Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH INTERAKSI OBAT

PADA RESEPTOR

Di susun oleh :
1. DEVI NAYA ADE KUNTARI
2. ETI SULISMAWATI
3. SISWATUL AINI
4. RANI HANDRIANTIK
5. M. ULUL AZMI
6. M. QURTUBI

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN
2017/2018

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan kami ini.
Tak lupa pula shalawat serta salam kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, beserta
keluarganya yang telah bersusaha payah memperjuangkan ummat islam dari kesesatan menuju ke
jalan kebenaran yang di ridhoi oleh Allah SWT.
Melalui kesempatan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing,
yang telah bersedia membimbing kami dalam bentuk materi maupun fisik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan, meskipun tak luput dari kekurangan atau kekeliruan.
Oleh karena itu, sebelumnya kami meminta maaf sebesar-besarnya apabila ada kata yang
salah atau berlebihan, maupun tehnik-tehnik pembuatan yang tidak sesuai dengan selera pembaca.
maka dari itu kritik dan saran dari Bapak/Ibu dosen maupun dari teman-teman pembaca lainnya
kami sangat harapkan untuk kesempurnaan karya tulis kami selanjutnya.

Mataram, 8 September 2017

2
BAB I
PENDAHULUAN
Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat berinteraksi secara selektif dengan system biologi.
Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek, dapat menekan suatu sistem, atau tidak
berinteraksi secara langsung dengan suatu sistem tetapi dapat memodulasi efek dari obat lain. Reseptor
didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan
ligan (obat, hormon, neurotransmiter) untuk memicu proses biokimiawi antara dan di dalam sel yang
akhirnya menimbulkan efek. (Ikawati, 2006).
Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine Product (CPMP)
sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh penambahan obat lain dan
menimbulkan pengaruh klinis. Biasanya, pengaruh ini terlihat sebagai suatu efek samping, tetapi
terkadang pula terjadi perubahan yang menguntungkan.Obat yang memengaruhi disebut sebagai
precipitant drug, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut sebagai object drug.
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat
lain yang diberikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat
lainnya.Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif.Menurut Piscitelli dan
Rodvold (2005), Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat
dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi.Obat yang diberikan dapat
bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan
yang lainnya sehingga interaksi obat menjadi penting untuk dipertimbangkan (Stockley
2008).Interaksi obat dapat terjadi pada manusia maupun pada hewan yang mengonsumsi obat.
Beberapa studi menyebutkan proporsi interaksi obat dengan obat lain (antar obat) berkisar
antara 2,2% sampai 30% terjadi pada pasien rawat-inap dan 9,2% sampai 70,3% terjadi pada
pasien-pasien rawat jalan, walaupun kadang-kadang evaluasi interaksi obat tersebutmemasukkan
pula interaksi secara teoretik selain interaksi obat sesungguhnya yang ditemukan dan
terdokumentasi.Di Amerika Serikat, insidensi interaksi obat yang mengakibatkan reaksi
efeksamping sebanyak 7,3% terjadi di rumah sakitlebih dari 88% terjadi pada pasien geriatrik di
rumah sakit. Orang mengalami resiko efek samping karenainteraksi obat, dan seberapa jauh risiko
efeksamping dapat dikurangi diperlukan jika akanmengganti obat yang berinteraksi dengan
obatalternatif. Dengan mengetahui bagaimanamekanisme interaksi antar obat, dapatdiperkirakan
kemungkinan efek samping yangakan terjadi dan melakukan antisipasi. Makalahini bermaksud
menguraikan beberapa mekanismeinteraksi antar obat yang terjadi karena interaksitersebut
(Gitawati 2008).

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Interaksi Obat
Interaksi obat yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi
farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antar
obat (yang diberikan berasamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga menimbulkan
efek sinergis, antagonis ataupun potensiasi.Sedangkan interaksi farmakokinetik terjadi pada
proses-proses peredaran obat di dalam tubuh.
Interaksi obat antagonis merupakan interaksi yang bersifat saling manurunkan bahkan
meniadakan khasiat dari masing-masing obat. Kegiatan obat pertama dikurangi atau bahkan
ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat farmakologis yang bertentangan.
Penurunan efek satu obat oleh obat yang lain atau antagonis antar obat pada umumnya tidak
diinginkan, tetapi kadang-kadang juga diinginkan. Pada kasus penurunan efek obat yang tidak
diinginkan, kombinasi obat dikatakan tidak sesuai (incompatible).Bila senyawa antagonis
diberikan sesudah agonis, yang dimaksudkan untuk menghilangkan efek agonis atau efek
sampingnya, maka disebut efekkuratif, misal untuk pengobatan keracunan obat, senyawa
antagonis berfungsi sebagai antidotum(Stockley 2008).Beberapa obat yang memberikan interaksi
antagonis antara lainobat yang bersifat beta agonis yaitu Salbutamol untuk pengobatan asma
dengan obat yang bersifat pemblok beta yaitu propanolol untuk pengobatan hipertensi, dapat
menyebabkan bronkospasme, vitamin K dan derivat kumarin (warfarin), Simetidin dan
propanolol, atropin terhadap asetilkolin.

B. Mekanisme Interaksi Obat :


Mekanisme interaksi obat dibagi mnjadi 3 kelompok :
1. Interaksi Farmasetik
Interaksi farmasetik adalah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat obat
diformulasikan atau disiapkan sebelum obat tersebut digunakan oleh pasien.
Contoh : a. Penurunan titik kelarutan, penurunan titik beku pada interaksi secara fisik.
b. Reaksi hidrolisa saat pembuatan atau dalam penyiapan pada interaksi kimia dapat
menyebabkan inkompatibilitas sediaan obat
2. Interaksi Farmakokinetik
Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan pada proses absorbsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi, dapat dilihat perubahan-perubahan parameter farmakokinetika
seperti konsentrasi maksimal luas area di bawah kurva dan waktu paroh suatu obat.

4
C. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan
fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.
a. Mekanisme kerja obat
Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini mencetuskan perubahan biokimiawi
dan fisiologi yang merupakan respon khas untuk obat tersebut.
b. Reseptor Obat
c. Transmisi sinyal biologis (Setiawati, 2007).

D. Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik terjadi di mana efek dari satu obat yang diubah oleh kehadiran
obat lain di tempat kerjanya. Kadang-kadang obat secara langsung bersaing untuk reseptor tertentu
(misalnya agonis beta2, seperti salbutamol, dan beta blockers, seperti propranolol) tetapi sering
reaksi yang lebih langsung dan melibatkan gangguan fisiologis mekanisme (Stockley, 2008).
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor,
tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau
antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam plasma (Setiawati, 2007). Hal ini terjadi
karena kompetisi pada reseptor yang sama atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama.
Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokkan seperti interaksi-interaksi yang mempengaruhi
konsentrasi obat dalam tubuh, tetapi terjadinya interaksi tersebut lebih mudah diperkirakan dari
efek farmakologi obat yang dipengaruhi (Fradgley, 2003)
Beberapa mekanisme interaksi obat dengan farmakodinamika mungkin terjadi bersama-sama,
antara lain :
a. Sinergisme
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara dua obat yang
bekerja pada sistem, organ, sel, enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama. Efek obat
sinergisme adalah interaksi antara 2 atau lebih bahan yang menghasilkan suatu peningkatan
kuantitatif dari efeknya dibandingkan bila diberikan bahan secara sendiri (Tatro 2006).
Efek obat sinergis dapat bermanfaat tapi dapat pula merugikan bagi tubuh. Efek sinergis
bermanfaat, jika penggunaan obat tunggal tidak memberikan efek terapi yang memadai, perlu
penggunaan kombinasi obat yang memiliki efek terapi yang sinergis sehingga efek terapi lebih
kuat dan memberikan efek bagi penderita sedangkan efek sinergis yang merugikan dimana
penggunaan dua obat atau lebih dengan efek yang sama dapat menimbulkan efek yang berlebihan
sehingga membahayakan bagi pasien. Contoh kombinasi obat yang memiliki efek sinergis
diantaranya: amoxicillin-erytromisin, sulfonamide-trimetroprim, aminoglikosida-metronidazol,
beta blocker-procainamide, beta blocker dengan anti-angina, dan lain-lain (Lacy et all 2006).
Semua obat yang mempunyai fungsi depresi pada susunan saraf pusat- sebagai contoh, etanol,
antihistamin, benzodiazepin (diazepam, lorazepam, prazepam, estazolam, bromazepam,
alprazolam), fenotiazin (klorpromazina, tioridazina, flufenazina, perfenazina, proklorperazina,
trifluoperazina), metildopa, klonidina- dapat meningkatkan efek sedasi.
Semua obat antiinflamasi non steroid dapat mengurangi daya lekat platelet dan dapat
meningkatkan (pada derajat peningkatan yang tidak sama) efek antikoagulan. Suplemen kalium
dapat menyebabkan hiperkalemia yang sangat berbahaya bagi pasien yang memperoleh
pengobatan dengan diuretik hemat kalium (contoh amilorida, triamteren), dan penghambat enzim

5
pengkonversi angiotensin (contoh kaptopril, enalapril) dan antagonis reseptor angiotensin-II
(contoh losartan, valsartan). Dengan cara yang sama verapamil dan propanolol (dan pengeblok
beta yang lain), keduanya mempunyai efek inotropik negatif, dapat menimbulkan gagal jantung
pada pasien yang rentan.
Kadang-kadang efek sinergis suatu obat terhadap obat yang lain lebih besar daripada efek
gabungan dua obat dari golongan yang sama (Kee dan Hayes 1996). Kerja sama saling
memperkuat yang secara matematis terjadi efek melebihi jumlah a + b disebut potensiasi atau
peningkatan potensi (Tjay dan Rahardja 2007). Jika obat a dan b dikombinasi misalnya, maka obat
a yang dibutuhkan akan menjadi lebih sedikit dengan kekuatan akhir yang sama (Kee dan Hayes
1996).
Semua obat yang mempunyai fungsi depresi pada susunan saraf pusat- sebagai contoh, etanol,
antihistamin, benzodiazepin (diazepam, lorazepam, prazepam, estazolam, bromazepam,
alprazolam), fenotiazin (klorpromazina, tioridazina, flufenazina, perfenazina, proklorperazina,
trifluoperazina), metildopa, klonidina- dapat meningkatkan efek sedasi.
Semua obat antiinflamasi non steroid dapat mengurangi daya lekat platelet dan dapat
meningkatkan (pada derajat peningkatan yang tidak sama) efek antikoagulan. Suplemen kalium
dapat menyebabkan hiperkalemia yang sangat berbahaya bagi pasien yang memperoleh
pengobatan dengan diuretik hemat kalium (contoh amilorida, triamteren), dan penghambat enzim
pengkonversi angiotensin (contoh kaptopril, enalapril) dan antagonis reseptor angiotensin-II
(contoh losartan, valsartan). Dengan cara yang sama verapamil dan propanolol (dan pengeblok
beta yang lain), keduanya mempunyai efek inotropik negatif, dapat menimbulkan gagal jantung
pada pasien yang rentan.

b. Antagonisme
Antagonisme terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan. Hal
ini mengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat. Sebaga contoh :
a. Salbutamol dengan Propanolol
Salbutamol merupakan obat agonis reseptor beta 2 adrenergik yang digunakan
sebagai bronko dilatator pada penderita asthma. Nama paten: Salbutamol (Tablet 4
mg).
Propanolol merupakan obat antagonis reseptor beta 2 adrenergik yang digunakna
untuk terapi bermacam penyakit kardiovaskular seperti obat antiaritmia. Nama paten:
Farmadral (tablet 10 mg), Inderal (tablet 10 mg, 40 mg).
Mekanisme interaksi: interaksi yang terjadi antara kedua obat ini akibat dari blokade
reseptor. Antagonis -adrenergik atau beta bloker mampu berikatan dengan reseptor
adrenergik-, sehingga dapat menggeser ikatan reseptor ini. Interaksi ini menyebabkan
bronkospasmus atau penyempitan bronkus.
b. Derivat Kumarin (Warfarin) dan vitamin K
Warfarin digunakan sebagai antikoagulan sebagai pencegahan terjadinya
tromboemboli seperti trombosis vena dan emboli paru, katup jantung mekanis dan
kecelakaan serebrovaskular. Ada juga peran warfarin dalam pencegahan sekunder
penyakit jantung. Nama paten: Warfarin Eisai.
Vitamin K merupakan vitamin yang membantu proses pembekuan darah untuk
menghentikan pendarahan. Nama paten: Kaywan (tablet 5 mg).
6
Mekanisme interaksi: Warfarin sebagai antagonis vitamin K bekerja dengan cara
menghambat sintesis vitamin K tergantung faktor pembekuan II, VII, IX dan X, serta
antikoagulan alami, protein C dan protein S (Patriquin dan Crowther 2011). Warfarin
dapat memperpanjang waktu pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat
efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat
dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi
pengobatan antikoagulan (Stockley 2008).
c. Cimetidin dan Propanolol
Cimetidin merupakan salah satu obat untuk gastritis dan ulcer, yang bekerja sebagai
histamin H2 sehingga memblokade stimulasi histamin pada sel parietal untuk
menurunkan sekresi asam lambung. Nama paten: Tagamet (tablet 200 mg, injeksi
200 mg/2 ml).
Propanolol merupakan obat pada beberapa penyakit jantung. Nama paten:
Farmadral (tablet 10 mg), Inderal (tablet 10 mg, 40 mg).
Mekanisme: pemberian secara bersamaan dapat menurunkan efek dari propanolol
akibat simetidin. Hal ini dapat terjadi karena simetidin menghambat enzim sitokrom
sehingga menurunkan metabolisme propanolol.Obat-obat lain yang poten menghambat
enzim ini sehingga menghambat metabolisme propanolol adalah kuinidin, propafenon,
klorpromazin, flekainid, fluoksetin dan antidepresan trisiklik.

c. Efek reseptor tidak langsung


Kombinasi obat dapat bekerja melalui mekanisme saling mempengaruhi efek reseptor yang
meliputi sirkulasi kendali di fisiologis dan biokimia. Pengeblok beta non selektif seperti propanolol
dapat memperpanjang lamanya kondisi hipoglikemi pada pasien diabet yang diobati dengan
insulin dengan menghambat mekanisme kompensasi pemecahan glikogen. Respon kompesasi ini
diperantarai oleh reseptor beta Z namun obat kardioselektif seperti atenolol lebih jarang
menimbulkan respon hipoglikemi apabila digunakan bersama dengan insulin. Lagipula obat-obat
pengeblok beta mempunyai efek simpatik seperti takikardia dan tremor yang dapat menutupi
tanda-tanda bahaya hipoglikemi, efek simpatik ini lebih penting dibandingkan dengan akibat
interaksi obat pada mekanisme kompensasi di atas.

7
DAFTAR PUSTAKA
Darmansjah I et al. 2000.Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI). CV. Sagung Seto: Jakarta.
Gitawati R. 2008. Interaksi Obat dan Beberapa Implikasinya.Puslitbang Biomedis dan Farmasi:
Media Litbang Kes. 18(4): 175-183.
Ito K, Iwatsubo T, Kanamitsu S et al.1998. Prediction of pharmacokinetics alterations caused by
drug-drug interactions: Metabolic interaction in the liver. J. Pharm Rev. 50(3):387-411.
Kee Joyce L, Hayes Evelyn R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Anugerah
Peter, penerjemah; Asih Yasmin, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Terjemahan dari: Pharmacology: A Nursing Approach.
Lacy et al. 2006.Drug Information Hanbook 14th edition. Lexi Company: USA
May RJ. 1997. In: pharmacotherapy a pathophysiologic approach. Adverse drug reactions and
interactions.101-116.
Patriquin C, Crowther M. 2011. Treatment of Warfarin-Associated Coagulopathy with
Vitamin K. Expert Reviews Ltd.:Rev Hematol. 4(5):657-667.
Pelkonen O, Maenpaa J, Taavitsainen P, Rautio A, Raunio H. 1998. Inhibition and induction of
human cytochrome P450 (CYP) enzymes.J. Xenobiotica. 28:1203-1253.
Piscitelli SC, Rodvold KA. 2005. Drug Interaction in Infection Disease. Edisi kedua. New
Jersey (US): Humana Press.
Rahmawati Min et al. 2013. Diktat Kuliah Farmakologi Veteriner II. Fakultas Kedokteran Hewan
IPB: Bogor.
Retno G. 2008. Interaksi obat dan beberapa implikasinya.Artikel Media Litbang
Kesehatan.18(4):175-184.
Stockley Ivan and B. Pharm. 1974. Drug Interactions and their mechanisms. Phannaceutical
Journal.
Stockley IH. 2008. Stockleys Drug Interaction. Edisi kedelapan. Great Britain (UK):
Pharmaceutical Press.
Tatro D.S. 2006. Drug Interaction Facts.Fifth Edition.Factor and Comparisons. Colifornia: a
Walter Klower Company.
Tjay Tan Hoan, Rahardja Kirana. 2007. Obat-obat Penting: Kasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Walsky RL dan Obach RS. 2004. Validated assays for human Cytochrome P450 activities. Drug
Metab Dispos.32:647-660.

Anda mungkin juga menyukai