Anda di halaman 1dari 23

NIKAH ( PERNIKAHAN )

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih
Dosen Pengampu : Hasanain Haikal Hadining, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Siti Maesaroh ( 1620210109 )


Khoiril Lana Akbar ( 1620210110 )
Milady Farihah ( 1620210111 )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pertalian nikah adalah pertalian yang
seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami
istri dan keturunannya, melainkan antara dua keluarga. Betapa tidak? Dari
baiknya pergaulan antara si istri dengan suaminya, kasih-mengasihi, akan
berpindahlah kebaikan itu kepada semua keluarga, dari kedua belah pihaknya
sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan bertolong-tolongan sesama
dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan
pernikahan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya. 1

Faedah yang terbesar dalam pernikahan adalah untuk menjaga dan


memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab seorang
perempuan, apabila ia sudah menikah, maka nafkahnya (biaya hidupnya) wajib
ditanggung oleh suaminya. Pernikahan juga berguna untuk memelihara kerukunan
anak cucu (keturunan), sebab kalau tidak dengan nikah, tentulah anak tidak
berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa bertanggung jawab atasnya.
Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum, sebab kalau tidak ada
pernikahan, tentu manusia akan menurutkan sifat kebinatangan, dan dengan sifat
itu akan timbul perselisihan, bencana, dan permusuhan antara sesamanya, yang
mungkin juga sampai menimbulkan pembunuhan yang dahsyat.2

1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2014, hlm. 374.
2
Ibid, hlm. 375.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Makalah ini mengajak pembaca untuk lebih jelas lagi memahami bab
pernikahan dengan menjabarkan rumusan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan nikah (pernikahan) ?


2. Apa hukum nikah ?
3. Apa rukun nikah ?
4. Apa pengertian, syarat dan urutan wali nikah ?
5. Apa pengertian saksi nikah dan syarat-syaratnya ?
6. Siapa saja mahram (orang yang tidak halal dinikahi) ?
7. Apa yang dimaksud dengan mahar (maskawin) ?
8. Apa kewajiban suami dan istri ?
9. Apa pengertian, hukum dan lafaz talak?
10. Apa macam-macam talak?
11. Apa bentuk-bentuk putusnya hubungan pernikahan ?
12. Apa pengertian, hukum dan rukun rujuk ?
13. Apa pengertian iddah dan macam-macamnya?
14. Apa pengertian hadhanah dan syarat-syaratnya ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN NIKAH (PERNIKAHAN)

Nikah menurut bahasa : al-jamu dan al-dhamu yang artinya kumpul. 3


Makna nikah (Zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad
nikah. 4 Menurut syarak, nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan
perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk
membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang
sejahtera.5
Tarif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi
hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang bukan mahram.6 Firman Allah SWT :
Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah)
seorang saja. (An-Nisa: 3)

2.2 HUKUM NIKAH

Hukum nikah terbagi menjadi lima, yaitu :


1. Jaiz (diperbolehkan), ini asal hukumnya.
2. Sunnat, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dan
lain-lainnya.
3. Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan
tergoda pada kejahatan (zina).

3
Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syair,
Wasiat, kata Mutiara, Jakarta: Qisthi Press, 2003, hlm. 5.
4
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2014, hlm. 7.
5
Ibid., hlm. 8.
6
Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hlm. 374.
4. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.
5. Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang
dinikahinya. 7

2.3 RUKUN NIKAH

Rukun nikah terbagi menjadi tiga, yaitu :


1. Sigat (akad), yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata wali
Saya nikahkan engkau dengan anak saya yang bernama1) jawab
mempelai laki-laki, Saya terima menikahi1) Boleh juga didahului oleh
perkataan dari pihak mempelai, seperti: Nikahkanlah saya dengan
anakmu. Jawab wali, Saya nikahkan engkau dengan anak saya 1)
karena
maksudnya sama.
2. Wali (wali si perempuan). Keterangannya adalah sabda Nabi Saw :
Barang siapa di antara perempuan yang menikah tidak dengan izin
walinya, maka pernikahannya batal. (Riwayat empat orang ahli hadis,
kecuali Nasai)
Janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain, dan jangan pula
seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri. (Riwayat Ibnu Majah
dan Daruqutini).
3. Dua orang saksi. Sabda Nabi Muhammad Saw :
Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil. (Riwayat
Ahmad) 8

2.4 PENGERTIAN, SYARAT DAN URUTAN WALI NIKAH

Wali adalah orang yang berhak menikahkan perempuan dengan laki-laki


sesuai dengan syariat Islam.9

7
Ibid., hlm. 381-382.
8
Ibid., hlm. 382-383.
Persyaratan wali:
1. Laki-laki
2. Muslim
3. Baligh
4. Berakal
5. Tidak fasik
6. Mempunyai hak untuk wali.10

Urutan wali dalam pernikahan:


1. Ayah kandung.
2. Kakek dari pihak ayah, dan seterusnya keatas.
3. Saudara laki-laki kandung (seayah seibu).
4. Saudara laki-laki seayah.
5. Anak laki-laki saudara laki-laki kandung.
6. Anak laki-laki audara laki-laki seayah.
7. Paman (saudara ayah) kandung.
8. Paman (saudara ayah) seayah.
9. Anak laki-laki dari paman kandung.
10. Anak laki-laki dari paman seayah.
11. Wali hakim.11

2.5 PENGERTIAN SAKSI NIKAH DAN SYARAT-SYARATNYA

Saksi adalah orang yang menyaksikan dengan sadar pelaksanaan ijab


qabul dalam pernikahan.12

9
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Pendidikan Agama Islam : Fikih, Semarang
: Karya Toha Putra, 2008, hlm. 77.
10
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Loc.Cit.
11
Ibid., hlm. 78.
12
Ibid., hlm. 77.
Persyaratan saksi
Dalam pernikahan harus disaksikan oleh minimal dua orang saksi dengan
syarat:
1. Laki-laki
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Adil
6. Pendengaran dan penglihatannya sempurna
7. Memahami bahasa yang diucapkan dalam ijab qobul
8. Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah13

2.6 MAHRAM (ORANG YANG TIDAK HALAL DINIKAHI)

Mahram (orang yang tidak halal dinikahi) ada 14 macam :


a) Tujuh orang dari pihak keturunan :
1. Ibu dan ibunya (nenek), ibu dari bapak, dan seterusnya sampai ke atas.
2. Anak dan cucu, dan seterusnya ke bawah.
3. Saudara perempuan seibu sebapak, sebapak, atau seibu saja.
4. Saudara perempuan dari bapak.
5. Saudara perempuan dari ibu.
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
7. Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.
b) Dua orang dari sebab menyusu :
1. Ibu yang menyusuinya.
2. Saudara perempuan sepersusuan.
c) Lima orang dari sebab pernikahan :
1. Ibu istri (mertua).
2. Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya.
3. Istri anak (menantu).

13
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Loc.Cit.
4. Istri bapak (ibu tiri).
5. Haram menikahi dua orang dengan cara dikumpulkan bersama-sama.14

2.7 PENGERTIAN MAHAR (MASKAWIN)

Mahar adalah maskawin, yaitu suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada
pihak perempuan disebabkan terjadinya pernikahan. Pemberian mahar ini
hukumnya wajib bagi laki-laki, walaupun mahar ini bukan termasuk syarat atau
rukun nikah.15
Firman Allah Swt : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang
kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. (An-Nisa: 4)
Mahar diberikan berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang
dianjurkan oleh ajaran Islam :
1. Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
2. Apabila calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh
ditangguhkan baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. Mahar yang
belum ditunaikan penyerahannya menjadi utang calon mempelai pria.
3. Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam
perkawinan.
4. Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah tidak
menyebabkan batalnya perkawinan.16

2.8 KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTRI

Kewajiban suami (hak istri) :


1. Membayar mahar.
2. Memberikan nafkah dengan makruf (baik), baik berupa sandang, pangan,
papan, kesehatan, dll.

14
Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hlm. 389.
15
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Op.Cit., hlm. 80.
16
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hlm. 76.
3. Menggauli istri dengan makruf (muasyarah bil makruf) yaitu dengan
cara-cara yang penuh kasih sayang karena Allah Taala.
4. Mempimpin keluarga sehingga terbentuk keluarga yang harmonis.
5. Mendidik dan membimbing seluruh anggota kejalan yang benar.
6. Adil dan bijaksana terhadap anggota keluarganya.17
Kewajiban istri (hak suami) :
1. Menaati suami jika sumai menerima atau memerintah, kecuali jika
memerintahkan kepada perbuatan yang mungkar.
2. Menjaga diri dan kehormatan keluarga.
3. Menjaga harta kepunyaan suami.
4. Mengatur rumah tangga.
5. Mendidik anak. 18

2.9 PENGERTIAN, HUKUM DAN LAFADZ TALAK

Talak artinya melepaskan ikatan. Dalam hubungannya dengan ketentuan


hukum pernikahan, talak berarti lepasnya ikatan pernikahan dengan ucapan talak
atau lafad lain yang maksudnya sama dengan talak.19 Menilik kemaslahatan atau
kemudaratannya, hukum talak ada empat:
1. Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua
hakim mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya
keduanya bercerai.
2. Sunat. Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi
kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormatan
dirinya.
3. Haram (bidah) dalam dua keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak
sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu.
4. Makruh. Yaitu hukum asal dari talak yang tersebut diatas.20

17
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Op.Cit., hlm. 82-83.
18
Ibid., hlm. 83.
19
Ibid., hlm. 86.
20
Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hlm. 402-403.
Lafaz talak (Kalimat yang dipakai untuk perceraian ada dua macam ):
1. Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang
dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan, seperti kata si suami,
engkau tertalak, atau saya ceraikan engkau. Kalimat yang sarih (terang)
ini tidak perlu dengan niat. Berarti apabila dikatakan oleh suami, berniat
atau tidak berniat, keduanya terus bercerai, asal perkataannya itu bukan
berupa hikayat.
2. Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh di artikan
untuk prceraian nikah atau yang lain, seperti kata suami, pulanglah
engkau kerumah keluargamu, atau pergilah dari sini, dan sebagainya.
Kalimat sindiran ini bergantung pada niat, artinya kalau tidak diniatkan
untuk perceraian nikah, tidaklah jatuh talak. Kalau diniatkan untuk
menjatuhkan talak barulah menjadi talak.21

2.10 MACAM-MACAM TALAK

a) Talak ditinjau dari segi jumlah


1. Talak satu yaitu talak yang pertama kali dijatuhkan oleh suami dan
hanya dengan satu talak.
2. Talak dua yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami untuk yang kedua
kalinya, atau untuk yang pertama kalinya tetapi dengan dua talak
sekaligus. Misalnya, suami berkata: Aku talak kamu dengan talak
dua.
3. Talak tiga yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami untuk yang ketiga
kalinya, atau untuk yang pertama kalinya tetapi langsung talak tiga.
Misalnya, sumai berkata: Aku talak kamu dengan talak tiga.22

21
Ibid., hlm. 403.
22
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Op.Cit., hlm. 88.
b. Talak ditinjau dari segi boleh atau tidaknya bekas suami untuk rujuk.
1. Talak raji yaitu talak yang boleh dirujuk kembali oleh mantan
suaminya selama masa iddah, atau sebelum masa iddahnya berakhir.
Yang termasuk talak raji adalah talak satu atau dua. dr. Asy-Syibaiy
menyatakan bahwa talak raji adalah talak yang dijatukan suami
kepada istrinya. Apabila suami ingin rujuk kembali, maka tidak
memerlukan pembaharuan aqad nikah, tidak memerlukan mahar dan
tidak memerlukan persaksian.
2. Talak bain yaitu talak yang dijatuhkan suami dan bekas suami tidak
boleh merujuk kembali keculi dengan pembaharuan akad nikah dengan
pembaharuan aqad nikah dengan seluruh syarat dan rukunnya. Talak
bain ada dua macam yaitu:
a. Bain shughra ialah yang menghilangkan pemilikan mantan suami
terhadap mantan istri, tetapi tidak menghilangkan kebolehan
mantan suami untuk rujuk dengan memperbaharui aqad nikah.
b. Bain qubra ialah talak tiga di mana mantan suami tidak boleh
rujuk kembali, kecuali apabila mantan istrinya pernah menikah
dengan laki-laki dan sudah digaulinya lalu diceraikan oleh
suaminya yang kedua.23

c. Talak ditinjau dari segi keadaan istri, yaitu :


1. Talak sunny
Yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang pernah
dicampurinya, dan pada waktu itu keadaan istri:
a. Dalam keadaan suci dan pada waktu suci tersebut belum
dicampuri.
b. Sedang hamil dan jelas kehamilannya.
2. Talak bidiy
Yaitu talak yang dijathan suami kepada istri yang pernah dicampurinya,
dan pada waktu itu keadaan istri:

23
Ibid., hlm. 89.
a. Sedang haid.
b. Dalam keadaan suci tetapi pada waktu suci tersebut sudah
dicampuri.
3. Talak la sunny wala bidiy
Talak la sunny wala bidiy (bukan talak sunny dan bidiy), yaitu talak
yang dijatuhkan suami dengan keadaan istri:
a. Belum pernah dicampuri.
b. Belum pernah haid karena massih kecil aatau sudah berhenti haid
(menophouse).24

d. Talak ditinjau dari segi tugas atau tidaknya kata-kata yang


dipergunakan:
1. Talak sharih yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas
dan tegas, dipahami sebagai talak pada saat dijatuhkan.
2. Talak kinayah yaitu talak yang menggunakan kata-kata sindiran atau
samar-samar yang tujuannya menjatuhkan talak.25

e. Talak ditinjau dari segi langsung atau tidaknya menjatuhkan talak


1. Talak muallaq
Yaitu talak yang dikaitkan dengan syarat tertentu. Talak ini jatuh
apabila syarat yang disebutkan suami terwujud. Misalnya, suami
mengatakan: Engkau tertalak bila meninggalkan salat. Maka apabila
benar-benar istri tidak salat jatuhlah talak.
2. Talak ghairu muallaq
Yaitu talak yang tidak dikaitkan denga suatu syarat tertentu. Misalnya,
suami berkata: Sekarang juga engkau aku talak.26

24
Ibid., hlm. 90.
25
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Loc.Cit.
26
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Loc.Cit.
f. Talak ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak
1. Talak dengan ucapan
Yaitu talak yang disampaikan oleh suami terhadap istrinya dengan
ucapan lisan di hadapan istri dan istri mendengar langsung ucapan
suaminya.
2. Talak dengan tulisan
Yaitu talak yang disampaina oelh suami dalam bentuk tulisan,
kemudian istrinya membaca dan memahami isinya.
3. Talak dengan isyarat
Yaitu talak dengan menggunakan isyarat oleh suami yang tidak bisa
bicara (tuna wicara), sepanjang isyarat itu jelas dan benar untuk
maksud talak, sementara istrinya memahami isyarat tersebut.
4. Talak dengan utusan
Yaiu talak yang dijatuhkan suami dengan melalui perantaraan orang
yang bisa dipercaya untuk menyampaikan maksud bahwa suaminya
menalak istrinya.27

2.11 BENTUK-BENTUK PUTUSNYA HUBUNGAN PERNIKAHAN

a. Talik talak
Men-taliq-kan talak sama hukumnya dengan talak tunai, yaitu makruh. Ini
menurut hukum yang asal. Tapi kalau adanya taliq itu akan membawa pada
kerusakan (kekacauan), sudah tentu hukumnya jadi terlarang (haram).28

b. Nusyuz (durhaka)
Apabila istri menentang kehendak suami dengan tidak ada alasan yang
dapat diterima menurut hukum syara, tindakan itu dipandang durhaka seperti hal-
hal dibawah ini:

27
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Loc.Cit.
28
Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hlm. 408.
1. Suami telah menyediakan rumah yag sesuai dengan kedaan suami, tapi
istri tidak ma pindah kerumah itu atau istri meninggalkan rumah
tangga tanpa ijin suami,
2. Apabila suami istri tinggal dirumah kepunyaan istri dengan ijin istri,
kemudian pada suatu waktu istri mengusir (melarang suami) masuk
rumah itu dan bukan karena minta pindah kerumah yang disediakan
oleh suami.
3. Umpamanya istri menetap ditempat yang disediakan oleh
perusahaannya, sedangkan suami minta supaya istri menetap dirumah
yang disediakannya, tetapi istri berkeberatan dengan tidak ada alasan
yang pantas.
4. Apabila istri berpergian dengan tidak beserta suami atau mahramnya,
walaupun perjalanan itu wajib, seperti pergi haji, karena perjalanan
perempuan yang tidak beserta suami atau mahram terhitung maksiat.29

c. Fasakh
Fasakh adalah jatuhnya talak oleh keputusan hakim atas dasar pengaduan
istri, sementara hakim mempertimbangkan kelayakannya, sementara suami tidak
mau menjatuhkan talak. 30 Perceraian dalam bentuk fasakh ini biasanya berlaku
apabila:
1. Terdapat air (cacat) pada salah satu pihak.
2. Suami tidak mau memberikan nafkah.
3. Mengumpulkan dua orang saudara menjadi istri.
4. Penganiayaan yang berat pada fisik.
5. Suami murtad atau hilang tidak jelas hidup atau mati.31

d. Zihar
Zihar ialah seorang laki-laki menyerupakan istrinya dengan ibunya
sehingga istrinya itu haram atasnya, seperti kata suami kepada istrinya, Engkau

29
Ibid., hlm. 398.
30
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Op.Cit., hlm. 91.
31
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Loc.Cit.
tampak olehku seperti punggung ibuku. Zihar ini pada zaman jahiliyah diangap
menjadi talak, kemudian diharamkan oleh agama Islam serta diwajibkan
membayar denda (kafarat).32

Firman Allah SWT:


Orang-orang yang men-zihar istri-istrinya diantara kamu (menganggap
istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu
mereka tidak lain hanyalah wanita melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka
sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. (Al-
Mujdilah : 2)

Denda kafarat atau zihar :


1. Memerdekakan hamba sahaya.
2. Kalau tidak dapat memerdekakan hamba sahaya, puasa dua bulan berturut-
turut.
3. Kalau tidak kuat puasa, memberi makanan 60 orang miskin tiap-tiap orang
sa fitrah ( liter). 33

Tingkatan ini perlu berurut sebagaimana tersebut di atas. Berarti yang


wajib dijalankan adalah yang pertama lebih dahulu; kalau yang pertama tidak
dapat dijalankan, baru boleh dengan jalan yang kedua; begitu pula kalau tidak
dapat yang kedua, baru boleh yang ketiga.34

e. Illa
Ila artinya sumpah si suami tidak akan mencampuri istrinya dalam masa
yang lebih dari 4 bulan atau dengan tidak menyebutkan jangka waktunya..
Sebagian ulama berpendapat, apabila sampai 4 bulan suami tidak kembali
(campur), maka dengan sendirinya kepada istri itu jatuh talak bain, tidak perlu
dikemukakan kepada hakim.35

32
Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hlm. 411-412.
33
Ibid., hlm. 412
34
Sulaiman Rasjid, Loc.Cit.
35
Ibid., hlm. 410-411.
Firman Allah SWT :
Kepada orang-orang yang meng-ila istrinya diberi tangguh empat bulan
(lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam
(bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (Al-Baqarah : 226-227)

f. Lian
Lian adalah perkataan suami sebagai berikut, Saya persaksikan kepada
Allah bahwa saya benar terhadap tuduhan saya kepada istri saya bahwa dia telah
berzina.36

Firman Allah SWT :


Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak
mempunyai saksi-saksi diri mereka sendiri. Maka persaksian orang itu adalah
empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk
orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: Bahwa laknat Allah atasnya,
jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. (An-Nr: 6-7)
Akibat lian suami, timbul beberapa hukum :
1) Dia tidak disiksa (didera).
2) Si istri wajib disiksa (didera) dengan siksaan zina.
3) Suami istri bercerai selama-lamanya.
4) Kalau ada anak, anak itu tidak dapat diakui oleh suami.
5) Untuk melepaskan si istri dari siksaan zina, dia boleh me-lian pula,
membalas lian suaminya itu.37

g. Khuluk
Khuluk adalah talak yang dijatuhkan suami karena menyetujui atau
memenuhi permintaan istrinya, dengan jalan sang istri membayar tebusan.38

36
Ibid., hlm. 412.
37
Ibid., hlm. 413.
38
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Op.Cit., hlm. 91.
2.12 PENGERTIAN, HUKUM, DAN RUKUN RUJUK

Rujuk ialah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang
asal sebelumnya diceraikan. 39

Percerian ada tiga cara :


a) Talak tiga, dinamakan bain kubra. Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan
tidak sah menikah lagi dengan istrinya itu, kecuali apabila perempuan itu
sudah menikah dengan orang lain serta sudah campur, sudah dicerikan,
dan sudah habis pula iddah-nya, barulah suami yang pertama boleh
menikahinya kembali.
b) Talak tebus, dinamakan pula bain sugra. Dalam talak ini suami tidak sah
rujuk lagi, tetapi boleh menikah kembali, baik dalam iddah ataupun
sesudah habis iddah-nya.
c) Talak satu atau talak dua, dinamakan talak raji, artinya si suami boleh
rujuk atau (kembali) kepada istrinya selama si istri masih dalam iddah.40

Hukum rujuk
a) Wajib, terhadap suami yang menalak salah seorang istrinya sebelum dia
sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak.
b) Haram, apabila rujuknya itu menyakiti si istri.
c) Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya
(suami istri).
d) Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.
e) Sunnat, jika maksud suami adalah untuk memperbaiki keadaan istrinya,
atau rujuk itu lebih berfaedah bagi keduanya (suami istri). 41

39
Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hlm. 418.
40
Sulaiman Rasjid, Loc.Cit.
41
Sulaiman Rasjid, Loc.Cit.
Rukun rujuk
1. Istri. Keadaan istri disyaratkan:
a. Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus
putus pertalian antara keduanya, si istri tidak mempunyai iddah
sebagaimana yang telah dijelaskan.
b. Istri yang tertentu. Kalau suami menalak beberapa istrinya, kemudian ia
rujuk kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang
dirujukkan, maka rujuknya itu tidak sah.
c. Talaknya adalah talak raji. Jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak tiga
maka ia tak dapat dirujuk lagi.
d. Rujuk itu terjadi sewaktu istri masih dalam iddah. Firman Allah SWT:
Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu. (Al-
Baqarah: 228)
2. Suami. Rujuk ini dilakukan oleh suami atas kehendaknya sendiri, artinya bukan
dipaksa.
3. Saksi. Dalam hal ini para ulama berselisih paham, apakah saksi itu wajib
menjadi rukun atau sunat. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain
mengatakan tidak wajib, melainkan hanya sunat.
Firman Allah SWT:
Apabila iddah mereka telah habis, hendaklah kamu rujuk dengan baik, atau
teruskan perceraian secara baik pula, dan yang demikian hendaklah kamu
persaksikan kepada orang yang adil di antara kamu, dan orang yang menjadi
saksi itu hendaklah dilakukan kesaksiannya itu karena Allah. (At-Talaq: 2)
4. Sigat (lafaz). Sigat ada dua, yaitu:
a. Terang-terangan, misalnya dikatakan, Saya kembali kepada istri saya,
atau Saya rujuk kepadamu.
b. Melalui sindiran, misalnya Saya pegang engkau, atau Saya kawin
engkau, dan sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk
rujuk atau untuk lainnya.42

42
Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hlm. 419.
2.13 PENGERTIAN IDDAH DAN MACAM-MACAMNYA

Iddah menurut syara ialah masa menunggu yang ditetapakan oleh syara
bagi wanita yang dicerai suaminya, baik karena cerai hidup maupun cerai mati.
Masa iddah hanya berlaku bagi wanita yang sudah digauli oleh suaminya.
Sedangkan wanita-wanita yang dicerai hidup suaminya sebelum digauli, tidak ada
iddah baginya.43 Allah SWT berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya, maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu
perhitungkan. (Qs. Al-Ahzab/33: 49)
Iddah dapat dikelompokkan kepada lima macam, yaitu:
a. Istri yang ditinggal mati suaminya dan ia dalam keadaan tidak hamil, maka
masa iddahnya empat bulan sepuluh hari. Ketentuan ini berlaku baik bagi
istri yang pernah dicampuri atau tidak belum haid, sedang maupun telah
lepas haid. Allah SWT. berfirman:
Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri
hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. (Qs.
Al-Baqarah/2: 234)
b. Istri yang ditinggal mati suaminya dan ia dalam kedaaan hamil, maka
masa iddahnya adalah sampai ia melahirkan, walaupun kurang dari empat
bulan sepuluh hari.
c. Istri yang ditalak suaminya dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya
sampai ia melahirkan kandungannya. Allah SWT. berfirman:
Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu
sampai mereka melahirkan kandungannya (Qs. At-Talaq/65: 4)
d. Istri yang ditalak suaminya dan ia masih haid, maka masa iddahnya adalah
tiga kali suci. Allah SWT. berfirman:
Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu)
tiga kali quru. (Qs. Al-Baqarah/2: 228)

43
Ibid., hlm. 414.
e. Istri yang ditalak suaminya padahal ia belum pernah haid atau sudah tidak
haid (menophouse) masa idddahnya tiga bulan. Allah SWT. berfirman:
Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menophouse) di antara istri-
istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddahnya
adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak
haid. (Qs. At-Talaq/65: 4) 44

2.14 PENGERTIAN HADHANAH DAN SYARAT-SYARATNYA

Hadhanah berasal dari kata hidhn yang artinya bagian samping tubuh
yang bisa dipergunakan untuk menggendong anak kecil. Menurut istilah hadhanah
adalah mengasuh, memelihara, dan mendidik anak kecil yang belum mumayyiz.45
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abdullah bin Umar ra. Bahwa seorang pernah berkata, Ya
Rasulullah, sesungguhnya anakku ini adalah perutku yang mengandungnya,
susuku member makan dan minumnya, serta pangkuanku yang melindunginya,
sedangkan bapaknya telah menceraikan aku dan mau mengambil anak dariku.
Rasulullah bersabda kepadanya,Engkau lebih berhak atas anak itu selama engkau
belum menikah. Syarat Hadhanah :
a) Berakal
b) Menjalankan agama.
c) Merdeka
d) Dapat menjaga kehormatan dirinya.
e) Amanah (dapat dipercaya).
f) Menetap di dalam negeri anak yang dididiknya.
g) Keadaan perempuan tidak bersuami, kecuali kalau dia bersuami dengan
keluarga dari anak yang memang berhak pula untuk mendidik anak itu,
maka haknya tetap.46

44
Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta, Op.Cit., hlm. 91-92.
45
Ibid., hlm. 94.
46
Ibid., hlm. 94-95.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa,
Pernikahan adalah perjanjian atau akad antara seorang laki-laki dengan
perempuan untuk menghalalkan hubungan badan, dengan syarat dan rukun yang
ditentukan oleh syariaat Islam.
Hukum nikah dibagi menjadi lima yaitu jaiz, sunah, wajib, makruh dan
haram. Rukun nikah dibagi menjadi tiga, yaitu : Sigat (akad) yaitu perkataan dari
pihak wali perempuan , wali (wali si perempuan), dan dua orang saksi.
Wali adalah orang yang berhak menikahkan perempuan dengan laki-laki
sesuai dengan syariat Islam. Persyaratan wali : laki-laki, muslim, baligh, berakal,
tidak fasik, mempunyai hak untuk wali.
Saksi adalah orang yang menyaksikan dengan sadar pelaksanaan ijab
qabul dalam pernikahan. Persyaratan saksi yaitu laki-laki, baligh, berakal,
merdeka, adil, pendengaran dan penglihatannya sempurna, memahami bahasa
yang diucapkan dalam ijab qobul,dan tidak sedang mengerjakan ihram haji atau
umrah.
Mahram (orang yang tidak halal dinikahi) ada 14 macam : tujuh orang dari
pihak keturunan, dua orang dari sebab menyusu dan lima orang dari sebab
pernikahan.
Mahar adalah maskawin, yaitu suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada
pihak perempuan disebabkan terjadinya pernikahan.
Kewajiban suami (hak istri) yaitu membayar mahar, memberikan nafkah ,
menggauli istri dengan makruf, mempimpin keluarga dan mendidik dan
membimbing seluruh anggota keluarga. Kewajiban istri (hak suami) yaitu menaati
suami ,menjaga diri dan kehormatan keluarga, menjaga harta kepunyaan suami,
mengatur rumah tangga dan mendidik anak.
Talak berarti lepasnya ikatan pernikahan dengan ucapan talak. Hukum
talak yaitu wajib, sunnah, haram dan makruh. Lafaz talak terbagi menjadi dua
macam yaitu sarih (terang) dan kinayah (sindiran).
Macam-macam talak ada 6 yaitu talak ditinjau dari segi jumlah ( talak satu,
talak dua dan talak tiga), talak ditinjau dari segi boleh atau tidaknya bekas suami
untuk rujuk (talak raji dan talak bain), talak ditinjau dari segi keadaan istri (talak
sunny, talak bidiy dan talak la sunny wala bidiy), talak ditinjau dari segi tugas
atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan (talak sharih dan talak kinayah), talak
ditinjau dari segi langsung atau tidaknya menjatuhkan talak (talak muallaq dan
talak ghairu muallaq), talak ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak
(talak dengan ucapan, talak dengan tulisan, talak dengan isyarat dan talak utusan).
Bentuk-Bentuk Putusnya Hubungan Pernikahan yaitu Talik talak, Nusyuz
(durhaka), Fasakh, Zihar, Illa, Lian dan Khuluk.
Rujuk ialah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang
asal sebelumnya diceraikan. Hukum rujuk yaitu Wajib, Haram, Makruh, Jaiz
(boleh), dan Sunnat. Rukun rujuk yaitu istri, suami, saksi dan igat (lafaz).
Iddah ialah masa menunggu yang ditetapakan oleh syara bagi wanita yang
dicerai suaminya, baik karena cerai hidup maupun cerai mati.
Hadhanah adalah mengasuh, memelihara, dan mendidik anak kecil yang
belum mumayyiz. Syarat Hadhanah yaitu berakal, menjalankan agama, merdeka,
dapat menjaga kehormatan dirinya, amanah (dapat dipercaya), menetap di dalam
negeri anak yang dididiknya.

3.2 SARAN
Demikian makalah yang dapat kami paparkan tentang bab pernikahan.
Semoga bermanfaat dan berguna bagi pembaca khususnya. Tentunya makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari berbagai pihak demi hasil makalah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Djedjen Zainuddin dan Munddzier Suparta. 2008. Pendidikan Agama Islam :


Fikih. Semarang : Karya Toha Putra.

Mohd. Idris Ramulyo. 2004. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.

Sulaiman Al-Mufarraj. 2003. Bekal Pernikahan : Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah,


Syair, Wasiat, kata Mutiara. Jakarta : Qisthi Press.

Sulaiman Rasjid. 2014. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Tihami dan Sohari Sahrani. 2014. Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap.
Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai