Buku acuan:
V. V. Semyonov-Tyan-Shansky, “Statics and Dynamics of the Ship”, Peace Publishers, Moscow, 196?
R. F. Scheltema de Heere, A. R. Bakker, “Bouyancy and Stability of Ships”, George G. Harrap &
Co. Ltd., London, 1970
K. J. Rawson & E. C. Tupper, “Basic Ship Theory”, 5th Ed. Vol. 1, Butterworth-Heinemann, Oxford,
2001. Ada soal-soal untuk latihan.
Edward V. Lewis, Ed., “Principles of Naval Architecture”, Second Revision, Vol. I – Stability and
Strength, the Society of Naval Architects and Marine Engineers (SNAME), Jersey City, NJ, 1988.
“Code on Intact Stability 2008”, 2008 edition, IMO, London, 2008
“International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974, and 1988 Protocol relating there to”,
Consolidated Edition, IMO, London, 2008
Sekat
Ceruk buritan
Sekat Depan Alas Dalam
Kamar Mesin
Alas
Sekat
Ruang Muat
Sekat
Ceruk Haluan
Lambung kanan dibuka untuk menunjukkan sekat melintang (warna biru) dan sekat memanjang (warna merah muda)
2
Ceruk buritan Kamar Palkah 3 Palkah 2 Palkah 1 Ceruk haluan
(after peak) Mesin (fore peak)
Alas dalam (inner bottom)
Alas (bottom)
(Engine
Room)
lambung (shell)
o alas (bottom)
o sisi kiri dan kanan (port and starboard sides)
alas (bottom)
o alas tunggal (single bottom)
o alas dalam (inner bottom)
o alas ganda, dasar ganda (double bottom)
sisi kiri dan kanan (port and starboard sides)
sekat (bulkheads)
o sekat tubrukan (collision bulkhead)
o sekat ceruk buritan (after peak bulkhead)
o sekat kamar mesin (engine room bulkhead)
o dan sebagainya
geladak (decks)
o geladak utama (main deck)
o geladak antara (tween deck)
o geladak cuaca (weather deck)
Ruang Mesin (engine room) dibatasi oleh 2 sekat, 2 sisi, alas dan geladak: ruangan untuk permesinan
palkah (hold) dibatasi oleh 2 sekat, 2 sisi, alas dan geladak: ruangan untuk muatan
lubang palkah (hatchway)
o ambang palkah (hatchway coaming)
bangunan atas (superstructure)
o akil, agil (forecastle)
o anjungan (bridge)
o kimbul (poop)
bagian bangunan atas
o geladak bangunan atas (superstructure deck)
o sisi kiri dan kanan bangunan atas (left and right sides of a superstructure)
o sekat ujung belakang dan depan bangunan atas (aft and front end bulkheads of a
superstructure)
rumah geladak (deckhouses)
3
o geladak akomodasi (accommodation deck)
o geladak sekoci (boat deck)
o geladak navigasi (navigation deck, bridge deck)
o geladak kompas (compass deck)
o dan sebagainya
bagian rumah geladak
o geladak rumah geladak (deck of a deckhouse)
o sisi rumah geladak (sides of a deckhouse)
o sekat ujung rumah geladak (end bulkheads of a deckhouse)
ceruk (peak)
o ceruk buritan (after peak)
o ceruk haluan (fore peak)
Buritan Haluan
(stern) (bow)
Alas (bottom)
Buritan Haluan
(stern) (bow)
Kanan (starboard)
GAMBAR daerah/lokasi
4
Sistem kerangka melintang (transversal framing system)
Konstruksi alas ganda
lunas pelat (plate keel)
pelat alas (bottom plating)
centre girder
side girder
wrang pelat (solid floor)
wrang terbuka (open floor)
gading alas (bottom angle)
gading balik (reversed angle)
wrang kedap air (watertight floor)
pelat alas dalam (inner bottom plating)
Konstruksi sisi
Konstruksi geladak
pelat geladak (deck plating)
balok geladak (deck beam)
balok besar geladak (strong beam)
cantilever
penumpu geladak (deck girder)
balok ujung palkah (hatch end beam)
5
ambang palkah (hatchway)
sisi
sisi
alas dalam
alas
Konstruksi sisi
pelat sisi (side plating)
pembujur sisi (side longitudinal)
pelintang sisi (side transverse)
senta sisi (side stringer) di Kamar Mesin dan ceruk
Konstruksi geladak
pelat geladak (deck plating)
penbujur geladak (deck longitudinal)
pelintang geladak (deck transverse)
balok ujung palkah (hatch end beam)
ambang palkah (hatchway)
8
Konstruksi ceruk dan linggi
Linggi
o linggi haluan (stem)
linggi haluan pelat (plate stem)
linggi haluan batang (bar stem)
o linggi buritan (stern)
linggi buritan pelat (plate sternframe)
linggi buritan batang (bar sternframe)
Ceruk haluan dan buritan
o Gading ceruk (peak frame)
o Senta sisi (side stringer)
o Tiers of beam
o Sekat berlubang (wash bulkhead)
9
• Forward Perpendicular (FP); garis vertikal pada titik perpotongan antara LWL dan ujung depan
badan kapal yang tercelup air.
• After Perpendicular (AP); garis vertikal pada titik perpotongan antara LWL dan garis tengah poros
kemudi.
• Midships; titik di tengah antara FP dan AP.
• Centreline (CL); sebuah garis lurus mulai ujung depan sampai ujung belakang kapal dan di tengah-
tengah antara dua sisi kapal. Semua ukuran horizontal melintang kapal ditentukan dari centreline ini.
• Baseline (BL); garis horizontal sejajar LWL yang memotong penampang midship pada titik terendah
dari kapal. Tinggi vertikal biasanya diukur dari baseline ini.
• Midship Section; penampang melintang kapal dengan luasan yang tercelup air yang terbesar.
Penampang melintang kapal biasanya terletak pada pertengahan antara AP dan FP.
• Sheer; kelengkungan memanjang garis geladak pada sisi kapal. Besar sheer depan adalah selisih
antara tinggi garis sisi geladak pada midship dan tinggi garis sisi geladak pada ujung depan kapal.
Besar sheer belakang adalah selisih antara tinggi garis sisi geladak pada midship dan tinggi garis sisi
geladak pada ujung belakang kapal.
• Deck Camber; kenaikan geladak kapal secara melintang dari sisi ke tengah kapal. Pada kapal-kapal
lama, kurva camber biasanya berbentuk parabola, sementara pada kapal-kapal modern, camber
berbentuk garis lurus digunakan, atau tidak menggunakan camber sama sekali.
• Bilge Radius (Jari-jari Bilga); jari-jari dari circular arc yang membentuk bilga kapal.
• Flat of Keel (Half Siding); lebar pelat alas datar pada setiap sisi dari centre girder (penumpu alas
tengah kapal).
• Deadrise (Rise of Floor); kenaikan dasar kapal diatas baseline secara melintang dari tengah ke sisi
kapal. Besarnya diukur dari garis dasar (baseline) sampai pada perpotongan antara garis lurus yang
berimpit dengan pelat alas datar dan garis lurus yang berimpit dengan sisi kapal pada titik yang
terluar.
• Tumblehome; jarak antara sisi geladak dan sisi kapal untuk geladak yang tidak selebar kapal.
• Parallel Middle Body; bagian badan kapal dimana besar penampang midship tidak berubah. Pada
bagian ini, waterlines dan buttock lines kapal tidak mempunyai bentuk lengkung, artinya garis-garis
pada bagian depan dan belakang midship sejajar.
• Entrance and Run; bagian badan kapal yang tercelup air di depan dan belakang parallel middle
body.
• Knuckle; perubahan mendadak dari arah pelat, gading, lunas, geladak dan struktur lain dari kapal.
• Chine; sudut tajam dari bentuk badan kapal, kontinyu sepanjang sebagian panjang kapal yang
signifikan. Chine disebut “soft” jika sudutnya “rounded” dan disebut “hard” jika sudutnya
tajam/patah.
• Flare; bentuk kelengkungan kearah luar dari permukaan badan kapal diatas garis air.
LWL
AP Lpp FP
Lwl
Loa
GAMBAR ukuran utama
10
sarat air (draught, draft)
o sarat dalam (draught moulded) Tmld
o sarat rancang (designed draught)
o sarat ringan (light draught)
o sarat haluan (forward draught) TA
o sarat buritan (after draught) TF
panjang kapal (length)
o panjang antara garis tegak (length between perpendiculars) LPP, LBP
o panjang bidang air (length of load water line) LWL
o panjang seluruhnya (length over all) LOA
lebar kapal (breadth, beam)
o lebar dalam (breadth moulded) Bmld
o lebar bidang air (breadth of waterline) BWL
o lebar maksimum/terbesar (maximum breadth) Bmax
tinggi geladak, tinggi (depth)
o tinggi dalam (depth moulded) Hmld, diukur di tengah Lpp (amidships)
lambung timbul (freeboard)
Length of Waterline/LWL (panjang garis air); jarak antara garis tegak haluan (FP) dan perpotongan
antara garis air muat dengan linggi belakang (stern frame).
Length Overall/LOA (panjang total kapal); panjang total kapal dari bagian ujung paling depan
sampai dengan ujung paling belakang kapal.
Length Between Perpendiculars/LBP atau LPP (panjang antara garis tegak AP dan FP); jarak
yang diukur sejajar terhadap base line pada garis air muat mulai dari garis tegak buritan (AP) sampai
dengan garis tegak haluan (FP).
Moulded Beam atau Breadth/Bmld (lebar moulded); jarak yang diukur dari sisi dalam pelat pada
satu sisi kapal sampai titik yang sama pada sisi yang lain yang diukur pada bagian terlebar dari kapal.
Maximum Beam atau Breadth/Bm (lebar maksimum); lebar ekstrim kapal yang diukur dari sisi
luar pelat kapal pada satu sisi kapal sampai sisi luar pelat kapal pada sisi yang lain.
Breadth at Loaded Waterline/Bwl; lebar moulded maksimum kapal pada garis air muat.
Draught/T (sarat); jarak vertikal dari garis air pada setiap titik pada lambung kapal sampai dengan
dasar kapal.
Trim; perbedaan antara sarat depan dan sarat belakang kapal.
Moulded Depth/D (tinggi moulded); jarak vertikal pada midship dari base line sampai sisi bawah
pelat geladak utama.
Freeboard/f (lambung timbul); jarak vertikal dari garis air sampai geladak pada sisi kapal. Besar f
adalah selisih antara D dan T pada setiap titik sepanjang kapal.
Moulded Displacement; displacement kapal berdasarkan ukuran-ukuran utama moulded.
Total Displacement; moulded displacement yang dimodifikasi dengan menambahkan tebal pelat
kulit dan volume dari tonjolan-tonjolan pada kapal.
Wetted Surface Area/WSA; luasan dari permukaan badan kapal yang tercelup air (basah) dan
tonjolan-tonjolan pada kapal.
Cubic Number/LBD; sebuah ukuran kasar yang menunjukkan ukuran keseluruhan dari badan kapal.
Area of Bulbous Bow/ABL; luas dari bulbous bow yang diproyeksikan pada bidang tengah kapal
didepan FP.
Transverse Area of Bulbous Bow/ABT; luas penampang melintang bulbous bow yang diukur pada
FP.
11
Kedudukan kapal
sarat rata (even keel) >< trim
tegak (upright) >< oleng (heel)
Lunas datar
(even keel)
trim haluan
(trim by bow)
trim buritan
(trim by stern)
12
• Deadweight (DWT); bobot mati kapal, yaitu selisih antara displacement dan lightweight, yang juga
merupakan jumlah berat dari muatan bersih, bahan bakar, minyak lumas, air tawar, gudang,
penumpang dan bagasi, crew (ABK/ Anak Buah Kapal):
DWT=WC+WF+WLO+WFO+WPAS+WLUG+WCREW+WSTORE
WC = berat cargo atau muatan bersih kapal
WF = berat fresh water atau air tawar
WLO = berat lubricating oil atau minyak lumas
WFO = berat fuel oil atau bahan bakar
WPAS = berat passengers atau penumpang
WLUG = berat luggage atau bagasi
WCREW = berat crew atau ABK
WSTORE = berat store atau gudang
• Payload; berat muatan bersih kapal. Untuk kapal perang, ini merupakan berat dari persenjataan dan
sistem sensor.
• TEU/FEU; kapal container didesain untuk pemuatan container dalam tumpukan atau sel vertikal,
dapat didalam ruang muat, di geladak, atau kombinasi dari keduanya. Containers diukur dalam
FEU’s atau TEU’s. Satu FEU adalah sebuah container dengan panjang 40 feet, sedangkan satu
TEU adalah satu container dengan panjang 20 feet. FEU adalah singkatan dari “Forty foot
Equivalent Unit”, sedangkan TEU adalah “Twenty foot Equivalent Unit”. Terdapat 7 tipe dasar
containers: refrigerated, dry bulk, rack untuk kayu, dll., automotive, livestock (ternak) dan
collapsible.
• Cubic Capacity; ukuran tank ships ditentukan berdasarkan kapasitas muat minyak. Barrel (bbl)
adalah satuan muatan cair standar. Satu barrel terdiri dari 42 gallons (5.515 cubic feet atau 0.156
cubic meter). Satu ton bahan bakar minyak sama dengan 6.63 barrels. Ukuran kapal-kapal muatan
curah kering dapat juga ditentukan berdasarkan Cubic Bales atau Cubic Grain.
• Cubic Bales adalah ruangan yang tersedia untuk muatan yang diukur dalam cubic feet dalam ruang
muat dengan batas-batas: sisi atas dari cargo battens, sisi dalam gading, dan sisi bawah balok
geladak.
• Cubic grain adalah ruangan maksimum yang tersedia untuk muatan yang diukur dalam cubic meter
dalam ruang muat tidak termasuk volume profil/gading dan dengan batas atas adalah sisi bawah pelat
geladak utama.
• Dengan demikian Cubic Grain mempunyai volume yang lebih besar dibandingkan dengan Cubic
Bales. Ukuran kapal penumpang biasanya ditentukan berdasarkan jumlah total penumpang. Kapal-
kapal kerja, misalnya tug boats, biasanya ditentukan berdasarkan besar total daya kuda (horse power)
dari mesin induknya. Tug boats juga dapat ditentukan berdasarkan kekuatan tarik bollard (bollard
pull).
13
Sta 0 1
CL 2 3 4 5
6
7
8
9
Sta 0
10
Base Plane
CL
Koefisien gading besar adalah perbandingan luas gading besar dengan luas empat persegi panjang
yang melingkupinya
A
CM M
BT
dengan AM = luas penampang gading besar
Koefisien bidang air adalah perbandingan luas bidang air dengan luas empat persegi panjang yang
melingkupinya
AWP
CWP
LWL B
dengan AWL = luas bidang bidang air
14
GAMBAR koefisien blok
Koefisien blok adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume kotak yang melingkupinya
V
CB
LPP BT
Koefisien prismatik adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume silinder horisontal
dengan penampang sebesar gading besar dan panjang L
V
CP
LAM
15
Koefisien prismatik tegak adalah perbandingan volume badan kapal dengan volume silinder tegak
dengan tinggi T
penampang sebesar bidang air dan
V
C PV
TAWP
Percobaan 1
Sebuah kubus baja yang pejal mempunyai panjang sisi = 1 meter, dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi
atasnya, kemudian dilepaskan. Masa jenis baja = 7850 kg/m3 dan masa jenis air tawar = 1000 kg/m3 dan
percepatan gravitasi = 9.81 m/s2.
Apa yang terjadi?
Kubus baja akan masuk ke dalam air.
Mengapa kubus tidak diam di tempatnya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita pakai Hukum Newton yang pertama: suatu benda yang tidak dikenai
gaya akan diam atau bergerak lurus beraturan dengan kecepatan tetap. Atau dalam bentuk singkatnya:
Jika pada suatu benda Σ gaya = 0 dan Σ momen = 0 maka benda itu akan diam atau bergerak lurus
beraturan dengan kecepatan tetap.
Dalam percobaan ini, arah positif gaya diambil arah ke atas
Gaya apa saja yang bekerja pada kubus itu?
Karena berada di bumi, kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 × 7850 kg/m3 × 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
Karena berada dalam cairan, kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
1 m3 × 1000 kg/m3 × 9.81 m/s2 = 9810 N berarah ke atas.
16
Jadi ada resultan gaya sebesar (-77008.5 N + 9810 N) = -67198.5 N berarah ke bawah dan karena itu kubus
akan masuk terus ke dalam air.
Percobaan 2
Baja dari percobaan 1 kita jadikan kubus dengan sisi 2 m dan berongga di dalamnya. Volume luar kubus
adalah 8 m3 dan rongga dibuat di tengah-tengah dan berbentuk kubus juga dengan volume 7 m3. Maka sisi
rongga adalah 1.913 m dan tebal dinding kubus adalah 0.5*(2 m - 1.913 m) = 0.0435 m. Jadi volume baja
tetap 1 m3.
Sekali lagi kubus baja dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi atasnya, kemudian dilepaskan.
Apa yang terjadi?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita pakai cara seperti di atas:
kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 × 7850 kg/m3 × 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
8 m3 × 1000 kg/m3 × 9.81 m/s2 = 78480 N berarah ke atas.
Jadi ada resultan gaya sebesar (- 77008.5 N + 78480 N) = +1471.5 N berarah ke atas, maka kubus akan
bergerak ke atas!
Apakah kubus akan bergerak terus ke atas?
Tentu tidak, karena kalau kubus bergerak naik, gaya angkat akan berkurang, (Mengapa?)
Kapan kubus akan berhenti?
Tentunya jika Σ gaya = 0 atau jika gaya berat sama besarnya dengan gaya angkat yaitu sebesar 77008.5 N.
Berapa volume air yang harus dipindahkan untuk mendapat gaya angkat sebesar itu?
Volume air = 77008.5 N / (1000 kg/m3 × 9.81 m/s2) = 7.85 m3.
Ini terjadi pada sarat berapa?
Luas bidang air kubus adalah 2 m × 2 m = 4 m2 sehingga sarat = 7.85 m3 / 4 m2 = 1.9625 m.
Maka bagian kubus yang berada di atas muka air adalah 0.0375 m. Tidak banyak memang, tetapi terapung!
Percobaan 3
Baja dari percobaan 1 kita jadikan kubus dengan sisi 5 m dan berongga di dalamnya. Volume luar kubus
adalah 125 m3 dan rongga dibuat di tengah-tengah dan berbentuk kubus juga dengan volume 124 m3. Jadi
sisi rongga adalah 4.987 m dan tebal dinding kubus adalah 0.5*(5 m - 4.987 m) = 0.0065 m. Jadi volume
baja tetap 1 m3.
Sekali lagi kubus baja dicelupkan ke dalam air tepat sampai sisi atasnya, kemudian dilepaskan.
Apa yang terjadi?
Kubus akan mengalami gaya berat sebesar
-1 m3 × 7850 kg/m3 × 9.81 m/s2 = -77008.5 N berarah ke bawah.
kubus akan mendapat gaya angkat sebesar
125 m3 × 1000 kg/m3 × 9.81 m/s2 = 1226250 N berarah ke atas.
Jadi ada resultan gaya sebesar (- 77008.5 N + 1226250 N) = +1149241.5 N berarah ke atas.
Berapakah sarat kubus?
Volume air yang dipindahkan = 77008.5 N / (1000 kg/m3 × 9.81 m/s2) = 7.85 m3, sama seperti pada
percobaan 2.
Luas bidang air = 5 m × 5 m = 25 m2, jadi sarat = 7.85 m3 / 25 m2 = 0.314 m dan bagian kubus di atas air = 5
m - 0.314 m = 4.686 m.
Jika kita ingin lambung timbul kubus ini = 0.5 m, maka sarat muatan penuh = 5 m – 0.5 m = 4.5 m.
Pada sarat ini gaya angkat = 4.5 m × 25 m2 ×1000 kg/m3 × 9.81 m/s2 = 1103625 N, jadi masih ada kelebihan
gaya angkat sebesar 1103625 N - 77008.5 N = 1026616.5 N atau muatan dan lain-lain dengan massa
1026616.5 N / 9.81 m/s2 = 104650 kg = 104.65 ton, seperti permesinan, bahan bakar, muatan, air tawar,
bahan makanan, ABK dan barang bawaannya.
Contoh soal A
Sebuah perahu berbentuk kotak mempunyai panjang 5 m, lebar 1 m dan tinggi sisi 0.8 m. Tebal pelat yang
dipakai = 5 mm. Seorang penumpang dengan massa 100 kg naik ke perahu itu dan duduk di tengah-tengah.
Berapakah sarat perahu? Massa jenis baja = 7850 kg/m3, massa jenis air tawar = 1000 kg/m3, percepatan
gravitasi = 9.81 m/s2.
Jawab:
Pertama kita perlu menghitung massa kapal.
Nama bagian Luas tebal volume
Alas 5 m × 1 m = 5.0 m 0.005 m 0.025 m3
2
Contoh soal B
Pada perahu dalam contoh soal diatas, penumpang tadi pindah ke ujung depan perahu.
Berapakah sarat belakang TA san sarat depan TF?
Jawab:
18
Karena penumpang pindah ke depan, titik berat gabungan gaya berat perahu dan penumpang akan bergeser
ke depan juga, sehingga supaya Σ momen = 0, titik berat gaya angkat harus bergeser ke depan juga.
Fisika memberi kita rumus untuk menghitung titik berat gabungan dari dua massa
x m x 2 m2
xG 1 1
m1 m2
dengan
xG = letak titik berat gabungan
m1 dan m2 = massa benda 1 dan 2
x1 dan x2 = letak titik berat benda 1 dan 2 terhadap suatu sumbu acuan
x1m1 = momen massa m1 terhadap sumbu acuan
x2m2 = momen massa m2 terhadap sumbu acuan
Rumus ini dapat diperluas untuk banyak massa
xG
xi mi
mi
Selain itu massa dapat digantikan dengan berat, luasan atau volume.
Kita hitung letak titik berat gabungan gaya berat
Nama bagian Massa Lengan thd midship Momen
Perahu 573.05 kg 0 m 0 kgm
Penumpang 100 kg 2.5 m 250 kgm
Jumlah 673.05 kg 250 kgm
Titik berat gabungan terhadap midship = 250 kgm / 673.05 kg = 0.371 m di depan midship
Selanjutnya dihitung letak resultan gaya angkat. Karena TA tidak sama dengan TF, maka sisi perahu di
dalam air berbentuk trapesium.
Kita hitung titik berat trapesium dengan membaginya menjadi segitiga dan empat persegi panjang.
Nama bagian Luas Lengan terhadap AP Momen statis
Segitiga 0.5L (TF - TA) 2/3 L L2 ( TF - TA)/3
4 persegi panjang TAL 1/2 L L2 TA/2
0.5L(TF + TA) L2(2TF + TA)/6
Jadi jika diketahui TA dan TF , jarak titik berat dari AP
L2 ( 2TF TA ) / 6 L( 2TF TA )
xG .
0.5L(TF TA ) 3(TF TA )
L(TF TA )
Titik berat dari midship menjadi xG
6(TF TA )
Kita hitung juga letak titik berat meninggi
Nama bagian Luas Lengan thd dasar Momen statis
Segitiga 0.5L (TF - TA) TA + 1/3(TF - TA) L(TF - TA) (2TF + TA)/6
4 persegi panjang TAL 1/2 TA LTA2/2
0.5L(TF + TA) L(TF2 + TATF + TA2)/6
T 2 TATF TA2
Titik berat di atas dasar menjadi yG F
3(TF TA )
Jika diketahui bahwa luas trapesium = A dan letak titik beratnya dari AP = xT, berapakah TA dan TF?
Dari hitungan di atas didapat:
0.5L(TF + TA) = A
L2(2TF + TA)/6 = A.xT
Dari dua persamaan ini didapat:
2 A 3xT L 2 A 2 L 3xT
TF 2
dan TA
L L2
Dari contoh soal di atas, volume air yang dipindahkan = 0.67305 m3 dan karena lebar kapal = 1 m,
maka luas bidang samping = 0.67305 m3 / 1 m = 0.67305 m2 dan supaya Σ momen = 0 maka
resaultan gaya angkat harus berjarak 0.371 m di depan midship, sama dengan letak resultan gaya
berat atau 0.371 m + 2.5 m = 2.871 m dari AP.
19
Dari dua ketentuan ini didapat TF = 0.194538 m dan TA = 0.074682 m.
1 2 3 4
Diketahui:
Panjang tongkang = 100 m, lebar = 20 m, tinggi = 10 m, tinggi alas dalam = 1 m. Tebal pelat alas = 12 mm,
tebal pelat alas dalam = 8 mm, tebal pelat sisi = 10 mm, tebal pelat geladak = 10 mm, tebal pelat sekat = 8
mm.
ρ baja = 7850 kg/m3, g = 10 m/s2.
Hitunglah:
(a) berat dan letak memanjang dan meninggi titik berat tongkang kosong
(b) sarat depan dan belakang tongkang kosong
Jawab:
(a) Seperti pada contoh di atas, kita buat tabel:
Bagian Luas Volume Massa Berat Lengan Momen Lengan Momen
2 3
[m ] [m ] [kg] [N] ->alas [m] [Nm] ->AP [Nm]
Alas 2000 24 188400 1884000 0 0 50 94200000
Alas dalam 1800 14.4 113040 1130400 1 1130400 50 56520000
Sisi kiri & kanan 2000 20 157000 1570000 5 7850000 50 78500000
Geladak 2000 20 157000 1570000 10 15700000 50 78500000
Ujung belakang 200 2.4 18840 188400 5 942000 0 0
Sekat 1 200 1.6 12560 125600 5 628000 5 628000
Sekat 2 200 1.6 12560 125600 5 628000 25 3140000
Sekat 3 200 1.6 12560 125600 5 628000 60 7536000
Sekat 4 200 1.6 12560 125600 5 628000 95 11932000
Ujung depan 200 2.4 18840 188400 5 942000 100 18840000
Jumlah 89.6 703360 7033600 29076400 349796000
Total berat = 703360 N,
KG = 29076400 Nm / 7033600 N = 4.133929 m di atas dasar
LCG = 349796000 Nm / 7033600 N = 49.73214 m dari AP
(b) Jika sarat rata (TA = TF) maka luas bidang samping = 7033600 N /(20 m*1000 kg/m3*10 m/s2) =
35.1680 m2. Dengan rumus di atas didapat:
TF = 0.346028 m dan TA = 0.357332 m
Dari percobaan dan contoh soal di atas, ternyata gaya angkat sebanding dengan volume badan kapal yang
tercelup air, sedangkan volume itu ditentukan oleh sarat kapal. Demikian juga letak resultan gaya berat
menentukan oleh letak resultan gaya apung dan yang akhir ini ditentukan juga oleh sarat. Maka kita perlu
mempunyai grafik hubungan sifat-sifat kapal dengan saratnya, yang kita pelajari dalam bagian berikut ini
20
7. Sistem koordinat, bentuk dan penampang
Untuk menyebutkan letak sesuatu, sering dipakai acuan sesuatu yang lain yang sudah diketahui atau dikenal,
misalnya: Saya duduk di sebelah kanan A. Tetapi jika kita ingin lebih teliti, kita perlu menyebutkan jarak,
misalnya saya duduk 50 cm di sebelah kanan A. Di sini acuannya adalah A.
B(10,2)
A(0,0) X
Siapapun yang menggambar mengikuti koordinat yang diberikan di atas, akan menghasilkan gambar segitiga
yang sama. Inilah keuntungan menggambar bentuk dengan skala atau Menggambar Teknik.
Misalkan kita pilih sumbu X ke arah memanjang benda, sumbu Y ke arah kiri dan sumbu Z ke arah atas.
Suatu benda dibatasi oleh titik-titik berikut ini:
Titik A (0,-10,10), titik B(0,10,10), titik C(0,-8,2), titik D(0,8,2), titik E(0,0,0).
Titik A’(10,-7,10), titik B’(10,7,10), titik C’(10,-5.3,4.6), titik D’(10,5.3,4.6), titik E’(10,0,3)
Benda dibatasi oleh
bidang AA’B’BA (bidang atas)
bidang AA’C’CA (bidang sisi kanan)
bidang CC’E’EC, (bidang alas kanan)
bidang EE’D’DE, (bidang alas kiri)
bidang BB’D’DB (bidang sisi kiri)
bidang ACEDBA, (bidang ujung belakang)
bidang A’C’E’D’B’A’ (bidang ujung depan)
Gambar ketiga pandangan adalah sebagai berikut:
21
Z Z
A’,B’ A A’ B’ B
A,B
C’,D’ C’ D’
E’ E’
D
C,D X C Y
E TAMPAK SAMPING E
TAMPAK DEPAN Y
A C E D B
E’
A’ B’
C’ X D’
TAMPAK ATAS
GAMBAR benda tiga dimensi
Siapapun yang menggambar mengikuti koordinat dan bidang batas yang diberikan di atas, akan
menghasilkan gambar benda yang sama. Dengan demikian kita dapat dengan tepat memberi tahu orang lain
bentuk dan ukuran benda yang kita inginkan.
Cara kedua:
Sumbu X adalah perpotongan bidang
X dasar dengan bidang tengah lebar
(centre line) kapal, positif ke arah
haluan. Sumbu Y adalah perpotongan
22
bidang dasar dengan bidang tengah panjang (midship) kapal, positif ke arah kiri. Sumbu Z adalah
perpotongan bidang tengah lebar (centre line) kapal melalui amidships juga positif ke arah atas.
Dalam menggambar kapal, dibuat penampang-penampang yang tegak lurus sumbu X, tegak lurus sumbu Y
dan tegak lurus sumbu Z seperti gambar berikut ini:
Kita lihat sebuah bentuk yang alasnya terpotong di ujung depan dan belakang:
23
Sebenarnya bentuk sederhana di atas cukup ditentukan dengan memberikan koordinat titik-titik sudutnya
saja. Tetapi sekarang akan kita perlakukan seperti sebuah bentuk kapal biasa, yaitu dengan membuat
penampang-penampang yang sejajar sumbu sistem koordinat.
Sta.
1
0 2
3 4 5 6 7 8 9 10
CL
Penampang-penampang ini kemudian kita
gambar dalam satu gambar, bagian kanan untuk
penampang di depan midships dan bagian kiri
Sta untuk penampang di belakang midships.
10 Hasilnya adalah sebagai gambar di samping ini:
Sta 9
Gambar semacam ini disebut body plan.
Sta 8
Sta 0
Sta 7
Sta 1
Sta 2 Sta 6
Sta 3 Base
Sta 4 & 5 Sta 5 Plane
24
Bidang air (water plane plan), tampak atas
Selanjutnya kita buat pandangan atas dan membuat penampang-penampang mendatar sejajar bidang XOY
dan berjarak sama. Besar jarak ini tergantung pada besar kapal, mungkin tiap 0.5 m, atau tiap 1 m, atau harga
lain. Masing-masing penampang disebut bidang air (water plane).Untuk contoh ini dibuat 6 bidang air
termasuk bidang dasar (base plane).
WP 5
WP 4
WP 3
WP 2
WP 1
WP 3
WP 2
WP 1
WP 0
Penampang-penampang mendatar ini kemudian dikumpulkan dalam satu gambar. Karena bentuk kapal
simetris terhadap bidang tengah bujur (centre line), maka cukup digambar bagian kiri atau bagian kanan saja.
Hasilnya adalah seperti di bawah ini. Gambar semacam ini disebut waterplane plan.
WP 2&3&4&5
WP 0 WP 0
WP 1 WP 1 WP 2 WP 3 WP 4&5
CL CL
Sta 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10
25
BP 0
BP 2
BP 4
BP 1
BP 3
Penampang-penampang ini kemudian dikumpulkan dalam satu gambar dan hasilnya adalah sebagai berikut:
BP 0&1&2&3&4
Bidang Dasar
Sta 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10
Pada gambar di atas hanya ada satu gambar saja, karena semua penampang sama bentuk dan ukurannya.
Tiap penampang disebut buttock plane dan gambar semacam ini disebut sheer plan.
Sta 10
Sta 9
Sta 8
Sta 0
Sta 1 Sta 7
Sta 2 Sta 6
Sta 3
Sta 5
Sta 4 & 5 CL Base Plane
26
WP 2,3,4,5 WP 1
WP 1 WP 0 WP 0 WP 2 WP 3 WP 4,5
CL CL
Sta 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10
Akhirnya, gambar buttock plane akan menjadi seperti ini:
BP 0&1&2&3&4
Bidang Dasar
Sta. 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10
Kita lihat suatu bentuk yang terpotong di bagian bawah kiri dan kanan. Selanjutnya kita buat penampang-
penampang seperti di atas.
27
Sta 0 1 2 3 4 5 6
7 8 9 10
Sta 5,6,7,8,9,10
Base Plane
WP 5 CL
WP 4
WP 3
WP 2
WP 1
WP 0
WP 4,5
WP 3
WP 2
WP 1
CL CL
Sta 0 1 2 3 4 6 WP 0 7 8 9 10
28
Buttock plane, tampak samping
BP 3
BP 4
BP 2
BP 1
BP 0
BP 4
BP 3
BP 2
Base BP 1
Plane BP 0 Base Plane
Sta 0 1 2 3 4 6 7 8 9 10
Terpotong di mana-mana
Sekarang kita lihat kapal yang terpotong di ujung-ujungnya, di bawah maupun di sisi
29
Sta 0 1
CL 2 3 4 5
6
7
8
9
Sta 0
10
1
2
9
3
Base Plane 4
6 7 8
CL
CL
4,5 3 2 1 0 10
9
0 8
1 7
2 6,5
3
4,5 Base plane
CL
BA 5
BA 4
BA 3 BA 5
BA 4
BA 2
BA 3
BA 1 BA 2
BA 1
BA 0
Bidang Dasar
30
GA 5 GA 5
GA 4 GA 0
GA 3 GA 0
GA 2 GA 1 GA 0
CL CL
0 1 2 3 4 6 7 8 9 10
BP 0
BP 1
BP 2
BP 3
BP 3
CL
BP 0
BP 2 BP 1
BP 3 BP 3
BP 2
BP 2
BP 1
BP 0,1 BP 0
0 1 2 3 4 6 7 8 9 10
Jika bentuk luar dari kapal di atas diketahui, bagaimana kita menggambar station, bidang air dan buttock
line?
31
A0(0,5,10)
A4(40,10,10)
D0(0,-5,10) A6(60,10,10)
B0(0,2.5,5)
D6(60,-10,10) A10(100,0,10)
C0(0,-2.5,5) D4(40,-10,10)
B4(40,5,0)
B6(60,5,0)
C4(40,-5,0)
C6(60,-5,0) B8(80,0,0)
Station 1
Seperti Sta. 0, Sta 1 juga ditentukan oleh 4 titik: A1, B1, C1 dan D1.
Titik A1 adalah titik potong garis A0A4 dengan bidang x = 10.
Persamaan garis melalui 2 titik adalah:
atau
Jadi untuk x = 10
sehingga y = -3.125 dan sehingga z = 3.75
Titik D1 adalah titik potong garis D1D4 dengan bidang x = 10.
Persamaan garis D1D4 adalah
atau
Jadi untuk x = 10
32
sehingga y = -6.25 dan z = 10
Station 1 A1 B1 C1 D1
X 10 10 10 10
Y 6.25 3.125 -3.125 -6.25
Z 10 3.75 3.75 10
Station 2
Titik A2 adalah titik potong garis A0A4 dengan bidang x = 20.
sehingga y = 7.5 sedangkan z = 10
Titik B2 adalah titik potong garis B1B4 dengan bidang x = 20.
sehingga y = 3.75 dan sehingga z = 2.5
Titik C2 adalah titik potong garis C1C4 dengan bidang x = 20.
sehingga y = -3.75 dan sehingga z = 2.5
Titik D2 adalah titik potong garis D1D4 dengan bidang x = 20.
sehingga y = -7. 5 dan z = 10
Station 2 A2 B2 C2 D2
X 20 20 20 20
Y 7.5 3.75 -3.75 -7.5
Z 10 2.5 2.5 10
Station 3
Titik A3 adalah titik potong garis A0A4 dengan bidang x = 30.
sehingga y = 8.75 sedangkan z = 10
Titik B3 adalah titik potong garis B1B4 dengan bidang x = 30.
sehingga y = 4.375 dan sehingga z = 1.25
Titik C3 adalah titik potong garis C1C4 dengan bidang x = 30.
sehingga y = -4.375 dan sehingga z = 1.25
Titik D3 adalah titik potong garis D1D4 dengan bidang x = 30.
sehingga y = -8.75 dan z = 10
Station 3 A3 B3 C3 D3
X 30 30 30 30
Y 8.75 4.375 -4.375 -8.75
Z 10 1.25 1.25 10
Station 4, 5 dan 6
Station 6 A6 B6 C6 D6
Station 7 x 60 60 60 60
y 10 5 -5 -10
z 10 0 0 10 33
Titik A7 adalah titik potong garis A6A10 dengan bidang x = 70
Persamaan garis A6A10 adalah
atau
Jadi
sehingga y = 7.5 dan z = 10
Titik B7 adalah titik potong garis B6B8 dengan bidang x = 70
Persamaan garis B6B8 adalah
atau
Jadi
sehingga y = 2.5 dan z = 0
Titik C7 adalah titik potong garis C6C8 dengan bidang x = 70
Persamaan garis C6C8 adalah
atau
Jadi
sehingga y = -2.5 dan z = 0
Titik D7 adalah titik potong garis D6D10 dengan bidang x = 70
Persamaan garis A6A10 adalah
atau
Jadi
sehingga y = -7.5 dan z = 10
Station 7 A7 B7 C7 D7
X 70 70 70 70
Y 7.5 2.5 -2.5 -7.5
Z 10 0 0 10
Station 8
Titik A8 adalah titik potong garis A6A10 dengan bidang x = 80
sehingga y = 5 dan z = 10
Titik B8 berimpit dengan titik C8 dengan koordinat (80, 0, 0)
Titik D8 adalah titik potong garis D6D10 dengan bidang x = 80
sehingga y = -5 dan z = 10
Station 8 A8 B8 C8 D8
X 80 80 80 80
Y 5 0 0 -5
Z 10 0 0 10
Station 9
Titik A9 adalah titik potong garis A6A10 dengan bidang x = 90
sehingga y = 2.5 dan z = 10
34
Titik B9 dan C9 (berimpit) adalah titik potong garis B8B10 dengan bidang x = 90
Persamaan garis B8B10 adalah
atau
Jadi
sehingga z = 5 dan y = 0
Titik D9 adalah titik potong garis D6D10 dengan bidang x = 90
sehingga y = -2.5 dan z = 10
Station 9 A9 B9 C9 D9
X 90 90 90 90
Y 2.5 0 0 -2.5
Z 10 5 5 10
Station 10
Semua titik berimpit dengan koordinat (100, 0, 0)
Bidang Air 5
Titik EL5 adalah titik potong garis B0B4 dengan bidang z = 5
sehingga x = 0 dan sehingga y = 2.5
Titik FL5 adalah titik potong garis A4B4 dengan bidang z = 5
jadi y = 7.5 dan x = 40
Titik GL5 adalah titik potong garis A6B6 dengan bidang z = 5
jadi y = 7.5 dan x = 60
Titik H5 adalah titik potong garis B8A10 dengan bidang z = 5
sehingga x = 90 dan y = 0
Selanjutnya karena simetri maka
ER5 mempunyai x = 0 dan y = -2.5
FR5 mempunyai x = 40 dan y = -7.5
GR5 mempunyai x = 60 dan y = -7.5
36
BA 7.5 EL7.5 FL7.5 GL7.5 ER7.5 FR7.5 GR7.5 H7.5
x 0 40 60 0 40 60 95
y 3.75 8.75 8.75 -3.75 -8.75 -8.75 0
z 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5
Bidang Air 10
Bentuk BA. 10 ditentukan oleh titik A0, B4, C6 dan A10 yang sudah diketahui koordinatnya, jadi langsung
dapat digambar
Jadi x = 0 dan z = 10
Titik L2.5 adalah titik potong garis B0C0 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B0C0 adalah
Jadi x = 0 dan z = 5
Titik M2.5 adalah titik potong garis B4C4 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B4C4 adalah
Jadi x = 40 dan z = 0
Titik N2.5 adalah titik potong garis B6C6 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B6C6 adalah
Jadi x = 60 dan z = 0
Titik O2.5 adalah titik potong garis B6B8 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B6B8 adalah
atau
Buttock Plane 5
Titik K5 adalah titik potong garis A0D0 dengan bidang y = 5
37
Persamaan garis A0D0 adalah
Jadi x = 0 dan z = 10
Titik L5 adalah titik potong garis B0C0 dengan bidang y = 5
Persamaan garis B0C0 adalah
Jadi x = 0 dan z = 5
Titik M5 adalah titik potong garis B4C4 dengan bidang y = 5
Persamaan garis B4C4 adalah
Jadi x = 40 dan z = 0
Titik N5 adalah titik potong garis B6C6 dengan bidang y = 5
Persamaan garis B6C6 adalah
Jadi x = 60 dan z = 0
Titik O5 adalah titik potong garis B6B8 dengan bidang y = 2.5
Persamaan garis B6B8 adalah
atau
BP 5 K5 L5 M5 N5 O5 P5
x 0 0 40 60 60 90
y 5 5 5 5 5 5
z 10 5 0 0 0 10
Buttock Plane 10
Dari gambar terlihat bahwa titik-titik yang lebarnya lebih atau sama dengan 10 m hanyalah titik A4 dan A6.
Jadi Buttock Plane 10 adalah garis A6B6 saja.
Untuk bentuk yang dibatasi oleh bidang lengkung, kita lihat gambar di bawah ini:
39
Gambar 1 Lines Plan
40
Bentuk badan kapal dalam proyeksi
bidang dasar (base line) BL
bidang tengah lebar (centerline) CL
garis tegak belakang (after perpendicular) AP
garis tegak depan (forward perpendicular) FP
bidang tengah panjang (amidships)
body plan – pandangan depan-belakang
o station
o gading (frame)
o deck side line
o kubu-kubu (bulwark)
camber
H
T
B
GAMBAR amidships
amidships
o flat of keel, half siding
o rise of floor, deadrise
o bilga (bilge)
o jari-jari bilga (bilge radius)
o tumblehome
o flare
o lengkung lintang geladak (camber, round of beam)
Sistem sumbu:
41
z
sumbu X pada perpotongan bidang dasar dengan bidang tengah bujur, positif ke arah haluan kapal
sumbu Y pada perpotongan bidang dasar dengan bidang tengah lintang, positif ke arah lambung kiri
sumbu Z pada perpotongan bidang tengah bujur dengan bidang tengah lintang, positif ke arah atas
42
Z
Pada suatu harga z (sarat), setengah lebar bidang air diintegral ke arah memanjang
AWP 2 ydx
LWL
momen statis bidang air terhadap bidang tengah panjang (amidships) atau terhadap AP.
Integrasi ke arah memanjang juga
M WY 2 xydx
LWL
dengan x = lengan terhadap sumbu acuan Y. Satuan: m3. Sumbu acuan harus disebutkan.
titik berat bidang air (center of flotation) terhadap bidang tengah lintang atau terhadap AP.
M WY
LCF , x F
AWP
Satuan: m. Sumbu acuan harus disebutkan. Jika sumbu acuan adalah bidang tengah lintang
(amidships), LCF berharga positif jika letaknya di depan midships. Bentuk lain: MWY = LCF.AWP.
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal
Y B
40 m
A C
20
m
60 40
m m
Diketahui: Bidang Air dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar
ρ air laut =1025 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitung:
- AWP - MWY - LCF - TPC
Jawab:
Bidang air kita bagi menjadi bagian belakang dan bagian depan.
Karena simetris, kita hitung hanya bagian di atas sumbu X
43
Menghitung AWP
AWP 2 ydx
LWL
Bagian belakang:
Titik A (0. 10) titik B (60, 20)
Persamaan garis yang melalui A dan B:
x xA y yA yB y A
--> y y A ( x xA )
xB x A y B y A xB x A
sehingga
20 10 x
y 10 ( x 0) 10
60 0 6
60 x x2
0.5AWP bagian belakang = 0 ( 10)dx 10 x |60
0 900 m
2
6 12
Bagian depan:
titik B (60, 20) titik C (100, 0)
0 20 x
y 20 ( x 60) 50
100 60 2
100 x x2
0.5AWP bagian depan = 60 ( 50)dx 50 x |100
60 400 m
2
2 4
AWP = 2(900 m2 + 400 m2) = 2600 m2
Menghitung MWY
M WY 2 xydx
LWL
Bagian belakang:
2
60 x 60 x x3
10) dx ( 10 x ) dx 5 x 2 |60
0 30000 m
3
0.5MWY bagian belakang = x(
0 6 0 6 18
Bagian depan:
100 x x3
0.5MWY bagian depan = 60 x ( 50)dx 25 x 2 |100
60 29333.33 m
3
2 6
MWY = 2(30000 m3 + 29333.33 m3) = 118666.7 m3
Menghitung LCF:
M
LCF , x F WY
AWP
LCF = 118666.7 m3/ 2600 m2 = 45.64103 m dari AP
Menghitung TPC:
A g
TPC WP
100
ρ air laut = 1025 kg/m3, g = 9.81 m/s2
TPC = 2600 m2*1025 kg/m3*9.81 m/s2/100 = 261436.5 N/cm
_______________________________________________________________________________________
44
Sta 1 2 3
Z0 4 5
6
7
8
9
10
Y
Base
Plane
X
Pada harga x di tengah panjang, setengah lebar bidang air diintegral ke arah meninggi (vertikal)
WL
AM 2 ydz
0
Satuan: m2
Satuan: m2
45
Z
Pada suatu harga z (sarat), setengah keliling diintegral ke arah memanjang kapal
WSA 2 gdx
LWL
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal
80 m
20
10 m
4 4m
m
40 2m
m
Diketahui:
46
Tongkang dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar. ρ air tawar = 1000 kg/m3, ρ air laut = 1025 kg/m3,
ρ baja = 7850 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitunglah:
Untuk bidang air 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m:
- kurva Bonjean - AM
- AWP - MWY - LCF
- WSA
Jawab:
Karena kurva Bonjean dibuat untuk banyak station dan banyak sarat, diperlukan y sebagai fungsi x dan z
Bagian belakang
Di ujung belakang, xA = 0:
untuk z = 0 m -> yA = 6 m
untuk z = 10 m -> yA = 8 m
86 z
sehingga yA sebagai fungsi sarat adalah y A 6 ( z 0) 6
10 0 5
Di tengah kapal, xM = 40 m,
untuk z = 0 m -> yA = 8 m
untuk z = 10 m -> yA = 10 m
z
sehingga y M 8
5
yM y A
Jadi y sebagai fungsi x adalah y y A (x xA )
xM x A
Substitusikan yA dan yM
z z
8 6
z z x
y 6 5 5 ( x 0) 6
5 40 0 5 20
Bagian depan
Di ujung depan, xF = 80 m:
untuk z = 0 m -> yF = 2 m
untuk z = 10 m -> yF = 4 m
42 z
sehingga y F 2 ( z 0) 2
10 0 5
z
Di tengah kapal, xM = 40 m, dari hasil di atas y M 8
5
yF yM
Jadi y sebagai fungsi x adalah y y M ( x xM )
xF xM
Substitusikan yF dan yM
z z
2 8
z 5 5 3x z
y 8 ( x 40) 14
5 80 40 20 5
Dengan hasil ini, kita hitung kurva Bonjean untuk sarat 2.5 m, 5 m, 7.5 m dan 10 m dan untuk station 0 pada
x = 0 m, station 1 pada x = 10 m, station 2 pada x = 20 m, station 3 pada x = 30 m, station 4 pada x = 40m,
station 5 pada x = 50 m, station 6 pada x = 60 m, station 7 pada x = 70 m, dan station 8 pada x = 80m
47
WP
AST 2 ydz
0
WP WP
2
x z
6 maka AST 2
x z x WP z
Untuk bagian belakang: y 6 dz 2 6z 0
20 5 0
20 5 20 5 0
WP 2 WP
3x z 3x z 3x WP z
Untuk bagian depan: y 14 maka AST 2 14 dz 2 14 z 0
25 5 0
20 5 20 5 0
Bagian belakang
2.5 0 z 2.52
Station 0 x = 0 m A0 2 6 dz 2 * 6 * 2.5 2 30 1.25 31.25 m2
0
20 5 10
2.5 10 z
Station 1 x = 10 m A1 2 6 dz 33.75 m2
0
20 5
2.5 20 z
Station 2 x = 20 m A2 2 6 dz 36.25 m2
0
20 5
2.5 30 z
Station 3 x = 30 m A3 2 6 dz 38.75 m2
0
20 5
2.5 40 2.5
Station 4 x = 40 m A4 2 6 dz 41.25 m2
0
20 5
Bagian depan
2.5
3 * 40 z
Station 4 x = 40 m A4 2 14 dz 41.25 m2
0
20 5
2.5
3 * 50 z
Station 5 x = 50 m A5 2 14 dz 33.75 m2
0
20 5
2.5
3 * 60 z
Station 6 x = 60 m A6 2 14 dz 26.25 m2
0
20 5
2.5
3 * 70 z
Station 7 x = 70 m A4 2 14 dz 18.75 m2
0
20 5
2.5
3 * 80 z
Station 8 x = 80 m A4 2 14 dz 11.25 m2
0
20 5
Untuk sarat z = 5 m
Bagian belakang
5 0 z
Station 0 x = 0 m A0 2 6 dz 65 m2
0 20 5
5 10 z
Station 1 x = 10 m A1 2 6 dz 70 m2
0 20 5
5 20 z
Station 2 x = 20 m A2 2 6 dz 75 m2
0 20 5
5 30 z
Station 3 x = 30 m A3 2 6 dz 80 m2
0 20 5
48
5 40 2.5
Station 4 x = 40 m A4 2 6 dz 85 m2
0 20 5
Bagian depan
5
3 * 40 z
Station 4 x = 40 m A4 2 14 dz 85 m2
0
20 5
5
3 * 50 z
Station 5 x = 50 m A5 2 14 dz 70 m2
0
20 5
5
3 * 60 z
Station 6 x = 60 m A6 2 14 dz 55 m2
0
20 5
5
3 * 70 z
Station 7 x = 70 m A4 2 14 dz 40 m2
0
20 5
5
3 * 80 z
Station 8 x = 80 m A4 2 14 dz 25 m2
0
20 5
Untuk sarat z = 7.5 m
Bagian belakang
7.5 0 z
Station 0 x = 0 m A0 2 6 dz 101.25 m2
0
20 5
7.5 10 z
Station 1 x = 10 m A1 2 6 dz 108.75 m2
0
20 5
7.5 20 z
Station 2 x = 20 m A2 2 6 dz 116 .25 m2
0
20 5
7.5 30 z
Station 3 x = 30 m A3 2 6 dz 123.75 m2
0
20 5
7.5 40 2.5
Station 4 x = 40 m A4 2 6 dz 131.25 m2
0
20 5
Bagian depan
7.5
3 * 40 z
Station 4 x = 40 m A4 2 14 dz 131.25 m2
0
20 5
7.5
3 * 50 z
Station 5 x = 50 m A5 2 14 dz 108.75 m2
0
20 5
7.5
3 * 60 z
Station 6 x = 60 m A6 2 14 dz 86.25 m2
0
20 5
7.5
3 * 70 z
Station 7 x = 70 m A4 2 14 dz 63.75 m2
0
20 5
7.5
3 * 80 z
Station 8 x = 80 m A4 2 14 dz 41.25 m2
0
20 5
Untuk sarat z = 10 m
Bagian belakang
10 0 z
Station 0 x = 0 m A0 2 6 dz 140 m2
0
20 5
10 10 z
Station 1 x = 10 m A1 2 6 dz 150 m2
0
20 5
10 20 z
Station 2 x = 20 m A2 2 6 dz 160 m2
0
20 5
49
10 30 z
Station 3 x = 30 m A3 2 6 dz 170 m2
0
20 5
10 40 2.5
Station 4 x = 40 m A4 2 6 dz 180 m2
0
20 5
Bagian depan
10
3 * 40 z
Station 4 x = 40 m A4 2 14 dz 180 m2
0
20 5
10
3 * 50 z
Station 5 x = 50 m A5 2 14 dz 150 m2
0
20 5
10
3 * 60 z
Station 6 x = 60 m A6 2 14 dz 120 m2
0
20 5
10
3 * 70 z
Station 7 x = 70 m A4 2 14 dz 90 m2
0
20 5
10
3 * 80 z
Station 8 x = 80 m A4 2 14 dz 60 m2
0
20 5
50
Hasil ini kita kumpulkan dalam tabel berikut
Tabel Bonjean [m2]
\ Sta Station Station Station Station Station Station Station Station Station
WP 0 1 2 3 4 5 6 7 8
WP 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WP 2.5 31.25 33.75 36.25 38.75 41.25 33.75 26.25 18.75 11.25
WP 5 65 70 75 80 85 70 55 40 25
WP 7.5 101.25 108.75 116.25 123.75 131.25 108.75 86.25 63.75 41.25
WP 10 140 150 160 170 180 150 120 90 60
Menghitung AM
Bisa dibaca dari kurva Bonjean untuk Station 4:
WP AM [m2]
WP 0 0
WP 2.5 41.25
WP 5 85
WP 7.5 131.25
WP 10 180
Menghitung AWP
Dihitung AWP sebagai fungsi z:
L 40 z x 80 3x z
AWP 2 ydx 2 6 dx 2 14 dx
0 0
5 20 40
20 5
2 2
z 40 2 x 40 z 80 2 * 3 x 80
2 6 x |0 |0 2 14 x |40 |40
5 2 * 20 5 2 * 20
z
2 6 (40 0)
2
z
402 0 2 2 14 (80 40)
2*3
802 402
5 2 * 20 5 2 * 20
(16z + 480) + 80 + (16z + 1120) - 720 =
AWP = 32z + 960
Sarat 0 m AW 0 = 32*0 + 960 = 960 m2,
Sarat 2.5 m AW 2.5 = 32*2.5 + 960 = 1040 m2,
Sarat 5 m AW 5 = 32*5 + 960 = 1120 m2,
Sarat 7.5 m AW 7.5 = 32*7.5 + 960 = 1200 m2,
Sarat 10 m AW 10 = 32*10 + 960 = 1280 m2
z
Y
Y
x
X
Kita bisa mengintegral luas bidang air ke arah meninggi atau mengintegral luas station ke arah
memanjang
WL
A
0
WP dz A
LWL
ST dx
Sarat 0 m
960 * 0 16 * 0 2 0 m3
Sarat 2.5 m
960 * 2.5 16 * 2.52 2500 m3
Sarat 5 m
960 * 5 16 * 52 5200 m3
Sarat 7.5 m
960 * 7.5 16 * 7.52 8100 m3
Sarat 10 m
960 * 10 16 * 102 11200 m3
_______________________________________________________________________________________
Sarat 0 m
WSA = 203.9608*0 = 0 m2. Tetapi masih harus ditambahkan luas alas dan luas ujung depan dan belakang.
Jadi WSA = 0 m2 + 960 m2 + 0 m2 + 0 m2 = 960 m2
Sarat 2.5 m
WSA = 203.9608*2.5 + 960 m2 + 31.25 m2 + 11.25 m2 = 1512.402 m2
Sarat 5 m
WSA = 203.9608*5 + 960 m2 + 65 m2 + 25 m2 = 2069.804 m2
Sarat 7.5 m
WSA = 203.9608*7.5 + 960 m2 + 101.25 m2 + 41.25 m2 = 2632.206 m2
Sarat 10 m
WSA = 203.9608*10 + 960 m2 + 140 m2 + 600 m2 = 3199.608 m2
Volume kulit
Sarat 0 m
Volume kulit = 960 m2*0.012 m = 11.52 m3
Sarat 2.5 m
Volume kulit 0 m - 2.5 m = (1512.402 m2 - 960 m2)*0.01 m = 5.52402 m3
Volume kulit 0 m - 2.5 m = 17.04402 m3
Sarat 5 m
Volume kulit 2.5 m - 5 m = (2069.804 m2 - 1512.402 m2)* 0.01 m = 5.57402 m3
Volume kulit 0 m - 5 m = 22.61804 m3
Sarat 7.5 m
Volume kulit 5 m - 7.5 m = (2632.206 m2 - 2069.804 m2)*0.01 m = 5.62402 m3
Volume kulit 0 m - 7.5 m = 28.24206 m3
Sarat 10 m
Volume kulit 7.5 m - 10 m = (3199.608 m2 - 2632.206 m2)*0.01 m = 5.67402 m3
Volume kulit 0 m - 10 m = 33.91608 m3
_______________________________________________________________________________________
ton (force) per centimeter immersion: tambahan gaya angkat jika sarat bertambah 1 cm
A g
TPC WP
100
dengan ρ = massa jenis air (tawar atau laut) dan g = percepatan gravitasi. Satuan: N/cm
Sarat Volume Volume Volume Gaya angkat Gaya angkat Luas TPC di air
3
[m] displasemen kulit [m ] displasemen di air tawar di air laut bidang laut
moulded [m3] total [m3] [kN] [kN] air [m2] [kN/cm]
0 0 11.52 11.52 113.012 115.837 960 96.530
2.5 2500 17.04402 2517.044 24692.202 25309.507 1040 104.575
5 5200 22.61804 5222.618 51233.883 52514.73 1120 112.619
7.5 8100 28.24206 8128. 242 79738.055 81731.506 1200 120.663
10 11200 33.91608 11233.916 110204.72 122959.83 1280 128.707
_________________________________________________________________________________
momen statis volume terhadap bidang dasar
Elemen momen statis volume terhadap bidang dasar adalah luas bidang air AWP dikalikan dengan
lengan terhadap bidang dasar
WL
M X zA
0
WP dz
WL
M Y xAST dx
LWL
M 0
WY dz
WL T
32 3 2 32 3
M X 0 z (32 z 960)dz 3 z 480 z 0 3 T 480T
2
Sarat 0 m
32 3
M X 0 480 * 02 0 m4. KB = 0 m (meskipun hasilnya adalah 0/0)
3
Sarat 2.5 m
32
M X 2.53 480 * 2.52 3166.667 m4. KB = 3166.667 m4 / 2500 m3 = 1.2667 m.
3
Sarat 5 m
32 3
M X 5 480 * 52 13333.333 m4. KB = 13333.333 m4 / 5200 m3 = 2.5641 m
3
Sarat 7.5 m
32
M X 7.53 480 * 7.52 31500 m4. KB = 31500 m4 / 8100 m3 = 3.8889 m
3
Sarat 10 m
32 3
M X 10 480 *102 58666.667 m4. KB = 58666.667 m4 / 11200 m3 = 5.2381 m
3
Untuk menghitung LCB kita perlu menghitung momen statis volume terhadap AP
M Y
LWL
xA ST dx
WL
AST 2 ydz
0
x z
Bagian belakang: y 6
20 5
T
T x z x z2 xT T 2
AST 2 ( 6) dz 2 6 z 2 6T
0 20 5 20 10 0 20 10
3x z
Bagian depan: y 14
20 5
T
T 3x z 3x z2 3xT T 2
AST 2 ( 14)dz 2 14 z 2 14T
0 20 5 20 10 0 20 10
40 2 x T T2 80 T2
2
2 * 3x 2T
M Y xAST dx
0 20
2 x
10
6T
dx
40
20
2 x
10
14T dx
LWL
40 40 80 80
2 x 3T 2x2 T 2 2 * 3x 3T 2x2 T 2
6T 14T
3 * 20 0 2 10 0 3 * 20 40 2 10 40
2 * 403 T T2 2 * 3(803 403 )T T2
402 6T (802 402 ) 14T =
60 10 60 10
2333.333T + 1600(0.1T2 + 6T) - 448000T/10 + 4800(0.1T2 + 14T)
2133.333T + (160T2 + 9600T) - 44800T + (480T2 + 67200T) = 34133.333T + 640T2
Cara lain:
WL
M Y M
0
WY dz . Dari hasil di atas di dapat MWY = 1280z + 34133.333
WL
_______________________________________________________________________________________
Contoh soal:
Hitunglah koefisien bentuk untuk contoh di atas
Jawab:
Sarat Vol. displ CB AM CM AWP 2yWP CWP CP CPV CV
[m] [m3] [m2] [m2] [m]
0 0 0 960 16 0.75
2.5 2500 0.7353 41.25 0.9706 1040 17 0.7647 0.7576 0.8173 0.9615
5 5200 0.7222 85 0.9444 1120 18 0.7778 0.7647 0.8357 0.9286
7.5 8100 0.7105 131.25 0.9211 1200 19 0.7895 0.7714 0.855 0.9
10 11200 0.7 180 0.9 1280 20 0.8 0.7778 0.875 0.875
momen inersia bidang air IYF terhadap sumbu titik berat // sumbu Y
I YF I Y ( LCF ) 2 AWP
Satuan: m4
Perubahan displasemen akibat trim 1 cm DDT (change of displacement due to trim 1 cm)
Z
L0 TA-TF
W2 B F
L2
θ θ
W1 A L1
LCF
W0
TF
TA
FP
X
AP
Contoh soal:
Diketahui:
Panjang kapal L = 100 m, lebar B = 20 m, CB = 0.7 CW = 0.85 LCF berada 2 m di belakang tengah panjang
kapal pada sarat T = 6 m. ρ air = 1000 kg/m3, g = 10 m/s2.
Diminta: Berapakah volume displasemen kapal jika sarat belakang = 5.96 m dan sarat haluan = 6.04 m?
Jawab: Pada sarat 6 m, volume displasemen adalah 100 m * 20 m * 6 m * 0.7 = 8400 m3.
Luas bidang air = 100 m * 20 m * 0.85 = 1700 m2, TPC = 1700 m2 * 1000 kg/m3 * 10 m/s2 * 0.01 m =
170000 N/cm. LCF = -2 m, jadi DDT = -(170000 N/cm) * (-2 m) / 100 m = +3400 N/cm
Trim = 5.96 m - 6.04 m = - 0.08 m = -8 cm, jadi perubahan gaya angkat = (-8 cm) * 3400 N/cm = 27200 N,
dan perubahan volume = 27200 N / (1000 kg/m3 * 10 m/s2) = 2.72 m3. Maka volume displasemen kapal =
8400 m3 + 2.72 m3 = 8402.72 m3.
L0
G
W1 lengan TA-TF
θ L1
TF
W0 Bθ B0
X
TA FP
A
P
Jika kapal mengalami trim, maka akan timbul momen kopel reaksi untuk menegakkan kapal. Jadi kita harus
melawan momen kopel ini.
Dari pembahasan yang lalu, besarnya momen kopel ini = ρgV × MLG sin θ. Untuk trim sebesar 1 cm kita
dapat sin θ = tan θ = trim / Lpp = 0.01 m / Lpp sehingga
GM L
MTC TOT
100 LPP
MLG = KML - KG = KB + BML - KG.
Harga KB - KG adalah kecil terhadap BML sehingga dapat diabaikan, jadi momen kopel ~ ρgV × BML ×
0.01 / Lpp.
LBM
MTC TOT
100 LPP
Satuan: Nm/cm
Contoh soal:
Diketahui: Untuk kapal dalam contoh soal di atas, koefisien momen inersia bidang air CI = 0.05
Diminta: massa muatan dan jarak pergeseran letaknya untuk membuat trim = 0
Jawab: Momen inersia bidang air = CIL3B = 0.05*(100 m)3*20 m = 1000000 m4
LBM = I / V = 1000000 m4 / 8400 m3 = 119.0476 m
Gaya berat kapal = 8400 m3*1000 kg/m3*9.81 m/s2 = 82404000 N
MTC = 82404000 N * 119.0476 m / (100*100m) = 1000000 Nm/cm
Trim kapal = -8 cm, sehingga untuk membuat even keel dibutuhkan (-8 cm) * 840272 Nm/cm = 6722176
Nm.
Jika massa yang digeser adalah 10000 kg dengan gaya berat = 10000 kg * 10 m/s2 = 100000 N, maka jarak
pergeseran adalah 6722176 Nm./ 100000 N = 67.222 m
Contoh soal.
GAMBAR contoh soal
Kapal dengan panjang L = 50 m, lebar B = 10 m dan sarat T = 5 m dengan bentuk seperti pada gambar di
atas. Hitunglah pada sarat 2m dan 5m:
Luas bidang air WPA titik berat bidang air LCF TPC
WSA Volume kulit Luas gading besar
Kurva Bonjean displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatic Koefisien prismatic koefisien gading besar
Kapal dengan panjang L = 50 m, lebar B = 10 m dan sarat T = 5 m dengan bentuk seperti pada gambar di
atas. Hitunglah pada sarat 2m dan 5m:
Luas bidang air WPA titik berat bidang air LCF TPC
WSA Volume kulit Luas gading besar
Kurva Bonjean displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatic Koefisien prismatic koefisien gading besar
11. Metode Integrasi Numerik
K. J. Rawson dan E. C. Tupper, “Basic Ship Theory”, Longman, London, 1983. pp 23 – 33.
Dalam rumus-rumus di atas, untuk menghitung luas, volume, momen dll. kita memakai integral suatu fungsi.
Tetapi untuk bentuk badan kapal, fungsi yang dibutuhkan biasanya tidak diketahui. Hal ini dapat diatasi
dengan memakai integrasi numerik yang tidak membutuhkan fungsi, tetapi membutuhkan hasil pengukuran,
biasanya setengah lebar kapal dan/atau sarat.
Rumus trapezoid: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan garis lurus.
Jika hanya dipakai 1 trapesium dengan jarak ordinat
Y h, luas trapezium A menjadi
A 12 h( y 0 y1 )
Jika dipakai 2 trapesium dengan jarak ordinat h yang
sama, jumlah luas trapezium A menjadi
y3 y A0 12 h( y 0 y1 )
y2
4 trapesium I:
y1
y0 trapesium II: A1 12 h( y1 y 2 )
h h h h X
Jumlah A h( 12 y 0 y1 12 y 2 )
Jika dipakai banyak trapesium dengan jarak ordinat h yang sama untuk semua trapesium:
A h( 12 y 0 y1 y 2 ... 12 y N )
Rumus Simpson I atau rumus 3 ordinat: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan parabola
dengan bentuk persamaan y = ax2 + bx + c. Tiap potongan parabola mencakup 3 titik pada garis
lengkung.
Untuk mudahnya diambil x0 = -h, x1 = 0 dan x2 = h. Maka
Y y0 = ax02 + bx0 + c = ah2 – bh + c
y1 = a02 + b0 + c = c
y2 = ax22 + bx2 + c = ah2 + bh + c
h
A (ax 2 bx c )dx
y1 y2 h
1 3 1 2 2
ax bx cx | h h ah 3 2ch
3 2 3
y0
Misalkan luas dapat dinyatakan sebagai A = Ly0 + My1 +
h h X
Ny2. Masukkan harga y0, y1 dan y2:
A L( ah 2 bh c) Mc N ( ah 2 bh c)
ah 2 ( L N ) bh( L N ) c( L M N )
Kedua luas ini identik, sehingga didapat 3 persamaan berikut:
koefisien untuk a: 2 2
h 2 ( L N ) h3 L N h
o 3 3
koefisien untuk b: h( L N ) 0 L N 0
o
koefisien untuk c:
L M N 2h
o
1 4 1
Dari 3 persamaan ini didapat L h, M h, N h
3 3 3
Jika hanya dipakai 1 parabola dengan jarak ordinat h, luas parabola A menjadi
1
A h( y0 4 y1 y2 )
3
Jika hanya dipakai 2 parabola dengan jarak ordinat h yang sama, jumlah luas parabola A menjadi
1
parabola I: A0 h( y0 4 y1 y 2 )
3
1
parabola II: A1 h( y2 4 y3 y4 )
3
1
Jumlah A h( y 0 4 y1 2 y 2 4 y3 y 4 )
3
Jika dipakai banyak parabola dengan jarak ordinat h yang sama untuk semua parabola:
1
A h( y0 4 y1 2 y2 4 y3 ... 4 y n1 y n )
3
Rumus Simpson II atau rumus 4 ordinat: garis lengkung didekati dengan beberapa potongan
polinom pangkat 3 dengan bentuk persamaan y = ax3 + bx2 + cx + d. Tiap potongan parabola
mencakup 4 titik pada garis lengkung.
Jika hanya dipakai 1 polinom pangkat 3 dengan
Y
jarak ordinat h, luas polinom A menjadi
3
A h( y0 3 y1 3 y 2 y3 )
8
Jika hanya dipakai 2 polinom pangkat 3 dengan
y4 y5 y6 jarak ordinat h yang sama, jumlah luas polinom A
y3 menjadi
y2
y1 3
polinom I: A0 h( y0 3 y1 3 y 2 y3 )
y0 8
X polinom II: 3
h h h h h h A1 h( y3 3 y 4 3 y5 y6 )
8
Jumlah
3
A h( y0 3 y1 3 y 2 2 y3 3 y 4 3 y5 y6 )
8
Dalam rumus-rumus di atas, dihitung luas gambar yang dibatasi oleh kurva, sumbu koordinat dan ordinat-
ordinat ujung. Jika ingin dihitung luas gambar bagian kiri atau kanan saja, maka kita pakai
Rumus Simpson III atau rumus 5,8 minus 1: garis lengkung didekati dengan sebuah potongan
parabola dengan bentuk persamaan y = ax2 + bx + c.
Y Parabola mencakup 3 titik pada garis lengkung.
Luas bagian kiri saja adalah
1
AKIRI h(5 y 0 8 y1 y 2 )
12
bagian Luas bagian kanan saja adalah
y1 y2 1
bagian kanan AKANAN h( y 0 8 y1 5 y 2 )
12
kiri
y0
h h X
y2 y3 y4 y5
y1
h1 h1 h2 h2
Dengan cara seperti di atas kita dapat menggabungkan banyak bagian yang h-nya berbeda-beda.
y5
y2 y3A y y4
y1 3B
h1 h1 h2 h2
Jika dihitung per bagian kita dapat
Luas kiri = 1 h1 ( y1 4 y2 y3 A ) dan luas kanan = 1 h2 ( y3 B 4 y4 y5 ) . Untuk menggabungkannya
3 3
menjadi satu, kita pilih h acuan misalnya hacuan = h1, dan h2 = ch1 dengan c = h2/ h1, dan dalam bentuk tabel:
Sta FS yFS
1 y1 1 y1
2 y2 4 y2
3A y3A 1 y3A
3B y3B c cy3B
4 y4 4c 4cy4
5 y5 c cy5
jumlah Σ2
Luas gabungan = 1/3 h acuan Σ2
Cara di atas dapat diterapkan untuk menghitung volume dan titik beratnya, baik letak meninggi maupun
letak memanjang. Selanjutnya bagian-bagian lain dari kurva hidrostatik dapat dihitung dengan rumus-rumus
yang ada.
Contoh soal:
Untuk lengkapnya kita lihat tongkang dalam contoh di atas
80 m
20
10 m
m
4m 4m
40 2m
m
Diketahui:
Tongkang dengan bentuk dan ukuran seperti pada gambar. Tebal pelat alas = 12 mm, tebal pelat lambung =
10 mm. ρ air tawar = 1000 kg/m3, ρ air laut = 1025 kg/m3, ρ baja = 7850 kg/m3, g = 9.81 m/s2
Hitunglah: Untuk bidang air 0 m, 2.5 m, 5 m, 7.5m dan 10 m:
Luas bidang air WPA titik berat bidang air LCF TPC
WSA Volume kulit Luas gading besar
Kurva Bonjean displasemen moulded (volume)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air tawar)
displasemen moulded ditambah displasemen kulit (volume & gaya di air laut)
tinggi titik apung KB letak memanjang titik apung LCB Koefisien blok
koefisien prismatik Koefisien prismatik vertikal koefisien gading besar
Jawab:
Untuk tongkang ini, karena rencana garisnya berupa garis-garis lurus, sebenarnya cukup 3 titik ukur untuk
bagian belakang dan 3 titik ukut untuk bagian depan. Tetapi kita perlakukan seperti bentuk kapal sebenarnya,
dibuat 4 station di bagian belakang dan 4 station di bagian depan. Selanjutnya kita siapkan tabel setengah
lebar bidang air dengan perhitungan sebagai berikut
z x
Dari contoh di atas kita dapat untuk bagian belakang: y 6 dan untuk bagian depan:
5 20
3x z
y 14 . Untuk Station 0 sampai dengan 10, harga x adalah 0 m, 10 m, 20 m, ...., 80m.
20 5
Untuk bidang air, supaya bisa dihitung dengan cara Simpson. perlu satu Bidang Air tambahan di tiap
lapis, sehingga harga z adalah 0 m, 1.25 m, 2.5 m, 3.75 m, ... 10 m. Dengan harga-harga ini didapat:
Untuk menghitung apa yang diminta, beberapa perhitungan digabung sehingga menjadi sebagai berikut
Tabel perhitungan hidrostatik
Menghitung WPA, LCF, Volume moulded, KB, LCB
BA 0M BA 1.25 m BA 2.5 m ∑yFS Bonjean
Sta lengan FS y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l y y*FS y*FS*l ∆A Atot
0 0 1 6 6 0 6.25 6.25 0 6.5 6.5 0 37.5 31.25 31.25
1 10 4 6.5 26 260 6.75 27 270 7 28 280 40.5 33.75 33.75
2 20 2 7 14 280 7.25 14.5 290 7.5 15 300 43.5 36.25 36.25
3 30 4 7.5 30 900 7.75 31 930 8 32 960 46.5 38.75 38.75
4 40 2 8 16 640 8.25 16.5 660 8.5 17 680 49.5 41.25 41.25
5 50 4 6.5 26 1300 6.75 27 1350 7 28 1400 40.5 33.75 33.75
6 60 2 5 10 600 5.25 10.5 630 5.5 11 660 31.5 26.25 26.25
7 70 4 3.5 14 980 3.75 15 1050 4 16 1120 22.5 18.75 18.75
8 80 2 2 2 160 2.25 2.25 180 2.5 2.5 200 13.5 11.25 11.25
∑ 144 5120 150 5360 156 5600
WPA 960 m2 1000 m2 1040 m2
3 3
MWY 34133.33 m 35733.33 m 37333.33 m3 LCB 35.7333 m
LCF 35.5556 M 35.7333 m 35.8974 m KB 1.2667 m
∆vol displ 2500 m3 ∆mom vol x 89333.333 m4 mom vol.x 89333.333 m4
volume total 2500 m3 ∆mom vol z 3166.667 m4 mom vol.z 3166.667 m4
Untuk perhitungan luas permukaan basah WSA dan volume pelat kulit dipakai tabel berikut:
Format yang diberikan di atas bukan harga mati, tetapi dapat diubah sesuai keperluan.
Tabel perhitungan hidrostatik (lanjutan)
Menghitung Ixx dan Iyo
BA 0 M 1.25 m 2.5 m
Sta x FS Y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS
0 0 1 6 216 216 0 0 6.25 244.1406 244.1406 0 0 6.5 274.625 274.6
1 10 4 6.5 274.625 1098.5 650 2600 6.75 307.5469 1230.188 675 2700 7 343 137
2 20 2 7 343 686 2800 5600 7.25 381.0781 762.1563 2900 5800 7.5 421.875 843.7
3 30 4 7.5 421.875 1687.5 6750 27000 7.75 465.4844 1861.938 6975 27900 8 512 204
4 40 2 8 512 1024 12800 25600 8.25 561.5156 1123.031 13200 26400 8.5 614.125 1228.
5 50 4 6.5 274.625 1098.5 16250 65000 6.75 307.5469 1230.188 16875 67500 7 343 137
6 60 2 5 125 250 18000 36000 5.25 144.7031 289.4063 18900 37800 5.5 166.375 332.7
7 70 4 3.5 42.875 171.5 171500 68600 3.75 52.7344 210.9375 18375 73500 4 64 256
8 80 1 2 8 8 12800 12800 2.25 11.3906 11.3906 14400 14400 2.5 15.625 15.62
6240 243200 6963.375 256000 774
4 4 4 4
Ixx 13866.667 m 1621333.33 m Ixx 15474.17 m Iyy = 1706666.7 m Ixx 17206.667 m4 I
= Iyy = = = =
4 4 4 4 4
kor 1213630 m 407703.7 m kor 1276871.1 m Iyo = 429795.56 m kor 1340171 m I
= Iyo = = = =
BA 2.5 M 3.75 m 5 m
Sta x FS Y y3 3
y FS 2
xy 2
x yFS y y3 3
y FS 2
xy 2
x yFS y y3 y3FS
0 0 1 6.5 274.625 274.625 0 0 6.75 307.5469 307.5469 0 0 7 343 343
1 10 4 7 343 1372 700 2800 7.25 381.0781 1524.313 725 2900 7.5 421.875 1687.5
2 20 2 7.5 421.875 843.75 3000 6000 7.75 465.4844 930.9688 3100 6200 8 512 1024
3 30 4 8 512 2048 7200 28800 8.25 561.5156 2246.063 7425 29700 8.5 614.125 2456.5
4 40 2 8.5 614.125 1228.25 13600 27200 8.75 669.9219 1339.844 14000 28000 9 729 1458
5 50 4 7 343 1372 17500 70000 7.25 381.0781 1524.313 18125 72500 7.5 421.875 1687.5
6 60 2 5.5 166.375 332.75 19800 39600 5.75 190.1094 380.2188 20700 41400 6 216 432
7 70 4 4 64 256 19600 78400 4.25 76.7656 307.0625 20825 83300 4.5 91.125 364.5
8 80 1 2.5 15.625 15.625 16000 16000 2.75 20.7969 20.7969 17600 17600 3 27 27
7743 268800 8581.125 281600 9480
Ixx 17206.667 m4 Iyy 1792000 m4 Ixx 19069.17 m4 Iyy = 1877333.3 m4 Ixx 21066.667 m4
= = = = Iyy =
kor 1340171 m4 Iyo 451829.1 m4 kor 1403522.6 m4 Iyo = 473810.7 m4 kor 1466921 m4
= = = = Iyo =
BA 5 m 6.25 m 7.5 m
Sta x FS Y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS
0 0 1 7 343 343 0 0 7.25 381.0781 381.0781 0 0 7.5 421.875 421.875
1 10 4 7.5 421.875 1687.5 750 3000 7.75 465.4844 1861.938 775 3100 8 512 2048
2 20 2 8 512 1024 3200 6400 8.25 561.5156 1123.031 3300 6600 8.5 614.125 1228.25
3 30 4 8.5 614.125 2456.5 7650 30600 8.75 669.9219 2679.688 7875 31500 9 729 2916
4 40 2 9 729 1458 14400 28800 9.25 791.4531 1582.906 14800 29600 9.5 857.375 1714.75
5 50 4 7.5 421.875 1687.5 18750 75000 7.75 465.4844 1861.938 19375 77500 8 512 2048
6 60 2 6 216 432 21600 43200 6.25 244.1406 488.2813 22500 45000 6.5 274.625 549.25
7 70 4 4.5 91.125 364.5 22050 88200 4.75 107.1719 428.6875 23275 93100 5 125 500
8 80 1 3 27 27 19200 19200 3.25 34.3281 34.3281 20800 20800 3.5 42.875 42.875
9480 294400 10441.88 307200 11469
4 4 4 4
Ixx 21066.667 m 1962667 m Ixx 23204.17 m Iyy = 204800 m Ixx 25486.667 m4 Iyy
= Iyy = = = =
4 4 4 4 4
kor 1466921 m 495746 m kor 1530360.2 m Iyo = 517639.85 m kor 1593837 m Iyo
= Iyo = = = =
BA 7.5 m 8.75 m 10 m
Sta x FS Y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS x2y x2yFS y y3 y3FS
0 0 1 7.5 421.875 421.875 0 0 7.75 465.4844 465.4844 0 0 8 512 512
1 10 4 8 512 2048 800 3200 8.25 561.5156 2246.063 825 3300 8.5 614.125 2456.5
2 20 2 8.5 614.125 1228.25 3400 6800 8.75 669.9219 1339.844 3500 7000 9 729 1458
3 30 4 9 729 2916 8100 32400 9.25 791.4531 3165.813 8325 33300 9.5 857.375 3429.5
4 40 2 9.5 857.375 1714.75 15200 30400 9.75 926.8594 1853.719 15600 31200 10 1000 2000
5 50 4 8 512 2048 20000 80000 8.25 561.5156 2246.063 20625 82500 8.5 614.125 2456.5
6 60 2 6.5 274.625 549.25 23400 46800 6.75 307.5469 615.0938 24300 48600 7 343 686
7 70 4 5 125 500 24500 98000 5.25 144.7031 578.8125 25725 102900 5.5 166.375 665.5
8 80 1 3.5 42.875 42.875 22400 22400 3.75 52.7344 52.7344 24000 24000 4 64 64
11469 320000 12563.63 332800 13728
Ixx 25486.667 m4 Iyy 2133333.3 m4 Ixx 27919.17 m4 Iyy = 2218666.7 m4 Ixx 30506.67 m4
= = = = Iyy =
kor 1593836.7 m4 Iyo 539496.33 m4 kor 1657347.7 m4 Iyo = 561319 m4 kor 1720889 m4
= = = = Iyo =
AP FP
Pada sumbu sarat buritan tentukan titik-titik pada jarak tertentu misalnya 0.1 m atau 0.2 m atau berapapun
sesuai besar kapal. Lakukan demikian juga pada sumbu sarat haluan. Pada sarat haluan ambil juga beberapa
sarat negatif. Kemudian dari satu titik pada sumbu sarat buritan kita buat garis lurus ke satu titik pada sumbu
sarat haluan. Garis ini memotong sumbu sarat pada tiap station lalu dibaca luas station sampai sarat pada
station tersebut. Dari hasil pembacaan ini kemudian kita hitung volume displasemen dan letak LCB.
Perhitungan ini diulang sehingga tiap titik pada sumbu sarat buritan terhubung dengan tiap titik pada sumbu
sarat haluan. Hasilnya kita masukkan dalam tabel sebagai berikut:
Tb\Th Th1 Th2 Th3 Th4 Th5 Th6
Tb1 Dis11 Dis12 Dis13 Dis14 Dis15 Dis16
Tb2 Dis21 Dis22 Dis23 Dis24 Dis25 Dis26
Tb3 Dis31 Dis32 Dis33 Dis34 Dis35 Dis36
Tb4 Dis41 Dis42 Dis43 Dis44 Dis45 Dis46
Tb5 Dis51 Dis52 Dis53 Dis54 Dis55 Dis56
Tb6 Dis61 Dis62 Dis63 Dis64 Dis65 Dis66
Tabel serupa kita buat untuk LCB
Akan terlihat bahwa harga-harga displasemen tidaklah angka yang bagus, yaitu kelipatan 100 atau 250 atau
1000 atau yang lain. Tapi untuk membuat diagram trim, dibutuhkan angka-angka yang bagus. Untuk ini
dapat dipakai interpolasi kuadrat atau kubik.
Rumus Lagrange untuk interpolasi kubik dengan 4 titik yang diketahui:
Interpolasi linier dapat dipakai jika step sarat cukup kecil. Atau juga cara grafis.
Contoh soal:
80 m
20
10 m
m
4m 4m
40 2m
m
Diketahui: kapal dengan bentuk dan ukuran seperti di atas. Untuk diagram trim, dibuat bidang air tiap 1 m.
Diminta: volume dan letak LCB untuk Tb = 3 m dan Td dari 1 m s/d 10 m serta untuk Td = 5 m dan Tb dari
1 m s/d 10 m
Jawab:
Dari hasil sebelumnya, dapat kita buat kurva Bonjean
Sta\BA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 12. 24.8 37.8 51.2 65 79.2 93.8 108.8 124.2 140
1 13.2 26.8 40.8 55.2 70 85.2 100.8 116.8 133.2 150
2 14.2 28.8 43.8 59.2 75 91.2 107.8 124.8 142.2 160
3 15.2 30.8 46.8 63.2 80 97.2 114.8 132.8 151.2 170
4 16.2 32.8 49.8 67.2 85 103.2 121.8 140.8 160.2 180
5 13.2 26.8 40.8 55.2 70 85.2 100.8 116.8 133.2 150
6 10.2 20.8 31.8 43.2 55 67.2 79.8 92.8 106.2 120
7 7.2 14.8 22.8 31.2 40 49.2 58.8 68.8 79.2 90
8 4.2 8.8 13.8 19.2 25 31.2 37.8 44.8 52.2 60
Sebagai contoh perhitungan, kita ambil Tb = 3 m dan Td = 1 m.
Pertama kita mencari sarat pada tiap station dan dengan Tabel Bonjean untuk mendapatkan luas station
dengan bantuan kurva Bonjean di atas sesuai sarat pada tiap station. Kita pakai cara Simpson untuk
menghitung volume dan LCB.
Untuk Tb = 3 m
Td = 1 m
Sta Sarat Luas A FSimp A*FS Lengan A*FS*l
2 2
[m] [m ] son [m ] [m] [m3]
0 3 37.8 1 37.8 0 0
1 2.75 37.3 4 149.2 10 1492
2 2.5 36.3 2 72.6 20 1452
3 2.25 34.8 4 139.2 30 4176
4 2 32.8 2 65.6 40 2624
5 1.75 23.4 4 93.6 50 4680
6 1.5 15.5 2 31 60 1860
7 1.25 9.1 4 36.4 70 2548
8 1 4.2 1 4.2 80 336
629.6 19168
Volume = 2098.6667 m3 Momen volume = 63893.3333 m4
LCB = 30.44473 m dari AP = -9.55527 m dari Midship
Hasil seluruhnya diberikan dalam tabel berikut
Volume [m3]
Td\Tb 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 0 541.333 1090.667 1650.667 2221.333 2802.667 3394.667 3997.333 4608 5234.667 5869.333
1 634.6667 976 1533.333 2098.667 2674.667 3261.333 3858.667 4466.667 5085.333 5712 6354.667
2 877.3333 1426.667 1984 2557.333 3138.667 3730.667 4333.333 4946.667 5570.667 6205.333 6848
3 1330.667 1885.333 2450.667 3024 3613.333 4210.667 4818.667 5437.333 6066.667 6706.667 7357.333
4 1794.667 2354.667 2925.333 3506.667 4096 4701.333 5314.667 5938.667 6573.333 7218.667 7874.667
5 2269.333 2834.667 3410.667 3997.333 4594.667 5200 5821.333 6450.667 7090.667 7741.333 8402.667
6 2754.667 3325.333 3906.667 4498.667 5101.333 5714.667 6336 6973.333 7618.667 8274.667 8941.333
7 3250.667 3826.667 4413.333 5010.667 5618.667 6237.333 6866.667 7504 8157.333 8818.667 9490.667
8 3754.667 4338.667 4930.667 5533.333 6146.667 6770.667 7405.333 8050.667 8704 9373.333 10050.67
9 4274.667 4858.667 5458.667 6066.667 6685.333 7314.667 7954.667 8605.333 9266.667 9936 10621.33
10 4802.667 5394.667 5994.667 6610.667 7234.667 7869.333 8514.667 9170.667 9837.333 10514.67 11200
LCB dari midship [m]
Td\Tb 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 -4.44444 -13.9901 -14.0831 -14.1519 -14.2137 -14.2721 -14.3284 -14.3829 -14.4444 -14.488 -14.5388
1 14.03361 -4.37158 -7.86087 -9.55527 -10.5683 -11.251 -11.7484 -12.1313 -10.7228 -12.6984 -12.9081
2 7.781155 -0.52336 -4.30108 -6.46507 -7.88445 -8.89207 -9.64923 -10.2426 -10.7228 -11.1216 -11.4642
3 7.935872 1.584158 -1.95865 -4.2328 -5.8155 -6.99177 -7.9026 -8.63168 -9.23077 -9.7336 -10.1631
4 8.08321 2.944507 -0.2917 -2.52471 -4.16667 -5.42258 -6.42248 -7.23844 -7.91886 -8.49649 -8.99424
5 8.225617 3.913452 0.969507 -1.17412 -2.80905 -4.10256 -5.14888 -6.01902 -6.75442 -7.38546 -7.93399
6 8.363988 4.651163 1.96587 -0.07113 -1.67277 -2.9678 -4.0404 -4.94073 -5.71229 -6.38092 -6.9669
7 8.498769 5.240418 2.779456 0.851517 -0.70242 -1.98375 -3.06019 -3.9801 -4.7728 -5.46719 -6.08036
8 8.636364 5.728334 3.46133 1.638554 0.138829 -1.11855 -2.18941 -3.11361 -3.92157 -4.63158 -5.264
9 8.758578 6.147091 4.044944 2.320879 0.877543 -0.34998 -1.40798 -2.33034 -3.14245 -3.86473 -4.50916
10 8.883953 6.50519 4.55516 2.920532 1.533358 0.338868 -0.70153 -1.61675 -2.42884 -3.15496 -3.80952
Untuk mendapatkan harga displasemen yang "bagus", kita pakai interpolasi kubik
Contoh: Untuk sarat depan Td = 5 m,
Tb 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
volume 2269.333 2834.667 3410.667 3997.333 4594.667 5200 5821.333 6450.667 7090.667 7741.333 8402.667
Kita ambil x = volume dan y = Tb,
x1 = 2269.333 m3 x2 = 2834.667 m3 x3 = 3410.667 m3 x4 = 3997.333 m3
y1 = 0 m y2 = 1 m y3 = 2 m y4 = 3 m
maka untuk volume = 2500 m3
Tb =
m
Bagian ini dapat kita lakukan sampai volume = 3500 m3
Selanjutnya untuk volume = 4000 m3 kita mulai lagi
x1 = 3997.333 m3 x2 = 4594.667 m3 x3 = 5200 m3 x4 = 5821.333 m3
y1 = 3 m y2 = 4 m y3 = 5 m y4 = 6 m
Demikian seterusnya hingga kita dapatkan
Tb 04103 1.289 2.153 3.004 3.842 4.672 5.487 6.286 7.078 7.859 8.631 9.393
volume 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000
Ini kita lakukan untuk semua Td, dan kemudian juga untuk semua Tb.
Lalu kita lakukan juga untuk LCB.
Pendahuluan
Pada waktu bongkar muat maupun pada waktu berlayar, kapal selalu mendapat gaya-gaya baik dari muatan
yang sedang dibongkar-muat maupun dari benda dan alam sekitarnya: ombak, arus, angin, tumbukan dengan
dermaga, kapal lain atau kandas. Gaya-gaya ini menyebabkan kapal mengalami oleng dan gerakan-gerakan
lain. Dalam cuaca buruk, gaya-gaya ini akan menjadi semakin besar dan akan menyebabkan oleng dan
gerakan lain yang besar dan cepat, bahkan dapat menyebabkan kapal terbalik. Jadi kita perlu tahu
kemampuan kapal menghadapi gaya-gaya tersebut dan kemungkinan kapal terbalik.
Sistem sumbu yang dipakai: sumbu X pos ke arah haluan kapal, sumbu Y pos ke arah kiri (port) kapal dan
sumbu Z pos ke arah atas.
y z
z z
y
roll pitch yaw
Gambar Derajat bebas kapal terapung
Suatu kapal yang terapung bebas mempunyai 6 derajat bebas, yaitu 3 translasi ke arah sumbu X, Y dan Z
serta 3 rotasi, memutari sumbu // sumbu X, Y dan Z.
Gerakan translasi ke arah sumbu Z (vertikal) atau heave: keseimbangan stabil
Gerakan translasi ke arah sumbu X dan Y (horisontal) atau surge dan sway: keseimbangan netral atau
indiferen
Gerakan rotasi memutari sumbu // sumbu Z (vertikal) atau yaw: keseimbangan netral atau indiferen
Gerakan rotasi memutari sumbu // sumbu X dan Y atau heel dan pitch: tidak tentu, mungkin
keseimbangan stabil, labil atau netral.
Jadi yang perlu dibahas adalah gerakan rotasi memutari sumbu // sumbu X dan Y saja, karena keadaan
keseimbangannya tidak tertentu.
10 m Y
Z Selanjutnya tongkang diolengkan 50 tanpa ada perubahan pada
berat tongkang dan muatannya, maka gaya apung juga tidak
P berubah, berarti volume displasemen akan tetap. Gambar
penampang melintangnya sekarang menjadi seperti di samping
ini.
TKIRI G Dari gambar dapat kita hitung bahwa luas penampang dalam air
Bθ
B adalah
TKANAN A 0.5 B (TKIRI TKIRI B tan )
ρgV
sedang luas semula A = B.T,
Y sehingga supaya luasnya tetap:
sarat kiri adalah
B
TKIRI T tan
2
B
dan sarat kanan adalah TKANAN T tan
2
Setelah harga T, B dan tan θ dimasukkan, didapat TKIRI = 4.5626 m dan TKANAN = 5.4374 m.
Demikian juga titik apung berpindah tempat, sehingga sekarang koordinatnya adalah:
B (TKIRI 2TKANAN ) B (3T 0.5 B tan )
dihitung dari sisi kiri yB
3(TKIRI TKANAN ) 3T
B (TKANAN TKIRI )
dihitung dari CL yB
6(TKIRI TKANAN )
dan
B2
3T 2 tan 2
dihitung dari alas T 2
T .T T 2
4
z B KIRI KIRI KANAN KANAN
3(TKIRI TKANAN ) 3T
Setelah T, B dan tan θ dimasukkan, didapat yB = 0.145814 m dihitung dari CL dan zB = 2.506379 m.
Dalam keadaan ini, arah gaya berat maupun gaya apung tidak lagi sejajar CL, tetapi berubah, yaitu tegak
lurus muka air, sehingga kedua gaya ini membentuk momen kopel. Untuk menghitung lengan momen kopel
ini, ada dua cara:
Cara 1
Kita buat persamaan garis kerja gaya angkat:
Permukaan air mempunyai kemiringan 5 derajat, jadi angka arah persamaan garisnya adalah m1 = tan 50 dan
karena garis kerja gaya angkat tegak lurus muka air, berarti amgka arahnya = -1/tan 50. Garis kerja ini
melewati titik Bθ sehingga persamaan garisnya menjadi:
(z – zB) = -1/tan 50 (y – yB) = -11.4301(y – yB)
Lengan momen adalah jarak titik G ke garis kerja di atas. Rumus untuk jarak suatu titik G(yG,zG) ke suatu
garis dengan persamaan ay + bz + c = 0 adalah
ay bzG c
d G
a 2 b2
Maka persamaan di atas perlu dirubah bentuknya menjadi
+11.4301y + z – zB - 11.4301yB = 0
sehingga a = 11.4301, b = 1 dan c = -2.506379 - 11.4301*0.145814 = -4.17305
11.4301* 0 1 * 4 4.17305
dan jarak d 0.015082m
11 .43012 12
Harga d < 0 menunjukkan bahwa titik G ada di sebelah kiri garis kerja, sehingga momen kopel akan
memutar kapal berlawanan arah jarum jam, kembali ke kedudukan tegak.
Cara 2
Sumbu koordinat diputar sehingga sumbu X sejajar muka air dan sumbu Y tegak lurus muka air. Dalam
contoh ini sistem sumbu diputar sebesar sudut oleng yaitu 50 atau 0.087266 radian. Dari matematika kita
dapat bahwa hubungan koordinat sebelum diputar dengan setelah diputar adalah:
ybaru = ylama cos θ + zlama sin θ
zbaru = -ylama sin θ + zlama cos θ
Jadi setelah diputar, koordinat titik berat menjadi
yGB = 4m*cos 50 + 0m*sin 50 = 0.348623 m
zGB = -4m*sin 50 + 0m*cos 50 = 3.984779 m
sedang koordinat titik apung menjadi
yBB = 0.363705 m dan zBB = 2.484132 m
Dari harga y kita lihat bahwa titik B ada di sebelah kanan titik G, sehingga lengan kopel adalah sebesar
0.363705 m - 0.348623 m = 0.015082 m dan momen kopel akan memutar kapal berlawanan dengan jarum
jam atau kembali pada kedudukan tegak.
Jadi kuncinya adalah mengetahui letak titik apung dalam keadaan oleng dan jarak titik berat kapal ke garis
kerja gaya angkat.
Bagaimana kalau lebar kapal kita rubah, sedang ukuran yang lain tetap?
Misalkan lebar kapal dirubah menjadi 9 m. Dengan cara seperti di atas, kita dapatkan
TKIRI = 4.606301 m dan TKANAN = 5.393699 m. Selanjutnya yB = 0.11811 m dan zB = 2.505167 m.
Maka didapat lengan kopel = 0.01262 m, dan momen kopel tidak mengembalikan kapal ke kedudukan
semula.
H H
Y Y
B B
GAMBAR 3 Pergeseran muatan
Sebuah “kapal” dengan ukuran B x H mempunyai “muatan” dengan ukuran b x h yang terletak di sudut kiri.
Sumbu Y di BL dan sumbu Z di CL kapal. Maka letak titik berat kapal adalah yK = 0 dan zK = 0.5H. Letak
titik berat beban adalah yB = -0.5B+0.5b dan zB = H+0.5h.
Momen statis gabungan terhadap CL adalah
M SC 0.BH ( 0.5 B 0.5b)bh
sehingga letak titik berat terhadap CL adalah
(0.5 B 0.5b)bh
yG 0
BH bh
Momen statis gabungan terhadap BL adalah
M SB 0.5H .BH ( H 0.5h)bh
sehingga tinggi titik berat terhadap BL adalah
0.5H .BH ( H 0.5h)bh
zG 0
BH bh
“Muatan” ini kemudian digeser ke sudut kanan. Maka letak titik beratnya adalah +0.5B–0.5b. Momen statis
gabungan terhadap CL adalah
M SC 0.BH (0.5 B 0.5b)bh
sehingga letak titik berat terhadap CL adalah
(0.5 B 0.5b)bh
yG1
BH bh
Momen statis gabungan terhadap Base Line adalah
M SB 0.5H .BH ( H 0.5h)bh
sehingga tinggi titik berat terhadap BL adalah
0.5H .BH ( H 0.5h)bh
zG1
BH bh
Ternyata tinggi titik berat terhadap BL tidak berubah, sedang letak titik berat terhadap CL bergeser sejauh
(0.5 B 0.5b)bh (05B 0.5b)bh ( B b)bh
yG 1 yG 0
BH bh BH bh BH bh
Pergeseran titik berat muatan adalah dari -0.5B+0.5b ke 0.5B-0.5b atau sebesar B-b. Jadi perbandingan
pergeseran adalah
y G1 y G 0 bh
B b BH bh
Pergeseran titik pusat gaya angkat tongkang pada sudut oleng kecil
yK ⅔yM
θ
yKtan θ
⅔yK yM
B0 B1
Kita lihat suatu tongkang yang oleng kecil dengan displasemen tetap. Tongkang mempunyai panjang L, lebar
B, tinggi H dan sarat T. Volume displasemen tongkang ini adalah V m3. Tongkang oleng sebesar θ.
Volume baji masuk = luas segitiga * panjang = 0.5 yM*yM tan θ*L.
Volume baji keluar = luas segitiga * panjang = 0.5 yK*yK tan θ*L.
Supaya displasemen tetap, volume baji masuk = volume baji keluar, jadi
0.5 yM*yM tan θ*L= 0.5 yK*yK tan θ*L
sehingga yM = yK
Adanya baji masuk dan keluar ini dapat kita lihat juga sebagai pergeseran muatan. "Muatan" yang semula
ada di tempat baji keluar dipindah ke tempat baji masuk. Akibatnya titik pusat gaya angkat akan berpindah.
Besar perpindahan titik berat "muatan" = ⅔yK + ⅔yM
Dari hasil di atas, besar perpindahan searah sumbu Y adalah
y B1 y B 0 0.5Ly M2 tan
2 y 2 y LBT
3 K 3 M
Kita tulis lagi menjadi
( 2 3 y K 0.5Ly K2 2 3 y M 0.5Ly M2 ) tan ( 13 Ly K3 13 LjM3 ) tan
y B1 y B 0
V V
3
Dari fisika kita lihat bahwa ⅓Ly M adalah momen inersia bidang air masuk terhadap sumbu putar sedang
⅓Ly3K adalah momen inersia bidang air keluar terhadap sumbu putar, sehingga jumlahnya adalah momen
inersia bidang air seluruhnya IXX terhadap sumbu putar yang // sumbu X. Maka persamaan di atas menjadi
I
y y B1 y B 0 XX tan
V
Pergeseran titik pusat gaya angkat kapal pada sudut oleng kecil
Suatu kapal yang berlayar di laut akan mengalami oleng. Kita lihat suatu keadaan oleng tetapi tanpa trim.
Karena tidak ada perubahan muatan, maka oleng terjadi pada displasemen tetap. Kapan oleng terjadi pada
displasemen tetap? Jika volume baji masuk sama dengan baji keluar.
Z
yk
yk tanø ø Am WL1
Ak
ym tanø
ym dx
WL
GAMBAR 2
(1) vm vk
Untuk kapal berdinding tegak, dari segitiga keluar kita dapat
dvk 1 2 yk yk tan dx
sehingga
L
2
vk
L
1
2 yk yk tan dx
2
(2) vk tan
L
1
2 yk yk dx
2
Integral ini dapat dibaca juga sebagai berikut: y k dx adalah luasan elementer dan 1 2 yk adalah lengan
luasan terhadap sumbu X hingga integral itu juga dapat dibaca sebagai momen statis bagian bidang air yang
keluar terhadap sumbu X.
L
2
(3) M Sk
L
1
2 yk yk dx
2
dan
vk M Sk tan
vk vm M Sk tan M Sm tan
dan setelah tan θ dicoret, kita dapatkan
(4) M Sk M Sm
Jadi volume baji masuk sama dengan volume baji keluar berarti juga momen statis bagian bidang air keluar
terhadap sumbu X sama dengan momen statis bagian bidang air masuk terhadap sumbu X.
Ini berarti bahwa
jika kapal oleng sedemikian sehingga garis potong dua bidang air tersebut melalui titik berat bidang
air tegak dan oleng, maka displasemennya tetap
atau
supaya displasemennya tetap, kapal harus oleng sedemikian sehingga garis potong kedua bidang air
harus melalui titik berat bidang-bidang air tersebut.
Z
yk
2
/3ym
g0 WL1
2
/3yk g1
B0 ym
WL
Bθ
GAMBAR 4
Jadi dalam hal kapal oleng tadi, titik berat baji keluar bergerak ke titik berat baji masuk, maka titik apung
kapal akan bergerak sejajar arah gerak tersebut:
vk g 0 g1 VB0 B
sehingga
vk
(5) B0 B
g 0 g1
V
Dari gambar untuk komponen gerakan ke arah Y kita lihat bahwa ( g 0 g1 ) y 2 3 ( yk ym ) dan vk didapat
dari rumus di atas, sehingga
L L
2 2
L L
2 2
vk ( g 0 g1 ) z 2
3 yk tan tan
L
1 y yk dx 1 2 I xx tan 2
2 k
2
dengan
A luas elementer
y jarak luas elementer dA terhadap sumbu acuan
Momen inersia suatu 4 persegi panjang alas b dan tinggi h terhadap alasnya adalah I 1 3 bh 3 .
Untuk bidang air kapal pada kedudukan tegak dengan sumbu acuan sumbu X memanjang, lebar elementer
adalah dx dan tinggi adalah y sehingga momen inersianya adalah
(12) I xx 2 3 y 3 dx
Sumbu acuan untuk momen inersia ini melewati titik berat bidang air, sehingga syarat garis potong melalui
titik berat sudah dipenuhi.
Untuk bidang air kapal pada kedudukan tegak dengan sumbu acuan sumbu Y melintang, luas elementer
adalah ydx dan jarak adalah x sehingga momen inersianya adalah
(13) I yy 2 x 2 ydx
Sumbu acuan untuk momen inersia ini biasanya tidak melewati titik berat bidang air, sehingga syarat garis
potong melalui titik berat biasanya tidak dipenuhi. Momen inersia terhadap sumbu yang melalui titik berat
dan // sumbu Y bisa didapat dengan rumus pergeseran sumbu
(14) I yF I yy y F2 AWL
dengan
AWL luas bidang air
y F jarak titik berat bidang air dari sumbu acuan Y
y
Untuk bidang air oleng dengan sudut θ tanpa trim y cos sehingga
y3 I
I x 2 3 y3 dx 2 3 dx xx3
cos
3
cos
I xx
(15) I x
cos3
y I yy
I y 2 x 2 y dx 2 x 2 dx
cos cos
I yy
(16) I y
cos
dan
I yy AWL
(17) I yF y F2
cos cos
M
G
WL1
θ
B0
B
θ WL
GAMBAR 4
I xx
Kita lihat segitiga MB0Bθ. Komponen datar dari B0Bθ adalah y B dan jika dianggap segitiga MB0Bθ
V
adalah segitiga siku-siku, maka kita dapat B0 B y B MB0 sin MB0 , berarti
I
(18) MB0 rT xx
V
Dari rumus ini kita lihat bahwa MB0 bukan fungsi θ, berarti untuk sudut kecil, MB0 tetap harganya, jadi titik
M tidak berpindah. MB0 yang tetap besarnya ini diberi nama jari-jari metasenter. Untuk gerak oleng, harga
ini disebut jari-jari metasenter melintang dan besarnya menurut rumus di atas, sedang untuk gerak angguk
atau trim, besarnya jari-jari metasenter adalah
I yF
(19) M L B0 rL
V
dan disebut jari-jari metasenter memanjang. Baik jari-jari metasenter melintang maupun memanjang selalu
berharga positif.
Karena panjang kapal beberapa kali lebih besar dari lebarnya, maka IyF banyak lebih besar dari Ixx sehingga
MLB0 juga banyak lebih besar dari MB0.
Momen penegak
Pada waktu kapal tegak, garis kerja gaya berat dan gaya apung berimpit dan berada pada CL kapal
dan kapal dalam keadaan seimbang atau diam. Pada waktu kapal oleng, jika tidak ada muatan yang
bergeser atau muatan cair, maka titik berat kapal tidak bergeser. Sebaliknya, dari pembahasan di atas,
jelas bahwa titik apung akan bergeser. Ini berarti ada sepasang gaya sama besar (gaya berat dan gaya
apung) yang membentuk kopel dan kopel ini disebut momen penegak (righting moment), karena
seharusnya akan menegakkan kapal kembali.
Ada 3 kemungkinan yang dapat terjadi:
Kasus 1: garis kerja gaya berat berada di sebelah
M kiri garis kerja gaya apung karena kapal lebar
hingga titik B dapat berpindah banyak. Momen
kopel akan memutar badan kapal supaya kapal
G
WL1 tegak kembali seperti yang diinginkan, maka
θ disebut momen penegak. Kapal dalam keadaan
WL seimbang stabil.
B0
B
θ
θ V
V
θ
θ V GAMBAR 5
Rumus stabilitas memakai metasenter. Tinggi metasenter
Z
M
ℓ
θ
G
WL1
zG WL
B0
B
θ
zB ρgV
K
Y
GAMBAR 6
Kita lihat suatu kapal yang oleng kecil. Letak titik metasenter M, titik berat G, titik apung B dan beberapa
titik lain diberikan dalam gambar. Terlihat bahwa lengan momen penegak adalah
(20) l GZ MG sin
MG menunjukkan tinggi titik metasenter M di atas titik berat G dan disebut tinggi metasenter melintang.
Ternyata besar MG menentukan besar lengan stabilitas.
Dari gambar kita lihat bahwa tinggi metasenter sama dengan tinggi titik apung ditambah jari-jari metasenter
dikurangi tinggi titik berat
MG KB BM KG z B rT z G
atau tinggi metasenter sama dengan tinggi titik M di atas lunas dikurangi tinggi titik berat
MG KM KG z M z G
atau tinggi metasenter sama dengan jari-jari metasenter dikurangi tinggi titik berat di atas titik apung
(21) MG MB BG rT a
dengan a = BG = KG – KB.
L2
W1 yk zM F dθ
θ ym L1
W2
yB2
yB1 B2
B1 E
zB1 zB2
K Y
Kita lihat sebuah kapal dalam keadaan oleng tidak kecil sebesar θ dengan bidang air W1L1. Pada saat itu
letak resultan gaya angkat adalah di B1(yB1, zB1) dan letak metasenter di M(yM,zM). Kemudian oleng ditambah
dengan dθ pada displasemen tetap dengan bidang air W2L2. Ini berarti volume baji masuk sama dengan
volume baji keluar atau vm = vk
L L
2 2
vk tan d
L
1
2 yk yk dx vm tan d
L
1
2 ym ym dx
2 2
Dan integral ini dapat kita baca sebagai momen statis bidang air W1L1 terhadap garis potong yang melewati
titik berat bidang air
L L
2 2
M Sk
L
1
2 yk yk dx M Sm
L
1
2 ym ym dx
2 2
Dan karena momen statis bidang air masuk = momen statis bidang air keluar berarti bahwa garis potong
melewati titik berat bidang air.
Dan karena ada volume yang berpindah tempat, dan karena dθ kecil, maka resultan gaya angkat akan
berpindah tempat ke arah sumbu Y sejauh
I
( B1B2 ) y yB x d
V
dan pergeseran titik apung ke arah Z besarnya adalah
I
( B1B2 ) z zB 1 2 x (d ) 2 .
V
Dan untuk trim, pergeseran ke arah X adalah
I yF
( B1B2 ) x xB d
V
Rumus analitis untuk menghitung koordinat titik apung dan titik metasenter
Dari pembahasan di atas kita dapat:
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah X adalah displasemen V dikalikan
perubahan titik apung ke arah X:
I
M yz V yF d I yF d
V
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Y adalah displasemen V dikalikan
komponen datar perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I
M xz V x d cos I x cos d
V
perubahan momen statis akibat pergeseran titik berat baji ke arah Z adalah displasemen V dikalikan
komponen tegak perubahan titik apung dalam bidang YOZ:
I
M xy V x d sin I x sin d
V
sehingga koordinat titik apung dapat dihitung sebagai berikut
Vy B I x d I
yB yB x cos d
V V
Vz B I x d I
z B z B x sin d
V V
Dengan demikian jika kapal oleng dari sudut θ1 sampai sudut θ2, maka koordinat titik apung dapat diperoleh
dengan
2 2 2
I yF I x I
xB 2 xB1 d yB 2 yB1 cos d z B 2 z B1 x sin d
1
V 1
V 1
V
I x
Harga kita sebut rTθ yaitu jari-jari metasenter melintang pada sudut θ
V
I
(24) rT x
V
I yF
sedang kita sebut rLθ yaitu jari-jari metasenter memanjang pada sudut θ. Dengan demikian rumus-
V
rumus di atas akan menjadi
2
2
2
Rumus-rumus di atas dapat kita turunkan secara geometris murni. Kita lihat lagi kapal oleng sebesar θ, lalu
ditambah lagi sebesar dθ.
Pada waktu sudut oleng ditambah sebesar dθ, titik M dianggap tidak berpindah. Kita lihat segitiga kecil
B1B2E. Karena dφ kecil, maka B1 B2 E dan
dy B1 E B1 B2 cos dz EB2 B1 B2 sin
sedang B1B2 r d , sehingga
(28) dy r cos d
(29) dz r sin d
dan untuk mendapatkan yB2 dan zB2 kita mengintegral pers. (28) dan (29) dari θ1 sampai θ2 dan kita dapatkan
pers. (26) dan (27).
Selanjutnya kita cari koordinat titik metasenter M. Dari gambar kita lihat bahwa
(30) yM y B1 rT sin
Z
M
G
Z
W a L
E Q R
B0 θ
F Bθ
zB0 yBθ
P
K zBθ
Setelah koordinat titik apung dan titik metasenter kita dapatkan, maka selanjutnya kita hitung lengan
stabilitas pada sudut oleng θ.
Dari gambar kita lihat bahwa lengan momen penegak pada waktu sudut oleng θ adalah
l GZ B0Q QR B0 E
Lihat Δ B0QP: B0Q y B cos
Lihat Δ FPBθ : QR FB ( z B z B 0 ) sin
Lihat Δ B0EG: B0 E B0G sin a sin
Kalau semua ini kita masukkan dalam rumus di atas, kita dapat
(32) l y B cos ( z B z B 0 ) sin a sin
Kita masukkan lagi rumus-rumus (24), (25) dan (26) dengan θ1 = 0 dan dalam rumus di atas θ2 = φ, maka
Jika rumus (33) dimasukkan ke dalam momen penegak M r Dl gVl dan rθ diganti, maka didapat
rT
Suku pertama ruas kanan adalah momen penegak yang dihitung dengan anggapan jari-jari metasenter tetap
harganya sebesar r0, sedang suku kedua memperhitungkan perubahan harga jari-jari metasenter tersebut.
Z2 L2
G
W1 Z1
L1
W2 θ dθ
B2
B1
K Y
GAMBAR 9
Misalkan pada sudut oleng θ letak titik metasenter M dan titik berat G diketahui. Jika dari G ditarik garis
tegak lurus garis kerja gaya apung, didapat lengan stabilitas statis pada sudut oleng θ berupa penggal garis
GZ1. Jika kemudian sudut oleng ditambah dengan dθ, titik M tidak berpindah tempat, tetapi untuk garis kerja
gaya apung yang baru, titik Z1 akan berpindah ke Z2.
Untuk dθ→0, maka
dl
(36) dl MZ 1d atau MZ1
d
MZ1 yang diukur dari titik metasenter ke titik potong lengan dengan garis kerja gaya apung, disebut tinggi
dl
umum metasenter. Pada waktu lengan stabilitas statis mencapai maksimum, maka MZ1 0 , berarti
d
titik M dan titik H berimpit.
R R R
GAMBAR 10
Dalam keadaan diam – gambar kiri – bidang atas akan terletak mendatar. Dalam keadaan miring – gambar
tengah – ternyata titik berat akan naik dibandingkan dengan keadaan awal dan dalam keadaan tegak –
gambar kanan – titik berat dalam kedudukan tertinggi. Untuk menaikkan titik berat ini jelas dibutuhkan
usaha atau kerja. Usaha ini akan sama besar (tetapi berlawanan tanda) dengan berat dikalikan perpindahan
titik berat pada arah vertikal, yaitu selisih tinggi titik berat pada kedudukan akhir dengan tinggi titik berat
pada kedudukan awal.
Untuk mengolengkan kapal, juga dibutuhkan kerja. Pada setengah silinder di atas, titik tempat reaksi
tumpuan bekerja tidak berubah tingginya sehingga kita hanya perlu melihat selisih tinggi titik berat saja.
Tetapi pada kapal, titik tempat reaksi tumpuan adalah titik apung kapal dan selama proses oleng, ketinggian
titik ini berubah terus. Jadi jarak vertikal titik apung ke titik berat juga selalu berubah dan jarak vertikal
inilah yang disebut lengan stabilitas dinamis dan kerja yang dilakukan adalah
E Dld
dengan ld adalah lengan stabilitas dinamis.
Kerja untuk mengolengkan kapal juga dapat dilihat sebagai kerja dari suatu momen kopel yang
mengolengkan kapal sampai sudut dφ:
dE M r d
Jika Mr diganti dengan rumus (22), kita dapatkan
dE Dld
Dalam ruas kanan, harga l berubah terus menurut harga φ, sehingga untuk mengolengkan kapal dari
keadaan tegak ke sudut oleng θ dibutuhkan kerja sebesar
E Dld D ld
0 0
(37) ld ld
0
Ternyata lengan stabilitas dinamis adalah integral lengan stabilitas statis sampai sudut θ tertentu dan
sebaliknya lengan stabilitas statis adalah turunan pertama stabilitas dinamis terhadap sudut oleng.
Marilah kita turunkan rumus lengan stabilitas dinamis.
Z
M
Z
W a L
E Q R
N
B0 θ
F
zB0 Bθ
yBθ
P
K zBθ
GAMBAR 11
Pada garis kerja gaya apung dari titik Z ke bawah diukurkan ZN = B0G = a. Karena lengan stabilitas dinamis
adalah selisih jarak vertikal titik apung ke titik berat pada kedudukan tegak dengan selisih jarak pada sudut
oleng θ, maka
ld ZB ZN ZB a
Dari gambar kita lihat bahwa
ZB GE QP FP
Lihat Δ GEB0: GE a cos
Lihat Δ RPB0: QP y B sin
Lihat Δ FPBθ: FP ( z B z B 0 ) cos
sehingga
(38) ld y B sin ( z B z B 0 ) cos (1 cos ) a
Kalau lengan dinamis d kita turunkan terhadap θ, kita dapatkan
dld
(38) yB cos ( z B z B 0 ) sin a sin l
d
dan ternyata ruas kanan sama dengan rumus (29) untuk lengan stabilitas statis. Jadi memang lengan stabilitas
statis adalah turunan pertama lengan stabilitas dinamis.
Jika kita bandingkan rumus (35) dengan rumus (38), maka kita dapatkan
d 2 ld
(39) MZ
d 2
atau turunan kedua lengan dinamis adalah tinggi umum metasenter.
Pada sudut kecil, besar lengan stabilitas statis diberikan oleh rumus (20)
l GZ MG sin
Jika kita ambil turunan pertamanya terhadap θ, kita peroleh
dl
MG cos
d
sehingga kemiringan garis singgung pada θ = 0 adalah MG. Jadi untuk menggambar garis singgung di θ = 0,
kita ukurkan MG tegak lurus pada absis 1 rad (=57.3 derajat) dan hubungkan ujungnya dengan titik 0, maka
kita dapat garis singgungnya.
Karena simetri badan kapal, maka kurva lengan stabilitas statis akan ada juga untuk sudut negatif dan bentuk
di bagian sudut negatif ini akan sama dengan bentuknya di bagian sudut positif, karena besar lengan tak
dipengaruhi oleh arah oleng kapal. Jadi lengan stabilitas statis adalah fungsi ganjil.
h0 h0
θ1
1 rad θ 1 rad h0 θ
θ 1 rad
p θ
B p
B
B1
Kita lihat suatu kapal yang sedang bongkar muat. Pada kapal ini ada beban tergantung sebesar p yang titik
gantungnya adalah A sedang titik berat beban ada di titik B, dengan panjang AB = l. Jika beban ini terikat di
titik B, maka pada waktu kapal oleng, muatan tersebut tidak bergeser. Jika beban tidak terikat di titik B,
maka pada waktu oleng, titik berat beban akan berpindah ke titik B1 searah dengan arah oleng kapal. Untuk
sudut θ kecil, pergeseran titik berat beban ke arah Y dapat dianggap sebesar lθ. Sebagai akibatnya, kapal
akan mendapat momen oleng tambahan sebesar
M pl
sehingga momen penegak berkurang menjadi
pl
M r D M T G pl D M T G
D
Jadi ada pengurangan tinggi metasenter sebesar
pl
MG
D
Z
Z
Y
Y
Kita lihat suatu kapal yang mempunyai tangki berisi muatan cair. Pada waktu kapal tegak, permukaan
muatan cair sejajar dengan bidang dasar kapal. Pada waktu kapal mengalami oleng sebesar θ (tanpa trim),
permukaan muatan cair akan membentuk sudut θ juga dengan bidang dasar kapal, berarti ada baji masuk.
ada baji keluar. Karena muatan cair volumenya tak berubah, berarti pergeseran titik berat muatan cair dapat
dihitung dengan rumus
i
ym
v
dengan
i = momen inersia bidang permukaan muatan cair terhadap sumbu melalui titik berat bidang dan sejajar
sumbu X
v = volume muatan cair (bukan volume tangki)
Jika berat muatan cair adalah ρ1gv, maka pergeseran muatan menyebabkan momen oleng sebesar
i
M 1 gv. 1 gi
v
dengan
ρ1 = massa jenis muatan cair (kg/m3)
Jadi momen penegak menjadi
gi i
M r D M T G 1 gi D M T G 1 D M T G 1
D V
Jadi ada pengurangan tinggi metasenter sebesar
1 i
MG
V
dengan
ρ = massa jenis air tempat kapal mengapung (kg/m3)
Jadi pengurangan ini tidak tergantung pada banyaknya muatan cair, tetapi pada besar momen inersia bidang
permukaannya.
Perubahan volume dan momen statis pada bidang air oleng
Pada sudut oleng besar, kita tidak dapat dengan mudah menentukan bidang air oleng supaya displasemen
tetap. Maka kita awali dengan bidang air oleng yang kita tahu displasemennya sudah tetap, lalu diambil
bidang air sebarang asal sudutnya adalah sebesar yang kita inginkan, kemudian kita koreksi supaya
displasemennya tetap. Tetapi kita harus tahu berapa kelebihan atau kekurangan volume displasemen pada
bidang air yang baru kita buat ini. Selisih ini dapat kita hitung sebagai berikut:
Z
L1
D
Δθ θ1
C h
W ΔT
θ B L
W1 y A
T
T1
GAMBAR 14
Kita lihat kapal tanpa trim dan suatu bidang air WL dengan sudut oleng besar θ pada suatu displasemen
tertentu dan bidang air W1L1 dengan sudut oleng θ1 yang berpotongan di titik sembarang. Displasemen kapal
pada bidang air W1L1 ini tentunya tidak sama dengan displasemen kapal pada bidang air W1L1 karena dibuat
sebarang. Bidang air WL akan memotong sumbu Z pada titik T dan bidang air W1L1 memotong sumbu Z
pada titik T1. Antara θ dan θ1 serta antara T dan T1 ada hubungan
1
T1 T T
Tinggi elemen baji h (diukur // sumbu Z) yang dibatasi oleh kedua bidang air itu adalah
h = AC + CD - AB
AC = ΔT
Lihat Δ CDT1: CD = y tan θ1
Lihat Δ ABT: AB = y tan θ
Jadi
h T y (tan 1 tan ) y{tan( ) tan }
sehingga
y
h T
cos 2
A y
(40) V AWP T WP 2 F
cos
M yz xhdA T xdA
cos 2 A
xydA
A A
I xy
(41) M yz AWP x F T
cos 2
M xz yhdA T ydA y 2 dA
A A cos A
2
Ix
(42) M xz AWP y F T
cos 2
y y
M xy zhdA z T dA (T y tan )TdA (T y tan ) dA
A A cos
2
A A cos 2
TAWP T AWP y F tan T TAWP y F I x tan
cos 2
cos 2
(43) M xy (TAWP AWP y F tan )T (TAWP y F I x tan )
cos 2
Untuk kasus khusus dengan kedua bidang air WL dan W1L1 membatasi displasemen yang sama, berarti
bahwa ΔV = 0 dan pers (40) menjadi
y
T F2
cos
Maka kita perlu membuat bidang air dengan displasemen tetap dengan sudut oleng yang berselisih sama.
Ada dua cara yang dikembangkan oleh Krylov:
Cara pertama
Z 500 400 300 Z
200
yk
100 A
00 ym AA
ε
Y Y
GAMBAR
Pada cara pertama, bidang air dengan sudut oleng 10o, 20o dan seterusnya dibuat melalui satu titik, yaitu titik
potong CL dengan bidang air tegak. Untuk suatu sudut, biasanya volume baji masuk tidak akan sama dengan
volume baji keluar, sehingga bidang air harus digeser dengan sudut tetap supaya kedua volume baji sama
besar. Besar pergeseran adalah sedemikian sehingga volume air di antara kedua bidang air sama dengan
selisih volume baji masuk vm dan volume baji keluar vk. Dari gambar kita dapatkan
AWP vm vk
dengan
ε = jarak penggeseran bidang air [m]
AWP = luas bidang air awal sebelum digeser [m2]
Rumus ini hanya tepat jika kapal berdinding tegak, tetapi untuk ε kecil kesalahannya akan kecil juga. Besar ε
kita hitung dengan rumus
v vk
m
AWP
Karena semua bidang air melalui titik yang sama pada sumbu Z, maka tidak ada perubahan sarat, dT = 0,
sehingga dari rumus (40) kita dapat menghitung perubahan volume
AWP y F
dv d
cos 2
Faktor pertama ruas kanan dapat dilihat juga sebagai momen statis bidang air oleng terhadap sumbu
olengnya, sehingga
dv M x d
Dengan demikian, vm – vk menjadi
vm vk M x d
0
sehingga ε menjadi
1
(44)
AWP M
0
x d
Pada rumus ini, momen statis bidang air dapat dihitung dengan rumus
L/2
1
2 L/ 2
Mx ( ym2 yk2 )dx
Jika momen statis bidang air masuk lebih besar dari harga mutlak momen statis bidang air keluar, maka titik
berat bidang air akan berada di sebelah kanan sumbu Z. Ini berarti juga volume baji masuk lebih besar dari
volume baji keluar, maka volume displasemen akan bertambah. Jadi bidang air harus digeser turun supaya
volume tidak berubah.
Jika sebaliknya, maka volume displasemen akan berkurang dan bidang air harus digeser naik supaya volume
tidak berubah.
Dalam rumus di atas, kita harus mengintegral Mx sebagai fungsi θ. Dengan beda sudut 100 = 0.174533 rad,
dan momen statis bidang air pada suatu sudut kita sebut Mθ dan hasil integralnya kita sebut MS, ini kita
lakukan dengan cara trapesium sebagai berikut:
Sudut AWP Mx
Ε
oleng MS = M x d
0
00 A0 M0 MS0 = 0 ε0 = 0
100 A10 M10 MS10 = 0.5(M0 + M10)* 0.174533 ε10 = MS10/A10
200 A20 M20 MS20 = MS10 + 0.5(M10 + M20) * 0.174533 ε20 = MS20/A20
300 A30 M30 MS30 = MS20 + 0.5(M20 + M30) * 0.174533 ε30 = MS30/A30
dst Dst
Setelah ε didapat, maka bidang air oleng dengan displasemen tetap telah didapatkan. Dengan bidang air air
ini, kita menghitung momen inersia bidang air oleng dengan rumus
L/2
1
Ix ( ym3 yk3 )dx
3 L / 2
Tetapi momen inersia ini tidak melewati titik berat bidang air oleng, jadi masih harus dikoreksi
I xF I x y F2 AWP
Setelah momen inersia didapat, dihitung jari-jari metasenter dengan rumus (24). Kemudian koordinat titik
apung dihitung dengan rumus (26) dan (27) dan terakhir komponen lengan stabilitas bentuk dan komponen
lengan stabilitas berat dihitung dengan rumus (31) dan (32) dan lengan stabilitas dinamis dengan rumus (38).
Ini dilakukan untuk tiap sudut oleng dan setelah itu dibuat diagram stabilitas statis dan dinamis.
Langkah pelaksanaan
a) Diketahui: Panjang L, lebar B, sarat T, displasemen V, tinggi titik berat KG, tinggi titik apung awal
KB0. dan Rencana Garis
b) Buat bidang air dengan keolengan 0o.
c) Buat bidang air dengan keolengan 10o. Titik potong bidang air dengan CL kita sebut A.
d) Cari titik potong bidang air ini dengan Station ujung depan atau ujung belakang. Hitung ym dan yk
dengan titik awal titik A.
Mencari titik potong dua garis:
Garis pertama: garis melalui titik (y0, z0) dan dengan koefisien arah m0:
z z 0 m0 ( y y0 )
Garis kedua: garis melalui titik (y1, z1) dan (y2, z2)
z z
z z1 2 1 ( y y1 ) m1 ( y y1 )
y2 y1
maka titik potongnya adalah
z0 z1 m1 y1 m0 y0
ytp
m1m0
dan masukkan ytp ke dalam persamaan garis pertama
ztp z0 m0 ( ytp y0 )
Jika persamaan garis kedua adalah y = yc maka titik potongnya adalah
ytp yc
ztp z0 m0 ( ytp y0 )
Jika persamaan garis kedua adalah z = zc maka titik potongnya adalah
ztp zc
ztp z0
ytp y0
m0
e) Ulangi untuk semua station.
f) Hitung luas bidang air AWP dan momen statis MX bidang air 10o terhadap sumbu memanjang lewat A.
g) Hitung ε.
h) Letakkan titik AA sejarak ε tegak lurus Bidang Air di bawah di titik A jika MX berharga positif dan di
atas titik A jika MX berharga negatif. Jadi koordinat titik AA adalah:
yAA = yA + ε.cos θ dan zAA = zA - ε.sin θ
i) Buat bidang air dengan kemiringan 10o melalui titik AA.
j) Cari titik potong bidang air ini dengan Station ujung depan atau ujung belakang. Hitung ym dan yk
dengan titik awal titik AA.
k) Ulangi untuk semua station.
l) Hitung luas bidang air AWP, momen statis MX dan momen inersia IX bidang air 10o terhadap sumbu
memanjang lewat AA. Hitung titik pusat bidang air yF.
m) Hitung momen inersia bidang air IXF terhadap sumbu memanjang melewati titik pusat bidang air
n) Hitung jari-jari metasenter rθ pada 10o.
o) Ulangi langkah c) sampai dengan n) untuk sudut 20o, … 90o.
p) Hitunglah lengan stabilitas dengan rumus l cos r cos d sin r sin d a sin
0 0
Contoh soal:
Sebuah tongkang mempunyai panjang 100 m, lebar 20 m, tinggi 10 m, sarat = 8.5 m dan tinggi titik berat
KG = 8 m.
Hitunglah lengan stabilitas statis pada sudut oleng 200.
Penyelesaian:
M
0
x d = 0.5*{0m3 + (-1424.57m3)}* 0.174533 rad = -124.317m3
F30
F20
F10
WL0
F30ε
WL10 F20ε
F10ε
WL20
WL30
Pada cara kedua, bidang air baru dibuat melewati titik berat bidang air sebelumnya, misalnya bidang air
dengan kemiringan 300 dibuat melalui titik berat bidang air dengan kemiringan 200 dan seterusnya. Karena
selisih sudut (= 100) cukup kecil, maka integral dalam rumus (44) cukup didekati dengan rumus trapezium
1
M x1 M x 2
S 2
Karena sumbu oleng dibuat melalui titik berat bidang air pertama, maka Mx1 = 0, sehingga
M
x
S 2
dan Mx adalah momen statis bidang air bantu terhadap sumbu oleng. Faktor pertama ruas kanan sama dengan
jarak titik berat bidang air bantu terhadap sumbu oleng, jadi rumus di atas dapat ditulis sebagai
y
F
2
Setelah ε didapat, langkah selanjutnya adalah menghitung lengan stabilitas statis dan dinamis seperti pada
cara pertama. Ada beberapa penyederhanaan yang dapat dilakukan, karena ε biasanya kecil. Untuk
mendapatkan titik berat dan momen inersia bidang air, dapat diambil harga ym dan yk dari bidang air bantu
dan bukan dari bidang air displasemen tetap. Ini berarti bahwa letak titik berat bidang air displasemen tetap
dan titik berat bidang air bantu dianggap berjarak sama ke sumbu putar. Setelah itu langkah berikutnya
sampai akhir sama dengan langkah pada cara pertama.
Tetapi untuk menggambar bidang air oleng berikutnya, harus dibuat melalui titik berat bidang air
displasemen tetap.
Contoh soal
80 m
20
10 m
m
4m 4m
40 2m
m
2. Definisi
Untuk keperluan Code ini, berlaku definisi yang diberikan di bawah ini. Untuk istilah yang dipakai tetapi
tidak didefinisikan dalam Code ini, berlaku definisi yang diberikan dalam Konvensi SOLAS 1974 dan
amandemennya.
2.1 Administration ialah Pemerintah Negara yang benderanya berhak dikibarkan oleh kapal
2.2 Kapal Penumpang (Passenger Ship) adalah kapal yang membawa lebih dari 12 orang penumpang
seperti didefinisikan dalam Regulation I/2 Konvensi SOLAS 1974 dan amandemennya.
2.3 Kapal Barang (Cargo ship) adalah kapal yang bukan:
kapal penumpang
kapal perang dan kapal pengangkut pasukan
kapal yang tidak punya penggerak mekanis
kapal kayu yang dibuat secara primitif
kapal ikan kapal bor lepas pantai berpenggerak
2.4 Kapal tanker
2.5 Kapal ikan
2.6 Kapal keperluan khusus
2.7 Kapal supply lepas pantai
2.8 Kapal bor lepas pantai berpenggerak
2.9 Kapal kecepatan tinggi
2.10 Kapal kontainer
2.11 Freeboard adalah jarak antara bidang air yang ditentukan dengan geladak freeboard
2.12 Panjang kapal. Panjang diambil
o sama dengan 96 % panjang bidang air pada 85 % tinggi moulded minimum diukur dari sisi atas
lunas,
atau
o sama dengan panjang dari sisi depan linggi haluan sampai sumbu kemudi pada bidang air tersebut
jika panjang ini lebih besar.
Pada kapal yang dirancang dengan lunas miring, bidang air tempat panjang diukur harus sejajar dengan
bidang air rancang.
2.13 Lebar moulded adalah lebar terbesar kapal diukur di bidang tengah lebar
o sampai ke sisi luar gading untuk kapal logam dan
o sampai ke permukaan luar badan kapal kapal bukan logam
2.14 Tinggi moulded adalah
o jarak tegak diukur dari sisi atas lunas sampai sisi atas balok geladak freeboard diukur di sisi kapal.
o Pada kapal kayu dan komposit, jarak diukur dari sisi bawah keel rabbet.
o Jika bentuk bagian bawah midship section adalah cekung, atau jika dipasang garboard strake yang
tebal, jarak ini diukur dari titik potong penerusan bagian alas yang datar dengan sisi lunas
o Pada kapal dengan rounded gunwales, tinggi moulded diukur sampai titik potong antara garis
moulded geladak dengan pelat sisi kulit, seakan-akan seperti gunwales bersudut
o Jika geladak freeboard berjenjang (stepped) dan bagian yang lebih tinggi mencakup titik tempat
tinggi moulded akan diukur, maka tinggi moulded diukur sampai ke garis acuan yang merupakan
perpanjangan bagian geladak yang lebih rendah dan sejajar dengan bagian geladak yang lebih tinggi.
2.15 Pelayaran dekat pantai
2.16 Ponton
2.17 Kayu
2.18 Muatan kayu di geladak
2.19 Garis muat kayu
2.21 Sarat (draught) adalah jarak vertikal dari bidang dasar moulded ke bidang air
2.23 Kondisi kapal kosong (Lightship condition) adalah kapal yang lengkap dalam segala hal, tetapi tanpa
bahan habis (consumables), persediaan (stores), muatan (cargo), ABK dan barang bawaannya (crew and
effect) dan tanpa bahan cair di kapal kecuali bahan cair dalam permesinan dan perpipaan seperti minyak
lumas dan minyak hidrolis sebanyak yang dibutuhkan waktu operasi
ℓW2
ℓW1
a θ2 θC sudut
θ0
oleng
θ1
Fig. 2.3.1
Sudut-sudut pada Fig. 3.2.2.1 didefinisikan sebagai berikut
θ0 = sudut oleng akibat angin konstan
θ1 = sudut oleng searah angin akibat gelombang
θ2 = sudut air masuk (downflooding) θf atau 500 atau θc diambil yang kecil
dengan
θf = sudut oleng pada saat bukaan yang tidak dapat ditutup kedap air pada badan kapal, bangunan atas
atau rumah geladak mulai terbenam. Dalam menerapkan kriteria ini, bukaan kecil yang tidak
menyebabkan masuknya air berkelanjutan boleh dianggap tidak terbuka.
θc = sudut saat perpotongan kedua antara lengan oleng angin lw2 dengan kurva GZ
2.3.2 Lengan oleng angin lw1 dan lw2 yang disebutkan dalam 2.3.1.1 dan 2.3.1.3 besarnya konstan untuk
semua sudut oleng dan dihitung dengan rumus berikut:
PAZ
l w1 [m]
1000 g
l w 2 1.5l w1 [m]
dengan
P = tekanan angin sebesar 504 Pa. Harga P untuk kapal dengan pelayaran terbatas boleh dikurangi
dengan persetujuan Administration
A = luas proyeksi samping dari kapal dan muatan geladak yang di atas bidang air [m2]
Z = jarak tegak antara titik berat A dengan titik berat luasan samping dari badan kapal dalam air atau
ke titik setengah sarat rata-rata [m]
Δ = displasemen [ton]
g = percepatan gravitasi = 9.81 m/s2
2.3.3 Cara lain untuk menghitung lengan oleng angin lw1 dapat diterima dengan persetujuan Administration,
sebagai setara dengan perhitungan dalam 2.3.2. Jika pengujian menurut cara lain tersebut dilakukan,
pengujian harus mengacu pada Panduan yang telah dibuat oleh Organization. Kecepatan angin yang dipakai
dalam pengujian haruslah 26 m/s pada skala penuh dan dengan profil kecepatan konstan. Harga kecepatan
angin untuk kapal dengan daerah pelayaran terbatas boleh dikurangi dengan persetujuan Administration.
2.3.4 Sudut oleng θ1 yang disebt dalam 2.3.1.2 harus dihitung dengan rumus berikut
1 109kX 1 X 2 rs
dengan
X1 = faktor menurut table 3.2.2.3-1 di bawah ini
X2 = faktor menurut table 3.2.2.3-2 di bawah ini
k = faktor sebagai berikut
untuk kapal dengan bilga bulat yang tidak mempunyai lunas bilga atau lunas batang
k=0
untuk kapal dengan bilga tajam
k = 0.7
untuk kapal yang mempunyai lunas bilga atau lunas batang atau keduanya
lihat tabel 3.2.2.3-3 di bawah ini
r = 0.73 ± 0.6 OG/d
dengan
OG = jarak titik pusat massa kapal dengan bidang air [m].( + jika titik pusat massa kapal di atas
bidang air, - jika di bawahnya)
d = sarat rata-rata kapal [m]
s = faktor menurut table 3.2.2.3-4 di bawah ini
2CB
periode oleng T [s]
GM
dengan
C = 0.373 + 0.023(B/d) – 0.043(L/100)
Simbol dalam Tabel 2.3.4-1, 2.3.4-2, 2.3.4-3 dan 2.3.4-4 dan untuk rumus periode oleng didefinisikan
sebagai berikut
L = panjang kapal pada bidang air [m]
B = lebar moulded [m]
d = sarat rata-rata moulded [m]
CB = block coefficient
AK = jumlah luas semua lunas bilga, atau luas proyeksi samping lunas batang, atau jumlah kedua luas
ini [m2]
GM = tinggi metasenter setelah dikoreksi untuk permukaan bebas
1) Kapal barang:
i. Kapal dalam kondisi berangkat dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat dan dengan persediaan dan bahan bakar penuh
ii. Kapal dalam kondisi datang dengan muatan penuh, dengan muatan tersebar merata dalam semua
ruang muat, tetapi persediaan dan bahan bakar tinggal 10 % saja
iii. Kapal dengan ballast dalam kondisi berangkat tanpa muatan, dengan persediaan dan bahan bakar
penuh
iv. Kapal dengan ballast dalam kondisi datang tanpa muatan, tetapi dengan persediaan dan bahan bakar
tinggal 10 % saja
3.6.2 Bangunan atas, rumah geladak dan lain-lain yang boleh diperhitungkan
3.6.2.1 Bangunan atas tertutup (enclosed superstructure) yang memenuhi Regulation 3(10)(b) dari 1966
Load Line Convention boleh dimasukkan dalam perhitungan.
3.6.2.2 Tingkat dua dari bangunan atas tertutup seperti itu juga boleh dimasukkan dalam perhitungan.
3.6.2.3 Rumah geladak pada geladak freeboard boleh juga dimasukkan dalam perhitungan jika rumah
geladak tersebut memenuhi Regulation 3(10)(b) dari 1966 Load Line Convention untuk bangunan atas
tertutup.
3.6.2.4 Jika rumah geladak memenuhi persyaratan di atas kecuali bahwa tidak tersedia jalan tambahan ke
geladak di atasnya, maka rumah geladak terebut tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan, meskipun
demikian semua bukaan geladak dalam rumah geladak tersebut harus dianggap tertutup meskipun tidak
mempunyai alat penutup.
3.6.2.5 Rumah geladak yang pintu-pintunya tidak memenuhi persyaratan Regulation 12 dari 1966 Load Line
Convention tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan, meskipun demikian semua bukaan geladak dalam
rumah geladak tersebut dianggap tertutup jika alat penutupnya memenuhi persyaratan Regulation 15, 17 atau
18 dari 1966 Load Line Convention.
3.6.2.6 Rumah geladak pada geladak di atas geladak freeboard tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan,
tetapi bukaan di dalamnya boleh dianggap tertutup.
3.6.2.7 Meskipun demikian, bangunan atas dan rumah geladak yang tidak tertutup boleh dimasukkan dalam
perhitungan stabilitas sampai sudut oleng saat bukaan pada rumah geladak itu mulai kemasukan air (pada
sudut ini kurva stabilitas statis harus menunjukkan satu atau lebih lompatan dan dalam perhitungan
selanjutnya bangunan yang kemasukan air ini dianggap tidak ada).
3.6.2.8 Dalam hal kapal akan tenggelam karena kemasukan air melalui suatu bukaan, kurva stabilitas harus
dihentikan pada sudut awal kemasukan air tersebut dan kapal dianggap telah sama sekali kehilangan
stabilitasnya.
3.6.2.9 Bukaan kecil seperti lubang untuk lewatnya kawat (wire) atau rantai, takal (tackle) dan jangkar, dan
juga lubang untuk scupper, pipa buang dan pipa saniter dianggap tidak terbuka jika lubang itu terbenam pada
sudut oleng lebih dari 300.
Jika lubang itu terbenam pada sudut oleng 300 atau kurang, bukaan ini harus dianggap terbuka jika
Administration menganggap lubang ini menjadi sumber masuknya air yang berarti (signifikan).
3.6.2.10 Trunk boleh dimasukkan dalam perhitungan.
Ambang palkah juga boleh dimasukkan dalam perhitungan dengan memperhatikan efektivitas penutupnya.
35 T
C PV "
A2 B
o menghitung G'M0
G'M0 = KB0 + BM0 - KG'
KB0 sudah dihitung di atas
KG' sudah dihitung di atas
CI LBW3
BM 0
35 0
CI diambil dari Fig. A-15 line 1 untuk CW
o menghitung G'M90
G'M90 = BM90 - G'B90
G'B90 sudah dihitung di atas
CI' LD 3 D Ld d
2
CI' LD 3 Ld dD 2
BM 90 atau BM 90 jika bangunan atas > 1
35 0 140 0 35 0 140 0
CW " CW '
140 (1 C PV " )
BDL
Buku acuan:
K. J. Rawson dan E. C. Tupper, “Basic Ship Theory”, Longman, London, 1983 Chapter 5 Hazards
and Protection.
R. F. Scheltema de Heere, A. R. Bakker, “Bouyancy and Stability of Ships”, George G. Harrap &
Co. Ltd., London, 1970
Pendahuluan
Semua kapal menghadapi risiko tenggelam jika badan kapal bocor dan air masuk. Kapal dapat bocor jika
terjadi tabrakan, kandas atau ledakan di dalam badan kapal dan kejadian-kejadian tersebut cukup sering
terjadi.
Jika suatu ruangan terhubung dengan air laut, maka pada ruangan itu
gaya apung berkurang/hilang
momen inersia bidang air berkurang, hingga lengan stabilitas kapal berkurang..
Kalau kedua hal ini tidak bisa dibatasi, maka kapal akan
tenggelam tanpa terbalik (foundering). Jika kapal tetap tegak, maka berjalan (atau berlari), naik turun
tangga, menurunkan sekoci penyelamat dan lain-lain akan jauh lebih mudah.
tenggelam menukik, biasanya dengan haluan kapal tenggelam lebih dahulu.
Apapun penyebabnya, kita harus membatasi banyaknya air yang masuk karena alasan-alasan berikut:
supaya berkurangnya stabilitas melintang sekecil mungkin
supaya kerusakan muatan sesedikit mungkin
supaya kapal jangan kehilangan stabilitas memanjang
supaya berkurangnya gaya apung cadangan sesedikit mungkin
Cara yang paling efektif untuk membatasi air yang masuk adalah memasang sekat melintang.
Masalahnya adalah berapa sekat yang dianggap cukup dan diletakkan di mana?
Dalam menjawab pertanyaan ini, ada beberapa ketidak pastian yang dihadapi:
letak dan besarnya kerusakan tidak diketahui terlebih dahulu
banyaknya, jenis dan penempatan muatan berubah selama satu pelayaran dan dari pelayaran ke
pelayaran
perancang tidak tahu apakah ABK akan mengambil tindakan yang tepat dalam keadaan darurat atau
sebaliknya akan mengambil tindakan yang justru memperburuk keadaan.
Selain itu sekat juga menambah beaya pembangunan dan pemeliharaan serta membatasi panjang muatan
yang bisa diangkut.
Suatu kompromi antara tingkat keselamatan dan segi ekonomis kapal harus ditemukan dan sebagai
kompromi disepakati bahwa geladak tidak boleh tenggelam, dan bangunan atas masih terlihat cukup tinggi.
Sejarah
Pada akhir abad 19, biro klasifikasi menetapkan peraturan empiris untuk pemasangan sekat pada kapal niaga,
terutama sekat ceruk buritan dan sekat ceruk haluan serta sekat yang memisahkan ruang permesinan dari
ruang muat. Tetapi peraturan ini tidak didasarkan pada kemampuan kapal bertahan pada keadaan bocor.
Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, bangsa-bangsa maritim besar mulai mempelajari masalah ketahanan
terhadap bocor. Hal ini dipicu oleh bertambah seringnya kecelakaan di laut yang mengambil korban jiwa
yang besar, dan sebagai puncaknya adalah tenggelamnya kapal Titanic dengan korban 1430 jiwa dalam
tahun 1912.
Pada tahun 1913 diadakan konferensi international untuk Safety of Life at Sea yang membahas usulan dari
Inggris, Jerman dan Perancis. Hasilnya adalah kompromi dari ketiga usulan itu, tetapi tidak pernah
dilaksanakan karena meletusnya Perang Dunia I.
Pada tahun 1929 diadakan lagi International Conference on Safety of Life at Sea. Disetujui sistem
penyekatan faktorial (factorial system of subdivision) dan dipakai criterion of service. Sistem ini banyak
kekurangannya dan stabilitas tidak diperhatikan.
Setelah itu ada lagi International Conference on Safety of Life at Sea pada tahun 1948 dan 1960. Hanya ada
sedikit perubahan dan disyaratkan standard yang lebih tinggi untuk kapal yang membawa banyak
penumpang dalam pelayaran pendek dan lebih banyak kapal yang harus memenuhi syarat dua kompartemen
bocor.
Perubahan peraturan yang ada didorong terutama atas tenggelamnya kapal “Andrea Doria” yang dibuat
memenuhi persyaratan tahun 1948 yang terbukti tidak cukup baik. Pada konferensi 1960 ada usulan konsep-
konsep baru yang nantinya akan dibahas. Pemikiran pertama adalah bahwa keselamatan kapal dapat diukur
dari besarnya kerusakan yang dapat ditanggungnya. Pemikiran kedua adalah kemampuan menanggung
kerusakan dengan dasar probabilitas. Sementara itu Intergovernmental Maritime Consultative Organization
dibentuk pada tahun 1958 yang bernaung di bawah PBB dan studi mengenai hal-hal di atas dapat dilakukan
lebih intensif.
Sebelum tahun 1970, peraturan yang ada hanya untuk kapal penumpang (banyaknya penumpang paling
sedikit 12 orang) dan kapal tanker. Setelah tahun itu, IMCO mengeluarkan peraturan untuk bulk chemical
carriers dan liquefied gas carriers, lalu untuk tanker, mobile offshore drilling unit (MODU) dan offshore
supply vessel, Untuk kapal ikan besar ada konvensi 1977 kemudian juga untuk kapal-kapal khusus lain.
Semua peraturan ini tidak lagi mengikuti sistem faktorial, tetapi berdasarkan konsep-konsep baru tersebut di
atas. Peraturan yang berlaku sekarang dimuat dalam SOLAS Consolidated Edition 2000.
Dasar pemikiran
Dengan dasar bahwa geladak tidak boleh tenggelam, dan bangunan atas masih terlihat cukup tinggi,
disepakati bahwa titik terendah geladak paling sedikit masih harus 76 mm (atau 3 inci) di atas permukaan air.
Maka dibuat garis yang sejajar dengan geladak sejarak 76 mm di bawahnya dan garis ini disebut garis batas
atau margin line. Di atas sudah disebut bahwa cara paling efektif supaya kapal tidak mudah tenggelam
adalah dengan membuat sekat-sekat lintang. Persoalannya adalah berapa banyak sekat dan diletakkan di
mana?
Kita lihat dua keadaan:
Keadaan I Keadaan II
T xB1 V1 xB2 V2 xv v
xA xF xA xF
GAMBAR 1
Pada keadaan I, kapal pada sarat T1. Ada beberapa sekat di kapal ini, tetapi yang digambar hanya dua,
membatasi suatu ruangan kosong. Dengan bantuan diagram Bonjean dicari volume displasemen
kapal V1 dan letak resultan gaya angkat xB1.
Pada keadaan II, ruangan tersebut bocor dan air masuk sehingga sekarang air di luar menyinggung
margin line. Dengan bantuan diagram Bonjean dicari volume displasemen kapal V2 dan letak resultan
gaya angkat adalah xB2.
Air yang masuk mempunyai volume v dan letak titik berat xv.
Jadi masalahnya sekarang adalah dengan sarat tersebut, di mana meletakkan sekat belakang dan depan
supaya volume ruangan sama dengan v dan momen statis volume terhadap AP sama dengan v* xv.
Volume v dapat kita tulis sebagai
xF xF xA
v A
xA
ST ( x) dx A
0
ST ( x )dx A
0
ST ( x) dx
dengan
xA = letak sekat belakang
xF = letak sekat depan
xst
Untuk membantu kita mencari xA dan xF, kita buat dua kurva, yaitu kurva V A 0
ST ( x) dx dan kurva
xst
M xA
0
ST ( x )dx Contoh perhitungan kedua kurva adalah sebagai berikut:
Kemudian AST, Vol dan M kita buat grafiknya seperti di bawah ini:
kurva luas station
AST[m2] sampai margin
Vol[m3] line AST [m2]
M[m4]
LF[m] MS
kurva volume
ruang dari AP kurva momen statis
sampai x [m3] ruang dari AP
sampai x [m4]
v
xA xF
Untuk mencari xA dan xF , dipakai cara coba-coba (trial and error). Dipilih suatu harga xA1, lalu dicari harga
xF1 supaya volume ruang = v. Cara mencari xF1 adalah sebagai berikut:
Dari harga xA1 yang dipilih, dibaca atau diinterpolasi volume ruang dari AP sampai xA1, kita sebut vA1
dan juga besar momen statis volume ruang dari AP sampai xA1, kita sebut MA1.
Volume ruang bocor adalah v sehingga volume ruang dari AP sampai xF adalah vF1 = vA1 + v.
Dengan dasar vF1 dibaca (atau diinterpolasi) xF1
Dengan dasar harga xF1, dibaca atau diinterpolasi harga momen statis volume ruang dari AP sampai
xF, kita sebut MF1.
Selisih harga MF1 - MA1 harusnya sama dengan v*xv, tetapi karena xA1 dipilih sembarang saja, maka
hasilnya tidak sama dan kita sebut MF1 - MA1 - v*xv = res1.
Jika res1 > 0, berarti ruang yang kita pilih terlalu ke depan dan sebaliknya jika res1 < 0, berarti ruang
yang kita pilih terlalu ke belakang.
Berdasarkan hasil di atas, dipilih harga xA2 dan xA3 yang lebih sesuai, yaitu lebih ke depan atau lebih
ke belakang.
Dihitung res2 dan res 3. Diharapkan ada pergantian tanda antara res1 dan res2 atau antara res2 dan
res3. Jika tidak terjadi perubahan tanda (+ diikuti - atau sebaliknya), berarti letak xA2 dan xA3 masih
kurang ke depan atau ke belakang.
Jika sudah terjadi perubahan tanda, hitunglah harga xA dengan interpolasi supaya harga res = 0.
Akhirnya harga xF dicari dengan cara seperti di atas.
Tentukan titik tengah jarak ke dua sekat dan pada titik tengah ini diukurkan ke arah tegak panjang
bocor, dengan skala yang sama dengan skala sumbu horizontal. Titik ini adalah bagian dari kurva
panjang bocor (floodable length curve).
Panjang ruangan atau jarak sepasang sekat yang bersebelahan sebagai hasil perhitungan di atas disebut
panjang bocor (floodable length).
Pembahasan di atas mengandaikan bahwa ruang yang bocor itu kosong. Dalam praktek jarang terjadi bahwa
ruang muat sama sekali kosong dalam suatu pelayaran. Adanya muatan dan/atau benda lain tentu saja
mengakibatkan banyaknya air yang bisa masuk berkurang. Bahkan pada muatan penuhpun masih ada sela-
sela tempat air bisa masuk, meskipun tidak banyak. Dalam Kamar Mesin ada permesinan dan tidak berisi
muatan, sehingga banyak ruang kosong, maka air yang bisa masuk lebih banyak dibandingkan ruang muat.
Perbandingan volume air yang bisa masuk dalam ruangan berisi dengan volume ruang kosong disebut
permeabilitas (permeability), dinyatakan dalam % diberi tanda (mu).
μ =volume air masuk / volume ruang kosong [%]
Jika banyaknya air yang masuk berkurang, ini berarti bahwa jarak antara sekat lintang dapat diperbesar
sebelum air di luar mencapai margin line. Harga permeabilitas berbagai ruangan tentu saja berbeda-beda,
tergantung apa isi ruangan tersebut.
Panjang kebocoran ruang berisi sama dengan panjang kebocoran ruang kosong dibagi dengan permeabilitas
ruangan tersebut atau
LF
LF
Kapal yang lebih panjang membutuhkan sekat yang lebih banyak dibandingkan kapal yang lebih pendek,
jika lambung timbul sama. Demikian juga kapal yang penumpangnya lebih banyak perlu jaminan
keselamatan yang lebih baik, berarti jarak sekat yang lebih pendek atau jumlah sekat yang lebih banyak.
Semuanya itu diperhitungkan dalam faktor penyekatan atau factor of subdivision F.
Dengan demikian panjang yang diijinkan adalah
LF F
L P L F .F
Regulation 2 Definitions
sarat penyekatan terdalam (deepest subdivision load line): sarat terbesar yang diijinkan
persyaratan penyekatan yang berlaku untuk suatu kapal
panjang kapal adalah panjang bidang air pada sarat penyekatan terdalam
geladak sekat (bulkhead deck): geladak teratas yang dicapai oleh semua sekat lintang.
garis batas (margin line): garis yang dibuat pada sisi kapal, paling sedikit 76 mm di bawah
permukaan atas geladak sekat
Untuk kapal yang membawa penumpang lebih dari 12 orang, SOLAS 1974 Chapter tersebut di atas Part B –
Subdivision and stability, menentukan:
2.1 Permeabilitas rata-rata uniform untuk Ruang Permesinan dihitung dengan rumus berikut:
ac
85 10
v
dengan
a = volume ruang penumpang menurut Regulation 2, yang terletak di bawah margin line dan dalam
batas-batas ruang permesinan
c = volume ruang geladak antara yang terletak di bawah margin line dan dalam batas-batas ruang
permesinan yang dipakai untuk muatan, batubara atau gudang
v = volume seluruh ruang permesinan di bawah margin line
2.3 Untuk kapal-kapal yang memenuhi persyaratan III/20.1.2, permeabilitas rata-rata uniform untuk ruang di
depan dan di belakang Ruang Permesinan dihitung dengan rumus berikut:
b
95 35
v
dengan
b = volume ruangan di bawah margin line dan di atas wrang, alas ganda atau tangki ceruk yang
disediakan dan dipakai untuk tempat muatan, bahan bakar atau batubara, gudang, ruang bagasi dan
surat pos, kotak rantai dan tangki air tawar, di depan atau di belakang Ruang Permesinan.
Panjang kebocoran ruang berisi sama dengan panjang kebocoran ruang kosong dibagi dengan permeabilitas
ruangan tersebut atau
LF
LF
LF[m]
panjang bocor LF [m],
μ= 85
AP FP
Regulation 6: Permissible length of compartments in passenger ships
2. Faktor penyekatan (Factor of subdivision)
Kapal yang lebih panjang membutuhkan sekat yang lebih banyak dibandingkan kapal yang lebih pendek,
jika lambung timbul sama. Demikian juga kapal yang penumpangnya lebih banyak perlu jaminan
keselamatan yang lebih baik, berarti jarak sekat yang lebih pendek atau jumlah sekat yang lebih banyak.
Untuk mencapai hal-hal di atas, dipakai faktor penyekatan (factor of subdivision). Hasil perhitungan di
atas LFµ dikalikan dengan faktor penyekatan untuk mendapatkan panjang kompartemen yang diijinkan
(Permissible length of compartment).
3. Criterion of service
Apakah suatu kapal terutama dipakai untuk mengangkut barang atau penumpang, diukur dengan criterion
service.
Sebelum menghitung criterion of service, kita harus menghitung P1 terlebih dahulu.
L = panjang kapal dalam meter menurut Regulation 2
M = volume Ruang Permesinan dalam m3 menurut Regulation 2, dengan ditambah bunker minyak
permanen yang boleh terletak di atas alas ganda dan di depan atau di belakang Ruang Permesinan
P = seluruh volume Ruang Penumpang di bawah margin line dalam m3 menurut Regulation 2
V = seluruh volume badan kapal di bawah margin line dalam m3
Selanjutnya
N = jumlah penumpang yang akan ditulis dalam sertifikat
K = 0.056L
3
PU = seluruh volume Ruang Penumpang di atas margin line dalam m ,
Untuk kapal dengan panjang tertentu, factor penyekatan ditentukan oleh criterion of service numeral dan
selanjutnya disebut criterion numeral CS. Criterion numeral dihitung sebagai berikut:
M 2 P1
C S 72 jika P1 > P
V P1 P
M 2P
C S 72 jika P1 <=P
V
dengan
CS = criterion numeral
Faktor penyekatan
Pengaruh panjang kapal dinyatakan oleh faktor A dan B. Faktor A adalah untuk kapal yang panjang dan
terutama mengangkut barang dan factor B adalah untuk kapal yang pendek dan terutama mengangkut
penumpang. Faktor A dan B dihitung dengan rumus berikut:
58.2
A 0.18 untuk panjang kapal 131 m atau lebih
L 60
30.3
B 0.18 untuk panjang kapal 79 m atau lebih
L 42
Untuk kapal yang melakukan pelayaran international jangka pendek berlaku peraturan-peraturan berikut.
Pelayaran internasional jarak pendek (short international voyage) adalah pelayaran internasional yang
- selama pelayarannya kapal tidak pernah lebih dari 200 mil dari suatu pelabuhan atau tempat lain
untuk menurunkan penumpang dan ABK supaya selamat.
- Jarak antara pelabuhan singgah terakhir dalam negara tempat kapal mulai pelayarannya dengan
pelabuhan akhir pelayarannya maupun jalur pulangnya tidak boleh melebihi 600 mil.
LP[m]
panjang bocor LFμ [m],
μ= 85
E
A C G D B FP
Pada kurva panjang bocor, masukkan pengaruh permeabilitas dan faktor penyekatan hingga mendapatkan
panjang yang diijinkan (curve of permissible length).
Berdasarkan kurva panjang yang diijinkan, periksalah apakah peletakkan sekat pada kapal sudah memenuhi
syarat.
Contoh: sepasang sekat kedap air yang dipasang di A dan B tidak memenuhi syarat, sebab kalau dari titik
tengah G kita ukurkan panjang AB ke atas dan mendapat titik E, titik ini berada di atas garis panjang ijin LP,
berarti jarak sepasang sekat tersebut melebihi panjang yang diijinkan.
Kalau sepasang sekat itu kita letakkan di C dan D akan memenuhi syarat, sebab kalau dari titik tengah G kita
ukurkan panjang CD ke atas dan mendapat titik F, titik ini berada di bawah garis panjang ijin LP, berarti jarak
sepasang sekat tersebut kurang dari panjang yang diijinkan.
Stabilitas kapal berpenampang trapezium
Lebar geladak = BDEK, lebar alas = BALAS, tinggi geladak = H, sarat awal = T
Kapal oleng sebesar θ dengan displasemen tetap, bidang air memotong CL setinggi TM.
Luas Penampang semula
T T T
B AWAL B ALAS ( B DEK B ALAS ) 1 B ALAS B DEK
H H H
T T
Luas gading besar = 12 T ( B AWAL B ALAS ) 12 T 2 B ALAS BDEK
H H
Persamaan bidang air
Titik potong bidang air dengan CL: (0, TM)
Persamaan bidang air: y tan z TM
z TM
y atau z y tan TM
tan
Perpotongan bidang air dengan sisi kanan
Ujung kanan geladak ( 12 B DEK , H ) , ujung kanan alas ( 12 B ALAS ,0) .
z ( BDEK B ALAS )
Persamaan garis sisi kanan: 2 y B ALAS
H
Matrix:
tan 1 H ( BDEK BALAS )
1
( BDEK BALAS ) inverse H
2 H 2 H ( BDEK BALAS ) tan
2 tan
Titik potong
( BDEK BALAS )
H
1 TM
2 H ( BDEK BALAS ) tan
H
2 tan BALAS
( BDEK B ALAS )TM HB ALAS H (2TM BALAS tan )
y KANAN dan z KANAN
2 H ( BDEK B ALAS ) tan 2 H ( BDEK B ALAS ) tan
Perpotongan bidang air dengan sisi kiri
Luas kiri
Trapesium 1
2 z KI ( 12 B ALAS y KI )
Segitiga 12 y KI (TM z KI )
Jumlah 1
4 B ALAS z KI 12 y KI TM
Luas kanan
Trapesium 1
2
z KA ( 12 B ALAS y KA )
Segitiga y KA ( z KA TM )
1
2
4 HTM ( BDEK B ALAS ) 4 H 2 B ALAS
y KIRI y KANAN
4 H 2 ( BDEK B ALAS ) tan 2