PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam penulisan referat dengan
topik SKORING TRAUMA ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan skoring trauma?
2. Apakah tujuan dilakukan skoring trauma?
3. Bagaimana cara untuk melakukan penilaian dalam skoring trauma?
4. Apakah kekurangan dan kelebihan tiap metode dari skoring trauma?
5. Bagaimana aplikasi skoring trauma dalam bidang forensik?
6. Apa sajakah keterbatasan skoring trauma dalam pengguaan klinis?
Sebagai bekal dalam menjalani profesi sebagai dokter muda, ataupun saat setelah
berprofesi dokter.
2. Bagi Institusi Pendidikan
- Sebagai materi tinjauan pustaka yang diharapkan dapat melengkapi database
tinjauan ilmiah yang sudah ada.
- Sebagai bentuk kontribusi pemikiran kepada masyarakat, terutama terkait
kasus-kasus bidang Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang berkembang
di masyarakat.
3. Bagi Institusi Penegak Keadilan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
New Injury Severity Score (NISS)
Anatomic Profile
2. Fisilogik: untuk menilai pengaruh trauma pada fungsi tubuh terkait
Revised Trauma Score (RTS)
Glasgow Coma Score (GCS)
Acute Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE)
3. Kombinasi
Trauma and Injury Severity Score(TRISS)
International Classification of Disease-based ISS (ICISS)
Penilaian AIS didapat dari 6 regio tubuh (kepala, wajah, dada, perut, ekstremitas
termasuk pelvis, serta eksternal). Tiga regio dengan derajat tertinggi dikuadratkan dan
dijumlahkan untuk mendapatkan skor ISS.
4
Tabel 2. Liver Injury Scale
Grade* Injury Type Description AIS-90
I Hematoma Subcapsular, <10% surface area 2
Laceration Capsular tear, <1 cm parenchymal depth 2
II Hematoma Subcapsular, 10-50% surface area 2
Laceration Intraparenchymal, <10 cm in diameter 2
Capsular tear, 1-3 cm parenchymal depth, <10 cm 2
length
III Hematoma Subcapsular, >50% surface area or expanding 3
Laceration Ruptured subcapsular or parenchymal hematoma 3
Intraparenchymal hematoma >10 cm or expanding 3
>3 cm parenchymal depth 3
IV Laceration Parenchymal disruption involving 25-75% of hepatic 4
lobe or 1-3 Couinauds segments within a single
lobe
V Laceration Parenchymal disruption involving >75% of hepatic 5
Vascular 5
lobe or
Vascular 6
>3 Couinauds segments within single lobe
Juxtahepatic venous injuries; i.e., retrohepatic vena
cava/central major hepatic veins
Hepatic avulsion
* Dinaikkan satu tingkat untuk trauma multipel dengan batas tingkat III
5
Tabel 4. Small Bowel Injury Scale
Grade* Injury Description AIS-90
Type
I Hematoma Contusion or hematoma without devascularization 2
Laceration Partial thickness, no perforation 2
II Laceration Laceration <50% of circumference 3
III Laceration Laceration >50% of circumference without 3
transection
IV Laceration Transection of small bowel 4
V Laceration Transection of small bowel with segmental tissue loss 4
Vascular Devascularized segment 4
* Dinaikkan satu tingkat untuk trauma multipel dengan batas tingkat III
6
Tabel 8. Duodenum Injury Scale
Grade* Injury Type Description AIS-90
I Hematoma Involving single portion of duodenum 2
Laceration Partial thickness, no perforation 3
II Hematoma Involving more than one portion 2
Laceration Disruption <50% circumference 4
III Laceration Disruption 50-75% circumference of 2nd portion 4
Disruption 50-100% circumference of 1st, 3rd, 4th 4
portion
IV Laceration Disruption >75% circumference of 2nd portion 5
Involving ampulla or distal common bile duct 5
V Laceration Massive disruption of duodenopancreatic complex 5
Vascular Devascularization of duodenum 5
* Dinaikkan satu tingkat untuk trauma multiple dengan batas tingkat III
7
V Laceration Completely shattered kidney 5
Vascular Avulsion of renal hilum which devascularizes kidney 5
* Dinaikkan satu tingkat untuk trauma multiple dengan batas tingkat III
8
I Non-named SMA or SMV branches NS
Non-named IMA or IMV branches NS
Phrenic artery / vein NS
Lumbar artery / vein NS
Gonadal artery / vein NS
Ovarian artery / vein NS
Other non-named small arterial or venous structures requiring NS
ligation
II Right, left, or common hepatic artery 3
Splenic artery/vein 3
Right or left gastric arteries 3
Gastroduodenal artery 3
IMA or IMV trunk 3
Primary named branches of mesenteric artery or vein 3
Other named abdominal vessels requiring ligation/repair 3
III SMV trunk 3
Renal artery/vein 3
Iliac artery vein 3
Hypogastric artery/vein 3
Vena cava, infrarenal 3
IV SMA trunk 3
Celiac axis proper 3
Vena cava, suprarenal and infrahepatic 3
Aorta, infrarenal 4
V Portal vein 3
Extraparenchymal hepatic vein 3/5
Vena cava, retrohepatic or suprahepatic 5
Aorta, suprarenal, subdiaphragmatic 4
*Sistem klasifikasi ini dapat digunakan untuk trauma vaskular extraparenkim. Jika
trauma vaskular berada 2 cm di dalam parenkim organ, gunakan skala yang
spesifik terhadap trauma organ tersebut
9
Unilateral flail chest (3 ribs)
10
through, endocardium, with tamponade
11
I Intercostal artery/vein 2-3
Internal mammary artery/vein 2-3
Bronchial artery/vein 2-3
Esophageal artery/vein 2-3
Hemiazygos vein 2-3
Unnamed artery/vein 2-3
II Azygos vein 2-3
Internal jugular vein 2-3
Subclavian vein 3-4
Innominate vein 3-4
III Carotid artery 3-5
Innominate artery 3-4
Subclavian artery 3-4
IV Thoracic aorta, descending 4-5
Inferior vena cava (intrathoracic) 3-4
Pulmonary artery, primary intraparenchymal branch 3
Pulmonary vein, primary intraparenchymal branch 3
V Thoracic aorta, ascending and arch 5
Superior vena cava 3-4
Pulmonary artery, main trunk 4
Pulmonary vein, main trunk 4
VI Uncontained total transection of thoracic aorta or pulmonary hilum 5
*Naikkan satu tingkat untuk trauma tingkat III dan IV jika >50% keliling
pembuluh darah terkena trauma, serta kurangi satu tingkat untuk truma
tingkat IV dan V jika keliling pembuluh darah <25%.
Tabel 20. Head and Neck
cerebral injury with headache or dizziness but no loss of head and neck 1
consciousness
whiplash complaint with no anatomical or radiological head and neck 1
evidence
abrasions and contusions of ocular apparatus (lids, head and neck 1
conjunctivae, cornea, uveal injuries)
vitreous or retinal hemorrhages head and neck 1
fractures and/or dislocation of teeth head and neck 1
cerebral injury with/without skull fracture, less than 15 head and neck 2
minutes unconsciousness, no post-traumatic amnesia
undisplaced skull or facial bone fractures or compound head and neck 2
fracture of nose
laceration of the eye and appendages head and neck 2
12
retinal detachment head and neck 2
disfiguring lacerations head and neck 2
whiplash severe complaints with anatomical and radiologic head and neck 2
evidence
cerebral injury with or without skull fracture, with head and neck 3
unconsciousness more than 15 minutes, without severe
neurological signs, brief post-traumatic amnesia (less than 3
hours)
displaced closed skull fracture without unconsciousness or head and neck 3
other signs of intracranial injury
loss of eye head and neck 3
avulsion of optic nerve head and neck 3
displaced facial bone fractures or those with antral or orbital head and neck 3
involvement
cervical spine fractures without cord damage head and neck 3
cerebral injury with or without skull fracture with head and neck 4
unconsciousness of more than 15 minutes, with definite
abnormal neurological signs; post-traumatic amnesia 3-12
hours
compound skull fracture head and neck 4
cerebral injury with or without skull fracture with head and neck 5
unconsciousness of more than 24 hours; post-traumatic
amnesia more than 12 hours
intracranial hemorrhage head and neck 5
signs of increased intra-cranial pressure (decreasing state of head and neck 5
consciousness, bradycardia under 60, progressive rise in
blood pressure, or progressive pupil inequality)
cervical spine injury with quadraplegia head and neck 5
major airway obstruction head and neck 5
13
Kepala dan leher Kontusio serebral 3 9
Wajah Tidak terdapat trauma 0
Dada Flail chest 4 16
Perut Kontusio minor hepar 2
Rupture lien 5 25
Ekstremitas Fraktur femur 3
Eksternal Tidak terdapat trauma 0
Injury severity score: 50
Skor ISS berkisar dari 0 sampai 75. Jika sebuah trauma diidentifikasi dengan skor
AIS berjumlah total skor 6 (trauma yang tidak dapat ditangani), skor ISS secara otomatis
berjumlah 75. Skor ISS ini digunakan dalam system scoring anatomis serta dapat digunakan
untuk memperkirakan kematian, keparahan, rawat rumah sakit, serta pengukuran derajat
keparahan yang lain.
Kelemahan dari sistem ini adalah jika terdapat kesalahan dalam scoring AIS maka
tingkat kesalahan ISS juga meningkat. Bentuk trauma yang berbeda dapat menghasilkan skor
ISS yang sama. Selain itu deskripsi trauma yang lengkap tidak dapat diketahui. Oleh karena
itu, dibandingkan sistem penilaian anatomis lain, ISS tidak dapat digunakan sebagai alat
triase. Kelemahan yang lain adalah terdapatnya keterbatasan untuk menghitung trauma
multipel pada region tubuh yang sama.
14
Tidak ada 1
Respon motorik terbaik (M)
Ikut perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada (flasid) 1
Respon verbal (V)
Berorientasi baik 5
Berbicara mengacau (bingung) 4
Kata-kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada 1
Nilai GCS = E + M + V
Interpretasi : GCS 13 = cedera kepala ringan ( mild brain injury )
GCS 912 = cedera kepala sedang ( moderate brain injury )
GCS 8 = cedera kepala berat ( severe brain injury )
Penulisan frase GCS 11 tidak memiliki arti, lebih penting penulisan GCS ditulis tiap-tiap
komponen, seperti E3V3M5 = GCS 11.
15
Potentially important trauma 11 pasien sebaiknya dirawat di pusat pelayanan trauma.
Nilai RTS antara 0 7,8408. Jika pada RTS < 4 disarankan untuk mengidentifikasi
pasien tersebut sebagai pasien yang sebaiknya dirawat atau segera dirujuk ke pusat
pelayanan trauma. Nilai ini berguna untuk triage prehospital, evaluasi outcome, dan
jaminan kualitas dalam pelayanan critical service
.
16
yang diintubasi dan dibantu dengan ventilator. Penentuan respon verbal pada GCS dan laju
pernafasan sulit dinilai pada pasien tersebut. Selain itu, pasien yang kondisinya sedang dalam
pengaruh alkohol atau obat-obatan yang mempengaruhi syaraf pusat atau dibawah pengaruh
alkohol atau penyalahgunaan obat juga sulit dinilai. Tindakan alternatif pada keadaan tersebut
adalah menggunakan respon motorik terbaik dan respon membuka mata untuk menghitung
atau memprediksikan respon verbal. Penelitian menunjukkan subtitusi respon motorik terbaik
untuk GCS berakibat tidak kehilangan kemampuan prediksi. Sekarang ini, peneliti telah
menunjukkan bahwa respon motorik terbaik memprediksi mortalitas trauma sama baiknya
atau lebih baik daripada skoring trauma lain.
Blunt Penetrating
17
b0 -0.4499 -2.5355
b1 0.8085 0.9934
b2 -0.0835 -0.0651
b3 -1.7430 -1.1360
INCLUDEPICTURE "../../../Documents%20and%20Settings/Super%20Client/Local
%20Settings/forensik/TRISS
%20kY/triss_wwwtraumaorg_archive_scores_triss_files/trauma.gif" \*
MERGEFORMAT
INCLUDEPICTURE INCLUDEPICTURE INCLUDEPICTURE
"../../../Documents%20and "../../../Documents "../../../Documents
%20Settings/Super %20and %20and
%20Client/Local %20Settings/Super %20Settings/Super
%20Settings/forensik/TRIS %20Client/Local %20Client/Local
S %20Settings/forensik/T %20Settings/forensik/T
%20kY/triss_wwwtraumao RISS RISS
rg_archive_scores_triss_fil %20kY/triss_wwwtraum %20kY/triss_wwwtraum
es/iss.gif" \* aorg_archive_scores_tris aorg_archive_scores_tris
MERGEFORMAT s_files/rts.gif" \* s_files/triss.gif" \*
MERGEFORMAT MERGEFORMAT
18
Keterbatasan:
- Memiliki akurasi yang sedang untuk memprediksi kelangsungan hidup.
- Adanya masalah pada ISS (misal inhomogenitas, tidak dapat digunakan untuk luka
multipel pada regio yang sama).
- Tidak ada informasi yang menggambarkan kondisi sebelumnya (missal adanya
penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronik, sirosis).
- Mirip dengan RTS: tidak dapat digunakan pada pasien yang diintubasi karena
Respiratory rate dan respon verbal tidak dapat diperoleh.
- Tidak dapat digunakan pada pasien mix.
- Faktor waktu tidak dimasukkan: hipotensi ringan (BP = 70, kode RTS = 2) dan
hypotensive selama 3 jam (BP = 70, kode RTS = 2) sehingga membuat perbedaan
yang sangat besar.
Kegagalan metodologi:
- Parameter GCS pada RTS tidak akurat. Score GCS condong terhadap pengaruh respon
motorik sehingga pasien dengan score yang sama bisa mempunya Ps yang berbeda
secara signifikan. Taksiran kegagalan penilaian score GCS kira kira setinggi 50 %.
- Pada analisis regresi logistik tidak akan colinearity antara prediktor. Tapi RR, BP, dan
GCS digabungkan, padahal ketiga variabel tersebut sama-sama menjadi indikator
kekurangan oksigen sehingga dapat memberikan kesalahan yang tinggi pada prediksi
TRISS.
- Keuntungan TRISS yang sesuai pada populasi kita menjadi rendah, jika prediktor
distribusi berbeda signifikan dari referense populasi di US.
19
kondisi ini tidak dapat dengan kesalahan penanganan atau pengabaian medis.
Berikut ini adalah pasal pasal yang mengatur mengenai derajat trauma:
Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh secara
sempuma, atau yang menimbulkan bahaya maut;
- untuk selamanya tidak mampu menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan yang
merupakan mata pencaharian;
- kehilangan salah satu pancaindera;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
- gugurnya atau terbunuhnya kandungan seorang perempuan.
Pasal 360.
(s.d. u. dg. UU No. 1 / 1960.)
(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat
luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
(2) (s.d.u. dg. UU No. 18/Prp/1960.) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit
sementara atau tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus
rupiah.
Pasal 361.
Bila kejahatan yang diterangkan dalam bab inidilakukan dalam menjalankan suatu
jabatan atau pekerjaan, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
yang bersalah untuk menjalankan pekerjaan dalam mana dilakukan kejahatan itu dan
hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan. (KUHP 10, 35, 43, 92.)
Maka dari itu, dirasakan penting untuk menentukan derajat trauma dengan benar dengan
tujuan agar dapat menentukan hukuman yang tepat bagi pelaku.
20
BAB III
KESIMPULAN
Trauma merupakan kejadian yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Trauma
tersebut sering menyebabkan luka. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan derajat
keringanan luka adalah trauma scores.
Skoring trauma adalah penginterpretasian tingkat keparahan luka dalam bentuk angka
sehingga dapat membantu dokter membahasakannya dalam bentuk yang mudah dimengerti
oleh orang awam. Semua kelainan yang dialami akibat trauma harus diliat dari aspek medis
dan aspek yuridis. Trauma scores dapat diklasifikasikan sebagai dalam tiga kelompok:
physiologic scores, anatomic scores, dan combined scores.
Pedoman Pembuatan Visum et Repertum (VeR) Korban Hidup dan Trauma-Related
Injury Severity Score (TRISS) digunakan untuk meningkatkan kualitas VER.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter Dan Penegak Hukum,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang; 2007.
2. Bilgin NG, Mert E, Camdeviren H. The usefulness of trauma scores in determining the
life threatening condition of trauma victims for writing medical-legal reports. (Online)
2009 (cited 2009 Des 27); Available from:
URL:www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1726589/
3. Pohlman TH, Bjerke HS, Offner P. Trauma scoring system. (Online) 2009 (cited 2009
Des 27); available from : URL : www.emedicine.medscape.com
22