I. LATAR BELAKANG
Kawasan perkotaan di lndonesia cenderung mengalami permasalahan yang tipikal,
yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi sehingga
menyebabkan pengelolaan ruang kota makin berat. Jumlah penduduk perkotaan yang tinggi
dan terus meningkat dari waktu ke waktu tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya
tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota, sehingga penataan ruang kawasan perkotaan
perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan
hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik (open spaces) di
perkotaan untuk mengatasi kondisi lingkungan kota sebagai suatu teknik bioengineering dan
bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan.
Kualitas ruang terbuka publik, terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun
terakhir, mengalami penurunan yang sangat signifikan. Menurunnya kuantitas dan kualitas
ruang terbuka publik tersebut, baik berupa Ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka
non-hijau, telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti seringnya
terjadi banjir diperkotaan, tingginya polusi udara, dan meningkatnya kerawanan social
(kriminalitas, tawuran antar warga), serta menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress
karena terbatasnya ruang yang tersedia untuk interaksi sosial.
Akibat langsung dari ketidakseimbangan antara lingkungan terbangun (binaan) dengan
lingkungan perlindungan (alam) menyebabkan penurunan mutu lingkungan kota
(environmental degradation).
Untuk mencapai lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan, diperlukan Penataan Ruang Kota-kota di seluruh Indonesia yang sejauh
mungkin harus disesuaikan dengan kondisi bio-geografi lingkungan alaminya. Artinya
sedapat mungkin menyesuaikan diri dengan alam sekitar, apabila tidak ingin menuai
bencana. Kebijakan penataan ruang harus menerapkan keseimbangan antara ruang binaan
dan ruang alam, sehingga proses asimilasi dan metabolisme alami dalam lingkungan
perkotaan tetap bisa berlangsung (secara alami) pula, dengan tetap memperhatikan
peningkatan bidang ekonomi (economical advantage), menyediakan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) terutama di segala penjuru kota, yang dijalin dalam suatu sistem Metropolitan Tropical
Park dan dapat mencapai seluruh sudut kota terutama di sekitar pemukiman.
Berbagai media sosialisasi RTH kota telah lama dilaksanakan, baik yang resmi oleh
pemerintah, maupun oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait, selama lebih dari
empat dekade (sejak 1965) akhirnya semakin meningkatkan kepedulian pengelola dan warga
kotanya sendiri untuk mendorong dan mendukung pengadaan RTH betapapun kecilnya,
bahwa RTH perlu ada di antara struktur bangunan (hutan) beton sebagai pelunak dan
penyejuk lingkungan.
Berbagai kondisi Lingkungan Hidup yang negatif tersebut, memacu kejadian kerusakan
Lingkungan H kotamenjadi berantai, kait mengkait. Pada kawasan permukiman kota tepi air,
masalah klasik adalah bencana banjir, air bah, atau terjadinya kerusakan dan pencemaran
pesisir pantai bila terjadi gelombang pasang yang dahsyat (semacam tsunami, akibat gempa
bumi tektonik jauh dari dasar laut). Adanya genangan air laut ke arah darat yang tentunya
membawa kerusakan akibat air asin, atau intrusi air laut yang mengisi kantong-kantong air
tanah (aquifer). Pada kota-kota di daerah lereng pegunungan terjadi tanah longsor dan juga
banjir (lumpur) akibat tak adanya tanaman yang bisa mengikat atau menahan air hujan yang
terakumulasi, apalagi kalau debit air hujan tinggi, dan seterusnya.
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian
dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau
tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,
kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Penyusunan Evaluasi Rancangan
Peraturan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bekasi.
RTH perkotaan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi, berbagai fungsi yang
terkait dengan keberadaannya (fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan arsitektural) dan nilai
estetika yang dimilikinya (obyek dan lingkungan) tidak hanya dapat dalam meningkatkan
kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi
nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik
dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan
distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkannya.
Karakter ekologis, kondisi dan keinginan warga kota, serta arah dan tujuan pembangunan
dan perkembangan kota merupakan determinan utama dalam menentukan besaran RTH
fungsional. Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang
diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai,
danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai kolam-kolam retensi. Dalam upaya
mewujudkan ruang kota yang nyaman, produktif dan berkelanjutan, maka sudah saatnya kita
memberikan perhatian yang cukup terhadap keberadaan ruang terbuka publik, khususnya
RTH di perkotaan.
Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana
tujuan Penataan Ruang disamping terselenggaranya pemanfaatan ruang berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, juga terselenggaranya pemanfaatan ruang
kawasan lindung dan kawasan budidaya, dan tercapainya pemanfaatan ruang yang
berkualitas.
dalam pembangunan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bekasi sehingga
dapat:
1) Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air
2) Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan
alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
3) Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman
lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih.
Adapun sasaran yang hendak dicapai melalui pelaksanaan pekerjaan ini adalah:
1) Teridentifikasinya kondisi eksisting RTH di Kabupaten Bekasi.
2) Terevaluasinya Penyusunan Rancangan Peraturan Ruang Terbuka Hijau di
Kabupaten Bekasi sesuai bentuknya yang memenuhi fungsi ekologis
keunikan/kekhasan kota, sosial budaya, arsitektural dan ekonomi dalam struktur pola
ekologis dan pola planologis sehingga mampu meningkatkan kualitas ruang di
Kabupaten Bekasi.
3) Terumuskannya kebutuhan dan pola penempatan Ruang Terbuka Hijau sesuai fungsi
ruang di Kabupaten Bekasi.
4) Tersedianya Peraturan mengenai pedoman pembangunan, pengelolaan dan
pemeliharaan RTH di Kabupaten Bekasi.
a. Bertanggung jawab sebagai team leader atas semua pekerjaan yang telah
diberikan sesuai dengan keahliannya
b. Memimpin dalam melakukan konsolidasi bersama tim
c. Melaksanakan, melakukan dan merumuskan arahan pelaksana pekerjaan
d. Melakukan identifikasi terhadap data yang didapat
e. Melakukan analisis dari data-data yang telah ada
f. Membantu membuat solusi dan alternative pemecahan permasalahan
TENAGA TEKNIS
TENAGA PENDUKUNG
1. Office Manager dengan latar belakang pendidikan D3 semua jurusan dengan
pengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dengan tugas antara lain :
Pendekatan dan metodologi yang digunakan pada masing-masing kegiatan dan tahapan
tersebut didasarkan pada skema hubungan tiap lingkup kegiatan
Garis besar kegiatan yang dilakukan
Metode yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan tersebut
Keterkaitan antar kegiatan baik dalam satu tahapan maupun antar tahapan
Tahap persiapan dan identifikasi awal merupakan tahapan yang mengawali pelaksanaan
pekerjaan dengan targetan yang ingin dicapai :
Tersepakatinya metoda & rencana kerja
Tersusunnya rencana pelaksanaan survai
Terpahaminya gambaran awal permasalahan dan kebutuhan (sintesa & hipotesa)
Tersedianya peta dasar untuk survai
Pada tahap ini terbagi menjadi 6 bagian yaitu mobilisasi tim, pemantapan dan penyepakatan
metodologi dan rencana kerja, kajian kebijakan, identifikasi wilayah studi dan deliniasi
kawasan perencanaan, identifikasi isu dan permasalahan lokal kawasan, serta inventarisasi
kebutuhan data dan desain survey.
1. Mobilisasi Tim
Bagian ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengkoordinasi intern dengan pemberi
kerja.
Tujuan : untuk mengkoordinasi intern pembuat kerja dengan pemberi kerja.
Metode : Diskusi Koordinasi
Bagian ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memantapkan dan menyepakati
metodologi dan rencana kerja yang akan dilakukan.
Tujuan : untuk mengkoordinasi pemantapan dan penyepakatan metodologi dan rencana
kerja yang akan dilaksanakan.
Metode : Diskusi Koordinasi
3. Kajian Kebijakan
Bagian ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menguraikan mengenai Kebijakan
Pembangunan kawasan perencanaan, khususnya terkait dengan perencanaan ruang terbuka
hijau
Tujuan : untuk mengkaji kebijakan perencanaan yang sudah ada di kawasan perencanaan
Metode : Study Literatur
Bagian ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendeliniasi
kawasan perencanaan.
Tujuan : untuk mengidentifikasi dan mendeliniasi kawasan perencanaan
Metode : Study Literatur dan Diskusi Koordinasi
Bagian ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menguraikan isu-isu baik isu yang
menguatkan dan isu yang bersifat melemahkan perencanaan kawasan dan juga identifikasi
permasalahan kawasan.
Tujuan : untuk mempertajam pemahaman tentang hipotesa awal isu dan permasalahan
kawasan.
Metode : Study Literatur dan Diskusi Koordinasi
Bagian ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk pembuatan desain survei yang
didasarkan pada hasil-hasil dari keseluruhan proses pada tahap persiapan.
Tujuan : untuk memudahkan kebutuhan data yang akan di ambil pada saat survey.
Metode : Study Literatur dan Diskusi Koordinasi
X. TEKNIK PENYAJIAN
Teknik penyajian untuk setiap laporan harus sesuai dengan ketentuan berikut :
1. Pengetikan menggunakan program Word dengan spasi 1,5 pada kertas HVS putih
polos dengan penulisan 2 kolom.
3. Khusus peta menggunakan program arc view, untuk peta di dalam buku laporan
dibuat A3 dan semuanya berwarna.
4. Kulit/sampul sesuai standart warna yang telah ditetapkan
5. CD/disket yang berisi seluruh file laporan, baik materi tulisan, peta maupun gambar
diserahkan kepada pemberi pekerjaan.
6. Hardisk 1 terra
HAK KONSULTAN
Executive summary berisi ringkasan laporan akhir yang dibuat dalam format buku
sebanyak 10 (sepuluh eksemplar).
f. Album peta/ album gambar, berisi peta eksisting dan rencana, album gambar
dicetak berwarna diatas kertas ukuran A1 sebanyak 2 (dua) eksemplar berskala
1 : 10.000 dengan kedalaman 1:5000 sehingga jelas dan mudah dimengerti yang
berisi :
XIII. PENUTUP
Setelah mendapatkan Kerangka Acuan Pekerjaan ini, Konsultan yang diundang untuk
mengikuti seleksi langsung untuk Kegiatan penyusunan Evaluasi Rancangan
Peraturan Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Bekasi, diminta untuk mempelajari secara
cermat dan teliti. Hal-hal lain yang dinilai kurang jelas dapat ditanyakan pada waktu
rapat penjelasan (Anwijzing).