Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

URETEROLITHIASIS

A. PENGERTIAN

Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter .Batu ureter pada

umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat

sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa

sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang

besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi

kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria

yang didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 2003).

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu

ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam

saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan

kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh

sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik

sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal.

Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria.

Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2002).

Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu

terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan

asam urat meningkat. Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kekandung

kemih dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau

kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih dan berwarna oranye (Smeltzer & Bare,

2002).
Urolithiasis adalah terdapatnya batu di saluran urinarius (traktus urinarius).

Neprolithiasis merupakan batu yang terbentuk di paremkim ginjal, sedangkan

ureterolithiasis adalah terbentuknya batu di ureter. Perbedaan letak batu akan berpengaruh

pada keluhan penderita dan tanda/gejala yang menyertainya (Price & Wilson, 2006).

Urolithiasis adalah adanya batu atau kulkulus dalam sistem urinarius atau saluran

perkemihan,(Barbara M. Nettina, 2002).

B. ETIOLOGI

Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan

metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease

(Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifactor.

Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga

kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.

Beberapa teori pembentukan batu adalah :

a. Teori Nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). Partikel-

partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan

mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat

berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.

b. Teori Matriks

Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein)

merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.

c. Penghambatan kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain :

magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam

saluran kemih.

C. MANIFESTASI KLINIS

Gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga

menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini

dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan

sampai ke kemaluan.

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada

saat kencing atau sering kencing. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya

dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan

menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronik

berupa hidroureter/hidronefrosis (Basuki, 2000)

D. PATOFISIOLOGI

Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam

urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu

idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya

berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium

(hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat

amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang

menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam

urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH

urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998).


Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas.

Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis

merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau

sirkulus visiosus.

Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing

mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus

batu (R. Sjamsuhidajat, 1998).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Urinalisis

1. Makroskopik didapatkan gross hematuria.

2. Mikroskopik ditemukan sedimen urin yang menunjukkkan adanya

leukosituria, hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.

3. Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya

pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat.

Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.

4. Pemeriksaan kultur urin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah

urea.

5. Pemeriksaan Faal Ginjal. Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah untuk

melihat fungsi ginjal baik atau tidak. Pemeriksaan elektrolit untuk

memeriksa factor penyebab timbulnya batu antara lain kadar kalsium,

oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin.


b. Pemeriksaan Darah Lengkap

Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria.

Bisa juga didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di

ureter.

2. Radiologis

Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan

atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada keadaan

ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi,

bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto

BNO batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang

tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen, berikut ini adalah urutan batu menurut

densitasnya, dari yang paling opaq hingga yang paling bersifat radiolusent; calsium

fosfat, calsium oxalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat, xantine.

F. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini dibedakan komplikasi akut dan

komplikasi jangka panjang :

1. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan

ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak

direncanakan. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang

signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, sepsis, trauma

vaskuler,hematuria. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter,

hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.

2. Komplikasi jangka panjang adalah Gagal ginjal akut sampai kronis. Striktur tidak

hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang

ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak

dilakukan evaluasi radiografi ( IVP ) pasca operasi( Suparman, et.al. 2003 ).

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral.

2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik kandung kemih

oleh batu ureteral.

3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual/muntah diuresis

pasca obstruksi.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat

obstruksi batu di saluran kemih.

5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi

informasi, tidak mengenal sumber informasi

6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan

diagnostik dan rencana tindakan.

7. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan output berlebih / input

kurang.

8. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

H. PENATALAKSANAAN SECARA TEORI

1. Medikamentosa

Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar

spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran


urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu

keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu asam urat yang dapat dilarutkan

dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai makanan alkalis.

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi).

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada

tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-

buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-

fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

3. Endourologi

a. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram

guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai

energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises

dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.

b. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan

keranjang Dormia.

4. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang

berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

dr. Purnomo, Basuki B, 2000, Dasar - dasar Urologi, CV. Infomedika dr. Purnomo, Basuki B,
Diktat Kuliah Urologi, RSUD dr Saiful Anwar, Malang

Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC

R. Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

R. Sjamsuhidayat. 2003. Buku Ajar Bedah, Edisi Revisi, Jakarta: EGC

Sandra M. Nettina (2002). Pedoman Praktik Keperawatan. EGC. Jakarta.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa
Kuncara, H.Y, dkk, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai