Abstraksi
Semangat kembali kepada Al-Qur'an menjadi inspirasi gerakan revitalisasi nilai-nilai Islam, salah
satunya dalam ranah pendidikan Islam yang menjadi salah satu unsur utama pembangun peradaban
Muslim. Pendidikan Islam yang bersifat organik dalam sistem kehidupan muslim meniscayakan
sebuah paradigma yang bersifat komprehensif integral yang menghimpun berbagai aspek potensi
manusia untuk menjadi dasar pelaksanaan pendidikan. Paradigma Qur'ani yang disarikan dari
pemikiran Abdullah Nashih Ulwan pun menjadi tawaran revitalisasi nilai-nilai Quran dalam
kerangka pendidikan Islam yang dalam tingkatan formal direalisasikan melalui kurikulum dan
landasan visi misi lembaga pendidikan Islam.
Pendahuluan
Pendidikan memegang peranan penting dalam pemenuhan aspek-aspek
kemanusiaan karena memberikan pondasi bagi rasionalisasi tindakan yang dipilih
manusia. Yang membedakan manusia dengan hewan yang sama-sama merupakan
makhluk ciptaan Allah utamanya terletak pada aspek kemampuan memilih
(ikhtiyari) dengan menggunakan rasio. Sebagai salah satu indikator indeks
pembangunan manusia, pendidikan yang merupakan hak asasi setiap manusia akan
selalu menjadi isu aktual kontemporer karena selalu bersinggungan dengan proses
historis peradaban manusia.
Merunut kembali catatan peradaban umat manusia, sejarah telah memperlihatkan
betapa peradaban yang dijiwai nilai-nilai Islam pernah mengalami kejayaan selama
sekian abad yang terbentang dari Andalusia sampai dataran Turkistan. Hal tersebut
terkait dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didorong oleh
semangat memperluas berbagai aspek pendidikan yang dimotivasi oleh spirit Al-
Qur'an.
Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW lima belas abad silam dengan
sebuah awalan perintah untuk membaca (iqra') yang dalam konteks luas menjadi
seruan untuk membaca, mengkaji, menganalisis, dan meneliti fenomena diri dan
sekitar yang dalam aplikasi turunannya di kemudian hari telah melahirkan sebuah
masyarakat berpendidikan dan menghasilkan sebuah karakter peradaban Islami
yang kemudian menjadi titik tolak peradaban Barat yang kini menghegemoni arah
sejarah peradaban manusia masa kini.
Pondasi bangkitnya fajar baru peradaban Eropa-Kristen di abad pertengahan
banyak disumbang oleh peradaban Muslim sebelumnya. Namun, disaat bangsa
Eropa mengalami masa kebangkitan kembali (renaissance) dan masa pencerahan
(enlightenment), bangsa Muslim yang tersebar dari daratan Maghribi hingga
Nusantara justru sedang mengalami kemunduran dan terpuruk menjadi korban
imperialisme politik, budaya, dan ekonomi bangsa Eropa.
Dari sinilah agenda besar terbentang di depan yaitu untuk mengulang kembali
kesuksesan Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam yang telah menjadi tonggak
inspirasi sebuah perubahan besar umat manusia dengan berhasil mengubah
sekumpulan masyarakat jahiliah Arab dan sekitarnya untuk kemudian menjadi
masyarakat yang terdidik dan tercerahkan serta dinaungi nur Islami. Apakah hal
serupa bisa terwujud kembali lima belas abad berikutnya?
Bagi umat Muslim, menjadikan Al-Qur'an sebagai inspirasi sekaligus paradigma
dalam mewujudkan atau mendesain pendidikan bukanlah hal yang bersifat utopis
dan berlebihan justru merupakan suatu keniscayaan mengingat Al-Qur'an
merupakan sumber utama sekaligus menjadi basis referensi dalam perumusan
hukum Islam. Sebagai sebuah paradigma, maka hal tersebut akan terwujud dalam
kerangka yang menjadi tolok ukur sejauhmana semangat dan pesan Al-Qur'an
direalisasikan dalam mengupayakan pendidikan Islam.
Artikel ini akan membahas pandangan Al-Qur'an mengenai pendidikan Islam yang
mana sebuah pertanyaan berikutnya muncul perihal upaya untuk
mengaplikasikannya sebagai kerangka paradigma Qur'ani dalam implementasi
pendidikan Islam, terutama di level pendidikan formal melalui implementasi
kurikulum. Selanjutnya bahasan diakhiri dengan kesimpulan.
Pembahasan
a. Selayang pandang pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan sendi yang kokok dan kuat bagi peradaban umat
Islam. Makna dari pendidikan Islam tidak terlepas keberadaan Islam itu sendiri.
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa beliau diturunkan hanyalah untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak. Disinilah letak esensi tujuan dari
diturunkannya Islam dan dari situlah esensi dari pendidikan Islam. Prof. Dr.
Muhammad 'Athiyyah al-Abrasy dalam karyanya At-Tarbiyyah Al-
Islamiyyah (2003:13) menyebutkan bahwa tujuan pokok dari pendidikan Islam
ialah mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa.
Dalam Paradigma Pendidikan Islam (Muhaimin, 2004:36) disebutkan bahwa
istilah Pendidikan Islam mencakup beragam pengertian, yaitu al-tarbiyah al-
diniyah (pendidikan keagamaan), ta'lim al-din (pengajaran agama), al-ta'lim al-
diny (pengajaran keagamaan), al-ta'lim al-islamy (pengajaran keislaman), tarbiyah
al-muslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-tarbiyah fi al-Islam (pendidikan
dalam Islam), al-tarbiyah 'inda al-muslimin (pendidikan di kalangan orang-orang
Islam), dan al-tarbiyah al-Islamiyah (pendidikan Islami).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa paradigma pengembangan pendidikan
Islam (Muhaimin, 2004:39-47):
Paradigma Formisme atau paradigma yang mencerminkan pandangan dikotomis.
Dalam paradigma ini pendidikan keagamaan dihadapkan dengan pendidikan
nonkeagamaan, pendidikan agama dengan pendidikan umum, demikian seterusnya,
sehingga pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-Islamiyah) berarti al-tarbiyah al-
diniyah / pendidikan keagamaan, ta'lim al-din / pengajaran agama, al-ta'lim al-
dini / pengajaran keagamaan, atau al-ta'lim al-islami / pengajaran
keislaman dalam rangka tarbiyah al-muslimin (mendidik orang-orang Islam).
Paradigma Mekanisme memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan
pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai
kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya,
bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen,
yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu dengan
lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak. Paradigma tersebut nampak
digabungkan pada sekolah atau perguruan tinggi umum yang bukan berciri khas
agama Islam. Dalam konteks pandangan semacam itu, al-tarbiyah al-diniyah /
pendidikan keagamaan, ta'lim al din / pengajaran agama, al-ta'lim al-dini /
pengajaran keagamaan atau al-ta'lim al-islami / pengajaran keislaman merupakan
bagian dari sistem pendidikan yang ada dalam rangka tarbiyah al-
muslimin (mendidik orang-orang Islam).
Paradigma Organisme bertolak dari pandangan bahwa pendidikan Islam adalah
kesatuan atau sebagai sistem (yang terdiri atas komponen-komponen yang rumit)
yang berusaha mengembangkan pandangan/semangat hidup Islam, yang
dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islami. Dalam
konteks pandangan semacam itu, al-tarbiyah al-Islamiyah (pendidikan Islami)
berarti al-tarbiyah fi al-Islam (pendidikan dalam Islam), dan al-tarbiyah 'inda al-
muslimin (pendidikan di kalangan orang-orang Islam).
b. Paradigma Al-Qur'an mengenai pendidikan Islam
Dalam konteks pengembangan pendidikan Islam dengan semangat memadukan
ilmu umum dan ilmu agama sebagaimana sekarang menjadi tren di kalangan
sekolah dan perguruan tinggi Islam, maka paradigma organisme merupakan pilihan
yang lebih bisa diterima karena hal tersebut mengulang kembali situasi kejayaan
Islam di awal-awal abad hijriah yang mana integrasi ilmu agama dan ilmu umum
bisa tercapai yang sejatinya kedua ilmu tersebut berasal dari sumber yang sama
yaitu Allah SWT.
Al-Qur'an sebagai sumber pemikiran Islam sangat banyak memberikan pencerahan
yang perlu dikembangkan secara filosofis maupun ilmiah. Pengembangan demikian
diperlukan sebagai kerangka dasar dalam membangun sistem pendidikan Islam
yang salah satunya dengan cara memperkenalkan konsep-konsep Al-Qur'an tentang
kependidikan. Lebih lanjut, Al-Qur'an memiliki pandangan yang spesifik tentang
pendidikan. Beberapa idiom banyak dijumpai dalam Al-Qur'an, seperti
kata rabb yang menjadi akar dari kata tarbiyyah. Tarbiyyahmerupakan konsep
pendidikan yang banyak digunakan hingga sekarang. Demikian pula dengan
idiom qara'a dan kataba juga mengandung implikasi kependidikan yang
mendalam (Ahmad, 2007:195).
Menurut Sa'id Ismail Ali sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung (1980: 35),
Al-Qur'an merupakan salah satu sumber pendidikan Islam disamping As-Sunnah,
kata-kata sahabat (madzhab shahabi), kemaslahatan umat/sosial (mashalil al-
mursalah), tradisi atau adat kebiasaan masyarakat ('uruf), dan hasil pemikiran para
ahli dalam Islam (ijtihad). Al-Qur'an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam
yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolute yang diturunkan dari
Tuhan. Allah SWT menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia,
yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyu-Nya.
Menurut Mujib (2006: 33-38), pendidikan Islam yang ideal harus sepenuhnya
mengacu pada nilai dasar Al-Qur'an karena Al-Qur'an memuat tentang sejarah
pendidikan Islam melalui beberapa kisah nabi yang berkaitan dengan pendidikan
dan Al-Qur'an juga memuat nilai normatif pendidikan Islam yang menjadi acuan
dalam pendidikan Islam yaitu i'tiqadiyyah (berkaitan dengan pendidikan
keimanan), khuluqiyyah (berkaitan dengan pendidikan etika),
dan amaliyyah (berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari-hari).
Al-Qur'an sendiri dalam beberapa ayatnya sering memberikan dorongan kepada
orang-orang yang beriman untuk menuntut ilmu dengan menegaskan bahwa orang-
orang yang berilmu pengetahuan akan diangkat derajatnya, sesuai dengan firman-
Nya dalam surat Al-Mujadilah ayat 11.
)11 (
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diaintaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajatnya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Dalam karyanya, Tarbiyat al-Aulad fi Al-Islam, Abdullah Nashih Ulwan (1997)
menguraikan pandangan Al-Quran mengenai pendidikan dalam Islam sebagai
berikut:
a. Tarbiyah Imaniyah.
Pendidikan dalam Islam diarahkan untuk penanaman nilai-nilai keimanan disertai
dengan penguatan aspek-aspek keimanan sehingga menjadi pondasi spiritual bagi
kehidupan seseorang. Dengan demikian pendidikan dalam Islam bukan pengusung
paham atheism melainkan justru pendukung adanya paham theisme atau
berketuhanan sebagai pangkal dari segala eksistensi di alam semesta. Dalam
realisasinya, pendidikan harus diupayakan bermuara pada pengokohan iman
seseorang yang menjadi dasar dari segala pola pikir, pola sikap, dan pola perbuatan
manusia.
Beberapa ayat Al-Qur'an yang merefleksikan pesan-pesan tarbiyah imaniyah ini
misalnya: Perintah untuk melakukan penelitian terhadap alam semesta untuk
menghasilkan kebenaran (Al-Baqarah: 164, At-Thariq: 5-10, 'Abasa: 24-32);
Menanamkan semangat ketaqwaan dan penghambaan kepada Allah (Az-Zumar: 23,
Al-Hajj: 34-35, Maryam: 58); Membangkitkan rasa diawasi oleh Allah (Al-
Baqoroh: 281-283).
b. Tarbiyah Khuluqiyah
Pendidikan dalam Islam juga diarahkan sebagai sebuah proses pendidikan untuk
menata kepribadian, akhlak, dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
perluasannya, akhlak yang mulia merupakan salah satu output dari pendidikan
Islam.
Beberapa ayat Al-Qur'an yang memberikan contoh seputar tarbiyah
khuluqiyah adalah sebagai berikut: Anjuran untuk menjadikan rasul sebagai teladan
(Al-Ahzab: 21); Perintah untuk memaafkan, berbuat kebaikan dan berpaling dari
kejahatan (Al-Araaf: 199, Ali Imran: 134); Menjaga sopan santun dalam pergaulan
dengan lawan jenis (An-Nur: 30-31).
c. Tarbiyah Jismiyah
Tidak bisa dipungkiri bahwa jasmani yang sehat merupakan suatu keniscayaan bagi
kelangsungan hidup manusia. Demikian halnya demi tegaknya agama dan
peradaban Islam, umat Muslim harus memiliki fisik atau jasmani yang memberinya
kekuatan dalam mengemban semangat syiar nilai-nilai Islam. Disinilah Al-Qur'an
memberi penegasan akan pentingnya pemeliharaan jasmani yang mana tarbiyah
jismiyah menjadi tak terelakkan dalam koridor pendidikan Islam.
Menurut Nashih Ulwan, ada beberapa contoh ayat yang menerangkan
aspek tarbiyah jismiyah di dalam Al-Qur'an yaitu sebagai berikut: Pemenuhan
kebutuhan jasmani (Al-Baqarah: 233); Anjuran berolah raga (Al-Anfaal: 60); dan
Pemeliharaan kesehatan (Al-Baqarah: 195, An-Nisa: 29).
d. Tarbiyah Aqliyah
Jasmani yang kuat tanpa disertai akal yang sehat hanya akan mereduksi
nilai kemanusiaan karena peradaban manusia dibangun melalui eksplorasi dan
kreasi akal budi manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terlepas
dari optimalisasi potensi intelektualitas manusia. Disinilah tarbiyah
aqliyah memegang peranan penting dalam pendidikan Islam. Dengan mengacu
pada pesan-pesan Al-Qur'an, sebagaimana disarikan oleh Nashih Ulwan, ada
beberapa aspek tarbiyah aqliyah yang termuat di dalam Al-Qur'an, diantaranya:
Kewajiban belajar (Al-'Alaq: 1-5, Thaha: 114, Al-Mujaadilah: 11); Penyadaran
pikiran (Al-Baqarah: 159-160); dan Kewajiban memelihara kesehatan akal (Al-
Maidah: 90)
e. Tarbiyah Nafsiyah
Tarbiyah Nafsiyah disini merujuk pada pendidikan jiwa atau lebih berkaitan dengan
aspek-aspek mental yang dimiliki manusia. Kombinasi jasmani dan akal tidak akan
lengkap tanpa disertai keberadaan mental yang kokoh atau jiwa yang stabil. Nashih
Ulwan memberikan contoh dengan mengacu pada beberapa ayat Al-Qur'an sebagai
berikut: Ajaran Islam untuk mengatasi sifat-sifat yang jelek pada manusia (Al-
Maaarij: 19-23); Penyadaran manusia untuk mengatasi rasa takut dan kurang
percaya diri (Al-Baqoroh: 155-157); Anjuran untuk bersabar dan bersikap wajar
dalam menghadapi berbagai masalah (Al-Hadid: 22-23); Larangan untuk saling
menghina dan mencemooh (Al-Hujuraat: 11); Anjuran untuk peduli pada kaum
yang lemah (Ad-Dhuha: 9-10, Al-Maaun: 1-2).
f. Tarbiyah Ijtimaiyah
Keberadaan masyarakat atau umat menjadi hal penting dalam Islam karena
tegaknya Islam akan terwujud dengan adanya masyarakat yang menyangga pilar-
pilar Islam dan menjunjung nilai-nilainya. Dari sinilah letak pentingnya pendidikan
kemasyarakatan menjadi salah satu paradigma dalam pendidikan Islam. Tarbiyah
Ijtima'iyah diarahkan untuk melengkapi aspek dasar keberadaan manusia yang juga
merupakan makhluk sosial. Pendidikan ini ditujukan untuk mewujudkan tatanan
masyarakat yang bersendikan nilai-nilai sosial yang bersumber dari Al-
Qur'an. Dalam Al-Qur'an beberapa hal yang disinggung sebagaimana berikut:
1. Penanaman dasar-dasar pergaulan seperti persaudaraan (Al-Hujuraat: 10, Ali
Imran: 103), kasih sayang (Al-Fath: 29), itsar atau mendahulukan kepentingan
orang lain (Al-Hasyr: 9) dan saling memaafkan (Al-Baqarah: 237)
2. Pemeliharaan hak orang lain seperti hak orang tua (Al-Isra: 23-24), hak sanak
saudara dan kerabat (An-Nisa: 36, Al-Isra: 26) dan hak tetangga (An-Nisa: 36)
3. Sopan santun berinteraksi sosial seperti adab memberi salam (An-Nur: 27 & 61),
adab meminta izin (An-Nur: 58-59), adab menghadiri pertemuan (Al-Mujaadilah:
11) dan adab berbicara (Al-Furqan: 63)
4. Mengembangkan sikap saling mengawasi dan kritik sosial (Ali Imran: 110, At-
Taubah: 71)
Dari pemaparan diatas, bisa digambarkan bahwa paradigma Qurani dalam
wujudnya merupakan serangkaian kerangka sudut pandang semangat pendidikan
dalam Al Quran yang bersifat holistik atau menyeluruh dalam pribadi seorang
muslim. Karakteristik pendidikan yang bersifat holistik-integral itu terlihat dari
keragaman pendidikan mulai dari pendidikan keimanan hingga pendidikan sosial
kemasyarakatan. Bisa dikatakan keenam aspek itu merupakan paradigma Qur'ani
untuk menjadi acuan sebagai bahan indikator implementasi pendidikan Islam yang
bersifat organik dan integral.
c. Mengaplikasikan Kerangka Paradigma Qurani
Sebuah konsep di tataran paradigmatik hanya akan terlihat mengawang bila tidak
disertai upaya membumikan dan mengaktualisasikannya dalam kenyataan sehari-
hari. Paradigma Qurani yang bersifat holistik-integral bisa diterapkan dalam setiap
aspek pendidikan baik informal seperti pendidikan di dalam lingkup keluarga
hingga dalam konteks formal penyelenggaraan tingkat satuan pendidikan di
Indonesia yang diterapkan salah satunya melalui pintu kurikulum.
Dalam level pendidikan informal seperti dalam keluarga, keenam komponen
paradigma Qur'ani diatas bisa dijadikan panduan bagi kedua orang tua untuk
mendidik, membimbing, dan mengarahkan anak dalam meniti kehidupan dengan
menekankan pada beragam aspek kehidupan seperti dalam hal keimanan dengan
mengajarkan sholat dan doa (tarbiyah imaniyah); mendidik etika kepada diri dan
sesama (tarbiyah khuluqiyah); mendorong anak untuk rajin berolahraga (tarbiyah
jismiyah); mendisiplinkan anak untuk belajar (tarbiyah aqliyah); membangkitkan
kepercayaan diri anak (tarbiyah nafsiyah); dan pengenalan hak & kewajiban anak
(tarbiyah ijtima'iyah).
Untuk level pendidikan formal, kurikulum menjadi acuan dalam pelaksanaan
pendidikan. Kurikulum memegang peranan penting dalam proses pendidikan
karena ia merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tanpa kurikulum yang
sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang
diinginkan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
(Khaeruddin, 2007: 79).
Menurut S. Nasution (1995: 5), penggolongan kurikulum dapat dilihat
sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum. Kurikulum
juga bisa dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk
mencapai tujuannya. Disamping itu, kurikulum dapat pula diartikan sebagai hal-hal
yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap keterampilan
sesuatu. Selain itu, kurikulum adalah bentuk pengalaman siswa yang
merefleksikan kenyataan pada setiap siswa.
Melalui Peraturan Pemerintah Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan
keleluasaan kepada sekolah untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata
pelajaran sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik
serta kebutuhan masyarakat di sekitar sekolah. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (Khaeruddin, 2007: 79).
Dalam realisasinya di ranah pendidikan formal, paradigma Qurani yang
mencerminkan aplikasi keenam pendekatan diatas bisa diterjemahkan dalam
kurikulum di tingkat satuan pendidikan dengan mengelaborasi dan
mengoptimalkan pendidikan berbasiskan keimanan, etika, jasmani, akal, jiwa, dan
sosial peserta didik secara terpadu baik melalui pengayaan materi di komponen
mata pelajaran, muatan lokal maupun kegiatan pengembangan diri siswa seperti
terlihat di gambar 2. Paradigma Qur'ani diatas kemudian bisa dikembangkan lebih
lanjut sebagai pedoman bagi tenaga pendidik seperti guru untuk menyusun metode
pengajaran dan pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai Qur'ani.
Gambar 2: Contoh penerapan paradigma Qur'ani untuk kurikulum tingkat satuan
pendidikan
di SMA/MA yang berlokasi di wilayah perkebunan di desa Jawa
Paradigma Komponen
Qur'ani
Mata Pelajaran Muatan Lokal Pengembangan Diri