13
dalam pelaksanaan kegiatan operasi penangkapan ikan dapat berjalan
optimal.
(2) Sarana Produksi
Indikator utama dan merupakan penunjang kearah berkembangnya usaha
perikanan tangkap sangat bergantung pada fungsi sarana produksi yang
tersedia. Sarana produksi tersebut antara lain penyediaan alat tangkap, pabrik
es, galangan kapal, instalasi air tawar dan listrik serta pendidikan dan
pelatihan tenaga kerja (Dahuri 2003).
(3) Usaha Penangkapan/Proses Produksi
Usaha penangkapan terdiri dari kapal, alat dan nelayan, aspek legal yang
meliputi sistem informasi dan unit sumberdaya terdiri dari spesies, habitat
dan lingkungan fisik.
(4) Prasarana Pelabuhan
Menurut Peraturan Menteri Kelautan Perikanan nomor PER.16/MEN/2006
tentang Pelabuhan Perikanan, yang dimaksud dengan pelabuhan perikanan
adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan
bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
14
dilakukan secara tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan
pengasapan ataupun dengan cara modern/menggunakan es, atau alat
pendingin lainnya (Moeljanto 1996).
(6) Unit Pemasaran
Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyebutkan bahwa pemasaran merupakan
arus pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen.
15
Ecological Sustainability
INSTITUTIONAL
SUSTAINABILITY
Socio-economic Community
Sustainability Sustainability
Gambar 3 Segitiga keberlanjutan perikanan (Charles 2001).
(1) Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil;
16
Menurut Cochrane (2002) tujuan (goal) umum dalam pengelolaan
perikanan meliputi 4 (empat) aspek yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial.
Tujuan sosial meliputi tujuan-tujuan politis dan budaya. Contoh masing-masing
tujuan tersebut yaitu :
(1) Untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau diatas tingkat yang
diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas (tujuan biologi);
17
Menurut Mann dan Lazier (1991), tujuan pengelolaan potensi kelautan
dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu yang berorientasi pada aspek
biologi, aspek ekonomi, aspek rekreasi; dan aspek sosial. Dari beberapa tujuan
pengelolaan, mungkin ada satu atau dua yang tidak dapat direalisasikan dengan
segera karena keterbatasan sumberdaya yang ada atau karena kondisi perairan
yang belum memungkinkan.
18
(11) Menggiring ikan ke arah jaring, misalnya muro-ami
(12) Mengkondisikan ikan dengan cahaya atau umpan di atas cakupan jaring
untuk selanjutnya diangkat, contohnya bagan perahu dan bagan tancap
(13) Menebar jaring di atas ikan, misalnya jala
(14) Menghadang ikan dengan jaring sehingga terjerat atau terpuntal, misalnya
jaring insang (gillnet) dan jaring puntal
(15) Mengeluarkan ikan atau biota air lainnya dari suatu perairan dan
memindahkannya ke atas kapal, misalnya fish pump
19
Tabel 1 (lanjutan)
No Kelompok Jenis
1. Sero (guiding barrier)
2. Jermal (stow net)
7 Perangkap (traps)
3. Bubu (portable trap)
4. Perangkap lainnya (other traps)
Pengumpul dan penangkap 1. Alat penangkap kerang (shell fish gears)
8
(collectors and gears) 2. Alat pengumpul rumput laut (seaweed collectors)
3. Alat penangkap teripang (sea cucumber gears)
4. Alat penangkap kepiting (crab gears)
1. Muroami (muro ami)
9 Alat tangkap lainnya 2. Jala lempar/tebar (cast net)
3. Garpu dan tombak (harpoon)
Sumber : DJPT-DKP (2008)
20
2.2.1 Pukat cincin
Pukat cincin atau purse seine adalah alat penangkap ikan dari jaring yang
dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan hingga alat berbentuk
seperti mangkuk pada akhir proses penangkapan ikan. Operasi melingkar ini
dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line diantara cincin-
cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan
tinggi diperlukan dalam hal ini agar ikan tidak dapat meloloskan diri. Setelah ikan
berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan pengambilan hasil tangkapan
menggunakan alat bantu serok atau scoop net.
Jaring insang adalah alat penangkap ikan dari jaring, berbentuk empat
persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama. Berdasarkan kontruksinya,
jaring insang dikelompokkan menjari jaring insang satu lapis, jaring insang dua
lapis, jaring insang tiga lapis atau trammel net. Berdasarkan cara pengoperasian
di perairan, jaring insang dikelompokkan menjadi jaring insang hanyut (drift
gillnet), jaring insang tetap (set gillnet), jaring insang lingkar (encyrcling gillnet)
dan jaring klitik (entangled gillnet). Berdasarkan lokasi pengoperasiannya, jaring
insang dikelompokkan menjadi jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring
insang pertengahan (midwater gillnet) dan jaring insang dasar (bottom gillnet).
21
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu jaring insang hanyut siang dan jaring insang
hanyut malam. Pengoperasian alat tangkap ini dilakukan dengan menggunakan
kapal motor, dengan lama trip sekitar 3-7 hari. Setting dilakukan 3-5 kali dalam
sehari semalam dan waktu yang dibutuhkan dari setting sampai hauling sekitar 2-
3 jam. Pengoperasian jaring insang biasanya dilakukan secara pasif. Setelah
diturunkan ke perairan, kapal dan alat dibiarkan drifting, umumnya berlangsung
selama 2-3 jam. Selanjutnya dilakukan pengangkatan jaring sambil melepaskan
ikan hasil tangkapan ke palka.
22
tenggelam, deep sea water, industri garam rakyat, pengelolaan pasir laut, industri
penunjang, pengembangan kawasan industri perikanan terpadu, dan
keanekaragaman hayati laut. Pemanfaatan potensi tersebut perlu dilakukan
melalui upaya-upaya yang bertanggung jawab dengan mengedepankan prinsip-
prinsip yang berkelanjutan. Salah satu upaya penting yang dilakukan selama ini
adalah dengan mengembangkan usaha perikanan tangkap terpadu, mulai dari
skala kecil (tradisional) hingga skala besar (industri).
23
pihak lain. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka
menguatkan aspek organisasi, sehingga timbul adanya pola-pola kemitraan antara
pelaku usaha skala kecil dengan mitranya. Namun kebanyakan program
pengembangan tersebut berjalan relatif tidak lancar (terseok-seok) (Roger 1990).
24
Tabel 2 (lanjutan)
Permintaan pasar dunia untuk konsumsi ikan akan terus menguat seiring
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan manfaat positif dari produk
perikanan. Beberapa negara maju diperkirakan menjadi importir bersih produk
perikanan pada tahun 2030 dengan volume impor mencapai 21 juta ton. Pasar
25
ekspor China juga dinilai potensial dengan konsumsi diprediksi naik dari 33 juta
ton pada tahun 1997 menjadi 53 juta ton pada tahun 2020. Untuk mengimbangi
peningkatan permintaan tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan produksi
perikanannya. Kenaikan rata-rata total produksi perikanan tangkap dari tahun
2005 2009 sebesar 2,95 persen, berturut-turut total produksi perikanan tangkap
dari tahun 2005 2009 (tahun 2009 angka sementara) adalah sebagai berikut;
4,705 juta ton, 4,806 juta ton, 5,044 juta ton, 5,196 juta ton dan 5,285 juta ton
(KKP 2010). Peningkatan yang cukup rendah pada produksi perikanan tangkap di
laut pada kurun waktu tersebut terjadi karena beberapa upaya pengendalian yang
dilakukan pemerintah seiring dengan jumlah produksi yang sudah mendekati
jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB) yaitu sebesar 80 persen dari nilai
potensi lestari sumber daya ikan atau sebesar 5,12 juta ton/tahun (MMAF 2009a).
Pembatas terbesar pada peningkatan produksi adalah kurangnya
peningkatan teknologi, perluasan pasar dan biaya operasional yang tinggi,
terutama bahan bakar yang mencapai 60% biaya produksi. Untuk itu diperlukan
bantuan dari berbagai pihak untuk menyediakan modal usaha atau modal
operasional yang meringankan nelayan dalam penggunaan bahan bakar sebelum
dan setelah produksi. Mengingat masih banyak lembaga keuangan yang
membatasi kredit atau penyaluran modal bagi usaha bidang perikanan, terutama
perikanan tangkap (Sparre dan Venema 1999).
Salah satu komponen pokok yang sensitif dan selalu menjadi ciri khas
pada usaha perikanan tangkap skala kecil dan menengah adalah permasalahan
permodalan. Permasalahan modal bukan disebabkan oleh tidak adanya lembaga
keuangan dan kurangnya uang beredar, namun disebabkan sebagian besar
lembaga keuangan di Indonesia kurang berminat pada kegiatan usaha perikanan,
karena dianggap beresiko tinggi (high risk) mengingat hasil tangkapan nelayan
tidak pasti. Dalam menyalurkan dana pinjamannya, lembaga keuangan pada
umumnya menetapkan syarat agunan (collateral) yang sulit untuk dapat dipenuhi
oleh para pelaku usaha penangkapan ikan skala kecil.
Dalam proses produksi di bidang perikanan, berbagai hal perlu
dilaksanakan secara sinergi sehingga kegiatan produksi berhasil maksimal.
26
Terkait dengan ini ada beberapa aspek yang perlu dianalisis dan dipertimbangkan
terkait kegiatan produksi dalam bidang perikanan ini, yaitu :
27
9) Pengangkutan hasil tangkapan ke pelabuhan
10) Fasilitas pelabuhan yang menjadi tempat pendaratan ikan
(4) Aspek organisasi dan manajemen yang meliputi :
1) Aspek legal perusahaan
2) Aspek legal proyek
3) Struktur organisasi yang ada
4) Struktur manajemen per komponen
5) Uraian tanggung jawab dan kewenangan
6) Uraian tugas setiap personel
7) Rencana struktur organisasi proyek
8) Kaitan dengan perusahaan, instansi dan lembaga lain
9) Kualifikasi dan pengalaman karyawan yang ada
10) Kualifikasi dan sumber personel yang akan direkrut.
11) Pendapatan dan insentif karyawan dan ABK armada penangkapan ikan
12) Fasilitas bagi karyawan dan ABK
(5) Analisis kepekaan yang mencakup :
1) Penurunan produksi (5 25 %) tergantung lama musim pacekelik, kondisi
fisik daerah penangkapan yang tidak mendukung.
2) Peningkatan produksi tergantung lama musim puncak dan peningkatan
hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE).
28
Indonesia, perangkat hukum tersebut dapat berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan presiden, surat keputusan menteri, dan peraturan daerah.
Beberapa perangkat hukum terkait dengan pemanfaatan sumberdaya ikan
di Indonesia diantaranya adalah :
29
manusia yang secara nyata dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan
sumberdaya pesisir serta masih memungkinkan untuk dikembangkan. Untuk
wilayah keseharian, pemerintah mempunyai kewenangan yang dapat menetapkan
beberapa peraturan terkait dengan aktivitas ekonomi atau pembangunan yang
dilakukan oleh manusia.
Menurut Dahuri (2001), wilayah pesisir merupakan ruang dimana terjadi
pertemuan antara daratan dan lautan. Ruang ke arah daratan meliputi bagian
daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ruang ke
arah lautan terdiri dari bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses
alami yang terjadi di daratan seperti aliran air tawar dan sedimentasi. Ruang ke
arah laut ini didiami oleh berbagai jenis ikan, terumbu karang, rumput laut, dan
biota laut lainnya.
(2) Di wilayah pesisir dan laut yang padat, biasanya kegiatan ekonomi
berkembang dengan pesat baik yang mengarah ke daratan maupun
mengarah ke lautan, seperti transportasi, pasar produk, pariwisata,
pertambakan, budidaya rumput laut, penangkapan ikan dan lainnya.
Akibatnya, tekanan terhadap wilayah pesisir dan laut tersebut semakin
meningkat, apalagi semua limbah kegiatan bermuara ke wilayah sekitar.
(3) Di wilayah pesisir dan laut hidup berbagai jenis biota baik dari jenis
tumbuhan maupun hewan darat dan laut. Biota tersebut mempunyai
30
manfaat banyak bagi kehidupan seperti pelindung terhadap abrasi, bahan
obat-obatan, pengontrol suhu perairan dan daratan sekitar, serta manfaat
lainnya.
(4) Wilayah pesisir dan laut merupakan sumberdaya yang menjadi milik
bersama (common property resources), sehingga banyak yang bergantung
kepada wilayah tersebut. Dengan demikian, kerusakan terhadap wilayah ini
akan memberi dampak luas pada kehidupan masyarakat.
Wilayah pesisir dan laut selama ini banyak dipergunakan untuk berbagai
kegiatan masyarakat seperti untuk kegiatan industri, perdagangan, perkantoran,
pemukiman, pengembangan kegiatan perikanan, rekreasi, sumber energi, kegiatan
militer, perlindungan alam bahkan pembuangan limbah dari aktivitas manusia.
Kondisi ini memang cukup dilematis, dimana aktivitas yang bertolakbelakangpun
dampaknya dapat terjadi di wilayah ini. Hal ini dapat dipahami karena wilayah
pesisir dan laut ini merupakan penghubung aktivitas di darat dan laut, aktivitas
antar pulau, dan secara geografis berada di wilayah ruang yang rendah sehingga
menyebabkan beberapa aliran sungai bermuara di ruang/wilayah pesisir dan laut
tersebut termasuk yang membawa berbagai jenis limbah di daratan. Terkait
dengan ini, maka pemanfaatan wilayah pesisir dan laut terutama untuk kegiatan
perikanan harus diatur dengan baik. Kegiatan perikanan merupakan kegiatan
produksi yang menghasilkan bahan pangan bagi kehidupan manusia, sehingga
perlu diberi ruang aktivitas yang tepat untuk dihasilkannya produk perikanan yang
aman bagi kehidupan manusia.
31
sederhana, fleksibel karena dapat disesuaikan dengan tujuan analisis serta mudah
dipahami.
Analisis SWOT juga telah menjadi salah satu alat yang berguna dalam
bidang industri. Namun demikian tidak menutup kemungkinan untuk digunakan
pada bidang-bidang yang lain karena sifatnya yang fleksibel sebagai aplikasi alat
bantu pembuatan keputusan. Proses penggunaan analisis SWOT diperlukan
suatu survei internal tentang strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan)
program, serta survei eksternal tentang opportunities (peluang) dan threats
(ancaman).
1) Kekuatan
Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau
konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang
terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
2) Kelemahan
Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau
konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang
terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
3) Peluang
Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang akan terjadi.
Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau
konsep bisnis itu sendiri, misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi
lingkungan sekitar.
4) Ancaman
Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat
mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
Analisis SWOT dimulai dengan membuat tabel matriks yang berfungsi
sebagai tabel informasi SWOT. Kemudian dilakukan pembandingan antara faktor
internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan dengan faktor eksternal yang
meliputi peluang dan ancaman. Proses pengambilan keputusan strategis selalu
berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan
(Rangkuti 2008). Strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling
menguntungkan dengan resiko dan ancaman yang paling kecil.
32
Selain untuk pemilihan strategi dan kebijakan alternatif, analisis SWOT
dapat digunakan untuk melakukan perbaikan dan improvisasi strategi dan
kebijakan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam kondisi saat ini,
analisis SWOT dapat menghasilkan strategi untuk melakukan perbaikan diri,
antara lain strateginya dengan meningkatkan kekuatan dan peluang atau
melakukan strategi lain yaitu mengurangi kelemahan dan ancaman.
33
keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat dipermukaan bumi dimana
posisinya diketahui (Prahasta 2001). SIG pada dasarnya adalah suatu sistem
informasi yang bereferensi dan berbasis komputer, yang mampu menampung,
menyimpan, mengolah dan mensimulasi data spasial, sehingga menghasilkan
output sesuai tujuan.
SIG bermanfaat untuk melakukan perencanaan agar karakteristik potensi
suatu wilayah dapat digambarkan dengan baik, karena SIG mampu
mengintegrasikan beberapa data/peta dan mempunyai kemampuan sebagai
pangkalan data yang selalu dapat diperbaharui dan ditambah isinya sedemikian
rupa, sehingga data tersebut dapat dipilih dan dipergunakan bagi berbagai
kepentingan dalam suatu perencanaan dan pengambilan keputusan. Dalam SIG
data disimpan dalam dua bentuk, yaitu data spasial dan data atribut. Untuk
keperluan analisis data spasial, data atribut disimpan secara terpisah yang
selanjutnya diintegrasikan (Maguire et al. 1991, diacu dalam Soebagio 2004).
Dengan menggunakan data yang diperoleh dari fasilitas citra satelit dan foto udara
yang dapat dihubungkan secara langsung, maka data diperoleh dari periode
tertentu pada area yang sama, dipakai untuk mengetahui perubahan yang terjadi di
rona muka bumi.
SIG berperan dalam penyusunan data dasar dan model analisis spasial
sehingga akan didapatkan model dasar. Model dasar dan data dasar yang dibuat
digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menyusun skenario perencanaan dan
identifikasi kegiatan-kegiatan pembangunan dengan menentukan kriteria-kriteria
setiap kegiatan. Selanjutnya dengan SIG dapat diperoleh suatu kesesuaian
pemanfaatan ruang yang terkoordinasi yang melibatkan sejumlah data dan
informasi yang bervariasi.
34
ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang
menjadi pemicu pertumbuhan.
Menurut Moineddin et al. (2002), analisis Location Quotient (LQ) banyak
digunakan sebagai metode utama dalam menganalisis ekonomi basis suatu
wilayah (Isserman 1977 diacu dalam Moineddin et al. 2002). Dalam penelitian
ini analisis LQ digunakan untuk menentukan wilayah yang dapat dijadikan basis
pengembangan alat tangkap potensial di perairan Jakarta sehingga dapat memacu
ekonomi wilayah tersebut dalam skala kecamatan.
35
menyederhanakan dan mempercepat pengambilan keputusan. Pada dasarnya
metode AHP memecah suatu situasi yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam
bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan
hierarki, memberi pertimbangan numerik pada pertimbangan subyektif tentang
relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesa berbagai pertimbangan untuk
menetapkan variabel yang memiliki prioritas relatif yang lebih tinggi (Saaty
1991).
Penetapan prioritas berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif
dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya
(Mulyono 1991). Langkah pertama untuk menyusun prioritas adalah
membandingkan kepentingan relatif dari masing-masing unsur dan menduga
prioritas untuk sub faktornya. Sintesis prioritas dilakukan untuk mendapatkan
prioritas menyeluruh subsektor dan langkah berikutnya.
36
Tabel 3 Matriks penelitian terdahulu di perairan Jakarta
Peneliti/Tahun/Judul Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
Anna. 2003. Model Membangun model Model paling fit untuk
Embedded Dinamik embedded dinamik ekonomi interaksi perikanan-
Ekonomi Interaksi interaksi perikanan- pencemaran adalah model
Perikanan Pencemaran Gompertz
pencemaran
37
Tabel 3 (lanjutan)
38
Tabel 3 (lanjutan)
39
Tabel 3 (lanjutan)
40
untuk aktivitas perikanan di perairan Jakarta berdasarkan rencana tata ruang
wilayah, dan (4) menganalisis faktor internal dan eksternal dalam rangka
menyusun strategi pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di perairan
Jakarta. Keempat tujuan secara khusus tersebut diatas belum pernah dilakukan
sebelumnya. Tujuan pertama dan kedua dari penelitian ini dapat melengkapi
penelitian tentang tangkap lebih (overfishing) dan efisiensi dari perbaikan
kerusakan sumberdaya ikan terhadap peningkatan upaya pemanfaatan potensi
perikanan yang dilakukan Anna (2003).
Tujuan ketiga dari penelitian ini membantu mempertegas upaya
pemecahan konflik pemanfaatan lahan/wilayah dalam penelitian Rudianto (2004)
dan potensi perikanan yang mengundang ketertarikan masyarakat termasuk
squatter yang terlibat pada kegiatan perikanan. Tujuan ketiga ini pula
menyempurnakan penelitian Saksono (2008) tentang pembangunan daerah
Kepulauan Seribu yang berbasis industri perikanan, yaitu sebagai tambahan
rujukan pengembangan daerah berdasarkan kesesuaian ruang dan penentuan
wilayah basis alat tangkap potensial.
Tujuan keempat penelitian ini merumuskan lebih aplikatif tentang
strategi pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di perairan Jakarta dan
sebelumnya belum pernah dilakukan di lokasi. Namun tujuan keempat ini dapat
menjadi rujukan implementatif bagi model pembangunan berbasis industri
perikanan yang dilakukan Saksono (2008).
41