1. PENDAHULUAN
a) GarisBesar Materi Pokok Bahasan XIV:
Pokok bahasan XIV ini terkait penggembalaan di hutan dan perambahan sebagai faktor yang
dapat menyebabkan kerusakan hutan, bentuk kerusakan dan segala upaya/ tindakan
pencegahan dan pengendalian/ penanggulangannya .
1
Mahasiswa mampu membedakan factor sosial: penggembalaan di hutan dan perambahan
dengan factor biotic dan factor abiotik dan mampu mendeskripsikan issu issu kerusakan
hutan karena penggembalaan di hutan dan perambahan.
Setelah mahasiswa mengikuti dan memahami materi bahasan ini maka mampu membedakan
dan menguraikan penyebab terjadinya penggembalaan di hutan dan perambahan, bentuk
bentuk kerusakan yang ditimbulkan dan merancang tekhnik/ upaya pencegahan dan tindakan
pengendaliannya.
e) Urutan Pembahasan:
Pendahuluan secara berurutan akan meliputi:
Pada materi bahasan XIV ini : memahami tentang Batasan dan dan ruang lingkup factor
sosial khususnya penggembalaan di hutan dan perambahan, menguraikan sebab sebab
terjadinya, bentuk kerusakan. Selanjutnya melakukan rancangan tindakan pencegahan dan
pengendalian/ penanggulangan sesuai situasi dan kondisi kasus penggembalaan di hutan
dan perambahan.
Umum:
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004 tentang
perlindungan hutan, dinyatakan bahwa tujuan perlindungan hutan adalah usaha untuk
mencegah dan membatasi kerusakan hutan kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan
oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta
mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan,
2
kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan
hutan.
a. Pemadatan tanah
b. Erosi permukaan
c. Merusak tanaman muda (pucuk & daun muda)
d. Menginjak anakan
e. Melukai akar dan batang (rentan terhdp hama & penyakit)
f. Berkurangnya penutup tanah
g. Matinya pohon
a.Suplay daging
b. sumber lapangan kerja
c. sumber gizi/protein
d. sumber pupuk
e. menghemat devisa
f. mencegah kebakaran
3
KARAKTERISTIK GRAZING DI NEGARA MAJU:
tradisional
turun temurun
pelaku ; masyarakat sekitar hutan
belum dikelola oleh perusahaan
blm disentuh dg teknologi
populasi & dinamika populasi tdk diatur
usaha sampingan
tradisional
turun temurun
pelaku ; masyarakat sekitar hutan
belum dikelola oleh perusahaan
blm disentuh dg teknologi
populasi & dinamika populasi tdk diatur
usaha sampingan
4
Perambahan Kawasan Hutan berkaitan dengan pasal 15 Undang-Undang No. 5
Tahun 1967 dan pasal 4, 5, 6, 7 dan 8, Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 1985.
Permasalahan Perambahan kawasan hutan diperparah dan terus meningkat disebabkan
oleh:
a. Semakin meningkatnya jumlah penduduk di satu pihak dan semakin
sempitnya lahan untuk pemukiman serta lahan untuk usaha (pertanian, dll.)
di lain pihak, sehingga kawasan hutan menjadi salah satu pelarian untuk
mengatasi lapar lahan .
b. Semakin banyaknya jalan masuk (meningkatnya aksesibilitas) ke kawasan
hutan karena kegiatan pembangunan, terutama kegiatan pembangunan
kehutanan (misalnya kegiatan HPH).
a. Negara dirugikan dalam hal pemasukan pajak , karena pemanfaatan hutan dan hasil
hutan tidak terkontrol.
b. Luas ril kawasan hutan yang dapat dikendalikan, dikelola dan diwasi oleh Negara
tidak akurat/ terganggu.
c. Status lahan yang dirambah dengan intensitas yang cukup tinggi di Indonesia
menjadikannya tersamar, bahkan bangunan permanen dan pembukaan lahan secara
terang-terangan di dalam kawasan hutan meluas.
d. Pengelolaan hutan oleh berbagai kasus perambahan tidak mengikuti azas kelestarian
hasil dan cenderung menggunakan metode land clearing dengan cara tebas-bakar.
5
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 yang merupakan
penjabaran Bab V dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1967, pada dasarnya upaya
perlindungan hutan dibagi menjadi dua upaya pokok, yaitu perlindungan dan
pengamanan terhadap kawasan hutan serta upaya perlindungan dan pengamanan
terhadap hasil hutan.
6
Bagian Kedua
Perlindungan Hutan dari Gangguan Ternak
Pasal 15
(1) Untuk mencegah dan membatasi kerusakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 huruf a
dari gangguan ternak, dalam kawasan hutan produksi dapat ditetapkan lokasi
penggembalaan ternak.
(2) Penetapan lokasi penggembalaan ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Kepala Unit Pengelolaan Hutan.
(3) Untuk kepentingan konservasi dan rehabilitasi hutan, tanah dan air, Kepala Unit
Pengelolaan Hutan dapat menutup lokasi penggembalaan ternak sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang penetapan lokasi penggembalaan ternak dalam kawasan
hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri.
Upaya lainnya:
d. Pembahasan:
Setelah pemaparan materi bahasan tersebut di atas mahasiswa diberi kesempatan
bertanya atau membentuk kelompok diskusi atau kegiatan brain storming dengan tetap berada
dalam kendali atau pengawasan fasilitator untuk tetap berfungsinya expert jugments sebagai
nara sumber dari sudut pandang kecakapan dan filosofi keilmuan terkait.
e. Penelitian:
7
Hasil-hasil penelitian terkait: Penelitian berbagai studi kasus perambahan dan bentuk
bentuk penggembalaan serta upaya penanggulangannya pada berbagai tipe hutan dan
berbagai suku di Indonesia yang merupakan bentuk mata pencahariannya sejak dulu kala.
Penelitian di masa yang akan datang adalah perhitungan beasarnya konstribusi dari berbagai
bentuk penggembalaan di Indonesia dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan akan
daging/ protein dan tingkat komsumsi biomass yang dimanfaatkan dari hutan. Informasi
penelitian terkait tersebut bisa diakses ke website: www.balitek-ksda.or.id dan
cifor.org/pubs/5553 dalam kaitannya ecological economics, serta website: www.forclime.org
yang membahas tentang : Management of Protected Area and Biodiversity and any others
Forest and Climate Chance Programe.
f. Penerapan:
Penerapan upaya mengatasi penggembalaan hutan di Negara maju adalah dengan
memberikan izin pengelolaan kepada perusahaan untuk menggembalakan ternaknya di dalam
kawasan hutan dengan cara:dinamika populasi dan daya dukung hutan di monitoring,
sehingga biomass yang ada dalam hutan dapat dioptimalkan untuk menghasilkan daging dan
hasil ternak lainnya secara professional, sehingga keseimbangan antara daya dukung hutan
dan ternak seimbang.
g. Latihan:
Mahasiswa di dalam kelas melakukan kegiatan berupa menuliskan beberapa contoh
kasus kerusakan hutan yang disebabkan oleh factor sosial: khususnya , penggembalaan di
hutan dan perambahan baik yang terjadi pada hutan di luar negeri maupun di Indonesia dan
upaya pencegahan dan pengendalian yang telah dilakukan, dan kemukakan issu issu hangat
yang disebabkan oleh kasus penggembalaan di hutan dan perambahan di Indonesia.
h. Tugas Mandiri:
Mahasiswa membuat tulisan/ makalah tentang kasus tentang : studi Kasus dan Upaya
pengendalian penggembalaan di hutan dan perambahan lainnya beserta sumber
referensiya dan dibagi per orang per wilayah ( Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, NTT, Papua
dan lain-lain). Kelompok lainnya membandingkannya dengan studi kasus Afrika, Australia
dan Amerika.
3. PENUTUP
8
a. Rangkuman
Faktor penggembalaan di hutan dan perambahan ini sebagai salah satu factor
sosial penyebab kerusakan hutan, sangat erat kaitannya dengan kerusakan factor kerusakan
hutan yang lain seperti pada kerusaakan hutan karena factor abiotik dan biotic, dan satu sama
lain saling berhubungan, dalam hal ini manusia sebagai komponen utama sebagai mahluk
sosial penyebab terbesar dari kerusakan hutan dari semua faktor.
b. Tes Formatif:
a. Deskripsikan tipe penggembalaan di hutan dan perambahan
b. Terangkan dampak negatif akibat penggembalaan di hutan dan perambahan
c. Uraikan tekhnik pencegahan kerusakan hutan karena penggembalaan di hutan
dan perambahan.
d. Uraikan tekhnik pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengatasi
penggembalaan di hutan dan perambahan
c. UmpanBalik:
4. DAFTAR PUSTAKA
1. Hawley, RC., Stickel, PW. 1948. Forest Protection. John Wiley & Sons, Inc.
New York.
4. Suratmo, FG. 1976. Ilmu Perlindungan Hutan. Lembaga Kerja sama Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor.
5. Peraturan Pemerintah Nomor.45. 2004. Tentan Perlindungan dan Pengamanan
Hutan.
6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.35/Menhut-II/2007. Tentang Hasil
Hutan Bukan Kayu
9
7. Wakker, E.2000. Funding Forest Destruction: The Involvement of Dutch
Banks in the Financing of Oil Palm Plantation im Indonesia.
Amrsterdam and Bogor Indonesia. AIDE Environment, in c0-operation
with Jan Willem van Gelder Contrast Advies and the Telapak Sawit
Reseach Team Commission by Greenpeace Netherlands.
10