Anda di halaman 1dari 83

Laporan Mikrobiologi Uji Daya Hambat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam alam yang sewajar wajarnya bakteri menemui zat zat kimia yang
menyebabkan dia sampai mati karenanya. Hanya manusia di dalam usahanya untuk
membebaskan diri dari kegiatan bakteri meramu zat zat yang dapat meracuni bakteri, akan
tetapi tidak dapat meracuni diri sendiri atau meracuni zat makanan yang diperlukannya. Zat zat
yang menghambat pembiakan bakteri dengan tidak membunuhnya disebut zat antiseptic atau zat
bacteria static. Zat yang dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri antara lain zat
disenfektan dan zat antibiotic.
Zat anti biotic adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnahkannya. Zat disenfektan adalah
suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda
mati seperti meja,lantai,dan pisau bedah. Faktor yang mempengaruhi aktifitas antimikroba
invitro antara lain adalah PH lingkungan, komponen komponen medium, takaran inokolum,
lamanya inkubasi dan aktifitas metabolism organism.
Oleh karena itu dilakukannya percobaan uji daya hambat mikroba untuk membantu
mengidentifikasi daerah hambat suatu zat anti microbial terhadap mikroorganisme. Dengan
adanya zat antimicrobial, pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat pathogen dapat dihambat
dan dimatikan sehingga membantu manusia mengatasi penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mengetahui factor yang mempengaruhi ukuran diameter zona hambatan.
2. Mengetahui daya hambat mikroba terhadap anti biotic yang digunakan.
3. Mengetahui factor factor yang mempengaruhi hasil hasil pengujian.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

Mikroorganisme menyatakan suatu keadaan mikroorganisme yang meskipun masih hidup


( viable ) tetapi tidak mengadakan multiplikasi. Terjadinya keadaan mikrobiastis dapat
disebabkan oleh pengaruh fisik seperti , pengeringan , immobilitasi air sel dengan larutan yang
tekanan osmotisnya tinggi, atau dengan gabungan dari cara cara tersebut. Mikrobiostatis kimia
dapat disinfiksi adalah dua ungkapan yang perbedannya terletak pada apa yang diartikan dengan
mematikan secara cepat ( yaitu disenfeksi ) dan apa yang diartikan dengan mematikan secara
lambat ( yaitu mikrobiostatis ). Zat zat kimia yang merupakan tipe umum dari mikrobiostatis
kimia terdiri dari tiga macam yaitu zat warna aniline, sulfonamide, dan antibiotic ( Irianto, 2006
).
Zat zat yang menghambat pembiakan secara bakteri dengan tiada membunuhnya
disebut zat antiseptic atau zat bakteriostatik. Zat yang dapat membunuh bakteri disebut
disenfektan, germisida atau bakterisida. Ada disenfektan yang membunuh bakteri dengan tidak
merusaknya sama sekali, tetapi zat zat kimia seperti basa dan asam organic menyebabkan
hancurnya bakteri dan mungkin terjadi kehancuran ini akibat dari suatu hidrolisis. Kerusakan
bakteri pada umumnya dibagi atas 3 golongan yaitu oksidasi, koagulasi atau penggumpalan
protein, depresi dan ketegangan permukaan ( Dwidjoseputro,2005 ).
Pada umumnya bakteri yang muda kurang daya tahannya terhadap disenfektan dari pada
bakteri yang tua. Faktor factor yang mempengaruhi daya disenfektan antara lain pekat
encernya kosentrasi, kenaikan temperature menambah daya disenfektan, medium juga dapat
menawarkan disenfektan. Susu , plasma darah dan zat zat lain yang serupa protein sering
melindungi bakteri terhadap pengaruh disenfektan tertentu ( Dwidjoseputro,2005 ).
Beberapa disenfektan dan antiseptic , zat zat yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri dapat dibagi atas gram gram logam , fenol dan senyawa - senyawa lain
yang sejenis, formal dehida , alkohol, yodium klor dan persenyawaan klor, zat warna , detergen ,
sulfona muda, dan antibiotic ( Dwidjoseputro,2005 ).
Menurut Waksman, antibiotic adalah zat zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme , dan
zat zat itu dalam jumlah yang sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan
mikroorganisme yang lain. Antibiotik yang pertama dikenal adalah penisilin, suatu zat yang
dihasilkan oleh jamur penicilium. Sp. Penisilin ditemukan oleh flerning pada tahun 1929, namun
baru sejak tahun 1943 antibiotik ini banyak digunakan sebagai pembunuh bakteri. Antibiotik
yang efektif bagi banyak spesies bakteri dikatakan mempunyai spectrum luas, sebaliknya
antibiotic yang hanya efektif untuk spesies tertentu mempunyai spectrum yang sempit. Sebelum
suatu antibiotic digunakan untuk keperluan pengobatan, maka perlulah terlebih dahulu antibiotic
diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu. Sesuai dengan keperluan , maka suatu antibiotic
dapat diberikan kepada seorang pasien dengan jalan penyuntikan dapat dilakukan dengan intra
moskular ( Dwidjoseputro,2005 ).
Kekuatan antibiotic yang diproduksi harus disesuaikan dengan
Internasional Standard Sample dan satuan internasional. Pada umumnya contoh baku
internasional dari suatu antibiotic mengandung sejumlah antibiotic yang telah dimurnikan secara
teliti, baik terhadap kekuatannya maupun keaktifannya. Ada beberapa cara untuk menentukan
preparat antibiotic. Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan sebagai berikut,
menghitung daerah penghambatan dalam dalam lempeng agar dapat menentukan kosentrasi
terkecil yang masih dapat menghambat pertumbuhan ( MIC ) dari suatu antibiotic terhadap
organisme yang belum diketahui , dan untuk mengetahui konsentrasi antibiotic yang dapat
tercapai dalam cairan tubuh atau jaringan ( Irianto, 2006 ).
Berdasarkan luas aktifitasnya antibiotika dapat digolongkan atas zat zat dengan aktifitas
sempit dan zat zat dengan aktifitas luas , adapun penggolongan antibiotika adalah sebagai
berikut golongan penisilin , golongan sefalosparin, golongan aminoglikosida , golongan
chlorampenicol, golongan tetrasidin, golongan makrosida, golongan quinolon ( Waluyo,2004 ).
Pada mulanya diduga mekanisme aktifitasnya antimikroba adalah antagonisme
kompetitif, tetapi nyatanya organisme kompetitif jarang terjadi. Kebanyakan zat antimikroba
yang efektif kerjanya mengganggu sintesis penyusunan atau komponen komponen
makromolekul sel. ( Irianto, 2006 ).
Beberapa Disinfektan dan Antiseptik
a. Logam-logam Berat
Logam berat berfungsi sebagai antimikroba oleh karena dapat mempresipitasikan enzim
- enzim atau protein esensial dalam sel. Logam-logam berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag,
As, Zr dan Cu. Daya antimikroba dari logam berat, dimana pada konsentrasi yang kecil saja
dapat membunuh mikroba dinamakan daya oligodinamik. Tetapi garam dari logam berat ini
mudah merusak kulit, merusak alat - alat yang terbuat dari logam, dan harganya mahal
(Dwidjoseputro, 2005).
b. Fenol dan Senvawa-senyawa Sejenis
Fenol (asam karbol) untuk pertama kalinya dipergunakan Lister di dalam
ruang bedah sebagai germisida, untuk mencegah timbulnya infeksi pasca bedah. Pada
konsentrasi yang rendah (2 - 4%), daya bunuhnya disebabkan karena fenol mempresipitasikan
protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel dengan cara menurunkan tegangan
permukaannya. Fenol merupakan standar pembanding untuk menentukan aktivitas atau khasiat
suatu disinfektan (Dwidjoseputro, 2005).
Kresol (kreolin) lebih baik khasiatnya dari pada fenol. Lisol adalah disinfektan yang
berupa campuran sabun dengan kresol, lisol lebih banyak digunakan daripada desinfektan
lainnya (Dwidjoseputro, 2005).
Karbol adalah nama lain dari fenol. Seringkali orang mencampurkan baubauan yang
sedap, sehingga disinfektan menjadi lebih menarik (Dwidjoseputro, 2005).
c. Alkohol
Alkohol merupakan zat yang paling efektif dan dapat diandalkan untuk sterilisasi dan
disinfeksi. Alkohol mendenaturasikan protein dengan jalan dehidrasi, dan juga merupakan
pelarut lemak. Oleh karena itu, membran sel sel akan rusak, dan enzim - enzim akan
dinonaktifkan oleh alkohol. Etanol murni kurang daya bunuhnya terhadap mikroba Jika
dicampur dengan air murni, efeknya menjadi lebih baik Alkohol 50 - 70% banyak dipergunakan
sebagian disinfektan (Dwidjoseputro, 2005).
Ada 3 jenis alkohol yang dipergunakan sebagai disinfektan, yaitu metanol, etanol, dan
isopropanol. Menurut ketentuan, semakin tinggi berat molekulnya, semakin meningkat pula daya
disinfektannya. Oleh karena itu, diantara ketiga jenis alkohol tersebut isopropil alkohol adalah
yang paling banyak digunakan. Yang banyak dipergunakan dalam praktek adaiah larutan alkohol
70 80% dalam air. Konsentrasi di atas 90% atau dibawah 50% biasanya kurang efektif kecuali
untuk isopropil alkohol yang masih tetap efektif sampai konsentrasi 99%. Waktu yang
diperlukan untuk membunuh sel-sel vegetatif cukup 10 menit, tetapi untuk spora tidak
(Dwidjoseputro, 2005).
d . Aldehid
Cara bekerjanya aldehid ialah dengan cara membunuh sel mikroba dengan
mendenaturasikan protein. Larutan formaldehid (CH2O) 20% dalam 65-70% alkohol merupakan
cairan pensteril yang sangat baik apabila aiat-alat direndam selama 18 jam. Akan tetapi karena
meninggalkan residu, maka alat-alat tersebut harus dibilas dulu sebelum dipakai. Senyawa lain
aldehid, yakni glutaraldehid merupakan solusi seefektif formaldehid, terutama bila pH-nya 7,5
atau lebih. Stafilokokus dan Iain-lain sel vegetatif akan dimatikan dalam waktu 5 menit,
Mycobacterium tuberculosis dan virus dalam waktu 10 menit, sedangkan untuk membunuh spora
diperlukan 3-12 jam. Senyawa tersebut bersifat nontoksik dan tidak iritatif bagi manusia
(Dwidjoseputro, 2005).
e. Yodium
Larutan yodium, baik dalam air maupun dalam alkohol bersifat sangat antiseptik dan
telah lama dipakai sejak lama sebagai antiseptik kulit sebelum proses pembedahan
(Dwidjoseputro, 2005).
BAB III
METODE KERJA

3.1 Waktu danTempat


Pratikum kali ini tentang uji daya hambat mikroba dilaksanakan pada hari kamis tanggal
28 April 2011 pukul 11.30 15.00 WITA,dilanjutkan pengamatan pada hari jumat tanggal 29
April 2011 pukul 10.00 12.00. Bertempat dilaboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Laminar Air Flow Cabinet
4. Jarum ose
5. Lampu bunsen
6. Lidi dengan ujung kapas seteril
7. Spidol
8. Penggaris
9. Pensil
10. Pinset
11. Cawan petrids
12. Neraca Analitik
13. Inkubator
14. korek
3.2.2 Bahan bahan
1. Ampicillin 0,0125 gr
2. Amoxillin 0,0125 gr
3. Chlorampenichol 0,0125 gr
4. Detergen
5. Wipol
6. Detol
7. Listerin
8. Bayclin
9. Media LBA
10. Biakan bakteri Staphylococcus aureus
11. Larutan NaCl 0,9%
12. Alkohol 70%
13. Aquades

3.3 Cara kerja


3.3.1 Uji daya hambat mikroba menggunakan antikbakteri
1. Diseterilkan tangan dengan Alkohol 70%
2. Disiapkan cawan petrids erisi LBA padat kemudian cawan di bagi empat kuadran
3. Di tempelkan kertas label yang telah di tulis larutan wipol, listerin, Bayclin, detol pada masing
masing titik kuadran di cawan petri
4. Disiapkan susupensi bakteri yang sudah distandarisasi kekeruhnya
5. Di celupkan lidi berujung kapas ke dalam biakan bakteri Staphylococcus aureus yang telah
dicampur dengan 0,9% NaCl
6. Disuapkan secara vertikal dan horizontal pada permukaan LBA sampai tertutup seluruh
permukaanya
7. Dipanaskan pinset diatas lampu bunsen, dan pinggiran cawan petri yang berisikertas cakram
8. Diambil satu paper disc (kertas cakram), kemudian dicelupkan kedalam antisepik detol
menggunakan pinset
9. Dipanaskan pinggir cawan petri yang berisi media LBA, di letakkan peper disc pada cawan petri
yang telah diberi kertas label
10. Diulangi langkah 7, 8, dan 9 untuk wipol, listerin, dan bayclin
11. Diinkubasi pada temperatur 370C selama 24 jam
12. Di amati dan diukur diameter hambatnya kemudian dihitung.
3.3.2 Uji daya hambat mikroba menggunakan Desinfektan
1. Disiapkan cawan petrids berisi media LBA padat, kemudian cawan di bagi empat kuadran
2. Di tempelkan kertas label yang telah di tulis larutan ampicillin, amoxillin, Deterjen,
Chlorampenichol pada masing masing titik kuadran pada cawan petri
3. Disiapkan susupensi bakteri yang sudah distandarisasi kekeruhnya
4. Di celupkan lidi berujung kapas ke dalam biakan bakteri Staphylococcus aureus yang telah
dicampur dengan 0,9% NaCl
5. Disuapkan secara vertikal dan horizontal pada permukaan LBA sampai tertutup seluruh
permukaanya
6. Dipanaskan pinset diatas lampu bunsen, dan pinggiran cawan petri yang berisikertas cakram
7. Diambil satu paper disc (kertas cakram), kemudian dicelupkan kedalam desinfektan ampicillin
menggunakan pinset
8. Dipanaskan pinggir cawan petri yang berisi media LBA, di letakkan peper disc pada cawan petri
yang telah diberi kertas label
9. Diulangi langkah 6, 7, dan 8 untuk amoxillin, detergen, dan Chlorampenichol
10. Diinkubasi pada temperatur 370C selama 24 jam
11. Di amati dan diukur diameter hambatnya kemudian dihitung.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Tabel hasil pengamatan uji daya hambat mikroba
4.1.1.1 Antibakteri
Antibakteri Keterangan

a. Chloramphenicol
b. Detergen
c. Amphisillin
d. Amoxillin

4.1.1.2 Desinfektan
Desinfektan Keterangan

a. Wipol
b. Detol
c. Bayclin
d. Listerin

4.2 Perhitungan
4.2.1 Antibakteri
4.2.1.1 Chloramphenichol
Diameter zona bening
N1 : 25 N5 : 21
N2 : 23 N6 : 22
N3 : 20 N7 : 25
N4 : 22 N8 : 27
90 95 : 90 + 95 : 185
: 185 : 23,125
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 23,125 - 6
6
: 2,8542 mm
4.2.1.2 Deterjen
Diameter zona bening
N1 : 26 N5 : 32
N2 : 26 N6 : 33
N3 : 28 N7 : 31
N4 : 32 N8 : 27
112 123 : 112 + 123 : 235
: 235 : 29,375
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 29,375 - 6
6
: 3,8958 mm

4.1.2.3 Amhisillin
Diameter zona bening
N1 : 21 N5 : 25
N2 : 22 N6 : 24
N3 : 22 N7 : 24
N4 : 24 N8 : 23
89 96 : 89 + 96 : 185

: 185 : 23,125
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 23,125 - 6
6
: 2,8542 mm
4.2.1.4 Amoxillin
Diameter zona bening
N1 : 0 N5 : 0
N2 : 0 N6 : 0
N3 : 0 N7 : 0
N4 : 0 N8 : 0
0 0 :0 + 0 : 0
: 0 : 0
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 0 - 6
6
: 0

4.2.2 Disenfektan
4.2.2.1 Detol
Diameter zona bening
N1 : 32 N5 : 41
N2 : 32 N6 : 35
N3 : 36 N7 : 36
N4 : 38 N8 : 37
138 19 : 138 + 149 : 287
: 287 : 35,875
8

Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram


Diameter cakram
: 35,875 - 6
6
: 4,9792 mm
4.2.2.2 Wipol
Diameter zona bening
N1 : 32 N5 : 39
N2 : 35 N6 : 37
N3 : 40 N7 : 33
N4 : 42 N8 : 32
149 141 : 149 + 141 : 290
: 20 : 36,25
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 36,25 - 6
6
: 5,04167 mm

4.2.2.3 Bayclin
Diameter zona bening
N1 : 22 N5 : 39
N2 : 24 N6 : 37
N3 : 25 N7 : 33
N4 : 26 N8 : 23
97 99 : 97 + 99 : 196
: 196 : 24,5
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 24,5 - 6
6
: 3,6833
4.2.2.4 Listerin
Diameter zona bening
N1 : 0 N5 : 0
N2 : 0 N6 : 0
N3 : 0 N7 : 0
N4 : 0 N8 : 0
0 0 :0 + 0 : 0
: 0 : 0
8
Indeks daya hambat : Diameter zona bening Diameter cakram
Diameter cakram
: 0 - 6
6
: 0
4.3 Pembahasan
Antibiotik adalah golongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yng mempunyaiefek
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia dalam organisme khususnya dalam proses
infeksi oleh bakteri (Dwidjoseputro, 2005).
Penggunaan antbiotik khususnya berkaian dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun
dalam bioteknologi dan rekayasa genetka juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap muatan
atau transform. Antibiotik bekerja seperti peptida dengan menekan atau memutus suatu mata
rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalh bakteri, antibioika berbeda dengan disenfektan
cara kerjanya (Dwidjoseputro, 2005).
Desinfektan adalah zat kimia yang mematikan sel vegetativ belum tentu mematikan
bentuk sepora mikroorganisme penyebab suatu penyakit kelompok utama desinfektan yaitu
fenol, alkohol, detergen, hologen. Cara kerja zat zat kimia dalam mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, bebeda beda antara lain dengan merusak dinding sel, mengubah
permeabilitas sel, mengubah molekul protein dan asam amino yang memiliki mikroorganisme,
menghsmbst kerja enzim, menhambat simiosis asam nukleat dan protein, serta sebagai anti
metabolit (Dwidjoseputro, 2005)
Desinfektan digunakan untuk menghambat ertumbuhan mikroorganisme pada benda
benda mati seperti meja, lantai, objek glass dan lain lain. Desinfektan sangat penting bagi
rumah sakit dan klinik. Desinfektan akan memebantu mecegah infeksi terhadap pasien yang
berasal dari peralatan maupun dari hal medis yang ada dirumah sakit dan juga memebantu
mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Desinfektan fungsinya bahan kimia
yang digunakan untuk mencegah terjadinya enfeksi atau pencemaran oleh jasad renik, dan agar
untuk membasmi kuman penyakit desinfektan tidak memiliki daya pentrasi sehingga tidak
mampu memebunuh mikroorganisme yang terdapat didalam celah atau cemaran (Dwidjoseputro,
2005).
Baterisiada adalah suatu bahan yang mematikan bentuk bentuk bakteri, bakteriostatis
adalah suatu keadaan yang menghambat pertumbuhan bakteri (waluyo, 2004)
Staphylococcus areus adalh bakteri berbentuk coccus, gram negatif, farmasi staphylae,
mengeluarkan endotoxin, tdak bergerak, tidak mampu membentuk spoa, fakultatf anerob, sangat
tahan terhadap pengeringan, mati pada suhu 600C setelah 60 menit, meruppakan flora normal
pada kulit dan saluran pernapasan bagian atas (Waluyo, 2004).
Pada percobaan ini yatu uji daya hambat mikroba digunakan 3 antibiotik, 1 detejen dan
empat disenfektan dan digunakan bakteri Staphylococcus areus. Diperoleh zat yang memiliki
zona hambat terbesar adalah detergen 29,375 mm dan indeks daya hambatnya 3,89 mm,
kemudian detol dengan zona hambat 35,87 mm dan indeksnya 4,9 mm, kemudian amphisillin
dengan zona hambat 23,12 mm dan indeksnya 2,85 mm kemudian chloramphenicol dangan
hambat 23,12 mm dan 2,8 mm, sedangkan listeri dan amoxillin tidak mempengaruhi dalam
menghambat bakteri dengan tidak adnya zona hambat.
Faktor kesalahan pada pratikum ini adalah menyulap media LBA tidak sampai rata pada
permukaanya LBA, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba, pinset dipanaskan
terlalu panas dan tidak dianginkan terlebih dahulu sehingga dapat membunuh mikroba.

f. Klor dan Senyawa Klor


Klorin bebas memiliki warna khas (hijau) dan bau yang tajam. Sudah lama klorin
dikenal sebagai deodoran dan disinfektan yang sangat baik. Klorin dijadikan standar pengolahan
air minum di seluruh lingkungan. Sayangnya kebanyakan senyawa klorin diinaktifkan bahan-
bahan organik dan beberapa katalisator logam (Dwidjoseputro, 2005).
g. Peroksida
Peroksida hidrogen (H202) merupakan antiseptik yang efektif nontoksik. Molekulnya
tidak stabit dan apabila dipanaskan akan teurai menjadi air dan oksigen (Dwidjoseputro, 2005).
h. Zat Warna
Beberapa zat warna dapat menghambat pertumbuhan kur (bakteriostatik),
misalnya derivat akridin dan zat warna rosan Akriflavin (campuran derivat akridin
dengan senyawa I mempunyai spektrum aktivitas yang luas, dan telah lama dipergunakan untuk
mengobati infeksi traktus urinar Mekanisme kerjanya disebabkan karena akridin mampu
bereduksi dengan ADN mikrobe (Dwidjoseputro, 2005).
i. Deterjen
Sabun biasa tidak banyak khasiatnya sebagai zat pembunuh bakteri (bakterisida), tetapi
kalau dicampur dengan heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Sejak lama obat
pencuci yang mengandung ion (deterjen) banyak digunakan sebagai pengganti sabun. Deterjen
tidak hanya bersifat bakteriostatik, melainkan juga merupakan bakterisida. Terutama bakteri
yang bersifat Gram positif (Dwidjoseputro, 2005).
j. Suifonamida
Sejak tahun 1937 banyak digunakan persenyawaan-persenyawaan yang mengandung
belerang sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dan tidak memiliki sifat tidak merusak
jaringan manusia. Mikroba yang peka terhadap suifonamida, antara lain Streptococcus yang
mengganggu tenggorokan, Pneumococcus, Gonococcus, dan Meningococcus. Penggunaan obat
ini bila tidak dengan aturan, akan menimbulkan gejala-gejala alergi dan berakibat kekebalan bagi
mikrobe-mikrobe tertentu (Dwidjoseputro, 2005).

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pratikum uji daya hambat mikroba dapat disimpulkan bahwa :
1. Faktor faktor yang mempengaruhi ukuran diameter zona hambatan adalah: kekeruhan
susupensi bakteri, waktu pengeringan, temperatur inkubasi, waktu inkubasi tebalnya agar - agar,
dan jarak antara disc obat.
2. Antibiotik yang digunakan mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat dibuktikan
dengan adanya luas wilayah jernih pada zona hambat, diantara antibiotik yang digunakan
chlorampenichol, amoxillin, ampicillin yang memilikidaya hambat terbaik adalah
chlorampenichol, ketiga antibiotikini bersifat menghambat tidak mematikan karena digunakan
dalam konsentrasi rendah.
3. Faktor faktor yang mempengaruhi hasil ujian diantaranya adalah pH lingkungan, komponen
komponen medium, stabilitas obat, takaran inokolum, lamanya inkubasi, dan aktivitas
metabolisme mikroorganisme.

5.2 Saran
Sebaiknya dalam pratikum kali ini, digunakan juga zat zat yang aktifitasnya sempit,
misalnya pada zat antibiotik dapat digunakan entromisin (hanya bersifat pada bakteri gram
positif), streptomisin dan gentamisin (hanya bersifat pada bakteri gram negatif).

Laporan Angkatan Mikrobiologi Dasar Shift 2 dan


3

Uji Resistensi Antibiotik


dan Uji MIC (Minimum
Inhibitory
Concentration)
Biologi Universitas Padjadjaran Angkatan
2010
11/17/2011
BAB I

PENDAHULUAN

1. TUJUAN

1. Mampu melakukan pengujian kepekaan bakteri terhadap berbagai zat antibiotic

2. Mampu mengukur daerah hambat yang terbentuk yang terbentuk di sekeliling kertas yang
mengandung antibiotik sebagai tingkat kepekaan bakteri terhadap antibiotik

3. Mampu melakukan uji MIC untuk menentukan konsentrasi terendah dari zat antimikroba
dalam menghambat pertumbuhan mikrooganisme.

2. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa ekstrak yang paling baik untuk menjadi antibiotic

2. Apa kandungan yang terdapat pada ekstrak yang terbaik sebagai antibiotic

3. Bagaimana hasil pengujian kepekaan bakteri terhadap zat antibiotic

4. Bagaimana hubungan antara nilai MIC dengan Kualitas ekstrak sebagai antibiotik
5. Ekstrak apa yang memiliki nilai mic terendah

6. Berdasarkan daerah hambat yang terbentuk oleh ekstrak yang memiliki nilai MIC
terendah, apakah Bakteri resisten, Agak resisten atau peka.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Uji resistensi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kepekaan


bakteri terhadap suatu antibiotik (Safitri,2011). Antibiotik dibuat sebagai obat derivat yang
berasal dari makhluk hidup atau mikroorganisme, yang dapat mencegah pertumbuhan atau
membunuh mikroorganisme lain. Antibiotik diperoleh dari hasil isolasi senyawa kimia
tertentu yang berasal dari mikroorganisme seperti jamur, actinomycetes, bakteri
(Ganiswarna, 1995).

Kegiatan antibiotik untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr.
Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru di kembangkan dan di
pergunakan dalam terapi di tahun 1941 olej dr. Florey (Oxford). Dan kemudian banyak zat-
zat lain dengan khasit antbiotik diisolir oleh penyelidik di seluruh dunia (Djie,2003). Akan
tetapi, tidak semua makhluk hidup dapat dijadikan antibiotik, karena antibiotik harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut (Jawelz, 1995 ) :

1. Harus mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme


patogen spesifik. Makin besar jumlah dan macammikroorganisme yang dipengaruhi
makin baik.
2. Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten terhadap parasit

3. Tidak menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki pada inang seperti reaksi
alergis, kerusakan pada saraf, iritasi pada ginjal.

4. Tidak melenyapkan flora mikroba normal pada inang

5. memiliki taraf kelarutan yang tinggi dalam zat alir tubuh.

6. konsentrasi antibiotik di dalam jaringan atau darah harus dapat mencapai taraf cukup
tinggi sehingga mampu menghambat atau mematikan penyebab infeksi.

Antibiotik umumnya terbuat dari kapang, seperti penisilin yang berasal dari
Penicillium notatum dan Penicillium chrysogenum. Penggunaan antibiotic secara berlebih
menyebabkan bakteri tertentu tahan atau resisten. Resistensi tersebut dapat disebabkan
oleh suatu faktor yang sudah ada pada mikroorganisme itu sebelumnya atau mungkin
juga faktor itu diperoleh kemudian. Sebagai contoh, resistensi terhadap penisilin pada
suatu organisme dapat disebabkan oleh produksi penisilinase, suatu enzim yang
menginaktifkan penisilin. Resistensi yang diperoleh ini pun disebabkan oleh galur-
galur mikroorganisme yang secara genetis telah teradaptasi (Pelczar,1986).

Aktvitas mikroba atau bakteri dapat dikendalikan dengan mengatur faktor-faktor


linkungan yang meliputi faktor biotik ( makhluk hidup ) dan abiotik (kelembaban, PH,
temperatur, radiasi, penghancuran secara mekanik) (Dwidjoseputro, 1994).

Tiap spesies mikroorganisma memiliki tingkat kerentanan terhadap zat antibiotik


yang berbeda-beda dan kerentanan tersebut dapat berubah selama masa pengobatan. Oleh
karena itu diperlukan suatu uji kerentanan terhadap mikroorganisma terhadap antibiotik.
Kerentanan suatu mikroorganisme terhadap antibiotik dapat ditentukan dengan teknik
pengenceran tabung dan teknik cawan piring kertas. Metode ini untuk
menetapkan jumlah terkecil zat antibiotik yang dibutuhkan untuk menghambat
pertumbuhan organisme in vitro, jumlah tersebut disebut disebut juga MIC (minimum
inhibitory concentration).

Resistensi bakteri pada metode cawan piring kertas dilkukan dengan


menumbuhkan bakteri pada lempeng agar nutrisi dan antibiotic yang berbentuk kertas di
letakan pada lempeng agar tersebut, kemudian media di eramkan selama 24 jam dengan
suhu 37 derajat Celsius. Ketahanan bakteri terhadap antibiotic dapat dilihat dari diameter
yang terbentuk di sekeliling kertas cakram yang sudah mengandung antibiotik.
Ketahanan bakteri terhadap antibiotika dilihat berdasarkan diameter daerah hambatnya.
Daerah hambat tersebut adalah (Safitri,2011):

1. Daerah hambat dengan diameter lebih dari 30 mm menunjukkan bahwa bakteri tersebut
peka terhadap antibiotika.
2. Daerah hambat dengan diameter 20-30 mm menunjukan bahwa bakteri ini agak resisten
terhadap antibiotika
3. Daerah hambat dengan diameter kurang dari 20 mm menunjukkan bahwa bakteri tersebut
resisten terhadap antibiotika
Uji ini dilaksanakan terhadap suatu sediaan antimikroba (baik itu desinfektan)
untuk diketahui konsentrasi terendah dari antimikroba) tersebut dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.Selain itu,uji MIC ini penting dilaksanakan untuk
mengetahui resistensi suatu mikroba terhadap anti mikroba (Muhammad, 2010)

Kekuatan uji MIC :

1. Uji MIC relatif mudah dan mudah untuk menyiapkan dan melaksanakan, yang tentu saja
meningkatkan reproduktifitas

2. Tes MIC dapat dilakukan pada skala yang sangat kecil (microtiter MIC).

3. Tes MIC adalah cara mudah untuk menguji sifat antimikroba formulasi di antara berbagai
parameter, seperti di spesies mikroba atau campuran surfaktan.

4. Karena sedikit persiapan yang diperlukan untuk konsentrasi penghambatan minimum


pengujian, tes turnaround times dapat tetap rendah.

Kelemahan uji MIC :

1. Sedikit variasi dalam cara parameter uji MIC dapat memiliki dampak besar pada MIC
jelas. Sebagai contoh, diperpanjangnya inkubasi akan membuat MIC tampak lebih tinggi,
dan konsentrasi inokulum lebih rendah akan membuat MIC tampaknya lebih rendah.

2. Hasil dari studi MIC harus dijaga dan dipertimbangkan dalam konteks yang tepat. Pada
tabung yang sesuai dengan MIC, mikroorganisme hanyalah dicegah dari berkembang dan
tidak selalu membunuh ada masih dapat 500.000 sel-sel sehat dalam pembuluh
pengenceran hanya menunggu untuk tumbuh seharusnya agen antimikroba menjadi
dinetralisir (Muhammad,2010).

BAB III

ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR

3.1 ALAT

1. Bulb pipet
2. Cawan petri

3. Incubator

4. Kertas cakram

5. Kertas saring

6. Ose

7. Pinset

8. Pipet volume

9. Pembakar spiritus

3.2 BAHAN

1. Alcohol

2. Biakan murni bakteri ( Salmonella thypii )

3. Ekstrak (daun jambu batu, sirih, saledri, daun papaya, daun jeruk, daun alpukat, daun
sirsak, daun mangga, sereh, daun salam, daun bawang, merica bubuk, cabe rawit, daun
pandan, ketumbar, dan bawang merah)

4. Nutrient Agar

5. Nutrient broth

6. Nacl fisiologis

7. Suspense bakteri

8. Zat antimikroba ( chloram fenicol)


3.3 PROSEDUR

3.3.1 Uji Resistensi Antibiotik

Uji resistensi ini dilakukan pada ekstrak (daun jambu batu, sirih, saledri, daun papaya,
daun jeruk, daun alpukat, daun sirsak, daun mangga, sereh, daun salam, daun bawang, merica
bubuk, cabe rawit, daun pandan, ketumbar, dan bawang merah) dengan pengenceran 50%, 40%,
30%, 20%, 10%, dan 5%, serta sebagai pembanding digunakan aquadest steril dan Chloram
fenikol. Aquadest bukan merupakan zat antibiotik, sedangkan Chloram fenikol merupakan zat
antibiotik. Ekstrak yang telah dilakukan pengenceran diletakkan didalam masing-masing tabung
reaksi yang berbeda sebanyak 5 ml dan diberi label pada tabung tersebut. Demikian juga dengan
aquadest steril dan Chloram fenikol. Sebanyak 2,5 ml ekstrak dari tiap pengenceran, aquadest
steril dan Chloram fenikol kemudian dimasukkan kedalam masing-masing tabung kecil yang
berbeda yang didalamnya telah berisi cakram atau kertas saring kecil yang nantinya akan
menyerap ekstrak, aquadest, dan chloram fenikol , kertas inilah yang disebut kestar antibiotik.
Perendaman kertas cakram tersebut dilakukan selama satu jam dihitung dari waktu memasukkan
ekstrak, aquadest, dan chloram fenikol.

Bakteri dalam uji resistensi ini ( Salmonella thypi ) yang digunakan sebanyak 0,1 ml. Bakteri ini
diletakkan di dalam cawan petri steril yang kemudian di tambahkan agar cair (NB) dengan suhu
40C. Bakteri dan NB tersebut dihomogenkan dengan cara memutar cawan petri agar bakteri
dapat tumbuh merata di dalam NB. Prosedur ini digunakan untuk dua cawan petri sebagai wadah
media pertumbuhan bakteri. Penggunaaan dua medium ditujukan karena satu cawan petri akan
dibagi menjadi 4 bagian, sehingga nantinya didapatkan 8 bagian untuk meletakkan kertas cakram
(kertas antibiotik).
Diagram

Kertas cakram kemudian diletakkan diatas media NB yang sebelumnya telah dibiarkan beku.
Peletakkan kertas cakram tersebut disesuaikan dengan daerah di cawan petri yang sebelumnya
telah dibagi 8 bagian sesuai dengan banyak pengenceran ekstrak, aquadest dan chloram fenikol.
Kemudian cawan petri tersebut diinkubasi didalam inkubator dengan suhu 37C selama 24 jam /
1 hari.

3.3.2 Uji MIC (MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATIONS)

Uji MIC ini dilakukan dengan menggunakan ekstrak dengan pengenceran 50%, 40%, 30%, 20%,
10%, dan 5%, serta aquadest steril sebagai kontrol. Untuk mempermudah dipergunakan sisa dari
uji resistensi antibiotik yang telah diletakkan kedalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 2,5
ml. Kedalam masing-masing tabung reaksi (kecuali yang berisi aquadest) dimasukkan agar cair (
NB ) sehingga konsentrasi pengenceran dari ekstrak menurun menjadi 25%, 20%, 15%, 10%,
5%, dan 2,5%. Setelah NB dan ekstrak di dalam tabung reaksi dihomogenkan, bakteri (
Salmonella thypi ) dimasukan kedalamnya sebanyak satu ose, begitupun kedalam tabung reaksi
berisi aquadest steril. Setelah penanaman bakteri, tabung-tabung reaksi tersebut kemudian
diinkubasi di dalam inkubator pada suhu 37C selama 24 jam/1 hari.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nama Perubahan Penampakan


Ekstrak konsentrasi
Tanaman Konsentrasi (setelah di Nilai mic
tambah NB)
Jernih ( - ) Keruh ( + )

50 % 25 % +

40 % 20 % + Tidak dapat
ditentukan.
Daun 30 % 15 % +

20 % 10 % -
Jambu batu
10 % 5% -

5% 2,5 % -

0% 0% +
(kontrol)

50 % 25 % -

40 % 20 % - (10%+5%) /
2
Sirih 30 % 15 % -
= 7,5%
20 % 10 % -

10 % 5% +

5% 2,5 % +

0% 0% +
(kontrol)

50 % 25 % +

40 % 20 % + Tidak dapat
ditentukan.
Saledri 30 % 15 % +

20 % 10 % +
10 % 5% +

5% 2,5 % -

0% 0% -
(kontrol)

50 % 25 % +

40 % 20 % + Tidak dapat
ditentukan
Daun 30 % 15 % +

20 % 10 % +
Papaya
10 % 5% +

5% 2,5 % -

0% 0% -
(kontrol)

4.1 HASIL

4.1.1 Uji MIC dengan Salmonella thypii

Nama Perubahan Penampakan


Ekstrak konsentrasi
Tanaman Konsentrasi (setelah di Nilai mic
tambah
NB) Jernih ( - ) Keruh ( + )

50 % 25 % +

40 % 20 % - Tidak dapat
ditentukan
Daun 30 % 15 % -

20 % 10 % -
Jeruk
10 % 5% -

5% 2,5 % -

0% 0% -
(kontrol)
50 % 25 % +

40 % 20 % +

Daun 30 % 15 % + Tidak dapat


ditentukan
20 % 10 % +
Alpukat
10 % 5% +

5% 2,5 % -

0% 0% -
(kontrol)

50 % 25 % -

40 % 20 % + (25%+20%)/2

Daun 30 % 15 % + = 22,5%
20 % 10 % +
Sirsak
10 % 5% +

5% 2,5 % +

0% 0% +
(kontrol)

50 % 25 % +

40 % 20 % + Tidak dapat
ditentukan
Daun 30 % 15 % +

20 % 10 % +
Mangga
10 % 5% -

5% 2,5 % +

0% 0% +
(kontrol)

50 % 25 % +

40 % 20 % ++
30 % 15 % ++ Tidak dapat
ditentukan
Sereh 20 % 10 % ++

10 % 5% ++

5% 2,5 % ++

0% 0% ++
(kontrol)

Nama Perubahan Penampakan


Ekstrak konsentrasi
Tanaman Konsentrasi (setelah di Nilai mic
tambah
NB) Jernih ( - ) Keruh ( + )

50 % 25 % -

40 % 20 % -

Daun 30 % 15 % - (15%+10%)/2
20 % 10 % +
Salam = 12,5 %
10 % 5% +

5% 2,5 % +

0% 0% +
(kontrol)

50 % 25 % -

40 % 20 % - (20%+15%)/2
=17, 5 %
Daun 30 % 15 % +

20 % 10 % +
bawang 10 % 5% +

5% 2,5 % +

0% 0% +
(kontrol)

50 % 25 % +

40 % 20 % ++

Merica 30 % 15 % ++ Tidak dapat


bubuk ditentukan
20 % 10 % ++

10 % 5% ++

5% 2,5 % ++

0% 0% ++
(kontrol)

50 % 25 % ++

40 % 20 % ++ Tidak dapat
ditentukan
Cabe 30 % 15 % ++
rawit
20 % 10 % ++

10 % 5% +

5% 2,5 % ++

0% 0% ++
(kontrol)

50 % 25 % ++

40 % 20 % ++ Tidak dapat
ditentukan
Daun 30 % 15 % ++
pandan
20 % 10 % ++

10 % 5% ++

5% 2,5 % +
0% 0% -
(kontrol)

Nama Perubahan Penampakan


Ekstrak konsentrasi
Tanaman Konsentrasi (setelah di Nilai mic
tambah NB)
Jernih ( - ) Keruh ( + )

50 % 25 % -

40 % 20 % +

Ketumbar 30 % 15 % + Tidak dapat


ditentukan
20 % 10 % -

10 % 5% +

5% 2,5 % +

0% 0% -
(kontrol)

50 % 25 % +

40 % 20 % + Tidak dapat
ditentukan
Bawang 30 % 15 % +
merah
20 % 10 % -

10 % 5% -

5% 2,5 % +

0% 0% -
(kontrol)

* (+) = bakteri tetap tumbuh. (-) = bakteri mati

4.1.2 Uji Cawan Piringan Kertas ( Paper Disk Plate ) dengan Salmonella Thypii
Nama Konsentrasi Zona Bening Ukuran Keterangan
Ekstrak zona
Tanaman Terbentuk Tidak bening ( P, Ar, R)
terbentuk
(mm )

50 % ^ 10 Resisten

Daun 40 % ^ 12 Resisten

Jambu 30 % ^ 12 Resisten

20 % ^ 11 Resisten
Batu
10 % ^ 8 Resisten

5% ^ 7 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 35 Peka

50 % ^ 20 Agak Resisten

40 % ^ 18 Resisten

Sirih 30 % ^ 10 Resisten

20 % ^ 8 Resisten

10 % ^ 8 Resisten

5% ^ 0 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 25 Agak Resisten

Nama Konsentrasi Zona Bening Ukuran Keterangan


Ekstrak zona
Tanaman Terbentuk Tidak bening ( P, Ar, R)
terbentuk (mm)

(diameter)

50 % ^ 7 Resisten

40 % ^ 7 Resisten
30 % ^ 7 Resisten

20 % ^ 7 Resisten

10 % ^ 9 Resisten
Saledri
5% ^ 7 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 40 Peka

50 % ^ 8 Resisten

40 % ^ 11 Resisten

Daun 30 % ^ 9 Resisten
papaya
20 % ^ 9 Resisten

10 % ^ 10 Resisten

5% ^ 10 Resisten

0 % kontrol ^ 9 Resisten

Chloramfenikol ^ 22,5 Peka

50 % ^ 9 Resisten

Daun 40 % ^ 7 Resisten

Jeruk 30 % ^ 6,5 Resisten

20 % ^ 6 Resisten

10 % ^ 15 Resisten

5% ^ 0 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 0 Resisten

50 % ^ 10 Resisten

40 % ^ 0 Resisten

30 % ^ 0 Resisten
Daun 20 % ^ 0 Resisten

10 % ^ 25 Agak Resisten
Alpukat
5% ^ 10 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 40 Peka

50 % ^ 15 Resisten

Daun 40 % ^ 14 Resisten

Sirsak 30 % ^ 11 Resisten

20 % ^ 9 Resisten

10 % ^ 18 Resisten

5% ^ 12 Resisten

0 % kontrol ^ 21 Agak Resisten

Chloramfenikol ^ 33 Peka

Nama Konsentrasi Zona Bening Ukuran Keterangan


Ekstrak zona
Tanaman Terbentuk Tidak bening ( P, Ar, R)
terbentuk (mm)

50 % ^ 12 Resisten

40 % ^ 13,5 Resisten

Daun 30 % ^ 30 Peka
mangga
20 % ^ 15 Resisten

10 % ^ 10 Resisten

5% ^ 19 Resisten

0 % kontrol ^ 32 Peka

Chloramfenikol ^ 40 Peka

50 % ^ 7 Resisten
40 % ^ 6 Resisten

Sereh 30 % ^ 0 Resisten

20 % ^ 8 Resisten

10 % ^ 0 Resisten

5% ^ 0 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 42 Peka

50 % ^ 10 Resisten

40 % ^ 11 Resisten

Daun 30 % ^ 13 Resisten

20 % ^ 9 Resisten
Salam
10 % ^ 14 Resisten

5% ^ 13 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 51 Peka

50 % ^ 0 Resisten

Daun 40 % ^ 12 Resisten
bawang
30 % ^ 0 Resisten

20 % ^ 0 Resisten

10 % ^ 0 Resisten

5% ^ 0 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 29 Agak Resisten

50 % ^ 0 Resisten

40 % ^ 0 Resisten
30 % ^ 0 Resisten

Merica 20 % ^ 0 Resisten
bubuk
10 % ^ 0 Resisten

5% ^ 0 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 35 Peka

Nama Konsentrasi Zona Bening Ukuran Keterangan


Ekstrak zona
Tanaman Terbentuk Tidak bening ( P, Ar, R)
terbentuk (mm)

50 % ^ 4 Resisten

40 % ^ 3 Resisten

Cabe 30 % ^ 2 Resisten
rawit
20 % ^ 1 Resisten

10 % ^ 0 Resisten

5% ^ 0 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 0 Resisten

50 % ^ 0 Resisten

Daun 40 % ^ 0 Resisten
pandan
30 % ^ 0 Resisten

20 % ^ 0 Resisten

10 % ^ 0 Resisten

5% ^ 0 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 30 Peka
50 % ^ 0 Resisten

40 % ^ 0 Resisten

30 % ^ 0 Resisten

20 % ^ 0 Resisten
Ketumbar
10 % ^ 0 Resisten

5% ^ 0 Resisten

0 % kontrol ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 15 Resisten

50 % ^ 12 Resisten

40 % ^ 11 Resisten

Bawang 30 % ^ 20 Agak
merah Resisten

20 % ^ 10 Resisten

10 % ^ 0 Resisten

5% ^ 0 Resisten

0 % control ^ 0 Resisten

Chloramfenikol ^ 30 Peka

*Peka= diameter > 30 mm. Agak resisten = diameter 20-30 mm. Resisten = diameter < 20 mm
4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Salmonella thypii

Bakteri yang digunakan pada praktikum ini adalah Salmonella thypii. Bakteri ini
termasuk bakteri gram negatif. Bakteri garam negatif memiliki 3 lapisan dinding sel, lapisan
terluar yaitu lipoposakarida (lipid). Ciri lainnya sensitifitas terhadap antibiotik lebih sensitif
terhadap streptomisin, memiliki bentuk sel biasanya batang nonspora kecuali Neiser, ketahanan
keasamannya sensitif terhadap asam, kemudian. Salmonella typhii menyebabkan penyakit
demam tifus (Typhoid fever), karena invasi bakteri ke dalam pembuluh darah dan gastroenteritis,
yang disebabkan oleh keracunan makanan atau intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam,
mual-mual, muntah dan kematian. Salmonella typhii memiliki keunikan hanya menyerang
manusia, dan tidak ada inang lain. Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi, balita,
ibu hamil dan kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh
mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella thypii dapat dicegah dengan mencuci tangan
dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi. Salmonella thypii adalah suatu genus bakteri
enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit
foodborne. Spesies-spesies Salmonella thypii dapat bergerak bebas dan menghasilkan hydrogen
sulfide (Anonim,2010).

Klasifikasi

Kingdom Bakteria

Phylum Proteobakteria

Class Gamma Proteobakteria

Ordo Enterobakteriales
Famili Enterobakteriakceae

Genus Salmonella

Species Salmonella thypii (Lignieres 1900)

(Maloy,1999)

Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-41C dan
pH pertumbuhan 6-8. Bakteri ini mudah tumbuh pada pembenihan biasa, tetapi hampir tidak
pernah meragikan laktosa dan sukrosa. Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu yang
menghambat bakteri enterik lainnya. Bakteri mati pada suhu 56C juga pada keadaan kering.
Dalam air bisa tahan selam 4 minggu.

4.2.2 Daun Jambu Batu

Hasil yang didapat terdapat pada uji resistensi yaitu terbentuknya zona bening pada
cawan petri di tiap-tiap wilayah. Untuk ekstrak daun jambu batu dengan konsentrasi 50%
terbentuk zona bening dengan diameter 10mm. hal ini menandakan bakteri resisten terhadap
ekstrak daun jambu batu dengan konsentrasi 50%. Untuk konsentrasi 40% -20% terbentuk zona
bening dengan diameter 12 mm yang menandakan bahwa bakteri masih tetap resisten terhadap
ekstark daun jambu batu. Kemudian pada konsentrasi 10% terdapat zona bening dengan diameter
8 mm, bakteri bersifat resisten. Begitu pula pada konsentrasi 5%, bakteri masih bersifat resisten
karena zona bening yang terbentuk memiliki diameter 7 mm. sedangkan pada kloramfenikol,
zona bening yang terbentuk pada cawan petri memiliki diameter sebesar 35 mm. hal ini
menunjukkan bahwa bakteri peka terhadap kloramfenikol sebagai antibiotik. Untuk control tidak
terbentuk zona bening, hal ini disebabkan karena control yang berupa akuades bukan merupakan
suatu antibiotik. Zona bening yang terbentuk adalah suatu daerah yang menandakan bahwa
bakteri terhambat pertumbuhannya.

Untuk uji Minimum Inhibitory Concentration hasil yang didapat pada tiap tabung yaitu
adanya perbedaan kekeruhan tiap-tiap konsentrasi yang diakibatkan karena adanya pertumbuhan
bakteri. Pada tabung pengenceran 50% sampai 30% larutan berwarna hijau berubah menjadi
keruh, namun pada tabung pengenceran 20-5% larutan tidak mengalami perubahan warna. Pada
tabung control warna berubah menjadi keruh. Kekeruhan yang terjadi diakibatkan karena adanya
pertumbuhan bakteri di dalam tabung, sedangkan tabung yang tidak berubah
warna,pertumbuhannya terhambat. Bakteri tidak peka pada konsentrasi tinggi melainkan peka
pada konsentrasi rendah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya disebabkan karena
terjadi kontaminasi karena pada saat memasukan pipet kedalam tabung reaksi sehingga banyak
bakteri lain dari udara yang masuk ke tabung reaksi.

4.2.3 Sirih

Berdasarkan uji MIC yang telah di lakukan dengan sampel Salmonella thypii, didapatkan
hasi bahwa bakteri dapat berkembang biak dari mulai konsentrasi ekstrak sirih 10% yang
ditunjukkan dengan mulai meningkatnya kekeruhan dari media biakan bakteri setelah diinkubasi.
Selain itu, kekeruhan juga terjadi pada sampel dengan konsentrasi ekstrak sirih 5%, serta pada
sampel kontrol yang hanya diisi dengan media dengan air (tanpa ekstrak sirih). Pada sampel
dengan konsentrasi ekstrak sirih 50%, 40%, 30%, dan 20% bakteri tidak tumbuh yang
ditunjukkan dengan sampel yang bening.

Sampel mulai keruh pada konsentrasi ekstrak 10% dan 5% karena kadar ekstrak sirih
kecil, sehingga tidak mampu untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Serta
pada sampel kontrol, bakteri dapat tumbuh dengan baik yang ditandai dengan sampel yang keruh
karena dalam tabung tersebut tidak diisi dengan ekstrak sirih yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri.

Sedangkan pada sampel dengan konsentrasi 50-20%, bakteri tidak dapat tumbuh (bening)
karena kadar ekstrak sirih yang digunakan pada sampel tersebut cukup tinggi sehingga mampu
menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak sirih yang kami gunakan
dalam percobaan ini mengandung zat yang dapat mengambat pertumbuhan bakteri atau disebut
juga dengan antibiotik. Namun tetap ada batas sampai konsentrasi tertentu.

Berdasarkan uji antibiotik yang kami lakukan, didapatkan hasil bahwa bakteri agak
resisten pada konsentrasi 50% serta pada klorom fenikol, hal ini ditandai dengan terbentuknya
daerah hambat/zona bening pada ekstrak 50% dengan diameter 20 mm, serta pada klorom
fenikol 25 mm. Namun pada konsentrasi 40-5% bakteri resisten yang ditunjukkan dengan
diameter daerah hambat pada konsentrasi 40% yaitu 18 mm, 10 mm pada 30%, serta 8 mm pada
20% dan 10%. Selain itu, pada sampel kontrol pun bakteri resisten, yang ditandai dengan sama
sekali tidak terbentuknya zona bening/daerah hambat di sekeliling kertas antibiotik.

Pada konsentrasi 50%, terbentuk daerah hambat yang cukup besar yaitu dengan diameter
20 mm, hal ini disebabkan karena konsentrasi ekstrak yang digunakan besar, sehingga masih
mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Begitu juga pada klorom fenikol, daerah
hambat yang dibentuk besar yaitu 25 mm dan menunjukkan bakteri agak resisten, hal ini
disebabkan karena klorom fenikol memang merupakan antibiotik sintetis yang sudah siap
digunakan.

Sedangkan pada konsentrasi 40-5%, daerah hambat/zona bening yang terbentuk tidak
terlalu besar yang menunjukkan bahwa bakteri dapat resisten terhadap antibiotik atau ekstrak
sirih tersebut. Hal ini disebabkan karena konsentrasi ekstrak sirih yang digunakan pada sampel
dikurangi sehingga kurang mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Begitu pula dengan
sampel kontrol, dimana tidak ada sama sekali zona bening yang terbentuk, karena sampel tidak
diberi ekstrak sirih atau antibiotik sehingga bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak.

Hasil uji farmakologi menunjukkan bahwa infusa daun sirih dapat menghambat
pertumbuhan bakteri penyebab pneumonia dan Gaseus gangrene. Air rebusan daun sirih dapat
digunakan untuk mengobati batuk maupun berfungsi sebagai bakteriosid terutama terhadap
Haemophylus influenzae, Staphylococcus aureus dan Streptococcus haemoliticus (Kharis, 2011).

Karvakol bersifat sebagai desinfektan dan antijamur sehingga bisa digunakan sebagai
antiseptik, euganol dan methyl-euganol dapat digunakan untuk mengurangi sakit gigi. Selain itu
didalam daun sirih juga terdapat flavanoid, saponin, dan tannin. Saponin dan tannin bersifat
sebagai antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya digunakan
untuk infeksi pada kulit, mukosa dan melawan infeksi pada luka. Flavanoid selain berfungsi
sebagai bakteriostatik juga berfungsi sebagai anti inflamasi. Daun sirih antara lain mengandung
kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari fenol yang mempunyai daya antibakteri lima
kali lipat dari fenol biasa terhadap Staphylococcus aureus(Kharis, 2011).
Minyak asirinya pada daun sirih antara lain mengandung kavikol dan kavibetol yang
merupakan turunan dari fenol yang mempunyai daya antibakteri lima kali lipat dari fenol biasa
terhadap Streptococcus mutans, Streptococcus Viridans dan Staphylococcus aureus(Kharis,
2011).

Cara kerja fenol dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan cara mendenaturasi
protein sel (Pelczar dan Chan, 1981). Dengan terdenaturasinya protein sel, maka semua aktivitas
metabolisme sel dikatalisis oleh enzim yang merupakan suatu protein(Kharis, 2011).

Berdasarkan uraian diatas, membuktikan bahwa daun sirih mempunyai dasar kuat
digunakan sebagai bahan obat karena mengandung minyak atsiri dengan komponen fenol yang
dapat memepengaruhi pertumbuhan bakteri(Kharis, 2011).

Daun sirih dapat digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit diantaranya obat
sakit gigi dan mulut, sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut,
batuk dan serak, hidung berdarah, keputihan, wasir, tetes mata, gangguan lambung, gatal-gatal,
kepala pusing, jantung berdebar dan trachoma. Hasil uji farmakologi menunjukkan bahwa infusa
daun sirih dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab pneumonia dan Gaseus gangrene.
Air rebusan daun sirih dapat digunakan untuk mengobati batuk maupun berfungsi sebagai
bakteriosid terutama terhadap Haemophylus influenzae, Staphylococcus aureus dan
Streptococcus haemoliticus (Kharis, 2011)

.Klasifikasi Kingdom Plantae

Divisi Magnoliophyta

Kelas Magnoliopsida

Ordo Piperales

Famili Piperaceae

Genus Piper
Spesies Piper betle L.
4.2.4 Saledri

Uji resistensi dan antibiotik dilakukan untuk mengetaui konsentrasi minimum yang
mampu membunuh bakteri secara signifikan. Dalam praktikum ini digunakanlah medium NB
50% dari volume larutan seledri

Setelah diinkubasiselama 24 jam dalam suhu 37oC didapatlah seperti yang tertera pada
table hasil.

Berdasarkan hasil dapat diamati bahwa hasil yang diperoleh tidak dapat menunjukkan
nilai consentrasi minimum dari antibiotik. Hasil yang diperoleh negatif sehingga kita tidak dapat
mengetahui berapa nilai konsentrasi minimum yang dapat membunuh bakteri secara efektif.

Idealnya semakin besar konsentrasi ekstrak berarti konsentrasi zat antibiotic yang
terkandung semakin tinggi akibatnya pada konsentrasi ekstrak tinggi didapat lebih sedikit bakteri
tumbuh dibandingkan dengan larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah.

Hal ini bisa saja terjadi karena kesalahan dalam teknik pengambilan larutan ekstrak,
pengenceran ekstrak dan kontaminan. Ketika ekstrak dilarutkan dalam air, terdapat beberapa
fase, paa bagian bawah larutan terdapat bagian yang lebih pekat dibandingkan pada permukaan.
Ketidakhomogenan ini mempengaruhi konsentrasi dari tiap tiap tabung berbeda. Selain itu factor
pengenceran juga mempengaruhi hasil yang diperoleh. Pengenceran dilakukan secara bertahap
dengan menambahkan akuades dan nutrient broth kedalam larutan ekstrak yang berbeda beda
konsentrasinya. Disinilah ketidak telitian dapat terjadi.

Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 34oC, ketujuh tabung dikeluarkan dan dilihat
hasilnya untuk diukur diameter daerah hambatnya. Setelah di ukur diperolehlah hasil seperti
yang tertera pada table hasil.

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan, Pada cawan yang diletakan cakram larutan
seledri terbentuk zona bening dalam ukuran yang berbeda-beda. Zona bening tersebut adalah
daerah yang tidak ditumbuhi bakteri karena pertumbuhannya terhambat oleh zat yang terkandung
dalam seledri yangberpotensi menjadi zat antibiotik. Menurut literatur yang kami peroleh,
kandungan dari seledri yang berpotensi menjadi atibiotik adalah karvakrol dan sinamil aldehida
yang mampu menonaktifkan resisten antibiotik.

Keberadaan zat antibiotik dalam seledri terbukti mampu menghambat pertumbuhan


bakteri dengan adanya zona bening. Dalam uji ini dibuktikanlah apakah zat yang terkandung
dalam seledri dapat menghambat bahkan mematikan bakteri secara efektif. Uji resistensi
menyelidiki hubungan zat alami dengan bakteri. Bagaimana respon bakteri terhadap zat
antibiotic dalam seledri dan hubungan konsentrasi zat antibiotic dengan sifat resistensi bakteri
dengan kloramfenikol sebagai pembanding.

Pada konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 50%, 40% , 30% , 20%, dan tanpa perlakuan
(control) menunjukkan daerah hambat sebesar 7mm, sedangkan pada konsentrasi 10% daerah
hamat yang terentuk sebesar 9mm. idealnya, semakin besar konsentrasi ekstrak seledri makin
besar daerah hambatan yang terbentuk. Hal ini mungkin saja disebabkan karena konsentrasi dari
zat antibiotic yang terkandung dalam seledri sebanyak 20 gram tidak mampu mengambat
pertumbuan bakteri secara signifikan. Selain itu teknik pengambilan sampel juga berpengaruh
dalam hasil uji resistensi. Bisa saja ekstrak yang diambil tidak representatif sehingga bakteri
dapat tumbuh pada medium.

4.2.5 Daun Pepaya

Kingdom Plantae
Divisio Spermatophyta
Kelas Magnoliopsida
Ordo Violales
Famili Caricaceae
Genus Carica
Spesies Carica papaya L.

Pada uji resistensi antibiotic, didapatkan daerah hambat (zona bening) disekeliling tablet
antibiotika, sebagai resistensi bakteri terhadap antibiotika. Pada sampel daun pepaya didapatkan
hasil bakteri resisiten terhadap pengenceran tersebut, akan tetapi bakteri peka terhadap antibiotik
berupa cholaramfenikol dengan diameter terbentuk sebesar 22,5 mm. Dapat disimpulkan bahwa
antibiotik lebih optimal dibandingkan ekstrak , estrak tidak mampu jadi anti metabolit, hal ini
bisa disebabkan karena kurangnya perendaman.

4.2.6 Daun Jeruk

Ekstrak daun jeruk nipis adalah antimikroba alami yang digunakan dalam praktikum kali
ini. Klasifikasinya adalah sebagai berikut :

Kingdom Plantae

Divisi Magnoliophyta

Kelas Magnolipsida

Ordo Apindales

Family Rutaceae

Genus Citrus

Spesies Citrus aurantifolia

Setelah dilakukan pengamatan terhadap ke 6 tabung reaksi tersebut maka didapat hasil
bahwa ekstrak daun jeruk pada pengenceran 50% larutan berwarna keruh yang menandakan
bakteri masih bisa bertahan hidup. Sedangkan pada tabung reaksi dengan pengenceran 40%,
30%, 20%, 10%, 5% dan tabung kontrol larutan berwarna bening. Hal ini menunjukan bahwa
bakteri telah mati pada konsentrasi tersebut.

Hasil yang didapatkan berbeda dengan yang seharusnya, yaitu apabila konsentrasi semakin tinggi
maka akan semkain menghambat pertumbuhan mikroba. Sebaliknya, hasil yang didapat adalah
semakin rendah konsentrasi yang digunakan maka semakin baik untuk menghambat
pertumbuhan mikroba. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan ekstrak yang paling baik
terdapat pada konsentrasi terakhir dimana ekstrak dengan konsentrasi 5% memilki kemampuan
yang lebih baik dibanding dengan konsentrasi yang 50% karena sebagian besar ekstrak terendap
dibawah. Dengan demikian, meskipun konsentrasi 50% lebih banyak disbanding konsentrasi 5%,
namun kandungan senyawa-senyawa antibiotic tetap lebih banyak pada konsentrasi 5% karena
ekstrak yang terendap tersebut.
4.2.7 Daun Alpukat

Pada uji resistensi antibiotic dengan cawan petri hasil yang di dapat pada ekstrak 50 %
memiliki diameter daerah hambat 10 mm, untuk 40% daerah hambatnya 0 mm, untuk 30 %
daerah hambatnya 0 mm, begitu pula untuk 20 % dan kontrol memiliki daerah hambat 0 mm.
Sedangkan untuk kloromfenikol, memiliki diameter hambat 40 mm, lalu untuk 10 % memiliki
diameter hambat 25 mm,dan untuk yang 5% memiliki daerah hambat 10 mm, yang menunjukan
resistensi bakteri terhadap antibiotik. Diameter daerah hambat adalah suatu zona bening dengan
suatu pengujian. Semakin kecil diameter daerah hambat makasi bakteri akan semakin resisten ,
sedangkan apabila diameter hambat 20 30 mm, maka bakteri bersifat agak resisten dan apabila
diameter daerah hambatnya lebih dari 30mm, maka bakteri tersebuat bersifat peka. Sehingga
untuk tabung engan konsentrasi ekstrak dari 50 % - 5% dan kontrol bersifat resisten . Maksud
dari reisten ini, bakteri akan tetap bertahan hidup wlaupun di beri antibiotik, jadi bersifat tidak
peka terhadap antibiotik, sedangkan untuk kloromfenikol bakteri bersifat agak resisten ,
maksudnya bakteri dapat mati karena antibiotik tetapi juaga bertahan hidup walaupun di beri
antibiotik ( bersifat setengah resisten ).

Kemudian untuk hasil MIC (minimum Inhibitory Concentration )5 % dan kontrol


memberikan hasil negatif (-). Mkasud dari negatif ini tidak keruh di dalam tabung reaksi 5 % dan
kontrol, itu artinya bakteri tidak tumbuh dalam artian bakteri di dalamnya mati., begitu pula de
ngan kontrol demikian. Sedangkan untuk 50 % dan 40 %, tabung reaksi sangat keruh sehingga
itu artinya bakteri tersebut hidup,dan untuk tabung reaksi 30 %, 20 %, dan 10% tabung reaksi
tidak begitu keruh . Dalam hal ini positif untuk yang keruh (+), dan negatif untuk yang tidak
keruh (-).

Berdasarkan teori umumnya konsentrasi besar seharusnya jernih dan semakin kecil
memberikan hasil positif (+) atau keruh itu tandanya bakteri tetap bertahan hidup. Sedangkan
untuk konsentrasi kecil, itu memberikan hasil negatif (-), yang artinya tidak ada perumbuhan
bakteri di dalamnya. ini semua terjadi karena kesalahan dalam pengambilan ekstrak daun
alpukat, Seharusnya untuk pengambilan ekstrak , dari konsentrasi yang paling tinggi ke
konsentrasi yang paling rendah di ambil dari bagian paling bawah ke bagian paling atas.
Sehingga nantinya konsentrasi yang paling tinggi akan menjadi pekat karena di ambil dari bagian
dasarnya sehinnga memungkinkan bakteri itu dapat mati di konsentrasi yang tinggi(-). Dan
sebaliknya untuk konsentrasi yang kecil, sebaliknya. Maksudnya di ambil dari bagian di atasnya,
sehingga berdasrkan teori konsentrasi yang kecil, memungkinkan bekteri bersifat resisten
terhadap antibiotik jadi tabung reaksi akan keruh (+).

Sehingga dapat di simpulkan untuk uji antibiotik, pada praktiku kali ini konsentrasi 50
% - 5 % dan juga kontrol , bakteri bersifat resisten. Sedangkan untuk kloromfenikol bakteri
bersifat agak resisten.

Golongan Kloramfenikol Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi yang
berbahaya yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotik yang kurang efektif.

Nilai MIC yang besar itu artinya konsentrasi minimum yang dapat menghambat perumbuhan
bakteri itu besar ( nilai persentase ekstraknya tinggi / besar ) , jadi ekstrak yang di gunakan bisa
di katakan kurang efektif untuk menjadi antibiotik, sedangkan apabila nilai MIC nya kecil , maka
konsentrasi minimum yang dapat menghambat nilai MIC kecil ( nilai persentase ekstrak kecil ),
sehingga ekstrak yang di gunakan efektif untuk menjadi antibiotik.

Pada praktikum MIC ini , nilai MIC ekstrak daun alpukat kecil, sehingga dapat di simpulkan
bahwa ekstrak yang di gunakan efektif untuk menjadi antibiotik.

4.2.8 Daun sirsak

Pengamatan hasil dari uji resistensi antibiotik ini dilakukan dengan mengamati daerah
atau wilayah bening yang terbentuk disekitar kertas cakram / kertas antibiotik diatas NB. Adanya
wilayah bening menunjukkan bahwa bakteri (Salmonella thypii) tidak dapat tumbuh atau mati.
Hasil uji yang dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak dari semua pengenceran (50%-
5%) resisten terhadap bakteri Salmonella thypii. Sedangkan aquadest steril sedikit resisten dan
Chloram fenikol peka terhadap bakteri.
Resistensi dari pengujian tersebut didasari oleh ukuran diameter zona atau daerah bening
yang terbentuk. Jika diameter zona bening yang terbentuk lebih besar dari 30mm, maka
antibiotik peka terhadap bakteri, jika diameternya diantara 20-30 antibiotik agak resisten, dan
jika diameternya lebih kecil dari 20 mm maka antibiotik tersebut resisten terhadap bakteri. Pada
ekstrak daun sirsak dengan pengenceran 50% ukuran zona bening yang terbentuk yaitu 15 mm,
pengenceran 40% terbentuk 14 mm, pengenceran 30% terbentuk 11 mm, pengenceran 20%
terbentuk 9 mm, pengenceran 10% terbentuk 18 mm, dan pengenceran 5% terbentuk 12 mm.
Pada aquadest terbentuk zona bening dengan ukuran 21 mm dan pada Chloram fenikol terbentuk
33 mm. Sehingga hasil uji resistensi ini memperlihatkan bahwa ekstrak daun sirsak tidak peka
terhadap bakteri Salmonella thypii.

Zona bening yang dihasilkan oleh aquadest steril berukuran besar meskipun aquadest
tidak mengandung zat apapun sebagai antibiotik yang dapan membunuh bakteri. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kesalahan dalam pengambilan sampel dengan pipet. Pipet yang
digunakan dalam pengambilan aquadest steril terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan
alkohol. Sehingga didalam pipet diprediksi ada sisa dari larutan alkohol yang menempel. Karena
larutan alkohol merupakan salah satu zat antibiotik, maka hasil pengujian menunjukkan aquadest
memiliki sedikit kemampuan dalam membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri.

Hasil dari pengujian MIC, memperlihatkan bahwa pada ekstrak daun dengan
pengenceran 25%-2,5% (pengencerak ekstrak + NB) di dalam tabung memiliki kekeruhan yang
meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi pengenceran. Kekeruhan memperlihatkan
banyaknya bakteri yang hidup atau dapat tumbuh. Pengenceran 25% < 20% < 15% < 10% < 5%
< 2,5% (2,5% sangat keruh). Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi ekstrak daun
sirsak, maka akan semakin banyak bakteri yang dapat tumbuh sehingga larutan menjadi keruh.
Sedangkan pada aquadest steril tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri (larutan bening/tidak
berwarna). Meskipun aquadest bukan merupakan zat antibiotik dan tidak dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi di dalam hasil pengujian terbukti sebaliknya. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena pada saat pengambilan sampel aquadest menggunakan pipet
yang sebelumnya dicuci dengan alkohol. Sehingga sisa alkohol yang menempel pada pipet
tercampur dengan aquadest. Selain itu, pada aquadest tidak ditambahkan NB sebagai media
tumbuh bakteri, sehingga bakteri akan sulit tumbuh atau hidup di dalam aquadest tersebut.
Hasil perhitungan dari uji MIC menunjukkan bahwa konsentrasi terendah dimana bakteri
masih dapat tumbuh dan hidup adalah 15 % (konsentrasi pengenceran + NB), jika pada
konsentrasi sebenarnya (tanpa NB) konsentrasi terendah dimana bakteri masih dapat tumbuh
yaitu konsentrasi 30%.

Jika hasil uji MIC dibandingkan dengan hasil uji resistensi antibiotik, diperoleh kesimpulan
bahwa ekstrak daun sirsak tidak terlalu ampuh dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh
bakteri Salmonella thypi.

Kenyataannya, daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, minyak esensial, reticuline,


loreximine, coclaurine, annomurine, higenamine. Daun sirsak bermanfaat menghambat sel
kanker dengan menginduksi apoptosis, antidiare, analgetik, anti disentri, anti asma, anthelmitic,
dilatasi pembuluh darah, menstimulasi pencernaan, mengurangi depresi (McLaughlin, 2008).

Hasil pengujian yang tidak sesuai dengan kandungan-kandungan zat yang terdapat di
dalam daun sirsak yang dapat menghambat dan membunuh bakteri kemungkinan dikarenakan
pada pengambilan sampel daun sirsak, sampel tersebut tidak steril dan pada saat pengenceran
pertama kali air yang digunakan juga tidak steril, sehingga daun sirsak tersebut mengandung
banyak bakteri (terkontaminasi).

4.2.9 Daun Mangga

Ekstrak daun buah mangga didapat dari daun mangga yang telah dibuang tulang daun
utamanya.Dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan daun, lalu
ditimbang sebanyak 20 gram. Ditambah 20ml air dan diblender. Lalu disaring sehingga didapat
ekstrak daunnya.Dari 20 gram daun mangga dan 20 ml air didapat ekstrak daun mangga
sebanyak 50%. Setelah didapat ekstrak sebanyak 50%, dilakukan pengenceran menjadi 40%,
30%,20%, 10%, 5%, dan 0% sebagai kontrol. Hasil pengesktrakan daun mangga diambil
sebnyak 5ml untuk dimasukan kedalam tabung pertama.Tabung kedua diisi dengan pengenceran
40% , diperoleh dari 4ml ekstrak dari tabung pertama dan air sebanyak 1 ml.Untuk tabung
pengenceran 30% , diambil 3ml dari tabung sebelumnya dan air 3ml.Pengenceran 20% didapat
dari 2ml ekstrak dan 3ml air. Pengenceran 10% didapat dari 1ml ekstrak dan 4ml air sedangkan
pengenceran 5% didapat dari 4,5 ml ekstrak dan 0,5ml air, untuk tabung kontrol diisi dengan 5
ml air.

Untuk uji MIC cair, Setelah didapat pengenceran ekstrak, tiap tabung pengenceran dimasukan ke
dalam botol kecil berisi beberapa kertas cakram.Sehingga didapat juga 7 botol kecil berisi kertas
cakram yang telah diisi 2,5ml pengenceran ekstrak dari masing-masing pengenceran. Didiamkan
selam 1jam agar ekstrak menyerap ke dalam kertas. Sisa ekstrak yang berada didalam tabung
pengenceran ditambahkan 2,5ml NB dan 1 ose bakteri Salmonella thypii, untuk masing-masing
tabung.Lalu dieramkan selam 24 jam.

Untuk uji resistensi antibiotic disediakan 2 cawan petri yang masing-masing diisi 1ml bakteri
Salmonella thypii dan NB secukupnya hingga menutupi bakteri.Cawan petri digoyang agar
homogen. Setelah itu Cawan petri yang pertama dibagi menjadi 4 daerah dengan menggunakan
spidol dan diberi tanda untuk masing-masing daerah 50%, 40%,20% dan 10%. Sedangkan cawan
petri kedua diberi tanda juga untuk 5%, 30%, kontrol dan klorom fenikol. Selanjutnya dieram
selam 24 jam.

Hasil dari Uji MIC, Menunjukkan bahwa bakteri telah mati setelah penambahan NB
adalah pada konsentrasi 5% sebelumnya masih terdapat bakteri. Selebihnya masih terdapat
bakteri pada setiap konsentrasi. Berdasarkan teori, pada konsentrasi besar akan menghasilkan
larutan yang jernih, sedangkan pada konsentrasi rendah akan menghasilkan larutan yang keruh.
Karena pada konsentrasi yang besar ekstrak akan bekerja lebih baik daripada konsentrasi yang
rendah. Sedangkan jumlah bakteri yang diinokulasi sama pada setiap tabung. Oleh karena itu,
pada konsentrasi besar bakteri akan lebih cepat terbunuh. Sehingga di dapat hasil 2.5% dari 5%
dimana bakteri telah terbunuh dikurang 0% masih terdapat bakteri lalu jumlah pengurangan di
bagi 2.

Hasil uji antibakteri dan hasil pengukuran zona bening pengaruh ekstrak daun buah
manga pada bakteri Salmonella thypii. Hal ini menunjukkan ukuran zona bening terbesar pada
Chloramfenikol dengan diameter 40 menandakan bakteri peka terhadap zat antibiotik itu. Lalu
pada 0% kontrol (aquades) zona bening berdiameter 32, menunjukkan bakteri peka terhadap
aquades. Sesungguhnya aquades bukanlah zat antibiotik. Hal ini terjadi mungkin karena ada
kesalahan dalam menjalankan prosedur pengamatan. Pada konsentrasi 30% yaitu ekstrak daun
mangga, zona bening terbentuk dengan diameter 30. Bakteri peka terhadap ekstrak daun mangga.
Berdasarkan hasil ini mungkin ekstrak daun mangga mengandung zat antibiotik. Tetapi hal ini
belum dapat dipastikan karena pada konsentrasi yang lain bakteri resisten terhadap ekstrak daun
mangga ini. Seharusnya pada konsentrasi terbesar dari ekstrak daun mangga terbentuk zona
bening yang lebih besar, yaitu bakteri lebih peka. Nyatanya pada hasil pengamatan, hal ini tidak
terjadi. Diameter zona bening terbentuk lebih besar pada pertengahan konsentrasi yaitu 30%.
Jadi, pengamatan kali ini tidak dapat menjadi patokan bahwa ekstrak daun mangga mengandung
zat antibiotik karena hasil yang kurang tepat. Hal ini dikarenakan kurang teliti atau ketepatan
dalam melakukan prosedur pengamatan.

4.2.10 Sereh

Pemanfaatan sereh sebagai obat pada umumnya dalam bentuk minyak atsiri. Rendeman
minyak atsiri serah berkisar antara 0,2 0,4 % berat segar. Bagian tanaman yang mengandung
lebih banyak minyak atsiri adalah bagian batang, maka dari itu dalam praktikum ini untuk
membuat ekstrak yang dipakai adalah bagian batang. Penggunaan tanaman serai sebagai obat
kemungkinan berkaitan dengan kandungan senyawa yang ada pada serai. Minyak serai berfungsi
sebagai anti jamur dan bakteri.

Divisio Anthophyta
Phylum Angiospermae
Kelas Monocotyledonae
Famili Graminae/Poaceae
Genus Cymbopogon
Species Cymbopogon nardus

Nama Lokal dari sereh antara lain Sarae arun (Minangkabau), sere (Jawa, Madura),
sereh (Sunda), sere (Melayu), lemon grass, ginger grass (Inggris)

Efek farmakologis dari sereh, terletak pada minyak atsiri yang terkandung di
dalamnya. Minyak atsiri yang terkandung dalam sereh berkhasiat antiradang dan
menghilangkan rasa sakit. Sereh yang dibuat minyak bermanfaat untuk melancarkan sirkulasi
darah. Memiliki sifat antipiretik, antidemam, dan anti muntah (anti-emetik).

Pada sereh terdapat beberapa kandungan, yakni geraniol dan sitronelol. Semakin rapat
jarak tanam dapat berefek pada peningkatan hasil minyak atsiri; jarak tanam yang semakin lebar
berpengaruh pada tinggi tanaman yang semakin tinggi;
komponen utama (+) sitronelol, geranial (lebih kurang 35% dan 20%), disamping itu terdapat
pula geranil butirat, sitral, limonen, eugenol, dan metileugenol. Sitronelol hasil isolasi dari
minyak atsiri sereh terdiri dari sepasang enansiomer (R)-sitronelal dan (S) sitronelal

Kloramfenikol merupakan antibiotik sprektrum luas. Carak kerjanya dengan menghambat


sintetis bakteri. Antibiotik ini terikat pada ribosom unit 50s dan menghambat enzim peptidil
tranferase sehingga ikatan peptida tidak tebentuk pada proses sintesis protein kuman.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang kadang
bersifat bakterisid terhadap bakteri tertentu. Antibiotik ini kebanyakan efektif terhadap strain
Salmonella thypii.

Pada uji MIC (Minimun Inhibitor Concentration) dilakukan penanaman bakteri pada
tabung reaksi yang telah didisi ekstrak sereh dan aquades. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi terendah dari pengenceran ekstrak untuk menghambat pertumbuhan mikroba.

Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga
untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup

Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan
efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi
sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia).
Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang
digunakan serta aplikasinya.
4.2.11 Daun Salam

Dalam percobaan uji MIC dan Uji Resistensi Antibiotik terhadap bakteri, menggunakan
ekstrak tumbuhan. Ekstrak tumbuhan yang digunakan adalah ekstrak daun salam.

Dari hasil Uji Resistensi Antibiotik pada konsentrasi ekstrak daun salam 50% ; 40% ; 30% ;
20% ; 10% dan 5% menunjukkan bahwa bakteri yang digunakan, yakni bakteri Salmonella thypii
resisten/tahan terhadap ekstrak karena dari data yang diperoleh diameter zona bening yang
terbentuk kurang dari 20 mm. Karena luas daerah hambat yang terbentuk berpengaruh terhadap
resistensi suatu bakteri. Dimana Ketahanan bakteri terhadap antibiotika dilihat berdasarkan
daerah hambat yang terbentuk di sekeliling kertas antibiotic tersebut

1. Daerah hambat dengan diameter > 30 mm, maka bakteri tersebut peka terhadap antibiotik
2. Daerah hambat dengan diameter anara 20-30 mm, bakteri agak resisten terhadap
antibiotik.
3. Daerah hambat dengan diameter < 20 mm, bakteri resisten terhadap antibiotik.

(Safitri ,2011)

Sedangkan menggunakan Chloromfenikol daerah zona bening yang terbentuk adalah 51


mm dengan demikian menunjukkan bahwa bakteri tersebut peka terhadap Chloromfenikol. Hal
tersebut terjadi karena Chloromfenikol merupakan jenis dari antibiotik yang cukup kuat untuk
menghambat pertumbuhan bakteri.

Chloromfenikol merupakan jenis antibiotik yang digunakan secara umum dalam arti digunakan
tidak untuk spesifik jenis bakteri. Chloromfenikol bukan antibiotik yang terbuat dari
mikroorganisme melainkan dari bahan atau zat kimia.

Dalam tabel terlihat daerah zona bening yang terbentuk dari konsentrasi ekstrak yang tinggi ke
konsentrasi ekstrak yang rendah mmenunjukkan peningkatan daerah zona bening.
Hal tersebut berlawanan dengan literatur bahwa semakin rendah konsentrasi ekstrak maka
seharusnya daerah zona bening yang terbentuk semakin kecil, karena dalam ekstrak tumbuhan
daun salam mengandung zat penghambat pertumbuhan bakteri (minyak atsiri). Semakin rendah
konsentrasi ekstrak maka semakin rendah konsentrasi zat penghambat pertumbuhan bakteri
sehingga pertumbuhan bakteri dapat terus terjadi dan mengakibatkan zona bening yang terbentuk
semakin kecil.

Suatu bakteri dapat tahan atau tresisten terhadap suatu jenis zat antimikrobial karena dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya:

Organisme mempunyai struktur yang menghambat masuknya antibiotik, contoh pada


mycoplasma yang dinding selnya resisten terhadap penisilin,
Organisme impermeabel terhadap antibiotik
Organisme yang dikenai antibiotik ada dalam bentuk inaktif, contoh endospora.
Organisme memodifikasi target antibiotik
Dengan perubahan genetik, organisme menghambat antibiotik pada keturunannya
Organisme mampu memompa keluar antibiotic yang sudah terlanjur masuk ke dalam sel

(Dwidjoseputro,1998)

Dari hasil yang diperoleh dalam Uji MIC menunjukkan terjadi perbedaan pertumbuhan bakteri
pada konsentrasi ekstrak yang berbeda-beda. Dapat dilihat dari data hasil pengamatan, bakteri
tumbuh pada tabung dengan konsentrasi ekstrak 10% ; 5% ; 2,5% yang ditandai dengan
perubahan suasana dalam tabung dimana larutan dalam tabung berubah menjadi keruh.
Sedangkan pada tabung reaksi dengan konsentrasi ekstrak 25% ; 20% ; 15% terlihat tabung tidak
keruh/tetap jernih seperti semula. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa dengan konsentrasi
ekstrak yang besar (25 %; 20%; 15%) dapat menghambat pertumbuhan bakteri sehingga larutan
dalam tabung reaksi tetap dalam kondisi jernih.

Dalam percobaan ini digunakan ekstrak daun salam. Daun salam biasa dikenal sebagai bahan
bumbu masak atau dapat pula digunakan sebagai bahan obat tradisional.

Klasifikasi daun salam yaitu


Kerajaan Plantae

Divisi Spermatophyta

Sub Divisi Angiospermae

Kelas Dicotyledoneae

Sub Kelas Dialypetalae

Bangsa Myrtales

Marga Syzygium

Jenis Syzygium polyanthum

(Tjitrosoepomo, 1998; Van Steenis, 2003)

Salam mengandung tanin, flavonoid, saponin, triterpen, polifenol, alkaloid dan minyak
atsiri.

1) Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam
jaringan kayu. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin
terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk
dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan
kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu flavon dengan

satuan berikutnya melalui ikatan 4-6 atau 6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2-20 satuan
flavon. Tanin terhidrolisis terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana ialah depsida
galoiglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima atau lebih gugus
ester galoil. Pada jenis yang kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat yaitu asam
heksahidroksidifenat, yang berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis, elagitanin ini
menghasilkan asam elagat
2) Flavonoid

Flavonoid sebagai suatu senyawa fenol dalam dunia tumbuhan dapat ditemukan dalam bentuk
glikosida maupun aglikonnya. Aglikon flavonoid mempunyai kerangka dasar struktur C6-C3-C6.
Berdasarkan tingkat oksidasi serta subsituennya kerangka flavonoid dibedakan menjadi berbagai
jenis seperti flavon, 6 flavonol, khalkon, santon, auron, flavon, antosianidin dan
leukoantosianidin Flavonoid mengandung cincin aromatik yang terkonjugasi dan karena itu

menunjukkan pita serapan yang kuat pada daerah spektrum UV (ultra violet) dan spektrum
tampak. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula seperti glikosida.
Aglikon flavonoid terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida.

3) Minyak Atsiri

Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu dari daun, bunga, biji, batang
atau kulit dan akar atau rhizoma. Minyak atsiri disebut juga minyak eteris yaitu minyak yang
mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan, biasanya tidak berwarna
terutama bila masih dalam keadaan segar, setelah terjadi proses oksidasi dan pendamaran makin
lama akan berubah menjadi gelap, untuk menghindarinya harus disimpan dalam keadaan penuh
dan tertutup rapat (Guenther, 1987). Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran
persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) serta
berbagai persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan Belerang (S). Beberapa
minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan antiseptik internal dan eksternal, bahan analgesik,
hemolitik atau enzimatik, sedativ, stimulan, untuk obat sakit perut, bahan pewangi kosmetik dan
sabun.

4) Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku
tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat
dideteksi berdasarkan kemampuan membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Triterpen
tertentu terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya. Pencarian saponin dalam tumbuhan
telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh. Saponin dan
glikosida sapogenin adalah salah satu tipe glikosida yang tersebar luas dalam tumbuhan

Dikenal dua macam saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida dengan struktur
steroid. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter.

5) Polifenol

Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri
sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol
cenderung mudah larut dalam air karena umumnya sering kali berikatan dengan gula sebagai
glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Beberapa ribu senyawa fenol telah diketahui
strukturnya. Flavonoid merupakan golongan terbesar, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenil
propanoid, dan kuinon fenolik juga terdapat dalam jumlah yang besar. Beberapa golongan

bahan polimer penting dalam tumbuhan seperti lignin, melanin, dan tanin adalah senyawa
polifenol.

6) Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid
mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya
dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik alkaloid sering kali beracun pada manusia dan
banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam
bidang pengobatan. Umumnya alkaloid tidak berwarna, bersifat optis aktif dan sedikit yang
berupa cairan pada suhu kamar.

(Utami,2008)

Dari penjabaran diatas dapat diketahui bahwa daun salam memiliki zat diantranya atsiri dan
polifenol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Sehingga pada uji MIC terdapat tabung
dengan konsentrasi tinggi yang larutannya masih dalam kondisi jernih.

4.2.12 Daun Bawang

Uji MIC merupakan uji untuk menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
satu sediaan uji terhadap bakteri Salmonella thypi. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak dari
daun bawang dan sebagai pembanding digunakan chloramfenitol. Chloramfenitol memiliki
spectrum yang luas karena mampu membunuh bakteri gram negative maupun gram positif.

Bawang daun selain digunakan sebagai sayuran, bawang daun juga baik untuk
dikonsumsi sebagai bahan pengobatan (terapi) beberapa jenis penyakit. Bawang daun
mengandung unsur unsur aktif yang memiliki daya bunuh terhadap bakteri (sebagai antibiotik)
serta dapat merangsang pertumbuhan sel tubuh. Bawang daun juga berguna menghilangkan
lendir dalam kerongkongan, memudahkan pencernaan makanan,menyembuhkan rematik, kurang
darah sukar kencing, dan
bengkak bengkak. Akar bawangdaun dapat dimanfaatkan untuk mengobati cancingan (cacing
gelang) dan mual mual (Cahyano, 2005).

Pada prosedur, Setiap tabung yang berisi Salmonella thypii diinkubasikan pada suhu 37C
selama 24jam. Suhu 37C merupakan suhu yang efektif untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan
waktu 24 jam ini penting untuk menunggu bakteri untuk berkembang pada waktu yang
diinginkan (Fasa log bakteri), dimana merupakan waktu yang maksimal. Tetapi sebaiknya hasil
diamati setelah 20 jam karena tidak seperti pada NA, nutrisi ada pada NB jauh lebih sedikit.
Apabila lebih dari 20 jam dikhawatirkan bakteri tersebut mengalami fasa kematian. Segala
perlakuan harus dilakukan secara aseptis yaitu dekat dengan api agar bakteri lain yang berasal
dari udara yang masuk ke dalam tabung reaksi akan menyebabkan terganggunya hasil
pengamatan.

Hasil yang didapat pada pengenceran dengan konsentrasi 25% dan 20% larutan ekstrak
tampak bening. Hal ini menunjukan bahwa tidak adanya pertumbuhan bakteri, sedangkan larutan
ekstrak pada pengenceran dengan konsentrasi 15% , 10% , 5%, 2,5% , dan juga control tampak
keruh, yang berarti bakteri tersebut dapat tumbuh dan ekstrak tersebut tidak mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella thypii.

Dari hasil pengamatan didapatkan nilai MIC sebesar 17,5%, hal ini menunjukkan bahwa
bakteri Salmonella thypii resisten terhadap ekstrak daun bawang. Bakteri ini juga, menurut jurnal
berjudul Masalah Multi Drug Resistance pada Demam Tifoid Anak (1999) merupakan bakteri
yang resisten terhadap beberapa antibiotik seperti kloramfenikol, ampisilin, amoksilin, dan
kotrimoksazol. Diduga kandungan saponin dan tannin serta senyawa golongan flavonoid,
steroid/triterpenoid dalam daun bawang tidak cukup membunuh atau menghambat pertumbuhan
bakteri Salmonella thypii.

Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun bawang tersebut mampu menghambat


pertumbuhan bakteri namun harus dengan konsentrasi yang lebih besar dari konsentrasi bernilai
50% .

Dari hasil pengamatan uji resistensi antibiotik didapatkan hasil pada pengenceran dengan
konsentrasi 50%, 30%, 20%, 10%, 5%, dan control tidak terbentuk zona bening. Hal ini
menunjukkan bahwa bakteri resisten terhadap antibiotik ekstrak daun bawang dan masih dapat
tumbuh pada pengenceran tersebut. Sedangkan pada pengenceran dengan konsentrasi 40% dan
pada chloramfenikol terbentuk zona bening masing-masing berdiameter 12mm dan 29mm, hal
ini menunjukan bahwa bakteri bersifat resisten pada pengenceran 40% dan agak resisten
terhadap antibiotik chlorafenikol.

Dari kedua uji yakni uji MIC dan uji resistensi antibiotik terhadap bakteri Salmonella thypii
ekstrak daun bawang dapat menjadi antibiotic bagi bakteri ini dengan syarat memiliki
konsentrasi lebih dari 50% apabila konsentrasi ekstrak daun bawang kurang dari 50% maka
bakteri tersebut masih dapat tumbuh dan resisten terhadap antibiotic ekstrak daun bawang. Jika
dibandingkan dengan chloramfenikol, bakteri bersifat agak resisten daripada antibiotic ekstrak
daun bawang.

4.2.13 Merica bubuk

Pada praktikum uji resistensi bakteri Salmonella typhi terhadap zat antibiotic kali ini
digunakan ekstrak merica sebagai zat antimicrobial yang diujikan. Berdasarkan data hasil
pengamatan dapat dilihat bahwa merica tidak memiliki aktivitas yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Hal ini dikarenakan tidak terbentuknya daerah hambat (zona bening) di
sekitar kertas antibiotic pada media yang telah diinokulasikan dengan bakteri. Kertas antibiotic
adalah disc paper yang sebelumnya telah direndam dengan ekstrak merica dengan berbagai
konsentrasi, yaitu 50%, 40%, 30%, 20%, 10%, dan 5%. Selain direndam dengan ekstrak merica,
disc paper tersebut juga direndam dengan larutan kontrol dan zat kloramfenikol. Daerah hambat
terbentuk pada kertas yang telah direndam oleh kloramfenikol dengan diameter sebesar 35 mm.
Hal ini menunjukkan bahwa bakteri Salmonella typhi peka terhadap kloramfenikol namun tidak
peka terhadap ekstrak merica.

Selain digunakan dalam uji resistensi bakteri, ekstrak merica juga digunakan dalam Minimum
Inhibitory Concentration (MIC) Test. Uji MIC digunakan untuk mengetahui konsentrasi terkecil
dari zat antimicrobial yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil dari
uji MIC menunjukkan bahwa ekstrak merica tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri
bahkan pada konsentrasi terbesar sekalipun. Hasil uji MIC ini mempertegas hasil dari uji
resistensi bakteri yang dilakukan sebelumnya bahwa ekstrak merica tidak dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella typhii.

4.2.14 Cabe Rawit


Pada praktikum Resistensi Antibiotik dan MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
digunakan ekstrak cabe rawit sebagai zat antibiotic. Cabai rawit atau cabe rawit, adalah buah dan
tumbuhan anggota genus Capsicum. Selain di Indonesia, ia juga tumbuh dan populer sebagai
bumbu masakan di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di Malaysia dan Singapura ia
dinamakan cili padi, di Filipina siling labuyo, dan di Thailand phrik khi nu. Di Kerala, India,
terdapat masakan tradisional yang menggunakan cabai rawit dan dinamakan kanthari mulagu.
Dalam bahasa Inggris ia dikenal dengan nama Thai pepper atau bird's eye chili pepper (Anonim1,
2011).

Klasifikasi Cabe Rawit (Capsicum frutescens )(Anonim2, 2011) :

Kingdom Plantae
Subkingdom Tracheobionta
Super Divisi Spermatophyta
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
Sub Kelas Asteridae
Ordo Solanales
Famili Solanaceae
Genus Capsicum
Spesies Capsicum frutescens L.

Buahnya mengandung kapsaisin, karotenoid, alkaloid asiri, resin, minyak menguap, vitamin A
dan C. Kapsaisin memberikan rasa pedas pada cabai, berkhasiat untuk melancarkan aliran darah
serta pemati rasa kulit. Biji mengandung solanine, solamidine, solamargine, solasodine,
solasomine dan steroid saponin (kapsisidin). Kapsisidin berkhasiat sebagai antibiotic (Suryadhie,
2007).

Hasil yang didapatkan untuk uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah semua tabung
reaksi berwarna keruh (++), akan tetapi pada konsentrasi 10% terlihat agak bening (+). Warna
keruh (++) menandakan bakteri masih tumbuh pada ekstrak, sementara bening (-) menandakan
bakteri tidak tumbuh pada ekstrak. Tetapi menurut literatur tidak mungkin suatu antibiotic dapat
lebih efektif pada pengenceran 10% sedangkan di pengenceran 50% saja bakteri tersebut
resisten. Karena pada umumnya konsentrasi besar itu warnanya jernih dan semakin kecil
konsentrasinya berwarna keruh. Mungkin hal ini disebabkan oleh kesalahan prosedur yang
dilakukan oleh praktikan. Dari hasil yang didapatkan yaitu semua tabung reaksi keruh maka
dapat dilihat bahwa bakteri Salmonella thypii resisten terhadap ekstrak cabe rawit Capsicum
frutescens. Dalam kata lain cabe rawit bukan antibiotic yang efektif untuk penyakit tipus yang
disebabkan oleh Salmonella thypii.

Sementara hasil yang didapatkan untuk uji resistensi antibiotic adalah pada cawan petri dengan
konsentrasi 50%, 40%, 30%, dan 20% terbentuk zona bening sedangkan cawan petri dengan
konsentrasi 10%, 5%, 0% (control) dan kloramfenikol tidak terbentuk zona bening. Pada cawan
petri dengan konsentrasi 50% didapatkan diameter zona beningnya yaitu 4mm, pada konsentrasi
40% didapatkan diameter zona beningnya 3mm, pada konsentrasi 30% didapatkan diameter zona
beningnya2mm, pada konsentrasi 20% didapatkan diameter zona beningnya 1mm. Dari hasil
penghitungan zona bening yang didapat, dapat diketahui bahwa bakteri resisten terhadap
antibiotic yang terkandung dalam ekstrak cabe rawit dan kloramfenikol. Karena berdasarkan
literature, yaitu daerah hambat dengan diameter kurang dari 20 mm menunjukan bahwa bakteri
resisten terhadap antibiotic. Kloramfenikol merupakan antibiotic yang memiliki spectrum luas
yaitu dapat membunuh bakteri berspora dan bakteri negative. Kloramfenikol termasuk ke dalam
golongan antibiotik penghambat sintesis protein bakteri. Seharusnya kloramfenikol dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypii, namun pada hasil pengamatan bakteri
tumbuh banyak disekitar kloramfenikol. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan bakteri dapat
tumbuh kembali jika pengaruh obat dihilangkan. Mikroorganisme resisten terhadap
kloramfenikol menghasilkan enzim kloramfenikol asetiltransferase yang merusak aktivitas obat.
Produksi enzim ini biasanya dibawah kontrol plasmid. Mungkin hal itu yang menyebabkan
kloramfenikol tidak efektif pada bakteri Salmonella thypii.

4.2.15 Daun Pandan

Kingdom Plantae

Divisi Magnoliphyta
Kelas Liliopsida

Ordo Pandanales

Family Pandanaceae

Genus Pandanus

Spesies Pandanus ammarylifolios

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan setelah 24 jam kemudian, didapatkan daerah


hambat yang berbeda-beda. Namun, meskipun terbentuk daerah hambat yang berbeda, tingkat
resistensi mikroba yang terbentuk tetap dalam ketegori resisten karena daerah hambat yang
terbentuk dari masing-masing konsentrasi adalah dibawah 20mm, yakni 9 mm, 7mm, 6,5mm, 6
mm, dan 15 mm. Sementara pada konsentrasi 5%,control dan kloramfenikol, tidak terbentuk
daerah hambat.

Pada antibiotic kloramfenikol, didapatkan zona bening yang paling besar dan tidak
terbentuk daerah hambat. Sedangkan pada ekstrak, zona bening yang paling besar adalah pada
konsentrasi 50%. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi maka zona bening yang
didapat semakin besar pula. Zona bening tersebut menunjukan bahwa bakteri yang digunakan
resisten ataukah tidak terhadap suatu antibiotic. Pada umumnya, kloramfenikol merupakan
antibiotic yang sering digunakan karena dapat membunuh bakteri gram positif dan bakteri gram
negative. Sedangkan pada ekstrak daun pandan menunjukan agak resisten.

Untuk uji MIC, yang perlu diperhatikan adalah kekeruhan dari tiap tabung untuk melihat
resistensi dari bakteri Salmonella thypi terhadap antibiotic yang digunakan yaitu ekstrak daun
pandan. Aapun kandungan yang ada di dalam ekstrak daun pandan ini diantaranya adalah:
Alkaloid, safonin, flavoida, tannin, dan polifenol. Senyawa-senyawa tersebut dapat mengobati
beberapa penyakit yaitu sebagai obat panu, penambah nafsu makan, lemah saraf, darah tinggi,
rematik dan pegal linu, menghilangkan ketombe, menghilangkan raasa gelisah, mengobati
rambut rontok dan untuk menghitamkan rambut.

Kemudian setelah pengamatan pada ke 6 tabung reaksi tersebut didapat hasil bahwa
semua larutan yang berada di dalam tabung reaksi dari pengenceran 50%-5% berwarna keruh
semua. Hal ini membuktikan bahwa bakteri masih tetap tumbuh dalam ekstrak daun pandan yang
telah dilakukan pengenceran tersebut.

4.2.16 Ketumbar

Ketumbar (Coriandrum sativum) adalah tumbuhan rempah-rempah yang populer.


Buahnya yang kecil dikeringkan dan diperdagangkan, baik digerus maupun tidak. Bentuk yang
tidak digerus mirip dengan lada, seperti biji kecil-kecil berdiameter 1-2 mm. Dalam perdagangan
obat ia dinamakan fructus coriandri. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai coriander dan di
Amerika dikenal sebagai cilantro. Tumbuhan ini berasal dari Eropa Selatan dan sekitar Laut
Kaspia. Berbagai jenis masakan tradisional Indonesia kerap menggunakan bumbu berupa biji
berbentuk butiran beraroma keras yang dinamakan ketumbar. Dengan tambahan bumbu tersebut,
aroma masakan akan lebih nyata.

Uji MIC dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimum Antibiotik atau ekstrak
dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan Hasil Uji MIC didapatkan kesimpulan
bahwa ketumbar tidak memiliki kemampuan sebagai antibiotic. Nilai MIC pada hasil tidak dapat
dihitung karena secara logis pun dapat diketahui bahwa jika Konsentrasi besar saja sudah tidak
bias menghambat pertumbuhan bakteri apalagi konsentrasi yang lebih kecil. Pada data hasil
pengamatan terlihat bahwa Pada Konsentrasi 50% bisa menghambat pertumbuhan dan pada
konsentrasi 40% dan 30% tidak bisa menghambat, selanjutnya pada konsentrasi 20% seharusnya
hasilnya pun sama dengan konsentrasi 40% dan 30%. Kesalahan ini bisa dikarenakan
kontaminasi yang berlebih pada konsentrasi 40% dan 30% atau dapat juga dikarenakan
Kesalahan saat menanamkan bakteri pada botol Konsentrasi 20%.

Uji Resistensi antibiotic dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat kepekaan bakteri
berdasarkan daerah hambat yang terbentuk dari kertas yang mengandung antibiotic. Berdasarkan
hasil Uji resistensi Antibiotik dapat disimpulkan bahwa Ketumbar tidak memiliki kemampuan
Menghambat pertumbuhan Salmonella thyposa karena pada semua pengenceran bakteri terlihat
resisten dan tidak ada zona bening yang terbentuk. Lain halnya dengan Kloramfenikol,
seharusnya kloramfenikol mampu menimbulkan daerah hambat yang besar tapi data hasil
menunjukan bahwa kloramfenikol pun tidak mampu menghasilkan daerah hambat yang besar.
Hal ini dikarenakan waktu perendaman kertas cakram yang kurang dari satu jam, inilah salah
satu penyebab yang cukup signifikan karena kandungan kloramfenikolnya otomatis kurang
banyak sehingga kemampuan menghambat pertumbuhannya pun kecil.

4.2.17 Bawang Merah

Hasil uji resistensi antibiotic menunjukan, Pada antibiotik chloramfenikol didapatkan


zona bening yang paling besar yaitu 30 mm. Sedangkan pada ekstrak, zona bening yang paling
besar didapat pada konsentrasi 50%. Itu menunjukkan semakin besar konsentrasi maka zona
bening yang terbentuk semakin besar pula. Zona bening tersebut menunjukkan bahwa bakteri
yang digunakan resisten atau tidak terhadap antibiotik. Beberapa jenis bakteri ada yang sudah
resisten terhadap antibiotik, hal itu terjadi bisa karena pemberian antibiotik yang terus menerus
dan dosis yang digunakan terlalu banyak atau berlebihan.

Pada kloramfenikol bakteri tersebut peka, itu dapat dilihat dari diameter zona bening
yang terbentuk yaitu termasuk dalam 30 mm. Karena pada umumnya antibiotik kloramfenikol
merupakan antibiotik yang umum digunakan karena dapat digunakan untuk membunuh bakteri
gram positif atau bakteri gram negatif. Kloramfenikol itu sendiri merupakan antibiotik yang
mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Kloramfenikol
bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil
transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada
proses sintesis protein kuman. Aktivitas antibakterinya dengan menghambat sintesa protein
dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S, yang merupakan langkah penting dalam
pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram-positif,
termasuk Streptococcus pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis, Pseudomonas
mallei, Ps. cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis, Brucella dan Shigella.
Pada bakteri yang digunakan pada praktikum yaitu Salmonella typhi, yang termasuk ke dalam
bakteri gram negatif. Karena sifat dari antibiotik ini yaitu luas, sehingga dari hasil yang
terbentuk, bakteri masih peka terhadap antibiotik kloramfenikol. Bakteri Salmonella typhi
merupakan bakteri penyebab penyakit tifus. Menurut indikasi, kloramfenikol merupakan obat
pilihan untuk penyakit tifus.

Pada sampel selanjutnya yaitu bawang merah. Bawang merah itu sendiri merupakan salah
satu umbi yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan klasifikasi bawang merah
sebagai berikut :

Kingdom Plantae
Subkingdom Tracheobionta
Super Divisi Spermatophyta
Divisi Magnoliophyta
Kelas Liliopsida

Sub Kelas Liliidae

Ordo Liliales
Famili Liliaceae
Genus Allium

Spesies Allium cepa var. aggregatum L.

Pada sampel ekstrak bawang, bakteri tersebut hanya bersifat resisten dari konsentrasi
tinggi sampai yang rendah. Karena zona bening yang terbentuk yaitu kurang dari 30 mm.
Kecuali pada konsentrasi 30% yang bersifat agak resisten, dengan diameter mencapai 20 mm,
hanya saja zona bening yang terbentuk agak sedikit buram dan tidak terlihat bening. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam bawang merah terkandung suatu zat yang dapat membunuh bakteri.
Beberapa kandungan zat yang terdapat dalam bakteri yaitu :

a. Saponin

b. Flavonglikosida

c. Minyak atsiri

d. Sikloaliin

e. Floroglusin
f. Dihidroaliin

g. Peptida

h. Vitamin dan mineral

Kandungan bawang merah yang dapat membunuh mikroba yaitu Flavonglikosida. Selain
itu pula dapat membunuh mikroba diphtheria, amuba disentri dan sebagian besar
mikroba staphylococci, demikian juga mikroba streptococci yang dapat menyebabkan penyakit
radang pada toraks dan kerongkongan. Pada hasil prkatikum didapat zona bening pada
konsentrasi tertinggi, terbentuk diameter 12 mm. Berarti menunjukkan bahwa bakteri tersebut
resisten terhadap bawang merah. Itu terjadi jika konsentrasi ekstrak yang dimasukkan hanya
50%. Sebenarnya bawang merah itu dapat membunuh mikroba karena mengandung
flavonglikosida. Hanya saja pada praktikum digunakan konsentrasi tertinggi 50%. Jika
konsentrasi ekstrak diperbesar bisa saja bakteri menjadi lebih peka terhadap bawang merah. Pada
konsentrasi yang tinggi, zona bening yang terbentuk lebih besar, karena kandungan ekstrak
bawang merah yang lebih banyak dibaning dengan konsentrasi yang kecil. Sehingga pada
konsentrasi terkecil, bakteri bersifat resisten, karena kandungan ekstrak yang sedikit dan lebih
banyak aquades. Sama halnya dengan kontrol, tidak terbentuk zona bening disekitar kertas filial.
Karena pada konsentrasi tertinggi, ekstrak masih dapat membentuk zona bening, sedangkan pada
konsentrasi rendah zona bening tidak terbentuk.

Pada uji MIC ini, dilakukan dalam tabung reaksi. Dengan membuat ekstrak bawang
merah yang sudah dibuat. Hasil dari pengenceran ekstrak pada uji resistensi antibiotik digunakan
2,5 ml untuk uji MIC. Setiap tabung yang sudah berisi masing-masing pengenceran dan kontrol,
ditambahkan agar Nutrient Broth (NB) sebanyak 2,5 ml. Sehingga didapat konsentrasi ekstrak
dari setiap tabung menjadi 25%, 20%, 15%, 10%, 5% dan 2,5%. Setelah itu, ditambahkan 1 ose
bakteri Salmonella typhi ke dalam masing-masing tabung. Dimasukkan ke dalam inkubator dan
diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam didapat hasil sebagai berikut :

Dari hasil yang didapat pada konsentrasi yang tinggi didapat hasil bahwa pada konsentrasi 25%,
20%, 15% dan 2,5% menjadi keruh berarti bakteri hidup. Sedangkan pada konsentrasi 10%, 5%
cairan menjadi bening berarti bakteri mati. Berdasarkan teori, pada konsentrasi yang tinggi
bakteri tersebut akan mati sedangkan pada konsentrasi yang rendah bakteri tersebut akan hidup.
Sedangkan pada kontrol seharusnya, bakteri menjadi keruh karena tidak terdapat ekstrak yang
menjadi pengganti antibiotik. Dari hasil yang didapat, berbeda dengan penjelasan secara teori.
Karena memang seharusnya dengan konsentrasi yang tinggi bakteri tersebut akan mati. Tetapi
hasil yang didapat menjadi keruh. Hal ini terjadi bisa saja terjadi karena adanya kesalahan pada
proses praktikum. Seperti kesalahan pada saat memasukkan ekstrak bawang merah, terjadinya
kontaminasi atau kurang teliti pada saat proses praktikum. Tetapi dari hasil, pada konsentrasi
didapat bakteri tersebut keruh. Berarti jika konsentrasi rendah, ekstrak sebagai pengganti
antibiotik tidak mampu untuk membunuh bakteri sehingga bakteri menjadi hidup.

BAB V

KESIMPULAN

1. Ekstrak yang paling baik untuk menjadi antibiotic adalah ekstrak daun Sirih

2. Kandungan yang terdapat pada ekstrak daun Sirih adalah 4,2% minyak atsiri yang
sebagian besar terdiri dari betephenol yang merupakan isomer Euganol
allypyrocatechine, Cineol methil euganol, Caryophyllen (siskuiterpen), kavikol,
kavibekol, estragol dan terpinen (Kharis, 2011)

3. Hasil pengujian kepekaan bakteri terhadap zat antibiotic adalah bahwa bakteri peka
terhadap chloramfenicol

4. Hubungan antara Nilai MIC dengan kualitas Ekstrak sebagai antibiotic adalah bahwa
semakin kecil Nilai MIC maka ekstrak berpotensi sebagai antimikroba dan mampu
membunuh atau menekan pertumbuhan bakteri

5. Nilai mic terendah yang dimiliki oleh ekstrak daun sirih adalah 7,5%
6. Pada ekstrak yang memliki nilai MIC terendah yaitu daun sirih didapatkan pada
Konsentrasi 50% bakteri Agak resisten terhadap Ekstrak, sedangkan pada konsentrasi
40%,30%,20%10% dan 5% Bakteri Resisten terhadap Ekstrak.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2011. Cabai Rawit. http://id.wikipedia.org/wiki/Cabai_rawit. (diakses tanggal


14/11/2011, pukul 14.43)

Anonim2. 2011. Klasifikasi Cabai Rawit. http://www.plantamor.com. (diakses tanggal


14/11/2011, pukul 14.55)

Anonim3, 2010. Salmonella. http://id.wikipedia.org/wiki/Salmonella. Diakses pada tanggal 14


November 2011 14:51 WIB.

Cahyano,B. 2005. Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta : Kanisius.

Djide, M. N. 2003. Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Farmasi UNHAS, Makassar.


Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.

Ganiswarna, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi-Fakultas


Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.

Jawelz, M. A. 1995. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 20. EGC, Jakarta.

Kharis.2011. Ekstraksi Daun Sirih. http://mujamu.blogspot.com/2011/07/ekstraksi-daun-


sirih.html/ (diakses tanggal 14 November 2011).

Maloy,S. 1999. Salmonella Information. [terhubung Berkala].


http://www.Salmonella.org/info.html (diakses tanggal 14 November 2011 Pukul 14:29
WIB)

Mclaughlin.2008. Paw-paw and Cancer Annonaceous Acetogenin from Discovery to Comercial


Products.Department of Medicinal Chemistry and Molecular Pharmacology, School of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Purdue University, 71(7):13111321.
Muhammad,2010. Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration).
http://muhammadcank.wordpress.com/2010/03/19/uji-micminimum-inhibitory-
concentration/ .diakses pada tanggal 16 November 2011 pukul 20:20 WIB

Safitri, Ratu. 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Dasar. Jatinangor: Biologi FMIPA Unpad

Suryadhie. 2007. Obat Herbal Cabe Rawit. http://suryadhie.blogspot.com/2007/09/obat-herbal-


cabe-rawit.html (diakses tanggal; 14/11/2011, pukul 21.24)

Utami,I.W. 2008. Efek Fraksi Air Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap
Penurunan Kadar Asam Urat Pada Mencit Putih (Mus muscullus) Jantan Galur BALB-
C yang diinduksi dengan Kalium Oksonat.
http://isjd.lipi.go.id/admin/jurnal/K100040082.pdf (diakses pada tanggal 13 November
2011.pukul 13.00 WIB)

POTENSI EKSTRAK KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri


T et B)
DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO
Aulia Ajizah, Thihana, Mirhanuddin
Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
Jalan Brigjen H. Hasan Basry Banjarmasin, Indonesia

ABSTRACT
Beside for house and heavy construction, ironwood (Eusideroxylon zwageri) has
been locally used as traditional medicine against toothache. The objective of
the present study was to confirm the antibacterial property of the ironwood
extract against Staphylococcus aureus. Four concentrations of ironwood
extract: 1%, 1.5%, 2%, and 2.5%, were applied to bacterial suspensions on
nutrient broth, and bacterial colonies were observed on MSA. Nutrient broth and
Ampicillin 1% were used as negative and positive controls. The results showed
that bacterial growth was retarded by 1% and 1.5% extracts, and that no
bacterial growth was observed in media containing 2% and 2.5% ironwood
extract as well as in positive control. The study confirmed antibacterial property
of ironwood extract and concluded that the Minimal Inhibitor Concentration
(MIC) of the extract was 2%.

PENDAHULUAN

Kalimantan merupakan salah satu pulau di Indonesia yang paling kaya kayu
ulin (Eusideroxylon zwageri T et B). Kayu ulin terutama dimanfaatkan sebagai
bahan bangunan, seperti konstruksi rumah/gedung, jembatan, tiang listrik, dan
perkapalan. Di samping itu, masyarakat di kalimantan memanfaatkan pula
kayu ulin sebagai komponen konstruksi rumah seperti kusen jendela dan pintu,
daun pintu, serta hiasan rumah.

Tingginya tingkat pemanfaatan kayu ulin selain mengancam kelestarian kayu


ulin dapat pula menimbulkan pencemaran lingkungan. Industri penggergajian
kayu ulin menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji. Sejauh ini limbah tersebut
dibuang begitu saja ke lingkungan, dan mencemari lingkungan khususnya
perairan sungai, karena industri penggergajian kayu ulin umumnya memang
berada di tepi sungai. Walaupun sudah ada anggota masyarakat yang
memanfaatkan limbah itu, belum ada kegiatan yang secara signifikan dapat
mencegah penimbunan limbah kayu ulin. Oleh sebab itu harus dicarI berbagai
alternatif pemanfaatan limbah tersebut untuk mengimbangi laju pertambahan
atau penumpukannya.

Di antara kemungkinan pemanfaatan limbah kayu ulin adalah sebagai obat


tradisional. Sebagian masyarakat di kalimantan telah biasa mengunakan air
rebusan kayu ulin untuk mengobati sakit gigi.

Adanya tradisi menggunakan air rendaman kayu ulin untuk mengobati sakit gigi
menimbulkan dugaan bahwa kayu ulin mengandung zat atau senyawa yang
dapat membunuh kuman penyebab sakit gigi (antibiotik). Akan tetapi, ada
pula kemungkinan bahwa khasiat kayu ulin untuk mengatasi sakit gigi itu hanya
karena kayu ulin mengandung zat atau senyawa yang dapat mengurangi rasa
sakit (analgesik).

Uji fitokimia pendahuluan mengindikasikan bahwa kayu ulin mengandung


berbagai senyawa kimia, antara lain golongan alkaloid, flavonoid, triterpenoid,
tanin, dan saponin. Flavonoid, triterpenoid dan saponin adalah senyawa kimia
yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan antivirus (Robinson, 1995).
Sementara itu senyawa alkaloid juga penting bagi industri farmasi karena
Kebanyakan mempunyai efek fisiologis tertentu (Anwar et al., 1994). Dilihat dari
kandungannya itu, diduga kayu ulin memang mempunyai potensi untuk
membunuh kuman atau mikroba. Meskipun demikian perlu dilakukan pengujian
secara ilmiah untuk memperoleh data empiris yang dapat dipergunakan untuk
menarik generalisasi yang sahih mengenai potensi kayu ulin tersebut.

Karena masyarakat biasa mempergunakan untuk mengobati sakit gigi,


pengujian daya antibakteri kayu ulin sebaiknya juga dilakukan terhadap bakteri
yang biasanya terdapat di mulut dan bisa menyebabkan sakit gigi. Kuman
yang biasanya terdapat di dalam mulut di antaranya adalah Streptococcus
mutans, Streptococcus viridans, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus
pneumoniae, dan Staphylococcus aureus (Volk & Wheeler, 1990).

Di antara kuman-kuman tadi, Staphylococcus aureus sering dipakai dalam


pengujian daya antibakteri. Selain terdapat di dalam mulut, Staphylococcus
aureus juga dapat menginfeksi jaringan atau alat tubuh lain dan menyebabkan
timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas seperti peradangan,
nekrosis, dan pembentukan abses. Jenis kuman ini juga dapat membuat
enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Kuman ini juga
dapat menyebabkan terjadinya septikemia, endokarditis, meningitis, abses
serebri, sepsis purpuralis, dan pneumonia. Oleh karena itu, penemuan bahan
yang dapat membantu mengatasi kuman ini akan memberikan sumbangan
yang penting bagi upaya pemeliharaan kesehatan masyarakat.

Dengan demikian, daya antibakteri ekstrak kayu ulin dapat diuji terhadap
Staphylococcus aureus. Penelitian ini selain mencari alternatif pemanfaatan
limbah kayu ulin agar tidak mencemari lingkungan, juga alternatif antibiotik,
khususnya terhadap Staphylococcus aureus dan penyakit yang
disebabkannya.

BAHAN DAN METODE

Limbah kayu ulin berupa sisa serutan diambil dari salah satu usaha
penggergajian kayu ulin di Banjarmasin. Serutan itu kemudian dikeringkan dan
dijadikan serbuk, kemudian ekstrak kayu ulin dibuat berdasarkan prosedur
sebagaimana diuraikan oleh Harborne (1987). Larutan uji disiapkan dengan
konsentrasi ekstrak 1%, 1,5%, 2%,dan 2,5%. Sebagai kontrol digunakan larutan
Ampicillin 1% (kontrol positif) dan Nutrient Broth (kontrol negatif). Suspensi bakteri
Staphylococcus aureus untuk pengujian disiapkan dalam larutan Nutrient Broth
(NB) dan kekeruhannya disetarakan dengan kekeruhan larutan standar Mc
Farland 0,5 (Frankel et al.1970).

Uji Antibakteri

Untuk pengujian daya antibakteri digunakan metode dilusi. Kepada tiap


tabung yang sudah berisi 2 cc larutan uji dan kontrol ditambahkan 1 cc suspensi
biakan murni Staphylococcus aureus. 1 cc campuran suspensi kuman dan
larutan uji atau kontrol dinokulasikan ke cawan petri yang kemudian dituangi 20
cc MSA (Manitol Salt Agar) cair. Setelah MSA memadat, cawan disimpan pada
suhu 37 C selama 24 jam dengan posisi terbalik. Semua perlakuan diulang
sebanyak 5 kali. Daya hambat larutan uji dievaluasi dengan cara
membandingkan pertumbuhan koloni bakteri dengan kontrol positif dan kontrol
negatif. Data kuantitatif didapat dari penghitungan jumlah koloni bakteri pada
cawan petri.

Analisis Data

Data kuantitatif jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing cawan
petri dianalisis dengan uji nonparametrik Kruskal Wallis. Perbedaan di antara
kelompok perlakuan dideteksi dengan uji Dunnet T3.

HASIL

Pembandingan dengan kontrol positif dan kontrol negatif menunjukkan bahwa


dengan larutan uji konsentrasi 1% dan 1,5% 40bterjadi pertumbuhan bakteri
yang lebih rendah dari kontrol negatif, walaupun masih lebih tinggi dari kontrol
positif.

Pada konsentrasi larutan uji 2% dan 2,5% terjadi penghambatan dengan tingkat
yang setara dengan kontrol positif (Ampicillin 1%) Uji Kruskal Wallis menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak kayu ulin memberikan pengaruh yang sangat
signifikan (p < 0,000) terhadap pertumbuhan koloni bakteri.

Berdasarkan uji Dunnet T3 terlihat bahwa semakin besar konsetrasi ekstrak kayu
ulin semakin kecil jumlah koloni yang berbentuk (Tabel 1). Konsentrasi ekstrak
kayu ulin 1% sudah memperlihatkan jumlah koloni yang lebih rendah dari jumlah
koloni pada kontrol negatif, walaupun masih lebih tinggi dari kontrol positif.
Pada konsentrasi 2% dan 2,5% tidak terlihat adanya koloni sebagaimana pada
kontrol positif.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kayu ulin mampu menghambat


pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini diduga karena adanya
kandungan senyawa kimia seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tanin, dan
saponin di dalam ekstrak kayu ulin. Senyawa-senyawa itulah yang berperan
sebagai bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.

Menurut Jawetz et al. (2001) pertumbuhan bakteri yang terhambat atau


kematian bakteri akibat suatu zat antibakteri dapat disebabkan oleh
penghambatan terhadap sintesis dinding sel, penghambatan terhadap fungsi
membran sel, penghambatan terhadap sintesis protein, atau penghambatan
terhadap sintesis asam nukleat.

Di antara berbagai kerusakan yang dapat terjadi pada sel bakteri tersebut,
yang mungkin terjadi pada bakteri Staphylococcus aureus akibat pemberian
ekstrak kayu ulin adalah penghambatan terhadap sintesis dinding sel. Ini
didasarkan pada adany kandungan flavonoid yang merupakan senyawa fenol
(Harborne, 1987). Senyawa fenol dapat bersifat koagulator protein
(Dwidjoseputro, 1994). Protein yang menggumpal tidak dapat berfungsi lagi,
sehingga akan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri. Selain itu, daya
antibakteri ekstrak kayu ulin diduga juga berkaitan dengan adanya senyawa
alkaloid yang, seperti halnya senyawa flavonoid, juga dapat mempengaruhi
dinding sel.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif. Dinding sel bakteri
gram positif terdiri atas peptidoglikan yang sangat tebal yang memberikan
kekakuan untuk mempertahankan keutuhan sel. Proses perakitan dinding sel
bakteri diawali dengan pembentukan rantai peptida yang akan membentuk
jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai glikan dari
peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel terakit
sempurna. Jika ada kerusakan pada dinding sel atau ada hambatan dalam
pembentukannya dapat terjadi lisis pada sel bakteri sehingga bakteri segera
kehilangan kemampuan membentuk koloni dan diikuti dengan kematian sel
bakteri. Pada Staphylococcus aureus pemberian obat/antimikroba dapat
menghambat perakitan dinding sel dan mengakibatkan penggabungan rantai
glikan tidak terhubung silang ke dalam peptidoglikan dinding sel menuju suatu
struktur yang lemah dan menyebabkan kematian bakteri (Morin dan Gorman,
1995).

Setiap senyawa yang menghalangi tahap apapun dalam sintesis peptidoglikan


akan menyebabkan dinding sel bakteri diperlemah dan sel menjadi lisis (Jawetz
et al., 2001). Lisisnya sel bakteri tersebut dikarenakan tidak berfungsinya lagi
dinding sel yang mempertahankan bentuk dan melindungi bakteri yang
memiliki tekanan osmotik dalam yang tinggi. Staphylococcus aureus
merupakan bakteri gram positif yang memiliki tekanan osmotik dalam 3 5 kali
lebih besar dari bakteri gram negatif, sehingga lebih mudah mengalami lisis
(Jawetz dalam Katzung, 1989). Tanpa dinding sel, bakteri tidak dapat bertahan
terhadap pengaruh luar dan segera mati (Wattimena et al., 1991). Oleh karena
itu, diduga adanya gangguan atau penghambatan pada perakitan dinding sel
utuh yang tepat serta lisisnya dinding sel dapat menerangkan efek
menghambat/bakteriostatik dari ekstrak kayu ulin.
Penggunaan konsentrasi ekstrak kayu ulin yang berbeda memberikan tingkat
pengaruh yang berbeda pula terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus. Pada kontrol negatif (Nutrient Broth) jumlah koloni berbeda nyata
dengan semua konsentrasi perlakuan. Pada konsentrasi ekstrak 1% dan 1,5%
terdapat koloni bakteri yang tumbuh, tetapi jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan dengan yang tumbuh di kontrol negatif, dan jumlah koloni yang
tumbuh di antara kedua konsentasi perlakuan memiliki rentang yang sangat
jauh, apalagi dengan konsentrasi 2% dan 2,5% dan kontrol positif yang sama
sekali tidak memperlihatkan pertumbuhan koloni bakteri. Pertumbuhan bakteri
benar-benar dihambat pada konsentrasi ekstrak 2% dan 2,5%. Semua ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsentasi ekstrak kayu ulin maka
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus semakin dihambat karena
semakin banyak bahan aktif dalam larutan uji.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perlakuan yang berpotensi untuk


menghambat total pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah mulai
konsentrasi 2%. Artinya, konsentrasi terendah untuk menghambat total
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah 2%.

Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini memberikan data empiris yang
mengonfirmasi adanya daya antibakteri pada ekstrak kayu ulin, khususnya
terhadap Staphylococcus aureus.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala dan staf Balai Laboratorium
Kesehatan Banjarmasin yang telah memberikan kesempatan menggunakan
fasilitas yang ada untuk pelaksanaan penelitian ini.
Diposkan oleh random thing that Oka Ananda Akbar thinks _ di 03.45

Anda mungkin juga menyukai