OLEH:
TOMI ASAD GINANJAR
I34110093
DOSEN PEMBIMBING
Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr
2014
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul Analisis
Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani di Kawasan Hutan
benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya
ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun, dan tidak mengandung
bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai
bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat
dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan
ini.
ABSTRAK
TOMI ASAD GINANJAR. Analisis Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga
Petani Di Kawasan Hutan. Dibawah bimbingan Dr. Ir ARYA HADI
DHARMAWAN, Msc. Agr.
Smallholding forests in forest areas still are dependent on agriculture and forest
sector, they are economic caused by natural influences that can not be predicted.
Livelihood strategies undertaken by the smallholding forests in the forests not
only from agriculture but also from the non-agricultural sector. In this study aims
to determine how the smallholding forests may face a forest sector that causes of
nature. Strategy undertaken by the smallholding forests use and manage capital
assets, such as natural capital, social capital, physical capital, human capital,
and financial capital, to support the livelihood strategies to return the normal
conditions. Therefore, it is necessary to study how the smallholding forests in
forest areas can survive by utilizing and managing capital assets and livelihood
strategies, which affects the level of income that contribute to the household, so
that return to normal conditions.
Keywords: Smallholding forests, vulnerability, resilience, capital assets,
livelihood strategies.
iv
Oleh
TOMI ASAD GINANJAR
I34110093
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Tomi Asad Ginanjar
Nomor Pokok : I34110093
Judul : Analisis Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani
di Kawasan Hutan
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403)
pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Studi Pustaka berjudul Analisis Struktur dan Strategi Nafkah
Rumahtangga Petani di Kawasan Hutan ini dengan baik. Laporan Studi Pustaka
ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403)
pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir Arya Hadi
Dharmawan, Msc.Agr sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran
dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan studi pustaka
ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada orang tua tercinta
Bapak Dr. H. T. Achmad Boestomi (Alm) dan Ibu Elis Sulaefah, S.Pd yang selalu
mendoakan dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis. Tidak
lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman SKPM 48, sahabat-
sahabat penulis, dan rekan-rekan satu bimbingan yang memberikan masukan,
memotivasi, dan mendengarkan keluh kesah penulis.
Semoga Laporan Studi Pustaka ini bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
Hal
PERNYATAAN ....................................................................................... ii
ABSTRAK............................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... v
PRAKATA............................................................................................... vi
DAFTAR ISI............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 3
1.4 Kegunaan Penelitian.......................................................................... 3
BAB II RINGKASAN DAN ANALISIS BACAAN
Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Peserta Program
PHBM Di Bogorejo................................................................................. 5
Analisis Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar
Kawasan Hutan Konservasi..................................................................... 9
Strategi Nafkah Rumahtangga Desa Sekitar Hutan................................. 13
Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau di Gunung Sumbing... 16
Rural Livelihood and Poverty Reduction Polices.................................... 19
Rural Livelihood an Diversity In Developing Countries......................... 20
Forest Policy and Economics................................................................... 22
Livelihood Strategies, Resilience, and Transformability In African
Agroecosystem......................................................................................... 25
Model Partisipatif Perhutanan Sosial Menuju Pengelolaan Hutan
Berkelanjutan........................................................................................... 28
Strategi Coping dan Nafkah Serta Dampaknya Terhadap
Keberfungsian dan Ketahanan Fisik Keluarga Petani Miskin di
Kabupaten Blora...................................................................................... 31
BAB III RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Rumahtangga Petani (RTP)................................................................ 35
3.2 Konsep Resiliensi............................................................................... 35
3.3 Struktur Nafkah.................................................................................. 36
3.4 Strategi Nafkah Rumahtangga........................................................... 37
3.5 Kemiskinan........................................................................................ 39
BAB IV KESIMPULAN
4.1 Hasil Rangkuman dan Pembahasan................................................... 41
4.2 Pertanyaan Penelitian......................................................................... 41
4.3 Kerangka Pemikiran........................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 45
RIWAYAT HIDUP................................................................................. 47
viii
DAFTAR GAMBAR
informasi, sumber modal dan kepedulian pemimpin formal dan informal dalam
penanggulangan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan,
bukan hanya Indonesia melainkan hampir di semua Negara di dunia. Pengurangan
kemiskinan dan kelaparan ditempatkan sebagai tujuan pertama pembangunan millennium
atau Millenium Development Goal (MDGs). Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa
kemiskinan merupakan masalah sosial yang krusial dan berdampak luas terhadap
berbagai aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam konteks ini kemiskinan
sering dikaitkan dengan rendahnya etos kerja atau rajin atau tidaknya seseorang dalam
bekerja mengolah sumberdaya alam yang tersedia. Kemiskinan dapat berdampak luas
dalam menciptakan kondisi yang yang mengakibatkan salah satu pihak tidak memiliki
akses dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar rumahtangga.
Maka dari itu, berdasarkan struktur nafkah rumahtangga petani dan beragamnya
strategi nafkah rumahtangga petani di kawasan hutan agar dapat tetap bertahan hidup ini
dapat memunculkan hal yang perlu dikaji karena dengan semakin banyaknya pilihan
dalam mencari pola penghidupan akan berdampak kepada ketahanan suatu rumahtangga
dalam mencukupi kebutuhan dasarnya.
kemitraan, swadaya, belajar sambil bekerja, pendekatan keluarga, dan dari masyarakat
untuk masyarakat. Keberhasilan program juga dipengaruhi oleh peran dari pemerintah
dan masyarakat, karena keduanya saling berkolaborasi untuk menjalankan fungsi dan
peranannya masing-masing. Fungsi pemerintah sebagai kontrol untuk tetap menjaga
kondisi Tahura Wan Abdul Rachman agar hutan memiliki fungsi ekologi melalui program
PHBM. Peran masyarakat memanfaatkan dan mengakses hutan secara ekologis dengan
menanam tanaman bertajuk tinggi, tetapi bernilai ekonomis serta menjaga fungsi hutan
agar ketersediaan air yang berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya hutan secara
manajeman kolaboratif merupakan suatu langkah perubahan status Tahura Wan Abdul
Rachman yang sebelumnya berstatus hutan lindung menjadi taman hutan raya.
Manajemen kolaboratif melalui program PHBM diinisiatif oleh pemerintah agar hutannya
lestari secara ekologis tetapi masyarakatnya sejahtera secara ekonomi.
Bentuk-bentuk strategi nafkah dari kasus rumahtangga petani di Dusun III, Desa
Bogorejo yang diamati terdapat empat bentuk strategi nafkah. Pertama, strategi
ekstensifikasi lahan pertanian dilakukan dengan cara menambahdan memperluas areal
lahan garapan pertanian ke lahan hutan ke dalam kawasan Tahura Wan Abdul Rachman
melalui program PHBM. Kedua, pola nafkah ganda dilakukan dengan cara mencari
sumber pendapatan lain sebagai alternatif, diantaranya adalah bekerja di sektor off-farm
sebagai buruh tani dan buruh nyadap karet di PTPN VII serta bekerja di sektor non
pertanian sebagai buruh bangunan, berdagang warung, pegawai negeri (PNS), supir,
satpam, usaha salan, dagang rongsokan dan kontrakkan rumah. Ketiga, strategi bermitra
dengan Tahura Wan Abdul Rachman dilakukan dengan cara diberikan izin akses
menggarap lahan di dalam kawasan Tahura Wan Abdul Rachman melalui program PHBM
oleh pihak UPTD Tahura Wan Abdul Rachman. Bermitra disini rumahtangga petani
diikutsertakan dan dilibatkan dalam setiap tahapan mulai dari perencanaan sampai
evaluasi secara partisipatif dan sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Keempat, strategi
migrasi dilakukan dengan cara mobilisasi ke daerah lain di luar desanya untuk hidup
menetap maupun sementara dengan tujuan agar memperoleh tambahan pendapatan di luar
desa. Pekerjaan yang dilakukan dengan strategi migrasi adalah satpam, buruh bangunan,
dan supir truk.
Struktur pendapatan adalah komposisi pendapatan rumahtangga petani dari
berbagai aktifitas nafkah yang dilakukan oleh seluruh anggota rumahtangga. Pendapatan
yang diperoleh rumahtangga petani di Dusun III, Desa Bogorejo berasal dari sektor
PHBM (hutan rakyat), sektor pertanian, dan sektor non pertanian. Ketiga sektor tersebut
saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari setiap rumahtangga
petani. Rumahtangga petani dengan lapisan pendapatan atas, sektor yang memberikan
sumbangan besar dan persentase terhadap struktur nafkah rumahtangga petani adalah
sektor pertanian dengan pendapatan pertahun sebesar Rp. 26 812 200 dan persentase
sebesar 62,6 persen. Pada rumahtangga petani lapisan pendapatan menengah, sektor yang
memberikan sumbangan terbesar dan persentase terhadap struktur nafkah rumahtangga
petani adalah sektor pertanian, dengan pendapatan pertahun sebesar Rp 7 647 421 dan
persentase sebesar 45,3 persen. Kemudian pada rumahtangga petani dengan lapis
7
Rumahtangga
Petani
memiliki kebebasan untuk mengakses sumberdaya dalam hutan. Namun kebebasan akses
yang diperoleh masyarakat dalam memanfaatkan kawasan hutan tidak diikuti dengan
adanya hak yang sah atas penguasaan atas lahan tersebut. Artinya, masyarakat tidak
memiliki kekuatan untuk merebut kembali lahan garapan mereka jika digusur oleh
Perhutani selaku pengelola lahan hutan. Bisa dikatakan, masyarakat hanya memiliki
hak pemanfaatan terhadap lahan tersebut namun tidak secara sah memiliki. Meskipun
terdapat zona-zona yang sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, namun
lahan-lahan garapan masyarakat sebelum berstatus taman nasional telah memasuki zona
inti atau zona rimba. Tentu saja status penguasaan lahan kawasan TNGHS yang tidak
jelas ini menyebabkan ketidakamanan petani dalam menggunakan lahan tersebut.
Apalagi mayoritas lahan yang digunakan oleh petani di desa ini adalah lahan pinjam
pakai dari pihak TNGHS dan eks HGU PT. Intan Hepta. Kedua jenis lahan
tersebut merupakan lahan milik negara. Ketergantungan terhadap lahan milik Negara
ini tentu mempengaruhi cara berstrategi petani dalam mencari nafkah bagi
rumahtangganya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sektor non-pertanian telah
menjadi tempat bergantung masyarakat selain pertanian. Strategi nafkah masyarakat
di desa ini cukup banyak memanfaatkan sektor non-pertanian seperti menjadi pedagang di
pasar, pedagang ternak, pedagang warung, buruh bangunan, buruh hutan, hingga tukang
ojek. Macam-macam mata pencaharian yang dilakukan rumahtangga petani ini
memperlihatkan bahwa mereka telah cukup jauh memanfaatkan sektor ini di samping
basis nafkah utama mereka yaitu pertanian. Maka dari itu, pengelolaan kawasan
TNGHS yang dijalankan oleh BTNGHS mempengaruhi status penguasaan lahan
masyarakat, terutama lahan yang selama ini digunakan oleh mereka untuk kegiatan
pertanian. Status penguasaan lahan yang berada diatas perjanjian yang tidak jelas
membuat masyarakat takut untuk mengembangkan pertaniannya. Jika begitu, masyarakat
harus memiliki pekerjaan lain selain petani untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka
yang juga terus meningkat.
Tingkat pendapatan dari sektor pertanian terdiri dari on farm dan off farm yaitu
sebagai petani dan buruh tani. Petani di Desa Cipeuteuy terdir dari dua jenis yaitu petani
sayur untuk memperoleh pendapatan berbentuk uang dari hasil produksinya. Sedangkan
untuk pendapatan dari sektor non pertanian (non farm) diperoleh dari pekerjaan sebagai
buruh bangunan, tukang ojek, pedagang, usaha warung, buruh hutan, atau menjadi guru.
Berdasarkan golongan pendapatan, golongan tinggi pendapatannya berasal dari sektor
non pertanian dari usaha berdagang di warung yaitu 34 persen, golongan sedang
pendapatan terbesar dari kiriman anggota keluarga yang bekerja di luar desa sebesar 32
persen, dan golongan rendah pemasukan terbesar dari pekerjaan sebagai buruh bangunan
mencapai 37 persen. Kontribusi pendapatan pertanian dan sektor non pertanian terhadap
rata-rata rumahtangga pertahun hampir seimbang, maka dapat disimpulkan bahwa
meskipun masyarakat mengaku pekerjaan utamanya adalah petani, namun untuk basis
nafkah sebenarnya adalah kedua sektor nafkah yaitu pertanian dan non pertanian. Artinya
telah terjadi transformasi sosial dimana nilai pertanian bagi masyarakat cenderung
menurun, karena dipengaruhi oleh kebutuhan rumahtangga yang besar, pengeluaran
pangan menjadi penyumbang terbesar, dan diikuti oleh pengeluaran lain seperti
transportasi, listrik, dan pendidikan anak. Penerapan strategi nafkah masyarakat
11
Cipeuteuy sangat bervariasi, para petani tidak hanya memanfaatkan sektor pertanian
untuk memenuhi kebutuhan mereka, melainkan juga sektor non pertanian. Pada akhirnya
sulit untuk dibedakan mana yang menjadi basis nafkah utama masyarakat di desa ini
apakah sektor pertanian atau telah beralih ke sektor non pertanian. Sektor nafkah yang
dijalankan oleh masyarakat tetap memanfaatkan livelihood asset dalam penerapannya
kelima aset modal dilakukan oleh masyarakat di Desa Cipeuteuy diantaranya modal
sumberdaya alam antara lain lahan pertanian, baik lahan kawasan TNHGS, lahan
perhutani, atau milik sendiri, modal sosial berupa jaringan pemasok alat pertanian tidak
ditemukan di desa ini, modal fisik dilihat dari kepemilikan aset rumahtangga contohnya
rumah, kendaraan bermotor, modal finansial berupa tabungan dan investasi pun tidak
ditemukan, modal manusia dimana banyak petani hanya memanfaatkan tenaga kerja
keluarga, meskipun ada juga yang masih menggunakan jasa buruh tani. Masyarakat
bergantung kepada pinjaman kepada tetangga atau saudara untuk biaya darurat.
Analisis Bacaan
kebutuhan sehari-hari. Berbeda dengan yang kedua, dimana petani padi justru berorientasi
kepada konsumsi karena hasil panen padi digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Dalam keadaan krisis masyarakat biasanya mencari alternatif lain dalam memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya. Kontribusi pendapatan pertanian dan sektor non pertanian
terhadap rata-rata rumahtangga pertahun hampir seimbang, maka dapat disimpulkan bahwa
meskipun masyarakat mengaku pekerjaannya utamanya sebagai petani, namun basis nafkah
mereka sebenarnya adalah kedua sektor nafkah yaitu pertanuan dan non pertanian. Disini telah
terjadi transformasi sosial dimana nilai pertanian bagi masyarakat cenderung menurun karena
dipengaruhi oleh kebutuhan rumahtangga yang besar. Akibat hal ini sulit untuk dibedakan man
yang menjadi basis nafkah utama masyarakat di desa ini apakah sektor pertanian atau beralih
kepada sektor non pertanian.
13
rumahtangga dapat melakukan berbagai aktivitas nafkah dalam waktu yang sama,
sedangkan substansi pendapatan dilakukan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan
rumahtangga yang tidak dapat dipenuhi oleh penerapan satu buah aktivitas nafkah,
substansi dilakukan jika rumahtangga memiliki tenaga kerja dan melakukan alokasi
tenaga kerja. Selain dipengaruhi oleh ketersediaan sumber nafkah, aktivitas nafkah
dipengaruhi oleh faktor dorongan kebutuhan, pertimbangan pendapatan yang akan
diperoleh, biaya yang dikeluarkan dan resiko yang dihadapi serta nilai yang berkembang
dalam masyarakat, pertimbangan inilah yang melandasi pembentukan strategi nafkah
rumahtangga.
Strategi nafkah penduduk Desa Padabeunghar merujuk suatu pola dimana terdapat
desakan nafkah pada modal alami dan peluang pekerjaan terutama pekerjaan di luar desa.
Modal alami merupakan penjaga keamanan konsumsi rumahtangga. Pengelolaan modal
alami merujuk kepada pola pengamanan konsumsi, oreintasi hasil untuk pemenuhan
kebutuhan rumahtangga, penghasilan jangka pendek serta pengamanan rumahtangga dari
resiko yang mungkin ditanggung karena pengelolaan modal alam termasuk sumberdaya
hutan dilakukan dengan ekstensifikasi, menanam tanaman jangka pendek yang mudah
dikelola dan pasti menghasilkan, mengurangi resiko kerugian, serta menekan biaya
dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Desakan nafkah pada peluang pekerjaan
menyebabkan pengurangan jumlah penduduk Desa Padabeunghar yang menggarap lahan
termasuk lahan hutan. Desakan nafkah pada peluang pekerjaan menunjukan orientasi
nafkah penduduk Desa Padabeunghar mengarah pada kesejahteraan material dan ekonomi
uang. Peluang pekerjan dipilih karena menyediakan peluang untuk mendapatkan uang
dalam jumlah besar dalam waktu bersamaan. Pergeseran tidak menyebabkan pengurangan
pengaruh modal sosial. Modal sosial dibutuhkan sebagai pengamanan ekonomi dan
sosial. Komunitas memberikan fasilitas yang menjamin setiap orang didalam komunitas
dapat mengatasi kekurangan sumberdaya dengan cara membagi sumberdaya kepada
anggota komunitas. Ikatan sosial dalam rumahtangga dan antar rumahtangga memberi
jaminan keamanan ekonomi dan sosial tidak hanya pada saat ini namun di masa yang
akan datang bahkan di saat memasuki usia lansia. Rumahtangga di Desa Padabeunghar
memiliki rasionalitas sendiri yang berbeda dengan pola nafkah yang dirancang PHBM.
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari perbedaan dasar rasionalisme tindakan antara
penduduk Desa Padabeunghar dan PHBM adalah perbedaan pandangan terhadap lahan
hutan, perbedaan pandangan tentang produktivitas hasil, perbedaan pandangan tentang
kesejahteraan ekonomi dan keamanan produksi.
15
Analisis Bacaan
Kesejahteran
PHBM menawarkan lahan hutan sebagai sumber nafkah bagi masyarakat sekitar
hutan di Desa Padabeunghar. Akses lahan hutan disertai pemberian bibit tanaman yang
bertujuan untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan rumahtangga dan meningkatkan
pendapatan rumahtangga. Karakteristik ekonomi dan sosial masyarakat Padabeunghar
menggambarkan sebuah komunitas dengan keterbatasan sumberdaya alam dan penguatan
ikatan sosial yang berbasis kelembagaan sosial. Komunitas petani Desa Padabeunghar
memiliki solidaritas yang erat menjadi landasan aktivitas ekonomi rumahtangga.
Dari hasil pengamatan bahwa aktivitas nafkah rumahtangga di Desa
Padabeunghar dilakukan berdasarkan dua basis aktivitas yaitu penggunaan sumberdaya
dan upaya untuk membangun hubungan baik dengan antar anggota komunitas. Aktivitas
nafkah dilakukan dengan dua hal yaitu alokasi tenaga kerja rumahtangga dan substansi
pendapatan. Alokasi diperlukan agar rumahtangga dapat melakukan berbagai aktivitas
nafkah dalam waktu yang sama. Sedangkan, substansi pendapatan dilakukan
rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga yang tidak dipenuhi oleh satu
basis aktivitas rumahtangga saja.
Strategi nafkah rumahtangga Desa Padabeunghar merujuk pada suatu pola dimana
terdapat desakan nafkah pada modal alamai dan peluang pekerjaan terutama pekerjaan di
luar desa. Modal alami dilakukan sebagai penjaga keamanan konsumsi rumahtangga
tetapi sifatnya cenderung pemenuhan jangka pendek saja. Desakan nafkah pada peluang
pekerjaan menyebabkan pengurangan jumlah penduduk Desa Padabeunghar yang
menggarap lahan, orientasi nafkah penduduk Desa Padabeunghar mengarah pada
kesejahteraan material dan ekonomi uang. Peluang pekerjaan dipilih karena dianggap
mampu menyediakan peluang dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang bersamaan.
Ikatan sosial dalam rumahtangga dan antar rumahtangga sangat kuat walaupun
terjadi pergeseran tidak melunturkan modal sosial agar dapat memberikan jaminan
keamanan ekonomi dan sosial untuk bekal di masa yang akan datang supaya hidup
sejahtera.
16
Berbagai strategi nafkah tersebut lebih banyak memainkan modal sosial sebagai asset
penting dalam membangun sistem penghidupan yang berkelanjutan. Sedangkan pada
situasi krisis, petani membangun sistem nafkah yang agak berbeda yaitu dengan
melakukan migrasi temporer. Strategi ini dilakukan pada saat gagal panen berturut-turut
sehingga tidak memiliki modal finansial untuk berusaha tani. Setelah kondisi tembakau
membaik maka petani yang melakukan migrasi akan kembali bergelut dengan tembakau.
Melihat berbagai strategi yang diterapkan baik pada situasi normal maupun krisis
menunjukkan bahwa petani memiliki mekanisme yang dinamis dan fleksibel dalam
merespon setiap perubahan kondisi. Sistem yang berperan penting dalam membangun
keberlanjutan penghidupan petani adalah etika sosial-kolektif yang berasaskan pada
resiprositas. Melalui asuransi kolektif, rumahtangga petani mampu bertahan dan
memperbaiki standar hidupnya.
Analisis Bacaan
Melemahkan
Perilaku
etika sosial-
Manipulatif
kolektif
Rumahtangga
Kapitalisme Tembakau
Pada dasarnya rumahtangga pedesaan tidak dapat menghindar dari resiko baik
yang disebabkan oleh manusia atau faktor lingkungan. Dalam bacaan ini dengan
mengambil kasus di petani tembakau Temanggung berhadapan dengan beberapa resiko
Pertama, karena tembakau merupakan tanaman bebas yang diperdagangkan tanpa campur
tangan aparat desa, sehingga petani berhadapan langsung dengan pasar, akibatnya sangat
rentan terhadap fluktuasi harga yang dipengaruhi aktor. Kedua, pertanian tembakau
sangat rentan terhadap perubahan cuaca dan musim.
Aktivitas nafkah dapat berupa pekerjaan dari sektor pertanian ataupun non
pertanian. Tembakau merupakan komoditi komersil sehingga membawa pengaruh
kapitalisme di pedesaan, sehingga petani pedesaan mengalami mixed ethic, pada satu sisi
berorientasi pada etika sosial-kolektif dan di sisi lain berorientasi pada keuntungan
material. Dengan masuknya kapitalisme di pedesaan secara perlaha melemahkan etika
sosial-kolektif yang berbasis resiprositas ditandai dengan munculnya perilaku
manipulatif.
Secara umum rumahtangga petani di daerah pegunungan sumbing membangun
beberapa strategi nafkah yaitu strategi produksi, solidaritas vertikal, solidaritas horizontal,
berhutang, patronase, serabutan, akumulasi, dan manipulasi komoditas. Melihat berbagai
strategi yang diterapkan baik pada situasi normal maupun krisis menunjukan bahwa
18
petani memiliki mekanisme yang dinamis dan fleksibel dalam merespon setiap kondisi,
dengan asuransi kolektif rumahtangga petani mampu bertahan dan memperbaiki standar
hidupnya.
19
atau pendapatan bisnis; (3) pendapatan dari hak milik (misal: sewa); (4) kiriman
dari buruh migran yang pergi ke kota; (5) transfer dari urban yang lain seperti pendapatan
pensiunan dan (6) kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar negeri.
Di utama, buku ini sesuai dengan sistem klasifikasi. penghasilan dari farm diambil
sebagai singkatan berarti pendapatan yang dihasilkan dalam pertanian atau dari sumber
daya lingkungan selain dari rekening sendiri pertanian. pendapatan non-pertanian
biasanya digunakan berarti pendapatan yang meningkat dari luar pertanian, meskipun
kadang-kadang, untuk menghindari pengulangan frase beberapa, pendapatan non-
pertanian digunakan sebagai singkatan untuk semua tidak sendiri pertanian sumber
pendapatan, oleh karena itu off-farm mengambil pendapatan juga. Pengertian di mana
pendapatan non pertanian yang digunakan harus selalu jelas dari teks.
Dalam analisis data, pendapatan dibedakan antara lima kategori utama (1) Non-
farm: tenaga kerja tidak terampil, kerja upah, dan laba usaha non-pertanian; (2) pertanian:
laba dari penjualan tanaman, konsumsi sendiri, buruh off-farm; (3) transfer: pengiriman
uang nasional dan internasional, pensiun dan pembayaran kepada orang miskin; (4)
ternak: laba dari penjualan ternak, unggas dan sendiri-konsumsi; (5) sewa pendapatan:
dari kepemilikan aset, termasuk tanah, mesin, dan air. Meskipun biasanya tanaman dan
ternak, pendapatan digabungkan bersama di bawah kategori pertanian umum, dalam hal
ini ternak pendapatan dibagi dari tanaman pendapatan karena maknanya berbeda bagi
ketidaksetaraan pendapatan, terkait dengan distribusi yang tidak seimbang lahan untuk
produksi tanaman.
Istilah keanekaragaman dan diversifikasi dalam konteks kehidupan lebih lanjut
perlu klarifikasi. keragaman merujuk kepada keberadaan, pada titik waktu, banyak
sumber pendapatan yang berbeda, sehingga juga biasanya membutuhkan hubungan sosial
yang beragam untuk mendukung mereka. diversifikasi, di sisi lain, menafsirkan
penciptaan keragaman sebagai proses yang berkelanjutan sosial dan ekonomi,
mencerminkan faktor tekanan dan kesempatan yang menyebabkan keluarga untuk
mengadopsi strategi penghidupan semakin rumit dan beraneka ragam.
Sementara keragaman dan diversifikasi dapat diambil secara keseluruhan berarti
beberapa dan mengalikan sumber pendapatan, mereka lebih sering dipanggil dalam
konteks pembangunan pedesaan untuk menyiratkan diversifikasi dari pertanian sebagai
sarana utama atau dominan kelangsungan hidup pedesaan. dengan demikian ekspresi
'sangat beragam mata pencaharian desa' biasanya menyampaikan gagasan tentang mata
pencaharian di mana rekening sendiri pertanian telah menjadi proporsi yang relatif kecil
dari portofolio kelangsungan hidup secara keseluruhan yang disatukan oleh keluarga
petani.
Mata pencaharian pedesaan diversifikasi didefinisikan sebagai proses yang rumah
tangga pedesaan membangun portofolio semakin beragam kegiatan dan aset untuk
bertahan hidup dan meningkatkan standar hidup mereka.
22
7. Judul :
Forest Policy and Economics
Tahun :
2014
Jenis Pustaka :
Jurnal
Bentuk Pustaka :
Elektronik
Nama Penulis :
Adefires Worku, Jurgen Pretzsch, Habremariam
Kassa, Eckhard Auch.
Nama Editor : -
Judul Buku : -
Kota Penerbit dan : Dresden, Germany
Nama Penerbit
Nama Jurnal : -
Volume (edisi): Hal : Volume 41, Halaman 51-59
Alamat URL/doi : -
Tanggal diunduh : -
Ringkasan Bacaan
Ethiopia adalah negara agraria mana tanaman tradisional dan produksi ternak
mempekerjakan lebih dari 85% dari populasi (Ethiopia NAPA, 2007;MoFED, 2012).
Produksi tanaman adalah strategi utama penghidupan di Highlands, dimana curah hujan
relatif tinggi. Sebagian besar (lebih dari 70%) dari daratan Etiopia adalah lahan kering,
ditandai dengan rendah dan pola curah hujan yang tak terduga (EAC, 2007). Daerah ini
adalah buruk dikembangkan dan menderita marginalisasi sejarah politik dan
ekonomi(Fekadu, 2009). Pastoralism tradisional dan agro pastoralism strategi utama
penghidupan di drylands, dimana rumah tangga tergantung pada produksi ternak untuk
proporsi yang signifikan dari makanan mereka, pendapatan dan tenaga penggerak (Dalle
et al., 2005; FAO, 2009). Produksi peternakan ini tidak hanya andalan, tetapi juga
kebanggaan mereka sosial dan keamanan. Untuk berabad-abad, strategi penghidupan
pastoral dan agro-pastoral mampu mempertahankan perbedaan budaya dan fleksibilitas,
mana kompleks adat mengatur sistem pengetahuan manajemen sumber daya bersama
dasar dan terus-menerus beradaptasi dengan lingkungan yang sangat tidak pasti, terutama
iklim (Brooks, 2006; Homann, 2008). ). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memeriksa pentingnya hutan kering pendapatan dan mengidentifikasi faktor
pengkondisian hutan kering pendapatan ketergantungan di pastoral dan agro-pastoral
sistem produksi daerah somalia negara di Ethiopia.
Hubungan antara pendapatan dari hutan yang kering, kemiskinan mitigasi,
pendapatan kesetaraan dan mengatasi dampak negatif dari kekeringan telah menarik
sedikit perhatian penelitian di Ethiopia. Temuan-temuan dari studi ini menunjukkan dua
permasalahan utama. Pertama adalah tren mata pencaharian kerentanan dalam bidang
studi secara khusus yang juga akan menjadi kasus di drylands Tanduk Afrika secara
umum. Kekeringan, penggurunan dan degradasi hutan adalah tantangan utama yang
menghambat perkembangan drylands. Terlepas dari masalah kompleks yang dihadapi
ekosistem ini, pertumbuhan populasi manusia adalah menciptakan tekanan tambahan
pada hutan kering dan ekosistem besar (Teketay, 2004-5). Membalikkan kerusakan
lingkungan melalui penanaman pohon kegiatan di daerah lahan kering telah terbukti
menjadi sulit karena berbagai alasan dan ada hanya kisah sukses terbatas. Ini
menunjukkan kebutuhan untuk mempertahankan sebanyak mungkin hutan yang kering
dan woodlands ini ekosistem yang rapuh dan menjelajahi pilihan untuk meningkatkan
signifikansi mereka ekonomi, ekologi, sosial budaya dan politik. Kedua intinya adalah
bahwa peran hutan kering bermain dalam meningkatkan kapasitas adaptif dari
kekeringan, kerentan masyarakat tidak boleh diabaikan.
23
Implikasi kebijakan keseluruhan dari temuan-temuan yang saat ini adalah bahwa,
hutan kering pendapatan memegang posisi penting dalam kehidupan pastoral dan agro
masyarakat pastoral. Tidak mempertimbangkan sumbangan ini dalam rumahtangga
akuntansi pendapatan, kemiskinan jumlah kepala ketidaksetaraan rasio dan meningkatkan
pendapatan. Rupanya, hal ini penting untuk meningkatkan manajemen hutan kering untuk
peningkatan mata pencaharian, mereka juga sambil mengamankan fungsi ekologi jangka
panjang. Ini dapat dicapai melalui promosi dan integrasi ke dalam perencanaan
pembangunan nasional, regional dan lokal.
Pengelolaan hutan kering harus menjadi bagian dari perencanaan penggunaan
tanah secara keseluruhan. Sejumlah pilihan untuk meningkatkan produktivitas dan
kesinambungan hutan kering harus diteliti. Misalnya, memperkenalkan agro kehutanan
Parklands dalam sistem agro-pastoral produksi baru muncul,mempromosikan nilai
tambahan dan komersialisasi nilai tinggi hutan
produk-produk seperti gusi dan resin melalui skala kecil dan menengah perusahaan, dan
menggabungkan pengelolaan hutan kering dengan yang mendatang REDD +
(pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan), CDM (mekanisme
pembangunan bersih) dan CRGE (iklim ekonomi hijau kokoh) inisiatif adalah beberapa
daerah penelitian potensi.
Saat ini tingkat pengamatan lapangan juga menunjukkan kebutuhan untuk menilai
status populasi, penelitian hutan dan mengusulkan mekanisme intervensi seperti di
beberapa daerah yang terdegradasi sangat parah. Top-Down saat ini rencana yang
bertujuan menyelesaikan penggembala dan melibatkan mereka dalam kebutuhan produksi
tanaman untuk memperhitungkan kemungkinan berkembang tambahan hutan berdasarkan
mata pencaharian serta. Sebelum terlalu kering hutan dikonversi ke cropland, yang
akhirnya mengakibatkan ireversibel kerusakan pada ekosistem lahan kering rapuh.
Akhirnya, upaya harus dibuat untuk memperkirakan dan nilai kontribusi hutan
yang kering untuk mata pencaharian melalui produksi ternak dan untuk mengeksplorasi
kesempatan tambahan untuk meningkatkan kontribusi ekonomi dari hutan yang kering
untuk mata pencaharian dan perekonomian nasional yang luas sehingga masyarakat dan
pemerintah akan melihat manfaat ekonomi dan terlibat dalam manajemen yang
bertanggungjawab berkurang kering sumber daya hutan dan hutan dasar di Tanduk Afrika
dengan juga kontribusi besar dalam memerangi desertifikasi.
24
Analisis Bacaan
No Geografis Kegiatan Vulnarability Resilience Faktor
Eksternal
1. Highland Produksi 1. Kurang 1. Manajeman
Pertanian Pengetahuan dari pemerintah
2. Populasi 2. Memperkenalk -
Manusia an agro-pastoral
untuk
intensivikasi
3. Migrasi
2. Dryland Produksi 1. Kekeringan, 1. Beradaptasi 1. Pengetahuan
Ternak Pengguguran, dengan lokal.
degradasi lingkungan
hutan. terutama iklim.
2. Populasi 2. Memperkenalk
manusia. an agro-forestry
dengan agro-
pastoral.
3. Hutan kering
di konversi
menjadi cropland.
Pada bacaan ini mengambil kasus di daerah Somalia di Ethiopia dimana terdapat dua
geografis yang berbeda yaitu Highland dan Dryland. Highland fokus peningkatan usaha
pada bidang produksi tanaman dimana curah hujan relatif tinggi tetapi sebagian besar di
Ethiopia berlahan kering, ditandai dengan rendah dan pola curah hujan yang tidak
terduga. Dryland fokus peningkatan usaha rumahtangga bergantung pada produksi
ternak. Masalah yang dihadapi oleh highland yang menyebabkan kurang maksimalnya
pendapatan rumahtangga diakibatkan karena kurangnya pengetahuan, dan meningkatnya
pertumbuhan populasi manusia. Sedangkan, masalah di Dryland yang menyebabkan tidak
maksimalnya pendapatan rumahtangga karena kekeringan, pengguguran, degradasi hutan,
dan meningkatnya populasi manusia.
Perlu pemecahan masalah yang tepat sasaran agar terjadi peningkatan pendapat
rumahtangga di Ethiopia maka dalam bacaan ini terdapat beberapa strategi yang coba
dilaksanakan yaitu memperkenalkan agro-pastoral, beradaptasi dengan lingkungan, dan
pengkonversian hutan kering menjadi cropland. Strategi tersebut diharapkan dapat
menjadi lahan untuk mencari mata pencaharian dan meningkatkan kontribusi ekonomi
dari hutan kering.
25
akhirnya untuk mengakses beberapa pupuk untuk membuahi ladang mereka, yang mereka
mendapat dalam pertukaran buruh. Akibatnya, petani miskin desa sering tanaman-
tanaman mereka terlambat dan dengan sedikit input nutrisi. Lebih sedikit sumberdaya
diberkahi rumahtangga wajah penurunan hasil, lebih sedikit kesempatan, kuat
ketergantungan pada rumahtangga kaya, dan negosiasi tidak menguntungkan istilah khas
umpan balik yang positif.
Situasi seperti itu tidak adil cenderung tangguh, diperkuat oleh lembaga lokal dan
kekuasaan, dan diperparah ketika waktu sulit, seperti dalam kasus kekeringan atau
ketidakstabilan politik. Dalam kasus tersebut teori tidak baik, karena tidak masuk akal
untuk menggambarkan keragaman rumahtangga sebagai alternatif sistem rezim ketika
alternatif tidak benar-benar ada. Ini bisa lebih baik digambarkan sebagai endogenously
diperkuat kemiskinan perangkap. Ketika mobilitas mungkin, ketika kecenderungan ke
atas dan bergeser ke bawah ada, cara rumahtangga keragaman pengertian dapat membuka
wawasan baru. Ini menyiratkan bahwa tipping poin atau ambang batas dapat ditemukan
luar yang meningkatkan ketersediaan sumberdaya dapat merangsang sistem bergeser ke
arah yang diinginkan. Dengan cara ini keluarga keragaman pengertian juga menyiratkan
bahwa dalam merancang pengembangan program ini. Ini tidak cukup untuk hanya
membebaskan pertanian masukan untuk petani, untuk menyediakan mereka dengan satu
inovasi teknologi, atau untuk membantu mereka mendapatkan akses ke lebih banyak
lahan atau aset modal.
Lintas agroekosistem yang kompleks sistem sosio-ekologis, dengan dimensi
budaya dan biologis, dan ketahanan dan kemampuan beradaptasi hasil dari agregasi
keputusan individu. Pengambilan keputusan seringkali menanggapi aturan dan tradisi
yang didirikan oleh agen yang bersaing untuk bernegosiasi atas penggunaan berkelompok
sumberdaya yang dimiliki. Langkah kunci untuk memahami strategi adaptasi kemudian
adalah studi tentang persepsi lokal dan pengetahuan yang menopang mekanisme
ketahanan masyarakat adat, terutama pada skala lanskap dan fungsi.
Sementara kebutuhan agroecology untuk memberikan jawaban teknis untuk
penajaman berkelanjutan lanskap petani, perkembangan kebijakan dan pasar dibutuhkan
untuk berurusan dengan efek Matryoshka. Pergeseran diinginkan sistem pertanian dapat
hanya dirangsang dengan bekerja pada kedua ujungnya secara bersamaan. Dalam
merancang seperti intervensi, operasional definisi dari sifat-sifat sistem seperti non-
linearitas, irreversibility, konvergensi/divergensi dan histeresis sangat penting untuk
memahami dinamika yang mengatur agroekosistem ketahanan dan transformability.
27
Analisis Bacaan
Kegiatan Vulnarability Resilience Konsep
1. Produksi 1. Kerusakan SD 1. Membuka 1. Agroekosistem, yang
Pertanian 2. Kebijakan ekologi wawasan baru kompleks sistem
2. Produksi sosial 2. Intensifikasi sosio-ekologis,
Ternak 3. Ketidakstabilan 3. Inovasi teknologi dengan dimensi
politik 4. Memperluas budaya dan biologis,
4. Tidak memiliki akses dan ketahanan dan
hewan ternak atau 5. Aset modal kemampuan
lahan beradaptasi hasil dari
5. Menurunnya produksi agregasi keputusan
tanah individu
6. Ketergantungan 2. Agroecology untuk
terhadap pemilik memberikan jawaban
lahan dan ternak. teknis untuk
7. Kekuasaan penajaman
8. Kekeringan berkelanjutan lanskap
petani, perkembangan
kebijakan dan pasar
dibutuhkan untuk
berurusan dengan
efek Matryoshka
Pada bacaan ini untuk menggambarkan bagaimana konsep dari sistem ekologi
dapat digunakan dalam konsep dan berlajar kunci sifat petani Afrika. Bacaan ini juga
memiliki fokus pada manusia dalam menjelaskan keragaman strategi penghidupan yang
menggunakan konsep-konsep dari ketahanan dan transformability. Potret petani miskin
tanpa lahan dan ternak sebagai wajah gizi negatif dan penurunan produktivitas tanah.
Petani miskin juga sering tergantung pada pemilik lahan dan peternakan, akhirnya mereka
tidak memiliki kesempatan, ketergantungan yang tinggi, dan sulit memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Analisis Bacaan
Partisipasi
Pembangunan Berkelanjutan:
Kelembagaan Kesejahteraan
Pengintegrasian aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan
Kebijakan Pemerintah
Partisipasi
Strategi coping dan nafkah berbasis modal sosial yang dilakukan keluarga petani
miskin diharapkan dapat mengoptimalkan keberfungsian keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pokok (pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan) dari berbagai kerentanan,
perubahan sumberdaya, dan krisis. Setiap keluarga akan mengembangkan sistem
penyesuaian diri (adaptasi) dalam merespon perubahan, baik bersifat jangka pendek
(coping mechanism), atau yang lebih bersifat jangka panjang (adaptive mechanism).
Secara operasional, diduga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi strategi
coping, nafkah berbasis modal sosial, keberfungsian keluarga, dan pemenuhan kebutuhan
pokok. Strategi coping dan nafkah berbasis modal sosial sebagai bagian dari perilaku
keluarga akan dipengaruhi berbagai faktor prodispocing (pengetahuan, sikap, dan nilai),
faktor enabling (sarana dan fasilitas), dan faktor reinforcing (dukungan masyarakat dan
lingkungan). Apabila keluarga memiliki sedikit sumber coping, baik secara individu atau
kolektif, maka proses coping tidak akan pernah dimulai, dan tekananm krisis dapat terjadi
berkelanjutan.
Dalam bacaan ini berfokus pada tentang ekosistem keluarga dalam menganalisis
strategi coping, strategi nafkah berbasis modal sosial, dan dampaknya terhadap
keberfungsian keluarga, pemenuhan kebutuhan pokok (pangan, kesehatan, pendidikan,
perumahan), dan ketahanan fisik keluarga. Secara umum ada perbedaan pada keluarga
contoh tiga zona agroekosistem dalam strategi coping aspek ekonomi. Namun tidak
berbeda pada karakteristik keluarga (mikro), sikap keluarga terhadap lingkungan sosial
ekonomi, budaya, dan ekologi (meso), serta sikap keluarga terhadap dukungan sosial
ekonomi dan kebijakan (makro).
Faktor yang mempengaruhi strategi coping dalam penelitian ini yang tentunya
dilakukan oleh keluarga contohnya secara signifikan adalah pendidikan, ukuran keluarga,
sikap keluarga pada tatanan meso, dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Keempat
variabel berpengaruh negatif terhadap strategi coping. Pendidikan dan besar keluarga
berpengaruh pada strategi nafkah berbasis modal sosial yang dilakukan keluarga. Kedua
variabel berpengaruh positif terhadap strategi nafkah. Maka dalam pemenuhan kebutuhan
pokok dan ketahanan fisik keluarga dipengaruhi secara positif oleh sikap pada tatanan
meso dan keberfungsian keluarga. Sementara keberfungsian keluarga sendiri dipengaruhi
secara negatif oleh besar keluarga dan dipengaruhi secara positif oleh strategi coping.
Hasil analisi menujukan bahwa faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap
pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga adalah sikap keluarga pada
tatanan meso dan keberfungsian keluarga. Pemenuhan kebutuhan pokok juga dipengaruhi
secara tidak langsung oleh strategi coping, strategi nafkah, pendidikan, dan besar
keluarga. Pemenuhan kebutuhan pokok keluarga mendapat dukungan wilayah (ketahanan
pangan desa, infrastruktur pengairan P4MI) dan ikatan sosial yang tinggi masyarakat.
Analisis Bacaan
Cara Bertahan
Keluarga Strategi
Krisis Hidup dengan
Miskin Coping
Modal Sosial
33
Keluarga merupakan sistem yang dinamis, terdiri dari berbagai bagian subsistem
yang saling berhubungan. Pada sistem kehidupan keluarga miskin di Kab Blora, diduga
pengahasilan dari usahatani dan buruh tani namun tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok, mereka akan mengalokasikan tenaga keluarga, pola nafkah ganda, dan
mengerjakan berbagai macam pekerjaan.
Strategi coping dilakukan ketika dalam kontek krisis, pada saat tidak panen, atau
kemarau panjang. Dengan strategi coping keluarga bertahan hidup dengan meningkatkan
modal sosial yang dilakukan keluarga petani miskin, diharapkan dengan mengoptimalkan
keberfungsian keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok dari berbagai kerentanan,
perubahan sumberdaya, dan krisis.
34
BAB III
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN
Palmer (1997) dalam Praptiwi (2009) mendeskrispsikan empat tipe resiliensi, yaitu:
1. Anomic survival; orang atau keluarga yang dapat bertahan dari gangguan
36
5. Modal sosial mengacu pada jaringan sosial dan asosiasi di mana orang
berpartisipasi, dan mereka dapat memperoleh dukungan yang memberikan
kontribusi untuk mata pencaharian mereka.
Ellis (2000) mengelompokkan pendapatan menjadi pendapatan uang (in cash)
atau bentuk kontribusi lain (in kind) untuk kesejahteraan material individu atau keluarga
yang diperoleh dari berbagai kegiatan. Bentuk pendapatan tunai meliputi penjualan
tanaman atau ternak, gaji atau upah, sewa dan kiriman uang (remittance). Pendapatan
dalam bentuk lain mengacu pada konsumsi produk tanaman sendiri, pembayaran dalam
bentuk barang, dan transfer atau pertukaran barang konsumsi antara rumahtangga dalam
komunitas desa atau antara rumahtangga dengan desa dan kota.
Upaya dalam mempertahankan kelangsungan hidup, rumahtangga petani tidak
hanya menerapkan salah satu strategi nafkah tetapi dengan mengkombinasikan dari
berbagai bentuk strategi nafkah. Masitoh (2005) mengatakan bahwa terdapat enam bentuk
strategi nafkah yang dilakukan rumahtangga petani yaitu sebagai berikut:
1. Strategi waktu (pola musiman), strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan saat-
saat tertentu atau peristiwa tertentu yang terjadi.
2. Strategi alokasi sumberdaya manusia (tenaga kerja), strategi ini dilakukan dengan
memanfaatkan seluruh tenaga kerja yang dimilikinya untuk melakukan pekerjaan
sesuai dengan kemampuan masing-masing.
3. Strategi intensifikasi pertanian, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan lahan
pertanian secara maksimal.
4. Strategi spasial, strategi ini dilakukan dengan berbasiskan rekayasa sumberdaya
yang dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan keluarga guna
mempertahankan kelangsungan hidup rumahtangga.
5. Strategi pola nafkah ganda, strategi ini dilakukan dengan cara
menganekaragamkan nafkah, dan
6. Strategi berbasiskan modal sosial, strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan
kelembagaan kesejahteraan asli dan pola hubungan produksi.
Chambers dan Conway (1992) dalam Ellis (2000) membagi strategi nafkah
rumahtangga kedalam tiga tahap yaitu despertion, vulnerability, dan independence.
Masing-masing tahap tersebut memiliki prioritas pemenuhan kebutuhan yang berbeda
pula. Tahap pertama yaitu Despertion, tujuannya adalah bertahan hidup (survival), cara
yang ditempuh adalah dengan menjadi buruh lepas, memanfaatkan common proverty,
migrasi musiman, dan meminjam dari patron. Tahap kedua yaitu Vulnerability, jaminan
keamanan adalah tujuan utamanya, diperoleh dengan mengembangkan aset,
menggadaikan aset, dan berhutang. Tahap ketiga yaitu Independence, kehormatan diri,
misalnya berusaha membebaskan diri dari status klien dalam hubungan patron-klien,
melunasi hutan, menabung dan membeli atau mengembangkan aset yang mereka miliki.
Scoones (1998) mengatakan bahwa dalam penerapan strategi nafkah,
rumahtangga petani memanfaaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki dalam upaya
untuk mempertahankan hidup. Strategi nafkah (livelihood strategy) diklasifikasikan
berdasarkan tiga kategori, yaitu (1) rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan
dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui
penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun
dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi); (2) pola nafkah ganda (diversifikasi),
yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara pekerjaan
lain selain pertanian untuk meningkatkan pendapatan atau dengan mengerahkan tenaga
kerja keluarga (ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja, selain pertanian, dan memperoleh
pendapatan; dan (3) rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan
melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun
sirkuler untuk memperoleh pendapatan tambahan. White (1990) dalam Prasetya (2013)
mengatakan bahwa dibedakan rumahtangga petani kedalam tiga kelompok dengan
strategi nafkah yang berbeda. Pertama, rumahtangga yang mengusahakan tanah pertanian
luas, yang menguasai surplus produk pertanian diatas kebutuhan hidup mereka. Surplus
ini seringkali dimanfaatkan untuk membiayai pekerjaan di luar sektor non-pertanian,
dengan imbalan penghasilan yang relatif tinggi pula. Pada golongan pertama, strategi
nafkah yang mereka terapkan adalah strategi akumulasi dimana hasil pertaniannya
mampu diinvestasikan kembali baik pada sektor pertanian maupun non-pertanian. Kedua,
rumahtangga usaha tani sedang (usahatani hanya mampu memenuhi kebutuhan
subsisten). Mereka biasanya bekerja pada sektor non-pertanian dalam upaya melindungi
diri dari gagal panen atau memberikan sumber pendapatan yang berkelanjutan mengingat
usaha pertanian bersifat musiman. Strategi mereka ini dapat disebut sebagai strategi
konsolidasi. Ketiga, rumahtangga usaha tani gurem atau tidak bertanah. Mereka bekerja
dari usaha tani ataupun buruh tani, dimana penghasilannya tidak dapat mencukupi
kebutuhan dasar. Rumahtangga ini akan mengalokasikan sebagian dari tenaga kerja
mereka tanpa modal, dengan imbalan yang rendah kedalam kegiatan luar pertanian.
Rumahtangga golongan ketiga ini menerapkan strategi bertahan hidup (survival strategy).
Sistem kehidupan (livelihood system) keluarga petani pada setiap lapisan atau
strata sosial ekonomi akan berbeda. Pada keluarga petani lapisan bawah petani gurem
(miskin) penghasilan dari usahatani dan buruk tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
39
hidup, mereka akan mengalokasikan tenaga kerja ke sektor non pertanian sebagai strategi
bertahan hidup. Dalam Ellis (2000) pada konsep segilima pentagon, ada lima tipe modal
yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh keluarga untuk pencapaian sistem kehidupannya
yaitu modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam, dan modal sosial. Konsep
ini menjadi aset utama bagi orang miskin dalam kehidupannya. Kelima modal ini perlu
untuk dikelola secara berkelanjutan, agar faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan,
interaksi antara faktor, serta keberlanjutan untuk menyambung hidup. Rumahtangga
petani tak bertanah (miskin) umumnya menerapkan strategi bertahan hidup (survival
strategi).
Modal Manusia
3.5 Kemiskinan
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefenisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan yang layak (kebutuhan dasar makanan
maupun kebutuhan dasar bukan makanan). Lebih lanjut Urip (2008) menyatakan bahwa
dalam menggolongkan penduduk ke dalam miskin atau tidak miskin, BPS
membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah
konsumsi orang per bulan.
Urip (2008) menjelaskan bahwa kemiskinan adalah kondisi terjadinya kekurangan
pada taraf hidup manusia secara fisik (kebutuhan dasar materi dan biologis termasuk
kekurangan nutrisi, kesehatan, pendidikan, dan perumahan) serta sosial (risiko kehidupan,
kondisi ketergantungan, ketidakberdayaan, dan kepercayaan diri yang kurang).
40
BAB IV
KESIMPULAN
Kerentanan
(Vulnerability):
Bencana Alam
Livelihood Asset:
Strategi Nafkah:
Modal Manusia 1. Rekayasa sumber
Modal Alamiah nafkah pertanian
2. Pola nafkah
Modal Fisik ganda
3. Rekayasa Spasial
Modal Finansial (Migrasi)
Model Sosial
Resiliensi
Tingkat Pendapatan:
On Farm
Off Farm
Non Farm
Keterangan:
Hubungan
Rumahtangga petani bisa dipandang sebagai suatu unit ekonomi, yang memiliki
tujuan ingin dipenuhi dari sejumlah sumberdaya yang dimiliki, sebagai unit ekonomi
rumahtangga petani akan memaksimumkan tujuannya, dengan keterbatasan sumberdaya
yang dimiliki.
Usaha dalam pertanian merupakan usaha yang rentan. Hal ini bisa saja di
akibatkan keterbatasan petani terhadap berbagai hal seperti akses terhadap informasi,
teknologi dan sebagainya. Kerentanan pada petani dengan adanya ketergantungan
terhadap alam yang sangat tinggi dalam menggantungkan kehidupannya, sementara alam
memiliki sifat yang tidak dapat diprediksi dan tidak menentu. Usaha yang dilakukan
untuk keluar dari permasalahan, petani dapat menerapkan berbagai strategi untuk dapat
43
tetap bertahan hidup. Beragam strategi dapat diterapkan oleh petani sesuai dengan kondisi
alam dan karakteristiknya. Salah satunya dengan mengelola dan memanfaatkan livelihood
asset berupa modal fisik, alam, finansial, sosial, dan manusia. Dengan tujuan
rumahtangga petani dapat bertahan hidup.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
Tomi Asad Ginanjar dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 25 Juni 1993 adalah
anak tunggal dari pasangan Drs. H. T. Achmad Boestomi dan Elis Sulaefah, S,Pd.
Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah TK Perwari I periode 1998-1999, SDN
Awipari II periode 1999-2005, SMP Negeri 11 Tasikmalaya periode 2005-2008, SMA
Negeri 3 Kota Tasikmalaya periode 2008-2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai
salah satu mahasiswa di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN undangan.
Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan di dalam dan
luar kampus. Penulis juga aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Ekologi Manusia (FEMA). Divisi Pengembangan Budaya, Olahraga, dan Seni.
pada masa kepengurusan 2012/2013. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan
kepanitiaan dalam beberapa event di IPB antara lain dalam Masa Perkenalan Fakultas dan
Masa Perkenalan Departemen SKPM pada tahun 2013, kepanitiaan Ecology Sport and
Art ke 6, Familarity Night 2013, Connection 2014 yang diadakan oleh Himasiera dan
BEM FEMA.