Anda di halaman 1dari 145

TEORI BANGUNAN KAPAL 1

Buku acuan:
V. V. Semyonov-Tyan-Shansky, Statics and Dynamics of the Ship, Peace Publishers, University of
Virginia, 1966.
R. F. Scheltema de Heere, A. R. Bakker, Bouyancy and Stability of Ships, George G. Harrap &
Co. Ltd., London, 1970
K. J. Rawson & E. C. Tupper, Basic Ship Theory, 5th Ed. Vol. 1, Butterworth-Heinemann, Oxford,
2001. Ada soal-soal untuk latihan.
Edward V. Lewis, Ed., Principles of Naval Architecture, Second Revision, Vol. I Stability and
Strength, the Society of Naval Architects and Marine Engineers (SNAME), Jersey City, NJ, 1988.
Code on Intact Stability 2008, 2008 edition, IMO, London, 2008
International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974, and 1988 Protocol relating there to,
Consolidated Edition, IMO, London, 2008

1. Nama bagian badan kapal (hull)


Kapal: suatu bangunan berdinding tipis dari
pelat baja atau aluminium
papan kayu
fibreglass reinforced plastics (FRP)
ferrocement
bukan benda pejal.
Geladak Utama

Sekat
Ceruk buritan
Sekat Depan Alas Dalam
Kamar Mesin
Alas
Sekat
Ruang Muat

Sekat
Ceruk Haluan

Lambung kanan dibuka untuk menunjukkan sekat melintang (warna biru) dan sekat memanjang (warna merah muda)

GAMBAR bagian badan kapal

2
Ceruk buritan Kamar Palkah 3 Palkah 2 Palkah 1 Ceruk haluan
(after peak) Mesin (fore peak)
Alas dalam (inner bottom)

Alas (bottom)
(Engine
Room)

Ceruk buritan Kamar Cargo Cargo Cargo Ceruk haluan


(after peak) Mesin Hold 3 Hold 2 Hold 1 (fore peak)

lambung (shell)
o alas (bottom)
o sisi kiri dan kanan (port and starboard sides)
alas (bottom)
o alas tunggal (single bottom)
o alas dalam (inner bottom)
o alas ganda, dasar ganda (double bottom)
sisi kiri dan kanan (port and starboard sides)
sekat (bulkheads)
o sekat tubrukan (collision bulkhead)
o sekat ceruk buritan (after peak bulkhead)
o sekat kamar mesin (engine room bulkhead)
o dan sebagainya
geladak (decks)
o geladak utama (main deck)
o geladak antara (tween deck)
o geladak cuaca (weather deck)
Ruang Mesin (engine room) dibatasi oleh 2 sekat, 2 sisi, alas dan geladak: ruangan untuk permesinan
palkah (hold) dibatasi oleh 2 sekat, 2 sisi, alas dan geladak: ruangan untuk muatan
lubang palkah (hatchway)
o ambang palkah (hatchway coaming)
bangunan atas (superstructure)
o akil, agil (forecastle)
o anjungan (bridge)
o kimbul (poop)
bagian bangunan atas
o geladak bangunan atas (superstructure deck)
o sisi kiri dan kanan bangunan atas (left and right sides of a superstructure)
o sekat ujung belakang dan depan bangunan atas (aft and front end bulkheads of a
superstructure)
rumah geladak (deckhouses)
3
o geladak akomodasi (accommodation deck)
o geladak sekoci (boat deck)
o geladak navigasi (navigation deck, bridge deck)
o geladak kompas (compass deck)
o dan sebagainya
bagian rumah geladak
o geladak rumah geladak (deck of a deckhouse)
o sisi rumah geladak (sides of a deckhouse)
o sekat ujung rumah geladak (end bulkheads of a deckhouse)
ceruk (peak)
o ceruk buritan (after peak)
o ceruk haluan (fore peak)

Nama daerah / lokasi


Pandangan samping Geladak (deck)

Buritan Haluan
(stern) (bow)

Alas (bottom)

Pandangan atas Kiri (port)

Buritan Haluan
(stern) (bow)

Kanan (starboard)
GAMBAR daerah/lokasi

Nama bagian konstruksi kapal baja


Konstruksi alas tunggal
lunas (keel)
o lunas pelat (plate keel)
o lunas batang (bar keel)
garboard strake
pelat alas (bottom plating)
centre girder
side girder
wrang pelat (plate floors, solid floor)

4
Sistem kerangka melintang (transversal framing system)
Konstruksi alas ganda
lunas pelat (plate keel)
pelat alas (bottom plating)
centre girder
side girder
wrang pelat (solid floor)
wrang terbuka (open floor)
gading alas (bottom angle)
gading balik (reversed angle)
wrang kedap air (watertight floor)
pelat alas dalam (inner bottom plating)

Konstruksi sisi

pelat sisi (side plating)


gading (frame)
gading besar (web frame)
senta sisi (side stringer) di Kamar mesin dan ceruk

Konstruksi geladak
pelat geladak (deck plating)
balok geladak (deck beam)
balok besar geladak (strong beam)
cantilever
penumpu geladak (deck girder)
balok ujung palkah (hatch end beam)

5
ambang palkah (hatchway)

Konstruksi sekat melintang


pelat sekat (bulkhead plating)
penegar sekat (bulkhead stiffeners):
o tegak (vertical)
o datar (horizontal)
senta sekat (bulkhead stringer)

Konstruksi sekat memanjang


pelat sekat (bulkhead plating)
penegar sekat (bulkhead stiffeners):
o melintang (transverse)
o memanjang (longitudinal)
senta sekat (bulkhead stringer)
6
Sistem kerangka memanjang (longitudinal framing system)

sisi

sisi

alas dalam

alas

Konstruksi alas ganda


lunas pelat (plate keel)
pelat alas (bottom plating)
centre girder
side girder
pembujur alas (bottom longitudinal)
pembujur alas dalam (inner bottom longitudinal)
pelintang alas (bottom transverse)
wrang kedap air (watertight floor)
pelat alas dalam (inner bottom plating)

Konstruksi sisi
pelat sisi (side plating)
pembujur sisi (side longitudinal)
pelintang sisi (side transverse)
senta sisi (side stringer) di Kamar Mesin dan ceruk

Konstruksi geladak
pelat geladak (deck plating)
penbujur geladak (deck longitudinal)
pelintang geladak (deck transverse)
balok ujung palkah (hatch end beam)
ambang palkah (hatchway)

Konstruksi sekat melintang


pelat sekat (bulkhead plating)
penegar sekat (bulkhead stiffeners):
o tegak (vertical)
7
o datar (horizontal)
senta sekat (bulkhead stringer)

Konstruksi sekat memanjang


pelat sekat (bulkhead plating)
penegar sekat (bulkhead stiffeners):
o melintang (transverse)
o memanjang (longitudinal)
senta sekat (bulkhead stringer)

Sistem kerangka campuran (combination framing system)

alas dan geladak memakai sistem kerangka memanjang


sisi memakai sistem kerangka melintang

Konstruksi bangunan atas dan rumah geladak


sekat ujung (end bulkhead)
o penegar sekat (bulkhead stiffeners)
dinding samping (side wall)
o gading dinding samping (side wall frame)
geladak bangunan atas dan rumah geladak (superstructure deck and deckhouse deck)
o balok geladak (deck beam)
o balok besar geladak (strong deck beam)
o penumpu geladak (deck girder)

8
Konstruksi ceruk dan linggi
Linggi
o linggi haluan (stem)
linggi haluan pelat (plate stem)
linggi haluan batang (bar stem)
o linggi buritan (stern)
linggi buritan pelat (plate sternframe)
linggi buritan batang (bar sternframe)
Ceruk haluan dan buritan
o Gading ceruk (peak frame)
o Senta sisi (side stringer)
o Tiers of beam
o Sekat berlubang (wash bulkhead)

2. Definisi Geometri Dasar


Hull (badan kapal); badan struktur kapal yang meliputi pelat kulit, gading, geladak dan sekat.
Afterbody; bagian badan kapal di belakang midship.
Forebody; bagian badan kapal di depan midship.
Bow; bagian ujung depan kapal.
Stern; bagian ujung belakang kapal.
Port; sisi kiri kapal ketika kapal menghadap ke depan.
Starboard; sisi kanan kapal ketika kapal menghadap ke depan.
Design Waterline (DWL) atau Load Waterline (LWL); garis air dimana kapal akan mengapung
ketika dimuati sampai sarat kapal yang direncanakan.
Moulded Surface; permukaan bagian dalam kulit atau pelat sebuah kapal.

9
Forward Perpendicular (FP); garis vertikal pada titik perpotongan antara LWL dan ujung depan
badan kapal yang tercelup air.
After Perpendicular (AP); garis vertikal pada titik perpotongan antara LWL dan garis tengah poros
kemudi.
Midships; titik di tengah antara FP dan AP.
Centreline (CL); sebuah garis lurus mulai ujung depan sampai ujung belakang kapal dan di tengah-
tengah antara dua sisi kapal. Semua ukuran horizontal melintang kapal ditentukan dari centreline ini.
Baseline (BL); garis horizontal sejajar LWL yang memotong penampang midship pada titik terendah
dari kapal. Tinggi vertikal biasanya diukur dari baseline ini.
Midship Section; penampang melintang kapal dengan luasan yang tercelup air yang terbesar.
Penampang melintang kapal biasanya terletak pada pertengahan antara AP dan FP.
Sheer; kelengkungan memanjang garis geladak pada sisi kapal. Besar sheer depan adalah selisih
antara tinggi garis sisi geladak pada midship dan tinggi garis sisi geladak pada ujung depan kapal.
Besar sheer belakang adalah selisih antara tinggi garis sisi geladak pada midship dan tinggi garis sisi
geladak pada ujung belakang kapal.
Deck Camber; kenaikan geladak kapal secara melintang dari sisi ke tengah kapal. Pada kapal-kapal
lama, kurva camber biasanya berbentuk parabola, sementara pada kapal-kapal modern, camber
berbentuk garis lurus digunakan, atau tidak menggunakan camber sama sekali.
Bilge Radius (Jari-jari Bilga); jari-jari dari circular arc yang membentuk bilga kapal.
Flat of Keel (Half Siding); lebar pelat alas datar pada setiap sisi dari centre girder (penumpu alas
tengah kapal).
Deadrise (Rise of Floor); kenaikan dasar kapal diatas baseline secara melintang dari tengah ke sisi
kapal. Besarnya diukur dari garis dasar (baseline) sampai pada perpotongan antara garis lurus yang
berimpit dengan pelat alas datar dan garis lurus yang berimpit dengan sisi kapal pada titik yang
terluar.
Tumblehome; jarak antara sisi geladak dan sisi kapal untuk geladak yang tidak selebar kapal.
Parallel Middle Body; bagian badan kapal dimana besar penampang midship tidak berubah. Pada
bagian ini, waterlines dan buttock lines kapal tidak mempunyai bentuk lengkung, artinya garis-garis
pada bagian depan dan belakang midship sejajar.
Entrance and Run; bagian badan kapal yang tercelup air di depan dan belakang parallel middle
body.
Knuckle; perubahan mendadak dari arah pelat, gading, lunas, geladak dan struktur lain dari kapal.
Chine; sudut tajam dari bentuk badan kapal, kontinyu sepanjang sebagian panjang kapal yang
signifikan. Chine disebut soft jika sudutnya rounded dan disebut hard jika sudutnya
tajam/patah.
Flare; bentuk kelengkungan kearah luar dari permukaan badan kapal diatas garis air.

3. Ukuran utama kapal (principal dimensions)

LWL

K. MESIN T RUANG MUAT

AP Lpp FP
Lwl
Loa
GAMBAR ukuran utama

10
sarat air (draught, draft)
o sarat dalam (draught moulded) Tmld
o sarat rancang (designed draught)
o sarat ringan (light draught)
o sarat haluan (forward draught) TA
o sarat buritan (after draught) TF
panjang kapal (length)
o panjang antara garis tegak (length between perpendiculars) LPP, LBP
o panjang bidang air (length of load water line) LWL
o panjang seluruhnya (length over all) LOA
lebar kapal (breadth, beam)
o lebar dalam (breadth moulded) Bmld
o lebar bidang air (breadth of waterline) BWL
o lebar maksimum/terbesar (maximum breadth) Bmax
tinggi geladak, tinggi (depth)
o tinggi dalam (depth moulded) Hmld, diukur di tengah Lpp (amidships)
lambung timbul (freeboard)
Length of Waterline/LWL (panjang garis air); jarak antara garis tegak haluan (FP) dan perpotongan
antara garis air muat dengan linggi belakang (stern frame).
Length Overall/LOA (panjang total kapal); panjang total kapal dari bagian ujung paling depan
sampai dengan ujung paling belakang kapal.
Length Between Perpendiculars/LBP atau LPP (panjang antara garis tegak AP dan FP); jarak
yang diukur sejajar terhadap base line pada garis air muat mulai dari garis tegak buritan (AP) sampai
dengan garis tegak haluan (FP).
Moulded Beam atau Breadth/Bmld (lebar moulded); jarak yang diukur dari sisi dalam pelat pada
satu sisi kapal sampai titik yang sama pada sisi yang lain yang diukur pada bagian terlebar dari kapal.
Maximum Beam atau Breadth/Bm (lebar maksimum); lebar ekstrim kapal yang diukur dari sisi
luar pelat kapal pada satu sisi kapal sampai sisi luar pelat kapal pada sisi yang lain.
Breadth at Loaded Waterline/Bwl; lebar moulded maksimum kapal pada garis air muat.
Draught/T (sarat); jarak vertikal dari garis air pada setiap titik pada lambung kapal sampai dengan
dasar kapal.
Trim; perbedaan antara sarat depan dan sarat belakang kapal.
Moulded Depth/D (tinggi moulded); jarak vertikal pada midship dari base line sampai sisi bawah
pelat geladak utama.
Freeboard/f (lambung timbul); jarak vertikal dari garis air sampai geladak pada sisi kapal. Besar f
adalah selisih antara D dan T pada setiap titik sepanjang kapal.
Moulded Displacement; displacement kapal berdasarkan ukuran-ukuran utama moulded.
Total Displacement; moulded displacement yang dimodifikasi dengan menambahkan tebal pelat
kulit dan volume dari tonjolan-tonjolan pada kapal.
Wetted Surface Area/WSA; luasan dari permukaan badan kapal yang tercelup air (basah) dan
tonjolan-tonjolan pada kapal.
Cubic Number/LBD; sebuah ukuran kasar yang menunjukkan ukuran keseluruhan dari badan kapal.
Area of Bulbous Bow/ABL; luas dari bulbous bow yang diproyeksikan pada bidang tengah kapal
didepan FP.
Transverse Area of Bulbous Bow/ABT; luas penampang melintang bulbous bow yang diukur pada
FP.

11
Kedudukan kapal
sarat rata (even keel) >< trim
tegak (upright) >< oleng (heel)

Lunas datar
(even keel)

trim haluan
(trim by bow)

trim buritan
(trim by stern)

4. Ukuran besar kapal (ship size)


Ukuran besar kapal dapat dicirikan berdasarkan volume (Gross Tonnage, Net Tonnage) atau berat
(Displacement, Deadweight, Lightweight) tergantung pada tipe kapal.
Untuk kapal-kapal general cargo, bulk carrier dan tanker, ukuran besar kapal ditentukan berdasarkan
kapasitas muat. Kapasitas ini dicirikan dengan deadweight tonnage (DWT) dalam ton.
Untuk kapal-kapal pengangkut LPG dan LNG, kapasitas volumetric dari tangki-tangki muatan
menunjukkan ukuran besar kapal.
Untuk kapal-kapal perang, ukuran besar ditentukan berdasarkan displacement tonnage.
Untuk kapal-kapal penumpang dan ferry, volume merupakan parameter yang lebih berarti untuk
mengukur ukuran besar kapal. Gross Tonnage (GT) adalah ukuran dari volume internal kapal
termasuk badan kapal, bangunan atas (superstructure) dan semua ruangan tertutup. Ukuran ini
digunakan sebagai dasar untuk docking, asuransi, pemanduan kapal dan biaya survey. Net Tonnage
(NT) adalah sebuah fungsi ruang muat dan jumlah penumpang. Ini adalah sebuah ukuran kapasitas
pendapatan dari kapal. NT digunakan sebagai dasar untuk pajak-pajak pelabuhan, canal dan muatan.
Displacement (); berat air yang dipindahkan oleh volume badan kapal yang tercelup dalam air.
Displacement kapal dapat diperoleh dari prinsip hukum Archimedes dengan mengalikan volume
badan kapal yang tercelup air dengan massa jenis air:
= L B T CB
Light ship (LS); berat kapal kosong (lightweight), yaitu jumlah dari berat baja, permesinan,
perlengkapan dan peralatan (outfit and equipment) kapal:
LS = WS + WM + WO
WS = weight of steel (berat baja kapal/kapal kosong)
WM = weight of machinery (berat permesinan)
WO = weight of outfit and equipment (berat perlengkapan dan peralatan)

12
Deadweight (DWT); bobot mati kapal, yaitu selisih antara displacement dan lightweight, yang juga
merupakan jumlah berat dari muatan bersih, bahan bakar, minyak lumas, air tawar, gudang,
penumpang dan bagasi, crew (ABK/ Anak Buah Kapal):
DWT=WC+WF+WLO+WFO+WPAS+WLUG+WCREW+WSTORE
WC = berat cargo atau muatan bersih kapal
WF = berat fresh water atau air tawar
WLO = berat lubricating oil atau minyak lumas
WFO = berat fuel oil atau bahan bakar
WPAS = berat passengers atau penumpang
WLUG = berat luggage atau bagasi
WCREW = berat crew atau ABK
WSTORE = berat store atau gudang
Payload; berat muatan bersih kapal. Untuk kapal perang, ini merupakan berat dari persenjataan dan
sistem sensor.
TEU/FEU; kapal container didesain untuk pemuatan container dalam tumpukan atau sel vertikal,
dapat didalam ruang muat, di geladak, atau kombinasi dari keduanya. Containers diukur dalam
FEUs atau TEUs. Satu FEU adalah sebuah container dengan panjang 40 feet, sedangkan satu
TEU adalah satu container dengan panjang 20 feet. FEU adalah singkatan dari Forty foot
Equivalent Unit, sedangkan TEU adalah Twenty foot Equivalent Unit. Terdapat 7 tipe dasar
containers: refrigerated, dry bulk, rack untuk kayu, dll., automotive, livestock (ternak) dan
collapsible.
Cubic Capacity; ukuran tank ships ditentukan berdasarkan kapasitas muat minyak. Barrel (bbl)
adalah satuan muatan cair standar. Satu barrel terdiri dari 42 gallons (5.515 cubic feet atau 0.156
cubic meter). Satu ton bahan bakar minyak sama dengan 6.63 barrels. Ukuran kapal-kapal muatan
curah kering dapat juga ditentukan berdasarkan Cubic Bales atau Cubic Grain.
Cubic Bales adalah ruangan yang tersedia untuk muatan yang diukur dalam cubic feet dalam ruang
muat dengan batas-batas: sisi atas dari cargo battens, sisi dalam gading, dan sisi bawah balok
geladak.
Cubic grain adalah ruangan maksimum yang tersedia untuk muatan yang diukur dalam cubic meter
dalam ruang muat tidak termasuk volume profil/gading dan dengan batas atas adalah sisi bawah pelat
geladak utama.
Dengan demikian Cubic Grain mempunyai volume yang lebih besar dibandingkan dengan Cubic
Bales. Ukuran kapal penumpang biasanya ditentukan berdasarkan jumlah total penumpang. Kapal-
kapal kerja, misalnya tug boats, biasanya ditentukan berdasarkan besar total daya kuda (horse power)
dari mesin induknya. Tug boats juga dapat ditentukan berdasarkan kekuatan tarik bollard (bollard
pull).

5. Koefisien bentuk (coefficients of ship hull form)


Koefisien gading besar (midship coefficient)

13
Sta 0 1
CL 2 3 4 5
6
7
8
9
Sta 0
10

Base Plane
CL

Koefisien gading besar adalah perbandingan luas gading besar dengan luas empat persegi panjang
yang melingkupinya
A
CM M
BT
dengan AM = luas penampang gading besar

Koefisien bidang air (waterplane coefficient)

Koefisien bidang air adalah perbandingan luas bidang air dengan luas empat persegi panjang yang
melingkupinya
AWP
CWP
LWL B
dengan AWL = luas bidang bidang air

Koefisien blok (block coefficient)

14
GAMBAR koefisien blok

Koefisien blok adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume kotak yang melingkupinya

V
CB
LPP BT

Koefisien prismatik (prismatic coefficient, longitudinal prismatic coefficient)

Koefisien prismatik adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume silinder horisontal
dengan penampang sebesar gading besar dan panjang L
V
CP
LAM

Koefisien prismatik tegak (vertical prismatic coefficient)

15
Koefisien prismatik tegak adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume silinder tegak
dengan tinggi T
penampang sebesar bidang air dan
V
C PV
TAWP

Koefisien volumetrik (volumetric coefficient)


Koefisien volumetrik adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume kubus dengan sisi
sebesar L/10. Dipakai dalam masalah Hambatan Kapal

CV
(L )3
10

6. Gaya angkat; Hukum Archimedes (287 SM 212 SM),


Archimedes menyatakan bahwa suatu benda yang berada dalam cairan, baik terbenam maupun terapung
akan mendapat gaya angkat sebesar gaya berat cairan yang dipindahkan. Gaya berat cairan yang dipindahkan
adalah masa jenis cairan percepatan gravitasi g volume cairan yang dipindahkan.
Untuk lebih jelasnya, kita lakukan percobaan berikut:

Percobaan 1
Sebuah kubus baja yang pejal mempunyai panjang sisi = 1 meter, dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi
atasnya, kemudian dilepaskan. Masa jenis baja = 7850 kg/m3 dan masa jenis air tawar = 1000 kg/m3 dan
percepatan gravitasi = 9.81 m/s2.
Apa yang terjadi?
Kubus baja akan masuk ke dalam air.
Mengapa kubus tidak diam di tempatnya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita pakai Hukum Newton yang pertama: suatu benda yang tidak dikenai
gaya akan diam atau bergerak lurus beraturan dengan kecepatan tetap. Atau dalam bentuk singkatnya:
Jika pada suatu benda gaya = 0 dan momen = 0 maka benda itu akan diam atau bergerak lurus
beraturan dengan kecepatan tetap.
Dalam percobaan ini, arah positif gaya diambil arah ke atas
Gaya apa saja yang bekerja pada kubus itu?
Karena berada di bumi, kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 7850 kg/m3 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
Karena berada dalam cairan, kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
1 m3 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 9810 N berarah ke atas.

16
Jadi ada resultan gata sebesar (-77008.5 N + 9810 N) = -67198.5 N berarah ke bawah dan karena itu kubus
akan masuk terus ke dalam air.

Percobaan 2
Baja dari percobaan 1 kita jadikan kubus dengan sisi 2 m dan berongga di dalamnya. Volume luar kubus
adalah 8 m3 dan rongga dibuat di tengah-tengah dan berbentuk kubus juga dengan volume 7 m3. Maka sisi
rongga adalah 1.913 m dan tebal dinding kubus adalah 0.5*(2 m - 1.913 m) = 0.0435 m. Jadi volume baja
tetap 1 m3.
Sekali lagi kubus baja dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi atasnya, kemudian dilepaskan.
Apa yang terjadi?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita pakai cara seperti di atas:
kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 7850 kg/m3 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
8 m3 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 78480 N berarah ke atas.
Jadi ada resultan gaya sebesar (- 77008.5 N + 78480 N) = +1471.5 N berarah ke atas, maka kubus akan
bergerak ke atas!
Apakah kubus akan bergerak terus ke atas?
Tentu tidak, karena kalau kubus bergerak naik, gaya angkat akan berkurang, (Mengapa?)
Kapan kubus akan berhenti?
Tentunya jika gaya = 0 atau jika gaya berat sama besarnya dengan gaya angkat yaitu sebesar 77008.5 N.
Berapa volume air yang harus dipindahkan untuk mendapat gaya angkat sebesar itu?
Volume air = 77008.5 N / (1000 kg/m3 9.81 m/s2) = 7.85 m3.
Ini terjadi pada sarat berapa?
Luas bidang air kubus adalah 2 m 2 m = 4 m2 sehingga sarat = 7.85 m3 / 4 m2 = 1.9625 m.
Maka bagian kubus yang berada di atas muka air adalah 0.0375 m. Tidak banyak memang, tetapi terapung!

Percobaan 3
Baja dari percobaan 1 kita jadikan kubus dengan sisi 5 m dan berongga di dalamnya. Volume luar kubus
adalah 125 m3 dan rongga dibuat di tengah-tengah dan berbentuk kubus juga dengan volume 124 m3. Jadi
sisi rongga adalah 4.987 m dan tebal dinding kubus adalah 0.5*(5 m - 4.987 m) = 0.0065 m. Jadi volume
baja tetap 1 m3.
Sekali lagi kubus baja dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi atasnya, kemudian dilepaskan.
Apa yang terjadi?
Kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 7850 kg/m3 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
125 m3 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 1226250 N berarah ke atas.
Jadi ada resultan gaya sebesar (- 77008.5 N + 1226250 N) = +1149241.5 N berarah ke atas.
Berapakah sarat kubus?
Volume air yang dipindahkan = 77008.5 N / (1000 kg/m3 9.81 m/s2) = 7.85 m3, sama seperti pada
percobaan 2.
Luas bidang air = 5 m 5 m = 25 m2, jadi sarat = 7.85 m3 / 25 m2 = 0.314 m dan bagian kubus di atas air = 5
m - 0.314 m = 4.686 m.
Jika kita ingin lambung timbul kubus ini = 0.5 m, maka sarat muatan penuh = 5 m 0.5 m = 4.5 m.
Pada sarat ini gaya angkat = 4.5 m 25 m2 1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 1103625 N, jadi masih ada kelebihan
gaya angkat sebesar 1103625 N - 77008.5 N = 1026616.5 N atau muatan dan lain-lain dengan massa
1026616.5 N / 9.81 m/s2 = 104650 kg = 104.65 ton, seperti permesinan, bahan bakar, muatan, air tawar,
bahan makanan, ABK dan barang bawaannya.

Menghitung berat dan titik berat kapal


Diketahui: suatu tongkang dengan panjang 100 m, lebar 20 m, tinggi 10 m. Tongkang dibuat dari pelat baja,
tebal pelat alas = 12 mm, tebal pelat sisi 8 mm, tebal pelat ujung 10 mm, tebal pelat geladak 10 mm. g = 10
m/s2, baja = 7850 kg/m3.
Hitunglah: massa tongkang dan letak titik beratnya.
17
Jawab: Untuk menghitung berat kapal, kita buat tabel berikut
Bagian Panjang Lebar Luas Tebal Volume Massa
[m] [m] [m2] [m] [m3] [kg]
Alas 100 20 2000 0.012 24 188400
Sisi 100 10 2*1000 = 2000 0.008 16 125600
Geladak 100 20 2000 0.01 20 157000
Ujung belakang 20 10 200 0.01 2 15700
Ujung depan 20 10 200 0.01 2 15700
Jumlah 502400
Berat kapal = 502400 kg * 10 m/s2 = 5024000 N = 5024 kN
Untuk menghitung letak titik berat kapal, kita buat tabel berikut
Bagian Massa Berat Lengan Momen Lengan Momen
[kg] [N] ->alas [m] [Nm] ->AP [Nm]
Alas 188400 1884000 0 0 50 94200000
Sisi 125600 1256000 5 6280000 50 62800000
Geladak 157000 1570000 10 15700000 50 78500000
Ujung belakang 15700 157000 5 785000 0 0
Ujung depan 15700 157000 5 785000 100 15700000
Jumlah 23550000 251200000
Tinggi titik berat = 251200000 Nm / 23550000 N = 4.6875 m dari bidang dasar
Letak memanjang titik berat = 251200000 Nm / 23550000 N = 50 m dari AP

Hukum Newton I (1642 - 1727), keseimbangan benda terapung


Pada percobaan di atas, kita tidak memeriksa apakah momen = 0 karena bendanya berbentuk kubus dan
muatan dianggap tersebar merata, hingga garis kerja gaya berat dan gaya angkat berimpit. Bagaimana kalau
tidak?

Contoh soal A
Sebuah perahu berbentuk kotak mempunyai panjang 5 m, lebar 1 m dan tinggi sisi 0.8 m. Tebal pelat yang
dipakai = 5 mm. Seorang penumpang dengan massa 100 kg naik ke perahu itu dan duduk di tengah-tengah.
Berapakah sarat perahu? Massa jenis baja = 7850 kg/m3, massa jenis air tawar = 1000 kg/m3, percepatan
gravitasi = 9.81 m/s2.
Jawab:
Pertama kita perlu menghitung massa kapal.
Nama bagian Luas tebal volume
Alas 5 m 1 m = 5.0 m 0.005 m 0.025 m3
2

Sisi kiri dan kanan 2 5 m 0.8 m = 8.0 m2 0.005 m 0.040 m3


Ujung depan & belakang 2 1 m 0.8 m = 1.6 m2 0.005 m 0.008 m3
jumlah 0.073 m3
3 3
Massa perahu = 0.073 m 7850 kg/m = 573.05 kg.
Lalu kita hitung gaya berat perahu dan penumpang:
Nama bagian Massa Massa g gaya berat
Perahu 573.05 kg 573.05 kg 9.81 m/s2 5621.62 N
2
Penumpang 100.00 kg 100 kg 9.81 m/s 981.00 N
jumlah 6602.62 N
Selanjutnya kita hitung sarat kapal
Volume air yang dipindahkan = 6602.62 N / (1000 kg/m3 9.81 m/s2 = 0.67305 m3, sedang luas bidang air =
5 m 1 m = 5 m2, sehingga sarat perahu = 0.67305 m3 / 5 m2 = 0.13461 m.

Contoh soal B
Pada perahu dalam contoh soal diatas, penumpang tadi pindah ke ujung depan perahu.
Berapakah sarat belakang TA san sarat depan TF?
Jawab:

18
Karena penumpang pindah ke depan, titik berat gabungan gaya berat perahu dan penumpang akan bergeser
ke depan juga, sehingga supaya momen = 0, titik berat gaya angkat harus bergeser ke depan juga.
Fisika memberi kita rumus untuk menghitung titik berat gabungan dari dua massa
x m x 2 m2
xG 1 1
m1 m2
dengan
xG = letak titik berat gabungan
m1 dan m2 = massa benda 1 dan 2
x1 dan x2 = letak titik berat benda 1 dan 2 terhadap suatu sumbu acuan
x1m1 = momen massa m1 terhadap sumbu acuan
x2m2 = momen massa m2 terhadap sumbu acuan
Rumus ini dapat diperluas untuk banyak massa
xG
xi mi
mi
Selain itu massa dapat digantikan dengan berat, luasan atau volume.
Kita hitung letak titik berat gabungan gaya berat
Nama bagian Massa Lengan thd midship Momen
Perahu 573.05 kg 0 m 0 kgm
Penumpang 100 kg 2.5 m 250 kgm
Jumlah 673.05 kg 250 kgm
Titik berat gabungan terhadap midship = 250 kgm / 673.05 kg = 0.371 m di depan midship
Selanjutnya dihitung letak resultan gaya angkat. Karena TA tidak sama dengan TF, maka sisi perahu di
dalam air berbentuk trapesium.
Kita hitung titik berat trapesium dengan membaginya menjadi segitiga dan empat persegi panjang.
Nama bagian Luas Lengan terhadap AP Momen statis
Segitiga 0.5L (TF - TA) 2/3 L L2 ( TF - TA)/3
4 persegi panjang TAL 1/2 L L2 TA/2
0.5L(TF + TA) L2(2TF + TA)/6
Jadi jika diketahui TA dan TF , jarak titik berat dari AP
L2 ( 2TF TA ) / 6 L( 2TF TA )
xG .
0.5L(TF TA ) 3(TF TA )
L(TF TA )
Titik berat dari midship menjadi xG
6(TF TA )
Kita hitung juga letak titik berat meninggi
Nama bagian Luas Lengan thd dasar Momen statis
Segitiga 0.5L (TF - TA) TA + 1/3(TF - TA) L(TF - TA) (2TF + TA)/6
4 persegi panjang TAL 1/2 TA LTA2/2
0.5L(TF + TA) L(TF2 + TATF + TA2)/6
T 2 TATF TA2
Titik berat di atas dasar menjadi yG F
3(TF TA )
Jika diketahui bahwa luas trapesium = A dan letak titik beratnya dari AP = xT, berapakah TA dan TF?
Dari hitungan di atas didapat:
0.5L(TF + TA) = A
L2(2TF + TA)/6 = A.xT
Dari dua persamaan ini didapat:
2 A 3xT L 2 A 2 L 3xT
TF 2
dan TA
L L2
Dari contoh soal di atas, volume air yang dipindahkan = 0.67305 m3 dan karena lebar kapal = 1 m,
maka luas bidang samping = 0.67305 m3 / 1 m = 0.67305 m2 dan supaya momen = 0 maka
resaultan gaya angkat harus berjarak 0.371 m di depan midship, sama dengan letak resultan gaya
berat atau 0.371 m + 2.5 m = 2.871 m dari AP.
19
Dari dua ketentuan ini didapat TF = 0.194538 m dan TA = 0.074682 m.

Contoh lain lagi:


5 20 35 m 35
m m m

1 2 3 4

Diketahui:
Panjang tongkang = 100 m, lebar = 20 m, tinggi = 10 m, tinggi alas dalam = 1 m. Tebal pelat alas = 12 mm,
tebal pelat alas dalam = 8 mm, tebal pelat sisi = 10 mm, tebal pelat geladak = 10 mm, tebal pelat sekat = 8
mm.
baja = 7850 kg/m3, g = 10 m/s2.
Hitunglah:
(a) berat dan letak memanjang dan meninggi titik berat tongkang kosong
(b) sarat depan dan belakang tongkang kosong
Jawab:
(a) Seperti pada contoh di atas, kita buat tabel:
Bagian Luas Volume Massa Berat Lengan Momen Lengan Momen
2 3
[m ] [m ] [kg] [N] ->alas [m] [Nm] ->AP [Nm]
Alas 2000 24 188400 1884000 0 0 50 94200000
Alas dalam 1800 14.4 113040 1130400 1 1130400 50 56520000
Sisi kiri & kanan 2000 20 157000 1570000 5 7850000 50 78500000
Geladak 2000 20 157000 1570000 10 15700000 50 78500000
Ujung belakang 200 2.4 18840 188400 5 942000 0 0
Sekat 1 200 1.6 12560 125600 5 628000 5 628000
Sekat 2 200 1.6 12560 125600 5 628000 25 3140000
Sekat 3 200 1.6 12560 125600 5 628000 60 7536000
Sekat 4 200 1.6 12560 125600 5 628000 95 11932000
Ujung depan 200 2.4 18840 188400 5 942000 100 18840000
Jumlah 89.6 703360 7033600 29076400 349796000
Total berat = 703360 N,
KG = 29076400 Nm / 7033600 N = 4.133929 m di atas dasar
LCG = 349796000 Nm / 7033600 N = 49.73214 m dari AP
(b) Jika sarat rata (TA = TF) maka luas bidang samping = 7033600 N /(20 m*1000 kg/m3*10 m/s2) =
35.1680 m2. Dengan rumus di atas didapat:
TF = 0.346028 m dan TA = 0.357332 m

Dari percobaan dan contoh soal di atas, ternyata gaya angkat sebanding dengan volume badan kapal yang
tercelup air, sedangkan volume itu ditentukan oleh sarat kapal. Demikian juga letak resultan gaya berat
menentukan oleh letak resultan gaya apung dan yang akhir ini ditentukan juga oleh sarat. Maka kita perlu
mempunyai grafik hubungan sifat-sifat kapal dengan saratnya, yang kita pelajari dalam bagian berikut ini

20
7. Sistem koordinat, bentuk dan penampang
Untuk menyebutkan letak sesuatu, sering dipakai acuan sesuatu yang lain yang sudah diketahui atau dikenal,
misalnya: Saya duduk di sebelah kanan A. Tetapi jika kita ingin lebih teliti, kita perlu menyebutkan jarak,
misalnya saya duduk 50 cm di sebelah kanan A. Di sini acuannya adalah A.

Gambar 2 dimensi, koordinat bidang


Jika kita ingin menyebutkan letak suatu titik dalam bidang secara teliti, kita membutuhkan 2 garis acuan
yang biasanya disebut system koordinat. Kita sebutkan jarak titik tersebut ke sumbu Y sebagai absis dan
disebut x dan jarak titik ke sumbu X sebagai ordinat dan disebut y. Misalnya kita punya suatu segitiga
dengan titik-titik sudutnya adalah titik A (0,0), titik B (10,2) dan titik C(4,6) dan gambarnya adalah sebagai
berikut:
C(4,6)
Y

B(10,2)

A(0,0) X

Siapapun yang menggambar mengikuti koordinat yang diberikan di atas, akan menghasilkan gambar segitiga
yang sama. Inilah keuntungan menggambar bentuk dengan skala atau Menggambar Teknik.

Gambar 3 dimensi, koordinat ruang


Untuk menyebutkan letak suatu titik dalam ruang, kita membutuhkan 3 bidang acuan yang membentuk
sistem koordinat XYZ. Jarak titik ke bidang YOZ menjadi harga x, jarak titik ke bidang XOZ menjadi harga
y dan jarak titik ke bidang XOY menjadi harga z. Karena kita hanya dapat menggambar pada bidang datar,
maka sistem sumbu 3 dimensi kita gambar dalam bentuk
tampak depan: yang digambar hanya koordinat y dan z
tampak samping: yang digambar hanya koordinat x dan z
tampak atas yang digambar hanya koordinat x dan y.

Misalkan kita pilih sumbu X ke arah memanjang benda, sumbu Y ke arah kiri dan sumbu Z ke arah atas.
Suatu benda dibatasi oleh titik-titik berikut ini:
Titik A (0,-10,10), titik B(0,10,10), titik C(0,-8,2), titik D(0,8,2), titik E(0,0,0).
Titik A(10,-7,10), titik B(10,7,10), titik C(10,-5.3,4.6), titik D(10,5.3,4.6), titik E(10,0,3)
Benda dibatasi oleh
bidang AABBA (bidang atas)
bidang AACCA (bidang sisi kanan)
bidang CCEEC, (bidang alas kanan)
bidang EEDDE, (bidang alas kiri)
bidang BBDDB (bidang sisi kiri)
bidang ACEDBA, (bidang ujung belakang)
bidang ACEDBA (bidang ujung depan)
Gambar ketiga pandangan adalah sebagai berikut:

21
Z Z
A,B A A B B
A,B

C,D C D
E E

D
C,D X C Y

E TAMPAK SAMPING E
TAMPAK DEPAN Y

A C E D B

E
A B
C X D
TAMPAK ATAS
GAMBAR benda tiga dimensi
Siapapun yang menggambar mengikuti koordinat dan bidang batas yang diberikan di atas, akan
menghasilkan gambar benda yang sama. Dengan demikian kita dapat dengan tepat memberi tahu orang lain
bentuk dan ukuran benda yang kita inginkan.

Untuk pemakaian di kapal, sistem


Z Buritan bidang tengah lebar (center line) Haluan sumbu yang dipakai adalah sebagai
berikut:
Cara pertama:
Y Sumbu X adalah perpotongan bidang
dasar (base plane) dengan bidang
tengah lebar (centre line) kapal,
positif ke arah haluan. Sumbu Y
adalah perpotongan bidang dasar
X
(base plane) dengan bidang tegak
bidang tengah panjang (midship) melalui AP, positif ke arah kiri.
Z Sumbu Z adalah perpotongan bidang
Buritan Haluan tengah lebar (centre line) kapal
dengan bidang tegak melalui AP,
positif ke arah atas.
Y

Cara kedua:
Sumbu X adalah perpotongan bidang
X dasar dengan bidang tengah lebar
(centre line) kapal, positif ke arah
haluan. Sumbu Y adalah perpotongan
22
bidang dasar dengan bidang tengah panjang (midship) kapal, positif ke arah kiri. Sumbu Z adalah
perpotongan bidang tengah lebar (centre line) kapal melalui amidships juga positif ke arah atas.

Dalam menggambar kapal, dibuat penampang-penampang yang tegak lurus sumbu X, tegak lurus sumbu Y
dan tegak lurus sumbu Z seperti gambar berikut ini:

Kita lihat sebuah bentuk yang alasnya terpotong di ujung depan dan belakang:

23
Sebenarnya bentuk sederhana di atas cukup ditentukan dengan memberikan koordinat titik-titik sudutnya
saja. Tetapi sekarang akan kita perlakukan seperti sebuah bentuk kapal biasa, yaitu dengan membuat
penampang-penampang yang sejajar sumbu sistem koordinat.

Station, tampak depan dan belakang


Yang pertama kita buat adalah pandangan muka dan belakang dan membuat penampang-penampang yang
sejajar bidang YOZ. Panjang antara garis tegak kita bagi menjadi 10 atau 20 bagian yang sama panjangnya
dan penampang-penampang dibuat melalui titik-titik bagi ini dan masing-masing penampang disebut station.

Sta.
1
0 2
3 4 5 6 7 8 9 10

CL
Penampang-penampang ini kemudian kita
gambar dalam satu gambar, bagian kanan untuk
penampang di depan midships dan bagian kiri
Sta untuk penampang di belakang midships.
10 Hasilnya adalah sebagai gambar di samping ini:
Sta 9
Gambar semacam ini disebut body plan.
Sta 8
Sta 0
Sta 7
Sta 1
Sta 2 Sta 6
Sta 3 Base
Sta 4 & 5 Sta 5 Plane

24
Bidang air (water plane plan), tampak atas
Selanjutnya kita buat pandangan atas dan membuat penampang-penampang mendatar sejajar bidang XOY
dan berjarak sama. Besar jarak ini tergantung pada besar kapal, mungkin tiap 0.5 m, atau tiap 1 m, atau harga
lain. Masing-masing penampang disebut bidang air (water plane).Untuk contoh ini dibuat 6 bidang air
termasuk bidang dasar (base plane).

WP 5
WP 4
WP 3
WP 2

WP 1
WP 3
WP 2
WP 1
WP 0

Penampang-penampang mendatar ini kemudian dikumpulkan dalam satu gambar. Karena bentuk kapal
simetris terhadap bidang tengah bujur (centre line), maka cukup digambar bagian kiri atau bagian kanan saja.
Hasilnya adalah seperti di bawah ini. Gambar semacam ini disebut waterplane plan.
WP 2&3&4&5

WP 0 WP 0
WP 1 WP 1 WP 2 WP 3 WP 4&5

CL CL

Sta 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10

Buttock plane, tampak samping


Terakhir kita buat pandangan samping dengan membuat penampang-penampang tegak memanjang sejajar
bidang XOZ.. Jarak penampang-penampang ini dibuat sama dan banyaknya tergantung besar kapal. Untuk
contoh ini dibuat 5 penampang termasuk yang pada bidang tengah bujur (centre line).

25
BP 0
BP 2

BP 4

BP 1
BP 3

Penampang-penampang ini kemudian dikumpulkan dalam satu gambar dan hasilnya adalah sebagai berikut:

BP 0&1&2&3&4

Bidang Dasar

Sta 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10

Pada gambar di atas hanya ada satu gambar saja, karena semua penampang sama bentuk dan ukurannya.
Tiap penampang disebut buttock plane dan gambar semacam ini disebut sheer plan.

Dalam menggambar kapal, pada semua


CL
gambar, semua penampang digambar
juga. Maka gambar body plan akan
menjadi seperti di samping ini.

Sta 10
Sta 9
Sta 8
Sta 0
Sta 1 Sta 7
Sta 2 Sta 6
Sta 3
Sta 5
Sta 4 & 5 CL Base Plane

Dan gambar waterplane akan menjadi seperti berikut ini:

26
WP 2,3,4,5 WP 1

WP 1 WP 0 WP 0 WP 2 WP 3 WP 4,5

CL CL

Sta 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10
Akhirnya, gambar buttock plane akan menjadi seperti ini:
BP 0&1&2&3&4

Bidang Dasar

Sta. 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10

Terpotong sisi kiri dan kanan

Kita lihat suatu bentuk yang terpotong di bagian bawah kiri dan kanan. Selanjutnya kita buat penampang-
penampang seperti di atas.

Station, tampak depan dan belakang

27
Sta 0 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10

Setelah semua penampang dikumpulkan, hasilnya adalah


Sta 0,1,2,3,4,5 CL

Sta 5,6,7,8,9,10

Base Plane

Bidang air, tampak atas


CL

WP 5 CL
WP 4
WP 3
WP 2
WP 1
WP 0

WP 4,5
WP 3
WP 2
WP 1
CL CL

Sta 0 1 2 3 4 6 WP 0 7 8 9 10

28
Buttock plane, tampak samping

BP 3
BP 4

BP 2
BP 1
BP 0

BP 4
BP 3
BP 2
Base BP 1
Plane BP 0 Base Plane
Sta 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10

Terpotong di mana-mana
Sekarang kita lihat kapal yang terpotong di ujung-ujungnya, di bawah maupun di sisi

Station, tampak depan dan belakang

29
Sta 0 1
CL 2 3 4 5
6
7
8
9
Sta 0
10
1
2
9
3
Base Plane 4
6 7 8
CL

CL
4,5 3 2 1 0 10

9
0 8
1 7

2 6,5

3
4,5 Base plane
CL

Bidang air, tampak atas

BA 5

BA 4
BA 3 BA 5

BA 4
BA 2
BA 3
BA 1 BA 2
BA 1
BA 0

Bidang Dasar

30
GA 5 GA 5
GA 4 GA 0
GA 3 GA 0
GA 2 GA 1 GA 0
CL CL
0 1 2 3 4 6 7 8 9 10

Buttock plane, tampak samping

BP 0
BP 1
BP 2

BP 3

BP 3
CL

BP 0
BP 2 BP 1

BP 3 BP 3

BP 2
BP 2
BP 1
BP 0,1 BP 0

0 1 2 3 4 6 7 8 9 10
Jika bentuk luar dari kapal di atas diketahui, bagaimana kita menggambar station, bidang air dan buttock
line?

31
A0(0,5,10)
A4(40,10,10)
D0(0,-5,10) A6(60,10,10)

B0(0,2.5,5)
D6(60,-10,10) A10(100,0,10)
C0(0,-2.5,5) D4(40,-10,10)

B4(40,5,0)
B6(60,5,0)
C4(40,-5,0)
C6(60,-5,0) B8(80,0,0)

Pada kapal ini kita buat 10 station


Menggambar station
Station 0
Persamaan bidang yang melalui station 0 adalah x = 0. Bentuk Sta. 0 ditentukan oleh titik A0, B0, C0 dan D0
yang sudah diketahui koordinatnya, jadi langsung dapat digambar

Station 1
Seperti Sta. 0, Sta 1 juga ditentukan oleh 4 titik: A1, B1, C1 dan D1.
Titik A1 adalah titik potong garis A0A4 dengan bidang x = 10.
Persamaan garis melalui 2 titik adalah:

Persamaan garis A0A4 menjadi


atau
Titik A1 adalah titik potong A0A4 dengan bidang x = 10 :
sehingga y = 6.25 sedangkan z = 10
Titik B1 adalah titik potong garis B1B4 dengan bidang x = 10.
Persamaan garis B1B4 adalah
atau
Jadi untuk x = 10
sehingga y = 3.125 dan sehingga z = 3.75
Titik C1 adalah titik potong garis C1C4 dengan bidang x = 10.
Persamaan garis C1C4 adalah

atau
Jadi untuk x = 10
sehingga y = -3.125 dan sehingga z = 3.75
Titik D1 adalah titik potong garis D1D4 dengan bidang x = 10.
Persamaan garis D1D4 adalah

atau
Jadi untuk x = 10

32
sehingga y = -6.25 dan z = 10

Station 1 A1 B1 C1 D1
X 10 10 10 10
Y 6.25 3.125 -3.125 -6.25
Z 10 3.75 3.75 10

Station 2
Titik A2 adalah titik potong garis A0A4 dengan bidang x = 20.
sehingga y = 7.5 sedangkan z = 10
Titik B2 adalah titik potong garis B1B4 dengan bidang x = 20.
sehingga y = 3.75 dan sehingga z = 2.5
Titik C2 adalah titik potong garis C1C4 dengan bidang x = 20.
sehingga y = -3.75 dan sehingga z = 2.5
Titik D2 adalah titik potong garis D1D4 dengan bidang x = 20.
sehingga y = -7. 5 dan z = 10

Station 2 A2 B2 C2 D2
X 20 20 20 20
Y 7.5 3.75 -3.75 -7.5
Z 10 2.5 2.5 10

Station 3
Titik A3 adalah titik potong garis A0A4 dengan bidang x = 30.
sehingga y = 8.75 sedangkan z = 10
Titik B3 adalah titik potong garis B1B4 dengan bidang x = 30.
sehingga y = 4.375 dan sehingga z = 1.25
Titik C3 adalah titik potong garis C1C4 dengan bidang x = 30.
sehingga y = -4.375 dan sehingga z = 1.25
Titik D3 adalah titik potong garis D1D4 dengan bidang x = 30.
sehingga y = -8.75 dan z = 10
Station 3 A3 B3 C3 D3
X 30 30 30 30
Y 8.75 4.375 -4.375 -8.75
Z 10 1.25 1.25 10

Station 4, 5 dan 6
Station 6 A6 B6 C6 D6
Station 7 x 60 60 60 60
y 10 5 -5 -10
z 10 0 0 10 33
Titik A7 adalah titik potong garis A6A10 dengan bidang x = 70
Persamaan garis A6A10 adalah
atau
Jadi
sehingga y = 7.5 dan z = 10
Titik B7 adalah titik potong garis B6B8 dengan bidang x = 70
Persamaan garis B6B8 adalah
atau
Jadi
sehingga y = 2.5 dan z = 0
Titik C7 adalah titik potong garis C6C8 dengan bidang x = 70
Persamaan garis C6C8 adalah

atau
Jadi
sehingga y = -2.5 dan z = 0
Titik D7 adalah titik potong garis D6D10 dengan bidang x = 70
Persamaan garis A6A10 adalah

atau
Jadi
sehingga y = -7.5 dan z = 10

Station 7 A7 B7 C7 D7
X 70 70 70 70
Y 7.5 2.5 -2.5 -7.5
Z 10 0 0 10

Station 8
Titik A8 adalah titik potong garis A6A10 dengan bidang x = 80
sehingga y = 5 dan z = 10
Titik B8 berimpit dengan titik C8 dengan koordinat (80, 0, 0)
Titik D8 adalah titik potong garis D6D10 dengan bidang x = 80
sehingga y = -5 dan z = 10

Station 8 A8 B8 C8 D8
X 80 80 80 80
Y 5 0 0 -5
Z 10 0 0 10

Station 9
Titik A9 adalah titik potong garis A6A10 dengan bidang x = 90
sehingga y = 2.5 dan z = 10
34
Titik B9 dan C9 (berimpit) adalah titik potong garis B8B10 dengan bidang x = 90
Persamaan garis B8B10 adalah
atau
Jadi
sehingga z = 5 dan y = 0
Titik D9 adalah titik potong garis D6D10 dengan bidang x = 90
sehingga y = -2.5 dan z = 10

Station 9 A9 B9 C9 D9
X 90 90 90 90
Y 2.5 0 0 -2.5
Z 10 5 5 10

Station 10
Semua titik berimpit dengan koordinat (100, 0, 0)

Menggambar Bidang Air


Bidang Air 2.5 m
Titik EL2.5 adalah titik potong garis B0B4 dengan bidang z = 2.5
Persamaan garis B0B4 adalah
atau
Jadi
sehingga x = 20 dan sehingga y = 3.75
FL2.5 adalah titik potong garis A4B4 dengan bidang z = 2.5
Persamaan garis A4B4 adalah
atau
Jadi
jadi y = 6.25 dan x = 40
GL2.5 adalah titik potong garis A6B6 dengan bidang z = 2.5
Persamaan garis A6B6 adalah
atau
Jadi
jadi y = 6.25 dan x = 60
H2.5 adalah titik potong garis B8A10 dengan bidang z = 2.5
Persamaan garis B8A10 adalah
atau
Jadi
sehingga x = 85 dan y = 0
Selanjutnya karena simetri maka
ER2.5 mempunyai x = 20 dan y = -3.75
35
FR2.5 mempunyai x = 40 dan y = -6.25
GR2.5 mempunyai x = 60 dan y = -6.25

BA 2.5 EL2.5 FL2.5 GL2.5 ER2.5 FR2.5 GR2.5 H2.5


x 20 40 60 20 40 60 85
y 3.75 6.25 6.25 -3.75 -6.25 -6.25 0
z 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5

Bidang Air 5 m
Titik EL5 adalah titik potong garis B0B4 dengan bidang z = 5
sehingga x = 0 dan sehingga y = 2.5
Titik FL5 adalah titik potong garis A4B4 dengan bidang z = 5
jadi y = 7.5 dan x = 40
Titik GL5 adalah titik potong garis A6B6 dengan bidang z = 5
jadi y = 7.5 dan x = 60
Titik H5 adalah titik potong garis B8A10 dengan bidang z = 5
sehingga x = 90 dan y = 0
Selanjutnya karena simetri maka
ER5 mempunyai x = 0 dan y = -2.5
FR5 mempunyai x = 40 dan y = -7.5
GR5 mempunyai x = 60 dan y = -7.5

BA 5 EL5 FL5 GL5 ER5 FR5 GR5 H5


X 0 40 60 0 40 60 90
Y 2.5 7.5 7.5 -2.5 -7.5 -7.5 0
Z 5 5 5 5 5 5 5

Bidang Air 7.5 m


Titik EL7.5 adalah titik potong garis A0B0 dengan bidang z = 7.5
Persamaan garis A0B0 adalah
atau
Jadi
sehingga y = 3.75 dan x = 0
Titik FL7.5 adalah titik potong garis A4B4 dengan bidang z = 7.5
jadi y = 8.75 dan x = 40
Titik GL7.5 adalah titik potong garis A6B6 dengan bidang z = 7.5
jadi y = 8.75 dan x = 60
Titik H7.5 adalah titik potong garis B8A10 dengan bidang z = 7.5
sehingga x = 95 dan y = 0
Selanjutnya karena simetri maka
ER7.5 mempunyai x = 0 dan y = -2.5
FR7.5 mempunyai x = 40 dan y = -7.5
GR7.5 mempunyai x = 60 dan y = -7.5

36
BA 7.5 EL7.5 FL7.5 GL7.5 ER7.5 FR7.5 GR7.5 H7.5
x 0 40 60 0 40 60 95
y 3.75 8.75 8.75 -3.75 -8.75 -8.75 0
z 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5

Bidang Air 10 m
Bentuk BA. 10 ditentukan oleh titik A0, B4, C6 dan A10 yang sudah diketahui koordinatnya, jadi langsung
dapat digambar

Menggambar Buttock Planes


Buttock Plane 2.5 m
Titik K2.5 adalah titik potong garis A0D0 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis A0D0 adalah

Jadi x = 0 dan z = 10
Titik L2.5 adalah titik potong garis B0C0 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B0C0 adalah

Jadi x = 0 dan z = 5
Titik M2.5 adalah titik potong garis B4C4 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B4C4 adalah

Jadi x = 40 dan z = 0
Titik N2.5 adalah titik potong garis B6C6 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B6C6 adalah

Jadi x = 60 dan z = 0
Titik O2.5 adalah titik potong garis B6B8 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B6B8 adalah
atau

Jadi sehingga x = 70 dan z = 0


Titik P2.5 adalah titik potong garis A8A10 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis A8A10 adalah
atau

Jadi sehingga x = 95 dan z = 10

BP 2.5 K2.5 L2.5 M2.5 N2.5 O2.5 P2.5


x 0 0 40 60 70 95
y 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
z 10 5 0 0 0 10

Buttock Plane 5 m
Titik K5 adalah titik potong garis A0D0 dengan bidang y = 5

37
Persamaan garis A0D0 adalah

Jadi x = 0 dan z = 10
Titik L5 adalah titik potong garis B0C0 dengan bidang y = 5
Persamaan garis B0C0 adalah

Jadi x = 0 dan z = 5
Titik M5 adalah titik potong garis B4C4 dengan bidang y = 5
Persamaan garis B4C4 adalah

Jadi x = 40 dan z = 0
Titik N5 adalah titik potong garis B6C6 dengan bidang y = 5
Persamaan garis B6C6 adalah

Jadi x = 60 dan z = 0
Titik O5 adalah titik potong garis B6B8 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B6B8 adalah
atau

Jadi sehingga x = 60 dan z = 0


Titik P5 adalah titik potong garis A8A10 dengan bidang y = 5
Persamaan garis A8A10 adalah
atau

Jadi sehingga x = 90 dan z = 10

BP 5 K5 L5 M5 N5 O5 P5
x 0 0 40 60 60 90
y 5 5 5 5 5 5
z 10 5 0 0 0 10

Buttock Plane 7.5 m


Titik K7.5 adalah titik potong garis A0A4 dengan bidang y = 7.5
Persamaan garis A0A4 adalah
atau

Jadi sehingga x = 20 dan z = 10


Titik L7.5 adalah titik potong garis A4B4 dengan bidang y = 7.5
Persamaan garis A4B4 adalah
atau

Jadi sehingga z = 5 dan x = 40


Titik M7.5 adalah titik potong garis A6B6 dengan bidang y = 7.5
Persamaan garis A6B6 adalah
38
atau

Jadi sehingga z = 5 dan x = 60


Titik N7.5 adalah titik potong garis A6A10 dengan bidang y = 7.5
Persamaan garis A6A10 adalah
atau

Jadi sehingga x = 70 dan z = 10

BP 7.5 K7.5 L7.5 M7.5 N7.5


x 20 0 60 70
y 7.5 7.5 7.5 7.5
z 10 5 5 10

Buttock Plane 10 m
Dari gambar terlihat bahwa titik-titik yang lebarnya lebih atau sama dengan 10 m hanyalah titik A4 dan A6.
Jadi Buttock Plane 10 adalah garis A6B6 saja.

Untuk bentuk yang dibatasi oleh bidang lengkung, kita lihat gambar di bawah ini:

8. Rencana Garis (Lines Plan)


Kapal adalah benda 3 dimensi yang dibatasi oleh bidang datar maupun bidang lengkung. Maka penampang-
penampangnya juga dibatasi oleh garis-garis lengkung. Jika digambar menurut aturan di atas, kita dapatkan
hasil berikut. Hanya perlu diingat bahwa gambar ini menurut cara Amerika, yaitu station 0 terletak di haluan
kapal dan bukan di buritan.

39
Gambar 1 Lines Plan
40
Bentuk badan kapal dalam proyeksi
bidang dasar (base line) BL
bidang tengah lebar (centerline) CL
garis tegak belakang (after perpendicular) AP
garis tegak depan (forward perpendicular) FP
bidang tengah panjang (amidships)
body plan pandangan depan-belakang
o station
o gading (frame)
o deck side line
o kubu-kubu (bulwark)

camber

H
T

B
GAMBAR amidships
amidships
o flat of keel, half siding
o rise of floor, deadrise
o bilga (bilge)
o jari-jari bilga (bilge radius)
o tumblehome
o flare
o lengkung lintang geladak (camber, round of beam)

9. Perhitungan dan kurva hidrostatik (hydrostatic curves and


calculations) Bagian I
Semua koefisien, luas, titik berat luasan, volume, titik berat volume dan lain-lain berubah harganya menurut
sarat kapal. Padahal harga-harga tersebut dibutuhkan untuk berbagai keperluan. Maka dibuat suatu diagram
yang menunjukkan harga-harga tersebut sebagai fungsi sarat: kurva hidrostatik. Kurva ini dibuat untuk kapal
diam di air tenang. Kapal yang bergerak maju dan dalam air yang bergelombang dipelajari dalam Hambatan
kapal dan Gerak Kapal.

Sistem sumbu:
41
z

GAMBAR sistem sumbu

sumbu X pada perpotongan bidang dasar dengan bidang tengah bujur, positif ke arah haluan kapal
sumbu Y pada perpotongan bidang dasar dengan bidang tengah lintang, positif ke arah lambung kiri
sumbu Z pada perpotongan bidang tengah bujur dengan bidang tengah lintang, positif ke arah atas

Kedudukan kapal: tidak trim, tidak oleng.


1. Luas bidang air WPA (water plane area)
2. titik berat bidang air LCF (longitudinal centre of floatation)
3. Luas gading besar MSA (midship section area)
4. Kurva Bonjean
5. Luas permukaan basah WSA (wetted surface area),
6. displasemen moulded (volume)
7. tinggi titik apung KB
8. letak memanjang titik apung LCB (longitudinal centre of bouyancy)
9. Volume kulit
10. displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
11. displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
12. TPC (ton per cm immersion)
13. koefisien blok CB
14. koefisien prismatik CP
15. koefisien prismatik tegak CPV
16. koefisien gading besar CM
17. LBM
18. TBM
19. MTC (moment to change trim 1 cm)
20. DDT (change of displacement due to trim 1 cm)

Luasan dan titik berat luasan


luas bidang air (waterplane area)

42
Z

Pada suatu harga z (sarat), setengah lebar bidang air diintegral ke arah memanjang
AWP 2 ydx
LWL

dengan y = setengah lebar bidang air. Satuan: m2

momen statis bidang air terhadap bidang tengah panjang (amidships) atau terhadap AP.
Integrasi ke arah memanjang juga
M WY 2 xydx
LWL

dengan x = lengan terhadap sumbu acuan Y. Satuan: m3. Sumbu acuan harus disebutkan.

titik berat bidang air (center of flotation) terhadap bidang tengah lintang atau terhadap AP.
M WY
LCF , x F
AWP
Satuan: m. Sumbu acuan harus disebutkan. Jika sumbu acuan adalah bidang tengah lintang
(amidships), LCF berharga positif jika letaknya di depan midships. Bentuk lain: MWY = LCF.AWP.
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal

Y B
20 m

40 m

A C

60 40
m m
Diketahui: Bidang Air dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar
air laut =1025 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitung:
- AWP - MWY - LCF - TPC

Jawab:
Bidang air kita bagi menjadi bagian belakang dan bagian depan.
Karena simetris, kita hitung hanya bagian di atas sumbu X

43
Menghitung AWP
AWP 2 ydx
LWL

Bagian belakang:
Titik A (0. 10) titik B (60, 20)
Persamaan garis yang melalui A dan B:
x xA y yA yB y A
--> y y A ( x xA )
xB x A y B y A xB x A
sehingga
20 10 x
y 10 ( x 0) 10
60 0 6
60 x x2
0.5AWP bagian belakang = 0 ( 10)dx 10 x |60
0 900 m
2
6 12
Bagian depan:
titik B (60, 20) titik C (100, 0)
0 20 x
y 20 ( x 60) 50
100 60 2
100 x x2
0.5AWP bagian depan = 60 ( 50)dx 50 x |100
60 400 m
2
2 4
AWP = 2(900 m2 + 400 m2) = 2600 m2

Menghitung MWY
M WY 2 xydx
LWL

Bagian belakang:
2
60 x 60 x x3
10) dx ( 10 x ) dx 5 x 2 |60
0 30000 m
3
0.5MWY bagian belakang = x(
0 6 0 6 18
Bagian depan:
100 x x3
0.5MWY bagian depan = 60 x ( 50)dx 25 x 2 |100
60 29333.33 m
3
2 6
MWY = 2(30000 m3 + 29333.33 m3) = 118666.7 m3

Menghitung LCF:
M
LCF , x F WY
AWP
LCF = 118666.7 m3/ 2600 m2 = 45.64103 m dari AP

Menghitung TPC:
A g
TPC WP
100
air laut = 1025 kg/m3, g = 9.81 m/s2
TPC = 2600 m2*1025 kg/m3*9.81 m/s2/100 = 261436.5 N/cm
_______________________________________________________________________________________

luas gading besar (midship area)

44
Sta 1 2 3
Z0 4 5
6
7
8
9

10
Y

Base
Plane
X
Pada harga x di tengah panjang, setengah lebar bidang air diintegral ke arah meninggi (vertikal)
WL
AM 2 ydz
0

Satuan: m2

kurva luas station atau kurva Bonjean (Bonjean curves)


Pada suatu harga x (Station), setengah lebar bidang air diintegral ke arah meninggi (vertikal)
WL
AST 2 ydz
0

Satuan: m2

Gambar Kurva Bonjean

luas permukaan basah (wetted surface area)

45
Z

Pada suatu harga z (sarat), setengah keliling diintegral ke arah memanjang kapal
WSA 2 gdx
LWL

dengan g = setengah keliling (half girth). Satuan: m2


Dari gambar kita lihat sin = z / g, jadi g = z / sin . Hubungan sin dengan tan
Z adalah sin tan 1 tan 2 Tetapi tan adalah angka arah garis m. Jadi
g z 1 m2 .
z g
m
Y Garis lurus dan bidang datar mempunyai m yang tetap, jadi m dapat dicari.

_______________________________________________________________________________________
Contoh soal
80 m

20
10 m

4 4m
m
40 2m
m

Diketahui:
46
Tongkang dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar. air tawar = 1000 kg/m3, air laut = 1025 kg/m3,
baja = 7850 kg/m3, g = 9.81 m/s2

Hitunglah:
Untuk bidang air 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m:
- kurva Bonjean - AM
- AWP - MWY - LCF
- WSA

Jawab:

Menghitung kurva Bonjean


WL
AST 2 ydz
0

Karena kurva Bonjean dibuat untuk banyak station dan banyak sarat, diperlukan y sebagai fungsi x dan z

Bagian belakang
Di ujung belakang, xA = 0:
untuk z = 0 m -> yA = 6 m
untuk z = 10 m -> yA = 8 m
86 z
sehingga yA sebagai fungsi sarat adalah y A 6 ( z 0) 6
10 0 5
Di tengah kapal, xM = 40 m,
untuk z = 0 m -> yA = 8 m
untuk z = 10 m -> yA = 10 m
z
sehingga y M 8
5
yM y A
Jadi y sebagai fungsi x adalah y y A (x xA )
xM x A
Substitusikan yA dan yM
z z
8 6
z z x
y 6 5 5 ( x 0) 6
5 40 0 5 20
Bagian depan
Di ujung depan, xF = 80 m:
untuk z = 0 m -> yF = 2 m
untuk z = 10 m -> yF = 4 m
42 z
sehingga y F 2 ( z 0) 2
10 0 5
z
Di tengah kapal, xM = 40 m, dari hasil di atas y M 8
5
yF yM
Jadi y sebagai fungsi x adalah y y M ( x xM )
xF xM
Substitusikan yF dan yM
z z
2 8
z 5 5 3x z
y 8 ( x 40) 14
5 80 40 20 5

Dengan hasil ini, kita hitung kurva Bonjean untuk sarat 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m dan untuk station 0 pada
x = 0 m, station 1 pada x = 10 m, station 2 pada x = 20 m, station 3 pada x = 30 m, station 4 pada x = 40m,
station 5 pada x = 50 m, station 6 pada x = 60 m, station 7 pada x = 70 m, dan station 8 pada x = 80m

47
WP
AST 2 ydz
0
WP WP
2
x z
6 maka AST 2
x z x WP z
Untuk bagian belakang: y 6 dz 2 6z 0
20 5 0
20 5 20 5 0

WP 2 WP
3x z 3x z 3x WP z
Untuk bagian depan: y 14 maka AST 2 14 dz 2 14 z 0
25 5 0
20 5 20 5 0

Untuk sarat z = 2.5 m

Bagian belakang
2.5 0 z 2.52
Station 0 x = 0 m A0 2 6 dz 2 * 6 * 2.5 2 30 1.25 31.25 m2
0
20 5 10
2.5 10 z
Station 1 x = 10 m A1 2 6 dz 33.75 m2
0
20 5
2.5 20 z
Station 2 x = 20 m A2 2 6 dz 36.25 m2
0
20 5
2.5 30 z
Station 3 x = 30 m A3 2 6 dz 38.75 m2
0
20 5
2.5 40 2.5
Station 4 x = 40 m A4 2 6 dz 41.25 m2
0
20 5
Bagian depan
2.5
3 * 40 z
Station 4 x = 40 m A4 2 14 dz 41.25 m2
0
20 5
2.5
3 * 50 z
Station 5 x = 50 m A5 2 14 dz 33.75 m2
0
20 5
2.5
3 * 60 z
Station 6 x = 60 m A6 2 14 dz 26.25 m2
0
20 5
2.5
3 * 70 z
Station 7 x = 70 m A4 2 14 dz 18.75 m2
0
20 5
2.5
3 * 80 z
Station 8 x = 80 m A4 2 14 dz 11.25 m2
0
20 5
Untuk sarat z = 5 m

Bagian belakang
5 0 z
Station 0 x = 0 m A0 2 6 dz 65 m2
0 20 5

5 10 z
Station 1 x = 10 m A1 2 6 dz 70 m2
0 20 5

5 20 z
Station 2 x = 20 m A2 2 6 dz 75 m2
0 20 5

5 30 z
Station 3 x = 30 m A3 2 6 dz 80 m2
0 20 5

48
5 40 2.5
Station 4 x = 40 m A4 2 6 dz 85 m2
0 20 5

Bagian depan
5
3 * 40 z
Station 4 x = 40 m A4 2 14 dz 85 m2
0
20 5
5
3 * 50 z
Station 5 x = 50 m A5 2 14 dz 70 m2
0
20 5
5
3 * 60 z
Station 6 x = 60 m A6 2 14 dz 55 m2
0
20 5
5
3 * 70 z
Station 7 x = 70 m A4 2 14 dz 40 m2
0
20 5
5
3 * 80 z
Station 8 x = 80 m A4 2 14 dz 25 m2
0
20 5
Untuk sarat z = 7.5 m

Bagian belakang
7.5 0 z
Station 0 x = 0 m A0 2 6 dz 101.25 m2
0
20 5
7.5 10 z
Station 1 x = 10 m A1 2 6 dz 108.75 m2
0
20 5
7.5 20 z
Station 2 x = 20 m A2 2 6 dz 116 .25 m2
0
20 5
7.5 30 z
Station 3 x = 30 m A3 2 6 dz 123.75 m2
0
20 5
7.5 40 2.5
Station 4 x = 40 m A4 2 6 dz 131.25 m2
0
20 5
Bagian depan
7.5
3 * 40 z
Station 4 x = 40 m A4 2 14 dz 131.25 m2
0
20 5
7.5
3 * 50 z
Station 5 x = 50 m A5 2 14 dz 108.75 m2
0
20 5
7.5
3 * 60 z
Station 6 x = 60 m A6 2 14 dz 86.25 m2
0
20 5
7.5
3 * 70 z
Station 7 x = 70 m A4 2 14 dz 63.75 m2
0
20 5
7.5
3 * 80 z
Station 8 x = 80 m A4 2 14 dz 41.25 m2
0
20 5
Untuk sarat z = 10 m

Bagian belakang
10 0 z
Station 0 x = 0 m A0 2 6 dz 140 m2
0
20 5
10 10 z
Station 1 x = 10 m A1 2 6 dz 150 m2
0
20 5
10 20 z
Station 2 x = 20 m A2 2 6 dz 160 m2
0
20 5

49
10 30 z
Station 3 x = 30 m A3 2 6 dz 170 m2
0
20 5
10 40 2.5
Station 4 x = 40 m A4 2 6 dz 180 m2
0
20 5
Bagian depan
10
3 * 40 z
Station 4 x = 40 m A4 2 14 dz 180 m2
0
20 5
10
3 * 50 z
Station 5 x = 50 m A5 2 14 dz 150 m2
0
20 5
10
3 * 60 z
Station 6 x = 60 m A6 2 14 dz 120 m2
0
20 5
10
3 * 70 z
Station 7 x = 70 m A4 2 14 dz 90 m2
0
20 5

10
3 * 80 z
Station 8 x = 80 m A4 2 14 dz 60 m2
0
20 5

50
Hasil ini kita kumpulkan dalam tabel berikut
Tabel Bonjean [m2]
\ Sta Station Station Station Station Station Station Station Station Station
WP 0 1 2 3 4 5 6 7 8
WP 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WP 2.5 31.25 33.75 36.25 38.75 41.25 33.75 26.25 18.75 11.25
WP 5 65 70 75 80 85 70 55 40 25
WP 7.5 101.25 108.75 116.25 123.75 131.25 108.75 86.25 63.75 41.25
WP 10 140 150 160 170 180 150 120 90 60

Menghitung AM
Bisa dibaca dari kurva Bonjean untuk Station 4:
WP AM [m2]
WP 0 0
WP 2.5 41.25
WP 5 85
WP 7.5 131.25
WP 10 180
Menghitung AWP
Dihitung AWP sebagai fungsi z:
L 40 z x 80 3x z
AWP 2 ydx 2 6 dx 2 14 dx
0 0
5 20 40
20 5
2 2
z 40 2 x 40 z 80 2 * 3 x 80
2 6 x |0 |0 2 14 x |40 |40
5 2 * 20 5 2 * 20
z
2 6 (40 0)
2
z
402 0 2 2 14 (80 40)
2*3

802 402
5 2 * 20 5 2 * 20
(16z + 480) + 80 + (16z + 1120) - 720 =
AWP = 32z + 960
Sarat 0 m AW 0 = 32*0 + 960 = 960 m2,
Sarat 2.5 m AW 2.5 = 32*2.5 + 960 = 1040 m2,
Sarat 5 m AW 5 = 32*5 + 960 = 1120 m2,
Sarat 7.5 m AW 7.5 = 32*7.5 + 960 = 1200 m2,
Sarat 10 m AW 10 = 32*10 + 960 = 1280 m2

Menghitung MWY dan LCF


Dihitung MWY sebagai fungsi z:
40 z x 80 3x z
M WY 2 xydx 2
LWL
0
x 6
5
dx 2 40 x
20 20 5
14 dx

2
z x 2 x 3 40 z x
2
2 * 3 x 3 80
2 6 |040 |0 2 14 |80 40 |40
5 2 3 * 20 5 2 3 * 20
z 1

2 6 402 02 2
z 1

403 03 2 14 80 2 40 2 2*3

803 403
5 2 3 * 20 5 2 3 * 20

(320z + 9600) + 2133.333 + (960z + 67200) - 44800 =


MWY = 1280z + 34133.333
Sarat 0 m MWY = 34133.333 m3, LCF = 34133.333 m3/960 m2 = 35.55556 m
Sarat 2.5 m MWY = 1280*2.5 + 34133.333 = 37333.333 m3, LCF = 37333.333 m2/1040 m2 = 35.89744 m
Sarat 5 m MWY = 1280*5 +34133.333 = 40533.333 m3, LCF = 40533.333 m2/1120 m2 = 36.19048 m
Sarat 7.5 m MWY = 1280*7.5 + 34133.333 = 43733.333 m3, LCF = 43733.333 m2/1200 m2 = 36.44444 m
Sarat 10 m MWY = 1280*10 + 34133.333 = 46933.333 m3, LCF = 46933.333 m2/1280 m2 = 36.66667 m
Hasil di atas dikumpulkan dalam tabel sebagai berikut:
Sarat [m2] AWP[m2] MWY [m3] LCF [m]
0 960 34133.333 35.55556
2.5 1040 37333.333 35.89744
5 1120 40533.333 36.19048
7.5 1200 43733.333 36.44444
10 1280 46933.333 36.66667
_______________________________________________________________________________________

Volume dan titik berat volume


displasemen (volume) moulded (moulded displacement)

z
Y

Y
x

X
Kita bisa mengintegral luas bidang air ke arah meninggi atau mengintegral luas station ke arah
memanjang
WL
A
0
WP dz A
LWL
ST dx

Satuan: m3. Sebaliknya


d d
AWP dan AST
dz dx
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Untuk tongkang dalam contoh di atas, hitunglah displasemen moulded pada sarat 0m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan
10 m.
Jawab:
Di atas sudah didapat
AWP = 32z + 960
Karena dihitung untuk seluruh panjang kapal tetapi untuk beberapa sarat, maka dipilih bentuk
T T

AWP dz (32 z 960)dz 960 z 16 z 2 T
0 960T 16T 2
0 0

Sarat 0 m
960 * 0 16 * 0 2 0 m3
Sarat 2.5 m
960 * 2.5 16 * 2.52 2500 m3
Sarat 5 m
960 * 5 16 * 52 5200 m3
Sarat 7.5 m
960 * 7.5 16 * 7.52 8100 m3
Sarat 10 m
960 * 10 16 * 102 11200 m3
_______________________________________________________________________________________

volume kulit (shell displacement)


Volume kulit diambil sama dengan Luas Permukaan Basah (WSA) dikalikan tebal kulit. Karena tebal
kulit berbeda-beda menurut letaknya, maka luas permukaan basah dihitung per lajur (antara dua sarat)
Vsh 2 h
LWL
G tdx

dengan t = tebal pelat kulit. Satuan: m3


_______________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Hitunglah luas permukaan basah WSA dan volume kulit tongkang dalam contoh di atas.
Tebal pelat alas = 12 mm, tebal pelat lambung = 10 mm.
Jawab:
Bagian belakang
x z
Dari hasil di atas didapat y 6 , tetapi kita membutuhkan z sebagai fungsi x dan y:
20 5
x dz
z 5 y 30 . Dari sini didapat m 5 dan sin = m / 1 m 2 5 / 1 25 0.980581.
4 dy
Jadi g z / sin z / 0.980581 1.019804 z . Untuk tongkang ini, g bukan fungsi x.
Bagian depan:
3x z 3x
y 14 diubah menjadi z 5 y 70 . Karena m = 5 juga maka sin = 0.980581.
20 5 4
Jadi g 1.019804 z . Untuk tongkang ini, g bukan fungsi x.
100
WSA 2 gdx 2
LWL
0
1.019804zdx 2 *1.019804 zx |100
0 2.039608z * 100 203.9608z

Sarat 0 m
WSA = 203.9608*0 = 0 m2. Tetapi masih harus ditambahkan luas alas dan luas ujung depan dan belakang.
Jadi WSA = 0 m2 + 960 m2 + 0 m2 + 0 m2 = 960 m2
Sarat 2.5 m
WSA = 203.9608*2.5 + 960 m2 + 31.25 m2 + 11.25 m2 = 1512.402 m2
Sarat 5 m
WSA = 203.9608*5 + 960 m2 + 65 m2 + 25 m2 = 2069.804 m2
Sarat 7.5 m
WSA = 203.9608*7.5 + 960 m2 + 101.25 m2 + 41.25 m2 = 2632.206 m2
Sarat 10 m
WSA = 203.9608*10 + 960 m2 + 140 m2 + 600 m2 = 3199.608 m2
Volume kulit
Sarat 0 m
Volume kulit = 960 m2*0.012 m = 11.52 m3
Sarat 2.5 m
Volume kulit 0 m - 2.5 m = (1512.402 m2 - 960 m2)*0.01 m = 5.52402 m3
Volume kulit 0 m - 2.5 m = 17.04402 m3
Sarat 5 m
Volume kulit 2.5 m - 5 m = (2069.804 m2 - 1512.402 m2)* 0.01 m = 5.57402 m3
Volume kulit 0 m - 5 m = 22.61804 m3
Sarat 7.5 m
Volume kulit 5 m - 7.5 m = (2632.206 m2 - 2069.804 m2)*0.01 m = 5.62402 m3
Volume kulit 0 m - 7.5 m = 28.24206 m3
Sarat 10 m
Volume kulit 7.5 m - 10 m = (3199.608 m2 - 2632.206 m2)*0.01 m = 5.67402 m3
Volume kulit 0 m - 10 m = 33.91608 m3
_______________________________________________________________________________________

displasemen (volume) total (displacement including shell)


TOT VSH
3
Satuan: m

displasemen (gaya) total di air tawar (total displacement in fresh water)


FW TOT FW g
dengan FW = massa jenis air tawar. Satuan kN atau MN.

displasemen (gaya) total di air laut (total displacement in salt water)


SW TOT SW g
dengan SW = massa jenis air laut. Satuan kN atau MN.

ton (force) per centimeter immersion: tambahan gaya angkat jika sarat bertambah 1 cm
A g
TPC WP
100
dengan = massa jenis air (tawar atau laut) dan g = percepatan gravitasi. Satuan: N/cm

cadangan gaya apung (reserve buoyancy):


tambahan muatan atau air yang akan menyebabkan kapal tepat tenggelam. Jika volume badan kapal
di atas bidang air sampai geladak dikalikan massa jenis dan percepatan gravitasi, hasilnya adalah
cadangan gaya apung.
GAMBAR
_________________________________________________________________________________
Contoh soal
Hitunglah volume displasemen total, gaya angkat total di air tawar dan di air laut dan TPC di air laut
dari tongkang di atas.
air tawar = 1000 kg/m3, air laut = 1025 kg/m3, g = 9.81 m/s2

Sarat Volume Volume Volume Gaya angkat Gaya angkat Luas TPC di air
3
[m] displasemen kulit [m ] displasemen di air tawar di air laut bidang laut
moulded [m3] total [m3] [kN] [kN] air [m2] [kN/cm]
0 0 11.52 11.52 113.012 115.837 960 96.530
2.5 2500 17.04402 2517.044 24692.202 25309.507 1040 104.575
5 5200 22.61804 5222.618 51233.883 52514.73 1120 112.619
7.5 8100 28.24206 8128. 242 79738.055 81731.506 1200 120.663
10 11200 33.91608 11233.916 110204.72 122959.83 1280 128.707
_________________________________________________________________________________
momen statis volume terhadap bidang dasar
Elemen momen statis volume terhadap bidang dasar adalah luas bidang air AWP dikalikan dengan
lengan terhadap bidang dasar
WL
M X zA
0
WP dz

dengan z = lengan terhadap bidang dasar. Satuan: m4

tinggi titik apung (vertical center of buoyancy)


Tinggi titik apung di atas bidang dasar
M X
VCB, KB, z B

Satuan: m.
Bentuk lain: M X .KB
Jika KB kita turunkan terhadap z, kita dapat:
dKB dz B 1 dM X d AWP
zB (z zB )
dz dz dz dz
Harga ini tidak mungkin nol, karena zB selalu kurang dari z. Jadi tidak ada harga ekstrem.

momen statis volume terhadap bidang tengah panjang


Elemen momen statis volume terhadap bidang tengah panjang adalah luas station AST dikalikan
dengan lengan terhadap bidang tengah panjang (positif ke arah haluan), lalu diintegral ke arah
memanjang.

WL
M Y xAST dx
LWL
M 0
WY dz

dengan x = lengan terhadap bidang tengah lintang. Satuan: m4

letak memanjang titik apung (longitudinal centre of buoyancy)


M Y
LCB, xB

LCB berharga positif jika terletak di depan midships. Satuan: m.
Jika LCB diturunkan terhadap z, kita peroleh
dLCB dx B 1 dM Y d AWP
xB (xF xB )
dz dz dz dz
Harga ekstrem terjadi jika turunan ini berharga 0, yaitu jika xF xB = 0.
d
Mengingat bahwa dz maka turunan di atas dapat ditulis sebagai
AWP
dxB 1
( x F xB )
d
_________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Hitunglah KB dan LCB pada sarat 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m dari tongkang di atas
Jawab:
Untuk menghitung KB kita perlu menghitung momen statis volume terhadap bidang dasar
WL
M X zA
0
WP dz . Dari hasil di atas kita dapatkan AWP = 32z + 960, sehingga

WL T
32 3 2 32 3
M X 0 z (32 z 960)dz 3 z 480 z 0 3 T 480T
2

Sarat 0 m
32 3
M X 0 480 * 02 0 m4. KB = 0 m (meskipun hasilnya adalah 0/0)
3
Sarat 2.5 m
32
M X 2.53 480 * 2.52 3166.667 m4. KB = 3166.667 m4 / 2500 m3 = 1.2667 m.
3
Sarat 5 m
32 3
M X 5 480 * 52 13333.333 m4. KB = 13333.333 m4 / 5200 m3 = 2.5641 m
3
Sarat 7.5 m
32
M X 7.53 480 * 7.52 31500 m4. KB = 31500 m4 / 8100 m3 = 3.8889 m
3
Sarat 10 m
32 3
M X 10 480 *102 58666.667 m4. KB = 58666.667 m4 / 11200 m3 = 5.2381 m
3
Untuk menghitung LCB kita perlu menghitung momen statis volume terhadap AP
M Y
LWL
xA ST dx

WL
AST 2 ydz
0

x z
Bagian belakang: y 6
20 5
T
T x z x z2 xT T 2
AST 2 ( 6) dz 2 6 z 2 6T
0 20 5 20 10 0 20 10
3x z
Bagian depan: y 14
20 5
T
T 3x z 3x z2 3xT T 2
AST 2 ( 14)dz 2 14 z 2 14T
0 20 5 20 10 0 20 10
40 2 x T T2 80 T2
2
2 * 3x 2T
M Y xAST dx
0 20
2 x
10

6T


dx
40

20
2 x
10

14T dx


LWL
40 40 80 80
2 x 3T 2x2 T 2 2 * 3x 3T 2x2 T 2
6T 14T
3 * 20 0 2 10 0 3 * 20 40 2 10 40
2 * 403 T T2 2 * 3(803 403 )T T2
402 6T (802 402 ) 14T =
60 10 60 10
2333.333T + 1600(0.1T2 + 6T) - 448000T/10 + 4800(0.1T2 + 14T)
2133.333T + (160T2 + 9600T) - 44800T + (480T2 + 67200T) = 34133.333T + 640T2

Cara lain:
WL
M Y M
0
WY dz . Dari hasil di atas di dapat MWY = 1280z + 34133.333

WL

(1280z 34133.333)dz 0.5 *1280z T


M Y 2
34133.333z 0 640T 2 34133.333T
0

Sarat Vol. displ MVX [m4] KB [m] MVY[m4] LCB [m]


[m] [m3]
0 0 0 0 0 (LCF) 35.5556
2.5 2500 3166.667 1.2667 89333.333 35.7333
5 5200 13333.333 2.5641 186666.667 35.8974
7.5 8100 31500 3.8889 292000 36.0494
10 11200 58666.667 5.2381 405333.333 36.1905

_______________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Hitunglah koefisien bentuk untuk contoh di atas
Jawab:
Sarat Vol. displ CB AM CM AWP 2yWP CWP CP CPV CV
[m] [m3] [m2] [m2] [m]
0 0 0 960 16 0.75
2.5 2500 0.7353 41.25 0.9706 1040 17 0.7647 0.7576 0.8173 0.9615
5 5200 0.7222 85 0.9444 1120 18 0.7778 0.7647 0.8357 0.9286
7.5 8100 0.7105 131.25 0.9211 1200 19 0.7895 0.7714 0.855 0.9
10 11200 0.7 180 0.9 1280 20 0.8 0.7778 0.875 0.875

10. Perhitungan dan kurva hidrostatik (hydrostatic curves and


calculations) Bagian II
momen inersia bidang air IX (moment of inertia of waterplane) terhadap sumbu X
IX 2
LWL
1
3 y 3 dx

Satuan: m4. Jika dipakai rumus Simpson, rumus menjadi I X 2. 1 h X


3 ( 1
3 y13 4. 1 3 y 23 ... 1 3 y n3 )

jari-jari metasenter melintang TBM (transverse metacentric radius)


IX
TBM

Satuan: m

tinggi metasenter melintang TKM (height of transverse metacentre)


TKM TBM KB
Satuan: m

momen inersia bidang air IY (moment of inertia of waterplane) terhadap sumbu Y


IY 2 x
2
ydx
LWL

Satuan: m4. Jika dipakai rumus Simpson, rumus menjadi I Y 2. 1 h X ( x1 y1 4 x 2 y 2 ... x n y n )


2 2 2
3

momen inersia bidang air IYF terhadap sumbu titik berat // sumbu Y
I YF I Y ( LCF ) 2 AWP
Satuan: m4

jari-jari metasenter memanjang LBM (longitudinal metacentric radius)


IYF
LBM

Satuan: m

tinggi metasenter memanjang LKM (height of longitudinal metacentre)


LKM LBM KB
Satuan: m

Perubahan displasemen akibat trim 1 cm DDT (change of displacement due to trim 1 cm)
Z

L0 TA-TF
W2 B F
L2

W1 A L1
LCF
W0
TF

TA
FP
X

AP

Trim kita definisikan sebagai


trim = TA - TF.
Apakah besar gaya angkat pada W1L1 sama dengan gaya angkat pada W0L0?
Tentu tidak karena kedua bidang air tidak berpotongan pada titik beratnya, tetapi di midship.
Kita buat bidang air W2L2 yang memotong W0L0 di F, yaitu titik berat bidang air W0L0, sehingga gaya angkat
pada W2L2 sama dengan gaya angkat pada W0L0. Ternyata dari gambar bahwa W1L1 berada di bawah W2L2
berarti bahwa gaya angkat pada W1L1 kurang dari gaya angkat pada W2L2.
Berapa berkurangnya gaya angkat?
Sebanyak gaya berat lapisan air yang ada di antara W1L1 dan W2L2, yaitu sebanyak
gWPA AB
dengan titik B adalah proyeksi titik A pada bidang air W2L2. Dari segitiga ABF kita dapat
AB = LCF sin
sedang untuk sudut kecil sin = tan = trim / Lpp = 0.01 m / Lpp sehingga
AB = LCF 0.01 m / Lpp.
Jadi berkurangnya gaya angkat adalah gWPA LCF 0.01 m / Lpp. Tetapi gWPA 0.01 m = TPC, jadi
TPC LCF
DDT
LPP
Satuan: N/cm
Perhatikan bahwa LCF diukur dari tengah panjang kapal (midship)

Contoh soal:
Diketahui:
Panjang kapal L = 100 m, lebar B = 20 m, CB = 0.7 CW = 0.85 LCF berada 2 m di belakang tengah panjang
kapal pada sarat T = 6 m. air = 1000 kg/m3, g = 10 m/s2.
Diminta: Berapakah volume displasemen kapal jika sarat belakang = 5.96 m dan sarat haluan = 6.04 m?
Jawab: Pada sarat 6 m, volume displasemen adalah 100 m * 20 m * 6 m * 0.7 = 8400 m3.
Luas bidang air = 100 m * 20 m * 0.85 = 1700 m2, TPC = 1700 m2 * 1000 kg/m3 * 10 m/s2 * 0.01 m =
170000 N/cm. LCF = -2 m, jadi DDT = -(170000 N/cm) * (-2 m) / 100 m = +3400 N/cm
Trim = 5.96 m - 6.04 m = - 0.08 m = -8 cm, jadi perubahan gaya angkat = (-8 cm) * 3400 N/cm = 27200 N,
dan perubahan volume = 27200 N / (1000 kg/m3 * 10 m/s2) = 2.72 m3. Maka volume displasemen kapal =
8400 m3 + 2.72 m3 = 8402.72 m3.

Momen untuk merubah trim 1 cm (moment to change trim 1 cm)


ML

L0
G
W1 lengan TA-TF
L1

TF
W0 B B0
X
TA FP
A
P
Jika kapal mengalami trim, maka akan timbul momen kopel reaksi untuk menegakkan kapal. Jadi kita harus
melawan momen kopel ini.
Dari pembahasan yang lalu, besarnya momen kopel ini = gV MLG sin . Untuk trim sebesar 1 cm kita
dapat sin = tan = trim / Lpp = 0.01 m / Lpp sehingga
GM L
MTC TOT
100 LPP
MLG = KML - KG = KB + BML - KG.
Harga KB - KG adalah kecil terhadap BML sehingga dapat diabaikan, jadi momen kopel ~ gV BML
0.01 / Lpp.
LBM
MTC TOT
100 LPP
Satuan: Nm/cm

Contoh soal:
Diketahui: Untuk kapal dalam contoh soal di atas, koefisien momen inersia bidang air CI = 0.05
Diminta: massa muatan dan jarak pergeseran letaknya untuk membuat trim = 0
Jawab: Momen inersia bidang air = CIL3B = 0.05*(100 m)3*20 m = 1000000 m4
LBM = I / V = 1000000 m4 / 8400 m3 = 119.0476 m
Gaya berat kapal = 8400 m3*1000 kg/m3*9.81 m/s2 = 82404000 N
MTC = 82404000 N * 119.0476 m / (100*100m) = 1000000 Nm/cm
Trim kapal = -8 cm, sehingga untuk membuat even keel dibutuhkan (-8 cm) * 840272 Nm/cm = 6722176
Nm.
Jika massa yang digeser adalah 10000 kg dengan gaya berat = 10000 kg * 10 m/s2 = 100000 N, maka jarak
pergeseran adalah 6722176 Nm./ 100000 N = 67.222 m

Contoh gambar sebuah kurva hidrostatik kapal.

Contoh soal.
GAMBAR contoh soal
Kapal dengan panjang L = 50 m, lebar B = 10 m dan sarat T = 5 m dengan bentuk seperti pada gambar di
atas. Hitunglah pada sarat 2m dan 5m:
Luas bidang air WPA titik berat bidang air LCF TPC
WSA Volume kulit Luas gading besar
Kurva Bonjean displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatic Koefisien prismatic koefisien gading besar

Kapal dengan panjang L = 50 m, lebar B = 10 m dan sarat T = 5 m dengan bentuk seperti pada gambar di
atas. Hitunglah pada sarat 2m dan 5m:
Luas bidang air WPA titik berat bidang air LCF TPC
WSA Volume kulit Luas gading besar
Kurva Bonjean displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatic Koefisien prismatic koefisien gading besar
11. Metode Integrasi Numerik
K. J. Rawson dan E. C. Tupper, Basic Ship Theory, Longman, London, 1983. pp 23 33.
Dalam rumus-rumus di atas, untuk menghitung luas, volume, momen dll. kita memakai integral suatu fungsi.
Tetapi untuk bentuk badan kapal, fungsi yang dibutuhkan biasanya tidak diketahui. Hal ini dapat diatasi
dengan memakai integrasi numerik yang tidak membutuhkan fungsi, tetapi membutuhkan hasil pengukuran,
biasanya setengah lebar kapal dan/atau sarat.
Rumus trapezoid: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan garis lurus.
Jika hanya dipakai 1 trapesium dengan jarak ordinat
Y h, luas trapezium A menjadi
A 12 h( y 0 y1 )
Jika dipakai 2 trapesium dengan jarak ordinat h yang
sama, jumlah luas trapezium A menjadi
y3 y A0 12 h( y 0 y1 )
y2
4 trapesium I:
y1
y0 trapesium II: A1 12 h( y1 y 2 )
h h h h X
Jumlah A h( 12 y 0 y1 12 y 2 )
Jika dipakai banyak trapesium dengan jarak ordinat h yang sama untuk semua trapesium:
A h( 12 y 0 y1 y 2 ... 12 y N )
Rumus Simpson I atau rumus 3 ordinat: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan parabola
dengan bentuk persamaan y = ax2 + bx + c. Tiap potongan parabola mencakup 3 titik pada garis
lengkung.
Untuk mudahnya diambil x0 = -h, x1 = 0 dan x2 = h. Maka
Y y0 = ax02 + bx0 + c = ah2 bh + c
y1 = a02 + b0 + c = c
y2 = ax22 + bx2 + c = ah2 + bh + c
h
A (ax 2 bx c )dx
y1 y2 h

1 3 1 2 2
ax bx cx | h h ah 3 2ch
3 2 3
y0
Misalkan luas dapat dinyatakan sebagai A = Ly0 + My1 +
h h X
Ny2. Masukkan harga y0, y1 dan y2:
A L( ah 2 bh c) Mc N ( ah 2 bh c)
ah 2 ( L N ) bh( L N ) c( L M N )
Kedua luas ini identik, sehingga didapat 3 persamaan berikut:
koefisien untuk a: 2 2
h 2 ( L N ) h3 L N h
o 3 3
koefisien untuk b: h( L N ) 0 L N 0
o
koefisien untuk c:
L M N 2h
o
1 4 1
Dari 3 persamaan ini didapat L h, M h, N h
3 3 3
Jika hanya dipakai 1 parabola dengan jarak ordinat h, luas parabola A menjadi
1
A h( y0 4 y1 y2 )
3
Jika hanya dipakai 2 parabola dengan jarak ordinat h yang sama, jumlah luas parabola A menjadi
1
parabola I: A0 h( y0 4 y1 y 2 )
3
1
parabola II: A1 h( y2 4 y3 y4 )
3
1
Jumlah A h( y 0 4 y1 2 y 2 4 y3 y 4 )
3
Jika dipakai banyak parabola dengan jarak ordinat h yang sama untuk semua parabola:
1
A h( y0 4 y1 2 y2 4 y3 ... 4 y n1 y n )
3
Rumus Simpson II atau rumus 4 ordinat: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan
polinom pangkat 3 dengan bentuk persamaan y = ax3 + bx2 + cx + d. Tiap potongan parabola
mencakup 4 titik pada garis lengkung.
Jika hanya dipakai 1 polinom pangkat 3 dengan
Y
jarak ordinat h, luas polinom A menjadi
3
A h( y0 3 y1 3 y 2 y3 )
8
Jika hanya dipakai 2 polinom pangkat 3 dengan
y4 y5 y6 jarak ordinat h yang sama, jumlah luas polinom A
y3 menjadi
y2
y1 3
polinom I: A0 h( y0 3 y1 3 y 2 y3 )
y0 8
X polinom II: 3
h h h h h h A1 h( y3 3 y 4 3 y5 y6 )
8
Jumlah
3
A h( y0 3 y1 3 y 2 2 y3 3 y 4 3 y5 y6 )
8
Dalam rumus-rumus di atas, dihitung luas gambar yang dibatasi oleh kurva, sumbu koordinat dan ordinat-
ordinat ujung. Jika ingin dihitung luas gambar bagian kiri atau kanan saja, maka kita pakai
Rumus Simpson III atau rumus 5,8 minus 1: garis lengkung didekati dengan sebuah potongan
parabola dengan bentuk persamaan y = ax2 + bx + c.
Y Parabola mencakup 3 titik pada garis lengkung.
Luas bagian kiri saja adalah
1
AKIRI h(5 y 0 8 y1 y 2 )
12
bagian Luas bagian kanan saja adalah
y1 y2 1
bagian kanan AKANAN h( y 0 8 y1 5 y 2 )
12
kiri
y0
h h X

Rumus-rumus pendekatan lain adalah:


Rumus Newton-Cotes
Rumus Tchebycheff
Rumus Gauss

PENERAPAN RUMUS SIMPSON


Dalam menerapkan rumus Simpson di bidang perkapalan, lebih jelas jika rumus ditulis dalam bentuk
berikut:
x3 1
A f ( x )dx h[ f ( x1 ) 4 f ( x2 ) f ( x3 )]
x1 3
Di sini f(x) dapat berupa apa saja sesuai dengan masalah yang dibahas.
luas bidang air (waterplane area)
AWP 2 ydx
LWL
menjadi AWP 2. 1 3 h X ( y1 4 y 2 ... y n )
dengan hX = jarak antara dua titik ukur yang bersebelahan sepanjang sumbu X
momen statis bidang air terhadap bidang tengah lintang (midships)
M WY 2 xydx
LWL
menjadi M WY 2. 1 3 h X ( x1 y1 4 x 2 y 2 ... x n y n )
luas permukaan basah (wetted surface area)
WSA 2 gdx
LWL
menjadi WSA 2. 1 3 h X ( g1 4 g 2 ... g n )
volume kulit (shell displacement)
Vsh 2 gtdx
LWL
menjadi Vsh 2. 1 3 h X ( g1t1 4 g 2 t2 ... g n tn )
luas gading besar (midship area)
WL
AM 2 ydz menjadi AM 2. 1 hZ ( y1 4 y 2 ... y n )
0
3
dengan hZ = jarak antara dua titik ukur yang bersebelahan sepanjang sumbu Z
kurva luas station atau kurva Bonjean (Bonjean curves)
WL
AST 2 ydz menjadi AST 2. 1 hZ ( y1 4 y 2 ... y n )
0
3
displasemen (volume) moulded (moulded displacement)
WL
A dz A dx menjadi 1 hZ ( AWP1 4 AWP 2 ... AWPn ) atau
0
WP
LWL
ST
3
1 h X ( AST 1 4 AST 2 ... ASTn )
3
momen statis volume terhadap bidang dasar
WL
M X zA dz menjadi M X 1 hZ ( z1 AWP1 4 z 2 AWP 2 ... z n AWPn )
0
WP
3
momen statis volume terhadap bidang tengah lintang
WL
M Y xA dx M dz menjadi M Y 1 h X ( x1 AST 1 4 x2 AST 2 ... xn ASTn ) atau
LWL
ST
0
WY
3
M Y 1 hZ ( M WY 1 4 M WY 2 ... M WYn )
3
Kasus 1: ada lebih dari satu harga jarak station

y2 y3 y4 y5
y1

h1 h1 h2 h2

Jika dihitung per bagian kita dapatkan:


Luas kiri = 1/3*h1(y1 + 4y2 + y3) dan luas kanan =1/3*h2(y3 + 4y4 + y5).
Cara I:
Untuk menggabungkannya menjadi satu, kita pilih h acuan misalnya hacuan = h1, dan h2 = ch1 dengan c = h2/
h1.
Maka luas kiri = 1/3*h1(y1 + 4y2 + y3) dan luas kanan = 1/3*ch1(y3 + 4y4 + y5). Kalau c kita masukkan ke
dalam kurung, kita dapat luas kanan = 1/3*h1(cy3 + 4cy4 + cy5) atau dalam bentuk tabel
Sta Y FS kiri FS kanan FS gabungan yFS gab
1 y1 1 1 y1
2 y2 4 4 4y2
3 y3 1 c 1+c (1+c)y3
4 y4 4c 4c 4cy4
5 y5 c c cy5
Jumlah 1
Luas gabungan = 1/3 hacuan 1
Cara II:
Jarak station h dimasukkan ke dalam kurung:
Luas kiri = 1/3*(h1 y1 + 4h1 y2 + h1 y3) dan luas kanan =1/3* (h2 y3 + 4 h2 y4 + h2 y5).

Sta Y FS*h1 FS*h2 FS*h gabungan yFS*h gab


1 y1 1*h1 1*h1 h1*y1
2 y2 4*h1 4*h1 4*h1*y2
3 y3 1*h1 1*h2 1*h1 + 1*h2 (h1+h2)y3
4 y4 4*h2 4*h2 4*h2*y4
5 y5 1*h2 1*h2 H2*y5
Jumlah 1
Luas gabungan = 1/3

Dengan cara seperti di atas kita dapat menggabungkan banyak bagian yang h-nya berbeda-beda.

Kasus 2: pada satu station ada 2 setengah lebar yang berbeda

y5
y2 y3A y y4
y1 3B

h1 h1 h2 h2
Jika dihitung per bagian kita dapat
Luas kiri = 1 h1 ( y1 4 y2 y3 A ) dan luas kanan = 1 h2 ( y3 B 4 y4 y5 ) . Untuk menggabungkannya
3 3
menjadi satu, kita pilih h acuan misalnya hacuan = h1, dan h2 = ch1 dengan c = h2/ h1, dan dalam bentuk tabel:
Sta FS yFS
1 y1 1 y1
2 y2 4 y2
3A y3A 1 y3A
3B y3B c cy3B
4 y4 4c 4cy4
5 y5 c cy5
jumlah 2
Luas gabungan = 1/3 h acuan 2

Perhitungan kurva hidrostatik per lapis


Dalam pembuatan kurva hidrostatik, yang dihitung tentu saja tidak harga-harga untuk satu bidang air. Paling
sedikit diminta harga untuk 20 bidang air, tetapi bisa juga 100 bidang air atau lebih. Dengan cara di atas,
hitungan harus kita ulang sebanyak bidang air yang diinginkan. Maka lebih menguntungkan kalau hasil
bidang air yang lalu bisa dimanfaatkan untuk perhitungan bidang air selanjutnya. Caranya adalah sebagai
berikut:
Dimulai dari bidang dasar, diambil 3 bidang air, misalnya BA. 0m, BA 0.1m, BA 0.2m. Seluruh
perhitungan hidrostatik kita lakukan untuk bagian ini. Sebagai contoh kita hitung volume displasemen,
tinggi dan letak memanjang titik apung, dan hasilnya adalah V02, KB02 dan LCB02. Perhitungan
dilanjutkan untuk harga-harga lain selengkapnya.
Kemudian diambil 3 bidang air berikutnya. Yaitu BA 0.2m, BA 0.3m dan BA 0.4m. Untuk bagian ini
dihitung volume displasemen, tinggi dan letak memanjang titik apung, dan hasilnya adalah dV0204,
dKB0204 dan dLCB0204. Hasil ini digabungkan dengan hasil sebelumnya menjadi
V04 V02 dV0204
KB02V02 dKB0204 dV0204
KB04
V02 dV0204
LCB02V02 dLCB0204 dV0204
LCB04
V02 dV0204
Kemudian perhitungan dilanjutkan untuk harga-harga lain selengkapnya.
Demikian perhitungan kita lanjutkan lapis demi lapis sampai selesai.
Contoh:
y6 Diketahui:
BA 0.6m y0 = 2 m, y1 = 2.5 m, y2 = 3m, y3 = 3.4 m, y4 = 3.8 m, y5 = 4.1 m,
y5 y6 = 4.4 m.
BA 0.5m Diminta: Luas dan titik berat station pada BA 0.2 m, BA 0.4 m
y4
BA 0.4m dan BA 0.6 m.
y3 Jawab:
BA 0.3m Luas dan titik berat sampai BA 0.2 m:
Bid. Air Y yFS
2 y.FS BA 0.2m
lengan y.FS.lgn
0m 2.0 m 1y 2 m 0.0 m 0 .0m2
10BA
m 0.1m
1
0.1 m 2.5 m 4 0.1 m 1.0 m2
0.2 m 3.0 m 1 y0 3 m 0.2 m 0.6 m2
BA 0m
15 m 1.6 m2

Luas station = 1/3*0.1 m*15 m = 0.5 m2


Momen statis terhadap dasar = 1/3*0.1 m*1.6 m2 = 0.053333 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.05333 m3 / 0.5 m2 = 0.106667 m.

luas dan titik berat dari BA 0.2 m sampai BA 0.4 m:


Bid. Air Y FS y.FS Lengan y.FS.lgn
0.2 m 3.0 m 1 3.0 m 0.2 m 0.60 m2
0.3 m 3.4 m 4 13.6 m 0.3 m 4.08 m2
0.4 m 3.8 m 1 3.8 m 0.4 m 1.52 m2
20.4 m 6.2 m2
Luas station = 1/3*0.1 m*20.4 m = 0.68 m2
Momen statis terhadap dasar = 1/3*0.1 m*6.2 m2 = 0.206667 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.206667 m3/ 0.68 m2 = 0.303922 m
Gabungan BA 0 m sampai dengan BA 0.4 m:
Luas station = 0.5 m2 + 0.68 m2 = 1.18 m2
Momen statis terhadap dasar = 0.053333 m3 + 0.206667 m3 = 0.26 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.26 m3 / 1.18 m2 = 0.220339 m.

luas dan titik berat dari BA 0.4 m sampai BA 0.6 m:


Bid. Air Y FS y.FS Lengan y.FS.lgn
0.4 m 3.8 m 1 3.0 m 0.4 m 1.52 m2
0.5 m 4.1 m 4 13.6 m 0.5 m 8.20 m2
0.6 m 4.4 m 1 3.8 m 0.6 m 2.64 m2
24.6 m 12.36 m2
Luas station = 1/3*0.1 m*24.6 m = 0.82 m2
Momen statis terhadap dasar = 1/3*0.1 m*12.36 m2 = 0.412 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.412 m3 / 0.82 m2= 0.502439 m
Gabungan BA 0 m sampai dengan BA 0.6 m:
Luas station = 1.18 m2 + 0. 82 m2 = 2.0 m2,
Momen statis terhadap dasar = 0.26 m3 + 0.412 m3 = 0.672 m3
Tinggi titik berat dari dasar = 0.672 m3 / 2.0 m2 = 0.336 m.

Cara di atas dapat diterapkan untuk menghitung volume dan titik beratnya, baik letak meninggi maupun
letak memanjang. Selanjutnya bagian-bagian lain dari kurva hidrostatik dapat dihitung dengan rumus-rumus
yang ada.

Contoh soal:
Untuk lengkapnya kita lihat tongkang dalam contoh di atas
80 m

20

10 m
m

4m 4m

40 2m
m
Diketahui:
Tongkang dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar. Tebal pelat alas = 12 mm, tebal pelat lambung =
10 mm. air tawar = 1000 kg/m3, air laut = 1025 kg/m3, baja = 7850 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitunglah: Untuk bidang air 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5m dan 10 m:
Luas bidang air WPA titik berat bidang air LCF TPC
WSA Volume kulit Luas gading besar
Kurva Bonjean displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatik Koefisien prismatik vertikal koefisien gading besar
Jawab:
Untuk tongkang ini, karena rencana garisnya berupa garis-garis lurus, sebenarnya cukup 3 titik ukur untuk
bagian belakang dan 3 titik ukut untuk bagian depan. Tetapi kita perlakukan seperti bentuk kapal sebenarnya,
dibuat 4 station di bagian belakang dan 4 station di bagian depan. Selanjutnya kita siapkan tabel setengah
lebar bidang air dengan perhitungan sebagai berikut
z x
Dari contoh di atas kita dapat untuk bagian belakang: y 6 dan untuk bagian depan:
5 20
3x z
y 14 . Untuk Station 0 sampai dengan 10, harga x adalah 0 m, 10 m, 20 m, ...., 80m.
20 5
Untuk bidang air, supaya bisa dihitung dengan cara Simpson. perlu satu Bidang Air tambahan di tiap
lapis, sehingga harga z adalah 0 m, 1.25 m, 2.5 m, 3.75 m, ... 10 m. Dengan harga-harga ini didapat:

x Sta\BA 0 1.25 2.5 3.75 5 6.25 7.5 8.75 10


0 0 6 6.25 6.5 6.75 7 7.25 7.5 7.75 8
10 1 6.5 6.75 7 7.25 7.5 7.75 8 8.25 8.5
20 2 7 7.25 7.5 7.75 8 8.25 8.5 8.75 9
30 3 7.5 7.75 8 8.25 8.5 8.75 9 9.25 9.5
40 4 8 8.25 8.5 8.75 9 9.25 9.5 9.75 10
50 5 6.5 6.75 7 7.25 7.5 7.75 8 8.25 8.5
60 6 5 5.25 5.5 5.75 6 6.25 6.5 6.75 7
70 7 3.5 3.75 4 4.25 4.5 4.75 5 5.25 5.5
80 8 2 2.25 2.5 2.75 3 3.25 3.5 3.75 4

Untuk menghitung apa yang diminta, beberapa perhitungan digabung sehingga menjadi sebagai berikut
Tabel perhitungan hidrostatik
Menghitung WPA, LCF, Volume moulded, KB, LCB
BA 0M BA 1.25 m BA 2.5 m yFS Bonjean
Sta lengan FS y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l A Atot
0 0 1 6 6 0 6.25 6.25 0 6.5 6.5 0 37.5 31.25 31.25
1 10 4 6.5 26 260 6.75 27 270 7 28 280 40.5 33.75 33.75
2 20 2 7 14 280 7.25 14.5 290 7.5 15 300 43.5 36.25 36.25
3 30 4 7.5 30 900 7.75 31 930 8 32 960 46.5 38.75 38.75
4 40 2 8 16 640 8.25 16.5 660 8.5 17 680 49.5 41.25 41.25
5 50 4 6.5 26 1300 6.75 27 1350 7 28 1400 40.5 33.75 33.75
6 60 2 5 10 600 5.25 10.5 630 5.5 11 660 31.5 26.25 26.25
7 70 4 3.5 14 980 3.75 15 1050 4 16 1120 22.5 18.75 18.75
8 80 2 2 2 160 2.25 2.25 180 2.5 2.5 200 13.5 11.25 11.25
144 5120 150 5360 156 5600
WPA 960 m2 1000 m2 1040 m2
3 3
MWY 34133.33 m 35733.33 m 37333.33 m3 LCB 35.7333 m
LCF 35.5556 M 35.7333 m 35.8974 m KB 1.2667 m
vol displ 2500 m3 mom vol x 89333.333 m4 mom vol.x 89333.333 m4
volume total 2500 m3 mom vol z 3166.667 m4 mom vol.z 3166.667 m4

BA 2.5 M BA 3.75 m BA 5m yFS Bonjean


Sta lengan FS y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l A Atot
0 0 1 6.5 6.5 0 6.75 6.75 0 7 7 0 40.5 33.75 65
1 10 4 7 28 280 7.25 29 290 7.5 30 300 43.5 36.25 70
2 20 2 7.5 15 300 7.75 15.5 310 8 16 320 46.5 38.75 75
3 30 4 8 32 960 8.25 33 990 8.5 34 1020 49.5 41.25 80
4 40 2 8.5 17 680 8.75 17.5 700 9 18 720 52.5 43.75 85
5 50 4 7 28 1400 7.25 29 1450 7.5 30 1500 43.5 36.25 70
6 60 2 5.5 11 660 5.75 11.5 690 6 12 720 34.5 28.75 55
7 70 4 4 16 1120 4.25 17 1190 4.5 18 1260 25.5 21.25 40
8 80 2 2.5 2.5 200 2.75 2.75 220 3 3 240 16.5 13.75 25
156 5600 162 5840 168 6080
WPA 1040 m2 1080 m2 1120 m2
3 3
MWY 37333.333 m 38933.333 m 40533.33 m3 LCB 35.8974 m
LCF 35.8974 M 36.0494 m 36.1905 m KB 2.5641 m
3 4
vol displ 2700 m mom vol x 97333.333 m mom vol.x 186666.667 m4
3 4
volume total 5200 m mom vol z 10166.667 m mom vol.z 13333.333 m4

BA 5m BA 6.25 m BA 7.5 m yFS Bonjean


Sta lengan FS y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l A Atot
0 0 1 7 7 0 7.25 7.25 0 7.5 7.5 0 43.5 36.25 101.25
1 10 4 7.5 30 300 7.75 31 310 8 32 320 46.5 38.75 108.75
2 20 2 8 16 320 8.25 16.5 330 8.5 17 340 49.5 41.25 116.25
3 30 4 8.5 34 1020 8.75 35 1050 9 36 1080 52.5 43.75 123.75
4 40 2 9 18 720 9.25 18.5 740 9.5 19 760 55.5 46.25 131.25
5 50 4 7.5 30 1500 7.75 31 1550 8 32 1600 46.5 38.75 108.75
6 60 2 6 12 720 6.25 12.5 750 6.5 13 780 37.5 31.25 86.25
7 70 4 4.5 18 1260 4.75 19 1330 5 20 1400 28.5 23.75 63.75
8 80 2 3 3 240 3.25 3.45 260 3.5 3.5 280 19.5 16.25 41.25
168 6080 174 6320 168 6560
WPA 1120 m2 1160 m2 1200 m2
3 3
MWY 40533.33 m 42133.333 m 43733.33 m3 LCB 36.0494 m
LCF 36.1905 m 36.3214 m 36.4444 m KB 3.8889 m
vol displ 2900 m3 mom vol x 105333.333 m4 mom vol.x 292000 m4
volume total 8100 m3 mom vol z 18166.667 m4 mom vol.z 31500 m4

BA 7.5 m BA 8.75 m BA 10 m yFS Bonjean


Sta lengan FS y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l A Atot
0 0 1 7.5 7.5 0 7.75 7.75 0 8 8 0 46.5 38.75 140
1 10 4 8 32 320 8.25 33 330 8.5 34 340 49.5 41.25 150
2 20 2 8.5 17 340 8.75 17.5 350 9 18 360 52.5 43.75 160
3 30 4 9 36 1080 9.25 37 1110 9.5 38 1140 55.5 46.25 170
4 40 2 9.5 19 760 9.75 19.5 780 10 20 800 58.5 48.75 180
5 50 4 8 32 1600 8.25 33 1650 8.5 34 1700 49.5 41.25 150
6 60 2 6.5 13 780 6.75 13.5 810 7 14 840 40.5 33.75 120
7 70 4 5 20 1400 5.25 21 1470 5.5 22 1540 31.5 26.25 90
8 80 2 3.5 3.5 280 3.75 3.75 300 4 4 320 22.5 18.75 60
180 6560 186 6800 192 7040
WPA 1200 m2 1240 m2 1280 m2
3 3
MWY 43733.33 m 45333.333 m 46933.33 m3 LCB 36.1905 m
LCF 36.4444 m 36.5591 m 36.6667 m KB 5.2381 M
3 4
vol displ 3100 m mom vol x 113333.333 m mom vol.x 405333.333 m4
3 4
volume total 11200 m mom vol z 27166.667 m mom vol.z 58666.667 m4

Untuk perhitungan luas permukaan basah WSA dan volume pelat kulit dipakai tabel berikut:

BA 0 1.25 2.5 x = 1.25 m x = 1.25 m


Sta lengan FS y y y y half girth hg*FS y half girth hg*FS
0 0 1 6 6.25 6.5 0.25 1.27476 1.27476 0.25 1.27476 1.27476
1 10 4 6.5 6.75 7 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
2 20 2 7 7.25 7.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
3 30 4 7.5 7.75 8 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
4 40 2 8 8.25 8.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
5 50 4 6.5 6.75 7 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
6 60 2 5 5.25 5.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
7 70 4 3.5 3.75 4 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
8 80 2 2 2.25 2.5 0.25 1.27476 1.27476 0.25 1.27476 1.27476
30.59412 30.59412
WSA ends 42.5 m2 WSA 203.9608 203.9608
t side 0.01 m t side 0.01 0.01
vol kulit 0.425 m3 vol kulit 2.0396 2.0396
WSA bottom 960 m2
t bottom 0.012 m WSA tot 1410.4216 m2
Vol kulit bottom 11.52 m3 Vol kulit tot 16.02422 m3

BA 2.5 3.75 5 x = 1.25 m x = 1.25 m


Sta lengan FS y y Y y half girth hg*FS y half girth hg*FS
0 0 1 6 6.25 6.5 0.25 1.27476 1.27476 0.25 1.27476 1.27476
1 10 4 6.5 6.75 7 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
2 20 2 7 7.25 7.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
3 30 4 7.5 7.75 8 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
4 40 2 8 8.25 8.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
5 50 4 6.5 6.75 7 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
6 60 2 5 5.25 5.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
7 70 4 3.5 3.75 4 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
8 80 2 2 2.25 2.5 0.25 1.27476 1.27476 0.25 1.27476 1.27476
30.59412 30.59412
WSA ends 90 m2 WSA 203.9608 203.9608
t side 0.01 M t side 0.01 0.01
vol kulit 0.9 m3 vol kulit 2.0396 2.0396
WSA tot 1908.3431 m2
Vol kulit tot 21.003431 m3

BA 5 6.25 7.5 x = 1.25 m x = 1.25 m


Sta lengan FS y y Y y half girth hg*FS y half girth hg*FS
0 0 1 6 6.25 6.5 0.25 1.27476 1.27476 0.25 1.27476 1.27476
1 10 4 6.5 6.75 7 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
2 20 2 7 7.25 7.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
3 30 4 7.5 7.75 8 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
4 40 2 8 8.25 8.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
5 50 4 6.5 6.75 7 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
6 60 2 5 5.25 5.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
7 70 4 3.5 3.75 4 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
8 80 2 2 2.25 2.5 0.25 1.27476 1.27476 0.25 1.27476 1.27476
30.59412 30.59412
WSA ends 142.5 m2 WSA 203.9608 203.9608
t side 0.01 M t side 0.01 0.01
vol kulit 1.425 m3 vol kulit 2.0396 2.0396
WSA tot 2458.7647 m2
Vol kulit tot 26.5076 m3

BA 7.5 8.75 10 x = 1.25 m x = 1.25 m


Sta lengan FS y y Y y half girth hg*FS y half girth hg*FS
0 0 1 6 6.25 6.5 0.25 1.27476 1.27476 0.25 1.27476 1.27476
1 10 4 6.5 6.75 7 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
2 20 2 7 7.25 7.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
3 30 4 7.5 7.75 8 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
4 40 2 8 8.25 8.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
5 50 4 6.5 6.75 7 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
6 60 2 5 5.25 5.5 0.25 1.27476 2.54951 0.25 1.27476 2.54951
7 70 4 3.5 3.75 4 0.25 1.27476 5.09902 0.25 1.27476 5.09902
8 80 2 2 2.25 2.5 0.25 1.27476 1.27476 0.25 1.27476 1.27476
30.59412 30.59412
2
WSA ends 200 m WSA 203.9608 203.9608
t side 0.01 M t side 0.01 0.01
3
vol kulit 2m vol kulit 2.0396 2.0396
WSA tot 3066.6862 m2
Vol kulit tot 32.5869 m3

Format yang diberikan di atas bukan harga mati, tetapi dapat diubah sesuai keperluan.
Tabel perhitungan hidrostatik (lanjutan)
Menghitung Ixx dan Iyo
BA 0 M 1.25 m 2.5 m
Sta x FS Y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS
0 0 1 6 216 216 0 0 6.25 244.1406 244.1406 0 0 6.5 274.625 274.6
1 10 4 6.5 274.625 1098.5 650 2600 6.75 307.5469 1230.188 675 2700 7 343 137
2 20 2 7 343 686 2800 5600 7.25 381.0781 762.1563 2900 5800 7.5 421.875 843.7
3 30 4 7.5 421.875 1687.5 6750 27000 7.75 465.4844 1861.938 6975 27900 8 512 204
4 40 2 8 512 1024 12800 25600 8.25 561.5156 1123.031 13200 26400 8.5 614.125 1228.
5 50 4 6.5 274.625 1098.5 16250 65000 6.75 307.5469 1230.188 16875 67500 7 343 137
6 60 2 5 125 250 18000 36000 5.25 144.7031 289.4063 18900 37800 5.5 166.375 332.7
7 70 4 3.5 42.875 171.5 171500 68600 3.75 52.7344 210.9375 18375 73500 4 64 256
8 80 1 2 8 8 12800 12800 2.25 11.3906 11.3906 14400 14400 2.5 15.625 15.62
6240 243200 6963.375 256000 774
4 4 4 4
Ixx 13866.667 m 1621333.33 m Ixx 15474.17 m Iyy = 1706666.7 m Ixx 17206.667 m4 I
= Iyy = = = =
4 4 4 4 4
kor 1213630 m 407703.7 m kor 1276871.1 m Iyo = 429795.56 m kor 1340171 m I
= Iyo = = = =

BA 2.5 M 3.75 m 5 m
Sta x FS Y y3 3
y FS 2
xy 2
x yFS y y3 3
y FS 2
xy 2
x yFS y y3 y3FS
0 0 1 6.5 274.625 274.625 0 0 6.75 307.5469 307.5469 0 0 7 343 343
1 10 4 7 343 1372 700 2800 7.25 381.0781 1524.313 725 2900 7.5 421.875 1687.5
2 20 2 7.5 421.875 843.75 3000 6000 7.75 465.4844 930.9688 3100 6200 8 512 1024
3 30 4 8 512 2048 7200 28800 8.25 561.5156 2246.063 7425 29700 8.5 614.125 2456.5
4 40 2 8.5 614.125 1228.25 13600 27200 8.75 669.9219 1339.844 14000 28000 9 729 1458
5 50 4 7 343 1372 17500 70000 7.25 381.0781 1524.313 18125 72500 7.5 421.875 1687.5
6 60 2 5.5 166.375 332.75 19800 39600 5.75 190.1094 380.2188 20700 41400 6 216 432
7 70 4 4 64 256 19600 78400 4.25 76.7656 307.0625 20825 83300 4.5 91.125 364.5
8 80 1 2.5 15.625 15.625 16000 16000 2.75 20.7969 20.7969 17600 17600 3 27 27
7743 268800 8581.125 281600 9480
Ixx 17206.667 m4 Iyy 1792000 m4 Ixx 19069.17 m4 Iyy = 1877333.3 m4 Ixx 21066.667 m4
= = = = Iyy =
kor 1340171 m4 Iyo 451829.1 m4 kor 1403522.6 m4 Iyo = 473810.7 m4 kor 1466921 m4
= = = = Iyo =

BA 5 m 6.25 m 7.5 m
Sta x FS Y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS
0 0 1 7 343 343 0 0 7.25 381.0781 381.0781 0 0 7.5 421.875 421.875
1 10 4 7.5 421.875 1687.5 750 3000 7.75 465.4844 1861.938 775 3100 8 512 2048
2 20 2 8 512 1024 3200 6400 8.25 561.5156 1123.031 3300 6600 8.5 614.125 1228.25
3 30 4 8.5 614.125 2456.5 7650 30600 8.75 669.9219 2679.688 7875 31500 9 729 2916
4 40 2 9 729 1458 14400 28800 9.25 791.4531 1582.906 14800 29600 9.5 857.375 1714.75
5 50 4 7.5 421.875 1687.5 18750 75000 7.75 465.4844 1861.938 19375 77500 8 512 2048
6 60 2 6 216 432 21600 43200 6.25 244.1406 488.2813 22500 45000 6.5 274.625 549.25
7 70 4 4.5 91.125 364.5 22050 88200 4.75 107.1719 428.6875 23275 93100 5 125 500
8 80 1 3 27 27 19200 19200 3.25 34.3281 34.3281 20800 20800 3.5 42.875 42.875
9480 294400 10441.88 307200 11469
4 4 4 4
Ixx 21066.667 m 1962667 m Ixx 23204.17 m Iyy = 204800 m Ixx 25486.667 m4 Iyy
= Iyy = = = =
4 4 4 4 4
kor 1466921 m 495746 m kor 1530360.2 m Iyo = 517639.85 m kor 1593837 m Iyo
= Iyo = = = =
BA 7.5 m 8.75 m 10 m
Sta x FS Y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS
0 0 1 7.5 421.875 421.875 0 0 7.75 465.4844 465.4844 0 0 8 512 512
1 10 4 8 512 2048 800 3200 8.25 561.5156 2246.063 825 3300 8.5 614.125 2456.5
2 20 2 8.5 614.125 1228.25 3400 6800 8.75 669.9219 1339.844 3500 7000 9 729 1458
3 30 4 9 729 2916 8100 32400 9.25 791.4531 3165.813 8325 33300 9.5 857.375 3429.5
4 40 2 9.5 857.375 1714.75 15200 30400 9.75 926.8594 1853.719 15600 31200 10 1000 2000
5 50 4 8 512 2048 20000 80000 8.25 561.5156 2246.063 20625 82500 8.5 614.125 2456.5
6 60 2 6.5 274.625 549.25 23400 46800 6.75 307.5469 615.0938 24300 48600 7 343 686
7 70 4 5 125 500 24500 98000 5.25 144.7031 578.8125 25725 102900 5.5 166.375 665.5
8 80 1 3.5 42.875 42.875 22400 22400 3.75 52.7344 52.7344 24000 24000 4 64 64
11469 320000 12563.63 332800 13728
Ixx 25486.667 m4 Iyy 2133333.3 m4 Ixx 27919.17 m4 Iyy = 2218666.7 m4 Ixx 30506.67 m4
= = = = Iyy =
kor 1593836.7 m4 Iyo 539496.33 m4 kor 1657347.7 m4 Iyo = 561319 m4 kor 1720889 m4
= = = = Iyo =

Sarat Ixx TBM TKM Iyo LBM LKM DDT MTC


0 13866.667 407703.7
1.25 15474.167 429795.56
2.5 17206.667 6.8827 8.1493 451829.1 180.9316 181.9983 5577.312 567906.8
3.75 19069.167 473810.7
5 21066.667 4.0513 6.6154 495746 95.3358 97.8999 5362.8 623106.3
6.25 23204.167 517639.85
7.5 25486.667 3.1465 7.0354 539496.3 66.6045 70.4934 5362.8 678096.3
8.75 27919.167 561319
10 30506.667 2.7238 7.9619 583111.1 52.0635 57.3016 5362.8 732916

Pemakaian kurva hidrostatik


Perubahan akibat muatan dimuat atau dibongkar
Pergeseran titik berat secara umum
Kita lihat kasus ada muatan ditambahkan. Pada kapal dengan displasemen ditambahkan muatan sebesar P,
sehingga displasemen menjadi 1:
1 P
Jika muatan dibongkar, maka P berharga negatif dan 1 lebih kecil dari .
Dari hubungan = V dan 1 = V1 didapatkan
P (V1 V )
Adanya tambahan muatan akan menyebabkan titik berat kapal berpindah tempat. Jika koordinat titik berat
kapal semula adalah xG, yG dan zG sedang koordinat titik berat muatan P adalah xP, yP dan zP, maka setelah
beban P ditambahkan, koordinat titik berat gabungan menjadi
x xP P y yP P z zP P
xGB G yGB G zGB G
P P P
Pergeseran titik berat dapat kita hitung sebesar
P P
xG xGB xG ( xP xG ) yG yGB yG ( y P yG )
P P
P
zG zGB zG ( z P zG )
P
Rumus di atas berlaku umum, untuk muatan P kecil atau besar.
Jadi kalau letak titik berat muatan P berimpit dengan titik berat kapal, maka titik berat tidak akan berpindah
tempat. Tetapi displasemen akan selalu berubah, berarti sarat juga selalu berubah dan titik apung juga akan
berpindah tempat.

Tambahan muatan kecil tak hingga


Untuk mencari pergeseran titik apung, kita mulai dengan penambahan muatan kecil tak hingga sebesar dD
dan kapal dianggap simetris dan tetap tegak. Akibat penambahan muatan ini, akan terjadi perubahan
displasemen sebesar
dD d
dan perubahan sarat sebesar
dD
dz
AWP
Jika letak titik apung semula adalah xB (= LCB), yB dan zB (= KB) dan letak titik berat bidang air adalah xF
(= LCF), maka pergeseran titik apung menjadi
dD dD
dxB ( xF x B ) dz B (zF zB )

Pergeseran ke arah y tidak ada karena kapal dianggap simetris dan tetap tegak. Pergeseran titik apung ini
akan nol jika dan hanya jika xF = xB.
Pergeseran titik berat dapat dihitung seperti di atas dan menghasilkan:
dD dD
xG xGB xG ( xP xG ) yG yGB yG ( y P yG )

dD
zG zGB zG ( z P zG )

Tambahan muatan kecil tertentu


Jika tambahan muatan itu kecil tetapi tertentu besarnya, untuk menyederhanakan masalah, dianggap bahwa
badan kapal berdinding tegak sekitar bidang air yang diperiksa.
Muatan tambahan kita sebut p, dan berdasarkan anggapan di atas maka perubahan sarat adalah
p
T
AWP
Titik berat lapisan air ini terletak pada setengah tinggi lapisan dan di atas titik berat bidang air (LCF),
sehingga koordinat titik beratnya adalah xF (= LCF), 0 (karena simetris), T + 0.5T. Untuk mencari
pergeseran titik apung, kita hitung momen statis volume
o terhadap garis yang melewati titik apung semula sejajar sumbu Y:
V ( xF xB ) (V V ) xB
o terhadap garis yang melewati titik apung semula sejajar sumbu X:
T
V T z B (V V ) z B
2
Dari kedua persamaan ini didapat pergeseran titik apung
p
xB ( xF xB )
p
p T
zB T zB
p 2
Tambahan muatan dianggap kecil jika p besarnya tidak lebih dari 10 15 % .
Pergeseran titik berat dapat dihitung dengan rumus umum di atas.

Tambahan muatan besar


Untuk penambahan muatan besar, kita memakai bantuan kurva hidrostatik, yaitu kurva displasemen, LCB
dan KB sebagai fungsi sarat. Pada kurva displasemen dibuat suatu titik yang menunjukkan displasemen awal
kapal. Dari titik ini diukurkan ke kanan tambahan muatan sebesar P dan dengan bantuan kurva displasemen
dibaca sarat baru serta LCB dan KB baru.

Pengaruh massa jenis air


Perubahan kadar garam selalu diikuti oleh perubahan massa jenis air. Kita lihat suatu kapal berlayar dari
sungai ke laut atau sebaliknya, sedang gaya beratnya tetap. Hubungan volume displasemen dengan berat
displasemen adalah



Kita ambil turunan kedua ruas
d
d
2
Dari hubungan d AWP dz dan mengganti dz dengan dT, kita dapatkan
d
dT
AWP 2
Mengingat bahwa C B LBT dan AWP CW LB maka rumus di atas dapat ditulis sebagai
dT C d
B
T CW
Jika kapal berlayar dari air tawar ke air laut yang berat jenisnya lebih besar, berarti d > 0 sehingga dT < 0
artinya sarat kapal berkurang.
Karena sarat berubah, maka letak titik apung akan berpindah juga.

12. Diagram trim


Dalam operasinya, nakhoda dan perwira sering harus menentukan dengan cepat gaya angkat dan letak titik
angkat pada berbagai sarat haluan dan buritan. Untuk kebutuhan ini dibuatlah diagram trim. Seperti kita
ketahui di atas, volume displasemen dan letak titik angkat dapat dicari dengan bantuan diagram Bonjean.

AP FP
Pada sumbu sarat buritan tentukan titik-titik pada jarak tertentu misalnya 0.1 m atau 0.2 m atau berapapun
sesuai besar kapal. Lakukan demikian juga pada sumbu sarat haluan. Pada sarat haluan ambil juga beberapa
sarat negatif. Kemudian dari satu titik pada sumbu sarat buritan kita buat garis lurus ke satu titik pada sumbu
sarat haluan. Garis ini memotong sumbu sarat pada tiap station lalu dibaca luas station sampai sarat pada
station tersebut. Dari hasil pembacaan ini kemudian kita hitung volume displasemen dan letak LCB.
Perhitungan ini diulang sehingga tiap titik pada sumbu sarat buritan terhubung dengan tiap titik pada sumbu
sarat haluan. Hasilnya kita masukkan dalam tabel sebagai berikut:
Tb\Th Th1 Th2 Th3 Th4 Th5 Th6
Tb1 Dis11 Dis12 Dis13 Dis14 Dis15 Dis16
Tb2 Dis21 Dis22 Dis23 Dis24 Dis25 Dis26
Tb3 Dis31 Dis32 Dis33 Dis34 Dis35 Dis36
Tb4 Dis41 Dis42 Dis43 Dis44 Dis45 Dis46
Tb5 Dis51 Dis52 Dis53 Dis54 Dis55 Dis56
Tb6 Dis61 Dis62 Dis63 Dis64 Dis65 Dis66
Tabel serupa kita buat untuk LCB
Akan terlihat bahwa harga-harga displasemen tidaklah angka yang bagus, yaitu kelipatan 100 atau 250 atau
1000 atau yang lain. Tapi untuk membuat diagram trim, dibutuhkan angka-angka yang bagus. Untuk ini
dapat dipakai interpolasi kuadrat atau kubik.
Rumus Lagrange untuk interpolasi kubik dengan 4 titik yang diketahui:

Interpolasi linier dapat dipakai jika step sarat cukup kecil. Atau juga cara grafis.

Contoh soal:
80 m

20

10 m
m

4m 4m

40 2m
m
Diketahui: kapal dengan bentuk dan ukuran seperti di atas. Untuk diagram trim, dibuat bidang air tiap 1 m.
Diminta: volume dan letak LCB untuk Tb = 3 m dan Td dari 1 m s/d 10 m serta untuk Td = 5 m dan Tb dari
1 m s/d 10 m
Jawab:
Dari hasil sebelumnya, dapat kita buat kurva Bonjean
Sta\BA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 12. 24.8 37.8 51.2 65 79.2 93.8 108.8 124.2 140
1 13.2 26.8 40.8 55.2 70 85.2 100.8 116.8 133.2 150
2 14.2 28.8 43.8 59.2 75 91.2 107.8 124.8 142.2 160
3 15.2 30.8 46.8 63.2 80 97.2 114.8 132.8 151.2 170
4 16.2 32.8 49.8 67.2 85 103.2 121.8 140.8 160.2 180
5 13.2 26.8 40.8 55.2 70 85.2 100.8 116.8 133.2 150
6 10.2 20.8 31.8 43.2 55 67.2 79.8 92.8 106.2 120
7 7.2 14.8 22.8 31.2 40 49.2 58.8 68.8 79.2 90
8 4.2 8.8 13.8 19.2 25 31.2 37.8 44.8 52.2 60
Sebagai contoh perhitungan, kita ambil Tb = 3 m dan Td = 1 m.
Pertama kita mencari sarat pada tiap station dan dengan Tabel Bonjean untuk mendapatkan luas station
dengan bantuan kurva Bonjean di atas sesuai sarat pada tiap station. Kita pakai cara Simpson untuk
menghitung volume dan LCB.
Untuk Tb = 3 m
Td = 1 m
Sta Sarat Luas A FSimp A*FS Lengan A*FS*l
2 2
[m] [m ] son [m ] [m] [m3]
0 3 37.8 1 37.8 0 0
1 2.75 37.3 4 149.2 10 1492
2 2.5 36.3 2 72.6 20 1452
3 2.25 34.8 4 139.2 30 4176
4 2 32.8 2 65.6 40 2624
5 1.75 23.4 4 93.6 50 4680
6 1.5 15.5 2 31 60 1860
7 1.25 9.1 4 36.4 70 2548
8 1 4.2 1 4.2 80 336
629.6 19168
Volume = 2098.6667 m3 Momen volume = 63893.3333 m4
LCB = 30.44473 m dari AP = -9.55527 m dari Midship
Hasil seluruhnya diberikan dalam tabel berikut
Volume [m3]
Td\Tb 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 0 541.333 1090.667 1650.667 2221.333 2802.667 3394.667 3997.333 4608 5234.667 5869.333
1 634.6667 976 1533.333 2098.667 2674.667 3261.333 3858.667 4466.667 5085.333 5712 6354.667
2 877.3333 1426.667 1984 2557.333 3138.667 3730.667 4333.333 4946.667 5570.667 6205.333 6848
3 1330.667 1885.333 2450.667 3024 3613.333 4210.667 4818.667 5437.333 6066.667 6706.667 7357.333
4 1794.667 2354.667 2925.333 3506.667 4096 4701.333 5314.667 5938.667 6573.333 7218.667 7874.667
5 2269.333 2834.667 3410.667 3997.333 4594.667 5200 5821.333 6450.667 7090.667 7741.333 8402.667
6 2754.667 3325.333 3906.667 4498.667 5101.333 5714.667 6336 6973.333 7618.667 8274.667 8941.333
7 3250.667 3826.667 4413.333 5010.667 5618.667 6237.333 6866.667 7504 8157.333 8818.667 9490.667
8 3754.667 4338.667 4930.667 5533.333 6146.667 6770.667 7405.333 8050.667 8704 9373.333 10050.67
9 4274.667 4858.667 5458.667 6066.667 6685.333 7314.667 7954.667 8605.333 9266.667 9936 10621.33
10 4802.667 5394.667 5994.667 6610.667 7234.667 7869.333 8514.667 9170.667 9837.333 10514.67 11200
LCB dari midship [m]
Td\Tb 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 -4.44444 -13.9901 -14.0831 -14.1519 -14.2137 -14.2721 -14.3284 -14.3829 -14.4444 -14.488 -14.5388
1 14.03361 -4.37158 -7.86087 -9.55527 -10.5683 -11.251 -11.7484 -12.1313 -10.7228 -12.6984 -12.9081
2 7.781155 -0.52336 -4.30108 -6.46507 -7.88445 -8.89207 -9.64923 -10.2426 -10.7228 -11.1216 -11.4642
3 7.935872 1.584158 -1.95865 -4.2328 -5.8155 -6.99177 -7.9026 -8.63168 -9.23077 -9.7336 -10.1631
4 8.08321 2.944507 -0.2917 -2.52471 -4.16667 -5.42258 -6.42248 -7.23844 -7.91886 -8.49649 -8.99424
5 8.225617 3.913452 0.969507 -1.17412 -2.80905 -4.10256 -5.14888 -6.01902 -6.75442 -7.38546 -7.93399
6 8.363988 4.651163 1.96587 -0.07113 -1.67277 -2.9678 -4.0404 -4.94073 -5.71229 -6.38092 -6.9669
7 8.498769 5.240418 2.779456 0.851517 -0.70242 -1.98375 -3.06019 -3.9801 -4.7728 -5.46719 -6.08036
8 8.636364 5.728334 3.46133 1.638554 0.138829 -1.11855 -2.18941 -3.11361 -3.92157 -4.63158 -5.264
9 8.758578 6.147091 4.044944 2.320879 0.877543 -0.34998 -1.40798 -2.33034 -3.14245 -3.86473 -4.50916
10 8.883953 6.50519 4.55516 2.920532 1.533358 0.338868 -0.70153 -1.61675 -2.42884 -3.15496 -3.80952

Untuk mendapatkan harga displasemen yang "bagus", kita pakai interpolasi kubik
Contoh: Untuk sarat depan Td = 5 m,
Tb 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
volume 2269.333 2834.667 3410.667 3997.333 4594.667 5200 5821.333 6450.667 7090.667 7741.333 8402.667
Kita ambil x = volume dan y = Tb,
x1 = 2269.333 m3 x2 = 2834.667 m3 x3 = 3410.667 m3 x4 = 3997.333 m3
y1 = 0 m y2 = 1 m y3 = 2 m y4 = 3 m
maka untuk volume = 2500 m3

Tb =

m
Bagian ini dapat kita lakukan sampai volume = 3500 m3
Selanjutnya untuk volume = 4000 m3 kita mulai lagi
x1 = 3997.333 m3 x2 = 4594.667 m3 x3 = 5200 m3 x4 = 5821.333 m3
y1 = 3 m y2 = 4 m y3 = 5 m y4 = 6 m
Demikian seterusnya hingga kita dapatkan
Tb 04103 1.289 2.153 3.004 3.842 4.672 5.487 6.286 7.078 7.859 8.631 9.393
volume 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000
Ini kita lakukan untuk semua Td, dan kemudian juga untuk semua Tb.
Lalu kita lakukan juga untuk LCB.

13. Stabilitas kapal


Buku Acuan:
Edward V. Lewis, Ed., Principle of Naval Architecture, Second Revision, Vol. I, Stability and
Strength, SNAME, Jersey City, NJ, 1988
o Lawrence L. Goldberg, Chapter 2: Intact Stability, pp. 63 138
o George C. Nickum, Chapter 3: Subdivision and Damage Stability, pp. 143 - 194
V. Semyonov Tyan Shansky, Statics and Dynamics of the Ship, Peace Publishers, Moscow,
1960?
K.J. Rawson, E.C. Tupper, Basic Ship Theory, 5th edition, Butterworth-Heinemann, Oxford, 2001
--, SOLAS, Consolidated Edition, 1997, IMO, London.
o Chapter II 1, Construction Subdivision and stability, machinery and electrical installations
Part A General
Part B Subdivision and Stability
Part B-1 Subdivision and damage stability of cargo ships, pp. 89 99.

Pendahuluan
Pada waktu bongkar muat maupun pada waktu berlayar, kapal selalu mendapat gaya-gaya baik dari muatan
yang sedang dibongkar-muat maupun dari benda dan alam sekitarnya: ombak, arus, angin, tumbukan dengan
dermaga, kapal lain atau kandas. Gaya-gaya ini menyebabkan kapal mengalami oleng dan gerakan-gerakan
lain. Dalam cuaca buruk, gaya-gaya ini akan menjadi semakin besar dan akan menyebabkan oleng dan
gerakan lain yang besar dan cepat, bahkan dapat menyebabkan kapal terbalik. Jadi kita perlu tahu
kemampuan kapal menghadapi gaya-gaya tersebut dan kemungkinan kapal terbalik.

Keseimbangan benda kaku


Suatu benda dikatakan dalam keadaan seimbang jika jumlah gaya yang bekerja pada benda dan jumlah
momen (yang bekerja pada benda) terhadap suatu titik sama dengan nol.
Jika benda yang dalam keadaan seimbang tadi mendapat gangguan kecil sesaat dari luar, apa yang akan
terjadi? Ada 3 kemungkinan:
Keseimbangan disebut stabil jika setelah pengaruh luar hilang/tidak ada, benda bergerak kembali ke
kedudukan semula.
Keseimbangan disebut indiferen atau netral jika setelah pengaruh luar hilang/tidak ada, benda tidak
kembali ke kedudukan semula, tetapi tetap diam pada kedudukannya yang baru.
Keseimbangan disebut labil jika setelah pengaruh luar hilang/tidak ada, benda tidak kembali ke
kedudukan semula, tetapi bergerak terus menjauhi kedudukan semula.
dx dx dx

Stabil Indiferen / netral Labil


Gambar Macam keseimbangan
Keseimbangan kapal dengan 6 derajat bebas
Z

GAMBAR 1 Sistem koordinat

Sistem sumbu yang dipakai: sumbu X pos ke arah haluan kapal, sumbu Y pos ke arah kiri (port) kapal dan
sumbu Z pos ke arah atas.

y z

surge sway heave

z z

y
roll pitch yaw
Gambar Derajat bebas kapal terapung

Suatu kapal yang terapung bebas mempunyai 6 derajat bebas, yaitu 3 translasi ke arah sumbu X, Y dan Z
serta 3 rotasi, memutari sumbu // sumbu X, Y dan Z.
Gerakan translasi ke arah sumbu Z (vertikal) atau heave: keseimbangan stabil
Gerakan translasi ke arah sumbu X dan Y (horisontal) atau surge dan sway: keseimbangan netral atau
indiferen
Gerakan rotasi memutari sumbu // sumbu Z (vertikal) atau yaw: keseimbangan netral atau indiferen
Gerakan rotasi memutari sumbu // sumbu X dan Y atau heel dan pitch: tidak tentu, mungkin
keseimbangan stabil, labil atau netral.
Jadi yang perlu dibahas adalah gerakan rotasi memutari sumbu // sumbu X dan Y saja, karena keadaan
keseimbangannya tidak tertentu.

Keseimbangan sebuah tongkang


Z Kita lihat sebuah tongkang dengan panjang 50 m, lebar 10 m,
tinggi 8 m dan sarat 5 m. Volume displasemen tongkang ini
adalah 2500 m3. Tinggi titik beratnya adalah 0.5*H = 4 m dan
P tinggi titik apungnya adalah 0.5*T = 2.5m, sedang letak
memanjangnya adalah 0.5*L = 25 m dari AP. Gambar penampang
8m
G melintangnya adalah seperti gambar di samping ini:
B 5m Tongkang dalam keadaan diam karena gaya = 0 dan momen
gV = 0.

10 m Y
Z Selanjutnya tongkang diolengkan 50 tanpa ada perubahan pada
berat tongkang dan muatannya, maka gaya apung juga tidak
P berubah, berarti volume displasemen akan tetap. Gambar
penampang melintangnya sekarang menjadi seperti di samping
ini.
TKIRI G Dari gambar dapat kita hitung bahwa luas penampang dalam air
B
B adalah
TKANAN A 0.5 B (TKIRI TKIRI B tan )
gV
sedang luas semula A = B.T,
Y sehingga supaya luasnya tetap:
sarat kiri adalah
B
TKIRI T tan
2
B
dan sarat kanan adalah TKANAN T tan
2
Setelah harga T, B dan tan dimasukkan, didapat TKIRI = 4.5626 m dan TKANAN = 5.4374 m.
Demikian juga titik apung berpindah tempat, sehingga sekarang koordinatnya adalah:
B (TKIRI 2TKANAN ) B (3T 0.5 B tan )
dihitung dari sisi kiri yB
3(TKIRI TKANAN ) 3T
B (TKANAN TKIRI )
dihitung dari CL yB
6(TKIRI TKANAN )
dan
B2
3T 2 tan 2
dihitung dari alas T 2
T .T T 2
4
z B KIRI KIRI KANAN KANAN

3(TKIRI TKANAN ) 3T
Setelah T, B dan tan dimasukkan, didapat yB = 0.145814 m dihitung dari CL dan zB = 2.506379 m.

Dalam keadaan ini, arah gaya berat maupun gaya apung tidak lagi sejajar CL, tetapi berubah, yaitu tegak
lurus muka air, sehingga kedua gaya ini membentuk momen kopel. Untuk menghitung lengan momen kopel
ini, ada dua cara:

Cara 1
Kita buat persamaan garis kerja gaya angkat:
Permukaan air mempunyai kemiringan 5 derajat, jadi angka arah persamaan garisnya adalah m1 = tan 50 dan
karena garis kerja gaya angkat tegak lurus muka air, berarti amgka arahnya = -1/tan 50. Garis kerja ini
melewati titik B sehingga persamaan garisnya menjadi:
(z zB) = -1/tan 50 (y yB) = -11.4301(y yB)
Lengan momen adalah jarak titik G ke garis kerja di atas. Rumus untuk jarak suatu titik G(yG,zG) ke suatu
garis dengan persamaan ay + bz + c = 0 adalah
ay bzG c
d G
a 2 b2
Maka persamaan di atas perlu dirubah bentuknya menjadi
+11.4301y + z zB - 11.4301yB = 0
sehingga a = 11.4301, b = 1 dan c = -2.506379 - 11.4301*0.145814 = -4.17305

11.4301* 0 1 * 4 4.17305
dan jarak d 0.015082m
11 .43012 12
Harga d < 0 menunjukkan bahwa titik G ada di sebelah kiri garis kerja, sehingga momen kopel akan
memutar kapal berlawanan arah jarum jam, kembali ke kedudukan tegak.

Cara 2
Sumbu koordinat diputar sehingga sumbu X sejajar muka air dan sumbu Y tegak lurus muka air. Dalam
contoh ini sistem sumbu diputar sebesar sudut oleng yaitu 50 atau 0.087266 radian. Dari matematika kita
dapat bahwa hubungan koordinat sebelum diputar dengan setelah diputar adalah:
ybaru = ylama cos + zlama sin
zbaru = -ylama sin + zlama cos
Jadi setelah diputar, koordinat titik berat menjadi
yGB = 4m*cos 50 + 0m*sin 50 = 0.348623 m
zGB = -4m*sin 50 + 0m*cos 50 = 3.984779 m
sedang koordinat titik apung menjadi
yBB = 0.363705 m dan zBB = 2.484132 m
Dari harga y kita lihat bahwa titik B ada di sebelah kanan titik G, sehingga lengan kopel adalah sebesar
0.363705 m - 0.348623 m = 0.015082 m dan momen kopel akan memutar kapal berlawanan dengan jarum
jam atau kembali pada kedudukan tegak.

Jadi kuncinya adalah mengetahui letak titik apung dalam keadaan oleng dan jarak titik berat kapal ke garis
kerja gaya angkat.

Bagaimana kalau lebar kapal kita rubah, sedang ukuran yang lain tetap?
Misalkan lebar kapal dirubah menjadi 9 m. Dengan cara seperti di atas, kita dapatkan
TKIRI = 4.606301 m dan TKANAN = 5.393699 m. Selanjutnya yB = 0.11811 m dan zB = 2.505167 m.
Maka didapat lengan kopel = 0.01262 m, dan momen kopel tidak mengembalikan kapal ke kedudukan
semula.

Oleng kecil dengan displasemen tetap


Pergeseran titik berat gabungan akibat pergeseran bagian kecil
b Z
Z b
h
h

H H

Y Y

B B
GAMBAR 3 Pergeseran muatan
Sebuah kapal dengan ukuran B x H mempunyai muatan dengan ukuran b x h yang terletak di sudut kiri.
Sumbu Y di BL dan sumbu Z di CL kapal. Maka letak titik berat kapal adalah yK = 0 dan zK = 0.5H. Letak
titik berat beban adalah yB = -0.5B+0.5b dan zB = H+0.5h.
Momen statis gabungan terhadap CL adalah
M SC 0.BH ( 0.5 B 0.5b)bh
sehingga letak titik berat terhadap CL adalah
(0.5 B 0.5b)bh
yG 0
BH bh
Momen statis gabungan terhadap BL adalah
M SB 0.5H .BH ( H 0.5h)bh
sehingga tinggi titik berat terhadap BL adalah
0.5H .BH ( H 0.5h)bh
zG 0
BH bh
Muatan ini kemudian digeser ke sudut kanan. Maka letak titik beratnya adalah +0.5B0.5b. Momen statis
gabungan terhadap CL adalah
M SC 0.BH (0.5 B 0.5b)bh
sehingga letak titik berat terhadap CL adalah
(0.5 B 0.5b)bh
yG1
BH bh
Momen statis gabungan terhadap Base Line adalah
M SB 0.5H .BH ( H 0.5h)bh
sehingga tinggi titik berat terhadap BL adalah
0.5H .BH ( H 0.5h)bh
zG1
BH bh
Ternyata tinggi titik berat terhadap BL tidak berubah, sedang letak titik berat terhadap CL bergeser sejauh
(0.5 B 0.5b)bh (05B 0.5b)bh ( B b)bh
yG 1 yG 0
BH bh BH bh BH bh
Pergeseran titik berat muatan adalah dari -0.5B+0.5b ke 0.5B-0.5b atau sebesar B-b. Jadi perbandingan
pergeseran adalah
y G1 y G 0 bh

B b BH bh

Untuk pergeseran vertikal, dengan cara yang sama kita dapatkan:


yG1 = yG0
z G1 z G 0 bh

H h BH bh

Pergeseran titik pusat gaya angkat tongkang pada sudut oleng kecil

yK yM

yKtan
yK yM

B0 B1

Kita lihat suatu tongkang yang oleng kecil dengan displasemen tetap. Tongkang mempunyai panjang L, lebar
B, tinggi H dan sarat T. Volume displasemen tongkang ini adalah V m3. Tongkang oleng sebesar .
Volume baji masuk = luas segitiga * panjang = 0.5 yM*yM tan *L.
Volume baji keluar = luas segitiga * panjang = 0.5 yK*yK tan *L.
Supaya displasemen tetap, volume baji masuk = volume baji keluar, jadi
0.5 yM*yM tan *L= 0.5 yK*yK tan *L
sehingga yM = yK
Adanya baji masuk dan keluar ini dapat kita lihat juga sebagai pergeseran muatan. "Muatan" yang semula
ada di tempat baji keluar dipindah ke tempat baji masuk. Akibatnya titik pusat gaya angkat akan berpindah.
Besar perpindahan titik berat "muatan" = yK + yM
Dari hasil di atas, besar perpindahan searah sumbu Y adalah
y B1 y B 0 0.5Ly M2 tan

2 y 2 y LBT
3 K 3 M
Kita tulis lagi menjadi
( 2 3 y K 0.5Ly K2 2 3 y M 0.5Ly M2 ) tan ( 13 Ly K3 13 LjM3 ) tan
y B1 y B 0
V V
3
Dari fisika kita lihat bahwa Ly M adalah momen inersia bidang air masuk terhadap sumbu putar sedang
Ly3K adalah momen inersia bidang air keluar terhadap sumbu putar, sehingga jumlahnya adalah momen
inersia bidang air seluruhnya IXX terhadap sumbu putar yang // sumbu X. Maka persamaan di atas menjadi
I
y y B1 y B 0 XX tan
V

Pergeseran titik pusat gaya angkat kapal pada sudut oleng kecil
Suatu kapal yang berlayar di laut akan mengalami oleng. Kita lihat suatu keadaan oleng tetapi tanpa trim.
Karena tidak ada perubahan muatan, maka oleng terjadi pada displasemen tetap. Kapan oleng terjadi pada
displasemen tetap? Jika volume baji masuk sama dengan baji keluar.
Z

yk
yk tan Am WL1
Ak
ym tan
ym dx
WL

GAMBAR 2

(1) vm vk
Untuk kapal berdinding tegak, dari segitiga keluar kita dapat
dvk 1 2 yk yk tan dx
sehingga
L
2

vk
L
1
2 yk yk tan dx
2

Karena tan adalah konstan, maka dapat dikeluarkan dari integral


L
2

(2) vk tan
L
1
2 yk yk dx
2
Integral ini dapat dibaca juga sebagai berikut: y k dx adalah luasan elementer dan 1 2 yk adalah lengan
luasan terhadap sumbu X hingga integral itu juga dapat dibaca sebagai momen statis bagian bidang air yang
keluar terhadap sumbu X.
L
2

(3) M Sk
L
1
2 yk yk dx
2

dan
vk M Sk tan
vk vm M Sk tan M Sm tan
dan setelah tan dicoret, kita dapatkan
(4) M Sk M Sm
Jadi volume baji masuk sama dengan volume baji keluar berarti juga momen statis bagian bidang air keluar
terhadap sumbu X sama dengan momen statis bagian bidang air masuk terhadap sumbu X.
Ini berarti bahwa
jika kapal oleng sedemikian sehingga garis potong dua bidang air tersebut melalui titik berat bidang
air tegak dan oleng, maka displasemennya tetap
atau
supaya displasemennya tetap, kapal harus oleng sedemikian sehingga garis potong kedua bidang air
harus melalui titik berat bidang-bidang air tersebut.

Z
yk

2
/3ym
g0 WL1
2
/3yk g1

B0 ym
WL
B

GAMBAR 4

Jadi dalam hal kapal oleng tadi, titik berat baji keluar bergerak ke titik berat baji masuk, maka titik apung
kapal akan bergerak sejajar arah gerak tersebut:
vk g 0 g1 VB0 B
sehingga
vk
(5) B0 B
g 0 g1
V
Dari gambar untuk komponen gerakan ke arah Y kita lihat bahwa ( g 0 g1 ) y 2 3 ( yk ym ) dan vk didapat
dari rumus di atas, sehingga
L L
2 2

vk ( g 0 g1 ) y 2 3 2 yk tan 2 y k yk dx 3 tan yk dx I xx tan


1 2 3

L L
2 2

Jadi pergeseran titik apung ke arah Y besarnya adalah


I xx
(6) tan
( B0 B ) y yB
V
Komponen gerakan ke arah Z adalah ( g 0 g1 ) z 2 3 yk tan sehingga
L
2

vk ( g 0 g1 ) z 2
3 yk tan tan
L
1 y yk dx 1 2 I xx tan 2
2 k
2

Jadi pergeseran titik apung ke arah Z besarnya adalah


I xx
(7) tan 2
( B0 B ) z z B 1
2
V
Analog dengan di atas, untuk trim, pergeseran ke arah X adalah
I
(8) ( B0 B ) x xB yF tan
V
Untuk sudut kecil tan sehingga rumus-rumus di atas dapat disederhanakan menjadi
I yF
(9) xB
V
I xx
(10) y B
V
I
(11) z B 1 2 xx 2
V
Dengan demikian kita dapat menghitung koordinat titik B pada waktu oleng jika diketahui.

Momen inersia bidang air


Dalam rumus-rumus pergeseran titik apung selalu dibutuhkan momen inersia bidang air. Momen inersia
suatu bidang terhadap suatu sumbu adalah
I y
2
dA
A

dengan
A luas elementer
y jarak luas elementer dA terhadap sumbu acuan
Momen inersia suatu 4 persegi panjang alas b dan tinggi h terhadap alasnya adalah I 1 3 bh 3 .
Untuk bidang air kapal pada kedudukan tegak dengan sumbu acuan sumbu X memanjang, lebar elementer
adalah dx dan tinggi adalah y sehingga momen inersianya adalah
(12) I xx 2 3 y 3 dx
Sumbu acuan untuk momen inersia ini melewati titik berat bidang air, sehingga syarat garis potong melalui
titik berat sudah dipenuhi.
Untuk bidang air kapal pada kedudukan tegak dengan sumbu acuan sumbu Y melintang, luas elementer
adalah ydx dan jarak adalah x sehingga momen inersianya adalah
(13) I yy 2 x 2 ydx
Sumbu acuan untuk momen inersia ini biasanya tidak melewati titik berat bidang air, sehingga syarat garis
potong melalui titik berat biasanya tidak dipenuhi. Momen inersia terhadap sumbu yang melalui titik berat
dan // sumbu Y bisa didapat dengan rumus pergeseran sumbu
(14) I yF I yy y F2 AWL
dengan
AWL luas bidang air
y F jarak titik berat bidang air dari sumbu acuan Y
y
Untuk bidang air oleng dengan sudut tanpa trim y cos sehingga
y3 I
I x 2 3 y3 dx 2 3 dx xx3
cos
3
cos
I xx
(15) I x
cos3
y I yy
I y 2 x 2 y dx 2 x 2 dx
cos cos
I yy
(16) I y
cos
dan
I yy AWL
(17) I yF y F2
cos cos

Metasenter dan jari-jari metasenter


Jika garis kerja gaya apung pada keadaan tegak dan garis kerja gaya apung dalam keadaan miring
dilanjutkan, keduanya akan berpotongan di suatu titik. Titik potong ini kita beri nama M, singkatan dari
metasenter.

M
G
WL1

B0
B
WL

GAMBAR 4
I xx
Kita lihat segitiga MB0B. Komponen datar dari B0B adalah y B dan jika dianggap segitiga MB0B
V
adalah segitiga siku-siku, maka kita dapat B0 B y B MB0 sin MB0 , berarti
I
(18) MB0 rT xx
V
Dari rumus ini kita lihat bahwa MB0 bukan fungsi , berarti untuk sudut kecil, MB0 tetap harganya, jadi titik
M tidak berpindah. MB0 yang tetap besarnya ini diberi nama jari-jari metasenter. Untuk gerak oleng, harga
ini disebut jari-jari metasenter melintang dan besarnya menurut rumus di atas, sedang untuk gerak angguk
atau trim, besarnya jari-jari metasenter adalah
I yF
(19) M L B0 rL
V
dan disebut jari-jari metasenter memanjang. Baik jari-jari metasenter melintang maupun memanjang selalu
berharga positif.
Karena panjang kapal beberapa kali lebih besar dari lebarnya, maka IyF banyak lebih besar dari Ixx sehingga
MLB0 juga banyak lebih besar dari MB0.

Momen penegak
Pada waktu kapal tegak, garis kerja gaya berat dan gaya apung berimpit dan berada pada CL kapal
dan kapal dalam keadaan seimbang atau diam. Pada waktu kapal oleng, jika tidak ada muatan yang
bergeser atau muatan cair, maka titik berat kapal tidak bergeser. Sebaliknya, dari pembahasan di atas,
jelas bahwa titik apung akan bergeser. Ini berarti ada sepasang gaya sama besar (gaya berat dan gaya
apung) yang membentuk kopel dan kopel ini disebut momen penegak (righting moment), karena
seharusnya akan menegakkan kapal kembali.
Ada 3 kemungkinan yang dapat terjadi:
Kasus 1: garis kerja gaya berat berada di sebelah
M kiri garis kerja gaya apung karena kapal lebar
hingga titik B dapat berpindah banyak. Momen
kopel akan memutar badan kapal supaya kapal
G
WL1 tegak kembali seperti yang diinginkan, maka
disebut momen penegak. Kapal dalam keadaan
WL seimbang stabil.
B0
B

Kasus 2: garis kerja gaya berat berimpit


dengan garis kerja gaya apung karena kapal lebih
sempit dan titik B tidak dapat berpindah terlalu M=G
banyak. Momen kopel atau penegak besarnya nol, WL1
berarti kapal tidak berusaha kembali ke
kedudukan tegak. Kapal dalam keadaan seimbang WL
netral atau indiferen. B0 B

Kasus 3: garis kerja gaya berat berada di sebelah


kanan garis kerja gaya apung karena kapal sempit
G hingga titik B hanya dapat berpindah sedikit. Momen
kopel atau penegak akan memutar kapal makin oleng
WL1 atau miring. Kapal dalam keadaan seimbang labil.
M
WL Yang kita inginkan tentu saja Kasus 1, sedang yang lain
B0
B kita hindari.

V GAMBAR 5
Rumus stabilitas memakai metasenter. Tinggi metasenter
Z
M



G
WL1

zG WL
B0
B

zB gV
K
Y

GAMBAR 6
Kita lihat suatu kapal yang oleng kecil. Letak titik metasenter M, titik berat G, titik apung B dan beberapa
titik lain diberikan dalam gambar. Terlihat bahwa lengan momen penegak adalah
(20) l GZ MG sin
MG menunjukkan tinggi titik metasenter M di atas titik berat G dan disebut tinggi metasenter melintang.
Ternyata besar MG menentukan besar lengan stabilitas.
Dari gambar kita lihat bahwa tinggi metasenter sama dengan tinggi titik apung ditambah jari-jari metasenter
dikurangi tinggi titik berat
MG KB BM KG z B rT z G
atau tinggi metasenter sama dengan tinggi titik M di atas lunas dikurangi tinggi titik berat
MG KM KG z M z G
atau tinggi metasenter sama dengan jari-jari metasenter dikurangi tinggi titik berat di atas titik apung
(21) MG MB BG rT a
dengan a = BG = KG KB.

Momen penegak menjadi


(22) M r Dl DMG sin D( rT a )
untuk kecil dan D V .
Kita lihat kembali ketiga kasus di atas:

Kasus 1: titik B terletak di bawah titik G, berarti


KB KG atau BG KG KB zG z B 0
dan titik M terletak di atas titik G, berarti
KM KG
Kedua ruas kita kurangi dengan KB menjadi
KM KB KG KB
sehingga
MB BG atau rT a
Ini berarti bahwa
M r D( rT a ) 0
atau arah putar Mr adalah untuk menegakkan kapal kembali atau kapal dalam keseimbangan stabil.
Kasus 2: titik B terletak di bawah titik G, berarti
KB KG atau z B z G
dan titik M terletak berimpit dengan titik G, berarti
KM KG atau z M z G
Kedua ruas kita kurangi dengan KB menjadi
KM KB KG KB
sehingga
MB BG atau rT a
Ini berarti bahwa
M r D(rT a ) 0
tidak ada momen untuk menegakkan kapal kembali atau kapal dalam keseimbangan netral atau indiferen.

Kasus 3: titik B terletak di bawah titik G, berarti


KB KG atau z B z G
dan titik M terletak di bawah titik G, berarti
KM KG atau z M z G
Kedua ruas kita kurangi dengan zB menjadi
z M z B z G z B atau rT a
Ini berarti bahwa
M r D( rT a ) 0
atau arah putar Mr akan lebih mengolengkan kapal atau kapal dalam keseimbangan labil.

Komponen momen penegak. Stabilitas bentuk dan stabilitas berat


Momen penegak dapat juga kita tulis dalam bentuk berikut:
I I
(23) M r DrT Da D xx Da D ( xx a)
V V
Suku pertama ruas kanan ditentukan oleh Ixx/V yaitu oleh ukuran dan bentuk badan kapal dan karenanya
disebut momen stabilitas bentuk dan Ixx/V adalah lengan stabilitas bentuk.
Suku kedua ruas kanan ditentukan oleh D yaitu berat kapal dan muatannya dan a yang sama dengan KG
dikurangi KB. Jadi di sini ada faktor berat kapal dan KG yang mewakili susunan berat di kapal dan
karenanya kita sebut momen stabilitas berat serta a adalah lengan stabilitas berat. Jadi bentuk badan kapal
dan susunan beratlah yang menentukan apakah suatu kapal pada kondisi pembebanan tertentu akan dalam
keseimbangan stabil atau tidak. Pada kapal yang sudah jadi, ukuran dan bentuk badan kapal sudah tertentu,
maka keseimbangan akan ditentukan oleh KG, yaitu bagaimana kita menyusun muatan di kapal, apakah
mengakibatkan KG tinggi atau rendah dan dengan demikian MG akan positif atau negatif.

Pengaruh momen luar


Jika pada kapal bekerja suatu momen sebesar Mx dengan sumbu sejajar sumbu X, maka kapal akan
mengalami oleng sebesar
M x

D.M T G
Jika pada kapal bekerja suatu momen sebesar My dengan vektor momen sejajar sumbu Y, maka kapal akan
mengalami trim sebesar
M y

D.M L G

Stabilitas pada sudut oleng besar


Seperti pada stabilitas sudut kecil, tujuan perhitungan adalah untuk menentukan koordinat titik apung B.
Berbeda dengan keadaan pada sudut kecil, titik metasenter M tidak lagi diam di tempatnya, tetapi juga
berpindah tempat. Jadi untuk menghitung lengan stabilitas statis kita juga perlu mengetahui koordinat titik M
pada sudut oleng besar.
Z
M
yM

L2

W1 yk zM F d
ym L1
W2
yB2
yB1 B2

B1 E

zB1 zB2

K Y

Kita lihat sebuah kapal dalam keadaan oleng tidak kecil sebesar dengan bidang air W1L1. Pada saat itu
letak resultan gaya angkat adalah di B1(yB1, zB1) dan letak metasenter di M(yM,zM). Kemudian oleng ditambah
dengan d pada displasemen tetap dengan bidang air W2L2. Ini berarti volume baji masuk sama dengan
volume baji keluar atau vm = vk
L L
2 2

vk tan d
L
1
2 yk yk dx vm tan d
L
1
2 ym ym dx
2 2

Dan integral ini dapat kita baca sebagai momen statis bidang air W1L1 terhadap garis potong yang melewati
titik berat bidang air
L L
2 2

M Sk
L
1
2 yk yk dx M Sm
L
1
2 ym ym dx
2 2

Dan karena momen statis bidang air masuk = momen statis bidang air keluar berarti bahwa garis potong
melewati titik berat bidang air.
Dan karena ada volume yang berpindah tempat, dan karena d kecil, maka resultan gaya angkat akan
berpindah tempat ke arah sumbu Y sejauh
I
( B1B2 ) y yB x d
V
dan pergeseran titik apung ke arah Z besarnya adalah
I
( B1B2 ) z zB 1 2 x (d ) 2 .
V
Dan untuk trim, pergeseran ke arah X adalah
I yF
( B1B2 ) x xB d
V

Rumus analitis untuk menghitung koordinat titik apung dan titik metasenter
Dari pembahasan di atas kita dapat:
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah X adalah displasemen V dikalikan
perubahan titik apung ke arah X:
I
M yz V yF d I yF d
V
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Y adalah displasemen V dikalikan
komponen datar perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I
M xz V x d cos I x cos d
V
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Z adalah displasemen V dikalikan
komponen tegak perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I
M xy V x d sin I x sin d
V
sehingga koordinat titik apung dapat dihitung sebagai berikut

VxB I yF d I yF
xB xB d
V V

Vy B I x d I
yB yB x cos d
V V

Vz B I x d I
z B z B x sin d
V V

Dengan demikian jika kapal oleng dari sudut 1 sampai sudut 2, maka koordinat titik apung dapat diperoleh
dengan
2 2 2
I yF I x I
xB 2 xB1 d yB 2 yB1 cos d z B 2 z B1 x sin d
1
V 1
V 1
V
I x
Harga kita sebut rT yaitu jari-jari metasenter melintang pada sudut
V
I
(24) rT x
V
I yF
sedang kita sebut rL yaitu jari-jari metasenter memanjang pada sudut . Dengan demikian rumus-
V
rumus di atas akan menjadi
2

(25) xB 2 xB1 rL d
1

(26) yB 2 yB1 rT cos d


1

(27) z B 2 z B1 rT sin d
1

Rumus-rumus di atas dapat kita turunkan secara geometris murni. Kita lihat lagi kapal oleng sebesar , lalu
ditambah lagi sebesar d.
Pada waktu sudut oleng ditambah sebesar d, titik M dianggap tidak berpindah. Kita lihat segitiga kecil
B1B2E. Karena d kecil, maka B1 B2 E dan
dy B1 E B1 B2 cos dz EB2 B1 B2 sin
sedang B1B2 r d , sehingga
(28) dy r cos d
(29) dz r sin d
dan untuk mendapatkan yB2 dan zB2 kita mengintegral pers. (28) dan (29) dari 1 sampai 2 dan kita dapatkan
pers. (26) dan (27).
Selanjutnya kita cari koordinat titik metasenter M. Dari gambar kita lihat bahwa
(30) yM y B1 rT sin

(31) z M z B1 rT cos

Lengan stabilitas statis. Momen penegak

Z
M

G
Z

W a L

E Q R
B0
F B
zB0 yB
P
K zB

Setelah koordinat titik apung dan titik metasenter kita dapatkan, maka selanjutnya kita hitung lengan
stabilitas pada sudut oleng .
Dari gambar kita lihat bahwa lengan momen penegak pada waktu sudut oleng adalah
l GZ B0Q QR B0 E
Lihat B0QP: B0Q y B cos
Lihat FPB : QR FB ( z B z B 0 ) sin
Lihat B0EG: B0 E B0G sin a sin
Kalau semua ini kita masukkan dalam rumus di atas, kita dapat
(32) l y B cos ( z B z B 0 ) sin a sin
Kita masukkan lagi rumus-rumus (24), (25) dan (26) dengan 1 = 0 dan dalam rumus di atas 2 = , maka

hasilnya menjadi l cos rT cos d sin rT sin d a sin


0 0

Dengan memakai rumus trigonometri rumus di atas dapat ditulis menjadi



l rT (cos cos sin sin )d a sin dan
0

(33) l rT cos( )d a sin


0

dan dengan integrasi parsial akhirnya didapat


rT

(34) l ( rT 0 a ) sin sin( )drT


rT 0

Jika rumus (33) dimasukkan ke dalam momen penegak M r Dl gVl dan r diganti, maka didapat
rT

(35) M r D ( rT 0 a ) sin D sin( )drT


rT 0

Suku pertama ruas kanan adalah momen penegak yang dihitung dengan anggapan jari-jari metasenter tetap
harganya sebesar r0, sedang suku kedua memperhitungkan perubahan harga jari-jari metasenter tersebut.

Komponen momen penegak. Stabilitas bentuk dan stabilitas berat.


Rumus (32) dapat kita bagi menjadi dua bagian, yaitu
(36) lc y B cos ( z B z B 0 ) sin
yang ditentukan oleh ukuran dan bentuk badan kapal dan karenanya kita sebut lengan stabilitas bentuk, dan
(37) l g a sin
yang ditentukan oleh letak titik berat kapal dan muatannya dan karenanya kita sebut lengan stabilitas berat.
Demikian juga momen penegak dapat kita bagi menjadi momen stabilitas bentuk dan momen stabilitas berat.

Turunan lengan stabilitas statis terhadap sudut oleng. Tinggi umum


metasenter
Rumus (32) untuk lengan stabilitas kita turunkan terhadap sudut oleng:
dl dyB dz
cos yB sin B sin ( z B z B 0 ) cos a cos
d d d
Dengan memakai rumus (27) dan (28), persamaan di atas dapat kita ubah menjadi
dl
r y sin ( z B z B 0 ) cos a cos
d
Pada keadaan tegak, = 0 sehingga sin = 0, cos = 1, yB = 0, zB = zB0 dan r = r0 dan rumus di atas
menjadi
dl
r0 a MG
d 0
Jadi turunan pertama lengan stabilitas statis terhadap sudut oleng pada keadaan tegak adalah tinggi
metasenter awal. Kalau kita perhatikan, turunan ini mempunyai satuan panjang. Untuk mencari penggal
garis yang mana, lihat gambar berikut:
Z
M

Z2 L2
G
W1 Z1
L1
W2 d

B2
B1

K Y
GAMBAR 9
Misalkan pada sudut oleng letak titik metasenter M dan titik berat G diketahui. Jika dari G ditarik garis
tegak lurus garis kerja gaya apung, didapat lengan stabilitas statis pada sudut oleng berupa penggal garis
GZ1. Jika kemudian sudut oleng ditambah dengan d, titik M tidak berpindah tempat, tetapi untuk garis kerja
gaya apung yang baru, titik Z1 akan berpindah ke Z2.
Untuk d0, maka
dl
(36) dl MZ 1d atau MZ1
d
MZ1 yang diukur dari titik metasenter ke titik potong lengan dengan garis kerja gaya apung, disebut tinggi
dl
umum metasenter. Pada waktu lengan stabilitas statis mencapai maksimum, maka MZ1 0 , berarti
d
titik M dan titik H berimpit.

Stabilitas dinamis. Rumus analitis untuk lengan stabilitas dinamis. Kerja


untuk mengolengkan kapal.
Stabilitas dinamis menggambarkan kerja atau usaha yang dibutuhkan untuk mengolengkan kapal. Sebagai
contoh, kita lihat setengah silinder berikut:
G
G
G

R R R
GAMBAR 10
Dalam keadaan diam gambar kiri bidang atas akan terletak mendatar. Dalam keadaan miring gambar
tengah ternyata titik berat akan naik dibandingkan dengan keadaan awal dan dalam keadaan tegak
gambar kanan titik berat dalam kedudukan tertinggi. Untuk menaikkan titik berat ini jelas dibutuhkan
usaha atau kerja. Usaha ini akan sama besar (tetapi berlawanan tanda) dengan berat dikalikan perpindahan
titik berat pada arah vertikal, yaitu selisih tinggi titik berat pada kedudukan akhir dengan tinggi titik berat
pada kedudukan awal.

Untuk mengolengkan kapal, juga dibutuhkan kerja. Pada setengah silinder di atas, titik tempat reaksi
tumpuan bekerja tidak berubah tingginya sehingga kita hanya perlu melihat selisih tinggi titik berat saja.
Tetapi pada kapal, titik tempat reaksi tumpuan adalah titik apung kapal dan selama proses oleng, ketinggian
titik ini berubah terus. Jadi jarak vertikal titik apung ke titik berat juga selalu berubah dan jarak vertikal
inilah yang disebut lengan stabilitas dinamis dan kerja yang dilakukan adalah
E Dld
dengan ld adalah lengan stabilitas dinamis.
Kerja untuk mengolengkan kapal juga dapat dilihat sebagai kerja dari suatu momen kopel yang
mengolengkan kapal sampai sudut d:
dE M r d
Jika Mr diganti dengan rumus (22), kita dapatkan
dE Dld
Dalam ruas kanan, harga l berubah terus menurut harga , sehingga untuk mengolengkan kapal dari
keadaan tegak ke sudut oleng dibutuhkan kerja sebesar

E Dld D ld
0 0

Kalau kita bandingkan kedua rumus kerja di atas, kita peroleh


(37) ld ld
0

Ternyata lengan stabilitas dinamis adalah integral lengan stabilitas statis sampai sudut tertentu dan
sebaliknya lengan stabilitas statis adalah turunan pertama stabilitas dinamis terhadap sudut oleng.
Marilah kita turunkan rumus lengan stabilitas dinamis.
Z
M

Z
W a L

E Q R
N
B0
F
zB0 B
yB
P
K zB

GAMBAR 11
Pada garis kerja gaya apung dari titik Z ke bawah diukurkan ZN = B0G = a. Karena lengan stabilitas dinamis
adalah selisih jarak vertikal titik apung ke titik berat pada kedudukan tegak dengan selisih jarak pada sudut
oleng , maka
ld ZB ZN ZB a
Dari gambar kita lihat bahwa
ZB GE QP FP
Lihat GEB0: GE a cos
Lihat RPB0: QP y B sin
Lihat FPB: FP ( z B z B 0 ) cos
sehingga
(38) ld y B sin ( z B z B 0 ) cos (1 cos ) a
Kalau lengan dinamis d kita turunkan terhadap , kita dapatkan
dld
(38) yB cos ( z B z B 0 ) sin a sin l
d
dan ternyata ruas kanan sama dengan rumus (29) untuk lengan stabilitas statis. Jadi memang lengan stabilitas
statis adalah turunan pertama lengan stabilitas dinamis.
Jika kita bandingkan rumus (35) dengan rumus (38), maka kita dapatkan
d 2 ld
(39) MZ
d 2
atau turunan kedua lengan dinamis adalah tinggi umum metasenter.

Diagram stabilitas statis dan dinamis. Kurva jari-jari metasenter


Kita dapat membuat diagram lengan stabilitas statis sebagai fungsi sudut oleng . Demikian juga kita dapat
membuat diagram lengan stabilitas dinamis sebagai fungsi . Diagram macam ini pertama kalinya
diperkenalkan oleh Reeds.
A Dalam kedua gambar di samping, absis adalah sudut
l statis
oleng dalam derajat dan ordinat adalah lengan
stabilitas statis atau dinamis dalam meter. Gambar
atas disebut diagram stabilitas statis dan gambar
l max bawah disebut diagram stabilitas dinamis.
m
Dalam diagram stabilitas statis, momen penegak
dapat juga dipakai sebagai ordinat, dan karena
0 momen penegak adalah displasemen*lengan
stabilitas dinamis, maka bentuk diagram akan tetap,
l dinamis hanya skalanya yang berubah. Demikian juga kerja
atau usaha dapat dipakai sebagai ordinat dalam
diagram stabilitas dinamis dan merubah skala
ordinatnya.
A ld max
Di atas telah disebutkan bahwa ada hubungan
m diferensial-integral antara lengan stabilitas statis dan
dinamis. Pada = 0, lengan stabilitas statis berharga
0 dan lengan stabilitas dinamis menunjukkan
minimum. Pada saat lengan stabilitas statis mencapai
0 maksimum, lengan stabilitas dinamis mempunyai
Gambar 12 titik belok (inflexion point). Pada saat lengan
stabilitas statis mencapai harga 0 lagi, lengan
stabilitas dinamis mencapai maksimum. Sudut oleng pada saat itu disebut sudut batas stabilitas. Lewat sudut
ini kapal akan terus terbalik (capsize).

Pada sudut kecil, besar lengan stabilitas statis diberikan oleh rumus (20)
l GZ MG sin
Jika kita ambil turunan pertamanya terhadap , kita peroleh
dl
MG cos
d
sehingga kemiringan garis singgung pada = 0 adalah MG. Jadi untuk menggambar garis singgung di = 0,
kita ukurkan MG tegak lurus pada absis 1 rad (=57.3 derajat) dan hubungkan ujungnya dengan titik 0, maka
kita dapat garis singgungnya.

Karena simetri badan kapal, maka kurva lengan stabilitas statis akan ada juga untuk sudut negatif dan bentuk
di bagian sudut negatif ini akan sama dengan bentuknya di bagian sudut positif, karena besar lengan tak
dipengaruhi oleh arah oleng kapal. Jadi lengan stabilitas statis adalah fungsi ganjil.

l statis l statis l statis

h0 h0
1

1 rad 1 rad h0
1 rad

Type I Type II Type III


GAMBAR 13
Gambar-gambar di atas menunjukkan tiga jenis diagram stabilitas statis untuk bentuk badan kapal atau
Rencana Garis yang paling sering dijumpai.
Jenis I adalah bentuk diagram stabilitas statis yang paling sering dijumpai. Kurva ini hanya
mempunyai 1 titik balik pada daerah lengan positif. Sudut batas stabilitasnya biasanya antara 60
sampai dengan 90 derajat dan MG awalnya antara 0.5 sampai 1.0 m atau lebih.
Jenis II adalah bentuk diagram stabilitas statis kapal dengan MG awal yang kecil, 0.4 m atau kurang,
tetapi dengan lambung bebas yang besar. Kurvanya berada di atas garis singgung awal dilanjutkan
dengan titik balik. Meskipun MG awal kecil, tetapi stabilitasnya cukup baik karena luasnya besar dan
sudut batas stabilitas yang besar.
Jenis III adalah bentuk diagram stabilitas statis untuk kapal dengan MG awal negatif. Garis singgung
awal berarah ke bawah. Kurvanya berada di atas garis singgung diikuti titik minimum lalu memotong
sumbu datar pada sudut 1 diikuti dengan titik balik. Ini berarti bahwa pada sudut oleng 00, kapal
mempunyai keseimbangan labil dan baru stabil dengan sudut oleng 1. Meskipun luas kurva mungkin
besar dan sudut batas stabilitasnya besar, bentuk ini sekarang tidak diijinkan lagi.

Persamaan diferensial stabilitas

Pengaruh beban tergantung


Z
A Z
A

p
B p
B
B1

Kita lihat suatu kapal yang sedang bongkar muat. Pada kapal ini ada beban tergantung sebesar p yang titik
gantungnya adalah A sedang titik berat beban ada di titik B, dengan panjang AB = l. Jika beban ini terikat di
titik B, maka pada waktu kapal oleng, muatan tersebut tidak bergeser. Jika beban tidak terikat di titik B,
maka pada waktu oleng, titik berat beban akan berpindah ke titik B1 searah dengan arah oleng kapal. Untuk
sudut kecil, pergeseran titik berat beban ke arah Y dapat dianggap sebesar l. Sebagai akibatnya, kapal
akan mendapat momen oleng tambahan sebesar
M pl
sehingga momen penegak berkurang menjadi
pl
M r D M T G pl D M T G
D
Jadi ada pengurangan tinggi metasenter sebesar
pl
MG
D

Pengaruh muatan cair

Z
Z

Y
Y

Kita lihat suatu kapal yang mempunyai tangki berisi muatan cair. Pada waktu kapal tegak, permukaan
muatan cair sejajar dengan bidang dasar kapal. Pada waktu kapal mengalami oleng sebesar (tanpa trim),
permukaan muatan cair akan membentuk sudut juga dengan bidang dasar kapal, berarti ada baji masuk.
ada baji keluar. Karena muatan cair volumenya tak berubah, berarti pergeseran titik berat muatan cair dapat
dihitung dengan rumus
i
ym
v
dengan
i = momen inersia bidang permukaan muatan cair terhadap sumbu melalui titik berat bidang dan sejajar
sumbu X
v = volume muatan cair (bukan volume tangki)
Jika berat muatan cair adalah 1gv, maka pergeseran muatan menyebabkan momen oleng sebesar
i
M 1 gv. 1 gi
v
dengan
1 = massa jenis muatan cair (kg/m3)
Jadi momen penegak menjadi
gi i
M r D M T G 1 gi D M T G 1 D M T G 1
D V
Jadi ada pengurangan tinggi metasenter sebesar
1 i
MG
V
dengan
= massa jenis air tempat kapal mengapung (kg/m3)
Jadi pengurangan ini tidak tergantung pada banyaknya muatan cair, tetapi pada besar momen inersia bidang
permukaannya.
Perubahan volume dan momen statis pada bidang air oleng
Pada sudut oleng besar, kita tidak dapat dengan mudah menentukan bidang air oleng supaya displasemen
tetap. Maka kita awali dengan bidang air oleng yang kita tahu displasemennya sudah tetap, lalu diambil
bidang air sebarang asal sudutnya adalah sebesar yang kita inginkan, kemudian kita koreksi supaya
displasemennya tetap. Tetapi kita harus tahu berapa kelebihan atau kekurangan volume displasemen pada
bidang air yang baru kita buat ini. Selisih ini dapat kita hitung sebagai berikut:
Z

L1
D

C h
W T
B L
W1 y A
T
T1

GAMBAR 14

Kita lihat kapal tanpa trim dan suatu bidang air WL dengan sudut oleng besar pada suatu displasemen
tertentu dan bidang air W1L1 dengan sudut oleng 1 yang berpotongan di titik sembarang. Displasemen kapal
pada bidang air W1L1 ini tentunya tidak sama dengan displasemen kapal pada bidang air W1L1 karena dibuat
sebarang. Bidang air WL akan memotong sumbu Z pada titik T dan bidang air W1L1 memotong sumbu Z
pada titik T1. Antara dan 1 serta antara T dan T1 ada hubungan
1
T1 T T
Tinggi elemen baji h (diukur // sumbu Z) yang dibatasi oleh kedua bidang air itu adalah
h = AC + CD - AB
AC = T
Lihat CDT1: CD = y tan 1
Lihat ABT: AB = y tan
Jadi
h T y (tan 1 tan ) y{tan( ) tan }
sehingga
y
h T
cos 2

Sedangkan harga z pada bidang WL dapat dihitung dengan rumus


z T y tan
setelah suku-suku kecil diabaikan.
Luas elemen baji dS diukur pada proyeksi elemen baji pada bidang XOY atau bidang dasar.
Maka perubahan volume dan perubahan momen statis adalah

V hdA T dA
cos 2 A
ydA
A A

A y
(40) V AWP T WP 2 F
cos

M yz xhdA T xdA
cos 2 A
xydA
A A

I xy
(41) M yz AWP x F T
cos 2

M xz yhdA T ydA y 2 dA
A A cos A
2

Ix
(42) M xz AWP y F T
cos 2
y y
M xy zhdA z T dA (T y tan )TdA (T y tan ) dA
A A cos
2
A A cos 2

TAWP T AWP y F tan T TAWP y F I x tan
cos 2
cos 2

(43) M xy (TAWP AWP y F tan )T (TAWP y F I x tan )
cos 2

Untuk kasus khusus dengan kedua bidang air WL dan W1L1 membatasi displasemen yang sama, berarti
bahwa V = 0 dan pers (40) menjadi
y
T F2
cos

Perhitungan lengan-lengan stabilitas menurut Krylov


Ada banyak cara untuk menghitung lengan stabilitas, baik yang menggunakan alat (planimeter dan
integrator) maupun tanpa alat. Di sini akan dijelaskan cara tanpa alat yang dikembangkan oleh A.N. Krylov
atau dikenal juga dengan sebutan metode Barness. Di atas telah dijelaskan bahwa untuk menghitung lengan
stabilitas statis pada sudut oleng besar, dibutuhkan jari-jari metasenter r pada displasemen tetap.

l cos r cos d sin r sin d a sin
0 0

Maka kita perlu membuat bidang air dengan displasemen tetap dengan sudut oleng yang berselisih sama.
Ada dua cara yang dikembangkan oleh Krylov:

Cara pertama
Z 500 400 300 Z

200
yk
100 A
00 ym AA


Y Y

GAMBAR
Pada cara pertama, bidang air dengan sudut oleng 10o, 20o dan seterusnya dibuat melalui satu titik, yaitu titik
potong CL dengan bidang air tegak. Untuk suatu sudut, biasanya volume baji masuk tidak akan sama dengan
volume baji keluar, sehingga bidang air harus digeser dengan sudut tetap supaya kedua volume baji sama
besar. Besar pergeseran adalah sedemikian sehingga volume air di antara kedua bidang air sama dengan
selisih volume baji masuk vm dan volume baji keluar vk. Dari gambar kita dapatkan
AWP vm vk
dengan
= jarak penggeseran bidang air [m]
AWP = luas bidang air awal sebelum digeser [m2]
Rumus ini hanya tepat jika kapal berdinding tegak, tetapi untuk kecil kesalahannya akan kecil juga. Besar
kita hitung dengan rumus
v vk
m
AWP
Karena semua bidang air melalui titik yang sama pada sumbu Z, maka tidak ada perubahan sarat, dT = 0,
sehingga dari rumus (40) kita dapat menghitung perubahan volume
AWP y F
dv d
cos 2
Faktor pertama ruas kanan dapat dilihat juga sebagai momen statis bidang air oleng terhadap sumbu
olengnya, sehingga
dv M x d
Dengan demikian, vm vk menjadi

vm vk M x d
0

sehingga menjadi

1
(44)
AWP M
0
x d

Pada rumus ini, momen statis bidang air dapat dihitung dengan rumus
L/2
1
2 L/ 2
Mx ( ym2 yk2 )dx

dan luas bidang air AWP dapat dihitung dengan rumus


L/2
AWP (y
L / 2
m y k )dx

Jika momen statis bidang air masuk lebih besar dari harga mutlak momen statis bidang air keluar, maka titik
berat bidang air akan berada di sebelah kanan sumbu Z. Ini berarti juga volume baji masuk lebih besar dari
volume baji keluar, maka volume displasemen akan bertambah. Jadi bidang air harus digeser turun supaya
volume tidak berubah.
Jika sebaliknya, maka volume displasemen akan berkurang dan bidang air harus digeser naik supaya volume
tidak berubah.
Dalam rumus di atas, kita harus mengintegral Mx sebagai fungsi . Dengan beda sudut 100 = 0.174533 rad,
dan momen statis bidang air pada suatu sudut kita sebut M dan hasil integralnya kita sebut MS, ini kita
lakukan dengan cara trapesium sebagai berikut:

Sudut AWP Mx

oleng MS = M x d
0

00 A0 M0 MS0 = 0 0 = 0
100 A10 M10 MS10 = 0.5(M0 + M10)* 0.174533 10 = MS10/A10
200 A20 M20 MS20 = MS10 + 0.5(M10 + M20) * 0.174533 20 = MS20/A20
300 A30 M30 MS30 = MS20 + 0.5(M20 + M30) * 0.174533 30 = MS30/A30
dst Dst
Setelah didapat, maka bidang air oleng dengan displasemen tetap telah didapatkan. Dengan bidang air air
ini, kita menghitung momen inersia bidang air oleng dengan rumus
L/2
1
Ix ( ym3 yk3 )dx
3 L / 2
Tetapi momen inersia ini tidak melewati titik berat bidang air oleng, jadi masih harus dikoreksi
I xF I x y F2 AWP
Setelah momen inersia didapat, dihitung jari-jari metasenter dengan rumus (24). Kemudian koordinat titik
apung dihitung dengan rumus (26) dan (27) dan terakhir komponen lengan stabilitas bentuk dan komponen
lengan stabilitas berat dihitung dengan rumus (31) dan (32) dan lengan stabilitas dinamis dengan rumus (38).
Ini dilakukan untuk tiap sudut oleng dan setelah itu dibuat diagram stabilitas statis dan dinamis.

Langkah pelaksanaan
a) Diketahui: Panjang L, lebar B, sarat T, displasemen V, tinggi titik berat KG, tinggi titik apung awal
KB0. dan Rencana Garis
b) Buat bidang air dengan keolengan 0o.
c) Buat bidang air dengan keolengan 10o. Titik potong bidang air dengan CL kita sebut A.
d) Cari titik potong bidang air ini dengan Station ujung depan atau ujung belakang. Hitung ym dan yk
dengan titik awal titik A.
Mencari titik potong dua garis:
Garis pertama: garis melalui titik (y0, z0) dan dengan koefisien arah m0:
z z 0 m0 ( y y0 )
Garis kedua: garis melalui titik (y1, z1) dan (y2, z2)
z z
z z1 2 1 ( y y1 ) m1 ( y y1 )
y2 y1
maka titik potongnya adalah
z0 z1 m1 y1 m0 y0
ytp
m1m0
dan masukkan ytp ke dalam persamaan garis pertama
ztp z0 m0 ( ytp y0 )
Jika persamaan garis kedua adalah y = yc maka titik potongnya adalah
ytp yc
ztp z0 m0 ( ytp y0 )
Jika persamaan garis kedua adalah z = zc maka titik potongnya adalah
ztp zc
ztp z0
ytp y0
m0
e) Ulangi untuk semua station.
f) Hitung luas bidang air AWP dan momen statis MX bidang air 10o terhadap sumbu memanjang lewat A.
g) Hitung .
h) Letakkan titik AA sejarak tegak lurus Bidang Air di bawah di titik A jika MX berharga positif dan di
atas titik A jika MX berharga negatif. Jadi koordinat titik AA adalah:
yAA = yA + .cos dan zAA = zA - .sin
i) Buat bidang air dengan kemiringan 10o melalui titik AA.
j) Cari titik potong bidang air ini dengan Station ujung depan atau ujung belakang. Hitung ym dan yk
dengan titik awal titik AA.
k) Ulangi untuk semua station.
l) Hitung luas bidang air AWP, momen statis MX dan momen inersia IX bidang air 10o terhadap sumbu
memanjang lewat AA. Hitung titik pusat bidang air yF.
m) Hitung momen inersia bidang air IXF terhadap sumbu memanjang melewati titik pusat bidang air
n) Hitung jari-jari metasenter r pada 10o.
o) Ulangi langkah c) sampai dengan n) untuk sudut 20o, 90o.

p) Hitunglah lengan stabilitas dengan rumus l cos r cos d sin r sin d a sin
0 0

q) Buat grafik lengan stabilitas statis

Contoh soal:
Sebuah tongkang mempunyai panjang 100 m, lebar 20 m, tinggi 10 m, sarat = 8.5 m dan tinggi titik berat
KG = 8 m.
Hitunglah lengan stabilitas statis pada sudut oleng 200.
Penyelesaian:

Rumus lengan: l cos r cos d sin r sin d a sin


0 0

berarti kita harus menghitung r sebagai fungsi .



Kondisi tegak = kondisi oleng 00 :
Koordinat titik A: yA = 0m, zA = 8.5 m.
momen statis bidang air terhadap sumbu memanjang melalui titik A: MS0 = 0m3.
momen inersia bidang air terhadap sumbu memanjang melalui titik berat = IX0 = 100m*(20m)3/12 =
66666.67 m4
volume displasemen = V = 100m*20m*8.5m = 17000m3.
KB = 0.5*8.5m = 4.25m;
BM = IX0/V = r0 = 66666.67 m4/17000m3 = 3.922 m;
KM = 4.25m + 3.922m = 8.172m;
MG = 8.172m - 8m = 0.172m; BG = a = 8m - 4.25m = 3.75m.

Kondisi oleng 100
10 = 0.174533 rad; tan 100 = 0.176327
0

Bidang air awal


Persamaan garis melalui titik A dan bersudut 100 terhadap sumbu Y:
z = 0.176327*y + 8.5m atau y = (z - 8.5m)/ 0.176327
Titik potong kiri: yki = -10m, zki = 0.176327*(-10m) + 8.5m = 6.73673m
Titik potong kanan: yka = 10m, zka = 0.176327*10m + 8.5m = 10.2637m
Tetapi zka melebihi tinggi geladak, berarti yang dipotong oleh bidang air bukan sisi, tetapi geladak.
Maka zka = 10m (tinggi geladak) dan yka = (10m - 8.5m)/ 0.176327 = 8.506923m.
yk = ( y ki y A ) 2 ( zki z A ) 2 = {(-10m - 0)2 + (6.73673m - 8.5m)2} = 10.15427m
ym = {(10m - 0m)2 + (10m - 8.5m)2} = 8.638156m
Luas bidang air WPA10 = 100m*(10.15427m + 8.638156m) = 1879.242 m2
Momen statis bidang air terhadap sumbu melalui titik A // sumbu X: MS10 = 0.5*100*{(8.638156m)2 -
(10.15427m)2} = -1424.57m3,
maka yF = -1424.57m3/1879.242 m2 = -0.75806m, jadi di sebalah kiri titik A.

M
0
x d = 0.5*{0m3 + (-1424.57m3)}* 0.174533 rad = -124.317m3

10 = -124.317m3/1879.242 m2 = -0.06615m.
Bidang air terkoreksi
Koordinat titik AA: yAA = 0m + (-0.06615).cos = -0.065 m, zAA = 8.5m - (-0.06615m).sin = 8.56615m.
Persamaan garis melalui titik AA dan bersudut 100 terhadap sumbu Y:
z = 0.176327*y + 8.56615m atau y = (z - 8.56615m)/ 0.176327

Selengkapnya lihat di bawah ini


Contoh soal 2:
Cara kedua

F30
F20
F10
WL0
F30
WL10 F20
F10

WL20

WL30

Pada cara kedua, bidang air baru dibuat melewati titik berat bidang air sebelumnya, misalnya bidang air
dengan kemiringan 300 dibuat melalui titik berat bidang air dengan kemiringan 200 dan seterusnya. Karena
selisih sudut (= 100) cukup kecil, maka integral dalam rumus (44) cukup didekati dengan rumus trapezium

1
M x1 M x 2
S 2
Karena sumbu oleng dibuat melalui titik berat bidang air pertama, maka Mx1 = 0, sehingga
M
x
S 2
dan Mx adalah momen statis bidang air bantu terhadap sumbu oleng. Faktor pertama ruas kanan sama dengan
jarak titik berat bidang air bantu terhadap sumbu oleng, jadi rumus di atas dapat ditulis sebagai
y
F
2
Setelah didapat, langkah selanjutnya adalah menghitung lengan stabilitas statis dan dinamis seperti pada
cara pertama. Ada beberapa penyederhanaan yang dapat dilakukan, karena biasanya kecil. Untuk
mendapatkan titik berat dan momen inersia bidang air, dapat diambil harga ym dan yk dari bidang air bantu
dan bukan dari bidang air displasemen tetap. Ini berarti bahwa letak titik berat bidang air displasemen tetap
dan titik berat bidang air bantu dianggap berjarak sama ke sumbu putar. Setelah itu langkah berikutnya
sampai akhir sama dengan langkah pada cara pertama.
Tetapi untuk menggambar bidang air oleng berikutnya, harus dibuat melalui titik berat bidang air
displasemen tetap.

Contoh soal
80 m

20

10 m
m

4m 4m

40 2m
m

Diketahui: Kapal dengan bentuk dan ukuran seperti di atas. KG = 8 m.


Diminta: lengan stabilitas pada 20 0 untuk sarat T = 7 m dengan cara Krilov II
Jawab:
Pertama kita perlu membuat body plan kapal tersebut dengan 5 station, lalu kita cari titik potong kiri dan
kanan pada tiap station.
Station 0, 1 dan 2:
Persamaan garis lewat (0,7) dengan angka
arah m = tan 100 = 0.176327
z = 0.176327 y + 7
Titik potong kiri:
untuk y = -7 -> z =
sta 3 sta 4 sta 3
sta 0,1,2 Titik potong kanan:
sta 0,
1,2
Persyaratan stabilitas kapal utuh menurut SOLAS
Yang pertama memberikan kriteria stabilitas untuk kapal adalah
o J. Rahola, The Judging of the Stability of Ships and the Determination of the Minimum Amount of
Stability, Doctor of Technology thesis, Helsinki, 1939.
Persyaratan sekarang diambil dari Intact Stability 2008, IMO, London.
Preambul
Pendahuluan (Introduction)
1. Tujuan (Purpose)
1.1
Tujuan dari Code ini adalah untuk menyajikan kriteria stabilitas yang wajib dan yang direkomendasikan dan
langkah-langkah lain untuk memastikan operasi yang aman dari semua kapal, untuk meminimumkan resiko
pada kapal-kapal tersebut, pada orang-orang di kapal dan pada lingkungan. Bagian Pendahuluan dan Part A
dari Code ini berisi kriteria yang wajib dan Part B berisi rekomendasi dan petunjuk yang lain.
1.2 Code ini berisi kriteria stabilitas utuh untuk jenis-jenis kapal berikut dan kendaraan laut lain yang
panjangnya 24 meter atau lebih kecuali jika disebutkan lain:
o kapal barang
o kapal barang yang membawa muatan kayu di geladak
o kapal penumpang
o kapal ikan
o kapal keperluan khusus (special purpose vesel)
o kapal supply lepas pantai (offshore supply vessel)
o kapal bor lepas pantai berpenggerak (mobile offshore drilling unit)
o ponton
o dynamically supported vessels
o kapal barang yang memuat kontainer di geladak dan kapal kontainer

2. Definisi
Untuk keperluan Code ini, berlaku definisi yang diberikan di bawah ini. Untuk istilah yang dipakai tetapi
tidak didefinisikan dalam Code ini, berlaku definisi yang diberikan dalam Konvensi SOLAS 1974 dan
amandemennya.
2.1 Administration ialah Pemerintah Negara yang benderanya berhak dikibarkan oleh kapal
2.2 Kapal Penumpang (Passenger Ship) adalah kapal yang membawa lebih dari 12 orang penumpang
seperti didefinisikan dalam Regulation I/2 Konvensi SOLAS 1974 dan amandemennya.
2.3 Kapal Barang (Cargo ship) adalah kapal yang bukan:

kapal penumpang

kapal perang dan kapal pengangkut pasukan

kapal yang tidak punya penggerak mekanis

kapal kayu yang dibuat secara primitif

kapal ikan kapal bor lepas pantai berpenggerak
2.4 Kapal tanker
2.5 Kapal ikan
2.6 Kapal keperluan khusus
2.7 Kapal supply lepas pantai
2.8 Kapal bor lepas pantai berpenggerak
2.9 Kapal kecepatan tinggi
2.10 Kapal kontainer
2.11 Freeboard adalah jarak antara bidang air yang ditentukan dengan geladak freeboard
2.12 Panjang kapal. Panjang diambil
o sama dengan 96 % panjang bidang air pada 85 % tinggi moulded minimum diukur dari sisi atas
lunas,
atau
o sama dengan panjang dari sisi depan linggi haluan sampai sumbu kemudi pada bidang air tersebut
jika panjang ini lebih besar.
Pada kapal yang dirancang dengan lunas miring, bidang air tempat panjang diukur harus sejajar dengan
bidang air rancang.
2.13 Lebar moulded adalah lebar terbesar kapal diukur di bidang tengah lebar
o sampai ke sisi luar gading untuk kapal logam dan
o sampai ke permukaan luar badan kapal kapal bukan logam
2.14 Tinggi moulded adalah
o jarak tegak diukur dari sisi atas lunas sampai sisi atas balok geladak freeboard diukur di sisi kapal.
o Pada kapal kayu dan komposit, jarak diukur dari sisi bawah keel rabbet.
o Jika bentuk bagian bawah midship section adalah cekung, atau jika dipasang garboard strake yang
tebal, jarak ini diukur dari titik potong penerusan bagian alas yang datar dengan sisi lunas
o Pada kapal dengan rounded gunwales, tinggi moulded diukur sampai titik potong antara garis
moulded geladak dengan pelat sisi kulit, seakan-akan seperti gunwales bersudut
o Jika geladak freeboard berjenjang (stepped) dan bagian yang lebih tinggi mencakup titik tempat
tinggi moulded akan diukur, maka tinggi moulded diukur sampai ke garis acuan yang merupakan
perpanjangan bagian geladak yang lebih rendah dan sejajar dengan bagian geladak yang lebih tinggi.
2.15 Pelayaran dekat pantai
2.16 Ponton
2.17 Kayu
2.18 Muatan kayu di geladak
2.19 Garis muat kayu

2.21 Sarat (draught) adalah jarak vertikal dari bidang dasar moulded ke bidang air
2.23 Kondisi kapal kosong (Lightship condition) adalah kapal yang lengkap dalam segala hal, tetapi tanpa
bahan habis (consumables), persediaan (stores), muatan (cargo), ABK dan barang bawaannya (crew and
effect) dan tanpa bahan cair di kapal kecuali bahan cair dalam permesinan dan perpipaan seperti minyak
lumas dan minyak hidrolis sebanyak yang dibutuhkan waktu operasi

Bagian A - Kriteria Wajib (Part A - Mandatory Criteria)


Bab 1 - Umum (general)
1.1 Penerapan (Application)
1.1.1 Kriteria yang diberikan dalam Bab 2 Bagian ini memberikan seperangkat persyaratan minimum yang
berlaku untuk kapal barang dan kapal penumpang yang panjangnya 24 meter atau lebih
1.1.2 Kriteria yang diberikan dalam Bab 3 adalah kriteria khusus untuk jenis kapal tertentu.
Untuk keperluan Bagian A, berlaku definisi yang diberikan dalam Pendahuluan.
1.2 Fenomena stabilitas dinamis di gelombang

Bab 2 - Kriteria Umum (General Critria)


2.1 Umum (General)
2.1.1 Semua kriteria harus diterapkan pada semua kondisi pembebanan seperti ditentukan dalam Bagian B
3.3 dan 3.4
2.1.2 Pengaruh permukaan bebas (Bagian B 3.1) harus diperhitungkan dalam semua kondisi pembebanan
seperti ditentukan dalam Bagian B 3.3 dan 3.4

2.2 Kriteria sehubungan dengan sifat kurva lengan stabilitas


2.2.1 Luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ
tidak boleh kurang dari 0.055 meter.radian sampai sudut oleng = 300.
tidak kurang dari 0.09 meter.radian sampai sudut oleng = 400 atau sudut air masuk f jika sudut ini
kurang dari 400.
Selain itu luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ antara sudut oleng 300 dan 400 atau sudut
air masuk f jika sudut ini kurang dari 400, tidak boleh kurang dari 0.03 meter.radian.
2.2.2 Lengan penegak GZ harus paling sedikit 0.2 meter pada sudut oleng 300 atau lebih.
2.2.3 Lengan penegak maksimum sebaiknya terjadi pada sudut oleng tidak kurang dari 250. Jika ini tidak
praktis, kriteria lain yang berdasarkan tingkat keselamatan yang setara boleh diterapkan dengan
persetujuan Administration.
2.2.4 Tinggi metasenter awal GM0 tidak boleh kurang dari 0.15 meter.

2.3 Kriteria angin kencang dan oleng (kriteria cuaca)


2.3.1 Kemampuan kapal untuk bertahan terhadap pengaruh gabungan dari angin dari samping dan oleng
harus ditunjukkan, dengan melihat Fig. 2.3.1, sebagai berikut:
1. kapal dikenai angin konstan yang tegak lurus bidang tengah kapal yang mengakibatkan lengan
pengoleng angin konstan (lw1)
2. dari sudut setimbang hasil di atas (0), kapal dianggap oleng akibat gelombang sebesar 1 searah
angin. Harus diperhatikan pengaruh angin konstan ini agar sudut oleng tidak berlebihan. (Sebagai
pegangan, diambil 160 atau 80 % sudut terbenamnya geladak)
3. kapal kemudian dikenai hembusan angin kencang sesaat yang mengakibatkan lengan pengoleng
angin sesaat (lw2)
4. dalam keadaan ini, luas b harus sama dengan atau lebih besar dari luas a seperti dalam Fig. 2.3.1 di
bawah ini
lengan
GZ

W2
W1

a 2 C sudut
0
oleng

Fig. 2.3.1
Sudut-sudut pada Fig. 3.2.2.1 didefinisikan sebagai berikut
0 = sudut oleng akibat angin konstan
1 = sudut oleng searah angin akibat gelombang
2 = sudut air masuk (downflooding) f atau 500 atau c diambil yang kecil
dengan
f = sudut oleng pada saat bukaan yang tidak dapat ditutup kedap air pada badan kapal, bangunan atas
atau rumah geladak mulai terbenam. Dalam menerapkan kriteria ini, bukaan kecil yang tidak
menyebabkan masuknya air berkelanjutan boleh dianggap tidak terbuka.
c = sudut saat perpotongan kedua antara lengan oleng angin lw2 dengan kurva GZ
2.3.2 Lengan oleng angin lw1 dan lw2 yang disebutkan dalam 2.3.1.1 dan 2.3.1.3 besarnya konstan untuk
semua sudut oleng dan dihitung dengan rumus berikut:
PAZ
l w1 [m]
1000 g
l w 2 1.5l w1 [m]
dengan
P = tekanan angin sebesar 504 Pa. Harga P untuk kapal dengan pelayaran terbatas boleh dikurangi
dengan persetujuan Administration
A = luas proyeksi samping dari kapal dan muatan geladak yang di atas bidang air [m2]
Z = jarak tegak antara titik berat A dengan titik berat luasan samping dari badan kapal dalam air atau
ke titik setengah sarat rata-rata [m]
= displasemen [ton]
g = percepatan gravitasi = 9.81 m/s2
2.3.3 Cara lain untuk menghitung lengan oleng angin lw1 dapat diterima dengan persetujuan Administration,
sebagai setara dengan perhitungan dalam 2.3.2. Jika pengujian menurut cara lain tersebut dilakukan,
pengujian harus mengacu pada Panduan yang telah dibuat oleh Organization. Kecepatan angin yang dipakai
dalam pengujian haruslah 26 m/s pada skala penuh dan dengan profil kecepatan konstan. Harga kecepatan
angin untuk kapal dengan daerah pelayaran terbatas boleh dikurangi dengan persetujuan Administration.
2.3.4 Sudut oleng 1 yang disebt dalam 2.3.1.2 harus dihitung dengan rumus berikut
1 109kX 1 X 2 rs
dengan
X1 = faktor menurut table 3.2.2.3-1 di bawah ini
X2 = faktor menurut table 3.2.2.3-2 di bawah ini
k = faktor sebagai berikut
untuk kapal dengan bilga bulat yang tidak mempunyai lunas bilga atau lunas batang
k=0
untuk kapal dengan bilga tajam
k = 0.7
untuk kapal yang mempunyai lunas bilga atau lunas batang atau keduanya
lihat tabel 3.2.2.3-3 di bawah ini
r = 0.73 0.6 OG/d
dengan
OG = jarak titik pusat massa kapal dengan bidang air [m].( + jika titik pusat massa kapal di atas
bidang air, - jika di bawahnya)
d = sarat rata-rata kapal [m]
s = faktor menurut table 3.2.2.3-4 di bawah ini
2CB
periode oleng T [s]
GM
dengan
C = 0.373 + 0.023(B/d) 0.043(L/100)
Simbol dalam Tabel 2.3.4-1, 2.3.4-2, 2.3.4-3 dan 2.3.4-4 dan untuk rumus periode oleng didefinisikan
sebagai berikut
L = panjang kapal pada bidang air [m]
B = lebar moulded [m]
d = sarat rata-rata moulded [m]
CB = block coefficient
AK = jumlah luas semua lunas bilga, atau luas proyeksi samping lunas batang, atau jumlah kedua luas
ini [m2]
GM = tinggi metasenter setelah dikoreksi untuk permukaan bebas

Tabel 3.2.2.3-1 Tabel 3.2.2.3-2 Tabel 3.2.2.3-3 Tabel 3.2.2.3-4


B/d X1 CB X2 Ak .100 K T S
L.B
2.4 1.0 0.45 0.75 0 1.0 6 0.100
2.5 0.98 0.50 0.82 1.1 0.98 7 0.098
2.6 0.96 0.55 0.89 1.5 0.95 8 0.93
2.7 0.95 0.60 0.95 2.0 0.88 12 0.065
2.8 0.93 0.65 0.97 2.5 0.79 14 0.053
2.9 0.91 0.70 1.0 3.0 0.74 16 0.044
3.0 0.90 3.5 0.72 18 0.038
3.1 0.88 4.0 0.70 20 0.035
3.2 0.86
3.4 0.82
3.5 0.80
(Harga antara dalam tabel-tabel tersebut diperoleh dari interpolasi linier)
2.3.5 Tabel dan rumus yang diberikan dalam 2.3.4 berdasarkan data kapal yang:
B/d < 3.5
-0.3 <= KG/d -1 <= 0.5
T < 20 detik
Untuk kapal yang parameternya di luar batas di atas, sudut oleng 1 boleh ditentukan dengan uji
model kapal tersebut menurut prosedur yang diberikan dalam MSC.1/Circ.1200 sebagai cara lain.
Selain itu, Administration dapat menerima cara penentuan lain untuk suatu kapal, jika dianggap
sesuai.

Bab 3 - Kriteria khusus untuk jenis kapal tertentu


3.1 Kapal Penumpang
Kapal Penumpang harus memenuhi persyaratan dalam 2.2 dan 2.3
3.1.1 Selain itu, sudut oleng akibat penumpang bergerombol di satu sisi kapal seperti ditentukan di bawah ini
tidak boleh melebihi 100.
3.1.1.1 Setiap penumpang dianggap bermassa minimum 75 kg, tetapi dapat dikurangi dengan persetujuan
Administration. Selain itu massa barang bawaan dan letaknya ditentukan oleh Administration.
3.1.1.2 Tinggi titik berat penumpang dianggap sama dengan
1. 1.0 m di atas geladak untuk penumpang yang berdiri. Jika perlu, pengaruh camber dan sheer
diperhitungkan juga
2. 0.30 m di atas tempat duduk untuk penumpang yang duduk
3.1.1.3 Penumpang dan bagasinya dianggap berada di tempat yang memang disediakan untuk mereka pada
waktu menilai apakah persyaratan menurut 2.2.1 sampai dengan 2.2.4 dipenuhi atau tidak.
3.1.1.4 Penumpang tanpa bagasi harus dianggap terdistribusi sedemikian hingga menghasilkan momen
pengoleng terbesar dan/atau tinggi metasenter awal terkecil yang mungkin dalam praktek, pada
waktu menilai apakah persyaratan menurut 3.1.1 dan 3.1.2 dipenuhi atau tidak. Sehubungan dengan
ini, tidak perlu dianggap dalam tiap m2 lebih dari 4 penumpang.
3.1.2 Selain itu, sudut oleng akibat kapal berbelok tidak boleh melebihi 100 jika dihitung dengan rumus
berikut:
V2 d
M R 0.196 0 KG
L 2
dengan
MR = momen pengoleng [kN.m]
V0 = kecepatan dinas [m/s]
L = panjang kapal pada bidang air [m]
= displasemen [ton]
d = sarat rata-rata [m]
KG = tinggi titik berat di atas bidang dasar [m]
3.2 Kapal tanker 5000 dwt atau lebih
3.3 Kapal barang yang membawa muatan kayu di geladak
3.4 Kapal barang yang membawa biji-bijian curah
3.5 Kapal kecepatan tinggi

Bagian B - Rekomendasi untuk beberapa jenis kapal dan Panduan tambahan


Bab 1 - Umum
1.1 Tujuan
Tujuan dari Code bagian ini adalah
Kriteria stabilitas yang direkomendasikan dan tindakan-tindakan lain untuk memastikan operasi yang
aman dari kapal jenis tertentu untuk meminimumkan risiko pada kapal-kapal tersebut, pada orang-
orang di kapal dan pada lingkungan
memberikan panduan untuk informasi stabilitas, panduan operasional terhadap kapal terbalik,
pertimbangan pembentukan es, pertimbangan integritas kekedapan, dan penentuan parameter kapal
kosong
1.2 Penerapan

Bab 2 - Rekomendasi kreiteria rancang bangun untuk beberapa jenis kapal


2.1 Kapal ikan
2.2 Ponton
2.3 Kapal kontainer yang panjangnya lebih dari 100 m
2.4 Kapal supply lepas pantai
2.5 Kapal keperluan khusus
2.6 Kapal bor lepas pantai berpenggerak

Chapter 3.5 Standard loading condition to be examined


3.5.1 Loading conditions
3.5.1.1 Kapal penumpang:
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya, dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii. Kapal dalam kondisi berangkat tanpa muatan (cargo), dengan penumpang penuh bersama barang
bawaannya dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
iv. Kapal dalam kondisi datang tanpa muatan, dengan penumpang penuh bersama barang bawaannya
tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja

1) Kapal barang:
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii. Kapal dengan ballast dalam kondisi berangkat tanpa muatan, dengan persediaan dan bahan bakar
penuh
iv. Kapal dengan ballast dalam kondisi datang tanpa muatan, tetapi dengan persediaan dan bahan bakar
tinggal 10 % saja

2) Kapal barang dengan muatan geladak


i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di geladak, dengan persediaan dan
bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan muatan dengan tinggi, tempat serta berat tertentu di geladak, tetapi dengan
persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja

3.5.2 Asumsi untuk perhitungan kondisi pemuatan


3.5.2.1 Untuk kondisi muatan penuh yang disebut dalam 3.5.1.2.1, 3.5.1.2.2, 3.5.1.3.1, dan 3.5.1.3.2, jika
suatu kapal barang muatan kering mempunyai tangki untuk muatan cair, deadweight efektif dari kondisi
pembebanan yang disebut di situ harus didistribusikan menurut dua asumsi, yaitu dengan tangki muatan
dianggap penuh dan tangki muatan dianggap kosong.
3.5.2.2 Untuk kondisi yang disebut dalam 3.5.1.1.1, 3.5.1.2.1, dan 3.5.1.3.1 harus diasumsikan bahwa kapal
dimuat sampai bidang air muat penyekatan (subdivision loadline) atau bidang air muat musim panas
(summer loadline) atau jika dimaksudkan untuk membawa muatan kayu di geladak, sampai ke bidang air
muatan kayu usim panas (summer timber loadline) dengan tangki ballast kosong.
3.5.2.3 Jika pada suatu kondisi pembebanan diperlukan air ballast, diagram tambahan harus dihitung dengan
memperhitungkan air ballast. Banyaknya dan letak air ballast harus ditunjukkan.
3.5.2.4 Dalam semua kondisi, muatan dalam palkah dianggap sepenuhnya homogen kecuali jika kondisi ini
tidak cocok dengan praktek pelayanan kapal.
3.5.2.5 Dalam semua kondisi, jika dibawa muatan geladak, massa muatan geladak yang realistis harus
asumsikan dan disebutkan, termasuk tinggi muatan geladak.

3.6 Perhitungan kurva stabilitas


3.6.1 Umum
3.6.1.1 Kurva hidrostatik dan kurva stabilitas biasanya harus disiapkan berdasarkan trim rancang (designed
trim). Tetapi, jika trim pada waktu operasi atau bentuk dan susunan kapal adalah sedemikian hingga
perubahan trim mempunyai pengaruh cukup besar pada lengan stabilitas, perubahan trim tersebut harus
diperhitungkan.
3.6.1.2 Perhitungan harus memasukkan volume sampai ke permukaan atas pelapis geladak. Dalam hal kapal
kayu, ukuran diambil sampai sebelah luar papan badan kapal.

3.6.2 Bangunan atas, rumah geladak dan lain-lain yang boleh diperhitungkan
3.6.2.1 Bangunan atas tertutup (enclosed superstructure) yang memenuhi Regulation 3(10)(b) dari 1966
Load Line Convention boleh dimasukkan dalam perhitungan.
3.6.2.2 Tingkat dua dari bangunan atas tertutup seperti itu juga boleh dimasukkan dalam perhitungan.
3.6.2.3 Rumah geladak pada geladak freeboard boleh juga dimasukkan dalam perhitungan jika rumah
geladak tersebut memenuhi Regulation 3(10)(b) dari 1966 Load Line Convention untuk bangunan atas
tertutup.
3.6.2.4 Jika rumah geladak memenuhi persyaratan di atas kecuali bahwa tidak tersedia jalan tambahan ke
geladak di atasnya, maka rumah geladak terebut tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan, meskipun
demikian semua bukaan geladak dalam rumah geladak tersebut harus dianggap tertutup meskipun tidak
mempunyai alat penutup.
3.6.2.5 Rumah geladak yang pintu-pintunya tidak memenuhi persyaratan Regulation 12 dari 1966 Load Line
Convention tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan, meskipun demikian semua bukaan geladak dalam
rumah geladak tersebut dianggap tertutup jika alat penutupnya memenuhi persyaratan Regulation 15, 17 atau
18 dari 1966 Load Line Convention.
3.6.2.6 Rumah geladak pada geladak di atas geladak freeboard tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan,
tetapi bukaan di dalamnya boleh dianggap tertutup.
3.6.2.7 Meskipun demikian, bangunan atas dan rumah geladak yang tidak tertutup boleh dimasukkan dalam
perhitungan stabilitas sampai sudut oleng saat bukaan pada rumah geladak itu mulai kemasukan air (pada
sudut ini kurva stabilitas statis harus menunjukkan satu atau lebih lompatan dan dalam perhitungan
selanjutnya bangunan yang kemasukan air ini dianggap tidak ada).
3.6.2.8 Dalam hal kapal akan tenggelam karena kemasukan air melalui suatu bukaan, kurva stabilitas harus
dihentikan pada sudut awal kemasukan air tersebut dan kapal dianggap telah sama sekali kehilangan
stabilitasnya.
3.6.2.9 Bukaan kecil seperti lubang untuk lewatnya kawat (wire) atau rantai, takal (tackle) dan jangkar, dan
juga lubang untuk scupper, pipa buang dan pipa saniter dianggap tidak terbuka jika lubang itu terbenam pada
sudut oleng lebih dari 300.
Jika lubang itu terbenam pada sudut oleng 300 atau kurang, bukaan ini harus dianggap terbuka jika
Administration menganggap lubang ini menjadi sumber masuknya air yang berarti (signifikan).
3.6.2.10 Trunk boleh dimasukkan dalam perhitungan.
Ambang palkah juga boleh dimasukkan dalam perhitungan dengan memperhatikan efektivitas penutupnya.

Cara perhitungan pendekatan untuk kurva stabilitas statis


Cara ini diambil dari buku George C. Manning, "The Theory and Technique of Ship Design", published
jointly by The Technology Press of The Massachusetts Institute of Technology, John Wiley & Sons, Inc.,
New York, Chapman & Hall, Limited, London, 1956 dalam Appendix I "Computation of Righting Arms
form Principal Dimensions and Coefficients" berdasarkan thesis R.E. Barnhart dan A.M. Thewlis.
Gambar
Pada dasarnya, kurva stabilitas statis GZ didekati dengan kurva sinus yang lengan stabilitasnya berharga nol
pada sudut oleng 00 dan berharga nol lagi pada sudut range stabilitas. Kurva ini kemudian dibuat berharga 0
lagi pada sudut oleng 900 dengan menambahkan kurva GG'sin sehingga menjadi kurva G'Z' sehingga
GZ = G'Z' + GG' sin
Kurva G'Z' ini didekati dengan deret Fourier dengan suku-suku sinus yang ternyata cukup diambil 3 suku
saja:
G'Z' = b1sin 2 + b2sin 4 + b3sin 6
Selanjutnya dengan memakai sifat bahwa MG adalah turunan pertama lengan stabilitas terhadap sudut oleng
dan bahwa luas gambar lengan stabilitas statis adalah stabilitas dinamis, didapat
9(G ' B90 G ' B0 ) G ' M 0 G ' M 90
b1
8 32
G ' M 0 G ' M 90
b2
8
3(G ' M 0 G ' M 90 ) 3(G ' B90 G ' B0 )
b3
32 8
KB0 didekati dengan rumus Morish.
Perhatian: yang dipakai adalah satuan Inggris: 1 foot = 0.3048 m.
Semua satuan panjang diubah menjadi feet.
Masukan adalah
L = panjang bidang air rancang
B = lebar maksimum, apakah di bawah, pada, atau di atas bidang air,
di belakang, pada, atau di depan midship.
BW = lebar maksimum pada bidang air,
H = sarat rata-rata pada bidang air rancang
DM = tinngi geladak minimum, yaitu pada titik terendah kurva sheer
SF = sheer haluan
SA = sheer buritan
0 = displasemen pada bidang air rancang dalam ton (British) = LBHCW/35
Ld = panjang bangunan atas yang selebar kapal
d = tinggi bangunan atas yang selebar kapal
CB = koefisien blok
CW = koefisien bidang air
CX = koefisien gading besar = CM
CPV = koefisien prismatik tegak = CB/CW

Untuk menghitung faktor-faktor lain dapat dipakai rumus-rumus berikut:


o menghitung GG'
GG' = KG' - KG
KG = CKG*D
D (1 h1 )T
KG '
2 0
L, BW, DM dari masukan
Volume displasemen = LBWHCB [ft3] dan karena massa air laut adalah 35 ft3/ton, maka
0 = LBWHCB / 35 [ton]
A0 = luas bidang air pada sarat rancang = LBWCW
A1 = luas bidang air pada tinggi D, sedikit (1 % - 2 %) lebih luas daripada A0
A2 = 0.98LDM + A3
A3 = luas proyeksi samping badan kapal dan bangunan atas di atas H
= Ldidi + L/2 (SA + 0 + SF)
Ld, d, SA, SF dari masukan
A
D 3
L
D DM D
F = FE = lambung timbul rata-rata atau efektif = D - H
A A1 F
T 0 0
2 35

T 0
2
35T
CPV '
A1D
A
D1 0
A1
f1
2 F (1 C PV ' )
Untuk menghitung h1 diperlukan CPV' dan f1
Selanjutnya h1 dihitung dengan bantuan Fig. A14
o menghitung G'B0
G'B0 = KG' - KB0
KG' dihitung dengan rumus di atas
KB0 = (1 - h0)H
A
H 1 1
f0 A0
2 F (1 CPV )
C
C PV B
CW
Untuk menghitung h0 diperlukan CPV dan f0
Selanjutnya h0 dihitung dengan bantuan Fig. A14
o menghitung G'B90
h B 2 17.5
G ' B90 T 2
4 0 0
A2 70 (1 C PV
''
)
B
selalu berharga positif (diambil harga mutlaknya) dalam rumus di atas

35 T
C PV "
A2 B

Luas gading besar AM = BWHCM


B dari masukan
FE = F = lambung timbul efektif = D - H
A BF
CX ' M
BD
f2 =9.1(CX' - 0.89)
Jika CX' < 0.89, f2 = 0
Untuk menghitung h2 diperlukan CPV" dan f2
Selanjutnya h2 dihitung dengan bantuan Fig. A14.
Untuk mempermudah pemakaian dengan komputer, kurva dalam Fig. A-14 dan A-15 sudah dicari persamaan
garisnya dan hasilnya adalah sebagai berikut:
2CPV 1
untuk f = 0: hA
6
2 19C PV 6CPV2
untuk f = 0.5: hB
30
21 158CPV 132CPV 2
40C PV
3
untuk f = 1: hC
90
Untuk suatu harga CPV, kita akan mendapat tiga harga h
f H Jika harga f ada di antara 0 dan 0.5, maka harga h yang dicari dihitung dengan interpolasi linier
0 hA antara hA dan hB. Jika harga f ada di antara 0.5 dan 1, maka harga h yang dicari dihitung dengan
0.5 hB interpolasi linier antara hB dan hC.
1 hC

o menghitung G'M0
G'M0 = KB0 + BM0 - KG'
KB0 sudah dihitung di atas
KG' sudah dihitung di atas
CI LBW3
BM 0
35 0
CI diambil dari Fig. A-15 line 1 untuk CW
o menghitung G'M90
G'M90 = BM90 - G'B90
G'B90 sudah dihitung di atas
CI' LD 3 D Ld d
2
CI' LD 3 Ld dD 2
BM 90 atau BM 90 jika bangunan atas > 1
35 0 140 0 35 0 140 0
CW " CW '
140 (1 C PV " )
BDL

CI' diambil dari Fig. A-15 line 2 untuk CW"


Kurva dalam Fig. A-15 juga sudah dicari persamaan garisnya dan hasilnya adalah sebagai berikut:
3C 22CW2
line 1: CI W
300
38CW 13
line 2: CI '
300
Setelah ini maka b1, b2 dan b3 bisa dihitung, dilanjutkan dengan menghitung G'Z'. Karena GG' sudah dihitung
maka akhirnya GZ dapat dihitung untuk berbagai harga dan dibuat diagramnya.
Dalam Code for Intact Stability 2008 diminta harga MG atau dalam notasi cara pendekatan di atas adalah
M0G. Harga ini dapat dihitung dengan rumus
MG = M0G = KB0 + B0M0 - KG
B0M0 diambil sama dengan BM0.

Mencari harga KG: uji kemiringan (inclining test)


Memang dalam proses perancangan, telah dihitung harga KG, tetapi karena dalam praktek selalu ada sedikit
atau banyak perubahan dibandingkan gambar hasil perancangan, maka dipakai cara lain untuk menentukan
harga KG dari keadaan kapal hasil pembangunannya. Satu-satunya cara yang diakui adalah dengan
melakukan uji kemiringan atau inclining test. Kapal diberi momen yang tertentu besarnya supaya oleng dan
diukur sudut oleng yang terjadi. Momen dipilih supaya sudut oleng kecil saja, sehingga rumus-rumus untuk
stabilitas awal masih teliti.
Dari teori stabilitas sudut kecil, kita dapat M = l*D sedang l = MG*sin sehingga M = D*MG*sin
M p *b
sin tan atau MG
D * MG D * tan
dengan
D = gV [N]
M = p*b [Nm]
p = berat beban [N]
b = jarak pergeseran titik berat beban [m]
tan = simpangan / panjang bandul
MG = tinggi metasenter [m]
Dari sini didapat
KG = KB + BM - MG
KB dan BM didapat dari kurva hidrostatik.
Dalam pelaksanaannya, beban pada awalnya diletakkan di bidang tengah lebar (centre line) kapal. Kemudian
beban digeser ke sisi kiri kapal hingga sedekat mungkin dengan sisi kapal dan sudut oleng diukur. Lalu
beban digeser ke sisi kanan kapal hingga sedekat mungkin dengan sisi kapal dan sudut oleng diukur.
Demikian penggeseran beban dilakukan beberapa kali dan untuk beberapa macam besar beban dan harga KG
diambil dari harga rata-rata beberapa kali pengukuran itu.
Rincian pelaksanaannya diatur dalam Code for Intact Stability 2008 Annex I: Detailed Guidance for the
Conduct of an Inclining Test
14. Kebocoran

Buku acuan:
K. J. Rawson dan E. C. Tupper, Basic Ship Theory, Longman, London, 1983 Chapter 5 Hazards
and Protection.
R. F. Scheltema de Heere, A. R. Bakker, Bouyancy and Stability of Ships, George G. Harrap &
Co. Ltd., London, 1970

Pendahuluan
Semua kapal menghadapi risiko tenggelam jika badan kapal bocor dan air masuk. Kapal dapat bocor jika
terjadi tabrakan, kandas atau ledakan di dalam badan kapal dan kejadian-kejadian tersebut cukup sering
terjadi.
Jika suatu ruangan terhubung dengan air laut, maka pada ruangan itu
gaya apung berkurang/hilang
momen inersia bidang air berkurang, hingga lengan stabilitas kapal berkurang..
Kalau kedua hal ini tidak bisa dibatasi, maka kapal akan
tenggelam tanpa terbalik (foundering). Jika kapal tetap tegak, maka berjalan (atau berlari), naik turun
tangga, menurunkan sekoci penyelamat dan lain-lain akan jauh lebih mudah.
tenggelam menukik, biasanya dengan haluan kapal tenggelam lebih dahulu.

Apapun penyebabnya, kita harus membatasi banyaknya air yang masuk karena alasan-alasan berikut:
supaya berkurangnya stabilitas melintang sekecil mungkin
supaya kerusakan muatan sesedikit mungkin
supaya kapal jangan kehilangan stabilitas memanjang
supaya berkurangnya gaya apung cadangan sesedikit mungkin
Cara yang paling efektif untuk membatasi air yang masuk adalah memasang sekat melintang.
Masalahnya adalah berapa sekat yang dianggap cukup dan diletakkan di mana?
Dalam menjawab pertanyaan ini, ada beberapa ketidak pastian yang dihadapi:
letak dan besarnya kerusakan tidak diketahui terlebih dahulu
banyaknya, jenis dan penempatan muatan berubah selama satu pelayaran dan dari pelayaran ke
pelayaran
perancang tidak tahu apakah ABK akan mengambil tindakan yang tepat dalam keadaan darurat atau
sebaliknya akan mengambil tindakan yang justru memperburuk keadaan.
Selain itu sekat juga menambah beaya pembangunan dan pemeliharaan serta membatasi panjang muatan
yang bisa diangkut.
Suatu kompromi antara tingkat keselamatan dan segi ekonomis kapal harus ditemukan dan sebagai
kompromi disepakati bahwa geladak tidak boleh tenggelam, dan bangunan atas masih terlihat cukup tinggi.

Sejarah
Pada akhir abad 19, biro klasifikasi menetapkan peraturan empiris untuk pemasangan sekat pada kapal niaga,
terutama sekat ceruk buritan dan sekat ceruk haluan serta sekat yang memisahkan ruang permesinan dari
ruang muat. Tetapi peraturan ini tidak didasarkan pada kemampuan kapal bertahan pada keadaan bocor.

Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, bangsa-bangsa maritim besar mulai mempelajari masalah ketahanan
terhadap bocor. Hal ini dipicu oleh bertambah seringnya kecelakaan di laut yang mengambil korban jiwa
yang besar, dan sebagai puncaknya adalah tenggelamnya kapal Titanic dengan korban 1430 jiwa dalam
tahun 1912.

Pada tahun 1913 diadakan konferensi international untuk Safety of Life at Sea yang membahas usulan dari
Inggris, Jerman dan Perancis. Hasilnya adalah kompromi dari ketiga usulan itu, tetapi tidak pernah
dilaksanakan karena meletusnya Perang Dunia I.
Pada tahun 1929 diadakan lagi International Conference on Safety of Life at Sea. Disetujui sistem
penyekatan faktorial (factorial system of subdivision) dan dipakai criterion of service. Sistem ini banyak
kekurangannya dan stabilitas tidak diperhatikan.

Setelah itu ada lagi International Conference on Safety of Life at Sea pada tahun 1948 dan 1960. Hanya ada
sedikit perubahan dan disyaratkan standard yang lebih tinggi untuk kapal yang membawa banyak
penumpang dalam pelayaran pendek dan lebih banyak kapal yang harus memenuhi syarat dua kompartemen
bocor.

Perubahan peraturan yang ada didorong terutama atas tenggelamnya kapal Andrea Doria yang dibuat
memenuhi persyaratan tahun 1948 yang terbukti tidak cukup baik. Pada konferensi 1960 ada usulan konsep-
konsep baru yang nantinya akan dibahas. Pemikiran pertama adalah bahwa keselamatan kapal dapat diukur
dari besarnya kerusakan yang dapat ditanggungnya. Pemikiran kedua adalah kemampuan menanggung
kerusakan dengan dasar probabilitas. Sementara itu Intergovernmental Maritime Consultative Organization
dibentuk pada tahun 1958 yang bernaung di bawah PBB dan studi mengenai hal-hal di atas dapat dilakukan
lebih intensif.

Sebelum tahun 1970, peraturan yang ada hanya untuk kapal penumpang (banyaknya penumpang paling
sedikit 12 orang) dan kapal tanker. Setelah tahun itu, IMCO mengeluarkan peraturan untuk bulk chemical
carriers dan liquefied gas carriers, lalu untuk tanker, mobile offshore drilling unit (MODU) dan offshore
supply vessel, Untuk kapal ikan besar ada konvensi 1977 kemudian juga untuk kapal-kapal khusus lain.
Semua peraturan ini tidak lagi mengikuti sistem faktorial, tetapi berdasarkan konsep-konsep baru tersebut di
atas. Peraturan yang berlaku sekarang dimuat dalam SOLAS Consolidated Edition 2000.

Dasar pemikiran
Dengan dasar bahwa geladak tidak boleh tenggelam, dan bangunan atas masih terlihat cukup tinggi,
disepakati bahwa titik terendah geladak paling sedikit masih harus 76 mm (atau 3 inci) di atas permukaan air.
Maka dibuat garis yang sejajar dengan geladak sejarak 76 mm di bawahnya dan garis ini disebut garis batas
atau margin line. Di atas sudah disebut bahwa cara paling efektif supaya kapal tidak mudah tenggelam
adalah dengan membuat sekat-sekat lintang. Persoalannya adalah berapa banyak sekat dan diletakkan di
mana?
Kita lihat dua keadaan:
Keadaan I Keadaan II

T xB1 V1 xB2 V2 xv v
xA xF xA xF
GAMBAR 1

Pada keadaan I, kapal pada sarat T1. Ada beberapa sekat di kapal ini, tetapi yang digambar hanya dua,
membatasi suatu ruangan kosong. Dengan bantuan diagram Bonjean dicari volume displasemen
kapal V1 dan letak resultan gaya angkat xB1.
Pada keadaan II, ruangan tersebut bocor dan air masuk sehingga sekarang air di luar menyinggung
margin line. Dengan bantuan diagram Bonjean dicari volume displasemen kapal V2 dan letak resultan
gaya angkat adalah xB2.
Air yang masuk mempunyai volume v dan letak titik berat xv.

Maka ada hubungan


v V2 V1
Jika kedua sekat dapat kita geser-geser dengan volume tetap sama dengan v, di mana kedua sekat harus
diletakkan supaya air luar tepat menyinggung margin line?
Keadaan II dapat kita lihat sebagai gabungan keadaan I dan air yang masuk. Dari fisika, kita dapat rumus
untuk titik berat gabungan:
V * x v * xv
x B 2 1 B1
V1 v
dengan xB1 dan xB2 diukur dari AP.
Karena v sudah didapat, maka xv dapat dihitung.
Jika sarat makin rendah, volume air yang masuk bisa lebih banyak untuk air sampai menyinggung margin
line, sehingga jarak pasangan sekat bisa lebih jauh dan sebaliknya. Jadi jarak sekat sangat ditentukan oleh
besar sarat. Karena itu waktu perhitungan dilakukan, sejak awal sarat ini harus sudah ditentukan dan disebut
sarat penyekatan (subdivision load line).

Jadi masalahnya sekarang adalah dengan sarat tersebut, di mana meletakkan sekat belakang dan depan
supaya volume ruangan sama dengan v dan momen statis volume terhadap AP sama dengan v* xv.
Volume v dapat kita tulis sebagai
xF xF xA
v A
xA
ST ( x) dx A
0
ST ( x )dx A
0
ST ( x) dx

dan momen statis volume terhadap AP sebagai


xF xF xA
M xAST ( x )dx
xA
xAST ( x )dx
0
xA
0
ST ( x )dx

dengan
xA = letak sekat belakang
xF = letak sekat depan
xst

Untuk membantu kita mencari xA dan xF, kita buat dua kurva, yaitu kurva V A 0
ST ( x) dx dan kurva

xst
M xA
0
ST ( x )dx Contoh perhitungan kedua kurva adalah sebagai berikut:

St AST F ASTFS vol ASTFS vol Voltot L ASTFSL M ASTFSL M Mtot


a S
0 A0 1 A0 0 L0 A0L0 0
1 A1 4 4A1 L1 4A1L1
2 A2 1 A2 vol02 A2 Vol02 L2 A2L2 M02 A2L2 M02
3 A3 4 4A3 L3 4A3L3
4 A4 1 A4 A4 vol24 Vol04 L4 A4L4 A4L4 M24 M04
5 A5 4 4A5 L5 4A5L5
6 A6 1 A6 vol46 A6 Vol06 L6 A6L6 M46 A6L6 M06
7 A7 4 4A7 L7 4A7L7
8 A8 1 A8 A8 vol68 Vol08 L8 A8L8 A8L8 M68 M08
9 A9 4 4A9 L9 4A9L9
10 A10 1 A10 vol810 Vol010 L10 A10L10 M810 M010
L = lengan terhadap AP
vol02 = 1/3.h(A0 + 4A1 + A2) Vol04 = vol02 + vol24 dan seterusnya
M02 = 1/3.h(A0L0 + 4A1L1 + A2L2) M04 = M02 + M24 dan seterusnya

Kemudian AST, Vol dan M kita buat grafiknya seperti di bawah ini:
kurva luas station
AST[m2] sampai margin
Vol[m3] line AST [m2]

M[m4]
LF[m] MS
kurva volume
ruang dari AP kurva momen statis
sampai x [m3] ruang dari AP
sampai x [m4]
v

LF = panjang bocor [m] X

xA xF
Untuk mencari xA dan xF , dipakai cara coba-coba (trial and error). Dipilih suatu harga xA1, lalu dicari harga
xF1 supaya volume ruang = v. Cara mencari xF1 adalah sebagai berikut:
Dari harga xA1 yang dipilih, dibaca atau diinterpolasi volume ruang dari AP sampai xA1, kita sebut vA1
dan juga besar momen statis volume ruang dari AP sampai xA1, kita sebut MA1.
Volume ruang bocor adalah v sehingga volume ruang dari AP sampai xF adalah vF1 = vA1 + v.
Dengan dasar vF1 dibaca (atau diinterpolasi) xF1
Dengan dasar harga xF1, dibaca atau diinterpolasi harga momen statis volume ruang dari AP sampai
xF, kita sebut MF1.
Selisih harga MF1 - MA1 harusnya sama dengan v*xv, tetapi karena xA1 dipilih sembarang saja, maka
hasilnya tidak sama dan kita sebut MF1 - MA1 - v*xv = res1.
Jika res1 > 0, berarti ruang yang kita pilih terlalu ke depan dan sebaliknya jika res1 < 0, berarti ruang
yang kita pilih terlalu ke belakang.
Berdasarkan hasil di atas, dipilih harga xA2 dan xA3 yang lebih sesuai, yaitu lebih ke depan atau lebih
ke belakang.
Dihitung res2 dan res 3. Diharapkan ada pergantian tanda antara res1 dan res2 atau antara res2 dan
res3. Jika tidak terjadi perubahan tanda (+ diikuti - atau sebaliknya), berarti letak xA2 dan xA3 masih
kurang ke depan atau ke belakang.
Jika sudah terjadi perubahan tanda, hitunglah harga xA dengan interpolasi supaya harga res = 0.
Akhirnya harga xF dicari dengan cara seperti di atas.
Tentukan titik tengah jarak ke dua sekat dan pada titik tengah ini diukurkan ke arah tegak panjang
bocor, dengan skala yang sama dengan skala sumbu horizontal. Titik ini adalah bagian dari kurva
panjang bocor (floodable length curve).

Panjang ruangan atau jarak sepasang sekat yang bersebelahan sebagai hasil perhitungan di atas disebut
panjang bocor (floodable length).
Pembahasan di atas mengandaikan bahwa ruang yang bocor itu kosong. Dalam praktek jarang terjadi bahwa
ruang muat sama sekali kosong dalam suatu pelayaran. Adanya muatan dan/atau benda lain tentu saja
mengakibatkan banyaknya air yang bisa masuk berkurang. Bahkan pada muatan penuhpun masih ada sela-
sela tempat air bisa masuk, meskipun tidak banyak. Dalam Kamar Mesin ada permesinan dan tidak berisi
muatan, sehingga banyak ruang kosong, maka air yang bisa masuk lebih banyak dibandingkan ruang muat.
Perbandingan volume air yang bisa masuk dalam ruangan berisi dengan volume ruang kosong disebut
permeabilitas (permeability), dinyatakan dalam % diberi tanda (mu).
=volume air masuk / volume ruang kosong [%]
Jika banyaknya air yang masuk berkurang, ini berarti bahwa jarak antara sekat lintang dapat diperbesar
sebelum air di luar mencapai margin line. Harga permeabilitas berbagai ruangan tentu saja berbeda-beda,
tergantung apa isi ruangan tersebut.
Panjang kebocoran ruang berisi sama dengan panjang kebocoran ruang kosong dibagi dengan permeabilitas
ruangan tersebut atau
LF
LF

Kapal yang lebih panjang membutuhkan sekat yang lebih banyak dibandingkan kapal yang lebih pendek,
jika lambung timbul sama. Demikian juga kapal yang penumpangnya lebih banyak perlu jaminan
keselamatan yang lebih baik, berarti jarak sekat yang lebih pendek atau jumlah sekat yang lebih banyak.
Semuanya itu diperhitungkan dalam faktor penyekatan atau factor of subdivision F.
Dengan demikian panjang yang diijinkan adalah
LF F
L P L F .F

Kurva panjang bocor untuk ruang kosong


Untuk membuat kurva panjang bocor untuk ruang kosong, kita lihat cara perhitungan berikut ini yang
dikembangkan oleh Dipl. Ing. F. Shirokauer (1928).
Untuk sarat penyekatan terdalam, dihitung volume displasemen V1 dan letak titik apung xB1.
Dibuat bidang air datar yang menyinggung garis batas (margin line). Tinggi dari bidang dasar (base
line) sampai bidang air datar ini disebut DML.
Kemudian dari titik potong bidang air datar dengan AP dan diukurkan ke bawah jarak h sebesar
(lihat PNA I)
h 1.6 DML 1.5T
Jarak h ini dibagi tiga. Demikian juga dari titik potong bidang air datar dengan FP dilakukan hal yang
sama.
Dari tiap titik dibuat bidang air yang menyinggung margin line, sehingga ada 7 bidang air
Untuk tiap bidang air
o dihitung volume displasemen V2 dan letak memanjang titik apung xB2.
o Kemudian dihitung volume air yang masuk v dan letak titik berat air masuk xV dengan rumus
di atas.
o Dibuat grafik dengan absis adalah panjang kapal dan ordinat adalah volume
o Ketujuh pasang v dan xV digambar pada grafik ini dan dihubungkan membentuk suatu grafik.
Grafik ini menunjukkan besar v untuk sebarang xV. Lihat Gambar di bawah.
o Jika titik-titik yang didapat terlalu mengumpul sehingga bagian ujung kapal tidak ada
titiknya, ditambah titik (satu atau lebih sesuai kebutuhan) di bawah ujung jarak h di atas.
o Jika titik-titik yang didapat terlalu menyebar sehingga melewati ujung kapal, ditambah titik
(satu atau lebih sesuai kebutuhan) di tengah dua titik yang sudah ada.
o Kemudian cari harga xA dan xF seperti dijelaskan di atas dan gambarkan titik untuk kurva
panjang bocor.
Ulangi langkah di atas untuk harga-harga v dan xV lain, lalu hubungkan titik ujung atas untuk semua
LF hingga didapat grafik sepanjang kapal, yaitu grafik panjang bocor (curve of floodable length).
v[m3]
LF[m] panjang bocor LF [m],
= 100

volume bocor v [m3]


v3 v4
v5
AP v1 v2 v6 v7
x1 x2
x3 FP
x4
x5
x6
x7

Perhitungan permeabilitas dan kurva panjang bocor dengan koreksi permeabilitas


dan faktor penyekatan
Beberapa definisi yang diambil dari SOLAS 1974 Chapter II-1 Construction Subdivision and stability,
machinery and electrical installations, Part A General:

Regulation 2 Definitions
sarat penyekatan terdalam (deepest subdivision load line): sarat terbesar yang diijinkan
persyaratan penyekatan yang berlaku untuk suatu kapal
panjang kapal adalah panjang bidang air pada sarat penyekatan terdalam
geladak sekat (bulkhead deck): geladak teratas yang dicapai oleh semua sekat lintang.
garis batas (margin line): garis yang dibuat pada sisi kapal, paling sedikit 76 mm di bawah
permukaan atas geladak sekat

Untuk kapal yang membawa penumpang lebih dari 12 orang, SOLAS 1974 Chapter tersebut di atas Part B
Subdivision and stability, menentukan:

Regulation 5: Permeability in passenger ships


Ruang Permesinan
Ruang permesinan (machinery space) meliputi ruangan dari bidang dasar (moulded base line) sampai ke
margin line dan antara dua sekat lintang kedap air yang terjauh, dan berisi motor penggerak utama dan bantu,
ketel yang melayani permesinan penggerak, dan semua bunker permanen penyimpan batubara (permanent
coal bunker). (Regulation 2)
Ruang penumpang (passenger spaces) adalah ruangan-ruangan yang disediakan untuk akomodasi dan
keperluan penumpang, tidak termasuk ruangan bagasi penumpang, gudang, gudang bahan makanan dan
ruang surat pos (mail). Untuk penerapan Regulation 5 dan 6, ruangan di bawah margin line yang disediakan
untuk akomodasi dan keperluan ABK dianggap sebagai ruang penumpang. (Regulation 2)

2.1 Permeabilitas rata-rata uniform untuk Ruang Permesinan dihitung dengan rumus berikut:
ac
85 10
v
dengan
a = volume ruang penumpang menurut Regulation 2, yang terletak di bawah margin line dan dalam
batas-batas ruang permesinan
c = volume ruang geladak antara yang terletak di bawah margin line dan dalam batas-batas ruang
permesinan yang dipakai untuk muatan, batubara atau gudang
v = volume seluruh ruang permesinan di bawah margin line

Ruang di depan dan di belakang Ruang Permesinan


2.2 Permeabilitas rata-rata uniform untuk ruang di depan dan di belakang Ruang Permesinan dihitung
dengan rumus berikut:
a
63 35
v
dengan
a = volume ruang penumpang, menurut Regulation 2 yang terletak di bawah margin line dan terletak
di depan atau di belakang Ruang Permesinan
v = volume seluruh ruang di bawah margin line di depan atau di belakang Ruang Permesinan

2.3 Untuk kapal-kapal yang memenuhi persyaratan III/20.1.2, permeabilitas rata-rata uniform untuk ruang di
depan dan di belakang Ruang Permesinan dihitung dengan rumus berikut:
b
95 35
v

dengan
b = volume ruangan di bawah margin line dan di atas wrang, alas ganda atau tangki ceruk yang
disediakan dan dipakai untuk tempat muatan, bahan bakar atau batubara, gudang, ruang bagasi dan
surat pos, kotak rantai dan tangki air tawar, di depan atau di belakang Ruang Permesinan.

Panjang kebocoran ruang berisi sama dengan panjang kebocoran ruang kosong dibagi dengan permeabilitas
ruangan tersebut atau
LF
LF

panjang bocor LF [m],


LF [m] = 63

LF[m]
panjang bocor LF [m],
= 85

panjang bocor LF [m],


= 100

AP FP
Regulation 6: Permissible length of compartments in passenger ships
2. Faktor penyekatan (Factor of subdivision)
Kapal yang lebih panjang membutuhkan sekat yang lebih banyak dibandingkan kapal yang lebih pendek,
jika lambung timbul sama. Demikian juga kapal yang penumpangnya lebih banyak perlu jaminan
keselamatan yang lebih baik, berarti jarak sekat yang lebih pendek atau jumlah sekat yang lebih banyak.
Untuk mencapai hal-hal di atas, dipakai faktor penyekatan (factor of subdivision). Hasil perhitungan di
atas LF dikalikan dengan faktor penyekatan untuk mendapatkan panjang kompartemen yang diijinkan
(Permissible length of compartment).
3. Criterion of service
Apakah suatu kapal terutama dipakai untuk mengangkut barang atau penumpang, diukur dengan criterion
service.
Sebelum menghitung criterion of service, kita harus menghitung P1 terlebih dahulu.
L = panjang kapal dalam meter menurut Regulation 2
M = volume Ruang Permesinan dalam m3 menurut Regulation 2, dengan ditambah bunker minyak
permanen yang boleh terletak di atas alas ganda dan di depan atau di belakang Ruang Permesinan
P = seluruh volume Ruang Penumpang di bawah margin line dalam m3 menurut Regulation 2
V = seluruh volume badan kapal di bawah margin line dalam m3
Selanjutnya
N = jumlah penumpang yang akan ditulis dalam sertifikat
K = 0.056L
3
PU = seluruh volume Ruang Penumpang di atas margin line dalam m ,

Jika KN <= P + PU, maka


P1 KN
Jika KN > P + PU, maka
P1 P PU
diambil yang besar
P1 2 3 KN

Untuk kapal dengan panjang tertentu, factor penyekatan ditentukan oleh criterion of service numeral dan
selanjutnya disebut criterion numeral CS. Criterion numeral dihitung sebagai berikut:
M 2 P1
C S 72 jika P1 > P
V P1 P

M 2P
C S 72 jika P1 <=P
V
dengan
CS = criterion numeral

Faktor penyekatan
Pengaruh panjang kapal dinyatakan oleh faktor A dan B. Faktor A adalah untuk kapal yang panjang dan
terutama mengangkut barang dan factor B adalah untuk kapal yang pendek dan terutama mengangkut
penumpang. Faktor A dan B dihitung dengan rumus berikut:
58.2
A 0.18 untuk panjang kapal 131 m atau lebih
L 60

30.3
B 0.18 untuk panjang kapal 79 m atau lebih
L 42

Besarnya faktor penyekatan dihitung sebagai berikut


Untuk L >= 131 meter, F untuk ruangan di belakang ceruk haluan:
CS <= 23, F=A
o
CS >= 123, F=B
o
23 > CS < 123 ( A B )(C S 23)
F A
o 100
Jika CS >= 45 dan 0.5 < F <= 0.65, maka F = 0.5
o
Jika F < 0.4 dan dapat ditunjukkan bahwa tidak mungkin memenuhi harga F ini untuk Ruang
o
Permesinan, maka F boleh diperbesar, tetapi tidak boleh lebih dari 0.4.
Untuk 79 <= L < 131 meter, F untuk ruangan di belakang ceruk haluan:
Jika 3.574 25 L dan CS = S, F = 1
S
o 13
CS >= 123 F=B
o
Untuk S < CS < 123 (1 B )(C S S )
F 1
o 123 S
Untuk CS < S F=1
o
Untuk L < 79 meter F=1
Setelah faktor penyekatan didapat, kita hitung panjang yang diijinkan LP:
LF F
LP LF .F

Penerapan rumus ini dilakukan sepanjang kapal.

Untuk kapal yang melakukan pelayaran international jangka pendek berlaku peraturan-peraturan berikut.
Pelayaran internasional jarak pendek (short international voyage) adalah pelayaran internasional yang
- selama pelayarannya kapal tidak pernah lebih dari 200 mil dari suatu pelabuhan atau tempat lain
untuk menurunkan penumpang dan ABK supaya selamat.
- Jarak antara pelabuhan singgah terakhir dalam negara tempat kapal mulai pelayarannya dengan
pelabuhan akhir pelayarannya maupun jalur pulangnya tidak boleh melebihi 600 mil.

panjang bocor LF [m],


LF[m] = 63

LP[m]
panjang bocor LF [m],
= 85
E

panjang ijin LP [m],


panjang ijin LP [m],
= 63, F = 0.5
AP = 85, F =0.5

A C G D B FP

Pada kurva panjang bocor, masukkan pengaruh permeabilitas dan faktor penyekatan hingga mendapatkan
panjang yang diijinkan (curve of permissible length).
Berdasarkan kurva panjang yang diijinkan, periksalah apakah peletakkan sekat pada kapal sudah memenuhi
syarat.
Contoh: sepasang sekat kedap air yang dipasang di A dan B tidak memenuhi syarat, sebab kalau dari titik
tengah G kita ukurkan panjang AB ke atas dan mendapat titik E, titik ini berada di atas garis panjang ijin LP,
berarti jarak sepasang sekat tersebut melebihi panjang yang diijinkan.
Kalau sepasang sekat itu kita letakkan di C dan D akan memenuhi syarat, sebab kalau dari titik tengah G kita
ukurkan panjang CD ke atas dan mendapat titik F, titik ini berada di bawah garis panjang ijin LP, berarti jarak
sepasang sekat tersebut kurang dari panjang yang diijinkan.
Stabilitas kapal berpenampang trapezium
Lebar geladak = BDEK, lebar alas = BALAS, tinggi geladak = H, sarat awal = T
Kapal oleng sebesar dengan displasemen tetap, bidang air memotong CL setinggi TM.
Luas Penampang semula
T T T
B AWAL B ALAS ( B DEK B ALAS ) 1 B ALAS B DEK
H H H
T T
Luas gading besar = 12 T ( B AWAL B ALAS ) 12 T 2 B ALAS BDEK
H H
Persamaan bidang air
Titik potong bidang air dengan CL: (0, TM)
Persamaan bidang air: y tan z TM
z TM
y atau z y tan TM
tan
Perpotongan bidang air dengan sisi kanan
Ujung kanan geladak ( 12 B DEK , H ) , ujung kanan alas ( 12 B ALAS ,0) .
z ( BDEK B ALAS )
Persamaan garis sisi kanan: 2 y B ALAS
H
Matrix:
tan 1 H ( BDEK BALAS )
1

( BDEK BALAS ) inverse H
2 H 2 H ( BDEK BALAS ) tan
2 tan
Titik potong
( BDEK BALAS )
H
1 TM
2 H ( BDEK BALAS ) tan
H
2 tan BALAS
( BDEK B ALAS )TM HB ALAS H (2TM BALAS tan )
y KANAN dan z KANAN
2 H ( BDEK B ALAS ) tan 2 H ( BDEK B ALAS ) tan
Perpotongan bidang air dengan sisi kiri

Ujung kiri geladak ( 12 B DEK , H ) , ujung kiri alas ( 12 B ALAS ,0) .


z ( BDEK B ALAS )
Persamaan garis sisi kiri: 2 y BALAS
H
Matrix
tan 1 H ( BDEK B ALAS )
1

( BDEK B ALAS ) inverse H
2 H 2 H ( BDEK B ALAS ) tan
2 tan
Titik potong
( BDEK B ALAS )
H 1 TM
H
2 H ( BDEK B ALAS ) tan 2 tan B ALAS

( BDEK B ALAS )TM HB ALAS H (2TM B ALAS tan )
y KIRI dan z KIRI
2 H ( B DEK B ALAS ) tan 2 H ( BDEK B ALAS ) tan

Luas kiri
Trapesium 1
2 z KI ( 12 B ALAS y KI )
Segitiga 12 y KI (TM z KI )
Jumlah 1
4 B ALAS z KI 12 y KI TM
Luas kanan
Trapesium 1
2
z KA ( 12 B ALAS y KA )
Segitiga y KA ( z KA TM )
1
2

Jumlah 14 B ALAS z KA 12 y KATM


4 B ALAS ( z KI z KA ) 2 TM ( y KI y KA )
1 1
Jumlah seluruhnya
Karena displasemen tetap, jumlah luas ini harus sama dengan luas semula
T T
4 B ALAS ( z KI z KA ) 2 TM ( y KI y KA ) 2 T
2 H B ALAS H BDEK AAWAL
1 1 1


4 HTM ( BDEK B ALAS ) 4 H 2 B ALAS
y KIRI y KANAN
4 H 2 ( BDEK B ALAS ) tan 2

8TM H 2 2 HB ALAS ( BDEK B ALAS ) tan 2


z KIRI z KANAN
4 H 2 ( BDEK B ALAS ) 2 tan 2
Jika harga-harga ini dimasukkan ke dalam persamaan di atas, maka didapat

2 H ( BDEK B ALAS )TM2 4 B ALAS H 2TM


1
2 H ( B DEK B ALAS ) B ALAS
2
tan 2 AAWAL {4 H 2 ( BDEK B ALAS ) 2 tan 2 } 0

Anda mungkin juga menyukai