Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSEP ISLAM TENTANG SYARAT DAN RUKUN NIKAH


Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata pelajaran fiqih
Guru Fiqih : M. Fajrin Jamil S.Pd.I

Disusun oleh kelompok 2 XI IPA 3 :


1. Rima Amelia Nurmustaghfiro 6. Delia Tri Septiani
2. Wiwin Lidiya Putri 7. Putri Permata Rukmini
3. Silpi Nurul Aeni 8. M. Mukhtar Zakaria
4. Pupu Mayasari 9. Teguh Ginanjar
5. Elva Sri Rohayati

MADRASAH ALIYAH UNGGULAN AMANATUL UMMAH 02


MAJALENGKA
2023

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin... puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
membentangkan jalan keselamatan insan dan menerangi mereka dengan pelita yang terang
benderang. Shalawat serta Salam kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa petunjuk untuk
kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Demikian pula, ucapan keselamatan atas keluarga,
sahabat dan pengikut beliau sampai hari kiamat.
Alhamdulillah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan , kami menyadari bahwa makalah ini
masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kami sangat berterima kasih apabila ada
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………………
….......................................i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………
…………………………………….ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN PENULISAN 5
BAB II : PEMBAHASAN
A. Rukun-rukun Pernikahan 5
1. Adanya pengantin laki-laki, Syaratnya : 5
2. Adanya pengantin perempuan 5
3. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. 6
4. Dua orang saksi, syaratnya : 6
5. Shighat akad nikah, yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya 6
B. WALI SAKSI DAN IJAB QABUL 7
1. Wali nikah 7
2. Saksi Nikah 10
3. Ijab Qobul 11
C. MAHAR 11
1. Pengertian dan Hukum Mahar 11
2. Ukuran Mahar 12
4. Cara Membayar Mahar 13
D. MACAM-MACAM PERNIKAHAN TERLARANG 13
1. Nikah Mut’ah 13
2.Nikah Syighar (kawin tukar) 14
3. Nikah Tahlil 14
BAB III : PENUTUP
A. kesimpulan
………………………………………………………………………………………20
B. kritik dan
saran…………………………………………………………………………………...21
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagai umat Islam yang bertaqwa kita tidak akan terlepas dari syari’at Islam. Hukum yang
harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Baik laki-laki maupun
perempuan tidak ada perbedaan di mata Allah SWT, tetapi yang membedakan hanyalah
ketaqwaan kita.
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan hal ini sudah di atur dalam hukum
Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan
peristiwa yang sering kita jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat Islam yang
melakukan perkawinan, dimana perkawinan ini mencegak perbuatan yang melanggar norma –
norma agama dan menghindari zina.
Terpenuhinya syarat rukun perkawinan mengakibatkan diakui sahnya perkawinan tersebut baik
menurut hukum agama, fiqih munakahat, dan pemerintah (kompilasi hukum islam). Bila salah
satu syarat rukun tersebut tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya perkawinan
menurut fiqih munakahat atau hukum islam.
Pernikahan merupakan perbuatan mulia yang dianjurkan oleh syari'at Islam guna mendapatkan
ridho dari Allah SWT dalam membina hubungan dengan lawan jenis serta terdapat akibat hukum
darinya. Atas Dasar itu pula, maka Allah melarang bentuk-bentuk perkawinan yang dalam
pelaksanaan maupun tujuannya tidak sesuai dengan syariat Islam. Perkawinan-perkawinan yang
dimaksudkan disini secara umum adalah perkawinan-perkawinan yang dapat menimbulkan
kerugian dan kerusakan baik bagi salah satu pihak suami atau istri maupun bagi keturunan yang
di hasilkan
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Rukun dan syarat nikah?
2. Apa saja rukun di dalam pernikahan tersebut?
3. Apa saja syarat-syarat pernikahan?
4. Apa pengertian mahar dan apasaja macam-macam pernikahan terlarang

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui hukum nikah
2. Memahami rukun – rukun nikah
3. Mengetahui syarat-syarat nikah
4. Mengetahui mahar dan macam-macam pernikahan terlarang

BAB II
PEMBAHASAN

A. Rukun-rukun Pernikahan
Rukun nikah adalah unsur pokok yang harus dipenuhi, hingga pernikahan menjadi sah.
Jumhur ‘Ulama’ sepakat bahwa Rukun perkawinan terdiri atas :
1. Adanya pengantin laki-laki, Syaratnya :
Calon suami, syaratnya : a). Beragama Islam b). Ia benar-benar seorang laki-laki c). Menikah
bukan karena dasar paksaan d). Tidak beristri empat. Jika seorang laki-laki mencerai salah satu
dari keempat istrinya, selama istri yang tercerai masih dalam masa ’iddah, maka ia masih
dianggap istrinya. Dalam keadaan seperti ini, laki-laki tersebut tidak boleh menikah dengan
wanita lain. e). Mengetahui bahwa calon istri bukanlah wanita yang haram ia nikahi f). Calon
istri bukanlah wanita yang haram dimadu dengan istrinya, seperti menikahi saudara perempuan
kandung istrinya (ini berlaku bagi seorang laki-laki yang akan melakukan poligami)
g). Tidak sedang berihram haji atau umrah
2. Adanya pengantin perempuan
Calon istri, syaratnya : a). Islam
b). Seorang perempuan
c). Mendapat izin menikah dari walinya d). Bukan sebagai istri orang lain
e). Bukan sebagai mu’taddah (wanita yang sedang dalam masa ‘iddah)
f). Tidak memiliki hubungan mahram dengan calon suaminya g). Bukan sebagai wanita yang
pernah dili’an calon suaminya (dilaknat suaminya karena
tertuduh zina)
h). Atas kemauan sendiri
i). Tidak sedang ihram haji atau umrah
3. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan
menikahkannya,
Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya batal, pernyataan
ini ada dalam hadist Riwayat ibnu majah dan ad-daruqutni.
Adanya dua orang saksi, syaratnya :
a) Dua orang laki-laki
b) Beragama Islam
c) Dewasa/baligh, berakal, merdeka, dan adil
d) Melihat dan mendengar
e) Memahami bahasa yang digunakan
f) Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah
g) Hadir dalam ijab qabul
4. Dua orang saksi, syaratnya :
a) Dua orang laki-laki
b) Beragama islam
c) Dewasa atau baligh, berakal, merdeka dan adil
d) Melihat dan mendengar
e) Memahami bahasa yang digunakan dalam akad
f) Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah
g) Hadir dalam ijab qobul
5. Shighat akad nikah, yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Syarat ijab qobul :
a) Menggunakan kata yang bermakna menikah (‫ )النِكاَح‬atau menikahkan (‫ )التزويج‬baik bahasa
Arab, bahasa Indonesia, atau bahasa daerah sang pengantin.
b) Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah (pengantin laki-laki dan wali pengantin
perempuan).
c) Antara ijab dan qaul harus bersambung tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan
lain.
d) Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat tidak dikaitkan dengan suatu
persyaratan apapun. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan yang
keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan,
atau isyarat yang mengungkapkan adanya keinginan terjadinya akad, baik salah satunya dari
pihak suami atau dari pihak istri. Sedangkan Qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak
kedua baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan ridhanya.
Berdasarkan pengertian di atas, ijab tidak dapat dikhususkan alam hati sang istri atau wali dan
atau wakilnya. Demikian juga dengan qabul.Jika seorang laki-laki berkata kepada wali
perempuan: “Aku nikahi putrimu atau nikahkan aku dengan putrimu bernama si fulanah”. Wali
menjawab: “Aku nikahkan kamu dengan putriku atau aku terima atau aku setuju”. Ucapan
pertama disebut ijab dan ucapan kedua adalah qabul. Dengan kata lain, ijab adalah bentuk
ungkapan baik yang memberikan arti akad atau transaksi, dengan catatan jatuh pada urutan
pertama. Sedangkan qabul adalah bentuk ungkapan yang baik untuk menjawab, dengan catatan
jatuh pada urutan kedua dari pihak mana saja dari kedua pihak.
Akad adalah gabungan ijab salah satu dari dua pembicara serta penerimaan yang lain. Seperti
ucapan seorang laki-laki: “Aku nikahkan engkau dengan putriku” adalah ijab. Sedangkan yang
lain berkata: “ Aku terima” adalah qabul.
B. Wali Saksi Dan Ijab Qobul
1. Wali nikah
a. Pengertian Wali
Seluruh madzab sepakat bahwa wali dalam pernikahan adalah wali perempuan yang melakukan
akad nikah dengan pengantin laki-laki yang menjadi pilihan wanita tersebut.
b. Kedudukan wali
Sabda Rasulullah SAW :

c. Syarat-syarat wali :
1) Merdeka (mempunyai kekuasaan)
2) Berakal
3) Baligh
4) Islam
Bapak atau kakek calon pengantin wanita yang dibolehkan menikahkannya tanpa diharuskan
meminta izin terlebih dahulu padanya haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:
a) Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis tersebut
b) Sekufu’ antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya
c) Calon suami itu mampu membayar mas kawin
d) Calon suami tidak cacat yang membahayakan pergaulan dengan
e) calon pengantin wanita seperti buta dan yang semisalnya
d. Macam Tingkatan Wali Wali nikah terbagi menjadi 3 macam yaitu wali nasab dan wali
hakim. Wali nasab adalah wali dari pihak kerabat. Sedangkan wali hakim adalah pejabat yang
diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu dan dengan sebab
tertentu.
1).Wali Mujbir
Wali mujbir adalah wali yang berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah baligh,
berakal, dengan tiada meminta izin terlebih dahulu kepadanya. Hanya bapak dan kakek yang
dapat menjadi wali mujbir .
Berikut urutan wali nasab, dari yang paling kuat memiliki hak perwalian hingga yang paling
lemah.
a). Ayah
b). Kakek dari pihak bapak terus ke atas
c). Saudara laki-laki kandung
d). Saudara laki-laki sebapak
e). Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
f). Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
g). Paman (saudara bapak) sekandung
h). Paman (saudara bapak) sebapak
i). Anak laki-laki dari paman sekandung
j). Anak laki-laki dari paman sebapak
k). Hakim
2). Wali hakim
Yang dimaksud dengan wali hakim adalah kepala negara yang beragama Islam. Dengan kata
lain, yang bertindak sebagai wali hakim di Indonesia adalah para pegawai pencatat nikah

Sebab-sebab Wanita berwali hakim :


1) Tidak ada wali nasab
2) Yang lebih dekat tidak mencukupi syarat sebagai wali dan wali yang lebih jauh tidak ada
3) Wali yang lebih dekat ghaib (tidak berada di tempat/berada jauh di luar wilayahnya)
sejauh perjalanan safar yang membolehkan seseorang mengqashar shalatnya
4) Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram / ibadah haji atau umrah
5) Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai
6) Wali yang lebih dekat tidak mau menikahkan
7) Wali yang lebih dekat secara sembunyi-sembunyi tidak mau menikahkan (tawari)
8) Wali yang lebih dekat hilang, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula hidup dan
matinya (mafqud)

3). Wali adhal


Wali adhal adalah wali yang tidak mau menikahkan anaknya/cucunya, karena calon suami
yang akan menikahi anak/cucunya tersebut tidak sesuai dengan kehendaknya. Padahal calon
suami dan anaknya/cucunya sekufu. Dalam keadaan semisal ini secara otomatis perwalian
pindah kepada wali hakim. Karena menghalangi-halangi nikah dalam kondisi tersebut
merupakan praktik adhal yang jelas merugikan calon pasangan suami istri, dan yang dapat
menghilangkan kedzalim adalah hakim.
Apabila adhalnya sampai tiga kali, maka perwaliannya pindah pada wali ab’ad bukan wali
hakim. Kalau adhal-nya karena sebab yang logis menurut hukum Islam, maka apa yang
dilakukan wali dibolehkan. Semisal dalam beberapa keadaan berikut:
 Calon pengantin wanita (anaknya/cucunya) akan menikah dengan laki- laki yang tidak
sekufu
 Mahar calon pengantin wanita di bawah mahar mitsli
 Calon pengantian wanita dipinang oleh laki-laki lain yang lebih pantas untuknya
2. Saksi Nikah
a. Kedudukan Saksi
Kedudukan saksi dalam pernikahan yaitu :
1) Untuk menghilangkan fitnah atau kecuriagaan orang lain terkait hubungan pasangan
suami istri.
2) Untuk lebih menguatkan janji suci pasangan suami istri. Karena seorang saksi benar-
benar menyaksikan akad nikah pasangan suami istri dan janji mereka untuk saling menopang
kehidupan rumah tangga atas dasar maslahat bersama. Seperti halnya wali, saksi juga salah satu
rukun dalam pernikahan. Tidak sah suatu pernikahan yang dilaksanakan tanpa saksi.
b. Jumlah dan Syarat Saksi Saksi dalam pernikahan disyaratkan dua orang laki-laki.
Selanjutnya ada dua pendapat tentang saksi laki-laki dan perempuan. Pendapat pertama
mengatakan bahwa pernikahan yang disaksikan seorang laki-laki dan dua orang perempuan syah.
Sedangkan pendapat kedua mengatakan tidak syah. Pendapat pertama yang menegaskan bahwa
pernikahan yang disaksikan seorang laki-laki dan dua orang perempuan syah bersandar pada
firman Allah ta’ala:

Artinya: "Angkatlah dua orang saksi laki-laki diantara kamu jika tidak ada angkatlah satu orang
laki-laki dan dua orang perempuan yang kamu setujui." (QS. Al Baqarah:282)
Pendapat pertama ini diusung oleh kalangan ulama pengikut madzhab Hanafiyyah.
c. Syarat-sayart saksi dalam pernikahan 1) Laki-laki 2) Beragam Islam 3) Baligh 4)
Mendengar dan memahami perkataan dua orang yang melakukan akad 5) Bisa berbicara,
melihat, berakal 6) Adil
3. Ijab Qobul Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai
penyerahan kepada pihak pengantin laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki
atau wakilnya sebagai tanda penerimaan. Adapun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai
berikut :
1) Orang yang berakal sudah tamyiz
2) Ijab qabul diucapkan dalam satu majelis
3) Tidak ada pertentangan antara keduanya
4) Yang berakad adalah mendengar atau memahami bahwa keduanya melakukan akad
5) Lafaz ijab qabul diucapkan dengan kata nikah atau tazwij atau yang seperti dengan kata-
kata itu
6) Tidak dibatasi dengan waktu tertentu misalnya setahun, sebulan dan sebagainya.
C. MAHAR 1. Pengertian dan Hukum Mahar
Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istri karena sebab
pernikahan. Mahar bisa berupa uang, benda, perhiasan, atau jasa seperti mengajar Al Qur’an.
Firman Allah SWT:

Artinya: “Bayarkanlah mahar kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian
hibah/tanda cinta (QS. An Nisa 4)
2. Ukuran Mahar
Salah satu kewajiban suami kepada istri adalah memberikan mahar. Mahar merupakan
simbol penghargaan seorang laki-laki kepada calon istrinya. Dalam banyak riwayat dijelaskan
bahwa mahar bisa berupa benda (materi) atau kemanfaatan (non materi). Rasulullah Saw.
menganjurkan kesederhanaan dalam
memberikan mahar. Beliau bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya nikah yang paling diberkahi adalah yang paling sederhana maharnya.”
(H.R. Ahmad) Dalam riwayat lain beliau juga bersabda:
Artinya:“Nikahlah engkau walau maharnya berupa cincin dari besi” ( H.R. Ahmad dan Abu
Dawud )
Bahkan dalam salah satu kesempatan Rasulullah pernah menikahkan seorang laki-laki dengan
hafalan al-Qur’an yang ia miliki, setelah sebelumnya ia tak mampu menghadirkan benda apapun
untuk dijadikan mahar.
Rasulullah sampaikan pada laki-laki tersebut:

Artinya: ”Aku telah menikahkanmu dengan hafalan al-Qur’anmu.” (H.R. Bukhari Muslim)
3. Macam-macam Mahar Jenis mahar ada dua, yaitu:
1) Mahar Musamma yaitu mahar yang jenis dan jumlahnya disebutkan saat akad nikah
berlangsung.
2) Mahar Mitsil yaitu mahar yang jenis atau kadarnya diukur sepadan dengan mahar yang
pernah diterima oleh anggota keluarga atau tetangga terdekat kala mereka melangsungkan akad
nikah dengan melihat status sosial, umur, kecantikan, gadis atau janda.
4. Cara Membayar Mahar
Pembayaran mahar dapat dilaksanakan secara kontan (‫ )حاال‬atau dihutang. Apabila kontan maka
dapat dibayarkan sebelum dan sesudah nikah. Apabila pembayaran dihutang, maka teknis
pembayaran mahar sebagaimana berikut:
1) Wajib dibayar seluruhnya, apabila suami sudah melakukan hubungan seksual dengan
istrinya, atau salah satu dari pasangan suami istri meninggal dunia walaupun keduanya belum
pernah melakukan hubungan seksual sekali pun.
2) Wajib dibayar separoh, apabila mahar telah disebut pada waktu akad dan suami telah
mencerai istri sebelum ia dicampuri. Apabila mahar tidak disebut dalam akad nikah, maka suami
hanya wajib memberikan mut’ah.

Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam ϐirman Allah berikut:


Artinya: “Jika kalian menceraikan istri-istri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka,
padahal kalian sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang kalian
sudah tentukan.” (QS.Al-Baqarah : 237)

D. MACAM-MACAM PERNIKAHAN TERLARANG


1. Nikah Mut’ah Nikah mut’ah ialah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan
tujuan melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu. Nikah mut’ah
pernah diperbolehkan oleh Nabi Muhammad Saw. akan tetapi pada perkembangan selanjutnya
beliau melarangnya selama-lamanya. Banyak teks syar’i yang menjelaskan tentang haramnya
nikah mut’ah. Diantaranya hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Salmah bin al-Akwa’ ia

Artinya: Dari Salah bin Al Akwa ra ia berkata“Pernah Rasulullah SAW.


membolehkanperkawinan mut’ah pada hari peperangan Authas selama tiga hari. Kemudian
sesudah itu ia dilarang.” ( H.R. Muslim )
2.Nikah Syighar (kawin tukar)
Yang dimaksud dengan nikah syighar adalah seorang perempuan yang
dinikahkan walinya dengan laki-laki lain tanpa mahar, dengan perjanjian bahwa laki-laki itu
akan menikahkan wali perempuan tersebut dengan wanita yang berada di bawah perwaliannya.
Rasulullah secara tegas telah melarang jenis pernikahan ini.
3. Nikah Tahlil
Nikah tahlil adalah seorang suami yang menthalaq istrinya yang sudah ia jima', agar bisa
dinikahi lagi oleh suami pertamanya yang pernah menjatuhkan thalaq tiga (thalaq bain)
kepadanya. Nikah tahlil merupakan bentuk kerjasama negatif antara muhallil (suami pertama)
dan muhallal (suami kedua). Nikah tahlil ini masuk dalam kategori nikah muaqqat (nikah dalam
waktu tertentu) yang terlarang sebagaimana nikah mut’ah. Dikatakan demikan karena suami
kedua telah bersepakat dengan suami pertama untuk menikahi wanita yang talah ia thalaq tiga,
kemudian suami kedua melakukan hubungan seksual secara formalitas dengan wanita tersebut
untuk kemudian ia thalaq, agar bisa kembali dinikahi suami pertamanya. Tentang pengharaman
nikah tahlil Rasulullah telah menegaskan dalam banyak sabda beliau.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas, yang telah kami bahas. Maka kami mengambil kesimpulan, yaitu
sebagai berikut :
1).Akad nikah mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan syarat
menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya
perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal
bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam pernikahan misalnya, rukun
dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Artinya, pernikahan tidak sah bila keduanya tidak ada atau
tidak lengkap. Perbedaan rukun dan syarat adalah kalau rukun itu harus ada dalam satu amalan
dan merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut. Sementara syarat adalah sesuatu yang
harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian dari amalan tersebut.
2). Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi wali.
Misalnya dengan si wali mengatakan, “Zawwajtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan si
Fulanah”) atau “Ankahtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan Fulanah”).

2. Kritik dan saran


Sebagai penutup dari makalah ini, tak luput pula kami ucapkan ribuan terima kasih pada semua
rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini. Di samping itu, masih
banyak kekurangan serta jauh dari kata kesempurnaan, tetapi kami semua telah berusaha
semaksimal munkin dalam pembutan makalah yang amat sederhana ini. Maka, dari pada itu .
kami semua sangat berharap kepada semua rekan-rekan untuk memberi kritik atau sarannya,
sehingga dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa menjadi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-siswa-fiqih-kls-xi-k13-ruslanmaruf-wordpress-com

Anda mungkin juga menyukai