Anda di halaman 1dari 28

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT TUGAS

FAKULTAS KEDOKTERAN July 2016


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KEDOKTERAN KERJA
LOW BACK PAIN (LBP)

OLEH:

KelompokII:

1. Ahmad Yani, S.Ked.


2. Supardi H, S.Ked.
3. Indra Rizal Rasyid, S.Ked.
4. Nur Indah Pratiwi, S.Ked.
5. Reskiyani Ashar, S.Ked.

Pembimbing :

dr. H. Anwar Umar, M.kes.


(Puskesmas Bira)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

Perusahaan yang berkesinambungan perlu untuk berinovasi, mengadopsi


teknologi ramah lingkungan, mengembangkan keterampilan dan sumber daya manusia,
dan meningkatkan produktivitas untuk tetap kompetitif di pasar nasional dan
internasional. Mereka juga perlu menerapkan praktek-praktek tempat kerja yang
didasarkan pada sikap menjunjung tinggi hak-hak mendasar di tempat kerja dan standar
perburuhan internasional, dan membina hubungan manajemen-tenaga kerja yang baik
sebagai hal penting untuk meningkatkan produktivitas dan menciptakan pekerjaan yang
layak. Prinsip-prinsip ini berlaku untuk semua perusahaan.

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan


masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor
potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini adalah Karyawan).
Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Efeknya yang ditimbulkan mungkin segera terjadi atau
perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak
langsung. Kesehatan kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan
gangguan tingkat produktifitas, kesehatan pekerja tersebut dapat timbul akibat
pekerjaanya. Sasaran kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja
di lingkungan kerja. Melalui usaha kesehatan pencegahan di lingkungan kerja masing-
masing dapat dicegah adanya penyakit akibat dampak pencemaran lingkungan maupun
akibat aktivitas selama bekerja.

Hasil studi Depkes tentang profil masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005
menunjukkan bahwa sekitar 40,5 % penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan
pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami pekerja, menurut studi yang dilakukan
tehadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa penyakit
musculoskeletal (16%), kardiovaskuler (8 %), gangguan syaraf (6 %), gangguan
pernapasan (3 %), dan gangguan THT (1,5 %).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja


1. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang
bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik,
mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Sebagai bagian spesifik keilmuan dalam ilmu kesehatan,kesehatan kerja lebih
memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup tenaga kerja
melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk :4
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja.
2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat
lingkungan kerja atau pekerjaannya.
3. Menempatkan pekerja sesuai kemampuan fisik,mental dan pendidikan atau
keterampilannya.
4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kondisi yang mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga kerja adalah kondisi
fisik dan kondisi mental pekerja, khususnya disaat mereka sedang menghadapi
pekerjaannya.Laporan Kesehatan Dunia 2002 menempatkan risiko kerja pada urutan
kesepuluh penyebab terjadinya penyakit dan kematian.5.6
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007,di Indonesia terdapat 106,3 juta
angkatan kerja yang tersebar diberbagai lapangan kerja dengan berbagai permasalahan
yang timbul akibat pekerjaannya. Data menunjukkan bahwa secara umum 68% bekerja
disektor informal dan 32% di sektor formal.5
Kondisi setiap pekerja ini sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni :
a. Beban kerja
Setiap pekerjaan apapun jenisnya apakah pekerjaan tersebut memerlukan kekuatan
otot dan/ataupun pikiran, adalah memerlukan beban bagi yang melakukan, baik
berupa beban fisik dan beban mental.

b. Beban tambahan

3
Disamping beban kerja yang harus dipikul oleh pekerja, pekerja sering memikul
beban tambahan yang berupa kondisi atau lingkungan yang tidak menguntungkan
bagi pelaksanaan pekerjaan. Beban tambahan inilah yang dapat menyebabkan
penyakit akibat kerja.
c. Kemampuan kerja
Kemampuan seseorang dalam melalui pekerjaan berbeda dengan orang lain,
meskipun pendidikan atau pengalamannya sama dan bekerja pada suatu pekerjaan
atau tugas yang sama.
Perbedaan ini disebabkan karena kapasitas orang tersebut berbeda, yang
dipengaruhi oleh nilai gizi dan kesehatan, genetik, dan lingkungan.5

2. Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh pekerjaannya atau lingkungan kerjanya, dan diperoleh pada waktu
melakukan pekerjaan dan masyarakat umum biasanya tidak akan terkena. Berat
ringannya penyakit dan cacat tergantung dari jenis dan tingkat sakit.Cara menegakkan
diagnosa penyakit akibat kerja agak berbeda dengan diagnosa penyakit-penyakit
umum karena untuk penyakit ini tidak cukup hanya dengan pemeriksaan klinis dan
laboratoris. Akan tetapi, harus pula diperiksa tempat, cara, dan syarat-syarat kerja.
Selain itu sebagai tambahan bagi anamnesis yang biasa, harus pula dipertanyakan
riwayat pekerjaan dari si penderita.5
Penyebab Penyakit Akibat Kerja:
1. Golongan Fisik
Bising,radiasi,suhu ekstrem,tekanan udara,vibrasi,penerangan
2. Golongan Kimiawi
Semua bahan kimia dalam bentuk debu,uap,gas,larutan,kabut
3. Golongan Biologik
Bakteri,virus,jamur dan lain-lain
4. Golongan Fisiologik/ Ergonomik
Desain tempat kerja, beban kerja
5. Golongan Psikososial
Stress psikis,monotoni kerja,tuntutan pekerjaan,dan lain-lain.

4
Secara umum gangguan muskuloskeletal didaerah belakang dapat terjadi karena
posisi duduk,antara lain : neck pain, back pain dan low back pain. Penelitian mengenai
neck pain maupun low back pain telah banyak dilakukan dan terbukti mempunyai
hubungan bermakna dengan posisi tubuh saat melakukan pekerjaan.Secarateori nyeri
punggung mudah terjadi karena beberapa faktor yaitu posisi duduk yang statis terus
menerus selama kerja dan getaran yang timbul selama aktivitas.

B. Low back Pain


1. Defenisi
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah,
dapatmerupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini
terasadiantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal
ataulumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan
kaki.LBP yang lebih dari 6 bulan disebut kronik.7
Nyeri punggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:8
a. Nyeri punggang lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah denganradiasi
ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian dibawahnya seperti
fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi danligamen.

b. Iritasi pada radiks


Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan padadermatom
yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadangdapat disertai
hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapatdisebabkan oleh
proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalamkanalis vertebralis.
c. Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam
padadermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam
dapatdirasakan di bagian lebih superfisial.
d. Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalamruangan
panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.

5
e. Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yangdapat
dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapatdisebabkan
oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliakakomunis.
f. Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dandermatom
dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.
2. Etiologi
a. Diskogenik
Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus pulposus yang
merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa dalam bentuk suatu
protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan keduanya dapat menyebabkan
kompresi pada radiks. Lokalisasinya paling sering di daerah lumbal atau servikal
dan jarang sekali pada daerah torakal. Nukleus terdiri dari megamolekul
proteoglikan yang dapat menyerap air sampai sekitar 250% dari beratnya. Sampai
dekade ke tiga, gel dari nukleus pulposus hanya mengandung 90% air, dan akan
menyusut terus sampai dekade ke empat menjadi kira-kira 65%. Nutrisi dari anulus
fibrosis bagian dalam tergantung dari difusi air dan molekul-molekul kecil yang
melintasi tepian vertebra. Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai
darah dari ruang epidural. Pada trauma yang berulang menyebabkan robekan serat-
serat anulus baik secara melingkar maupun radial. Beberapa robekan anular dapat
menyebabkan pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan
hidrasi nukleus. Perpaduan robekan secara melingkar dan radial menyebabkan
massa nukleus berpindah keluar dari anulus lingkaran ke ruang epidural dan
menyebabkan iritasi ataupun kompresi akar saraf.9
b. Non-diskogenik
Biasanya penyebab LBP yang non-diskogenik adalah iritasi pada serabut sensorik
saraf perifer, yang membentuk n. iskiadikus dan bisa disebabkan oleh neoplasma,
infeksi, proses toksik atau imunologis, yang mengiritasi n.iskiadikus dalam
perjalanannya dari pleksus lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakro-iliaka, sendi
pelvis sampai sepanjang jalannya n. Iskiadikus (neuritis n. iskiadikus).

6
3. Faktor Resiko
Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan
epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan
terjadinya cedera otot (MSDs) akibat bekerja, yaitu:
a. Faktor Pekerjaan
Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang
dalaminteraksinya dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti
bahwatinjauan secara biomekanik serta data statistik menunjukkan bahwa faktor
pekerjaanberkontribusi pada terjadinya cedera otot akibat bekerja Berikut ini
faktor-faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya cederapada otot atau
jaringan tubuh :
1. Postur tubuh
Postur tubuh pada saat melakukan pekerjaan yang menyimpang dari posisi
normal ditambah dengan gerakan berulang akan meningkatkan risiko terjadinya
LBP. Keyserling (1986) mengembangkan criteria sikap tubuh membungkuk,
berputar dan menekuk yang dilakukan pada waktu bekerja berdasarkan
pengukuran sikap tubuh tersebut.
Kriteria penilaian sikap tubuh:
- Sikap tubuh normal : tegak / sediit membungkuk 0o- 200dari garis vertikal
- Sikap tubuh fleksi sedang : membungkuk 200 450dari garis vertikal
- Sikap tubuh fleksi berlebih : membungkuk > 450dari garis vertikal
- Sikap tubuh fleksi ke samping atau berputar : menekuk ke samping kanan
atau kiri atau berputar > 15o dari garis vertikal
2. Repetisi
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa terlihat pada
dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi, sehingga pekerja
harus terus menerus bekerja agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem.
Kekuatan beban dapat menyebabkan peregangan otot dan ligamen serta tekanan
pada tulang dan sendi sendi sehingga terjadi kerusakan mekanik badan
vertebrata, diskus invertebrate, ligamen, dan bagian belakang vertebrata.
Kerusakan karena beban berat secara tiba tiba atau kelelahan akibat
mengangkat beban berat yang dilakakn secara berulang ulang. Mikrotrauma
yang berulang dapat menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah lumbal.

7
3. Pekerjaan statis (static exertions)
Pekerjaan yang menuntut seseorang tetap pada posisinya, perubahanposisi
dalam bekerja akan menyebabkan pekerjaan terhenti. Pekerjaan denganpostur
yang dinamis, memiliki risiko musculoskeletal disolder (MSDs) lebihrendah
dibandingkan dengan pekerjaan yang mengharuskan postur statis. Halini
disebabkan karena postur tubuh yang statis dapat meningkatkan risikoyang
berhubungan dengan menurunnya sirkulasi darah dan nutrisi padajaringan
otot.Begerak sangat diperlukan untuk pemberian nutrisi kepada diskus,sehingga
pekerjaan statis dapat mengurangi nutrisi tersebut. Selain itupekerjaan statis
menyebabkan peregangan otot dan ligament daerahpunggung, hal ini merupakan
faktor resiko timbulnya LBP.

4. Pekerjaan yang membutuhkan tenaga (forceful exertions) atau beban


Force atau tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkanuntuk
menyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan atau gerakan yangmenggunakan
tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besarterhadap otot, tendon,
ligament, dan sendi. Beban yang berat akanmenyebabkan iritasi, inflamasi,
kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, danjaringan lainnya.
b. Faktor Individu (Personal factors)
Kondisi dari seseorang yang dapat menyebabkan terjadi musculoskeletal disorder.
Berikut adalah beberapa faktor risiko pribadi yang berpengaruh terhadap kejadian
MSDs:
1. Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja
disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, MSDs merupakan penyakit
kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi.
Jadi semakin lana waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor
risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs.10

2. Usia
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan
keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun
terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan
menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan

8
stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Pendek kata, semakin tua
seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut tersebut mengalami penurunan
elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs.
Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-
65 tahun. Pada usia 35, kebanyakan orang memiliki episode pertama mereka
kembali sakit. Umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan
otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan beberapa ahli lainnya
menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot.

3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot rangka. Hal ini
terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada
pria. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus
musculoskeletal disorders lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.
4. Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif
dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau
intervertebral disc hernia. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya
dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi
frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan.
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat
kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per
hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP
sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk
mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk
melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah
karena kandungan oksigen dalam darah rendah.

5. Kebiasaan Olahraga
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. 80 %) kasus nyeri
tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot
atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak

9
mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat keluhan otot juga
dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani.

6. Tinggi badan
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan merupakan faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Penelitian Heliovaara (1987),
yang dikutip NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh
terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria.
Schierhout (1995), menemukan bahwa pendeknya seseorang berasosiasi
dengan keluhan pada leher dan bahu.
Pada tubuh yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung,
tetapi tubuh tinggi tak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu,
dan pergelangan tangan. Apabila diperhatikan, keluhan otot skeletal yang
terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan
struktur rangka dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban
tambahan lainnya

7. Obesitas
Berat badan yang berlebihan (overweight / obesitas) menyebabkantonus otot
abdomen lemah, sehingga pusat gravitasi seseorang akan terdorongke depan
dan menyebabkan lordosis lumbalis, akan bertambah yang
kemudianmenimbulkan kelelahan pada otot paravertebrata, hal ini merupakan
resiko terjadinya LBP.11

c. Faktor Lingkungan
1. Getaran (vibrasi)
Getaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian arus bolak balik, arus
mekanis bolak balik, dan pergerakan partikel mengitari suatu keseimbangan,
merupakan sebagian kecil yang dikemukakan. Karakteristik getaran ditinjau dari
frekuensi dan intensitas. Frekuensi getaran mengacu pada frekuensi bolak balik
per detik dan diukur dalam satuan hertz (Hz). Intensitas diukur dengan berbagai
cara, seperti puncak amplitude, kecepatan tertinggi, dan pecepatan.

10
Reaksi fisiologis tubuh terhadap getaran tergantung pada frekuensi dan
intensitas. Getaran juga dibedakan menjadi getaran seluruh tubuh dan getaran
yang terlokalisir. Getaran seluruh tubuh ditransmisikan ke tubuh terutama
melalui bokong, misalnya saat seorang operator menduduki tempat duduk yang
bergetar. Tetapi getaran seluruh tubuh juga dapa terjadi saat getaran memasuki
tubuh melalui lengan dan tungkai. Getaran seluruh tubuh beraibat pada seluruh
tubuh dapat bersumberdari berbagai jenis kendaraan atau peralatan berat
termasuk mobil, truk, bis,kereta api, pesawat terbang, dan mesin mesin untuk
konstruksi bangunan.Pajanan getaran setempat terutama berasal dari peralatan
mesin genggam yang bergetar.
2. Temperatur ekstrim
Temperatur yang dingin menyebabkan berkurangnya daya kerja sensortubuh,
aliran darah, kekuatan otot dan keseimbangan. Sedangkan temperatur
bekerja yang tinggi dapat menyebabkan pekerja cepat merasa lelah

4. Penatalaksanaan Low Back Pain


Biasanya low back pain hilang secara spontan. Kekambuhan sering terjadi karena
aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penderita yang sering mengalami
kekambuhan harus diteliti untuk menyingkirkan kelainan neurologik yang mungkin
tidak jelas sumbernya. Berbagai telaah yang dilakukan untuk melihat perjalanan
penyakit menunjukkan bahwa proporsi pasien yang masih menderita low back pain
selama 12 bulan adalah sebesar 62% (kisaran 42 % - 75 %), agak bertentangan
dengan pendapat umum bahwa 90% gejala low back pain akan hilang dalam 1 bulan12
Penanganan terbaik terhadap penderita LBP adalah dengan menghilangkan
penyebabnya (kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih memilih untuk
menghilangkan rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis). Jadi perlu digunakan
kombinasi antara pengobatan kausal dan simptomatis. Secara kausal, penyebab nyeri
akan diatasi sesuai kasus penyebabnya. Misalnya untuk penderita yang kekurangan
vitamin saraf akan diberikan vitamin tambahan. Para perokok dan pecandu alkohol
yang menderita LBP akan disarankan untuk mengurangi konsumsinya.

Pengobatan simptomatik dilakukan dengan menggunakan obat


untukmenghilangkan gejala-gejala seperti nyeri, pegal, atau kesemutan. Pada kasus
LBPkarena tegang otot dapat dipergunakan Tizanidine yang berfungsi

11
untukmengendorkan kontraksi otot (muscle relaxan). Untuk pengobatan
simptomatislainnya kadang-kadang memerlukan campuran antara obat-obat
analgesik, antiinflamasi, NSAID, obat penenang, dan lain-lain13
Apabila dengan pengobatan biasa tidak berhasil, mungkin diperlukan
tindakanfisioterapi dengan alat-alat khusus maupun dengan traksi (penarikan
tulangbelakang). Tindakan operasi mungkin diperlukan apabila pengobatan
denganfisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada kasus HNP atau pada pengapuran
yangberat. Jadi, penatalaksanaan LBP ini memang cukup kompleks. Di samping
berobatpada spesialis penyakit saraf (neurolog), mungkin juga diperlukan berobat
kespesialis penyakit dalam (internist), bedah saraf, bedah orthopedic bahkan
mungkinperlu konsultasi pada psikiater atau psikolog. Dalam beberapa kasus, masih
banyakkasus dokter menyarankan istirahat total untuk penyembuhan kasus low back
pain,padahal penelitian baru menyatakan bahwa aktivitas yang kurang tidak
akanmengurangi gejala low back pain.14
Beragamnya penyebab LBP menuntut penatalaksanaan yang bervariasi
pula.Meski demikian, pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi LBP yaitu:
a. Terapi Konservatif, yang meliputi rehat baring, medikamentosa danfisioterapi.
b. Terapi Operatif

Kedua tahapan ini memiliki kesamaan tujuan yaitu rehabilitasi.Pengobatan nyeri


punggung sangat tergantung penyebabnya. Lain penyebab,lain pula pengobatannya.
Terdapat beragam tindakan untuk nyeri punggung, dariyang paling sederhana yaitu
istirahat (bedrest), misalnya untuk kasus otot tertarikatau ligamen sprain, sampai
penanganan yang sangat canggih, seperti menggantibantal tulang belakang. Jika
dengan bedrest tidak juga sembuh, maka harusditingkatkan dengan pemeriksaan sinar
X atau dengan MRI (magnetic resonanceimaging). Setelah itu, bisa dilakukan
fisioterapi, pengobatan dengan suntikan, muscleexercise, hingga operasi. Masih ada
lagi teknik pengobatan lain, misalnya melaluipembedahan dengan endoskopi (spinal
surgery), metode pasang pen, sampai penggantian bantalan tulang.15

Mengatasi low back pain juga tidak cukup dengan obat atau fisioterapi. Halitu
hanya mengurangi nyeri, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Penderita
harusmenjalani pemeriksaan untuk mengetahui sumber masalahnya. Penyembuhan
bisamelalui pembedahan atau latihan mengubah kebiasaan yang menyebabkan

12
nyeri.Latihan itu menggunakan alat-alat pelatihan medis untuk melatih otot-otot
utamayang berperan dalam menstabilkan serta mengokohkan tulang punggung.
Semua penyakit apapun jenisnya pada dasarnya dapat dicegah
walaupunterkadang timbulnya suatu penyakit adalah disebabkan lebih dari satu faktor
dan adafaktor penyebab yang tidak dapat kita kendalikan.

C. Ergonomi
1. Defenisi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang kerja dan nomos artinya
peraturan atau hukum. Sehingga secara harfiahergonomi diartikan sebagai peraturan
tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap kerja. Selanjutnya seirama
dengan perkembangan kesehatan kerja ini maka hal hal yang mengatur antara
manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan kerja atau mesin juga berkembang
menjadi cabang ilmu tersendiri. Tujuan dari ergonomi itu sendiri adalah bagaimana
mengatur kerja agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya denga rasa aman,
selamat, efesien, efektif dan produktif, disamping juga rasa nyaman serta terhindar
dari bahaya yang mungkin timbul ditempat kerja.16

Dua misi pokok ergonomi, adalah :17


a. Kondisi tenaga kerja ini bukan saja aspek fisiknya (ukuran anggota tubuh : tangan,
kaki, tinggi badan) tetapi juga kemampuan intelektual atau berpikirnya. Cara
meletakkan dan penggunaan mesin otomatik dan komputerisasi di suatu pabrik
misalnya, harus disesuaikan dengan tenaga kerja yang akan mengoperasikan mesin
tersebut, baik dari segi tinggi badan dan kemampuannya dalam hal ini yang ingin
di capai oleh ergonomi adalah mencegah kelelahan tenaga kerja yang
menggunakan alat alat tersebut.
b. Apabila peralatan kerja dan manusia atau tenaga kerja tersbut sudah cocok maka
kelelahan dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil suatu proses kerja yang
efisien berarti memperoleh produktivitas kerja yang tinggi. Dari uraian tersebut
berarti memperoleh produktivitas kerja yang tinggi. Dari uraian tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa tujuan utama ergomonik adalah mencegah kecelakaan
kerja dan mencegah ketidakefisienan kerja (meningkatkan produktivitas kerja).
Disamping itu, ergomoni juga dapat mengurangi beban kerja karena apabila

13
peralatan kerja tidak sesuai dengan kondisi dan ukuran tubuh pekerja akan menjadi
beban tambahan kerja.

Edukasi sikap duduk ergonomis saat bekerja :18


1. Sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang dengan
bokong menyentuh belakangan kursi
2. Gulungan handuk kecil dapat digunakan untuk mempertahankan kurva tulang
belakang
3. Apabila tidak terdapat pendukung lumbal, dapat dilakukan dengan cara duduk di
ujung kursi dan membungkuk sempurna. Tubuh ditegakkan dan lengkungan tubuh
(kurva) dibuat sebisa mungkin, kemudian tahan beberapa detik. Setelah itu posisi
tersebut dilepaskan secara ringan (sekitar 10 derajat). Keadaan ini merupakan
posisi duduk terbaik.
4. Lutut tetap dijaga setinggi/sedikit lebih tinggi dari pinggul (penyangga kaki dapat
digunakan bila perlu)
5. Tungkai tidak menyilang
6. Kaki dijaga tetap rata dengan lantai
7. Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 30 menit
8. Ketinggian kursi dan tempat kerja diatur sehingga dapat duduk dekat ke pekerjaan
9. Siku dan lengan diistirahatkan pada kursi atau meja serta bahu dijaga agar tetap
rileks
2. Tempat Duduk
Kriteria tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga orang yang bekerja
dengan duduk merasa nyaman dan otot otot menjadi lebih rileks dan tidak
mengalami penekenan penekanan pada otot, saraf, fasia dan ligamentum.Kriteria
tempat duduk yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :
a. Tinggi alas duduk harus sedikit lebih pendek dari panjang lekuk lutut sampai ke
telapak kaki dengan ukuran antara 38 48 cm.
b. Panjang alas susuk harus labih pendek dari jarak lutut sampai garis punggung,
dengan ukuran yang disarankan adalah 36 cm.
c. Sandaran punggung bagian atas tidak melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan
bagian bawahnya setinggi garis pinggul.

14
3. Meja Kerja
Tinggi permukaan atas meja kerja dibuat setinggi siku dan disesuaikan dengan sikap
tubuh pada waktu bekerja. Kriteria umum yang dianjurkan untuk meja kerja sebagai
berikut :
a. Bagi pekerjaan yang memerlukan kekuatan manual yang besar, atau gerakan
gerakan yang bebas, maka meja kerja dianjurkan setinggi lutut.
b. Untuk sikap berdiri ukuran tinggi meja yang diusulkan pekerjaan yang
membutuhkan ketelitian adalah 10 12 cm lebih tinggi dari siku. Sedangkan pada
pekerjaan yang memerlukan penekanan dangan tangan, tinggi meja adalah 10 12
cm lebih dari tinggi siku.
c. Tinggi meja untuk sikap duduk yang diusulkan 54 58 cm dari permukaan daun
meja ke lantai, pada wanita ditambah lagi 2 4 cm untuk menyesuaikan dengan
ketinggian sepatu
d. Tebal daun meja dibuat sedemikian rupa agar dapat memberikan kebebasan
bergerak pada kaki
e. Permukaan meja rata dan tidak menyilaukan

15
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
- Kepala Keluarga : Ny. E
- Nama : Tn. B
- Umur (tahun) : 29 Tahun
- Pekerjaan : Tukang Jahit Spongs Spring Bed
- Alamat Kantor : PT. Airland
- Alamat Rumah : Jl. Bontoa

B. Anamnesis
1. Keluhan
Keluhan utama pasien ini adalah nyeri pada tengkuk dan pada punggung bagian
bawah yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri ini dirasakan hilang timbul sejak
1 tahun terakhir semenjak bekerja di salah satu perusahaan spring bed. dan dirasakan
setelah beraktivitas utamanya saat duduk menjahit ditempat kerja, pasien juga
mengeluh nyeri saat bangun tidur.
Pasien mengaku selama ini tidak pernah mengalami keluhan nyeri seperti yang
dikeluhkan saat ini. Pada saat kerja pasien jarang merubah posisi duduk, dan saat
bekerja biasanya duduk sampai 8 jam, dan hanya istirahat 1 jam dalam sehari bekerja.

2. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja menjadi tukang jahit selama +3 tahun, dan tidak pernah diroling dari
pekerjaan sebagai penjahit.
3. Alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang digunakan tidak ada
4. Riwayat penyakit
Pasien mengaku tidak pernah menderita sakit

16
C. Hazard/Faktor Resiko
Faktor resiko timbulnya keluhan pada pasien adalah ergonomi, pasien mengaku aktifitas
yang paling sering dilakukan adalah duduk dan membungkuk, namun hanya berdiri saat
mengambil sesuatu dan saat istirahat.
D. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,6oC
BB : 50 Kg
TB : 160 cm
IMT : kg/m2
Status Gizi : Baik

Status Generalis
Kepala
Bentuk : Tidak ada kelainan
Rambut : Tidak ada kelainan
Mata : sklera ikterik (-/-), Konjungtiva pucat (-/-)
Telinga : Liang lapang (+/+), serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir lembab, sianosis (-)
Leher
Bentuk : Simetris
Trakhea : Di tengah
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB
JVP : Tidak meningkat
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan napas simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus vokal simestris kanan dan kiri

17
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler pada seluruh lapangan paru, rhonki (-/-), wheezing (-/-
)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordiss tidak terlihat
Palpasi :Iktus Kordis teraba di sela iga V linea midklavikularis kiri
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : perut datar, simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, nyeri ketuk (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Tidak ada kelainan
Inferior : Sensibilitas (+/+),Parastesi (-/-)

Status Lokalis
Regio Lumbal
Inspeksi : datar, simetris, tanda tanda radang (-), skoliosis (-), lordosis
(-), kifosis (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Nyeri ketok costovertebral angle (-)

E. Diagnosis Kerja
Low Back Paine e.c posisi tidak ergonomis

F. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
- Analgetik oral, dikonsumsi setelah makan dan jika nyeri

18
G. Edukasi
a. Istirahat yang cukup
b. Melakukan olahraga secara teratur /jalan kaki
c. Memperbaiki posisi duduk saat menjahit, yaitu sikap duduk yang tegak yang diselingi
istirahat sedikit beberapa menit untuk relaks.
d. Sebaiknya menggunakan meja pada saat melakukan aktifitas menjahit.

H. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

19
BAB V
PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis kerja dengan low back pain et causa ergonomis. Tidak
ditemukan adanya penyakit lain pada anamnesis maupun pemeriksaan fisik. Etiologi dari
LBP pada pasien ini yaitu ketegangan otot, otot-otot yang dapat terlibat antara lain musculus
gluteus, muskulus quadratus lumborum, spasme muskulus psoas mayor. Spasme ini dapat
terjadi karena gerakan pinggang yang terlalu mendadak atau berlebihan melampaui kekuatan
otot-otot tersebut.
Pada pasien ini dapat ditemukan sebab terjadinya penyakit akibat kerja adalah
ergonomis akibat Unsafe Action dimana pada pasien ini posisi duduk, posisi duduk yag
dilakukan saat menjahit adalah membungkuk. Penelitian menunjukkan bahwa lama duduk
selama 8 jam per hari dengan sikap membungkuk merupakan faktor risiko terjadinya LBP.
Jika pasien duduk dengan sikap tegak yang diselingi istirahat sedikit membungkuk
kemungkinan nyeri pinggang. Adanya faktor usia >50 tahun dimana bertambahnya usia,
kekuatan tulang dan elastisitas otot cenderung menurun. Discus intervertebral mulai
kehilangan cairan dan fleksibilitas, yang mengurangi kemampuan sebagai bantal.
Patofisiologi nyeri pinggang bawah terjadi karena biomekanik vertebra lumbal akibat
perubahan titik berat badan dengan kompensasi perubahan posisi tubuh dan akan
menimbulkan nyeri Keterangan (strain) otot dan keregangan (sprain) ligamentum tulang
belakang merupakan salah satu pemnyebab utama LBP Kifosis lumbal selain menyebabkan
peregangan ligamentum longitudinalios posterior, juga menyebabkan peningkatan tekanan
pada diskus intervertebralis sehingga mengakibatkan peningkatan tegangan pada bagian dari
annulus posteriordan penekanan pada nukleus pulposus.
Penelitian menunjukkan tekanan diskus lebih besar pada posisi duduk tegak (140%)
dibandingkan posisi berdiri (100%) dan menjadi lebih besar lagi pada posisi duduk dengan
badan membungkuk ke depan (190%). Keadaan ini terjadi akibat perubahan mekanisme
pelvis dan sakrum selama perpindahan dari berdiri ke duduk, yaitu: tepi atas pelvis berotasio
ke belakang, sakrum berputar menjadi tegak, kolumna vertebralis berubah dari lordosis ke
posisi lurus atau kifosis. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan pada diskus.
Edukasi yang dilakukan :
- Istirahat yang cukup

20
- Melakukan stretching sebelum, saat dan sesudah waktu bekerjaa. Stercting yang
disarankan untuk pekerja adalah sebagai berikut :
Pelvic Tilts
Berbaringtelentangdenganlututditekuk,
tumitdiataslantai,
danberatbadanbertumpupadatumit.
Tekanpunggungkecilmenghadaplantai,
kerutkanbokong
(angkatsekitarsetengahincidarilantai),
dankerutkanototperut.
Tahanposisiiniuntukhitungan 10. ulangi 20
kali.
Abdominal Curls
Berbaringtelentangdenganlututditekukdan
kaki diataslantai. Letakkantanganmelintani
dada. Mengkerutkanototperut,
secaraperlahanmengangkatbahu 10
incidarilantaisambilmenjagakepalabelakan
g (daguseharusnyatidakmenyentuh dada).
Kemudianmepaskanototperut,
secaraperlahanmerendahkanbahu. lakukan
3 kali 10
Knee-to-Chest Stretch
Berbaringpadapunggungdenganlututditeku
kdankeduatumitpadalantai.
Ketikamenjagalututditekuki,
letakkankeduatangandibelakangsalahsatulu
tutdanarahkanke dada.
Tahanuntukhitunganke 10.
Secaraperlahanrendahkankankidanulangide
ngan kaki yang lain. Lakukanlatihanini 10
kali.

21
Hip and Quadriceps Stretch
Berdiridengansalahsatu kaki
diataslantaidanlututpada kaki yang
lainditekukkira-kirabersudut 90.
Genggamdidepanpergelangan kaki pada
kaki yang ditekukdengantanganpadasisi
yang sama. (tangan yang
lainnyakemungkinandiletakkan di
belakangbangkuataupadadindinguntukkese
imbangan). Menjagalututbersamaan,
menekan kaki
berlawanandengantangandanmenjauhdaritu
buh. Tahanuntukhitunganke 10.
Ulangidengan kaki yang lain. Lakukanolah
raga ini 10 kali.

22
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Low Back Pain pada kasus ini disebabkan oleh ketegangan otot akibat posisi duduk
yang tidak ergonomis yang terjadi selama beberapa tahun dan diperberat oleh faktor
usia.
2. Penyakit akibat kerja pada pasien ini terjadi akibat unsafe action.

B. Saran
1. Memperbaiki posisi duduk saat menjahit, yaitu sikap duduk yang tegak yang diselingi
istirahat sedikit membungkuk.
2. Menyediakan tempat duduk yang dilengkapi dengan meja pada saat menjahit.
3. Melakukan pendataan terhadap pekerja yang mengalami LBP secara berkala agar
dapat dilakukan upaya pencegahan untuk mengurangi angka kesakitan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Basuki, Kristiawan. (2009). Analisis faktor risiko kejadian low back pain pada operator
tambang sebuah Perusahaan Tambang Nickel di Sulawesi Selatan tahun 2007-2008.
Semarang. Program Studi Magister Promosi Kesehatan.
2. Depkes RI. 2008. Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan.
Jakarta.
3. Deyo, Richard and James, Weinstein. Low Back Pain. New England Journal Med. Vol
344 No. 5. 2001.
4. Jannis J. 2000. Pathophysiology event on Low Back Pain. Jakarta : Bagian Neurologi
FKUI/RSUPN-CM;2 Oktober 2000. dalam pertemuan PERDOSSIJAYA.
5. Manek, Nisha dan Mac Gregor. Epydemiology of Back Disorder : Prevalence, Risk
Factors and Prognosis. Curr Opin Rheumatol. 2005 ; 17(2) : 134-140.2005 Lippincot
Williams & Wilkins.
6. Murtagh, John. Low Back Pain in : General Pratice. Third Edition. The McGraw-
HillCompanies. Australia. 2003.
7. Notoatmodjo S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
8. Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work, and Health. Maryland, Gaithersburg
:Aspen Publishers, Inc
9. Rachel, Sulvana. Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Perawatan Lapangan Golf di
Perusahan X dan Faktor faktor yang Berhubungan. Tesis. Jakarta :Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.
10. Rumawas RT. Nyeri Pinggang Bawah (Pandangan umum). Kumpulan makalah lengkap
Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI). Palembang, 8-12
Desember 1996
11. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri Punggung Bawah. dalam: Nyeri Neuropatik,
Patofisioloogi dan Penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS,
Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167.
12. Sumarni, Herni. Analisis Faktor Resiko Ergonomi dan Keluhan Subyektif Terhadap
Resiko Terjadinya Musculoskeletal disorders (MSDs) Pada Karyawan Bagian Produksi
Seksi Welding 2A di Plant PT.X Tahun 2008. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. 2008.
13. Sumamur PK. 1996. Higine Kesehatan dan Keselamatan Kerja. hal. 87-97. PT Toko
Jakarta: Gunung Agung

24
14. Sunarto. Latihan pada Penderita Nyeri Punggung Bawah. Medika Jelita Jakarta Edisi
III/406.054. 2005.
15. Wheeler AH, Stubbart JR. Pathophysiology of Chronic Back Pain. (Cited Jan 2004)
Available from: URL http://www.emedicine.com/neuro/topic516.htm.

16. Zanni, Guido dan Jeannette, Wick. Low Back Pain : Eliminating Myths and Elucidating
Realities. J. Am Pharm Assoc 43(3):357-352. 2003 American Pharmaceutical
Association.

25
PROFIL PERUSAHAAN
Total pekerja : 40 orang
Leader : 1 orang
Produksi : 25 orang
Gudang : 6 orang
Distributor : 4 orang
Staf : 4 orang
Total produksi per hari : 20 30 set

1. Devisi produksi
a. Pembuat rangka Spingbed
Rangka spingbed terbuat dari baja asli, dibuat berbentuk rangka dengan
bantuan mesin yang mempermudah pengerjaannya. Pekerja dalam bagian ini
menggunakan alat pelindung diri berupa kaos tangan berbahan kain 2 sampai 3
lapis.
b. Clapping
Pada bagian ini rangka springbed dikunci dengan cara diklep agar rangka yang
telah jadi tidak mudah terlepas. Pengerjaannya menggunakan alat bantu yang
menggunakan bantuan angin sebagai tenaganya. Digunakan secara manual oleh
pekerja yag menggunakan alat pelindung diri berupa kaos tangan berbahan kain.
c. Cottonsheet
Di divisi ini rangka dilapisi dengan bahan kain daur ulang dengan tujuan untuk
meredam gerekan antara logam baja yang digunakan untuk membuat rangka
springbed karena jika terjadi gesekan dapan menimbulkan gelombang
elektromagnetik yang menimbulkan listrik. Kemudian rangka dan kainnya diklep agar
tidak dapat terlepas. Pekerja pada divisi ini menggunakan alat pelindung diri berupa
kaos tangan berbahan kain.
d. Gunting kain
Kain dan busa untuk melapisi rangka dibentuk dibagian ini. Digunting sesuai
type srpingbed dn kualitasnya. Pada bagian ini pekerja tidak menggunakan alat
pelindung diri.
e. Jahit kain

26
Kain yang telah digunting, kemudian dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran
rangka yang ingin dipasangkan. Mesin jahitnya merupakan mesin jahit otomatis yang
menggunakan mesin. Pekerja pada divisi ini menggunakan kursi yang mempunyai
sandaran.
f. Tape edge
Merupakan proses untuk melapisi rangka dengan bahan lunak yang telah
dijahit dan dibentuk. Pada bagian ini kain dipasang menggunakan lem pada rangka.
Sehingga pekerja pada bagian ini menggunakan alat pelindung diri berupa masker
dan kaos tangan berbahan kain.
g. Rangka Box
Pembutan rangka untuk ranjang yang dibuat dari kayu yang dirangkai
menggunakan alat tembak dengan tenaga angin untuk membuat rangkanya. Pekerja
pada bagian ini menggunkan alat pelindung diri berupa kaos tangan berbahan kain.
h. Rangka sandaran tempat tidur
Pada bagian ini rangka sandaran yang terbuat dari kayu dilapisi dengan busa
dan kain kemudian dilapisi plastik sebagai pembungkusnya. Pada bagian ini pekerja
menggunakan alat pelindung diri berupa kaos tangan berbahan kain.
2. Packaging dan warehouse
Pada bagian ini hasil produksi dimasukkan ke dalam box dan dilakukan pengemasan.
Selain itu dibagian ini juga dilakukan penyimpanan hasil produksi untuk nantinya siap
didistribusikan.
3. Distributor
Pada bagian ini semua hasil yang telah di proses di perusahaan dari awal sampai akhir
akan di kirim ke konsumen yang telah melakukan permintaan barang pada perusahaan tersebut.
Adapun yang berperan penting dalam bagian distributor ini adalah supir dan kornet.

Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja


Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan produktivitas.
Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan

27
produktivitas dan kualitas produk secara langsung berhubungan dgn disain
kondisi
kerja Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik
pekerjaan dilakukan dan kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari
posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan
hambatan dan risiko.
Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur
sedemikian
sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan. Tempat tempat
duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja-pekerja dan
pekerjapekerja
harus diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya

Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja.


Ini berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan
kebutuhan
pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain
ergonomis
yang efektif menyediakan workstation, peralatan dan perlengkapan yang
nyaman
dan efisien bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan
kerja yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau
menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian
antara
tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang
berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.
Risiko potensi bahaya ergonomi akan meningkat:
dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi;
dengan postur tidak netral atau canggung;
bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;
bila kurang istirahat yang cukup.

Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan bahaya


organisasi
kerja dan ergonomis?
Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran, kursi /
bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.
Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada posisi
netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan memberikan
istirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini dapat mengurangi risiko
kram berulang dan tingkat kecelakaan dan kesalahan.

28

Anda mungkin juga menyukai