Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KERJA PRAKTEK

MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


DI RUMAH SAKIT (K3RS) RS JIWA GRHASIA DIY

Oleh:

BOBBY PRATAMA 13513069


NUR ARIEF KURNIAWAN 13513225

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2017
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun sebagai syarat kelulusan Kerja Praktek

di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta

Pelaksana Kerja Praktek,

Peserta didik KP,

(Nur Arief Kurniawan) (Bobby Pratama)

NIM.13513225 NIM.13513069

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Kerja Praktek Koordinator Kerja Praktek

(Azham Umar Abidin, S.K.M, M.PH) (Adam Rus Nugroho ,S.T., M.T.)

NIP : 165131303 NIK.155131304

1
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.2 6
1.3 6
1.4 7
1.4.1 7
1.4.2 7
1.4.3 7
BAB II 8
TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 8
2.2 11
2.3 13
2.4 17
2.5 18
2.6 18
BAB III 18
METODE KERJA PRAKTEK 18
3.3.1 21
3.3.2 22
3.3.3 22
3.3.4 22
3.3.5 22
BAB IV 20
PEMBAHASAN 20
4. 3 Error! Bookmark not defined.

2
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Pelaksana Kerja Praktek adalah mahasiswa/i Jurusan Teknik Lingkungan FTSP- UII,
Yogyakarta, yang identitasnya diuraikan sebagai berikut: 42
BAB V 43
PENUTUP 43
DAFTAR PUSTAKA 44

3
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah Sakit merupakan fasilitas kesehatan yang paling kompleks diantara
jenis fasilitas kesehatan yang ada. Kompleksitas Rumah Sakit ini dapat ditinjau
dari jumlah dan karakteristik layanan yang tersedia, luasnya area yang diperlukan
untuk menjalankan layanan, jumlah dan ragam personal yang terlibat dalam
layanan, jumlah dan ragam personal yang terlibat dalam layanan, serta peralatan
dan teknologi yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan, Seperti halnya
fasilitas kesehatan lainnya, Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang sangat
serat dengan potensi bahaya kesehatan dan keselamatan pekerjanya. Risiko
terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan menjadi semakin besar pada
pekerja disuatu Rumah Sakit mengingat Rumah Sakit merupakan fasilitas
kesehatan paling kompleks seperti yang disebutkan sebelumnya dan merupakan
tempat yang padat tenaga kerja.
Kebutuhan terhadap layanan kesehatan semakin meningkat sebanding
dengan pertumbuhan penduduk dan pertambahan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya kesehatan. Peningkatan kebutuhan ini menyangkut
pertambahan jumlah dan besarnya suatu fasilitas kesehatan, termasuk Rumah
Sakit yang berdampak pada peningkatan jumlah pekerja. Tentu saja pekerja
tersebut berkemungkinan besar terkena bahaya potensial kesehatan yang ada.
Rumah Sakit mempunyai perbedaan khas dengan tempat kerja yang lain
terkait dengan terbukanya akses bagi bukan pekerja dengan leluasa. Berbeda
dengan tempat kerja lain, hanya pekerja saja yang dapat memasuki area pabrik
misalnya. Sebagai konsekuensinya, pajanan bahaya potensial yang terdapat di
Rumah Sakit dapat mengenai bukan hanya pekerja, tetapi juga komunitas bukan
pekerja dalam hal ini pengguna jasa Rumah Sakit, dan juga pengunjung lainnya.
Perbedaan lain adalah dengan berlangsungnya kegiatan yang terus menerus 24

4
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

jam dan 7 hari seminggu, menjadikan risiko gangguan kesehatan menjadi lebih
besar sebagai akibat lama pajanan terhadap bahaya potensial menjadi lebih lama.
Oleh karena itu keselamatan kerja harus benar-benar di terapkan dalam
suatu Rumah Sakit atau tempat kerja lainnya dimana didalamnya tenaga kerja
melakukan pekerjaanya. Bukan hanya pengawasan terhadap mesin, dan peralatan
lain saja tetapi yang lebih penting pada manusianya atau tenaga kerjanya. Hal ini
dilakukan Karena manusia adalah faktor yang paling penting dalam suatu proses
produksi. Manusia sebagai tenaga kerja akan selalu berhadapan dengan suatu
resiko kerja yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja yang berdampak cacat
sampai meninggal.
Suatu kecelakaan akan berpengaruh luas terhadap penderita kecelakaan,
bukan hanya pada dirinya sendiri, tetapi kemungkinan yang lebih besar akan
berpengaruh terhadap orang lain, misalnya keluarga sikorban. Hal ini sangat
terasa jika keluarganya tersebut menggantungkan hidupnya dari hasil kerjanya.
Tidak mustahil apabila kapasitas kerja seseorang akan turun setelah sembuh dari
kecelakaan sehingga hasil dari kerjanya juga menurun, lebih lagi apabila sampai
merenggut jiwanya. Kerugian akibat kecelakaan bisa berwujud kerusakan,
kekacauan, kelainan dan cacat, serta kematian.
Oleh karena itu setiap tempat kerja harus ada pengawasan yang dapat
memperhitungkan akan kecelakaan yang timbul, hubungannya dengan efisiensi
kerja. Tidak dapat disangkal bahwa setiap karyawan akan lebih senang atau aman
bekerja dibagian yang tidak atau sedikit sekali terdapatnya resiko kecelakaan dan
lebih senang bekerja disuatu bagian yang mempunyai program pencegahan
kecelakaan yang dilaksanakan dengan baik.
Pendidikan dan pelatihan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit (K3RS) sangat penting untuk dierapkan khususnya bagi orang-orang
yang profesinya berkaitan dengan Rumah Sakit. Pelatihan yang diadakan ini
tujuannya adalah menjawab permasalahan permasalahan yang terkait Kesehatan
dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit dari aspek pengelolaannya, serta lebih
meningkatkan profesionalisme SDM Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang ada
di Rumah Sakit. Selanjutnya diharapkan para SDM Kesehatan dan Keselamatan
5
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Kerja tersebut lebih peka dan kreatif dalam implementasi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
K3 di Rumah Sakit dapat dilaksanakan dengan baik, maka pihak
manajemen Rumah Sakit perlu memahami berbagai hal yang terkait dengan K3.
Pelatihan yang diadakan ini tujuannya adalah menjawab atas permasalahan-
permasalahan yang terkait K3 di Rumah Sakit, tidak hanya dari aspek
pengelolaannya saja, akan tetapi lebih meningkatkan profesionalisme SDM K3
yang ada di Rumah Sakit, sehingga diharapkan para SDM K3 tersebut lebih peka
dan kreatif dalam implementasi K3 di Rumah Sakit. Dengan penerapan K3 RS
yang baik dan benar tersebut maka berbagai PAK dan KAK dapat diminimalisasi,
produktivitas pekerja dapat ditingkatkan dan pada akhirnya dapat meningkatkan
profit bagi Rumah Sakit.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan kegiatan kerja praktek ini:

1. Mahasiswa mengetahui sistem manajemen K3 meliputi prosedur, acuan


kelola, dokumentasi, survei, riwayat K3, APD, APAR, dan hidrant.
2. Pelaksanaan Kerja Praktek merupakan salah satu syarat kelulusan mata
kuliah kerja praktek jurusan teknik lingkungan fakultas teknik sipil dan
perencanaan Universitas Islam Indonesia
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pada
pelaksanaan Manajemen Risiko di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup kerja praktek ini adalah:

1. Pengenalan secara umum mengenai aktivitas - aktivitas di Rumah Sakit


Jiwa Grhasia yang berkaitan dengan kerja praktek,
2. Mempelajari serta melakukan pengamatan terhadap data-data sekunder

6
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

yang berkaitan dengan kegiatan K3


3. Mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan manajemen risiko di Rumah
Sakit Jiwa Grhasia.
4. Pembuatan laporan akhir sebagai pertanggung jawaban kerja praktek yang
dilakukan.
1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Perguruan Tinggi


1. Sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan mutu mahasiswa terutama
dalam menghadapi persaingan global dimasa yang akan datang.
2. Membina hubungan baik antara akademika dan instansi yang bersangkutan
3. Menyiapkan lulusan yang baik dan siap kerja
4. Mahasiswa bisa memberikan kritik dan saran pada Rumah Sakit Jiwa
Grhasia DIY

1.4.2 Bagi mahasiswa


1. Mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam dari dunia kerja yang akan

dihadapi oleh mahasiswa di masa mendatang.

2. Kesempatan memperdalam ilmu maupun memahami teknis dalam


menangani permasalahan keselamatan kerja di Rumah Sakit.

3. Melatih mahasiswa untuk berpikir secara kritis dalam menganalisa


masalah secara terperinci sehingga didapatkan pemecahaan masalah yang
sesuai untuk diterapkan.

4. Melatih mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang telah didapatkan pada


perkuliahan sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.

1.4.3 Bagi Perusahaan


1. Menjalin hubungan baik antara akademika dengan perusahaan.

2. Mendayagunakan mahasiswa dalam membantu memecahkan masalah


yang dihadapi oleh perusahaan, sesuai dengan kompetensi mahasiswa
yang bersangkutan.

7
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY


Rumah Sakit Jiwa GRHASIA Berdiri tahun 1938, sekitar 79 tahun yang
lalu. Pertama kali belum dijadikan sebagai rumah sakit jiwa seperti sekarang, dan
belum dinamakan GRHASIA, namun hanya berupa rumah tempat penampungan
orang-orang yang menderita gangguan jiwa. Selain di Yogyakarta, tempat
penampungan penderita gangguan jiwa juga didirikan di daerah-daerah yang
mayoritas berhawa dingin. Disebabkan di setiap penampungan masih
menggunakan sistem terapi tradisional yang hanya berupa hydroterapy (penderita
di guyur air dari kepala hingga ke seluruh tubuh, dan suasana dingin sengaja
digunakan sebagai pendingin jiwa alami).

Pertengahan tahun 1960, tempat penampungan penderita gangguan jiwa


dikenal dengan sebutan Rumah Sakit Lali Jiwa (dalam bahasa Jawa- apabila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti Rumah Sakit Orang yang Lupa
akan Jiwanya). Konotasi yang negatif tersebut memberikan inisiatif Pemerintah
Kota Yogyakarta untuk menggantinya pada tahun 1992. Rumah Sakit ini pernah
mengikuti perlombaan se-Asia. Maka dari itu dinamakan GRH Asia (GRH- Graha
Tumbuh Kembang Laras Jiwa) yang disingkat menjadi GRHASIA

Rumah Sakit Jiwa Grhasia merupakan satu-satunya Rumah Sakit di


wilayah Yogyakarta yang melayani penanganan masalah penyakit syaraf. Rumah
Sakit ini terletak di Jalan Kaliurang Km 17, Kecamatan Pakem, Sleman,
Yogyakarta. Rumah Sakit Grhasia awalnya berdiri di atas lahan yang masih
menjadi bagian dari tanah Kasultanan (sultan ground) seluas 104.250 m2 sejak
tahun 1938 dengan nama awal Koloni Orang Sakit Jiwa (KOSJ) Lalijiwo. Namun,
sebagian lahannya dengan luas 48.825 m2 kemudian digunakan sebagai lokasi
Lapas Narkotika, sehingga sisa lahan RS Jiwa Grhasia sekarang adalah 56.390 m2.
8
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 60


tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Grhasia, RS Jiwa
Grhasia bertanggung jawab kepada Gubernur Propinsi DIY dengan tugas
utamanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan, khususnya terkait dengan
kesehatan jiwa. RS Jiwa Grhasia menyediakan berbagai macam pelayanan rawat
jalan dan pelayanan spesialistik lain yang terkait dengan kesehatan jiwa. Jenis
instalasi penunjang kesehatan jiwa yang tersedia di RS Jiwa Grhasia meliputi
Instalasi Rehabilitasi, Penanganan Korban NAPZA, Kesehatan Jiwa Masyarakat
(Keswamas), Rekam Medik, dan berbagai instalasi pendukung lainnya. Upaya
pelaksanaan sistem manajemen K3 di Rumah Sakit (K3RS) di RS Jiwa Grhasia
dilakukan oleh Instalasi Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah Sakit (IPSRS).

Pelayanan DI RSJ.GRHASIA
Selain menangani penderita gangguan jiwa, RS GRHASIA juga mendirikan
pelayanan-pelayanan lain, yaitu penyakit dalam, saraf, kulit, sebagai penunjang
kesembuhan pasien. Seperti telah diketahui bersama, seorang penderita gangguan
jiwa akan kehilangan kemampuan motoriknya, sehingga sekedar menjaga
kebersihan diripun mereka memerlukan bantuan. Tak jarang berbagai penyakit
kulit diderita pula oleh penderita. Sedangkan layanan lain meliputi :
1. Instalasi Rawat Jalan
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Rawat Intensif
4. Rehabilitasi Mental
5. Kagawat Darurat
6. Rehab Medik Penyalahgunaan NAPZA
7. Poli Tumbuh Kembang Anak
8. Klinik Psikologi
9. Laboratorium Klinik sebagai penunjang
Pasien di RS GRHASIA juga diberikan Ocupational Therapy. Diharapkan pasien
dapat bersosialisasi dengan masyarakat setelah sembuh dari gangguannya dengan
kemampuan bekerja yang dimilikinya. Sebagian pasien yang sekiranya sudah

9
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

sedikit normal, diajarkan membuat telur asin (bagi pasien wanita) dan membuat
kerajian kayu dan membuat batu bata (bagi pasien pria) tentunya tetap dengan
pengawasan yang ketat. Nama dan Logo RS Jiwa Grhasia :

1. Nama
Grhasia berasal dari Bahasa latin Gracious yang artinya ramah. Grhasia
merupakan singkatan dari Graha Tumbuh Kembang Laras Jiwa yang
mempunyai makna sebagai berikut :
a. sebagai tempat untuk pelayanan / penyuluhan tumbuh kembang dan
penyelaras jiwa manusia dengan segala aspeknya
b. merupakan tempat bagi siapa saja dengan pelayanan yang ramah dan
luwes / fleksibel sesuai dengan kultur / budaya masyarakat Indonesia.
2. Logo
a. Dasar / Bentuk
Gelas dan ular merupakan symbol kesehatan/ pengobatan yang di
kembangkan menjadi bentuk sosok manusia yang sedang tumbuh
kembang, dimana aspek manusia menjadi pusat perhatian rumah sakit.
b. Lingkaran
Melambangkan kesempurnaan dan kebulatan tekad segenap karyawan dan
semua pihak
c. Huruf dan tulisan tipe arial
Suatu jenis huruf perpaduan Bold dan Normal yang melambangkan kesan

10
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

formal, tegas, memiliki kredibilitas dan legalitas yang jelas menuju arah
pengembangan RS
d. Warna
Warna hijau, melambangkan semangat pertumbuhan dan perkembangan
serta terkesan alamiah. Sedangkan warna hitam untuk menegaskan bentuk
huruf
e. Konfigurasu / susunan
Memusat (Centris) yang melambangkan keseimbangan dan keharmonisan
antar seluruh komponen di dalam rumah sakit

Visi, misi, dan tugas pokok


1. Visi : Menjadi pusat pelayanan kesehatan jiwa dan Napza paripurna yang
berkualitas dan beretika
2. Misi :
a. Mewujudkan pelayanan kesehatan jiwan dan NAPZA paripurna
b. Mewujudkan RS sebagai pusat pembelajaran, penelitian dan
pengembangan kesehatan jiwa dan Napza
c. Mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan menjamin kesehatan pasien
d. Mewujudkan pelayanan yang beretika dan mencerminkan budaya
masyarakat DIY
3. Tugas pokok
Rumah Sakit Jiwa Grhasia memiliki tugas menyelenbggarakan pelayanann
kesehatan, khususnya kesehatan jiwa (Perda DIY No. 7 Tahun 2008 dan
Pergub DIY No. 60 Tahun 2008).

2.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu program yang
dibentuk sebagai usaha untuk mencegah timbulnya penyakit kerja dan kecelakaan
kerja dengan cara melihat dan menganalisis hal-hal yang berpotensi menimbulkan
penyakit akibat kerja dan kecelakaan serta tindakan antisipasi apabila terjadi hal
tersebut. Adapun tujuan akhir dari dibuatnya program K3 tersebut adalah untuk

11
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

memengurangi biaya perusahaan dari penyakit kerja dan kecelakaan kerja.


Pentingnya penerapan K3 bagi perusahaan adalah tujuan dan efisiensi perusahaan
sendir juga akan tercapai apabila semua pihak melakukan pekerjaan masing-
masing dengan tenang dan tentram tanpa ada rasa khawatir akan ancaman yang
menimpa mereka (Alhamda dan Sriani, 2015)
Menurut OHSAS 18001, Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari suatu
sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk mengembangkan dan
menerapkan kebijakan K3 dan mengelola risiko-risiko K3. Sistem manajemen ini
merupakan sekumpulan elemen-elemen yang saling berkaitan yang termasuk di
dalamnya struktur organisasi, aktivitas perencanaan (termasuk, misalnya,
penilaian risiko dan penetapan tujuan), tanggung jawab, praktek, prosedur, proses,
dan sumber daya. Menurut Soehatman Ramli (2010), fungsi dan tujuan dari
penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah untuk mengurangi dan
mencegah kecelakaan yang ditimbulkan karena adanya suatu bahaya (hazard) di
lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan cedera atau kerugian materi. Untuk
mencapai tujuan ini, maka pengembangan sistem manajemen K3 harus berbasis
pengendalian risiko sesuai dengan sifat dan kondisi Hazard yang ada. Bahkan
dapat dikatakan bahwa K3 tidak di perlukan jika tidak ada sumber Hazard yang
harus di kelola (Tarigan, dkk, 2013).

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari


sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan pencapaian , pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko
yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman
(Permenaker No : PER. 05/MEN/1996). Dalam UU no. 13 tahun 2003 pasal 87
dijelaskan bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan lebih dari 100 orang
atau lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya
karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran,
pencemaran, dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan sistem manajemen K3.

12
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Hal ini diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan pasal 164 yang menyatakan bahwa pengelola tempat kerja wajib
menaati standar kesehatan kerja dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaarn. Bentuk upaya kesehatan kerja
yang harus dilakukan pengelola dijelaskan pada selanjutnya dimana upaya
tersebut meliputi upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan
bagi tenaga kerja.

2.3 Penerapan K3 di Rumah Sakit (K3RS)


Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk
mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif,
terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Manajemen risiko
K3 berkaitan dengan bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja yang dapat
menimbulkan kerugian bagi perusahaan (Ramli, 2010). Penerapan Sistem
Manajemen K3 di Rumah Sakit perlu mendapat perhatian khusus sebagai upaya
untuk melindungi dan mengurangi kemungkinan adanya dampak negatif yang
ditimbulkan oleh proses pelayanan kesehatan, keberadaan sarana prasarana, obat-
obatan dan logistik lainnya yang berada di lingkungan Rumah Sakit.

Penerapan K3RS ditujukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang


aman, sehat, dan produktif untu SDM Rumah Sakit, aman dan sehat untuk pasien,
pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit
sehingga proses pelayanan Rumah Sakit berjalan baik dan lancar. Pada dasarnya
konsep penerapan K3RS adalah sebagai upaya terpadu dari seluruh tenaga kerja
yang ada di Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk
menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan
nyaman bagi setiap orang yang ada di lingkungan Rumah Sakit.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


dinyatakan bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan, Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali dimana unsur
keselamatan dan Kesehatan Kerja termasuk sebagai salah satu hal yang dinilai di

13
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

dalam akreditasi Rumah Sakit. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka untuk
melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari risiko kejadian keselamatan
dan Kesehatan Kerja, diperlukan adanya penyelenggaraan K3RS secara
berkesinambungan.

Dalam penerapan K3 di Rumah Sakit berbagai faktor dapat mempengaruhi


kebrehasilan kebijakan K3 yang telah dibuat. Menurut Isnainingdyah (2016), hasil
uji Fisher pada hubungan antara dukungan manajemen rumah sakit dengan
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menyatakan nilai p-value yang
diperoleh sebesar 0,04. Angka ini menenjukkan adanya hubungan antara
dukungan manajemen dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja
paramedis di rumah sakit. Sehingga bisa dikatakan salah satu kunci keberhasilan
penerapan K3 Rumah Sakit adalah adanya dukungan dari Manajemen RS, tidak
hanya pimpinan tetapi juga seluruh bidang yang ada di bawahnya.

Selain itu, perlu adanya manajemen K3 yang bertugas khusus untuk


mengurusi segala hal yang berkaitan dengan penerapan K3 di rumah sakit.
Manajemen K3 sendiri adalah bagian dari sistem secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif.

Rumah Sakit yang berhasil menerapkan K3RS dengan baik akan memiliki
lebih sedikit riwayat kecelakan dan penyakit kerja. Selain itu, Rumah Sakit
tersebut juga akan mendapat predikat zero accident (kecelakaan nihil). M. Ilyas
(2017) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan suatu Rumah Sakit
masih belum mendapat predikat zero accident antara lain:

a. Rumah Sakit tersebut belum memenuhi beberapa aspek atau komponen yang
menjadi pokok penilaian dalam pemberian penghargaan kecelakaan nihil
14
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

(zero accident) yaitu aspek organisasi K3, aspek program K3, aspek pelatihan
di bidang K3, dan aspek pengendalian.
b. Penghargaan kecelakaan nihil (zero accident) diberikan kepada institusi yang
dapat memenuhi berbagai aspek bukan hanya aspek/komponen jumlah
kecelakaan saja tetapi mulai dari aspek/komponen manajemen, program,
organisasi sampai pada aspek/komponen jaminan sosial tenaga kerja.
M. Ilyas juga menjelaskan bahwa dalam implementasi K3 di Rumah Sakit
terdapat faktor pendorong keberhasilan kebijakan K3, antara lain:
a. Komitmen pimpinan RS
Komitmen secara tertulis yang menyatakan dukungannya terhadap
implementasi Keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan rumah sakit
yang dipimpinnya. Komitmen berupa surat keputusan pimpinan rumah sakit
ini berisi tentang serangkaian program dan atau tindakan pencapaian tujuan
dari K3RS.
b. Komitmen para pelaksana
Hal ini sangat penting dalam implementasi kebijakan K3 yang telah dibuat
agar arah menuju keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan ini menjaddi
lebih terbuka lebar. Komitmen yang dimaksud adalah selalu menyelesaikan
tugas yang diamanatkan, selalu mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan
K3, dan adanya rasa memiliki konstitusi.
Selain faktor pendorong, kebijakan K3 juga memiliki faktor penghambat yang
bisa mengganggu penerapan dan pencapaian tujuan kebijakan. Beberapa faktor
penghambat tersebut di antaranya:
a. Kompetensi SDM
Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki tidak hanya harus cukup dari segi
kuantitas tapi juga dari segi kualitas. SDM yang ditunjuk sebagai bagian dari
P2K3RS harus sudah memiliki kompetensi dan sertifikasi di bidang K3.
Rumah sakit biasanya sudah memiliki SDM dalam jumlah yang cukup tetapi
masih ada anggota P2K3RS-nya yang belum bersertifikasi K3. Hal ini
biasanya disebabkan ada keterbatasan pada alokasi biaya.
b. Komitmen ganda
15
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Job description yang sudah disusun dan dibentuk bisa berjalan kurang
maksimal apabila ada anggota dalam manajemen K3 dengan komitmen ganda
yang menyebabkan kurangnya fokus dalam melakukan pekerjaaannya. Hal ini
umumnya terjadi karena kurangnya SDM tersertifikasi K3.
c. Pemenuhan aspek atau komponen dalam memperoleh penghargaan zero
accident (kecelakaan nihil)
Penghargaan zero accident diberikan dengan beberapa aspek penilaian seperti
terkait manajemen yang dibentuk atau sarana dan prasarana yang disediakan.
Selain itu, juga harus didukung oleh data pendukung mengenai jumlah jam
kerja nyata dan lembur seluruh tenaga kerja.
Penerapan K3 di Rumah Sakit (K3RS) mencakup beberapa program yang
bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta meningkatkan
produktivitas pekerja, melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan msyarakat
serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 ada 12 program K3 yang harus diterapkan
oleh Rumah Sakit, antara lain:
a) Pengembangan kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit (K3RS)
b) Pembudayaan perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
(K3RS)
c) Pengembangan SDM K3RS
d) Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard Operational
Procedure (SOP) K3RS
e) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
f) Pelayanan kesehatan kerja
g) Pelayanan keselamatan kerja
h) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan
gas
i) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
j) Pengembangan manajemen tanggap darurat
k) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3
16
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

l) Review program tahunan

Langkah pertama dalam proses manajemen risiko adalah melakukan


identifikasi bahaya tempat kerja atau tempat yang berpeluang mengalami
kerusakan. Cara sederhana untuk memulai menentukan bahaya dapat dilakukan
dengan membagi area kerja berdasarkan kelompok, seperti:
1. Kegiatan-kegiatan (seperti pekerjaan pengelasan, pengolahan data)
2. Lokasi (kantor, gudang, lapangan)
3. Aturan-aturan (pekerja kantor, atau bagian elektrik)
4. Fungsi atau proses produksi (administrasi, pembakaran, pembersihan,
penerimaan, finishing.

2.4 Tujuan Penerapan SMK3


Penerapan SMK3 memiliki beberapa tujuan, di antaranya meminimalkan
kemungkinan dan pengaruh atas terjadinya peristiwa yang merugikan (negative
events) terhadap operasi dan proyek dengan perencanaan penanganan risiko yang
terdokumentasikan, memaksimalkan kemungkinan dan pengaruh atas terjadinya
peristiwa yang menguntungkan (positive events) serta mengkaji secara rutin atas
perlunya identifikasi dan kuantifikasi risiko lebih lanjut serta rencana penanganan
risiko yang diperlukan.
Tujuan dari Sistem Manajemen K3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat
kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien, dan produktif. Tujuan penerapan K3 di Rumah Sakit, mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016, terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus.

1. Tujuan umum
Terwujudnya penyelenggaraan K3RS secara optimal, efektif, efisien dan
berkesinambungan.
2. Tujuan khusus
a. Menciptakan tempat kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi
17
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,


maupun lingkungan Rumah Sakit sehingga proses pelayanan berjalan baik
dan lancar.
b. Mencegah timbulnya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), Penyakit Akibat
Kerja (PAK), penyakit menular dan penyakit tidak menular bagi seluruh
sumber daya manusia Rumah Sakit.

Dengan adanya manajemen K3 pekerja akan lebih terlindungi dari


penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan akibat kerja (KAK). Bagi
perusahaan, penerapan K3 dapat membantu peningkatan mutu, citra, dan
produktivitas Rumah Sakit.

2.5 Manfaat Penerapan SMK3


Manajemen risiko memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
a. Menjamin kelangsungan kegiatan dengan mengurangi risiko dari setiap
kegiatan yang mengandung bahaya
b. Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan
c. Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai
kelangsungan dan keamanan investasinya
d. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi
setiap unsur dalam organisasi/ perusahaan
e. Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku (Ramli, 2010).

2.6 Manajemen Risiko K3RS


Dengan penerapan manajemen risiko K3RS diharapkan risiko keselamatan
dan kesehatan di Rumah Sakit dapat diminimalisir sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif baik terhadap SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan
pengunjung. Berdasarkan Permenkes no. 66 tahun 2016, manajemen risiko K3RS
meliputi beberapa hal, yaitu:
a. Persiapan/penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya
b. Identifikasi bahaya potensial
c. Analisis risiko

18
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

d. Evaluasi risiko
e. Pengendalian risiko
f. Komunikasi dan konsultasi, dan
g. Pemantauan dan telaah ulang.

19
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

20
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

BAB III

METODE KERJA PRAKTEK

Dalam bab ini dibahas tentang jalannya pelaksanaan kerja praktek


di RS Jiwa Grhasia DIY . Rangkaian pelaksanaan kerja praktek yang di
laksanakan di RS Jiwa Grhasia DIY ditunjukan oleh skema gambar 3.1 di
bawah ini

Studi Pendahuluan

Studi Literatur

Observasi dan Pengumpulan Data

Analisis Data dan Pembahasan

Penarikan Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1. Skema Pelaksanaan Kerja Praktek

3.3.1 Studi Pendahuluan


Metode pelaksanaan awal yang bertujuan adaptasi dengan
lingkungan lokasi kerja praktek. Di dalam studi pendahuluan ditelusuri
aspek sosial, manajemen dan praktek pelaksanaan.

21
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

3.3.2 Studi Literatur


Dilakukan dengan pendekatan ilmiah dari sumber sumber
terpercaya berupa jurnal, buku dan tulisan elektronik. Adapun sumber
yang dipelajari berkaitan dengan sistem manejemen K3

3.3.3 Observasi dan Pengumpulan Data


Pengamatan langsung di lapangan berupa menelusuri jenis jenis
kegiatan K3, karakterisktik, dan penanganan secara langsung manejemen
K3 yang digunakan . Hasil dari pengamatan tersebut dikumpulkan menjadi
data primer.

3.3.4 Analisa Data dan Pembahasan


Berisi penalaran berupa analisa hasil observasi dan olah data yang
didapat. Dikaji mengenai jenis, karakteristik, penanganan secara langsung
manejemen K3 yang digunakan, kemudian dilakukan pembahasan dari
analisa data untuk ditarik kesimpulan.

3.3.5 Penarikan Kesimpulan dan Saran


Penarikan kesimpulan diambil dari analisa yang dilakukan. Adapun saran
bersifat opsional jika ditemukan kekurangan sehingga dapat diberikan
masukan berupa rekomendasi mengenai sistem manejemen K3 yang tepat.

22
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

BAB IV

PEMBAHASAN

Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PK3) Rumah Sakit Jiwa Grhasia

1. Dasar Pemikiran
K3RS Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk selain sebagai
salah satu syarat akreditasi dan juga terlebih itu sebagai wadah atau sarana
pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit.

2. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di RS Jiwa Grhasia
disusun dengan tujuan agar program K3 dapat dilaksanakan dengan baik.
Maka dari itu untuk mempermudah pelaksanaan program K3, di RS Jiwa
Grhasia menyusun Panitia Keselamatan Kerja (PK3). Pelaksanaan
program K3 bukan hanya merupakan tanggung jawab PK3 saja, tetapi
merupakan tanggung jawab seluruh karyawan RS Jiwa Grhasia.
RS Jiwa Grhasia membentuk Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(PK3). Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja ini berusaha untuk
memperkenalkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada rumah
sakit dan menerapkannya di seluruh kawasan rumah sakit.
Panitia Keselamatan dan kesehatan kerja (PK3) rumah sakit jiwa Grhasia Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan susunan sebagai berikut :

Ketua : dr. Widya Fatmawati, M.Sc

Sekertaris : Dian Pangestuti, ST

Anggota :

A. Bidang Kebakaran / Bencana :


1. dr. Joep Ahmed Djojodibroto, MA

23
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

2. Sugeng Dwi Riyanto, SKM


3. dr. Tri Sunu Handayani
4. dr. Anton Wijaya Kusuma
5. M. Agunadi, SST

B. Bidang Keselamatan Kerja :


1. Yakobus Nursetiyawan, SST
2. Dian Pangestuti, ST
3. Arini Sari Pratiwi, AMTE
4. Toni Erbananto
C. Bidang Kesehatan Kerja :
1. dr. Vita permanasari
2. Wahadi, SKM, MPH
3. Slamet Riyanto, SST
4. Sely Mustikawati, SST
D. Gugus-Gugus :
a. Gugus Bidang/ Bagian : Wawan Setiawan, AMd
b. Gugus Instalasi : Arif Dwi Kurniawan, AMd
c. Gugus Unit/ Satuan Kerja : Pudji Hastuti, S.kep

A. Tugas Pokok Panitia Keselamatan dan kesehatan kerja (PK3) Rumah sakit
Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikuit :
1. Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada direksi
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan bidangn
keselamatan kesehatan kerja rumah sakit (K3RS)
2. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan
dan prosedur yang berkaitan dengan bidang keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit (K3RS)
3. Membuat program keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit
(K3RS)

24
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

B. Fungsi panitia keselamatan dan kesehatan kerja (PK3) rumah sakit jiwa
Grhasia DIY adalah sebagai berikut :
1. Memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak
kepada direktur mengenai masalah-masalah keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit (K3RS)
2. Memberikan rekomendasi kepada manajemen tentang hal-hal yang
berkaitan dengan K3RS
3. Membantu dalam perumusan dan penerapan kebijakan dan program
K3RS
4. Melakukan Promosi, Pelatihan dan sosialisasi K3RS kepada Karyawan
5. Mengkoordinasikan pemeriksaan kesehatan karyawan
6. Mengembangkan Kondisi lingkungan kerja yang sehat, nyaman, dan
aman.
7. Mengembangkan kondisi kerja di tempat kerja yang efisien, efektif,
dan produktif di tempat kerja.
8. Mengembangkan system informasi, pengendalian dan penanggulangan
bahaya kebakaran dan bencana
9. Melakukan pemeliharaan peralatan proteksi kebakaran
10. Melakukan identifikasi, pemantauan, dan evaluasi terhadap sumber-
sumber bahaya di tempat kerja yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja (KK) dan penyakit akibat kerja (PAK)
11. Mengembangkan system pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja
(KK) dan penyakit akibat kerja (PAK) serta kondisi yang
membahayakan bagi karyawan, pasien, pengunjung dan masyarakat.
12. Melakukan pemantauan penggunaan, pemeliharaan dan sosialisasi
peralatan pelindung diri (APD)
Uraian tugas dari masing-masing panitia keselamatan dan kesehatan kerja (PK3)
Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut :

A. Ketua Panitia K3
1. Menyusun perencanaan K3RS

25
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

2. Mengkoordinir pelaksanaan program kegiatan


panitia K3 Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah
Istimewa Yogyakarta
3. Melaporkan Kejadian dan evaluasi yang
berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan
kerja di rumah sakit
4. Memberikan masukan dan usulan kepada direktur
berhubungan dengan K3RS
B. Sekretaris Panitia K3 :
1. Menyusun Laporan Perencanaan K3RS
2. Mendokumentasikan pelaksanaan program kegiatan
panitia K3 Rumah Sakit Jiwa Grhasia daerah
Istimewa Yogyakarta
3. Mencatat Segala kejadian dan evaluasi yang
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan
kerja kerja di rumah sakit
4. Mengolah data dan Analisa laporan berkaitan
dengan K3RS
5. Memberikan masukan / usulan dan saran kepada
ketua K3RS
C. Bidang Bencana, Kedaruratan dan bahaya lainnya :
1. Menyusun rencana kegiatan K3 yang berhubungan
dengan bencana, kedaruratan dan bahaya lainnya.
2. Melakukan identifikasi di rumah sakit berhubungan
dengan bencana, kedaruratan dan bahaya lainnya.
3. Sosialisasi/ edukasi/ pelatihan yang berhubungan
dengan bencana, kedaruratan dan bahaya lainnya.
4. Siulasi kegiatan dan evaluasi kegiatan yang
berhubungan dengan bencana, kedaruratan dan
bahaya lainnya.
D. Bidang Keselamatan kerja
26
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

1. Menyusun rencana kegiatan K3 yang berhubungan


dengan keselamatan kerja
2. Melakukan identifikasi / telaah tentang sarana dan
prasarana dan fasilitas di rumah sakit berhubungan
dengan keselamatan kerja
3. Pemenuhan kebutuhan yang berhubungan dengan
keselamatan kerja dan perlindungan seluruh staf
rumah sakit
4. Evaluasi kegiatan yang berhubungan dengan
Keselamatan Kerja ksehatan kerja di Rumah Sakit.
E. Bidang Kesehatan Kerja :
1. Menyusun rencana kegiatan K3 yang berhubungan
dengan kesehatan kerja
2. Melakukan identifikasi / telaah tentang keehatan
kerja di Rumah sakit
3. Pemeriksaan Kesehatan seluruh staf Rumah sakit
4. Evaluasi Kegiatan yang berhubungan dengan
kesehatan kerja di rumah sakit
F. Gugus-Gugus
1. Menginformasikan program kegiatan PK3 RS
dalam gugus masing masing
2. Menganalisa kebutuhan setiap gugus berkaitan
PK3RS
3. Memastikan setiap gugus memenuhi program
PK3RS
4. Evaluasi setiap gugus berkaitan program PK3 RS
A. Faktor dan Potensi Bahaya

1. Faktor-faktor Bahaya Yang Berkaitan Dengan Kesehatan Lingkungan

a. Kebisingan

27
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Kebisingan adalah level suara yang melebihi tingkat daya dengar manusia
yang dapat diukur dalam satuan desibel. Sumber kebisingan terutama berasal dari
suara percakapan para pengunjung dan karyawan serta lalu lintas. Selain itu
kebisingan juga dapat berasal dari suara genset yang dioperasikan saat listrik dari
PLN mati. Instalasi yang mempunyai intensitas kebisingan yang cukup tinggi
adalah ruang genset, ruang tunggu, klinik gigi dan instalasi gizi. Kebisingan di
ruang genset berasal dari mesin genset itu sendiri, kebisingan diruang tunggu
berasal dari riuk pikuk suara para pengunjung, pasien, dan para staff, sedangkan
kebisingan dari instalasi gigi berasal dari suara compressor mesin, kebisingan dari
instalasi dari instalasi gizi berasal dari suara para karyawan yang sedang
beraktivitas serta suara kompor gas yang sedang dinyalakan.

Dari hasil observasi di lapangan dan wawancara bahwa di Rumah Sakit


Grhasia telah melakukan Upaya pengendalian kebisingan dengan mengisolasi
sumber bahaya seperti genset dan compressor diletakkan pada ruang khusus,
kebijakan tentang pemakaian APD. Hal ini sudah sesuai dengan pendapat
Tarwaka (2008) tentang pengendalian resiko bahaya secara isolasi. Serta UU No.
1 Tahun 1970, pasal 12 sub b yang menyebutkan bahwa dengan peraturan
perundang-undangan diatur kewajiban dan hak-hak tenaga kerja untuk memakai
alat perlindungan diri yang diwajibkan pengukuran kebisingan dilakukan oleh
Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja dan berdasar laporan pengujian terakhir
yaitu 15 Maret 2017 pengukuran dilakukan di depan wisma parikesit, dan selatan
gedung diklat menunjukkan hasil bahwa tingkat kebisingan 55,1 dBA dan 58,5
dBA. Berdasarkan Baku mutu udara Ambien Daerah di Provinsi DIY no.153
tahun 2002 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di Rumah Sakit Jiwa Grhasia
belum memenuhi baku mutu yang di tetapkan yaitu 45 dBA. Hal ini belum
semuanya sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204/MENKES/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

28
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

b. Penerangan

Penerangan yang digunakan di Rumah Sakit Grhasia berasal dari


penerangan alami dan buatan. Pada siang hari beberapa ruangan menggunakan
penerangan alami yang bersumber dari sinar matahari dan pada malam hari
menggunakan panerangan buatan yang berupa lampu listrik. Akan tetapi jika
penerangan alami yang digunakan pada siang hari kurang memenuhi kebutuhan,
maka juga digunakan penerangan buatan.

Dari hasil pengamatan data pengukuran yang dimiliki Rumah Sakit Jiwa
Grhasia didapat bahwa secara umum penerangan disetiap ruangan telah memenuhi
persyaratan. Tetapi untuk area Instalasi gizi pada pengujian per tanggal 15 maret
2017 oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja menyatakan bahwa kisaran nilai
rata-rata cahaya ruang Instalasi Gizi 58 (Lux) sedangkan Indeks cahaya
seharusnya 200 (Lux) menunjukkan bahwa Instalasi Gizi kurang Pencahayaan.
Hal tersebut disimpulkan, bahwa penerangan di Rumah Sakit Jiwa Grhasia belum
semuanya sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204/MENKES/X/2004 tentang
Persyaratan Pencahayaan di Rumah Sakit.

c. Debu

Salah satu yang mempengaruhi keadaan debu di rumah sakit Jiwa Grhasia
adalah kadar debu di udara. Ruangan yang rawan debu adalah instalasi gizi/dapur
dan halaman. Untuk setiap ruangan serta halaman parkir rumah sakit dilakukan
pembersihan dan pengepelan di setiap ruangan (house keeping). Pengepelan
dilakukan tiga kali setiap hari yaitu pagi, siang, malam. Dalam hal ini Rumah
sakit jiwa Grhasia telah memenuhi UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
kerja, pasal 3 (1) dicantumkan agar memelihara Kebersihan, Kesehatan dan
Ketertiban tempat kerja. dan Kepmenkes RI No.1204/MENKES/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

d. Limbah

Sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204/MENKES/X/2004 tentang


29
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Penanganan Sampah Rumah Sakit, maka rumah sakit jiwa Grhasia telah
menyelengarakan penanganan sampah dan limbah. Rumah sakit jiwa Grhasia
telah mengelola sampah dengan cara yang aman sehingga tidak membahayakan
kesehatan dan keselamatan petugas, masyarakat, dan lingkungan. Limbah padat
maupun limbah cair yang dihasilkan Rumah Sakit jiwa Grhasia telah cukup
dikelola dengan baik.

Pemilahan limbah padat telah dilakukan pada sumbernya dan


dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu limbah medis dan limbah non medis.
Limbah medis sendiri diklasifikasikan menjadi 2 yaitu limbah medis tajam dan
limbah medis non-tajam. Limbah medis tajam berupa jarum suntik, cutter dll dan
limbah medis non tajam berupa kapas, kassa, masker, sarung tangan, kateter intra
vena, bahan terkena percikan darah/ cairan tubuh. pembalut, slang O2, bekas
tempat preparat pemeriksaan laboratorium. Limbah non medis berupa kertas,
kardus bekas tempat makanan, plastik, bekas tempat minuman dll. Setiap unit
yang menjadi sumber penghasil limbah disediakan 3 buah wadah untuk
menampung Limbah padat. Limbah medis benda tajam tersebut ditampung di
dalam safety box dan limbah medis non-tajam dikumpulkan ditempat sampah
dengan kantong plastik berwarna kuning. Limbah non medis ditampung ditempat
sampah dengan kantong plastik berwarna hitam.

Untuk mempermudah pemilahan limbah padat selain menggunakan tempat


sampah yang berbeda warna juga dilakukan pelabelan pada masing-masing unit
tempat sampah. Untuk tempat sampah medis tajam diberi label limbah medis
tajam pada sisi atas dari safety box, untuk limbah medis non-tajam diberi label
tempat sampah medis, dan tempat sampah non-medis diberi label tempat
sampah non-medis pada bagian atas tempat sampah.

Setelah sampah tersebut terisi dua pertiga bagian, maka sampah tersebut
diangkut menggunakan gerobak untuk dikumpulkan ke masing-masing TPS.
Pengangkutan dilakukan dua kali sehari, untuk pengangkutan pagi dimulai pukul
07.00 WIB - 08.00 WIB , sedangkan untuk siang hari dimulai pukul 13.00 WIB

30
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

14.00 WIB. Pengangkutan limbah padat dari gedung instalasi penangan korban
NAPZA Instalasi Diklat Litbang Instalasi Elektromedik IGD Kantor
administrasi/ Klinik umum Klinik Jiwa Wisma Arimbi Wisma Srikandi
Wisma Arjuna Instalasi Gizi Wisma Bima Wisma Gatotkaca Wisma
Sadewa Rehabilitasi Mental putri Instalasi pemeliharaan linen Wisma
Sembrodo Wisma Drupadi Rehabilitasi Mental Putra IPSRS TPS Grhasia.

Gambar 4.1 Macam Macam Klasifikasi Tempat Sampah

Petugas pengangkut sampah menggunakan APD (Alat Pelindung Diri)


yaitu topi,sarung tangan, baju lapangan panjang, masker diposable, dan sepatu
boot saat melakukan proses pengangkutan sampah hal ini telah sesuai dengan
Kepmenkes No 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan
Rumah sakit dikatakan bahwa petugas yang menangani limbah harus
menggunakan alat pelindung diri yang terdiri dari topi/helm, masker, pelindung
mata, pakaian panjang, pelindung kaki/boot dam sarung tangan khusus. Ini berarti
petugas kebersihan RSJ Grhasia belum memenuhi kriteria,kurang pelindung mata.

Untuk limbah medis di kumpulkan kedalam ruang TPS limbah B3


dengan pengepakan dan pelabelan yang sesuai untuk dilakukan pengolahan tahap
lanjut yang dilakukan pihak ketiga. Untuk limbah non medis misalnya kertas,
plastik, botol, dedaunan dan lain-lain dimasukkan kedalam tempat sampah
dengan kantong plastik berwarna hitam. kemudian baru diangkut menggunakan
31
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

gerobak angkut dan di kumpulkan di tempat pembuangan sementara.

Tempat penyimpanan sementara limbah medis dan non medis dibuat


terpisah. Limbah medis dimasukkan ke ruangan yang selalu dikunci untuk
menghindari masuknya orang yang tidak berkepentingan dan diberi label
beracun serta diberi nama TPS limbah B3. Proses pengolahan limbah medis
yang tergabung dalam limbah B3 dilakukan oleh pihak ke 3 yang mempunyai
teknologi pengolah limbah B3. Proses pengangkutan limbah B3 dilakukan oleh
PT. Arah Environment dengan jeda pengambilan 1 bulan dilakukan dua kali
pengangkutan. Sedangkan untuk limbah non medis dilakukan pengambilan
limbah padat dengan jeda waktu seminggu dua kali yang dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup.

Selain limbah padat, beragam aktivitas dan rutinitas yang dilaksanakan


juga menyebabkan Rumah Sakit tersebut menghasilkan limbah cair dalam jumlah
yang cukup besar. Hal ini disebabkan karena Rumah Sakit tidak hanya dihuni oleh
sumber daya manusia (SDM) seperti perawat, dokter, dan pegawai, tetapi juga
pasien yang tinggal di Rumah Sakit dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu,
instansi Rumah Sakit perlu memiliki instalasi pengelolaan air limbah (IPAL)
sendiri untuk mengelola air limbah yang dihasilkannya.

Rumah Sakit Jiwa Grhasia memiliki IPAL yang beroperasi setiap hari.
IPAL Rumah Sakit Jiwa Grhasia terdiri dari empat bagian utama, yaitu, bak
ekualisasi, reaktor biofilter, separator biofilter, dan bak kontrol berupa kolam
ikan. Air limbah dari seluruh gedung terlebih dahulu masuk ke dalam bak
ekualisasi untuk menyeragamkan debit air limbah sehingga air limbah bisa masuk
ke dalam reaktor dengan lebih teratur. Selain itu, bak ekualisasi juga berfungssi
sebagai tempat terjadinya pengolahan air limbah secara anaerobik untuk
menurunkan kadar polifosfat yang berasal dari deterjen atau sabun.

Kemudian, pengolahan limbah dilakukan dengan proses aerasi yang terjadi


di dalam reaktor biofilter. Ada tiga reaktor yang digunakan dalam IPAL Rumah
Sakit Jiwa Grhasia, dua reaktor pertama digunakan untuk pengolahan secara
32
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

aerobik dengan aerasi dan reaktor terakhir untuk memisahkan padatan hasil
pengolahan yang ikut masuk setelah proses pada reaktor sebelumnya. Setelah
melalui separator biofilter, air limbah dialirkan menuju kolam ikan sebagai
deteksi sederhana kualitas air limbah serta sebagai jaminan bahwa air limbah yang
telah diolah layak untuk dibuang. Setelah melalui kolam ikan, pada air limbah
juga diinjeksikan kaporit cair dengan dosing pump untuk membunuh bakteri/
kuman.

Adanya IPAL menuntut pihak Rumah Sakit utamanya bagian pengelola


prasarana untuk melakukan pemeliharaan pada instalasi tersebut. Pemeliharaan
bertujuan untuk memastikan instalasi aman bagi SDM Rumah Sakit, pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit serta instalasi mampu mendukung
pelayanan mendasar perawatan kesehatan yang aman. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 66 tahun 2016 Tentang K3 Rumah Sakit pengelolaan
IPAL termasuk ke dalam pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek K3. Pada
IPAL Rumah Sakit Jiwa Grhasia dilakukan pemantauan kinerja dan pemeliharaan
prasarana sekali setiap hari. Jenis kegiatan yang dilakukan yaitu:

a) Pembersihan benda padat dan kotoran melayang (scum) pada bak ekualisasi.
b) Pengaliran lumpur (sludge) dari reaktor biofilter dan separator ke bak
ekualisasi agar tidak membebani proses pengolahan.
c) Pemeriksaan kualitas efluen dengan parameter pH dan temperatur.
d) Pemeriksaan intensitas injeksi kaporit pengisian ulang setiap 2-3 minggu.
e) Pengambilan lumpur dalam bak ekualisasi setiap 10 tahun.

e. Suhu
Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia beberapa ruang kerja dan ruang perawatan
telah dipasang kipas angin / AC. Hal ini dimaksudkan agar tenaga kerja atau
karyawan, pengunjung, dan pasien nyaman. Data yang di dapatkan dari
pengukuran suhu dan kelembaban per tanggal 15 Maret oleh Balai Hiperkes dan
Keselamatan Kerja untuk pengukuran suhu dan kelembaban, suhu udara di
beberapa ruangan yang di uji menunjukkan angka rata-rata telah memenuhi baku

33
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

mutu, sedangkan untuk tingkat kelembapan di rumah sakit grhasia rata-rata sedikit
lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204/MENKES/X/2004
tentang Suhu dan Kelembaban Udara di Rumah Sakit.

f. Infeksi Nosokomial
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, Rumah
Sakit Jiwa Grhasia melakukan berbagai upaya yaitu membentuk suatu panitia
pengendalian infeksi nosokomial. Usaha-usaha tersebut dimaksudkan agar tenaga
kerja/karyawan dan pasien dapat terhindar dari infeksi nosokomial. Berdasarkan
hasil wawancara dengan petugas rumah sakit, terdapat beberapa prosedur dalam
menangani infeksi nosokomial. Apabila terjadi terjadi tanda-tanda terjadi infeksi
nosokomial tim pengendali infeksi nosocomial ini bekerja dengan
menginvestigasi kasus tersebut apakah benar-benar infeksi nosocomial. Serta
dilakukan tindakan preventif terkait dengan pengendalian infeksi nosocomial.
Rumah Sakit Jiwa Grhasia telah sesuai dengan Kepmenkes RI
No.1204/MENKES/X/2004 tentang persyaratan dan petunjuk teknis tata cara
penyehatan lingkungan rumah sakit

2. Potensi-potensi Bahaya Yang Berkaitan Dengan Kecelakaan Dan Penyakit


Akibat Kerja

Potensi bahaya merupakan keadaan bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan


kerja. Yang termasuk potensi bahaya adalah

A. Kebakaran
Kebakaran merupakan salah satu bencana yang mungkin terjadi di rumah
sakit. Dimana akibat yang di timbulkannya akan berdampak buruk sangat luas dan
menyeluruh bagi pelayanan, operasional, saran dan prasarana pendukung lainnya
dimana di dalamnya juga terdapat pasien, keluarga, pekerja dan pengunjung
lainnya. Untuk hal tersebut maka rumah sakit harus melakukan upaya pengelolaan
keselamatan kebakaran. Sistem penanggulangan kebakaran di Rumah Sakit Jiwa
34
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Ghrasia telah memiliki sarana proteksi kebakaran aktif dan pasif yaitu :

a. Sarana proteksi kebakaran aktif


Proteksi kebakaran aktif adalah penerapan suatu desain sistem atau
instalasi deteksi, alarm dan pemadan kebakaran pada suatu bagunan
tempat kerja yang sesuai dan handal sehingga pada bangunan tempat
kerja tersebut mandiri dalam hal sarana untuk menghadapi bahaya
kebakaran.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Grhasia ini
telah memiliki sarana untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran
seperti sitem deteksi, alarm dan APAR.
1. Sistem deteksi dan alarm
Sistem deteksi merupakan tindakan pertama untuk
mendeteksi kebakaran yang terjadi, dimana berfungsi untuk
memberikan tanda bahaya (alert) bila terjadi potensi kebakaran
atau kebocoran gas. Cara kerja sistem deteksi ini, yaitu mendeteksi
potensi-potensi kebakaran seperti gumpalan asap (smoke detector),
temperatur tinggi (heat detector), dan adanya gas yang berbahaya
(gas detector).

Gambar 4.2 jenis-jenis Alat Deteksi

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi Sistem


penanggulangan kebakaran di Rumah sakit Grhasia khususnya
sistem deteksi kebakaran hanya tersedia beberapa di beberapa

35
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

gedung, yaitu Gedung Geriatri, Gedung Diklat, Wisma


Sembodro dan klinik jiwa. Hal ini dikarenakan masih
terbatasnya anggaran untuk pengadaan sistem deteksi
kebakaran. Sedangkan untuk sistem Alarm kebakaran,
berdasarkan hasil observasi hampir di seluruh gedung di RSJ
Ghrasia telah dilengkapi dengan sistem Alarm.

2. APAR
Alat Pemadam Api Ringan (Fire Extinguisher) yang biasanya
disingkat dengan APAR adalah alat yang digunakan untuk
memadamkan api atau mengendalikan kebakaran kecil. Alat
Pemadam Api Ringan (APAR) pada umumnya berbentuk tabung
yang diisikan dengan bahan pemadam api yang bertekanan tinggi.
Dalam hal Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), APAR
merupakan peralatan wajib yang harus dilengkapi oleh setiap
Instansi/Perusahaan dalam mencegah terjadinya kebakaran yang
dapat mengancam keselamatan pekerja dan aset perusahaannya.
APAR memiliki berbagai jenis dan setiap APAR memiliki
perberdaan fungsi dan situasi .
A. Prinsip Penggunaan APAR
Pada dasarnya prinsip penggunaan APAR adalah tidak
melawan angin. Namun, setiap jenis APAR memiliki prinsip
penggunaan yang berbeda-beda.

Tabel 5.1 Prinsip penggunaan APAR berdasarkan jenisnya

APAR Prinsip penggunaan

36
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Dry
Disemburkan mulai dari tepi api terdekat
Chemical

Tabel 5.1 Lanjutan Prinsip penggunaan APAR berdasarkan


jenisnya

APAR Prinsip Penggunaan

Dry Chemical Dikibaskan ke kiri dan ke kanan

Air Disemprotkan ke dinding bagian dalam


bertekanan dari tempat kebakaran

Disemprotkan ke sumber api dengan


CO2 menggerakkan corong ke seluruh
permukaan bahan yang terbakar

Semprotkan ke dinding bagian dalam


dari tempat kebakaran
Busa (Foam)
Penutupan permukaan yang terbakar
dengan busa harus sempurna

(Kemenaker Pengawasan K3 Penanggulangan kebakaran,


2015)

Pada Rumah Sakit Jiwa Ghrasia APAR yang digunakan


adalah jenis APAR dry chemical dan APAR CO2. Pemilihan
pengunaan APAR jenis ini karena disesuaikan dengan penempatan
letak unit APAR tersebut. Beberapa tempat menggunakan APAR
jenis CO2 dikarenakan sifatnya yang tidak menyebabkan korosif
pada beberapa jenis peralatan rumah sakit. Dan penggunaan APAR
jenis dry chemical karena dapat memadamkan jenis kebakaran
37
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

kelas A, kelas B, dan kelas C sehingga sangat tepat untuk


digunakan.

Penempatan APAR
Untuk penempatan APAR sudah diatur dalam Permenakertrans RI
No 4/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan. Persyaratan tersebut
antara lain :

1. Mudah dilihat, diakses dan diambil serta dilengkapi


dengan tanda
pemasangan APAR / Tabung Pemadam.
2. Tinggi pemberian tanda pemasangan ialah 125 cm dari
dasar lantai tepat di atas satu atau kelompok APAR
bersangkutan (jarak minimal APAR / Tabung Pemadam
dengan laintai minimal 15 cm).
3. Jarak penempatan APAR / Tabung Pemadam satu dengan
lainnya ialah 15 meter atau ditentukan lain oleh pegawai
pengawas K3 atau Ahli K3.
4. Semua Tabung Pemadam / APAR sebaiknya berwarna
merah.
(Kemenaker Pengawasan K3 Penanggulangan kebakaran, 2015)

38
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Gambar 4.3 Alat pemadam Api Ringan (APAR)

Dari semua persyaratan di atas, Rumah Sakit Jiwa Grhasia dapat


dikatakan telah memenuhi tata peletakan APAR yang sesuai. Selain
tata letak, perawatan APAR pun memiliki aturan, yaitu
pemeriksaan APAR (2x setahun); pemeriksaan dalam jangka 6
bulan dan pemeriksaan dalam jangka 12 bulan.
b. Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
Sarana proteksi kebakaran pasif yaitu berupa alat, sarana atau
metoda mengendalikan penyebaran asap, panas, dan gas berbahaya bila
terjadi kebakaran seperti sistem kompartementasi, treatment atau clotting
fire retardant, sarana pengendali asap (smoke control system), alat bantu
evakuasi dan rescue, dll. (Kemenaker Pengawasan K3 Penanggulangan
Kebakaran, 2015)
Setelah melakukan observasi sistem proteksi kebakaran pasif di
Rumah Sakit Jiwa Ghrasia, hanya sarana evakuasi yang dimiliki.
Sedangkan, sistem kompartementasi, treatment atau clotting fire
retardant, sarana pengendali asap (smoke control system) masih dalam
tahap pengembangan.
Evakuasi adalah usaha menyelamatkan diri sendiri dari tempat
berbahaya menuju ke tempat yang aman, sedangkan sarana evakuasi
adalah sarana dalam bentuk kontruksi dari bagian bangunan yang

39
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

dirancang aman sementara (minimal 1 jam) untuk jalan menyelamatkan


diri bila terjadi kebakaran bagi seluruh penghuni di dalamnya tanpa
dibantu orang lain. Selain itu, berdasarkan ketentuan hukum (Peraturan
khusus EE) menyebutkan setiap tempat kerja harus tersedia jalan selain
pintu keluar-masuk utama untuk menyelamatkan diri bila terjadi
kebakaran. Pintu tersebut harus membuka keluar dan tidak boleh terkunci
Sarana evakuasi pada Rumah Sakit Jiwa Grhasia berupa rambu-
rambu Jalur Evakuasi menuju titik kumpul / tempat yang aman.

Gambar 4.4 Petunjuk Jalur Evakuasi

Emergency Response Preparedness

Bahaya yang berkelanjutan berpengaruh pada kerugian materiil maupun


manusia. Oleh karena itu, emergency responses sangat diperlukan untuk
meminimalkan kerugian tersebut. Kegiatan emergency response preparedness di
Rumah Sakit Jiwa Grhasia di sebut dengan code red dan code blue. Kegiatan
ini dimaksudkan untuk merespon keadaan darurat yang sewaktu-waktu dapat
terjadi di rumah sakit Grhasia khususnya bencana kebakaran. Berikut alur code
red dan code blue yang disusun untuk menanggapi situasi darurat terkait

40
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

bencana kebakaran :

1. Prosedur tindakan jika terjadi bencana keadaan darurat.


2. Penyediaan saran komunikasi berupa telepon untuk memperlancar komunikasi
dengan pihak terkait bila terjadi keadaan darurat.
3. Penetapan alur pelaporan bila terjadi bencana atau keadaan darurat.
4. Disediakan peralatan untuk mengatasi keadaan darurat dan menyelamatkan
penghuni rumah sakit, terdiri atas APAR, tangga, dan pintu darurat.
5. Petunjuk arah menuju pintu keluar.

Pelaksanaan prosedur tersebut diatas telah sesuai dengan Peraturan Mentri Tenaga
Kerja No. Per 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Gambar 4.5 Alur code red Gambar 4.6 Alur code Blue
b. Terpeleset

Potensi bahaya terpeleset kebanyakan timbul karena penerapan house


keeping yang kurang tepat dan ulah manusia. Sumber potensi bahaya karena

41
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

terpeleset kemungkinan banyak terjadi di ruang Instalasi linen (laundry) dan di


ruang dapur. Ini disebabkan oleh tumpahan air cucian dan akibat tumpahan
minyak. Rumah Sakit Jiwa Grhasia telah berusaha mencegah dan mengurangi
kecelakaan dengan membersihkan atau mengepel ketika terjadi tumpahan dengan
spill kit yang telah di sediakan, standar pemakaian APD yang telah di sediakan,
penerapan house keeping yang lebih optimal dan pemasangan karet pada jalan
miring atau beralur.
Ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang No. 1 tahun
1970 tentang keselamatan kerja BAB III pasal 3 ayat 1 tentang syarat-syarat
keselamatan kerja pada poin A yaitu mencegah dan mengurangi kecelakaan.

Gambar 4.7 Spill Kit


c. Bahan Kimia

Hampir semua unit kerja di Rumah Sakit Jiwa Grhasia yang menggunakan
bahan kimia adalah laboratorium, dan beberapa ruangan lain yang menggunakan
bahan kimia. karena ditempat itulah disimpan bahan-bahan kimia. Cara
penyimpanan bahan kimia tersebut diletakkan pada rak-rak khusus, diberi label
sesuai dengan jenis dan konsentrasi bahan dan diletakan dalam satu ruangan
khusus untuk bahan kimia. Berdasarkan hasil wawancara, dalam upaya
penanganan bahan kimia di Rumah Sakit Jiwa Grhasia belum melakukan
pengadaan MSDS (Material Safety Data Sheet) atau penyediaan Lembar Data

42
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Keselamatan Bahan (LDKB). Yaitu Isi dari Material safety data sheet (MSDS)
adalah tentang identitas bahan dan perusahaan, komposisi bahan, identitas bahaya,
tindakan P3K, tindakan penanggulangan kebakaran, tindakan mengatasi
kebocoran/tumpahan, penyimpanan dan penanganan bahan, informasi toksologi,
informasi ekologi, pembuangan limbah, pengangkutan bahan, informasi peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan informasi lainnya. Pengadaan MSDS
belum Terealisasi dengan baik dikarenakan pihak internal bagian pembelian bahan
kimia belum secara spesifik menindaklanjuti usulan panitia K3 RSJ Grhasia untuk
penyesuaian dengan MSDS sehingga belum sesuai dengan keputusan menteri
tenaga kerja No. Kep.187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan kimia
berbahaya di tempat kerja pasal 3 dan 4 disebutkan bahwa pengendalian bahan
kimia berbahaya adalah dengan penyediaan lembar data keselamatan bahan
(LDKB) atau pengadaan Material safety data sheet (MSDS) dan label serta
penunjukan petugas dan ahli K3 kimia.

Gambar 4.8 Klorin di dalam ruangan penyimpanan


d. Mesin

Potensi bahaya mesin-mesin banyak di bagian laundry dan linen, yaitu


mesin cuci, mesin pengering, mesin penyetrika. Mesin-mesin tersebut dapat
menimbulkan bahaya bagi tenaga kerja, yaitu adanya bagian-bagian mesin yang
bergerak, roda gigi dan roda penggerak yang berputar, dapat menjepit tangan
ataupun anggota tubuh yang lain. Dalam pengamanan mesin, Rumah Sakit Jiwa
Grhasia belum dilaksanakan dengan baik, karena dianggap hal tersebut belum

43
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

perlu dilakukan sebab sejauh ini belum pernah terjadi keluhan dari tenaga kerja
dibagian mesin. Dalam hal ini Rumah Sakit Jiwa Grhasia belum sepenuhnya
sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 2 ayat 2 (a)
menyatakan bahwa ketentuan yang diatur oleh undang-undang yang berlaku
dalam tempat kerja yang padanya dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan
mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi atau dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan. Sedangkan untuk pengawasannya
ditugaskan pada pegawai pengawas dan ahli keselamatan (pasal 5 ayat 5). Hal
diatas diatur secara analogis meliputi pemasangan pengamanan mesin yang
penting untuk pencegahan kecelakaan. (sumamur, 1996).

Gambar 4.9 Mesin Cuci Gambar 4.10 Mesin Strika

e. Kontaminasi

Rumah sakit secara keseluruhan rawan terhadap kontaminasi karena


ditempat tersebut terdapat berbagai pasien dengan berbagai jenis penyakit baik
umum maupun khusus. Yang dimaksud kontaminasi disini adalah adanya kontak
tenaga kerja dengan penghubung penyakit yang diderita pasien atau karena bahan-
bahan kontaminasi lain baik kimia maupun biologi. Daerah-daerah yang rawan
kontaminasi tersebut misal ruang bangsal pasien, ruang perawatan dan instalasi
44
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

linen yang menangani pencucian pakaian pasien. Untuk mencegah adanya


kontaminasi dari pasien ke karyawan/dokter maupun antar pasien maka rumah
sakit mengadakan pemisahan bangsal berdasarkan jenis penyakit maupun
pengelompokkan berdasarkan usia, beberapa bangsal/ wisma disediakan ruang
khusus isolasi pasien untuk pasien yang sebelumnya didiagnosis membawa
penyakit menular. khusus perawat/dokter diwajibkan melakukan cuci tangan
setelah menangani pasien, perawat dan juga dokter telah disediakan alat pelindung
diri, penanganan kontaminasi dalam proses pencucian pakaian pasien juga
dilakukan pemisahan yaitu pencucian pakaian inveksius dan tidak. Dalam
mencuci pakaian, dilakukan treatment khusus pada proses pencucian pakaian
inveksius. Dalam hal ini Rumah Sakit Jiwa Grhasia telah memenuhi Kepmenkes
RI No.1204/MENKES/X/2004 tentang Persyaratan penyehatan lingkungan rumah
sakit serta UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 14 tentang
pengadaan APD.

Gambar 4.11 Mesin Cuci Inveksius


f. Radiasi

Sumber potensi radiasi adalah ruang radiologi. Dinding ruangan ini


dikelilingi kayu tripleks yang dilapisi timah (pb). Tenaga kerja yang berada di
45
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

ruangan tersebut harus menggunakan pelindung khusus. Alat pelindung diri yang
digunakan di ruangan radiologi Rumah sakit jiwa Grhasia adalah apron timah,
baju kerja dan sarung tangan karet dan telah ada pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja.

Tetapi sejauh ini belum pernah terjadi paparan radiasi karena hanya untuk
pemotretan saja. Dalam hal ini Rumah sakit jiwa Grhasia telah memenuhi
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975. Isi dari peraturan tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut :

1) Instalasi atom harus mempunyai petugas dan ahli proteksi radiasi, dimana
petugas proteksi mempunyai tugas menyusun buku pedoman dan instruksi kerja,
Sedangkan ahli proteksi mempunyai tugas mengawasi untuk ditaatinya peraturan
keselamatan kerja terhadap radiasi.

2) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada calon pekerja radiasi setiap satu tahun
sekali dan pekerja radiasi yang memutuskan hubungan kerja.

3) Pekerja radiasi wajib mempunyai kartu kesehatan dan petugas proteksi radiasi
wajib mencatat dalam kartu khusus banyaknya dosis radiasi yang telah diterima
pada masing-masing pekerja.

4) Apabila pekerja radiasi melebihi nilai batas yang diijinkan maka agar
dipindahkan tempat kerjanya.

5) Perlu ada daerah pembagian kerja sesuai dengan tingkat bahaya radiasi dan
pengolahan sampah radioaktif.

6) Perlu ada tindakan dan penanganan untuk keadaan darurat apabila terjadi
kecelakaan.

46
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Gambar 4.12 Apron Pb Gambar 4.13 Perangkat Radiologi


g. Tergores dan tertusuk
Sebagian besar potensi bahaya seperti tergores dan tertusuk karena human
error. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang kami lakukan, faktor
human error yang menyebabkan tertusuk dan pernah terjadi adalah di bagian
instalasi farmasi, yaitu pada saat penaruhan resep oleh petugas yang tidak fokus.
Dikarenakan penaruhan resep tersebut menggunakan paku yang rawan untuk
tertusuk. Rumah sakit jiwa Grhasia berupaya melakukan pengendalian dengan
mengadakan penyuluhan K3 kepada petugas terkait yang merupakan kegiatan
rutin, penggunaan APD, dan penerapan house keeping yang baik. Hal ini telah
sesuai UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Pelayanan Kesehatan kerja


Dalam rangka melindungi tenaga kerja terhadap gangguan kesehatan yang
timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja serta untuk menjamin kemampuan
fisik dan kesehatan sebaik-baiknya, maka rumah sakit menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan PERMENAKERTRANS No.
Perusahaan 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
menyelenggarakan Keselamatan Kerja pada pasal 2 dan 3 menyebutkan bahwa
perusahaan harus mengadakan pemeriksaan kesehatan kerja sebelum kerja, harus
melakukan pemeriksaan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun
47
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

sekali kecuali ditentukan oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Perburuhan dan


Perlindungan Tenaga Kerja serta Pemeriksaan khusus. Rumah sakit jiwa Grhasia
belum sepenuhnya melaksanakan perundang-undangan tersebut karena dari hasil
observasi dan wawancara dengan sebagian tenaga kerja yang telah lama bekerja
bahwa ada sebagian tenaga kerja belum mendapatkan pemeriksaan berkala dan
khusus.
Untuk dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja
maka pemerintah menetapkan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) sebagai pelaksanaan pasal 10 dan 15 UU No. 14
Tahun 1969 dan Rumah sakit jiwa Grhasia sudah mengikutikan karyawanya
dalam program JAMSOSTEK

Alat Pelindung Diri


Penggunaan alat-alat keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja sangat
dibutuhkan untuk melindungi tenaga kerja dari setiap risiko bahaya yang ada di
tempat kerjanya. Rumah Sakit Jiwa Grhasia berupaya untuk melengkapi alat
pelindung diri (APD) bagi setiap tenaga kerja yang bekerja di instalasi dengan
risiko bahaya tinggi sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Jenis APD
yang digunakan meliputi:

a. Instalasi Radiologi
APD yang digunakan di instalasi ini yaitu apron timah yang berfungsi
untuk melindungi pasien dan operator dari radiasi yang diakibatkan oleh
oleh mesin rontgen, walaupun radiasi yang ditimbulkan sebenarnya sudah
lebih sedikit karena sudah tidak digunakannya teknologi konvensional
(Developer Fixer) yang berpotensi menimbulkan radiasi. Sehingga
teknologi yang digunakan sekarang tergolong aman.
b. Instalasi Farmasi
Instalasai ini berhubungan dengan penyimpanan dan peracikan obat
sehingga APD yang dibutuhkan terdiri dari masker dan sarung tangan
lateks untuk menghindari kontaminasi terhadap obat-obatan, termasuk
48
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

juga Spill Kit yang terdiri dari sarung tangan karet, klorin, tisu penyerap,
lap, air bersih, dan segitiga pengaman, untuk menanggulangi apabila
terjadi tumpahan obat atau bahan berbahaya lainnya.
c. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Instalasi ini mempunyai tugas utama untu menanggulangi kondisi gawat
darurat. Untuk itu, APD yang dibutuhkan antara lain safety google, apron,
masker disposable, masker gas, dan masker N 95 untuk kondisi tertentu.
d. Instalasi Gizi
Instalasi ini berperan dalam penyediaan konsumsi dan pengaturan diet
sebagai pemenuhan kebutuhan gizi bagi pasien. APD yang digunakan di
instalasi ini antara lain tutup kepala, apron, dan sarung tangan plastik.
Selain itu juga diwajibkan pemakaian sepatu boot pada bagian pencucian
alat.
e. Instalasi Laboratorium
Instalasi laboratorium mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
pemeriksaan penunjang secara laboratoris untuk keperluan penegakan
diagnosa, sesuai permintaan dokter. APD yang digunakan di instalasi
laboratorium antara lain jas lab, masker, sepatu tertutup, dan safety google.
Untuk menangani apabila terjadi tumpahan cairan seperti sampel-sampel,
di instalasi ini juga dilengkapi Spill Kit.
f. Instalasai Linen
Instalasi pemeliharaan Linen mempunyai tugas memelihara linen rumah
sakit meliputi pencucian, pengeringan, perapihan, perbaikan, serta
penyerahan kembali. Instalasi ini tersiri dari dua bagian, yaitu linen kotor
dan linen bersih. APD yang digunakan di bagian linen kotor yaitu sepatu
boot, apron, kacamata (untuk penanganan linen infeksius), sarung tangan,
masker, dan penutup kepala. Sedangkan, untuk linen bersih APD yang
digunakan antara lain apron, masker, dan penutup kepala.

Tanggap Darurat
Dalam hal menghadapi keadaan darurat, misal kebakaran, peledakan, dan kejadian

49
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

lainnya yang terjadi secara mendadak. Rumah sakit jiwa Grhasia memiliki
kebijakan mengenai tanggap darurat, misalnya pengadaan APAR dan alarm
system.
Rumah sakit jiwa Grhasia telah melakukan simulasi bencana khususnya
DAMKAR secara terjadwal, telah mengadakan P3K serta telah mensosialisasikan
alur pelaporan dan evakuasi saat terjadi keadaan darurat. Pelaksanaan tanggap
darurat ini cukup sesuai dengan PERMENAKER No. Per 05/MEN/1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehataan Kerja.

Gambar 4.14 Simulasi Code Blue

Gambar 4.15 Prosedur penggunaan Apar

50
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan pelaksanaan kerja praktek ini, dapat disimpulkan
bahwa mahasiswa mampu mempelajari dan mengidentifikasi sistem
manajemen K3RS di Rumah Sakit Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hasil observasi dan data yang didapatkan selama kerja praktek dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Faktor Bahaya yang terpapar di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah faktor fisik yaitu bising, radiasi, penerangan.
Faktor kimia yaitu debu dan bahan kimia. Faktor biologi yaitu kuman atau
mikroorganisme, air limbah dan sampah. Serta potensi bahaya yang ada
yaitu kebakaran, ledakan, terpeleset, tertusuk dan tergores
2. Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta telah membentuk
PK3 dan telah berfungsi sebagaimana mestinya. Di bentuknya PK3 di
Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta, maka dalam hal
ini sudah sesuai dengan Permenaker RI. No. Per.04/MEN/1987 tentang
P2K3 dan Tata Cara Penunjang Ahli Keselamatan Kerja
3. Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta telah berusaha
memenuhi Pelaksanaan Emergency Responses, hal tersebut telah sesuai
dengan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. Per 05/MEN/1996 tentang
51
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


5.2 Saran :
Setelah mengadakan pengamatan dan pembahasan tentang pelaksanaan K3
di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta, kami bermaksud
memberikan saran sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam peningkatan
kualitas penerapan K3 di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa
Yogyakarta. Adapun beberapa saran yang dapat kami sampaikan antara lain :
1. Perlunya melakukan penyuluhan, training dan seminar kepada
tenaga kerja untuk meyakinkan arti pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.
2. Tugas dan fungsi dari PK3 Rumah Sakit lebih dioptimalkan
3. Perlunya pewadahan terpisah dalam menangani sampah medis dan
non medis

52
Laporan Kerja Praktek
Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit (K3RS) RS Jiwa Grhasia - DIY

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Kurnia, 2005, Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja,


Jakarta; Binus University

Alhamda, Syukra; Sriani, Yustina. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat
(IKM). Yogyakarta: Deepublish
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. Dian Rakyat. Jakarta.

Tarigan, Sirmon Paulus, Mangara M. Tambunan & Buchari,2013, Analisis


Tingkat Penerapan Program Keselamatan Kerja dengan Pendekatan SMK3
dan Risk Assessment, Medan: e-Jurnal Teknik Industri FT.USU Vol.3 No.5

53

Anda mungkin juga menyukai