WANDIU-NDIU
Mai rangoa tula-tulana wandiu-ndiu minakai lipuku (mari dengarkan kisah putri
duyung yang berasal dari kampung saya). Dongeng putri duyung ini sejak lama sudah
berkembang dan melegenda di kampung saya, yang di mana di kenal dengan
nama Wandiu-ndiu. Secara gografis letak Kampung saya barada di pesisir pantai dan
perbukitan. Nama kampung saya adalah kota Baubau, tepatnya di pulau Buton
provinsi Sulawesi Tenggara. Di tempat inilah saya di lahirkan serta di besarkan oleh
kedua orang tua saya, dan di daerah ini pula saya mengenal cerita rakyat yang
terkenal dengan sebutan wandiu-ndiu
Pekerjaan sang suami adalah seorang nelayan, sendangkan sang istri bertugas
mengurus rumah serta mendidik anak-anak. Rumah mereka tepat berada di pesisir
pantai, yang sesuai dengan profesi sang suami. Sebelum waktu musim barat tiba
sang ayah, seperti biasanya menyimpan sebagian hasil tangkapannya di rumah
mereka. Sebab di pulau buton pada waktu musim barat adalah musim gelombang
besar dan para nelayan tidak ada yang dapat pergi kelaut untuk menangkap ikan
seperti biasanya. Terkadang ikan yang di simpan di awetkan terlebih dahulu. Untuk
ikan yang ukurannya sedang hingga besar di awetkan dengan cara di beri garam atau
di kenal dengan sebutankagarai, sendangkan ikan yang kecil di awetkan dengan cara
di asap atau dikenal dengan nama ikane kaholeo.
Semua persediaan ini di siapkan untuk musim barat tiba, hingga musim timur
datang kembali. Ikan yang di awetkan ini biasanya di simpan di dapur atau di tingkat
rumah serta di ikat pada tiang rumah.
Pada musim barat biasanya para
nelayan berganti profesi dengan bercocok tanam di kebun. Suatu ketika sang ayah
berpamitan kepada anak-anak dan istrinya untuk berangkat ke kebun, guna mencari
umbi-umbian serta jagung agar dapat di makan untuk kebutuhan pangan sehari-hari.
Sebelum sang suami berangkat ke kebun ia berpesan kepada sang istri agar
memasak ikan yang telah diawetkan. Sebab siang nanti ia akan pulang makan di
rumah bersama ke dua anak mereka dan kumpul seperti biasanya.
Tak terasa matahari mulai menyengat kulit dan tepat berada di tengah-
tengah. Sang ayah mulai merasa kelelahan dan perutnya mulai keroncongan. Ia pun
mulai bergegas untuk segera pulang kerumah. Setelah sampainya di rumah, sang
ayah mengajak keluarga kecilnya untuk makan, namun pada saat itu Lambata-mbata
sedang tertidur. Sehabis makan sang ayah beristrahat sejenak sebelum kembali ke
kebun.
Sang ayah merasa tenaganya mulai pulih kembali. Ia pun siap untuk kembali
bekerja di kebun lagi. Namun, sebelum bergegas ke kebun sang ayah berpesan
kepada istrinya agar ikan yang masih tersisa jangan di makan oleh siapapun sebelum
ia pulang kerumah. Setelah menyampaikan pesan tersebut, ia langsung melanjutkan
niatnya.
Sampai nyanyian itu di nyanyikan berulang kali hingga tak terhitung, sang ibu
pun tak kunjung datang. Hingga rasa putus asa pun mulai terasa di tambah tangisan
sang adik yang semakin menjadi. Akhirnya muncullah keajaiban dari yang kuasa. Ibu
mereka datang dan menghampiri sembari memberikan ikan sesuai janjinya kepada
Lancurungkoleo. Di gendonglah Lambata-mbata oleh ibundanya namun, tak berapa
lama kemudian separuh badan ibu mereka berubah. Ibu mereka mulai bersisik
seperti seekor ikan.
Sang ibu menangis pilu dengan tubuhnya yang tiba-tiba berubah menjadi ikan.
Lancungkoleo dan adiknya pun ikut menangis dengan musibah yang di timpah oleh
ibundanya. Dengan berat hati sang ibu mengatakan kepada anak-anaknya agar pulang
dan membawakan ikan tersebut kepada ayah mereka. Ibu mereka berpesan jikalau
mereka ingin bertemu dengan dirinya cukup nyanyikan syair seperti yang
Lancurungkoleo nyanyikan tadi. Namun, sang ibu tidak berjanji bisa bersama anak-
anaknya sedekat ini lagi sebab, ia kini sudah menjadi seekor ikan. Sang ibu pun
bergegas meninggalkan anaknya dengan berderai air mata.
Nyanyian itu telah di nyanyikan berulang kali namun, hasil tidak seperti
yang di harapkan. Sang kakak bernyanyi terus hingga hari hampir gelap. Di ujung
rasa putus asa Lancungkoleo, sang ibu muncul dari kejauhan. Lancurungkoleo dan
adiknya tidak bisa melihat ibunya namun, sang ibu hanya bisa melihat anak-anaknya
dari kejahuan. Kini sang ibu telah menjadi ikan seutuhnya dan pertemuan antara
anak dan ibu tidak pernah terjadi lagi.
Sampai saat ini putri duyung di kenal dengan nama ikan dugongatau ikan
duyung. Di kampung saya kita bisa temukan jenis ikan ini. Namun pada bulan-bulan
tertentu saja yaitu pada bulan September dan febuari. Tepatnya di Lasalimu pantai,
sekitar 90 Km dari kota Baubau.
Thank You
Penulis
Andika Ibnul Faisal Sadif