kaitan teori Ramona Mercer dalam penelitian

ini, dimana menyangkut pencapaian peran ibu setelah 3-7 bulan yang sangat berkaitan

dengan pemberian ASI kepada bayinya yang bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor.

65
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN,
HIPOTESA PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2005).

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan sebelumnya dikembangkan

kerangka pikir yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Kerangka konsep

pada penelitian ini adalah

Skema 3.1
Kerangka konsep penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Teknik Bekam

Bekam Luncur

Bekam Tarik
66
Bekam Kering

Bekam Basah
Peningkatan Produksi ASI

Faktor Confounding

1. makanan

2. ketentraman jiwa (stress)

3. penggunaan alat kontrasepsi

4. perawatan payudara

(Sumber : Umar, 2008; Hapsari, 2009)

Keterangan :

diteliti

Tidak diteliti hanya dikontrol melalui kriteria inklusi

Kerangka konsep dibuat untuk menggambarkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat.

1. Variabel bebas (Variabel Independen)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan teknik bekam.

2. Variabel terikat (Variabel Dependen)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan produksi ASI.

B. Hipotesis Penelitian

67
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan

pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus

ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian

(Hidayat, 2007).

Jadi hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan produksi ASI sebelum

dibekam dengan setelah dibekam.

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variable secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena. Definisi operasional ditentikan berdasarkan parameter yang dijadikan

ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara di mana

variable dapat diukur dan ditentikan karakteristiknya (Hidayat, 2007)

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Variabel
bebas
Penggunaan Melakukan Lembar Observasi 1. Sebelum Nominal
teknik bekam relaksasi dan Observasi (apakah dibekam
merangsang bekam 2. Setelah dibekam
hormon yang
prolaktin dilakukan
dengan sesuai
pengeluaran dengan
darah standar
(bekam) operasional
bekam)

Variabel
terikat
68
Produksi ASI Suatu proses Kuesioner Mengisi sebelum dibekam : Nominal
untuk dan lembar Kuesioner 1. Banyak jika > 7
menghasilkan Observasi dan 2. Sedikit jika < 7
ASI pada ibu observasi
menyusui. (sesuai Sesudah dibekam :
indikator 1. Banyak jika > 9
produksi 2. Sedikit jika < 9
ASI yang
dapat
dilihat dari
berat
badan bayi,
volume ASI
sendiri,
Urin bayi
dll.)

Karakteristik
Responden
Umur Usia Kuesioner Mengisi 3. Tidak risiko Nominal
responden Kuesioner 4. Risiko tinggi
saat ini
berdasarkan
ulang tahun
terakhir.

Pendidikan Pendidikan Kuesioner Mengisi Dikelompokkan : Ordinal


formal yang kuesioner 1. Pendidikan
terakhir yang rendah (SD,
telah SMP)
responden 2. Pendidikan
selesaikan. tinggi (SMA,
Sarjana)

Pekerjaan Jenis Kuesioner Mengisi 1. Tidak bekerja Nominal


pekerjaan kuesioner 2. Bekerja (PNS,
yang ditekuni Swasta, ABRI,
responden dll.)
untuk
mendapatkan
penghasilan.

69
BAB IV
METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari disain penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian, waktu

penelitian, etika penelitian, intervensi, alat pengumpulan data, prosedur pengumpulan data,

dan analisis data.

A. Desain Penelitian

Menurut Hidayat (2007), rancangan pada penelitian kuasi eksperimen merupakan

bentuk desain eksperimen yang lebih kuat validitas internalnya daripada rancangan

preeksperimental dan lebih lemah dari true eksperimental.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimental dengan menggunakan

70 desain pre test dan post test group. Menurut Arikunto (2007), di dalam desain pre test
dan post test group ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen

dan sesudah eksperimen. Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pre

test, dan observasi sesudah eksperimen disebut post test. Perbedaan antara pre test

dan post test diasumsikan merupakan efek dari treatment atau eksperimen. Bentuk

rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Pre test Post test

O1 X O2

Keterangan:

O1 = Kelompok intervensi yang mendapatkan terapi bekam

O2 = Hasil pengukuran pada kelompok intervensi

X = Terapi bekam

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang

mempunyai kuantitas dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono dalam

Hidayat, 2007).

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang memiliki ASI yang

kurang di wilayah kerja puskesmas Indralaya Ogan Ilir.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian keperawatan, kriteria


71
sempel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, di mana kriteria tersebut

menentukan dapat atau tidaknya sempel yang tersebut digunakan (Hidayat, 2007).

Teknik pengambil sampel peneliti adalah non-probability sampling, yaitu dengan

menggunakan teknik accidental sampling ( Aziz, 2007). Adapun kriteria inklusi

dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Ibu menyusui dengan produksi ASI kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan

bayi dengan frekuensi pemberian yang cukup sering.

b. Ibu menyusui yang tidak menggunakan alat kontrasepsi

c. Ibu kooperatif dan bersedia menjadi responden

d. Ibu tidak kontraindikasi terhadap teknik bekam

e. Ibu dengan bayi yang selalu merasa tidak puas setelah menyusu (menangis)

f. Ibu dapat membaca dan menulis

C. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja puskesmas Indralaya Ogan Ilir. Pemilihan tempat

penelitian ini dengan alasan untuk memudahkan peneliti mencari subyek penelitian

karena pada wilayah kerja puskesmas Indralaya banyak terdapat masalah pada ASI ibu

yang sedang menyusui.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 Juni- 8 Juli 2010.

Tabel 4.1
Jadwal Penelitian
72
No Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu


ke ke ke ke ke ke ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pencarian
judul
2 Pengajuan
judul
3 Survei Awal
4 pengumpulan
Referensi
5 Konsultasi
Pembimbing
6 Seminar
Proposal
7 Perbaikan
Proposal

8 Pengumpilan
Data
9 Pengolahan
dan Analisis
Data
10 Penyusunan
Hasil
11 Persiapan
Sidang
Skripsi
12 Sidang
Skripsi
13 Perbaikan
Skripsi

E. Etika Penelitian

Penelitian ini juga memenuhi prinsip etik dan formulir informed consent yang diberikan

pada pasien sebelum dilakukan penelitian.

1. Prinsip etik

Hamid (2008) menyebutkan prinsip etik, meliputi: autonomy, non-maleficence,

beneficence, dan justice. Prinsip etik yang mendasari penelitian ini dijelaskan

sebagai berikut:

73 a. Autonomy
Autonomy adalah kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri

sendiri. Subyek penelitian diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia

atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara suka rela dengan

memberikan tanda tangan pada lembar informed concent. Tujuan, manfaat, dan

risiko yang mungkin terjadi pada pelaksanaan penelitian dijelaskan, sebelum

pasien memberikan persetujuan. Subyek penelitian juga diberi kebebasan untuk

mengundurkan diri pada saat penelitian. Pada saat penelitian satu subyek

penelitian mengundurkan diri karena terjadi perdarahan pada luka bekas bekam

dan satu subyek penelitian tidak melakukan kontrol ulang. Artinya melalui etika

penelitian ini peneliti akan melakukan kontrak terlebih dahulu kepada responden

sebelum melakukan perlakuan.

b. Non-maleficence

Non-maleficence adalah tidak melukai dan tidak menimbulkan bahaya atau

cidera bagi orang lain. Subyek penelitian diupayakan bebas dari rasa tidak

nyaman sebelum, selama, dan sesudah prosedur tindakan dilakukan.

Sebelum dilakukan tindakan bekam, peneliti berusaha untuk memberikan

penjelasan kepada responden tentang cara kerja bekam dan mempersiapkan ibu

pada posisi yang baik (berbaring atau tengkurep) agar sewaktu dibekam

responden merasa nyaman. Selama pembekaman, peneliti melakukan tindakan

sesuai dengan standar prosedur bekam dan memperhatikan serta menanyakan

perasaan responden, setelah dibekam peneliti melakukan observasi terhadap

efek samping yang mengkin terjadi.

Efek samping yang bisa terjadi adalah alergi, meski kejadian alergi jarang

pada tindakan pembekaman. Pada penelitian ini tidak ditemukan tanda-tanda

alergi pada responden, seperti: nyeri, panas, gatal, maupun bengkak setelah

dilakukan bekam.
74
Selain itu efek samping yang dapat ditemukan pada proses bekam adalah

pasien pening/lemas, pingsan, kulit merah atau gatal, kulit benjol, ngilu/pegal,

lapar atau dahaga (Jandesain, 2009). Jika hal tersebut terjadi maka lakukan

tindakan : 1) pastikan pasien berbaring dan istirahatkan seketika dan berikan

madu, 2) jangan panik, sapukan air di atas muka, tekan pada titik antara bibir

dan hidung, 3) sapukan minyak but-but, 4) gosok-gosok di tempat ngilu dengan

minyak but-but.

c. Beneficence

Beneficence adalah prinsip untuk melakukan yang terbaik dan tidak

merugikan orang lain (Suhaemi, 2004). Pada penelitian ini saat melakukan

tindakan bekam pada ibu menyusui, peneliti melakukan tindakan penelitian yang

sesuai dengan standar prosedur operasional tindakan bekam agar tidak

menimbulkan kesalahan selama proses bekam sehingga tidak menimbulkan

masalah baru pada ibu menyusui tersebut.

d. Justice

Justice adalah prinsip moral berlaku adil untuk semua individu (Suhaemi,

2004). Penelitian ini tidak melakukan diskriminasi pada kriteria yang tidak relevan

saat memilih subyek penelitian, namun berdasarkan alasan yang berhubungan

langsung dengan masalah penelitian. Subyek penelitian juga memiliki peluang

yang sama untuk dikelompokkan pada intervensi yang dilakukan dalam

penelitian, artinya setiap responden memiliki hak yang sama untuk mendapatkan

tindakan yang sesuai dengan standar operasional bekam tanpa mengabaikan

nilai moral yang berlaku di setiap daerah di mana responden tinggal.

Informasi yang diperoleh dari pasien dirahasiakan dan anonymity (membuat

data responden dengan inisial saja tidak menuliskan nama lengkapnya) subyek
75
juga dijaga dengan ketat. Selain itu proses pembekaman dilakukan dengan

menjaga privasi dari setiap responden, dimana ketika responden dibekam

biasanya dilakukan ditempat yang membuat responden nyaman dan tidak

merasa terganggu dengan adanya responden yang lain.

2. Informed consent

Informed consent adalah persetujuan yang diberikan subyek penelitian setelah

diberikan informasi yang lengkap tentang penelitian. Persetujuan telah diberikan saat

pasien telah menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Informed

consent pada penelitian ini berdasarkan kriteria yang dibuat Portney dan Watkins

(2000) yang memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Subyek penelitian mengetahui sepenuhnya informasi tentang penelitian, efek

samping maupun keuntungan yang diperoleh subyek penelitian.

b. Lembar persetujuan (informed consent) menggunakan bahasa yang mudah

dimengerti.

c. Peneliti menjawab semua pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian

pada saat kapan saja.

d. Persetujuan diberikan dengan sukarela dan tidak ada sanksi apapun jika subyek

menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian.

e. Mempertimbangkan kemampuan subyek untuk memberikan persetujuan dengan

penuh kesadaran.

f. Subyek penelitian dapat mengundurkan diri dari penelitian pada saat kapan saja

dengan alasan apa saja.

F. Alat Pengumpul Data

a. Identitas pasien

76
Status pasien merupakan deskripsi subyek penelitian dan karakteristik ASI

pada ibu menyusui. Deskripsi subyek meliputi : umur, jenis kelamin, diagnosa

breastfeeding Inefectif dan produksi ASI. Karakteristik ASI terdiri dari : keadaan ASI

apakah mencukupi apa tidak untuk bayi, banyaknya produksi ASI yang biasa dilihat

dari beberapa indikator produksi ASI yang telah disebutkan di atas dll.

b. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian mengunakan lembar observasi yang berisi pertanyaan

yang ditanyakan dan diamati. Lembar observasi yang diajukan berisikan identitas

responden dan pertanyaan-pertanyaan seputar produksi ASI setelah melahirkan

yang ada hubungannya dengan penggunaan teknik bekam. Lembar observasi ini

terdiri dari 13 pertanyaan tentang produksi ASI yang berkaitan dengan teknik bekam

sesuai dengan indikator produksi ASI.

Lembar observasi mengenai indikator produksi ASI yang dilakukan pada ibu

dengan menggunakan kriteria gaumman (jawaban ya atau tidak). Responden diminta

memilih jawaban yang dianggap benar kemudian akan dihitung frekuensinya dengan

menggunakan sistem komputerisasi.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap

pelaksanaan.

1. Tahap persiapan

a) Persiapan Instrumen

Pada tahap ini, peneliti akan mempersiapkan instrumen untuk pengumpulan

data.

Standar operasional peralatan (bekam) (Jundesain, 2009) :

77
a. setiap pembekam wajib memiliki alat bekam yang standar dan perlengkapan

penunjang lainnya seperti tensi meter, glukometer, dan perlengkapan

sterilisasi.

b. Pastikan setiap perlengkapan bekam yang akan digunakan dalam keadaan

siap pakai dan steril, baik sebelum dan sesudahnya.

c. Untuk masker, lanset/jarum/bisturi, dan sarung tangan hanya boleh

digunakan satu kali pakai.

d. Bagi pasien yang beresiko tinggi menularkan penyakit seperti hepatitis,

AIDS, maka alat yang digunakan hanya boleh untuk pasien tersebut saja dan

pensteril alatnya berbeda dengan keadaan biasa.

e. Gunakan kasa steril/tissu/kapas steril untuk membersihkan darah pada kulit

pasien.

f. Masker, kasa/tissu/kapas bekas, dan sarung tangan jangan langsung

dibuang ke tempat sampah, namun dibakar terlebih dahulu di tempat yang

aman.

g. Lanset/jarum yang telah digunakan simpan di tempat khusus.

b) Persiapan Administrasi

Pada tahap ini peneliti akan mengurus perizinan tempat penelitian dengan

mengajukan surat permohonan izin penelitian dari pimpinan Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Sriwijaya (PSIK-UNSRI) yang ditujukan ke Dinas

Kesehatan Ogan Ilir untuk mendapatkan surat rujukan ke Pimpinan Puskesmas

Indralaya.

c) Persiapan Peneliti

78
Peneliti yang akan melakukan kegiatan penelitian harus memperhatikan standar

operasional bagi pembekam (Jundesain,2009) sebagai berikut :

a. Lakukan wawancara mengenai riwayat kesehatan pasien.

b. Lakukan pemeriksaan/diagnosa tanda vital dan fisik pasien dan catat dalam

lembar pemeriksaan.

c. Jelaskan kepada pasien segala sesuatu tentang bekam dan pastikan pasien

setuju/siap dibekam (mengisi lembar persetujuan tindakan/imformed

consent).

d. Siapkan dan periksa semua perlengkapan yang akan digunakan untuk

membekam.

e. Cuci tangan dengan sabun/disinfektan sebelum dan sesudah bekam.

f. Tentukan titik yang akan dibekam (untuk produksi ASI titik bekamnya adalah

titik center of chest dan titik tsadyu), bersihkan, dan disinfektan daerah

tersebut.

g. Senantiasa berdzikir dan memohon pertolongan Allah..

h. Titik-titik pembekaman wajib diawasi oleh pembekam sejak awal hingga akhir

selama proses pembekaman.

i. Perhatikan dan komunikasikan mengenai kondisi pasien selama

pembekaman, seperti kenyamanan dan keadaan fisik.

j. Berikan anjuran untuk terapi herbal dan kapan waktu berbekam lagi.

k. Jika pasien pingsan saat dibekam lakukan hal-hal sebagai berikut : pastikan

pasien berbaring dan istirahatkan seketika dan berikan madu, jangan panik,

sapukan air di atas muka, tekan pada titik antara bibir dan hidung, sapukan

minyak but-but, gosok-gosok di tempat ngilu dengan minyak but-but.

2. Tahap pelaksanaan
79
Pada tahap ini, peneliti akan melakukan pengumpulan data dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Menyeleksi subyek penelitian disesuaikan kriteria inklusi

2. Memberikan informasi penelitian dengan sejelas-jelasnya kepada subyek

penelitian

3. Menentukan kelompok yang mendapatkan terapi bekam

4. Melakukan pengkajian terhadap produksi ASI ibu menyusui

5. Memberikan terapi bekam pada titik bekam untuk produksi ASI (titik Tsadyu yaitu

titik yang berada di bawah payudara dan titik center of chest yaitu titik yang

berada di tengah-tengah antara kedua puting payudara, di sela iga ke-4 dan ke-

5).

6. Lakukan pembekaman selama 15 menit

7. Setelah itu dicatat produksi ASI pada format yang tersedia. Seterusnya jika

diperlukan hari ke-14 dilakukan pengambilan data kembali dengan cara yang

sama.

H. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan program komputer

dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pengolahan data

Menurut Hastono (2001), Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian

kegiatan penelitian setelah kegiatan pengumpulan data. Agar analisis penelitian

menghasilkan informasi yang benar, paling tidak ada empat tahapan dalam

pengolahan data yang harus dilalui, yaitu :

a. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, releven
80
dan konsisten. Pada penelitian ini editing akan dilakukan setiap selesai

pengisian formulir pengkajian masalah produksi ASI. Bila ada data yang tidak

lengkap maka langkah yang dilakukan adalah pengecekan kembali.

b. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk

angka atau bilangan, untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga

mempercepat pada saat entry data. Pengkodean dilakukan pada jenis

perlakuan, produksi ASI sebelum dilakukan intervensi dengan terapi bekam

diberi kode 0, sedangkan produksi ASI setelah dilakukan intervensi dengan

terapi bekam diberi kode 1.

c. Entry data

Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati

pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar

dianalisis. Proses data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke

paket komputer.

d. Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan untuk mengecek kembali apakah data yang sudah

di-entry ada kesalahan atau tidak.

2. Analisis Data

a) Analisa univariat

Analisa univariat yang dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian untuk

menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2002).

Pada penelitian ini analisis univariat dilakukan meliputi produksi ASI (menghitung

bertambah tidaknya produksi ASI pada ibu dengan menggunakan indikator dari

produksi ASI yang telah dibahas pada bab sebelumnya yang meliputi
81
pertambahan berat badan bayi; frekuensi berkemih dll.). Produksi ASI sebelum

diberi teknik bekam, diberi nilai 0 dan produksi ASI setelah diberi teknik bekam,

diberi nilai 1, karakteristik responden (usia, pekerjaan, dan tingkat pendidikan).

b) Analisa bivariat

Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan antara hasil sebelum intervensi

dengan pemeberian teknik bekam dengan hasil setelah intervensi. Untuk melihat

perbedaan tersebut digunakan uji statistik chi-square karena variabelnya

katagorik bertemu dengan katagorik, dengan tingkat kesalahan 5% atau 0,05.

Jika > p value = produksi ASI banyak dengan teknik bekam. Jika < p value =

produksi ASI kurang.

BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu, mulai dari tanggal 17 juni sampai 8

juli 2010. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas Indralaya. Jenis penelitian

ini adalah penelitian kuasi eksperimental dengan menggunakan desain pre test dan post

test group. Teknik pengambil sampel peneliti adalah non-probability sampling, yaitu

dengan menggunakan teknik accidental sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini

adalah 16 orang.

82
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Indralaya terletak di kecamatan Indralaya dengan luas wilayah 101,22

km. Batas wilayahnya, berbatasan utara dengan kecamatan Indralaya Utara; berbatasan

selatan dengan kecamatan Indralaya Selatan; berbatasan timur dengan kecamatan

Pemulutan; berbatasan barat dengan kecamatan Indralaya Utara.

Dengan jumlah penduduk 3677 jiwa, mayoritas agama islam, adapun mata

pencarian 80% adalah petani, 20% (jasa, PNS, buruh, penjual jasa). Jumlah wilayah

kerja Puskesmas Indralaya ada 17 desa, 3 kelurahan. Untuk menjalankan tugas sehari-

hari dibantu 2 pustu, BBD yang ditempatkan di setiap desa. Transportasi antar desa ke

desa yang lain dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat ataupun roda dua dan

jalan kaki.

Dalam menunjang pelayanan kesehatan, untuk pendataan medik yang bersumber

dari dana APBD dan sebagian swadaya, apabila dirasakan sangat perlu demi untuk

kelancaran tugas, sedangkan untuk obat-obatan bersumber dari Inpres, APBD, JPKM,

secara umum obat-obatan dapat dikatakan cukup, hanya beberapa jenis saja yang

masih dirasakan kurang dan dapat dikatakan cukup, dan dapat diatasi dengan cara

swadaya.

Adapun visi dari Puskesmas Indralaya adalah tercapainya kecamatan sehat

menuju terwujudnya Indonesia sehat. Sedangkan misinya adalah sebagai berikut :

1. Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerja.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan masyarakat

serta lingkungan.

83
Adapun fungsi dari Puskesmas itu sendiri adalah :

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

2. Pusat pemberdayaan masyarakat

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Salah satu upaya Puskesmas adalah upaya kesehatan wajib puskesmas yang

salah satu programnya adalah pelayanan kesehatan dasar yang berupa kesehatan Ibu,

Anak & KB. Pelayanan KIA menekankan peranan ibu dalam pertumbuhan bayi dan

perkembangan anak seperti pelayanan yang berupa kunjungan Neonatus. Pada

pelayanan ini bayi sampai usia kurang 1 bulan merupakan golongan umur yang memiliki

risiko gangguan kesehatan paling tinggi, upaya yang dilakukan antara lain melakukan P2

oleh tenaga kesehatan. Pelayanan (umur 0-28 hari) minimal 2 kali, kunjungan pertama

umur 0-7 hari dan yang kedua pada umur 8-28 hari dan melakukan penyuluhan kepada

ibu tersebut.

C. Karakteristik Responden

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 16 orang, dengan karakteristik

yang meliputi umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan.

Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.1 untuk karakteristik responden berdasarkan

umur.

Tabel 5.1
Distribusi responden berdasarkan umur

Umur Frekuensi Persen (%)


<20 dan >35 Tahun 5 orang 31,2 %
20-35 Tahun 11 orang 68,8%
Total 16 orang 100%
84 Sumber : hasil wawancara dengan responden
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa distribusi responden berdasarkan

umur terdapat 5 orang (31,2%) yang mempunyai umur dibawah 20 tahun dan di atas 35

tahun, sedangkan responden yang berumur antara 20-35 tahun terdapat 11 orang

(68,8%).

Karakteristik pekerjaan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bekerja dan tidak bekerja.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.2 :

Tabel 5.2
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persen (%)


Bekerja - orang 0%
Tidak bekerja 16 orang 100%
Total 16 orang 100%
Sumber : hasil wawancara dengan responden

Berdasarkan tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa semua responden yang

berjumlah 16 orang tidak bekerja (100%). Hal ini dikarenakan mereka semua merupakan

ibu rumah tangga.

Karakteristik pendidikan responden pada penelitian ini dibedakan menjadi 2,

yaitu pendidikan rendah (SD dan SMP) dan pendidikan tinggi (SMA dan Sarjana). Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut :

Tabel 5.3
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persen (%)

Pendidikan Rendah 8 orang 50 %

Pendidikan tinggi 8 orang 50 %

Total 16 orang 100%


Sumber : hasil wawancara dengan responden

85
Tabel 5.3 diatas menunjukan tingkat pendidikan responden pada penelitian ini

sama banyak antara yang berpendidikan rendah dengan berpendidikan tinggi, yaitu

masing-masing 8 orang (50%).

D. Analisis

1. Analisis Univariat

Analisis ini untuk mengetahui gambaran hasil pengolahan data yang terdiri dari

distribusi frekuensi responden (analisa univariat) meliputi sub variabel independen

dan variabel dependen.

a) Produksi ASI sebelum dibekam

Data yang didapatkan untuk produksi ASI sebelum dilakukan bekam dapat dilihat

pada tabel 5.4 berikut :

Tabel 5.4
Produksi ASI sebelum dibekam

Produksi ASI Frekuensi Persen (%)


Banyak 9 orang 56,2 %
Sedikit 7 orang 43,8 %
Total 16 orang 100%
Sumber : hasil observasi dan wawancara dengan responden

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa sekitar 7 orang

responden (43,8%) mempunyai produksi ASI yang sedikit sebelum dilakukan

pembekaman.

b) Produksi ASI sesudah dibekam

Data yang didapatkan untuk produksi ASI sesudah dilakukan bekam dapat dilihat

pada tabel 5.4 berikut :

Tabel 5.5
Produksi ASI sesudah dibekam

86
Produksi ASI Frekuensi Persen (%)
Banyak 12 orang 75 %
Sedikit 4 orang 25 %
Total 16 orang 100 %
Sumber : hasil observasi dan wawancara dengan responden

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dapat diketahui bahwa sekitar 12 orang

responden (75%) mempunyai produksi ASI yang banyak setelah dilakukan

pembekaman.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen (teknik bekam) dan variabel dependen (peningkatan produksi ASI) di

wilayah kerja Puskesmas Indralaya tahun 2010. penelitian ini menggunakan uji chi

square dengan membandingkan p value dengan = 0,05, dimana jika nilai p < 0,05

berarti ada hubungan yang bermakna antara teknik bekam terhadap peningkatan

produksi ASI dan jika nilai p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna

antara teknik bekam terhadap peningkatan produksi ASI.

Tabel 5.6
Distribusi teknik bekam terhadap peningkatan produksi ASI di wilayah
kerja puskesmas Indralaya tahun 2010

Produksi ASI sebelum Produksi ASI sesudah Total P value


dibekam dibekam
Banyak Kurang
N % N % N %
Banyak 9 100 0 0 9 100 0,019
Kurang 3 42,9 4 57.1 7 100

Jumlah 12 100 4 100 16 100

87
Sumber : hasil perhitungan dengan SPSS

Berdasarkan tabel 5.6, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sekitar 7 orang

(43.8%) responden yang mempunyai produksi ASI sedikit dan 9 orang (56.2%) yang

mempunyai produksi ASI banyak sebelum dilakukan bekam. Setelah dilakukan

pembekaman, responden yang mempunyai produksi ASI banyak berjumlah 12 orang

responden (75%), dimana responden yang memiliki produksi ASI banyak semakin banyak

dan yang sedikit menjadi banyak. Sedangkan yang sedikit hanya berjumlah 4 orang (25%).

Dari tabel 5.7 diatas, didapatkan hasil uji statistik uji chi square dengan p value =

0,019, dengan demikian nilai p value lebih kecil dari nilai = 0,05. Ini berarti ada hubungan

yang bermakna antara teknik bekam dengan peningkatan produksi ASI pada ibu menyusui

yang terdapat di wilayah kerja puskesmas Indralaya sebelum dilakukan bekam dengan

sesudah dilakukan bekam.

88
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Teknik Bekam

dalam Meningkatkan Produksi ASI pada Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas

Indralaya Tahun 2010 peneliti menyadari masih ada kekurangan atau keterbatasan

dalam penelitian ini. Keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti antara lain :

1. Peneliti hanya melakukan penelitian dalam skala kecil dan hanya dilakukan satu kali

yaitu pada saat penelitian. Dari segi waktu, dimana jadwal penelitian dibuat sendiri

oleh peneliti dan pelaksanaan penelitian di lapangan terlalu singkat yaitu tiga minggu

sehingga informasi yang diperoleh kemungkinan tidak semuanya akurat.

2. Adanya masalah yang dihadapi peneliti selama penelitian menyebabkan data yang

dihasilkan tidak terlalu akurat dan tidak 100 % mengalami keberhasilan. Dari 16

orang responden yang mempunyai produksi ASI banyak setelah dibekam adalah 12

orang (75%).

3. Responden dalam penelitian ini merupakan masyarakat yang mempunyai berbagai

kegiatan sehingga peneliti mengalami sedikit kesulitan untuk melakukan observasi

untuk mendapatkan hasil yang akurat.

89
4. Pada saat penelitian situasi di wilayah kerja puskesmas Indralaya kurang kondusif

karena daerah yang menjadi tempat penelitian lumayan jauh. Selain itu sebagian

besar responden belum mengenal tentang bekam sehingga mereka merasa takut

dan tidak bersedia untuk menjadi responden walaupun peneliti sudah menjelaskan

cara kerja dan manfaat dari bekam itu sendiri.

5. Penelitian ini hanya meneliti produksi ASI sebelum dan sesudah bekam yang

menjadi variabel penelitian tanpa mengikutsertakan faktor lain (faktor Confounding)

dari responden yang mungkin mempengaruhi variabel penelitian.

6. Peneliti tidak mendapatkan persentase dari penyebab rendahnya produksi ASI pada

ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Indralaya hanya berdasarkan observasi

dan wawancara singkat saja.

B. Karakteristik Responden

1. Umur

Data penelitian didapatkan bahwa dari 16 orang responden terdapat 5 orang

(31,2 %) responden yang memiliki umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dan

responden yang berumur antara 20 tahun - 35 tahun berjumlah 11 orang (68,8%).

Menurut penjelasan dari Referensi Kesehatan (2008), mengatakan bahwa

umur tidak mempunyai hubungan atau sangat kecil hubungannya dengan produksi

ASI yang diukur sebagai indikator bayi terhadap ASI. Lipsman et al (1985) dalam

ACC/SCN (1991), menemukan bahwa pada ibu menyusui usia remaja dengan gizi

baik, indikator ASI mencukupi berdasarkan pengukuran pertumbuhan 22 bayi dari

25 bayi.

Dari pernyataan diatas sudah jelas diterangkan bahwa usia pada ibu menyusui

tidak ada pengaruhnya dengan produksi ASI mereka. Asalkan kecukupan gizinya

90
terpenuhi dengan baik maka produksi ASI mereka dapat mencukupi kebutuhan

bayinya.

Data tentang umur ini hanya dipergunakan untuk mengetahui umur responden

dalam penelitian dan tidak bermaksud untuk mengidentifikasi keterkaitanya dengan

produksi ASI.

2. Pekerjaan

Berdasarkan data penelitian didapatkan bahwa dari 16 orang responden

semuanya tidak bekerja (100 %), karena kebanyakan mereka merupakan ibu rumah

tangga.

Menurut penjelasan Arifin (2004), salah satu penyebab Ibu tidak memberikan

ASI adalah ibu-ibu yang sering keluar rumah baik untuk urusan pekerjaan ataupun

kegiatan sosial, maka mereka menganggap susu sapi merupakan satu-satunya jalan

keluar dalam pemberian makanan bagi bayi yang ditinggalkan di rumah.

Penjelasan di atas sangat bertentangan dengan hasil penelitian, karena

responden dalam penelitian merupakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja,

sehingga secara teori mereka mempunyai banyak waktu untuk memberikan ASI

kepada bayinya. Dalam hal ini peneliti menyimpulkan bahwa kurangnya produksi ASI

pada responden bukan karena alasan pekerjaan tetapi ada faktor lain yang

menyebabkan seperti gizi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arifin (2004) yang

mengatakan bahwa salah satu penyebab produksi ASI yang kurang adalah gizi ibu

yang kurang.

Data tentang pekerjaan ini hanya dipergunakan untuk mengetahui status

pekerjaan responden dalam penelitian dan tidak bermaksud untuk mengidentifikasi

keterkaitanya dengan produksi ASI tersebut.

3. Pendidikan

91
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa, dari 16 orang responden

terdapat 8 orang (50 %) responden yang memiliki pendidikan rendah (SD,SMP) dan

8 orang (50 %) responden yang memiliki pendidikan tinggi (SMA,Serjana).

Menurut Revanhecher (2010), Pendidikan seorang ibu yang rendah

memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi pengetahuan baru, khususnya tentang

hal-hal yang berhubungan dengan pola pemberian ASI. Dengan rendahnya

pendidikan ibu biasanya pemahaman ibu tentang ASI pun rendah dan kurangnya

kepercayaan diri ibu untuk dapat menyusui. Hal inilah yang mendorong ibu lebih

cepat menghentikan pemberian ASI (Azwar, 2003), sehingga menyebabkan produksi

ASI pun akan menurun karena frekuensi pemberiannya yang sangat jarang.

Pernyataan di atas dapat kita pahami bahwa pendidikan dan pemahaman ibu

sangat berperan dalam pemberian ASI sehingga akan berpengaruh dengan produksi

ASI itu sendiri.

Data tentang pendidikan ini hanya dipergunakan untuk mengetahui status

pendidikan responden dalam penelitian dan tidak bermaksud untuk mengidentifikasi

keterkaitanya dengan produksi ASI tersebut.

C. Analisis Univariat

Hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 7 orang (43,8%) responden mempunyai

produksi ASI yang sedikit dan 9 orang (56,2%) responden mempunyai produksi ASI

banyak sebelum dilakukan pembekaman. Dan sebanyak 12 orang (75%) responden

mempunyai produksi ASI yang banyak dan 4 orang (25%) responden mempunyai

produksi ASI sedikit setelah dilakukan pembekaman. Data di atas menunjukkan bahwa

sebelum dilakukan bekam masih ada responden yang memiliki produksi ASI kurang dan

jumlah responden yang mempunyai produksi ASI banyak bertambah setelah dilakukan

bekam itu sendiri.


92
Menurut Bayi sehat Comunity (2008), ada beberapa tanda bayi yang kekurangan

ASI, diataranya kenaikan berat badan kurang dari 500 gram sebulan atau setelah usia 2

minggu berat bayi yang pada hari-hari pertama cenderung menurun belum kembali

mencapai berat lahir, jumlah kencing bayi sedikit dan terkonsentrasi; yaitu kurang dari 6

kali sehari; berwarna gelap dan berbau tajam, bayi tidak puas setelah menyusu, bayi

sering menangis, bayi menolak disusui, kotoran bayi keras; kering dan berwarna hijau,

payudara ibu tidak membesar selama hamil, setelah melahirkan ASI tidak keluar.

Menurut Mom & Kiddie (2010), Berikut ini beberapa tanda bayi yang dinilai

mendapatkan ASI yang cukup diantaranya, bayi menyusu tiap 2 3 jam atau minimal 8

kali dalam sehari serta selalu terlihat kenyang setelah minum ASI, tidur pulas sekitar 2

3 jam setelah minum ASI, frekuensi BAK (buang air kecil) dan BAB (buang air besar)

cukup sering dalam sehari; bayi akan BAK 6 - 8 kali dalam sehari, ceria dan aktif,

pertumbuhan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) sesuai grafik pertumbuhan.

Sebagai contoh, pada usia 1 - 3 bulan, kenaikan berat badan bayi sangat cepat, bisa

mencapai sekitar 1 3 kilogram. Menurut dr. Adi pertambahan berat badan tergantung

juga dengan genetik orang tuanya, jika pertambahan berat badannya kurang dari 1 kg

pada awal kehidupan dikenal dengan genetik mungil atau small bones.

Dari beberapa indikator inilah secara tidak langsung dapat kita observasi untuk

mengetahui cukup atau tidaknya produksi ASI ibu yang sedang menyusui, dan atas

dasar inilah kita dapat melakukan intervensi untuk membantu dalam meningkatkan

produksi ASI tersebut dengan berbagai cara diantaranya dengan teknik bekam.

Dari data yang didapatkan menunjukkan terdapatnya peningkatan jumlah

responden yang mempunyai produksi ASI banyak setelah dilakukan intervensi (bekam),

hal ini menunjukkan bahwa bekam bisa dijadikan sebagai cara untuk membantu ibu-ibu

menyusui dalam meningkatkan produksi ASI mereka. Hal ini senada dengan pendapat

dari Umar (2008), yang mengatakan bahwa dengan bekam dapat menyebabkan
93
terjadinya pembuangan darah kotor yang dapat menyumbat pembuluh darah di sekitar

payudara yang dapat menghambat proses produksi ASI itu sendiri. Bekam juga dapat

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, jika darah kotor tersebut sudah dikeluarkan

dan terjadi vasodilatasi pembuluh darah maka peredaran darah di sekitar payudara

khususnya di sinus laktiferus akan lancar kembali.

Menurut Bayi sehat Comunity (2008), mengatakan bahwa ada beberapa faktor

yang dapat menyebabkan produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi, diantaranya :

Penggunaan pil kontrasepsi, obat diuretik (untuk peningkatan pengeluaran urine),

kehamilan berikutnya semasa menyusui, kekurangan gizi yang cukup berat, penggunaan

alkohol atau merokok, retentio plasentae (tersisanya jaringan plasenta dalam rahim),

payudara yang kurang berkembang (ini sangat jarang terjadi), bayi dalam kondisi sakit

atau terdapat kelainan seperti bibir sumbing sehingga sulit menghisap.

Masalah pada menyusu baik itu dari ibu atau pun bayi di atas dapat menyebabkan

kurangnya produksi ASI. Hal ini dikarenakan adanya peranan yang sangat besar antara

kedua belah pihak untuk mendukung terjadinya proses produksi ASI itu. Jika ada

masalah pada ibu maka ibu tidak dapat menghasilkan produksi ASI yang mencukupi

untuk bayinya. Begitu juga jika ada masalah dengan bayi, maka bayi juga tidak dapat

merangsang pengeluaran ASI melalui hisapan mulutnya sehingga ASI yang telah

diproduksi dengan banyak juga tidak akan keluar sesuai dengan kebutuhan bayi.

Dengan adanya faktor yang mempengaruhi produksi ASI tersebut, peneliti

berusaha untuk dapat mengontrol hal tersebut melalui kriteria inklusi yang telah dibuat

sebelum melakukan penelitian. Dengan adanya pengontrolan tersebut peneliti telah

berusaha agar hasil yang didapatkan benar-benar akibat dari intervensi (bekam) yang

diberikan bukan karena faktor lain yang mempengaruhi produksi ASInya.

D. Analisis Bivariat (Pengaruh bekam terhadap peningkatan produksi ASI)


94
Dari 16 responden 12 orang (75%) mempunyai produksi ASI banyak dan 4 orang

(25%) responden yang masih mempunyai produksi ASI kurang setelah dilakukan bekam.

Hasil analisis penelitian ini dengan menggunakan chi square didapatkan bahwa ada

hubungan bermakna antara teknik bekam terhadap peningkatan produksi ASI pada ibu

menyusui, dimana didapatkan nilai p. value = 0,019. Hal ini menunjukan adanya

perbedaan yang mendasar pada produksi ASI ibu menyusui sebelum dilakukan bekam

dengan sesudah dilakukan bekam.

Penelitian ini senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Umar (2008), yang

mengatakan bahwa ketika melakukan pembekaman pada titik untuk ASI kurang (tidak

lancar) yaitu titik center of chest dan titik tsadyu dapat memberikan efek pada produksi

ASI karena adanya rangsangan yang diberikan melalui bekam tersebut dengan adanya

vasodilatasi pembuluh darah disekitar titik yang dibekam itu.

Februhartanty (2009) juga mengatakan bahwa ada banyak cara untuk

meningkatkan produksi ASI diantaranya adalah dengan melakukan pemijatan payudara

dan selalu membuat rileks. Melakukan pemijatan payudara (massage) di sekitar

payudara, kemudian mengompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara

bergantian. Ini berguna untuk merangsang otot dan hormon di sekitar payudara sehingga

ASI yang keluar dari payudara semakin banyak. Selain itu suatu penelitian menyebutkan,

lebih dari 80% penyebab ibu tidak berhasil memberikan ASI eksklusif dikarenakan ibu

banyak pikiran. Santaikan pikiran dan buang jauh-jauh pikiran yang membuat stres. Jika

banyak pikiran, sensor pada otak secara tidak langsung akan memerintahkan hormon

yang menghasilkan ASI untuk bekerja lebih lambat.

Pemijatan dan rileks, semua itu dilakukan dalam kegiatan bekam, karena sebelum

dibekam pada titik ASI akan dilakukan pemijitan dan mensugesti ibu-ibu untuk tenang

dan rileks selama pembekaman. Bahkan menurut Umar (2008), selama pembekaman

95
pasien dianjurkan untuk beristighfar sebanyak-banyaknya untuk membantu

menenangkan hati dan pikiran.

Berdasarkan beberapa pendapat dan penjelasan di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa teknik bekam memang dapat dilakukan untuk membuang sumbatan-

sumbatan yang berupa darah kotor pada pembuluh darah di sekitar payudara yang dapat

menghambat proses produksi dan pengeluaran ASI. Sehingga ketika darah yang

menyumbat terutama di daerah sinus laktiferus dapat dibuang maka produksi ASI dapat

kembali lancar.

Apalagi jika diiringi dengan frekuensi menyusui yang sering, maka dapat

membantu memperbanyak produksi ASI itu sendiri. Tanpa adanya rangsangan melalui

hisapan bayi maka produksi ASI yang banyak tidak akan tampak dan tidak akan

bermanfaat untuk bayinya, karena hisapan bayi dapat merangsang turunnya ASI dan

dapat menyebabkan payudara terus bekerja dalam memproduksi ASI. Jadi, bekam

hanya membantu memperlancar produksi ASI dari luar untuk menyebabkan vasodilatasi

dari pembuluh darah di sekitar payudara sedangakan hisapan bayi membantu agar

payudara terus bekerja dalam memproduksi ASI.

Pada saat penelitian, peneliti telah berusaha untuk melakukan penelitian dengan

mengikuti teknikal prodesur bekam itu sendiri. Peneliti melakukan bekam pada

responden selama 10 menit lebih karena responden dalam penelitian ini sudah baligh

atau dewasa seperti penjelasan dalam Umar (2008). Peneliti juga telah melakukan

penelitian sesuai dengan langkah-langkah dalam berbekam yang dimulai dari

menyiapkan peralatan dan menyiapkan responden itu sendiri sampai dilakukannya

pemijatan setelah bekam basah dan membersihkan lagi alat bekamnya. Cara bekam

yang dilakukan peneliti juga sudah sesuai dengan petunjuk untuk bekam yang terdiri dari

bekam luncur, bekam tarik, bekam kering, dan diakhiri dengan bekam basah (Fatahillah,

2007).
96
Selama penelitian, peneliti tidak menggunakan seluruh alat yang dapat dipakai

dalam bekam seperti glukometer karena dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan

pemeriksaan gula darah, peneliti hanya menanyakan riwayat penyakit yang pernah

diderita oleh responden jika responden meyakinkan bahwa responden tersebut tidak

mengalami sakit Diabetes (kencing manis), maka peneliti akan melakukan bekam. Selain

itu peneliti juga tidak menggunakan masker dan pisau cukur dengan alasan kenyamanan

dan tidak diperlukannya pisau cukur dalam penelitian ini karena titik yang akan dibekam

terdapat pada bagian badan belakang dan depan dari responden yang tidak memerlukan

pencukuran bulu atau rambut.

Prinsip etika dalam penelitian yang terdiri dari autonomy, non-maleficence,

beneficence, dan justice telah peneliti usahakan dilakukan dengan baik tetapi selama

penelitian, peneliti masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan responden karena

masyarakat menganggap intervensi (bekam) yang akan diberikan dapat melukai mereka.

Padahal peneliti sudah menjelaskan dengan sejelas-jelasnya langkah kerja dan manfaat

dari penelitian tersebut tetapi responden yang didapatkan masih dalam jumlah yang

kecil.

Hasil yanga didapat pada penelitian ini juga diperkuat dengan hasil wawancara

dengan responden setelah dibekam, dimana didapatkan hasil bahwa hampir sebagian

besar responden merasa lebih enak dan ringan pada tubuhnya serta adanya perubahan

dengan produksi ASI mereka walaupun hanya terjadi perubahan yang tidak terlalu

mencolok setelah dibekam.

Dari beberapa responden, ada juga yang mengatakan tidak ada perubahan dan

setelah ditanya lebih dalam hal tersebut dikarenakan responden tidak memberikan ASI

nya, sehingga responden mengeluhkan adanya rasa nyeri di payudaranya. Rasa nyeri

yang dirasakan responden merupakan indikator adanya penambahan ASI tetapi karena

97
ASI tidak diberikan menyebabkan terjadinya bendungan pada payudara dan inilah yang

menyebabkan ibu mengeluh adanya nyeri tersebut.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa :

1. Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari umur, pekerjaan dan

pendidikan. Umur responden yang tidak berisiko berjumlah 11 (68.8%), sedangkan

karakteristik responden berdasarkan pekerjaan didapatkan seluruh responden yang

berjumlah 16 orang (100%) tidak bekerja, karakteristik responden berdasarkan

pendidikan didapatkan pendidikan responden berimbang antara yang berpendidikan

rendah (SD,SMP) dengan yang berpendidikan tinggi (SMA,Sarjana) masing-masing

berjumlah 8 orang (50%).

98
2. Jumlah responden yang produksi ASInya sedikit sebelum dilakukan intervensi

dengan bekam berjumlah 7 orang (43.8%), sedangkan yang mempunyai produksi

ASI banyak berjumlah 9 orang (56.2%).

3. Jumlah responden yang produksi ASInya sedikit setelah dilakukan intervensi

dengan bekam berjumlah 4 orang (25%), sedangkan yang mempunyai produksi ASI

banyak berjumlah 12 orang (75%).

4. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara teknik bekam

dengan peningkatan produksi ASI dengan tingkat kemaknaan 0,019 dengan tingkat

kesalahan 5% atau 0,05. Artinya adanya efektifitas bekam dalam meningkatkan

produksi ASI tersebut.

B. Saran

Ada beberapa saran yang dapat diberikan setelah mengetahui hasil dari penelitian

ini, diantaranya :

1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Meningkatkan peran petugas kesehatan pada institusi pelayanan kesehatan untuk

mensosialisasikan suatu alternatif (bekam) untuk mengatasi masalah produksi ASI

kepada ibu yang sedang menyusui dengan cara memberikan penyuluhan ataupun

dengan penyebaran leflet-leflet.

2. Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan

Perlu diadakannya pelatihan dan sosialisasi bagi perawat dan petugas kesehatan

dari sector pendidikan tentang manfaat bekam dalam meningkatkan produksi ASI

untuk meningkatkan kemampuan petugas kesehatan terutama perawat dalam

99 melakukan terapi komplementer. Serta dapat dilakukannya penelitian lanjut yang


berhubungan dengan pengaruh bekam terhadap produksi ASI tentang factor-faktor

yang dapat mempengaruhi keberhasilan bekam dalam meningkatkan produksi ASI.

Serta penelitian lanjutan dengan menggunakan metode lain sehingga kekurangan

dalam penelitian ini dapat disempurnakan oleh peneliti selanjutnya.

3. Bagi Masyarakat (Ibu Menyusui)

Penelitian tentang bekam dalam hubungannya terhadap peningkatan produksi ASI

dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang alternatif (bekam) yang dapat

digunakan untuk meningkatkan produksi ASI selama mereka menyusui. Selain itu,

masyarakat dapat menggunakan atau menerapkan alternatif (bekam) ini ketika

mereka mengalami masalah terhadap produksi ASI.

DAFTAR PUSTAKA

Alfarisi. (2008). Fisiologi Laktasi. Http//aku-anak-peternakan.


Blogspot.com/2008/05/fisiologo-laktasi. Html. Diakses tanggal 20 Maret 2010

Ali, Zainal. (2002). Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika.

Arcapasa. (2009). Teori Model Kebidanan. Http/ Arcapasa. Wordpress.Com. Diakses tanggal
10 Mei 2010

Arifin. (2004). Pemberian ASI eksklusif dan faktor yang mempengaruhinya. http:// Library
USU. Ac. Id/ download/ FKM/ FKM-arifin4.pdf. Diakses tanggal 24 Juli 2010

Arikunto. (2007). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta

Asuh Wikia. (2008). Manfaat ASI. http:// asuh. Wikia. Com/ wiki/ manfaat-ASI. Diakses
tanggal 22 Juni 2010

Ayahbunda. (2009). Jika produksi ASI kurang. www. Ayahbunda. Co. Id. Diakses tanggal 16
Maret 2010
100
Aziz, A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Surabaya : Salemba
Medika

Bayisehat Community. (2008). Produksi ASI kurang. www. Bayi sehat. Com/ breasfeding.
Main menu.5/ 256-produksi ASI-kurang-html. Diakses tanggal 17 Juli 2010

Bobak, dkk. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Bote. (2009). ASI dan Laktasi. Http:// Botes. wordpress. Com. Diakses tanggal 20 Maret
2010

Chris, Holden & Anita, Macdonald. (2000). Nitrition and Child Health. London : Bailliere
Tindall

Dahlan, M, S. (2009). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Danuatmaja, et al. (2003). 40 Hari pasca-persalinan. Cetakan 1. Jakarta. Puspa Swara

Dinas Kesehatan RI. (2008). Ibu baru memberikan ASI eksklusif dua persen. Jakarta

Dinas kesehatan Jawa Tengah. (2009). http://dinkesjatengprov.go.id. Diakses tanggal 12 Juni


2010

Evawany. (2009). Peran ASI bagi bayi. www. Damandiri. Or. Id/ file/
evawanyaritonangipbab2. pdf. Diakses tanggal 22 Mei 2010

Fatahillah, A. (2007). Keampuhan Bekam. Jakarta : Qultum Media

Februhartanty. (2009). ASI dari ayah untuk ibu dan bayi. Jakarta : semesta Media

Gerald B, Marenstein & Sandra L, Gardner. (2002). Fifth Edition Handbook of Neonatal
Intensive Care. Mosby

Hamid, AY. (2008). Buku Ajar Riset Keperawatan konsep, etika, & instrumentasi. Jakarta :
EGC

Hapsari. (2009). Pemberian ASI Eksklusif. Http:// superbidan hapsari. Wordpress.com.


diakses tanggal 20 Maret 2010

Hastono, P, S. (2001). Analisis Data. Jakarta : FKM UI

101
Hidayat A. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba medika

Hidayat, A. (2007). Metodologi Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : salemba
Medika

Islamic M. (2008). Penjelasan Singkat Beberapa Metode Terapi dengan Thibbun Nabawi.
Http;// www. Islamic. Xtgem. Com. Diakses tanggal 5 Mei 2010

Jundesain. (2009). Be an Islamic Superstar in the World. Palembang

Kementrian Negara Pemberdayaan Wanita. (2008). 86 % Bayi di Indonesia tidak Diberi ASI
Eksklusif. www. Indonesia.go.id. diakses tanggal 20 Maret 2010

Kusumawardhani. (2010). ASI bikin anak cerdas. Jakarta : Djambatan

Lusa. (2009). Fisiologi Laktasi. www. Lusa.web. id /fisiologi laktasi. Diakses tanggal 22 Mei
2010

Lusa. (2009). Upaya memperbanyak ASI. www. Lusa. Web.id / manfaat-ASI-untuk-bayi-ibu.


Diakses tanggal 22 Mei 2010

Mom & Kiddie. (2010). Tanda bayi cukup ASI. http:// lifestyle. Okezone. Com/read/ 2010/ 06/
25/ 27/ 346662/ apakah-bayiku-sedah-cukup-minum-ASI. Diakses tanggal 24 Juli 2010

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian KesehatanI. Jakarta : Rinika Cipta

Nursalam. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta. Sagung Seto

Paramita. (2008). Mekanisme produksi ASI. www. Alqoernia. Wordpress. Com. Diakses
tanggal 20 Mei 2010

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta : EGC

Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan volume 2. Jakarta : EGC

Referensi kesehatan. (2008). Produksi ASI & faktor yang mempengaruhi. Diakses tanggal 5
Mei 2010
102
Revanhecher. (2010). Hubungan tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap dengan
frekuensi pemberian ASI eksklusif pada bayi. http:// revanhecher. Wordpress. Com/
2010/ 06/ 11/ hubungan-tingkat-pendidikan-pengetahuan-dan-sikap-dengan-frekuensi-
pemberian-ASI-eksklusif-pada-bayi/. Diakses tanggal 24 Juli 2010

Roesli & Yohmi. (2009). Manajemen Laktasi. www. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Coml.
Diakses tanggal 20 Maret 2010

Sandra, L. (2002). Second Edition Breasfeeding Special Care Babies. London : Bailliere
Tindall

Soemarshandi A, N. (2007). Pedoman Penulisan Skripsi. Palembang : Universitas Sriwijaya

Suhaemi. (2004). Etika Keperawatan Aplikasi pada Praktik. Jakarta : EGC

Susanti, S. (2010). Profil Puskesmas Indralaya kab. Ogan Ilir tahun 2010 (tahun kerja 2009).
Indralaya

Tomey & Alligod, (2006). Nursing theorists & their work. Mosby

Umar A, W. (2008). Sembuh dengan Satu Titik. Solo : Al qowam Publishing

Untoro. (2007). Al-Hijamah-Bekam. www. Baabuljannah_Al-Hijamah-Bekam.Html. diakses


tanggal 8 Maret 2010

Wilkinson J, M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

103
104
Lembar observasi dan wawancara mengenai produksi ASI sebelum dan sesudah

dilakukan tindakan dengan teknik bekam

Petunjuk pengisian

1. Jawaban yang dianggap tepat oleh ibu

2. Berilah tanda () pada kotak kecil didepan salah satu pilihan yang dianggap tepat

oleh ibu.

3. Jawaban diisi berdasarkan apa yang ibu ketahui

Karakteristik Responden

Responden ke :

Tanggal :

Umur responden :

Pekerjaan :

105 Pendidikan :
No Kriteria observasi Ya Tidak
1 Apakah Asi keluar memancar saat putting susu dipencet ?
2 Apakah ASI keluar memancar tanpa memencet payudara ?
3 Apakah ASI keluar memancar dalam 72 jam pertama

persalinan ?
4 Apakah payudara ibu terasa penuh atau tegang sebelum

menyusui ?
5 Apakah payudara ibu terasa kosong setelah menyusui ?
6 Apakah ASI keluar segera setelah bayi mulai menyusu ?
7 Apakah tidak ada rasa nyeri/lecet dan bendungan dalam

payudara ?
8 Apakah dalam 24 jam pascapersalinan ASI telah keluar ?
9 Apakah ASI masih menetes setelah menyusui ?
10 Apakah payudara terasa lunak/lentur setelah menyusui ?
11 Apakah setelah menyusui, bayi akan tertidur/tenang selama

3-4 jam ?
12 Apakah bayi buang air kencing sekitar 8 kali sehari dan

warna air kencing kuning pucat seperti jerami ?


13 Apakah berat badan bayi naik antara 140-200 gram dalam

seminggu ?

_ Terima Kasih Atas Pertisipasinya _

Keterangan :

Ya : Nalainya 1

Tidak : Nilainya 0

106
LEMBAR KONSULTASI

Nama/NIM : Yunita Ria Karliani / 04061003049

Judul : Efektifitas Penggunaan Teknik Bekam dalam Meningkatkan

Produksi ASI pada Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas

Indralaya Tahun 2010

Pembimbing I : Ns. Esti Budi Rahayu, S.Kep., M.Kep,. Sp.Mat

No. Tanggal Uraian Kegiatan/Bimbingan Tanda Tangan


1

10

Indralaya, 2010

Pembimbing I
107
Ns. Esti Budi Rahayu, S.Kep., M. Kep., Sp. Mat

LEMBAR KONSULTASI

Nama/NIM : Yunita Ria Karliani / 04061003049

Judul : Efektifitas Penggunaan Teknik Bekam dalam Meningkatkan

Produksi ASI pada Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas

Indralaya Tahun 2010

Pembimbing II : Ns. Bina Melvia G, S.Kep., M.Kep

No Tanggal Uraian Kegiatan/Bimbingan Tanda Tangan


1

10

Indralaya, 2010

Pembimbing II

108
Ns. Bina Melvia G, S.Kep., M.Kep

109

Anda mungkin juga menyukai