KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………………
….......................................i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………
…………………………………….ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN PENULISAN 5
BAB II : PEMBAHASAN
A. Rukun-rukun Pernikahan 5
1. Adanya pengantin laki-laki, Syaratnya : 5
2. Adanya pengantin perempuan 5
3. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita. 6
4. Dua orang saksi, syaratnya : 6
5. Shighat akad nikah, yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya 6
B. WALI SAKSI DAN IJAB QABUL 7
1. Wali nikah 7
2. Saksi Nikah 10
3. Ijab Qobul 11
C. MAHAR 11
1. Pengertian dan Hukum Mahar 11
2. Ukuran Mahar 12
4. Cara Membayar Mahar 13
D. MACAM-MACAM PERNIKAHAN TERLARANG 13
1. Nikah Mut’ah 13
2.Nikah Syighar (kawin tukar) 14
3. Nikah Tahlil 14
BAB III : PENUTUP
A. kesimpulan
………………………………………………………………………………………20
B. kritik dan
saran…………………………………………………………………………………...21
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai umat Islam yang bertaqwa kita tidak akan terlepas dari syari’at Islam. Hukum yang
harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Baik laki-laki maupun
perempuan tidak ada perbedaan di mata Allah SWT, tetapi yang membedakan hanyalah
ketaqwaan kita.
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan hal ini sudah di atur dalam hukum
Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan
peristiwa yang sering kita jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat Islam yang
melakukan perkawinan, dimana perkawinan ini mencegak perbuatan yang melanggar norma –
norma agama dan menghindari zina.
Terpenuhinya syarat rukun perkawinan mengakibatkan diakui sahnya perkawinan tersebut baik
menurut hukum agama, fiqih munakahat, dan pemerintah (kompilasi hukum islam). Bila salah
satu syarat rukun tersebut tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya perkawinan
menurut fiqih munakahat atau hukum islam.
Pernikahan merupakan perbuatan mulia yang dianjurkan oleh syari'at Islam guna mendapatkan
ridho dari Allah SWT dalam membina hubungan dengan lawan jenis serta terdapat akibat hukum
darinya. Atas Dasar itu pula, maka Allah melarang bentuk-bentuk perkawinan yang dalam
pelaksanaan maupun tujuannya tidak sesuai dengan syariat Islam. Perkawinan-perkawinan yang
dimaksudkan disini secara umum adalah perkawinan-perkawinan yang dapat menimbulkan
kerugian dan kerusakan baik bagi salah satu pihak suami atau istri maupun bagi keturunan yang
di hasilkan
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Rukun dan syarat nikah?
2. Apa saja rukun di dalam pernikahan tersebut?
3. Apa saja syarat-syarat pernikahan?
4. Apa pengertian mahar dan apasaja macam-macam pernikahan terlarang
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui hukum nikah
2. Memahami rukun – rukun nikah
3. Mengetahui syarat-syarat nikah
4. Mengetahui mahar dan macam-macam pernikahan terlarang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rukun-rukun Pernikahan
Rukun nikah adalah unsur pokok yang harus dipenuhi, hingga pernikahan menjadi sah.
Jumhur ‘Ulama’ sepakat bahwa Rukun perkawinan terdiri atas :
1. Adanya pengantin laki-laki, Syaratnya :
Calon suami, syaratnya : a). Beragama Islam b). Ia benar-benar seorang laki-laki c). Menikah
bukan karena dasar paksaan d). Tidak beristri empat. Jika seorang laki-laki mencerai salah satu
dari keempat istrinya, selama istri yang tercerai masih dalam masa ’iddah, maka ia masih
dianggap istrinya. Dalam keadaan seperti ini, laki-laki tersebut tidak boleh menikah dengan
wanita lain. e). Mengetahui bahwa calon istri bukanlah wanita yang haram ia nikahi f). Calon
istri bukanlah wanita yang haram dimadu dengan istrinya, seperti menikahi saudara perempuan
kandung istrinya (ini berlaku bagi seorang laki-laki yang akan melakukan poligami)
g). Tidak sedang berihram haji atau umrah
2. Adanya pengantin perempuan
Calon istri, syaratnya : a). Islam
b). Seorang perempuan
c). Mendapat izin menikah dari walinya d). Bukan sebagai istri orang lain
e). Bukan sebagai mu’taddah (wanita yang sedang dalam masa ‘iddah)
f). Tidak memiliki hubungan mahram dengan calon suaminya g). Bukan sebagai wanita yang
pernah dili’an calon suaminya (dilaknat suaminya karena
tertuduh zina)
h). Atas kemauan sendiri
i). Tidak sedang ihram haji atau umrah
3. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan
menikahkannya,
Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya batal, pernyataan
ini ada dalam hadist Riwayat ibnu majah dan ad-daruqutni.
Adanya dua orang saksi, syaratnya :
a) Dua orang laki-laki
b) Beragama Islam
c) Dewasa/baligh, berakal, merdeka, dan adil
d) Melihat dan mendengar
e) Memahami bahasa yang digunakan
f) Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah
g) Hadir dalam ijab qabul
4. Dua orang saksi, syaratnya :
a) Dua orang laki-laki
b) Beragama islam
c) Dewasa atau baligh, berakal, merdeka dan adil
d) Melihat dan mendengar
e) Memahami bahasa yang digunakan dalam akad
f) Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah
g) Hadir dalam ijab qobul
5. Shighat akad nikah, yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Syarat ijab qobul :
a) Menggunakan kata yang bermakna menikah ( )النِكاَحatau menikahkan ( )التزويجbaik bahasa
Arab, bahasa Indonesia, atau bahasa daerah sang pengantin.
b) Lafadz ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah (pengantin laki-laki dan wali pengantin
perempuan).
c) Antara ijab dan qaul harus bersambung tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan
lain.
d) Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat tidak dikaitkan dengan suatu
persyaratan apapun. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan yang
keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan,
atau isyarat yang mengungkapkan adanya keinginan terjadinya akad, baik salah satunya dari
pihak suami atau dari pihak istri. Sedangkan Qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak
kedua baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan ridhanya.
Berdasarkan pengertian di atas, ijab tidak dapat dikhususkan alam hati sang istri atau wali dan
atau wakilnya. Demikian juga dengan qabul.Jika seorang laki-laki berkata kepada wali
perempuan: “Aku nikahi putrimu atau nikahkan aku dengan putrimu bernama si fulanah”. Wali
menjawab: “Aku nikahkan kamu dengan putriku atau aku terima atau aku setuju”. Ucapan
pertama disebut ijab dan ucapan kedua adalah qabul. Dengan kata lain, ijab adalah bentuk
ungkapan baik yang memberikan arti akad atau transaksi, dengan catatan jatuh pada urutan
pertama. Sedangkan qabul adalah bentuk ungkapan yang baik untuk menjawab, dengan catatan
jatuh pada urutan kedua dari pihak mana saja dari kedua pihak.
Akad adalah gabungan ijab salah satu dari dua pembicara serta penerimaan yang lain. Seperti
ucapan seorang laki-laki: “Aku nikahkan engkau dengan putriku” adalah ijab. Sedangkan yang
lain berkata: “ Aku terima” adalah qabul.
B. Wali Saksi Dan Ijab Qobul
1. Wali nikah
a. Pengertian Wali
Seluruh madzab sepakat bahwa wali dalam pernikahan adalah wali perempuan yang melakukan
akad nikah dengan pengantin laki-laki yang menjadi pilihan wanita tersebut.
b. Kedudukan wali
Sabda Rasulullah SAW :
c. Syarat-syarat wali :
1) Merdeka (mempunyai kekuasaan)
2) Berakal
3) Baligh
4) Islam
Bapak atau kakek calon pengantin wanita yang dibolehkan menikahkannya tanpa diharuskan
meminta izin terlebih dahulu padanya haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:
a) Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis tersebut
b) Sekufu’ antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya
c) Calon suami itu mampu membayar mas kawin
d) Calon suami tidak cacat yang membahayakan pergaulan dengan
e) calon pengantin wanita seperti buta dan yang semisalnya
d. Macam Tingkatan Wali Wali nikah terbagi menjadi 3 macam yaitu wali nasab dan wali
hakim. Wali nasab adalah wali dari pihak kerabat. Sedangkan wali hakim adalah pejabat yang
diberi hak oleh penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu dan dengan sebab
tertentu.
1).Wali Mujbir
Wali mujbir adalah wali yang berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah baligh,
berakal, dengan tiada meminta izin terlebih dahulu kepadanya. Hanya bapak dan kakek yang
dapat menjadi wali mujbir .
Berikut urutan wali nasab, dari yang paling kuat memiliki hak perwalian hingga yang paling
lemah.
a). Ayah
b). Kakek dari pihak bapak terus ke atas
c). Saudara laki-laki kandung
d). Saudara laki-laki sebapak
e). Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
f). Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
g). Paman (saudara bapak) sekandung
h). Paman (saudara bapak) sebapak
i). Anak laki-laki dari paman sekandung
j). Anak laki-laki dari paman sebapak
k). Hakim
2). Wali hakim
Yang dimaksud dengan wali hakim adalah kepala negara yang beragama Islam. Dengan kata
lain, yang bertindak sebagai wali hakim di Indonesia adalah para pegawai pencatat nikah
Artinya: "Angkatlah dua orang saksi laki-laki diantara kamu jika tidak ada angkatlah satu orang
laki-laki dan dua orang perempuan yang kamu setujui." (QS. Al Baqarah:282)
Pendapat pertama ini diusung oleh kalangan ulama pengikut madzhab Hanafiyyah.
c. Syarat-sayart saksi dalam pernikahan 1) Laki-laki 2) Beragam Islam 3) Baligh 4)
Mendengar dan memahami perkataan dua orang yang melakukan akad 5) Bisa berbicara,
melihat, berakal 6) Adil
3. Ijab Qobul Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai
penyerahan kepada pihak pengantin laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki
atau wakilnya sebagai tanda penerimaan. Adapun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai
berikut :
1) Orang yang berakal sudah tamyiz
2) Ijab qabul diucapkan dalam satu majelis
3) Tidak ada pertentangan antara keduanya
4) Yang berakad adalah mendengar atau memahami bahwa keduanya melakukan akad
5) Lafaz ijab qabul diucapkan dengan kata nikah atau tazwij atau yang seperti dengan kata-
kata itu
6) Tidak dibatasi dengan waktu tertentu misalnya setahun, sebulan dan sebagainya.
C. MAHAR 1. Pengertian dan Hukum Mahar
Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istri karena sebab
pernikahan. Mahar bisa berupa uang, benda, perhiasan, atau jasa seperti mengajar Al Qur’an.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Bayarkanlah mahar kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian
hibah/tanda cinta (QS. An Nisa 4)
2. Ukuran Mahar
Salah satu kewajiban suami kepada istri adalah memberikan mahar. Mahar merupakan
simbol penghargaan seorang laki-laki kepada calon istrinya. Dalam banyak riwayat dijelaskan
bahwa mahar bisa berupa benda (materi) atau kemanfaatan (non materi). Rasulullah Saw.
menganjurkan kesederhanaan dalam
memberikan mahar. Beliau bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya nikah yang paling diberkahi adalah yang paling sederhana maharnya.”
(H.R. Ahmad) Dalam riwayat lain beliau juga bersabda:
Artinya:“Nikahlah engkau walau maharnya berupa cincin dari besi” ( H.R. Ahmad dan Abu
Dawud )
Bahkan dalam salah satu kesempatan Rasulullah pernah menikahkan seorang laki-laki dengan
hafalan al-Qur’an yang ia miliki, setelah sebelumnya ia tak mampu menghadirkan benda apapun
untuk dijadikan mahar.
Rasulullah sampaikan pada laki-laki tersebut:
Artinya: ”Aku telah menikahkanmu dengan hafalan al-Qur’anmu.” (H.R. Bukhari Muslim)
3. Macam-macam Mahar Jenis mahar ada dua, yaitu:
1) Mahar Musamma yaitu mahar yang jenis dan jumlahnya disebutkan saat akad nikah
berlangsung.
2) Mahar Mitsil yaitu mahar yang jenis atau kadarnya diukur sepadan dengan mahar yang
pernah diterima oleh anggota keluarga atau tetangga terdekat kala mereka melangsungkan akad
nikah dengan melihat status sosial, umur, kecantikan, gadis atau janda.
4. Cara Membayar Mahar
Pembayaran mahar dapat dilaksanakan secara kontan ( )حاالatau dihutang. Apabila kontan maka
dapat dibayarkan sebelum dan sesudah nikah. Apabila pembayaran dihutang, maka teknis
pembayaran mahar sebagaimana berikut:
1) Wajib dibayar seluruhnya, apabila suami sudah melakukan hubungan seksual dengan
istrinya, atau salah satu dari pasangan suami istri meninggal dunia walaupun keduanya belum
pernah melakukan hubungan seksual sekali pun.
2) Wajib dibayar separoh, apabila mahar telah disebut pada waktu akad dan suami telah
mencerai istri sebelum ia dicampuri. Apabila mahar tidak disebut dalam akad nikah, maka suami
hanya wajib memberikan mut’ah.
1. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas, yang telah kami bahas. Maka kami mengambil kesimpulan, yaitu
sebagai berikut :
1).Akad nikah mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan syarat
menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya
perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal
bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam pernikahan misalnya, rukun
dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Artinya, pernikahan tidak sah bila keduanya tidak ada atau
tidak lengkap. Perbedaan rukun dan syarat adalah kalau rukun itu harus ada dalam satu amalan
dan merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut. Sementara syarat adalah sesuatu yang
harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian dari amalan tersebut.
2). Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi wali.
Misalnya dengan si wali mengatakan, “Zawwajtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan si
Fulanah”) atau “Ankahtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan Fulanah”).
DAFTAR PUSTAKA
Buku-siswa-fiqih-kls-xi-k13-ruslanmaruf-wordpress-com