Anda di halaman 1dari 7

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari

buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Sedangkan politik,
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah
proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam negara.

Jadi, Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan
administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat
setiap harinya.

Politik menurut MERIAM BUDIARDJO

Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam study system politik (atau Negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu yaitu tujuan yang menyangkut dari seluruh masyarakat (public
goals) dan bukan tujuan pribadi (private goals).
Budaya Menurut Koentjaraningrat
Budaya merupakan sebuah sistem gagasan & rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia didalam
kehidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar.

Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.

Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga
kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
Sidney Verba

Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu
situasi dimana tindakan politik dilakukan.
Gabriel A. Almond

Budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang juga memiliki peranan penting berjalannya
sebuah sistem politik.
Miriam Budiardjo

Budaya politik adalah keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi terhadap
politik dan pandangan hidup pada umumnya.

Orientasi Budaya Politik

Dalam pendekatan perilaku politik, terdapat interaksi antara manusia satu dengan lainnya yang akan selalu terkait dengan
pengetahuan, sikap, dan nilai seseorang yang kemudian memunculkan orientasi sehingga timbul budaya politik. Orientasi
politik itulah yang kemudian membentuk tatanan dimana interaksi-interaksi yang muncul tersebut akhirnya
mempengaruhi budaya politik seseorang. Orientasi politik tersebut dapat dipengaruhi oleh orientasi individu dalam
memandang objek-objek politik. Almond dan Verba (1990:16) mengajukan klasifikasi tipe-tipe orientasi politik, yaitu:

1. Orientasi kognitif, yaitu kemampuan yang menyangkut tingkat pengetahuan dan pemahaman serta kepercayaan
dan keyakinan individu terhadap jalannya sistem politik dan atributnya, seperti tokoh-tokoh pemerintahan,
kebijaksanaan yang mereka ambil, atau mengenai simbol-simbol yang dimiliki oleh sistem politiknya, seperti ibu
kota negara, lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai, dan lagu kebangsaan
negara.
2. Orientasi afektif, yaitu menyangkut perasaan seorang warga negara terhadap sistem politik dan peranannya yang
dapat membuatnya menerima atau menolak sistem politik itu.
3. Orientas evaluatif, yaitu menyangkut keputusan dan praduga tentang objek-objek politik yang secara tipikal
melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.

Tipe-tipe Budaya Politik - Budaya politik dalam kehidupan politik dan negara memerlukan sikap yang menunjukkan
dukungan serta kesetiaan warganya kepada sistem politik dan kepada negara yang ada. Sikap ini harus dilandasi oleh
nilai-nilai yang telah berkembang dalam diri warga masyarakat itu, baik secara individual maupun kelompok.
Berdasarkan sikap, nilai, informasi, dan kecakapan politik yang dimiliki, Almond dan Verba menyatakan bahwa orientasi
masyarakat terhadap budaya politik dapat digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu budaya politik parokial, kaula, dan
partisipan (1963: 22).

1. Budaya politik parokial


Budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah. Tipe budaya
politik ini umumnya terdapat pada masyarakat suku Afrika atau masyarakat pedalaman di Indonesia. dalam
masyarakat ini tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung, kyai, atau dukun,yang
biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran yang bersifat politis, ekonomis atau religius.

Singkatnya, budaya politik parokial biasanya terdapat pada sistem politik tradisional dan sederhana dengan ciri
khas spesialisasi masih sangat kecil. Dengan demikian, pelaku-pelaku politik belum memiliki pengkhususan
tugas. Masyarakat dengan budaya parokial tidak mengharapkan apa pun dari sistem politik termasuk melakukan
perubahan-perubahan.

Di Indonesia, unsur-unsur budaya lokal masih sangat melekat pada masyarakat tradisional atau masyarakat
pedalaman. Pranata, tata nilai, dan unsur-unsur adat lebih banyak dipegang teguh daripada persoalan pembagian
peran politik. Pemimpin adat atau kepala suku yang nota bene adalah pemimpin politik, dapat berfungsi pula
sebagai pemimpin agama atau pemimpin sosial masyarakat bagi kepentingankepentingan ekonomi.

Ciri-ciri budaya politik parokial adalah sebagai berikut.


o Budaya politik ini berlangsung dalam masyarakat yang masih tradisional dan sederhana.
o Belum terlihat peran-peran politik yang khusus; peran politik dilakukan serempak bersamaan dengan
peran ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.
o Kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan dalam masyarakatnya
cenderung rendah.
o Warga cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas, kecuali yang ada di
sekitarnya.
o Warga tidak banyak berharap atau tidak memiliki harapan-harapan tertentu dari sistem politik tempat ia
berada.

2. Budaya Politik Kaula (subjek)


Budaya politik kaula (subjek),yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik
sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek
jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output
atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. Namun frekuensi
orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu
diperhatikan. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah dan secara efektif mereka di arahkan pada otoritas
tersebut. Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa
tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan yang memadai tentang sistem
politik secara umum serta proses penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah.

Menurut Mochtar Masoed dan Colin Mac Andrews (2000), budaya politik kaula/subjek menunjuk pada orang-
orang yang secara pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri
dalam politik ataupun memberikan suara dalam pemilihan.

Budaya politik kaula/subjek memiliki frekuensi yang tinggi terhadap sistem politiknya. Namun, perhatian dan
intensitas orientasi mereka terhadap aspek masukan dan partisipasinya dalam aspek keluaran sangat rendah. Hal
ini menunjukkan bahwa telah adanya otoritas dari pemerintah. Posisi kaula/subjek tidak ikut menentukan apa-apa
terhadap perubahan politik. Masyarakat beranggapan bahwa dirinya adalah subjek yang tidak berdaya untuk
memengaruhi atau mengubah sistem.

Dengan demikian, secara umum mereka menerima segala keputusan dan kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat
yang berwenang dalam masyarakat. Bahkan, rakyat memiliki keyakinan bahwa apa pun keputusan/ kebijakan
pejabat adalah mutlak, tidak dapat diubah-ubah atau dikoreksi, apalagi ditentang. Prinsip yang dipegang adalah
mematuhi perintah, menerima, loyal, dan setia terhadap anjuran, perintah, serta kebijakan penguasa.

Ciri-ciri budaya politik kuala (subjek) adalah sebagai berikut.


o Warga menyadari sepenuhnya akan otoritasi pemerintah.
o Tidak banyak warga yang memberi masukan dan tuntutan kepada pemerintah, tetapi mereka cukup puas
untuk menerima apa yang berasal dari pemerintah.
o Warga bersikap menerima saja putusan yang dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak boleh dikoreksi,
apalagi ditentang.
o Sikap warga sebagai aktor politik adalah pasif; artinya warga tidak mampu berbuat banyak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan politik.
o Warga menaruh kesadaran, minat, dan perhatian terhadap sistem politik pada umumnya dan terutama
terhadap objek politik output, sedangkan kesadarannya terhadap input dan kesadarannya sebagai aktor
politik masih rendah.

3. Budaya Politik Partisipan


Budaya politik partisipan,yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi.
Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk
budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi
penentu budaya politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum,
tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses
politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi
di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau
menolak.

Menurut pendapat Almond dan Verba (1966), budaya politik partisipan adalah suatu bentuk budaya yang
berprinsip bahwa anggota masyarakat diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem sebagai keseluruhan dan
terhadap struktur dan proses politik serta administratif.

Ciri-ciri dari budaya politik partisipan adalah sebagai berikut.


o Warga menyadari akan hak dan tanggung jawabnya dan mampu mempergunakan hak itu serta
menanggung kewajibannya.
o Warga tidak menerima begitu saja keadaan, tunduk pada keadaan, berdisiplin tetapi dapat menilai dengan
penuh kesadaran semua objek politik, baik keseluruhan, input, output maupun posisi dirinya sendiri.
o Anggota masyarakat sangat partisipatif terhadap semua objek politik, baik menerima maupun menolak
suatu objek politik.
o Masyarakat menyadari bahwa ia adalah warga negara yang aktif dan berperan sebagai aktivis.
o Kehidupan politik dianggap sebagai sarana transaksi, seperti halnya penjual dan pembeli. Warga dapat
menerima berdasarkan kesadaran, tetapi juga mampu menolak berdasarkan penilaiannya sendiri.

A. Penjelasan Tentang Sosialisasi

Secara umum sosialisasi adalah suatu proses belajar yang dilakukan oleh seorang individu untuk bertingkah laku
berdasarkan batasan-batasan yang telah ada dan diakui di dalam masyarakat. Atau definisi sosialisasi yaitu suatu proses
dalam hidup seorang individu untuk mempelajari berbagai macam kebiasaan seperti cara hidup, nilai-nilai dan norma-
norma sosial yang terdapat dalam masyarakat dengan maksud supaya dapat diterima oleh masyarakat. Dengan proses ini
seorang individu akan mengadopsi kebiasaan, sikap maupun ide orang lain sehingga dapat dipercaya dan diakui.

Sedangkan sosialisasi dalam arti sempit yaitu proses pembelajaran yang dilakukan seseorang untuk mengenal lingkungan
sekitarnya baik itu lingkungan fisik maupun sosial. Pengenalan lingkungan dilakukan seorang individu untuk
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, yang nantinya akan membekali dirinya di dalam pergaulan yang luas. Dan
sosialisasi dalam arti luas yaitu suatu proses interaksi dan juga pembelajaran seorang individu yang dimulai saat dia lahir
sampai meninggal dalam suatu kebudayaan masyarakat. Jadi seorang bayi yang baru lahir-pun akan melakukan proses
sosialisasi. Seperti dimulai dengan mengenal lingkungannya terdekatnya, lingkungan yang paling dekat dengan dirinya
yaitu keluarga. Dan seiring berjalannya waktu proses sosialisasinya-pun akan semakin meluas seperti mengenal
lingkungan masyarakat dan sebagainya.

Ciri-ciri seorang individu yang mampu dan berhasil dalam bersosialisasi dapat dilihat saat orang tersebut mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sehingga seorang individu tersebut mulai menyesuaikan diri dengan unsur-
unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat, dimulai dari lingkungan terdekatnya seperti keluarga dan menuju
lingkungan luas yaitu lingkungan masyarakat. Dengan berhasilnya menerima dan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya maka seorang individu akan merasa bahwa dirinya bagian dari keluarga dan juga masyarakat.

B. Apa Tujuan Sosialisasi?

Adapun beberapa tujuan sosialisasi dalam masyarakat, diantaranya:

Untuk mengetahui nilai-nilai maupun norma-norma yang ada dalam masyarakat, sehingga nantinya dapat
digunakan sebagai pengetahuan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup bahwa di dalam masyarakat dirinya
sebagai anggota dari masyarakat.
Untuk membantu mengendalikan berbagai fungsi organik, yang dipelajari dari latihan mawas diri yang baik dan
tepat.
Untuk mengetahui lingkungan sosial dan budaya baik itu tempat seorang individu tinggal maupun lingkungan
sosial yang baru supaya dirinya terbiasa dengan nilai maupun norma yang berlaku di dalam masyarakat.
Untuk melatih kemampuan berkomunikasi secara baik dan mengembangkan kemampuan lainnya seperti
kemampuan bercerita, membaca, menulis dll.
Untuk melatih keterampilan dan juga pengetahuan yang diperlukan supaya dapat melangsungkan hidup di dalam
masyarakat.
Dan untuk menanamkan kepada seorang individu tentang nilai-nilai dan kepercayaan yang terdapat dalam
masyarakat.

C. Apa saja Fungsi Sosialisasi?

Proses sosialisasi dalam masyarakat memiliki 2 fungsi utama, diantaranya:

a. Dari segi kepentingan individu

Sosialisasi bertujuan supaya seorang individu dapat mengenal, mengakui dan menyesuaikan dirinya dengan nilai, norma
dan struktur sosial yang terdapat dalam masyarakat.

b. Dari segi kepentingan masyarakat

Sosialisasi bertujuan sebagai alat untuk pelestarian, penyebarluasan dan mewariskan nilai, norma serta kepercayaan yang
terdapat di dalam masyarakat. Sehingga nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan tersebut dapat terpelihara oleh semua
anggota masyarakat.

Adapun tujuan bersosialisasi secara umum, diantaranya:

Untuk membentuk pola perilaku dan kepribadian seorang individu berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma
dalam masyarakat.
Untuk menjaga kerukunan dan keteraturan hidup dalam bermasyarakat yang berdasarkan keragaman pola
tingkah-laku, nilai dan norma yang diajarkan.
Dan untuk menjaga integrasi kelompok di dalam masyarakat.

D. Jenis-Jenis Sosialisasi

a. Sosialisasi primer

Dapat dikatakan sosialisasi primer merupakan sosialisasi pertama yang dijalani oleh seseorang saat masih anak-anak, dan
sosialisasi ini menjadi pintu bagi seseorang untuk memasuki keanggotaan di dalam masyarakat. Tempat sosialisasi primer
yaitu keluarga, karena seseorang lahir dan pertama menjalani hidup di dalam lingkungan keluarganya. Sosialisasi jenis ini
akan mempengaruhi seorang individu untuk dapat membedakan mana dirinya sendiri dengan orang-orang yang berada di
sekitarnya.

Dalam tahapan ini peranan orang-orang terdekatnya seperti ayah, ibu dan saudaranya sangat diperlukan, karena anak-
anak masih melakukan pola interaksi yang secara terbatas di dalam dirinya. Sosialisasi primer dapat menjadi tempat
untuk menanamkan nilai budaya yang dianut oleh keluarga misalnya seperti agama, aturan keluarga dan sebagainya.

b. Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder merupakan sosialisasi yang selanjutnya dilakukan oleh seorang individu. Sosialisasi sekunder
memperkenalkan kepada seorang individu tentang lingkungan masyarakat. Sosialisasi ini mengajarkan nilai-nilai yang
baru di luar lingkungan keluarga misalnya seperti lingkungan bermain, sekolah dan sebagainya. Dalam proses sosialisasi
sekunder seseorang akan dididik untuk menerima nilai-nilai dan norma-norma yang baru. Sering sekali proses sosialisasi
sekunder menjadi yang mendominasi terhadap pembentukan sikap seorang individu, karena dalam sosialisasi ini
seseorang akan banyak beradaptasi dengan berbagai lingkungan masyarakat.

E. Media-Media Sosialisasi

Ada beberapa media yang menjadi perantara utama dalam proses sosialisasi manusia, diantaranya:

a. Keluarga

Media sosialisasi keluarga yaitu media sosialisasi yang pertama diterima oleh seseorang saat anak-anak, karena pada
keluarga terdapat orang-orang terdekatnya seperti ayah, ibu, saudara dll. Melalui lingkungan keluarga, seseorang juga
akan mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan.

b. Teman

Teman bermain menjadi media sosialisasi berikutnya, karena teman bermain menjadi media sosialisasi setelah keluarga.
Seseorang saat anak-anak akan belajar berinteraksi dengan orang-orang yang sebaya dengannya. Saat proses sosialisasi
dengan temannya, seseorang anak akan mempelajari norma-norma dan nilai-nilai yang baru.

c. Sekolah

Seorang anak akan mengalami proses sosialisasi di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan dapat memberikan
pengaruh yang sangat besar kepada seorang anak karena disana tempat untuk menimba ilmu, melatih keterampilan,
melatih kemandirian dll. Disana juga seorang anak akan berinteraksi dengan banyak teman yang sebaya dengannya.

d. Media Massa

Media massa dapat menjadi media dalam proses sosialisasi yaitu melalui media cetak dan media elektronik. Media massa
dapat mempengaruhi dan mengajarkan kepada seorang individu tentang berbagai macam hal yang belum dia ketahui,
baik itu hal yang positif ataupun hal yang negatif. Disinilah peranan orang tua harus bisa mengawasi anaknya jangan
sampai dia terpengaruh oleh hl-hal negatif yang di berikan oleh media massa karena tidak semua media massa
memberikan hal yang positif.

F. Proses Terjadinya Sosialisasi

Sosialisasi dapat terjadi secara langsung dengan beberapa cara seperti bertatap muka, mengobrol dalam aktivitas sehari-
hari atau dapat terjadi secara tidak langsung dengan cara seperti melalui percakapan di telepon, dengan media massa dll.
Proses sosialisasi dapat berjalan dengan lancar jika seorang individu sadar sedang bersosialisasi dengan kebudayaan yang
ada di dalam masyarakat. Tapi sosialisasi juga dapat berjalan secara terpaksa jika ada maksud dan kepentingan tertentu.

Terjadinya sosialisasi di lingkungan masyarakat, jika seorang individu memiliki peranan dalam proses sosialisasi
tersebut. Keadaan lingkungan juga dapat mempengaruhi seorang individu dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai
dengan masyarakat yang terdapat di lingkungannya. Oleh karena itu, maka setiap individu akan melakukan sosialisasi
untuk mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan kebudayaan yang ada di dalam masyarakat.
Sosialisasi juga dapat terjadi dengan interaksi dan komunikasi. Dengan komunikasi seorang individu dapat memperoleh
pengalaman hidup, kebiasaan yang nanti akan membekalinya dalam pergaulan di masyarakat luas. Komunikasi juga
dapat melalui berbagai media massa. Dengan media masa setiap individu akan memperoleh berbagai macam informasi
baik itu informasi yang positif maupun yang negatif, yang nantinya akan berpengaruh pada pola tingkah laku.

G. Manfaat Sosialisasi

Dapat disimpulkan manfaat sosialisasi yaitu supaya seorang individu dapat mengenal, menerima dan menyesuaikan
dirinya dengan nilai-nilai maupun norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Bukan hanya itu saja, sosialisasi juga
memiliki manfaat untuk melestarikan, menyebarluaskan dan mewariskan nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan yang
ada di dalam masyarakat supaya tetap terjaga serta terpelihara oleh semua anggota masyarakat.

H. Beberapa Contoh Sosialisasi

Di dalam keluarga misalnya seperti orang tua yang memberi nasehat atau pengarahan kepada anaknya tentang
perilakunya, orang tua yang menanyakan tentang kegiatan di sekolah kepada anaknya. Lalu di lingkungan masyarakat
misalnya seperti seseorang mengobrol dengan tetangganya, melakukan kegiatan kerja bakti sehingga terjadi proses
sosialisasi. Dan di sekolah guru berinteraksi dengan muridnya menerangkan mata pelajaran dan murid bertanya kepada
gurunya mengenai pelajaran tersebut jika ada yang kurang dipahami.

Anda mungkin juga menyukai