Anti malaria adalah obat-obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit yang
disebabkan oleh parasit bersel tunggal (protozoa) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
betina yang menggigit pada malam hari dengan posisi menjungkit.
anemia
a. Malaria tropika.
Penyebabnya Plasmodium falcifarum dengan gejala : serangan demam tidak menentu disertai nyeri
kepala hebat, bila terjadi kerusakan eritrosit dalam jumlah besar dan kemudian menyumbat pembuluh
kapiler ke otak maka dapat menimbulkan kematian dalam beberapa hari. Sifat penyakit ini tidak residif
(dapat sembuh total, tidak berulang kambuh)
b. Malaria tertiana
Sifat penyakit : sering kambuh (residitif) karena adanya bentuk exo eritrocyt sekunder.
c. Malaria kwartana
Sifat penyakit : residitif (sering kambuh) karena adanya bentuk exo eritrosit sekunder.
Penggolongan obat malaria
Untuk perlindungan terhadap gigitan nyamuk (kloroquin, meflokuin) sebenarnya yang terpenting
adalah perlindungan pribadi terhadap gigitan nyamuk. Kelambu yang telah diimpregnasi dengan
permetrin dapat mencegah berbagai gigitan nyamuk, begitu juga anti nyamuk bakar, anti nyamuk listrik,
anti nyamuk semprot.
Formula Dietiltoluamid (DEET) dalam lotio, roll on dan semprot sangat efektif dan tidak
berbahaya jika digunakan pada kulit, tetapi efek perlindungannya hanya beberapa jam saja
Klorokuin
Malaria yang disebabkan plasmodium falciparum sudah resisten terhadap kloroquin hampir
diseluruh bagian dunia. Di Papua Nugini dilaporkan plasmodium vivax juga resisten terhadap kloroquin.
Halofantrin
Digunakan untuk pengobatan malaria falsifarum, tetapi sekarang jarang digunakan. Tidak boleh
digunakan untuk malaria ringan, juga bila meflokuin sudah digunakan untuk profilaksis.
Meflokuin
Digunakan untuk profilaksis malaria di daerah endemis malaria falsifarum yang resisten terhadap
kloroquin. Efektif terhadap malaria ringan, tapi tidak dianjurkan, kecuali yang telah resisten terhadap
Kloroquin
Sediaan generik -
Primaquin.
Pirimetamin.
Kina
Resochin Bayer
Suldox Dumex
a. Latar Belakang
Siapa tak kenal makhluk bernama nyamuk? Serangga yang satu ini pasti sangat dikenal oleh manusia.
Antara nyamuk dan manusia, bisa dikatakan, hidup berdampingan, bahkan nyaris tanpa batas. Hanya
sayangnya, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif, yakni terciptanya
simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Yang terjadi, kehadiran nyamuk dianggap
mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh manusia jauh lebih banyak
daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi
kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.
Nyamuk Anopheles bisa menyebabkan penyakit malaria. Nyamuk ini suka menggigit dalam posisi
menungging alias posisi badan, mulut, dan jarum yang dibenamkan ke kulit manusia dalam keadaan
segaris. Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit jenis plasmodium ditandai
demam berkala, menggigil dan berkeringat. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian bagi
penderitanya.
B Tujuan
A.Pengertian Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang dalam salah
satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah merah.
Plasmodium yang menyebarkan penyakit malaria berasal dari spesies Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi.
Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Anopheles, terutamanya Anopheles
sundaicus di Asia dan Anopheles gambiae di Afrika. Malaria adalah sejenis penyakit menular yang dalam
manusia sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari 1 juta kematian setiap tahun, terutama di
daerah tropis dan di Afrika di bawah gurun Sahara.
B.Jenis Plasmodium
Ada empat jenis Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu sebagai berikut :
- Plasmodium Vivax, menyebabkan malaria vivax yang disebut pula sebagai malaria tertiana.
- Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria falciparum yang dapat pula disebut sebagai malaria
tersiana.
- Plasmodium malariae, menyebabkan malaria malariaeatau malaria kuartana karena serangan demam
berulang pada tiap hari keempat.
- Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale dengan gejala mirip malari vivax. Malaria ini
merupakan jenis ringan dan dapat sembuh sendiri
Akhirnya, karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau masa inkubasi
plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya berbeda. Plasmodium
falsiparum selama 9-14 hari, Plasmodium vivax selama 12-17 hari, dan Plasmodium malariae 18 hari.
Didalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet
betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding
lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit
yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.
Khusus Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan)
sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit, akan tetapi
tertanam di jaringan hati disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse.
Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh
menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit
dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah
eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 2 tahun sebelumnya
pernah menderita Plasmodium vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami
kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh
nyamuk anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati SD positif Plasmodium vivax/ plasmodium
ovale.
Pada Plasmodium falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan menimbulkan
kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat
atau komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua bila jaringan
tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering
tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka
kematian malaria serebral mencapai 20-50% hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan
gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.
E. Jenis Malaria
Penyakit ini memiliki empat jenis dan disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Jenis malaria itu
adalah:
- Malaria tertiana (paling ringan), yang disebabkan Plasmodium vivax dengan gejala demam dapat
terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama dua minggu setelah
infeksi).
- Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan
plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme
bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan kematian.
- Malaria kuartana yang disebabkan Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada
penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari
setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari.
- Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip
Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat.
F. Gejala Malaria
Gejala serangan malaria pada penderita yaitu:
e. Gejala klasik, biasanya ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria atau
yang belum mempunyai kekebalan (immunitas); atau yang pertama kali menderita malaria. Gejala ini
merupakan suatu parokisme, yang terdiri dari tiga stadium berurutan:
- menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya sizon dalam eritrosit dan keluar zat-zat
antigenik yang menimbulkan mengigil-dingin.
- demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita mengigil, demam dengan suhu badan sekitar 37,5-
40 derajad celcius, pada penderita hiper parasitemia (lebih dari 5 persen) suhu meningkat sampai lebih
dari 40 derajad celcius.
- berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan metabolisme tubuh
sehingga produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam keadaan berat, keringat sampai
membasahi tubuh seperti orang mandi. Biasanya setelah berkeringat, penderita merasa sehat kembali.
b. Gejala malaria dalam program pemberantasan malaria:
- Demam
- Menggigil
- Berkeringat
- Dapat disertai dengan gejala lain: Sakit kepala, mual dan muntah.
- Gejala khas daerah setempat: diare pada balita (di Timtim), nyeri otot atau pegal-pegal pada orang
dewasa (di Papua), pucat dan menggigil-dingin pada orang dewasa (di Yogyakarta).
c. Gejala malaria berat atau komplikasi, yaitu gejala malaria klinis ringan diatas dengan disertai salah
satu gejala di bawah ini:
- Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit)
- Kejang, beberapa kali kejang
- Panas tinggi diikuti gangguan kesadaran
- Mata kuning dan tubuh kuning
- Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan
- Jumlah kencing kurang (oliguri)
- Warna urine seperti I tua
- Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri)
- Nafas sesak
d. Kadar darah putih, leukosit, cenderung meningkat. Jika tidak segera diobati biasanya akan timbul
jaundice ringan (sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa.
e. Kadar gula darah rendah.
f. Jika sejumlah parasit menetap di dalam darah kadang malaria bersifat menetap. Menyebabkan
penurunan nafsu makan, rasa pahit pada lidah, lemah, sertai demam.
Laktat parasit Dehydrogenase (Pldh) diproduksi oleh asexual dan sexual stages (gametocytes) yang
berasal dari parasit malaria. Kotak tes yang sekarang ini tersedia mendeteksi Pldh berasal dari semua
empat jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia. Mereka dapat membedakan jenis P.falciparum dan
jenis yang non-falciparum, tetapi tidak bisa membedakan antara P.vivax, P.ovale dan P. malariae.
Antigen(S) yang lain kini hadir dalam semua empat jenis yang juga ditargetkan di dalam kotak yang
berkombinasi untuk pendeteksian menyangkut antigen HRP-II dari P.falciparum bersama-sama dengan
sesuatu, hingga kini tak bisa ditentukan, antigen pan-malarial yang menyangkut jenis lain.
Beberapa kotak yang mendeteksi semua empat jenis Plasmodium menyebutkan di dalam merk dagang
mereka atau dalam pemasaran mereka hanya dua jenis (PF/PV). Ini lebih dapat mendorong kearah
kebingungan tentang kemampuan diagnostik mereka.
Antigen-antibody yang berlabel yang kompleks pindah tempat atas test strip (paling sering
nitrocellulose atau serat glass) dengan prinsip kapiler pada bahan reaksi test-specific yang selama
pembuatan telah pre-deposited. Ini meliputi (a) satu baris menangkap antibody yang spesifik untuk
antigen di bawah penyelidikan (beberapa bentuk digunakan jika beberapa antigens sedang diselidiki)
dan (b) sebuah prosedur mengontrol garis, dengan antibody yang akan menangkap antibody yang
berlabel.
Washing buffer kemudian ditambahkan untuk memindahkan haemoglobin dan permit visualisasi dari
semua garis yang berwarna di atas strip. Buffer adalah menambahkan dengan menyimpan secara
langsung di atas strip, dengan menempatkannya di dalam tempat yang lengkung dimana yang berpindah
tempat itu adalah strip, atau dengan mencuci keseluruhan strip di dalam tabung test.
Jika yang berada di bawah penyelidikan adalah darah yang berisi antigen, antigen-antibody yang
berlabel yang kompleks akan dihentikan pada garis pre-deposited yang menangkap antibody dan akan
dapat ditemukan secara visual. Apakah darah tidak berisi antigen atau tidak, garis pengontrol akan
menjadi kelihatan sama seperti antibody yang berlabel ditangkap oleh antibody garis pre-deposited dari
antibody yang secara langsung melawannya. (Catatan: desain ini mengakibatkan garis kendali tidak
muncul sekalipun tidak ada darah yang bercampur dengan haemolysing buffer) Tes yang lengkap
memakan waktu bervariasi dari dari 5 sampai 15 menit.
RDTs mendeteksi empat jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia, tergantung pada antigens yang
menjadi dasarnya. Beberapa RDTs hanya mendeteksi P. falciparum dan parasit malaria lainnya di dua
bagian yang terpisah. Sampai saat ini, tidak ada RDT yang dipasarkan telah dilaporkan untuk dapat
mempercayai pembedaan antara P.vivax, P.ovale dan P.malariae, walaupun begitu riset untuk
pengembangan test seperti itu selalu dilanjutkan.
Kepekaan dari RDTs yang telah dipelajari untuk P.falciparum, sejak kotak untuk P.falciparum (target
banyak diarahkan P.falciparum HRP-II) telah tersedia untuk waktu lebih lama. Tenaga ahli yang
dibandingkan dengan mikroskopi (kadang-kadang yang dilengkapi oleh polymerase reaksi berantai),
RDTs yang biasanya mencapai suatu kepekaan lebih dari 90% di dalam mendeteksi P.falciparum pada
kepadatan di atas 100 parasit per ml darah (9.24 dan dilaporkan pada saat pertemuan). Di bawah
tingkatan 100 parasit per ml darah, dengan jelas kepekaan dapat berkurang.
Kepekaan RDT untuk jenis yang non-falciparum menjadi lebih sedikit yang dipelajari. Penyelidikan yang
diselenggarakan sampai saat ini menunjukkan bahwa kotak Pldh boleh mencapai suatu kepekaan untuk
P.vivax yang dapat diperbandingkan dengan P.falciparum. Ini belum termasuk kasus kotak yang
menargetkan antigens pan-malarial yang berbeda.
Ketegasan dari RDTs, diukur dalam penyelidikan yang sama, apakah yang seragam mempunyai hasil
yang tinggi (kebanyakan > 90%). Bagaimanapun, hasil positif palsu telah dilaporkan di dalam darah dari
pasien dengan faktor rheumatoid, terutama di dalam versi yang lebih awal dari satu kotak HRP-II;
masalahnya, mungkin dihubungkan dengan reaksi silang dengan antibody monoclonal yang berlabel,
terakhir sudah dilaporkan dengan benar didalam beberapa versi kotak terbaru. Sebagai tambahan, test
HRP-II dapat positif tinggal untuk 7-14 hari yang mengikuti kemoterapi di dalam proporsi substansil
individu, sungguhpun pasien ini tidak lagi mempunyai gejala atau parasitaernia (seperti ketika ditaksir
oleh blood smears). Derajat tingkat kepositifan yang persisten seperti itu kelihatannya tidak ditemui di
dalam test yang mengarahkan antigens lain.Nilai-nilai yang bersifat prediksi, kedua-duanya ditemukan
hal positif dan hal negatif, tukar menukar parasit merupakan hal yang dianggap biasa dan sering
ditemukan untuk menjadi bisa diterima.
RDTs yang dilaporkan selalu sama untuk menjadi lebih mudah dilaksanakan dibanding semua teknik
diagnostik berkenaan dengan malaria lain, dengan beberapa format RDT yang sedang ditemukan
menjadi lebih mudah dioperasikan dibanding dengan yang lain. Kesehatan para pekerja dengan
ketrampilan minimal dapat dilatih; terlatih di dalam teknik RDT dalam periode yang bermacam-macam
dalam tiga jam selama satu hari.
RDTs adalah lebih lebih sederhana untuk dilaksanakan dan untuk diinterpretasikan. Mereka tidak
memerlukan pelatihan dengan menggunakan listrik. Peralatan yang spesial atau pelatihan penggunaan
mikroskop. Bagi para pekerja kesehatan (dan pekerja kesehatan lainnya seperti sukarelawan) dapat
mengajarkan prosedur yang berarti dalam beberapa jam, dengan ketrampilan ingatan yang baik di atas
periode satu tahun.
RDTs relatif sempurna dalam tes performance dan dalam tukar menukar intrepretasi relatif lebih sedikit
antar para pemakai. Lebih dari itu, kebanyakan kotak dapat dikirimkan dan disimpan dalam kondisi yang
sesuai dengan lingkungan.
Sejak RDTs mendeteksi perputaran antigens, itu dapat mendeteksi infeksi P. falciparum bahkan ketika
parasit disita di kompartemen vaskuler dan tidak begitu bisa mendeteksi oleh pengujian mikroskopik
dari sekeliling blood smear. Pada wanita-wanita dengan placental malaria (seperti ketika dipertunjukkan
oleh placental smears), RDTs sudah mendeteksi putaran HRP-II sungguhpun blood smears hasilnya
negatif dari P.falciparum pada plasenta.
Sekarang ini sudah tersedia dipasaran RDTs secara yang mengarahkan HRP-II dapat mendeteksi hanya
pada P.falciparum. Kotak itu akan mendeteksi hanya sebagian dari kasus di mana ada Plasmodium jenis
lain itu merupakan co-endemik. Mereka tidaklah pantas untuk mendiagnosa kasus malaria yang di
import dari area di mana P.falciparum bukan jenis lazim.
Target RDTs itu HRP-II dari P.falciparum dapat memberi hasil positif untuk sampai dua minggu mengikuti
pemeriksaan parasit dan chemotherapi seperti yang telah dikonfirmasikan oleh mikroskopi Alasan untuk
antigen ini perlu untuk diperjelas. Menunggu keputusan klarifikasi, RDTs mengarahkan HRP-II mungkin
meng-hasilkan keputusan yang membingungkan dalam hubungannya dengan penilaian kegagalan
perawatan perlawanan obat atau RDTs yang sekarang jadilah lebih mahal dibanding dengan
menggunakan mikroskop (mikroskopi).
H. Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mengurangi
kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat malaria).
Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:
-Membunuh semua stadium dan jenis parasit
-Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
-Toksisitas dan efek samping sedikit
-Mudah cara pemberiannya
-Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sayangnya, dalam pengobatan didapatkan hambatan operasional dan teknis. Hambatan operasioanal itu
adalah:
- produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
- distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
- kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang telah ditetapkan.
- kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal,
klorokuin untuk tiga hari, hanya diminum satu hari saja)
Sementara itu, hambatan teknisnya adalah gagal obat atau resistensi terhadap obat. Obat yang ideal
yaitu:
- Membunuh semua stadium dan jenis parasit
- Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
- Toksisitas dan efek samping sedikit
- Mudah cara pemberiannya
- Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sedangkan hambatan operasional dalam pengobatan adalah:
- produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
- distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
- kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang telah ditetapkan.
- kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal klorokuin
untuk 3 hari, hanya diminum 1 hari saja).
Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit malaria,
antara lain:
1. Klorokuin
Kerja obat :
- sizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria dengan menekan gejala klinis dan
menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat pilihan terhadap serangan akut, demam hilang dalam 24
jam dan parasitemia hilang dalam 48-72 jam; bila penyembuhan lambat dapat dicurigai terjadi resistensi
(gagal obat); terhadap Plasmodium falciparum yang resisten klorokuin masih dapat mencegah kematian
dan mengurangi penderitaan.
gametosit : tidak evektif terhadap gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet muda.
Farmokodinamika :
- menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
- obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA terganggu.
Toksisitas :
- Dosis toksis: 1500 mg basa (dewasa)
- Dosis lethal: 2000 mg basa (dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak atau lebih besar / sama
dengan 30 mg basa/kg BB.
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, diare terutama bila perut dalam keadaan kosong
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- gangguan pendengaran
Formulasi obat:
- Tablet (tidak berlapis gula): Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan 250 mg berntuk garam dan
Klorokuin sulfat 150 mg basa setara dengan 204 mg garam.
- Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa klorokuin
disulfat per ampul.
2. Primakuin
Kerja obat :
- sizon jaringan: sangat efektif terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap p. malariae tidak diketahui.
- sizon darah: aktif terhadap p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan dosis tinggi sehingga perlu
hati-hati.
- gametosit: sangat efektif terhadap semua spesies parasit.
- hipnosoit: dapat memberikan kesembuhan radikal pada p.vivax dan p.ovale.
Farmakodinamika : Menghambat proses respirasi mitochondrial parasit (sifat oksidan) sehingga lebih
berefek pada parasit stadium jaringan dan hipnosoit
Toksisitas :
- Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa) atau 1-4 mg/kgBB/hari
- Dosis lethal lebih besar 240 mg basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
- Gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, anoreksia, sakit perut terutama bila dalam keadaan
kosong
- Kejang-kejang/gangguan kesadaran
- Gangguan sistem haemopoitik
- Pada penderita defisiensi G6 PD terjadi Hemolysis
Formulasi obat : Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.
3. Kina
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
- Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap spesies lain cukup
efektif.
Farmakodinamika : Terikat dengan DNA sehingga pembelahan RNA terganggu yang kemudian
menghambat sintesa protein parasit.
Toksisitas :
- dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
- dosis lethal: lebih besar dari 8 gr/hari (dewasa)
Efek samping : Chinchonisme Syndrom dengan keluhan antara lain pusing, sakit kepala, gangguan
pendengaran telinga berdenging (tinuitis dll), mual dan muntah, tremor dan penglihatan kabur.
Formulasi obat:
- Tablet (berlapis gula), 200 mg basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
- Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)
5. Sambiloto
Bila sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dipilih sebagai obat alternatif, bagian yang digunakan
adalah daunnya. Tanaman ini tumbuh lurus dengan banyak cabang. Tingginya Cuma 50 80 cm.
Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik (menghilangkan demam). Sifat antipiretik
inilah yang bisa membantu penderita malaria dalam melawan penyakitnya. Dalam penelitian in vivo (di
dalam tubuh makhluk hidup), daun sambiloto memang tidak mematikan P. berghei pada mencit.
Namun, mencit yang tertular bisa diperpanjang masa hidupnya karena hati dan limpanya terlindung dari
kerusakan. Dengan demikian penggunaan daun sambiloto dapat menunjang penggunaan obat
plasmodicide (bersifat menghancurkan plasmodia). Hasilnya, sudah terlihat pada pemberian pertama.
Meski begitu, dianjurkan untuk menggunakannya secara terus-menerus. Daun sambiloto bisa digunakan
sebagai obat oral tunggal tradisional. Setiap kali hendak menggunakannya diperlukan sekitar setengah
genggam daun sambiloto segar. Bahan itu dicuci, direbus dengan tiga gelas minum air bersih hingga
tinggal sekitar bagiannya. Setelah disaring dan ditambahi madu (kalau dirasa perlu), air rebusan sudah
siap dijadikan obat tradisional untuk malaria. Dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali,
masing-masing sebanyak gelas minum.
6. Pulai
Kalau di dekat rumah tumbuh pohon pulai (Alstonia scholaris R. Br.), ada baiknya tanaman ini yang
dipilih. Tinggi pohon ini bisa mencapai 25 m dengan diameter batang 40 60 cm. Di Jawa, pulai
umumnya ditemukan di daerah berketinggian di bawah 900 m di atas permukaan laut. Bagian tanaman
yang digunakan bukan lagi daunnya, tapi kulit pohonnya. Rasa bagian pohon ini pahit dan tak berbau.
Menurut Perry, kulit kayu tsb. Baik untuk pengobatan malaria kronis yang disertai pembesaran limpa. Di
dalamnya terkandung senyawa alkaloid. Air dari seduhan kulit tanaman ini terbukti tidak beracun.
Secara in vitro (di dalam tabung percobaan) terbukti ekstraknya bersifat plasmodicide pada konsentrasi
10 100 mikrogram/mikroliter. Apakah alkaloid yang dikandungnya bersifat plasmodicide, belum
terbukti. Untuk menggunakannya sebagai obat tradisional malaria, diperlukan kulit batangnya sebesar
tiga jari. Kulit itu direbus di dalam tiga gelas minum air bersih hingga tinggal sekitar -nya. Setelah
disaring dan diberi pemanis berupa gula atau madu, air rebusan tsb. Sudah bisa diminum sebagai obat
tradisional. Sekali minum cukup gelas dan dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali.
7. Johar
Tanaman johar (Cassia siamea Lamk.) juga sudah banyak diteliti kemungkinannya sebagai obat malaria.
Tanaman ini berupa pohon dan cepat tumbuhnya. Di Jawa, tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah
dengan ketinggian di bawah 1.000 m di atas permukaan laut. Tingginya bisa mencapai 15 m dengan
batang berdiameter 40 50 cm. Kayunya termasuk kuat dan awet. Daunnya merupakan bagian yang
bisa digunakan sebagai obat malaria. Di dalamnya terdapat alkaloid bersifat racun dan
oxymethylanthraquinone. Namun, zat-zat tsb. Belum terbukti bertanggungjawab terhadap khasiatnya
sebagai obat malaria.
Dalam penelitian diketahui, sampai dosis 100 mg serbuk daun/100 g tikus dalam bentuk infus oral tidak
mengurangi jumlah eritrosit (sel darah merah) tertular parasit (plasmodium). Ada kemungkinan perlu
dosis lebih besar dan dengan frekuensi lebih sering supaya efek yang diharapkan bisa dicapai. Juga telah
dibuktikan bahwa ekstrak daun johar termasuk bahan yang tidak beracun. Secara in vivo ekstrak
tersebut tidak bersifat plasmodicide pada P. berghei, tapi memperpanjang masa hidup mencit tertular,
lantaran limpa dan hatinya tidak rusak. Daun johar juga memiliki daya imunostimulasi (merangsang
produksi zat kekebalan tubuh), bersifat antipiretik yang potensinya seperti asetosal. Infusnya juga
bersifat hepatoproteksif (melindungi hati dari kerusakan).
Seperti dikutip Heyne, dalam harian Indische dagbladen Juni 1917 disebutkan seorang bernama Wilkens
di Surakarta menganjurkan penggunaan daun johar untuk pengobatan malaria. Segenggam daun
mudanya direbus dengan enam cangkir air hingga airnya tersisa separuhnya (tiga cangkir). Hasil rebusan
ini diminum tiga kali sehari, masing-masing secangkir. Kalau penderita merasa agak baik, dosisnya
diturunkan menjadi dua kali sehari, masing-masing secangkir. Setelah kesehatannya normal, dosisnya
diturunkan kembali menjadi secangkir dalam sehari.
Di masa sekarang, ramuan itu sedikit berubah meskipun prinsipnya sama. Untuk menggunakannya
dalam proses pengobatan malaria digunakan genggam daun johar segar. Semuanya direbus di dalam 3
gelas minum air hingga air rebusannya tersisa -nya. Air rebusan ini diminum 3 kali sehari, masing-
masing gelas minum.
8. Bratawali
Tanaman lain yang bisa dijadikan sebagai alternatif bahan obat tradisional adalah bratawali (Tinospora
crispa Miers.). Tanaman ini tumbuh merambat dengan gemang batang sebesar kelingking orang dewasa.
Batangnya dipenuhi benjolan-benjolan kecil.
Bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan malaria adalah batangnya. Di dalamnya terkandung
alkaloid. Batang ini rasanya sangat pahit, sehingga binatang pun enggan menyentuhnya. Demikian
pahitnya hingga kalau air rebusannya dikonsumsi begitu saja dapat menyebabkan muntah-muntah.
Meski begitu, rebusan ini telah lama digunakan sebagai obat demam yang sukar diobati. Bahkan, sejak
lebih dari setengah abad lampau khasiatnya sebagai obat deman telah diuji oleh dokter-dokter angkatan
bersenjata. Mereka berkesimpulan khasiatnya baik pada beberapa kasus demam berselang (mungkin
demam sebagai gejala malaria).
Serbuk batang bratawali termasuk bahan yang PNT. Infusnya bersifat antipiretik. Sifat inilah yang
meringankan penderitaan penderita malaria. Namun, belum diketahui apakah sifat ini disebabkan
alkaloid yang dikandungnya atau oleh sebab lain. Yang pasti, dalam penelitian bahan ini tidak
menurunkan jumlah eritrosit mencit yang tertular P. berghei.
Untuk menjadikannya sebagai obat tunggal tradisional diperlukan jari batang bratawali segar. Batang
itu dipotong-potong seperlunya lalu direbus di dalam 4 gelas minum air hingga tinggal separuhnya. Air
rebusan disaring, diberi pemanis gula atau madu secukupnya. Hasilnya siap diminum sebagai obat oral.
Tiap hari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-masing gelas minum.
9. Vaksin
Kurang memuaskannya hasil penanganan selama ini mengakibatkan para ahli sependapat bahwa
harapan untuk memenangkan perang melawan malaria terletak pada ditemukannya vaksin antimalaria.
Dari ke empat spesies plasmodium, yang paling banyak menimbulkan kematian adalah P falciparum
sehingga prioritas penemuan vaksin ditujukan terhadap spesies ini. Sementara ini telah diteliti empat
kemungkinan pendekatan tata kerja vaksin:
1. pada stadium pre erythrocyt (sel darah merah),
2. pada tingkat blood stage.
3. pada transmission blocking.
4. kombinasi ketiganya atau multi stage vaccine.
Vaksin yang bekerja pada stadium pre erythrocyte di desain untuk mencegah infeksi ke sel darah merah
yakni mencegah pelepasan merozoit dari hati. Makanya vaksin tersebut sangat penting peranannya bagi
strategi penemuan multi stage vaccine selanjutnya.
Sementara vaksin yang bekerja pada blood stage bekerja membatasi multiplikasi parasit di dalam darah.
Sehingga mengurangi gejala klinis penyakit, namun tidak dapat mencegah terjadinya infeksi.
Kemungkinan mekanisme kerjanya adalah menginduksi antibodi terhadap protein permukaan
merozoite, protein dari sel darah merah yang sudah terinfeksi atau menginduksi toksin antimalaria
Sedangkan vaksin transmission-blocking vaccinee (TBVs) bertujuan mencegah transmisi parasit dari
manusia ke nyamuk dan vaksin jenis ini digabungkan dengan vaksin berbagai tingkat yang lain (liver dan
blood stage).
Begitu pula vaksin multi stage. Vaksin ini di disain untuk berefek pada semua tingkat pada siklus parasit
malaria. Pertama diuji coba pada manusia dengan tipe SPF66 suatu tipe peptide vaksin. Pada awalnya
SPF66 memberikan hasil yang menjanjikan, namun dalam percobaan skala besar penelitian fase III
hasilnya negatif. Saat ini formula baru vaksin ini sedang dikembangkan serta vaksin multi stage berbasis
DNA juga mulai dikembangkan .
Untuk mengatasi plasmodium memang diperlukan vaksin kompleks namun ternyata penambahan
berbagai elemen justru hasilnya kontra produktif. Penemuan genetic tools yang baru seperti
transcriptome dan teknologi analisa proteome diharapkan membuat para ahli dapat lebih memahami
biologi dari plasmodium sehingga dapat menolong untuk pengembangan vaksin dan obat antimalaria
yang baru.
Walau strategi mengatasi malaria belum sepenuhnya berhasil, namun tetap harapannya terletak pada
vaksin-vaksin tersebut. Meski sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang memenuhi syarat, bahkan
pengembangannya masih banyak tantangan. Para ahli tetap mengupayakan ditemukannya vaksin
antimalaria terutama vaksin multi stage.
I. Pencegahan Malaria
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang penting untuk
mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh
kesadaran masyarakat setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk
dapat dilakukan dengan cara :
1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu berinsektisida.
2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
6. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan
air.
9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air
atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai.
Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan sebelum seseorang
melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya mengkonsumsi
obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua jenis parasit malaria.
Aturan pemakaiannya adalah :
Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1 minggu sebelum
berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin 300
mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika daerah itu
plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin sebanyak tiga tablet.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Malaria adalah penyakit yang disebarkan melalui perantara nyamuk anopheles. Malaria disebabkan oleh
plasmodium, parasit yang bersel tunggal yang terdiri atas 4 jenis plasmodium yaitu :
a. Plasmadium Vivax : menyebabkan Malaria Tertiana Benigna.
b. Plasmadium Ovale : menyebabkan Malaria Tertiana Benigna
c. Plasmadium Malariae : menyebabkan Malaria Quartana
d. Plasmadium falciparum : menyebabkan Malaria Tertiana Maligna yang berat, progresif dan biasanya
fatal.
Penyakit ini dapat diobati dengan menggunakan tanaman obat seperti kina, johar, bratawali, dan
sambiloto. Selain itu juga bisa dengan obat seperti Klorokuin, Primakuin, Sulfadoksin Pirimetamin (SP).
Agar kita terhindar dari penyakit ini, hendaknya kita melakukan tindakan pencegahan dari gigitan
nyamuk Anopheles. Pencegahannya ada yang dengan menggunakan obat dan ada juga yang tanpa obat.
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang penting untuk
mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh
kesadaran masyarakat setempat.
ANTI MALARIA
A. Pendahuluan
Malaria masih merupakan masalah kesehatan di dunia baik di negara-negara berkembang maupun di
negara-negara maju. Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Organization Health = WHO) sekitar 41%
penduduk dunia atau kurang lebih 2,3 miliar penduduk tinggal di daerah endemis yang berisiko
terinfeksi malaria. Sebanyak 300-500 juta diantaranya terinfeksi malaria setiap tahunnya, dan
diperkirakan 1,5 2,7 juta meninggal per tahun terutama balita, ibu hamil.1 Kondisi malaria di Indonesia
tidak jauh berbeda dengan kondisi malaria di dunia. Di pulau Jawa dan Bali tingkatan API (Annual
Parasite Incidence) turun menjadi 0,06 per mil tahun 1995 dari 0,19 per mil tahun 1993. Di luar pulau
Jawa dan Bali kondisinya lebih memprihatinkan lagi, meskipun Annual Malaria Incidence (AMI) menurun
dari 20,3 per mil pada tahun 1993 menjadi 19,13 per mil pada tahun 1995.2
Dalam upaya pengendalian malaria, diperlukan penanganan yang terpadu. Selain pengendalian vector
dengan insektisida diperlukan juga pengobatan radikal pada tiap kasus yang ditemukan. Kemoprofilaksis
dan pengobatan terhadap kasus dan simtomatik dilaksanakan secara meluas untuk mengurangi
penderitaan yang ditimbulkan penyakit ini.3
Obat antimalaria yang ideal adalah obat yang efektif terhadap semua jenis dan stadium parasit,
menyembuhkan infeksi akut maupun laten, efek samping ringan dan toksisitas rendah.. Obat antimalaria
dikelompokkan menurut rumus kimia dan efek atau cara kerja obat pada stadium parasit.
B. Pengaertian
Anti Malaria adalah obat-obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit yang
disebabkan oleh parasit bersel tunggal (protozoa) yang ditularkan melelui gigitan nyamuk anopheles
betina yang menggigit pada malam hari denan posisi menjungkit.
v Terjadi anemia
menentu ,disertai nyeri kepala Yang sering timbul Setiap 4 hari sekali
kematian
Contoh : berbagai obat anti gigitan nyamuk , misalnya anti nyamuk bakar , anti nyamuk listrik, anti
nyamuk semprot, anti nyamuk lotio, roll on ,dll
Contoh : primakuin
1. Antimalaria yang memiliki struktur dasar kuinolin yaitu kuinin, klorokuin, amodiakuin dan
meflokuin.
Untuk kelangsungan hidupnya Plasmodium falciparum memerlukan zat makanan yang diperoleh dengan
cara mencerna hemoglobin dan vacuola makanan yang bersifat asam. Hemoglobin yang dicerna selain
menghasilkan asam amino yang menjadi nutrient bagi parasit, juga menghasilkan zat toksik yang disebut
ferryprotoporphyrin (FP IX). Klorokuin dan antimalaria yang mengandung cincin quinolin lainnya
membentuk kompleks dengan FP IX dalam vacuola. Kompleks obat-FP IX tersebut sangat toksik dan
tidak dapat bergabung membentuk pigmen. Toksin kompleks obat-FP IX meracuni vacuola menghambat
ambilan ( intake ) makanan sehingga parasit mati kelaparan.5,6Kompleks klorokuin-FP IX juga
mengganggu permeabilitas membrane parasit dan pompa proton membrane. Mekanisme kerja yang
lain adalah dengan berinterkelasi dengan DNA parasit dan menghambat DNA polimerase (kuinin).
Klorokuin juga bersifat basa lemah sehingga, masuknya klorokuin ke dalam vakuola makanan yang
bersifat asam akan meningkatkan pH organel tersebut. Perubahan pH akan menghambat aktivitas
aspartase. dan cysteinase protease yang terdapat di dalam vakuola makanan sehingga metabolisme
parasit terganggu.
Tidak seperti kuinin dan aminokuinolin lainnya, meflokuin tidak berinterkelasi dengan DNA. Meflokuin
bekerja dengan menghambat pengeluaran (up take) klorokuin pada sel yang terinfeksi, mekanisme ini
menerangkan efek antagonis dari klorokuin dan meflokuin pada parasit yang sedang tumbuh. Meflokuin
berinterferensi dengan transport hemoglobin dari eritrosit pada vacuola makanan di parasit. Meflokuin
hanya mempengaruhi bentuk aseksual dari parasit dan tidak mempengaruhi efek pada bentuk exo-
eritrosit hati atau stadium gametosid.
2. Anti Malaria yang merupakan analog p-aminobenzoat dan dihidrofolat reduktase inhibitor
(DHFR) yaitu sulfonamida dan pirimetamin atau trimetoprim.
Jalur sintesis asam folat merupakan salah satu dari target kerja obat-obat antimalaria. Sejumlah obat
antimalaria merupakan analog dari p-aminobenzoat (PABA) dan dihidrofolat reduktase inhibitor.
Pada hewan tingkat tinggi folat didapati dari makanan (eksogen), sedangkan mikroorganisme sintesis
dihidrofolat sangat penting. Mekanisme kerja antagonis folat adalah dengan menghambat sintesis folat.
Seperti pada bakteri, plasmodium harus mensintesis asam folat de novo menggunakan PABA sebagai
metabolit yang penting. Asam folat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat oleh enzim dihidrofolat
reduktase (DHFR).
Senyawa sulfonamida dan inhibitor DHFR bekerja dengan menyebabkan hambatan sintesis asam
tetrahidrofolat sehingga menghambat pertumbuhan plasmodium. Kombinasi pirimetamin+ sulfadoksin,
pirimetamin + dapson, bekerja dengan cara ini.
3. Artemisin yaitu senyawa aktif yang terdapat di dalam Artemisia annua (Qing hao).
Penggunaan Qing hao sebagai antimalaria pertama kali ditulis oleh Li Shizen di dalam Compendium of
Materia Medica pada tahun 1596, namun isolasi senyawa aktifnya yaitu artemisin baru dilakukan tahun
1972.
Artemisin adalah senyawa seskuiterpenlakton. Mekanisme kerjanya adalah dapat berinteraksi dengan
ferriprotoporphyrin IX (heme) di dalam vakuola makanan parasit yang bersifat asam dan menghasilkan
spesies radikal yang bersifat toksik. Jembatan peroksida di dalam pharmacophore trioksan penting untuk
aktivitas antimalarianya. Struktur jembatan peroksida pada molekul artemisin dapat diputus oleh ion
Fero yang berasal dari hemoglobin, menjadi radikal bebas yang sangat reaktif, sehingga dapat
mematikan parasit.
Artemisin dan derivatnya bekerja sebagai skizontosid darah. Selama pertumbuhan dan penggandaannya
dalam sel darah merah, parasit memakan dan
menghancurkan sampai 80 persen sel hemoglobin inang dalam bagian ruang yang dinamakan vakuola
makanan. Ini akan melepaskan Fe2+-hem, yang teroksidasi menjadi Fe3+-hematin, dan kemudian
mengendap dalam vakuola makanan membentuk pigmen kristal disebut hemozoin.
Efek antimalaria dari artemisin disebabkan oleh masuknya molekul ini ke dalam vakuola makanan
parasit dan kemudian berinteraksi dengan Fe2+-hem. Interaksi menghasilkan radikal bebas yang
menghancurkan komponen vital parasit sehingga mati.
4. Atovaquon.
Mekanisme kerja atovaquon sebagai antimalaria adalah menghambat elektron transport di mitokondria
dan mengganggu membran potensial mitokondria plasmodium.13 Mitokondria merupakan organel
subseluler yang terdapat diluar inti. Organel ini memiliki dua membran, membran sebelah luar dan
membran sebelah dalam membentuk sejumlah lipatan yang menjorok ke matriks yang disebut krista,
struktur ini berhubungan dengan aktivitas pernafasan, sebab protein yang berperan di dalam transport
elektron dan fosforilasi oksidatif terikat pada membran sebelah dalam. DNA mitokondria dari
Plasmodium terdiri dari 3 komponen elektron transport yaitu: subunit 1 dan 3 sitokrom C oksidase dan
apositokrom b.
Mekanisme kerja yang lain adalah dengan menghambat proses invasi plasmodium pada eritrosit. Parasit
menginvasi eritrosit melalui 4 tahap yaitu: perlekatan merozoit dengan eritrosit, perubahan mendadak
eritrosit yang terinfeksi, invaginasi membran eritrosit dimana parasit melekat dan selanjutnya
pembentukan kantong merozoit dan terakhir penutupan kembali membran eritrosit disekeliling parasit.
Setelah masuk kedalam eritrosit, merozoit bentuknya membulat dan semua organelnya hilang. Parasit
berada dalam membran vakuola parasitophorous dan tampak berbentuk cincin. Proses ini melibatkan
ligan yang spesifik dan reseptor.
Chloroquinum Riboquin 100 mg, 300 mg/tablet ,25 mg/ml syr Dexa Medica
a. Skizontosid darah
Untuk mengendalikan serangan klinik digunakan skizontosid darah yang bekerja terhadap merozoit di
eritrosit (fase eritrosit). Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran
eritrosit yang menmbulkan gejala klinik.
Contoh golongan obat ini ialah klorokuin, kuinin, meflokuin, halofantrin, dan qinghaosu (artemisinin).
Antimalaria golongan antifolat dan antibiotik, juga merupakan skizontosid darah, tetapi kurang efektif
dan kerjanya lambat.
Pengobatan supresi ditujukan untuk menyingkirkan semua parasit dalam tubuh pasien dengan
memberikan skizontosid darah dalam waktu yang lebih lama dari masa hidup parasit.
b. Skizontosid jaringan
Pada pencegahan kausal digunakan skizontosid jaringan yang bekerja pada skizon yang baru memasuki
hati. Dengan demikian tahap infeksi eritrosit dapat dicegah dan transmisi lebih lanjut dihambat.
Kloroguanid (proguanil) efektif untuk profilaksis kausal malaria palciparum. Meskipun primakuin juga
memiliki aktivitas terhadap P. falciparum, obat yang berpotensi toksik ini dicadangkan untuk
penggunaan klinik yang lain.
Pencegahan relaps juga menggunakan skizontosid jaringan. Senyawa ini bekerja pada bentuk laten
jaringan P. vivax dan P. ovale, setelah bentuk primernya di jaringan hati dilepaskan ke sirkulasi skizon
jaringan dimanfaatkan untuk profilaksis terminal atau penyembuhan terminal.
Untuk profilaksis terminal obat tersebut diberikan segera sebelum atau segera sesudah meninggalkan
daerah endemik, sedangkan untuk memperoleh penyembuhan radikal penyembuhan radikal obat
tersebut diberikan selama masa infeksi laten atau selama serangan akut.
Pada saat serangan akut, skizontosid jaringan diberikan bersama skizontosid darah. Klorokuin dipakai
untuk memusnahkan P. vivax dan P. ovale fase eritrosit, sedangkan skizontosid jaringan untuk
memusnahkan bentuk laten jaringan yang dapat menimbulkan serangan baru lagi.
Primakuin adalah obat prototip yang digunakan untuk mencegah relaps, yang dicadangkan khusus
untuk infeksi eritrosit berulang akibat plasmodia yang tersembunyi di jaringan hati.
Pengobatan radikal dimaksudkan untuk memusnahkan parasit dalam fase eritrosit dan eksoeritrosit.
Untuk ini digunakan kombinasi skizontosid darah dan jaringan. Bila telah tercapai penyembuhan radikal
maka individu ini diperbolehkan menjadi donor darah. Tetapi sulit untuk mencapai penyembuhan
radikal karena adanya bentuk laten jaringan, kecuali pada infeksi P. falciparum.
Pengobatan untuk mengatasi serangan klinik infeksi P. falciparum juga merupakan pengobatan radikal
karena kemungkinan reinfeksi besar. Pengobatan seperti ini ditujukan kepada pasien yang kambuh
setelah meninggalkan daerah endemik.
c. Gametosid
Gametosid membunuh gametosit yang berada dalam eritrosit sehingga transmisinya ke nyamuk
dihambat.
Klorokuin dan kina memperlihatkan efek gametosidal pada P. vivax, P. ovale dan P. malariae,
sedangkan gametosit P. falciparum dapat dibunuh oleh primakuin.
d. Sporontosid
Sporontosid menghambat perkembangan gametosit lebih lanjut di tubuh nyamuk yang menghisap
darah pasien, dengan demikian rantai penularan terputus. Kerja seperti ini terlihat dengan primakuin
dan kloroguanid. Obat antimalaria biasanya tidak dipakai secara klinis untuk tujuan ini.
Amodiakuin dan hidroksiklorokuin merupakan turunan klorokuin yang sifatnya mirip klorokuin.
Walaupun in vitro dan in vivo amodiakuin lebih aktif terhadap P. falciparum yang mulai resisten
terhadap klorokuin, obat ini tidak digunakan rutin karena efek samping agranulositosis yang fatal dan
toksik pada hati.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja : menghambat aktivitas polimerase heme plasmodia. Polimerase heme plasmodia
berperanan mendetoksifikasi heme ferriprotoporphyrin IX menjadi bentuk homozoin yang tidak toksik.
Heme ini merupakan senyawa yang bersifat membranolitik dan terbentuk dari pemecahan haemoglobin
di vakuol makanan parasit. Peningkatan heme di dalam parasit menimbulkan lisis membran parasit.
Farmakokinetik
Absorpsi absorpsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat, dan makanan
mempercepat absorpsi ini. Sedangkan kaolin dan antasid yang mengandung kalsium dan magnesium
dapat mengganggu absorpsi klorokuin. Sehingga, obat ini sebaiknya jangan diberikan bersama-sama
dengan klorokuin.
Distribusi 55% dari jumlah obat dalam plasma akan terikat pada non-diffusible plasma constituent.
Klorokuin lebih banyak diikat di jaringan , pada hewan coba ditemukan klorokuin di hati, limpa, ginjal,
paru, dan jaringan bermelanin sebanyak 200-700 kali kadarnya dalam plasma. Sebaliknya, otak dan
medulla spinalis hanya mengandung klorokuin 10-30 kali kadarnya dalam plasma.
Metabolisme metabolisme klorokuin dalam tubuh berlangsung lambat sekali. Waktu paruh
terminalnya (T ) berkisar 30-60 hari.
Kontraindikasi : penyakit hati, gangguan saluran cerna, gangguan neurologic, gangguan darah seperti
G6PD, gangguan kulit berat seperti porfiria kutanea tanda dan psoriasis.
Efek samping
Pemakaian kronik : headache, gangguan penglihatan, erupsi kulit likenoid, rambut putih, kelainan
gelombang EKG
Interaksi obat
Resistensi : sudah banyak terjadi terutama Plasmodium falciparum, banyak mekanisme tetapi belum
ada yang pasti.
2. Primakuin
Farmakodinamik
Aktivitas antimalaria manfaat kliniknya yang utama ialah dalam penyembuhan radikal malaria vivax
dan ovale, karena bentuk laten jaringan plasmodia ini dapat dihancurkan oleh primakuin. Primakuin
sendiri tidak menekan serangan malaria vivax, meskipun ia memperlihatkan aktivitas terhadap fase
eritrosit. Demikian juga secara klinis tidak digunakan untuk mengatasi serangan malaria falciparum
sebab tidak efektif terhadap fase eritrosit.
Mekanisme kerja primakuin berubah menjadi elektrofil yang bekerja sebagai mediator oksidasi-
reduksi. Aktivitas ini membantu aktivitas antimalaria melalui pembetukan oksigen reaktif atau
mempengaruhi transportasi elektron parasit.
Resistensi beberapa strain P. vivax di beberapa Negara, termasuk Asia Tenggara relatif telah menjadi
resisten terhadap primakuin.
Farmakokinetik
Absorpsi setelah pemberian per oral, primakuin segera diabsorpsi. Primakuin tidak pernah diberikan
parenteral karena dapat mencetuskan terjadinya hipotensi yang nyata.
Metabolisme metabolismenya berlangsung cepat dan hanya sebagian kecil dosis yang diberikan yang
diekskresi ke urin dalam bentuk asal. Pada pemberian dosis tunggal, konsentrasi plasma mencapai
maksimum dalam 3 jam, dan waktu paruh eliminasi ( T ) 6 jam. Metabolisme oksidatif primakuin
menghasilkan 3 macam metabolit; turunan karboksil merupakan metabolit utama pada manusia dan
merupakan metabolit yang tidak toksik, sedangkan metabolit yang lain memiliki aktivitas hemolitik, yang
lebih besar dari primakuin. Ketiga metabolit ini juga memiliki aktivitas malaria yang lebih ringan dari
primakuin.
Ekskresi sebagian kecil dari dosis yang diberikan yang diekskresi ke urin dalam bentuk asal.
Kontraindikasi primakuin dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit sistemik yang berat yang
cenderung mengalami granulositopenia misalnya arthritis rheumatoid dan lupus eritematosus.
Primakuin juga tidak dianjurkan diberikan bersamaan dengan obat lain yang dapat menimbulkan
hemolisis, dan obat yang dapat menyebabkan depresi sumsum tulang. Primakui sebaiknya tidak
diberikan pada wanita hamil sebab fetus relatif mengalami defisiensi G6PD sehingga berisiko
menimbulkan hemolisis.
Efek samping efek samping yang paling berat dari primakuin ialah anemia hemolitik akut pada
pasien yang mengalami defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Beratnya hemolisis
beragam tergantung dari besarnya dosis dan beratnya defisiensi. Dengan dosis yang lebih tinggi dapat
timbul spasme usus dan gangguan lambung. Dosis yang lebih tinggi lagi akan memperberat gangguan di
perut dan menyebabkan methemoglobinemia dan sianosis. Gangguan saluran cerna dapat dikurangi
dengan pemberian obat sewaktu makan.
Kina (kuinin) ialah alkaloid penting yang diperoleh dari pohon sinkona. Pohon sinkona mengandung lebih
dari 20 alkaloid, tetapi yang bermanfaat di klinik hanya 2 pasang isomer, kina dan kuinidin serta sinkonin
dan sinkonidin. Struktur utama adalh gugus kuinolin. Kuinidin sebagai antimalaria lebih kuat dari kina,
tetapi juga lebih toksik.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja antimalarianya berkaitan dengan gugus kuinolin yang dimilikinya, dan sebagian
disebabkan karena kina merupakan basa lemah, sehingga akan memiliki kepekatan yang tinggi d dalam
vakuola makanan P. falciparum. Diperkirakan obat ini bekerja melalui penghambatan aktivitas heme
polimerase, sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat toksik yaitu heme.
Heme adalah hasil sampingan dari penghancuran haemoglobin di dalam vakuola makanan,yang pada
keadaan normal oleh enzim tersebut diubah menjadi pigmen malaria yang tidak merusak.
Farmakokinetik
Absorpsi kina dan turunannya diserap baik terutama melalui usus halus bagian atas.
Distribusi distribusinya luas, terutama ke hati, tetapi kurang ke paru, ginjal dan limpa; kina juga
melalui sawar uri. Kadar puncaknya dalam plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah suatu dosis tunggal.
Metabolisme sebagian besar alkaloid sinkona dimetabolisme di hati. Waktu paruh eliminasi kina pada
orang sehat 11 jam, sedang pada pasien malaria berat 18 jam.
Ekskresi hanya kira-kira 20% yang diekskresi dalam bentuk utuh di urin. Karena perombakan dan
ekskresi yang cepat, tidak terjadi akumulasi dalam badan.
Pada infeksi akut akan diperoleh peningkatan 1 glycoprotein yang akan mengikat fraksi bebas kina,
sehingga kadar bebas yang tadinya 15% dari konsentrasi plasma, menurun menjadi 5-10%. Keadaan ini
dapat mengurangi toksisitas, tapi juga dapat mengurangi keberhasilan terapi, apabila kadar bebasnya
menurun sampai di bawah KHM.
Indikasi malaria falciparum yang resisten klorokuin dalam bentuk kombinasi dengan
doksisiklin/klindamisin/pirimetamin-sulfadoksin memperpendek waktu th dan mengurangi toksisitas.
Efek samping
Sinkonisme tinnitus, sakit kepala, gangguan pendengaran, pandangan kabur, diare dan mual.
Keracunan yang lebih berat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskular, dan kulit.
Lebih lanjut lagi terjadi perangsangan SSP, seperti bingung, gelisah, dan delirium. Pernapasan mula-
mula dirangsang, lalu dihambat; suhu kulit dan tekanan darah menurun; akhirnya pasien meninggal
karena henti napas. Keracunan yang berat ini biasanya disebabkan oleh takar lajak atau reaksi kepekaan.
Dosis fatal kina per oral untuk orang dewasa berkisar 2-8 g.
Black water fever dengan gejala hemolisis berat, hemoglobinemia dan hemoglobinuri merupakan
suatu reaksi hipersensitivitas kina yang kadang terjadi pada pasien malaria yang hamil. Hipersensitivitas
yang lebih ringan dapat terjadi pada pasien dengan defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase.
Kina dan kuinidin merupakan perangsang kuat sel pankreas, sehingga terjadi hiperinsulinemia dan
hipoglikemia berat. Kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi yang fatal terutama pada wanita hamil
dan pasien infeksi berat yang berkepanjangan.
Kina juga dapat menyebabkan gangguan ginjal, hipoprotrombinemia, dan agranulositosis. Abortus
dapat terjafi pada takar lajak, tetapi tampaknya bukan akibat efek oksitosiknya.
4. Golongan antifolat
A. Pirimetamin
Pirimetamin ialah turunan pirimidin yang berbentuk bubuk putih, tidak berasa, tidak larut dalam air dan
hanya sedikit larut dalam asam klorida.
Farmakodinamik
Pirimetamin merupakan skizontosid darah kerja lambat yang mempunyai efek antimalaria yang mirip
dengan efek proguanil tetapi lebih kuat karena bekerja langsung; waktu paruhnya juga lebih panjang.
Untuk profilaksis, pirimetamin dapat diberikan seminggu sekali, sedangkan proguanil harus diberikan
setiap hari.
Mekanisme kerja pirimetamin menghambat enzim dihidrofolat reduktase plasmodia pada kadar yang
jauh lebih rendah daripada yang diperlukan untuk menghambat enzim yang sama pada manusia. Enzim
ini bekerja dalam rangkaian reaksi sintesis purin, sehingga penghambatannya menyebabkan gagalnya
pembelahan inti pada pertumbuhan skizon dalam hati dan eritrosit. Kombinasi dengan sulfonamid
memperlihatkan sinergisme karena keduanya mengganggu sintesis purin pada tahap yang berurutan.
Farmakokinetik
Absorpsi setelah pemberian oral, penyerapan pirimetamin di saluran cerna berlangsung lambat tetapi
lengkap.
Setelah pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 4-6 jam. Konsentrasi obat yang
berefek supresi dapat menetap di dalam darah selama kira-kira 2 minggu. Obat ini diakumulasi terutama
di ginjal, paru, hati dan limpa.
Ekskresi pirimetamin diekskresi lambat dengan waktu paruh kira-kira 4 hari. Metabolitnya diekskresi
melalui urin.
Efek samping dengan dosis besar dapat terjadi anemia makrositik yang serupa dengan yang terjadi
pada defisiensi asam folat. Gejala ini akan hilang bila pengobatan dihentikan, atau dengan pemberian
asam folinat (leukovorin). Untuk mencegah anemia, trombositopenia, dan leukopenia, leukovorin ini
dapat pula diberikan bersamaan dengan pirimetamin.
B. Kombinasi pirimetamin-sulfadoksin
Farmakodinamik obat ini bekerja dengan cara mencegah pembentukan asam folinat (asam
tetradihidrofolat) dari PABA pada plasmodia.
Indikasi
1. Terapi malaria falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Obat ini diberikan dalam dosis tunggal
per oral yaitu :
Obat ini juga digunakan sebagai terapi tambahan untuk kina dalam mengatasi serangan akut malaria,
guna memperpendek masa pemberian kina serta mengurangi toksisitasnya. Untuk serangan akut
malaria tanpa komplikasi oleh P. falciparum yang resisten klorokuin dapat diberikan sulfadoksin-
pirimetamin 3 tablet sahaja setelah pemberian kina 3 X 650 mg per hari selama 3-7 hari.
2. Terapi presumptif untuk malaria falciparum. Obat ini digunakan untuk mengatasi demam yang diduga
akibat serangan akutt malaria falciparum. Pengobatan ini dilakukan di daerah endemik malaria, di mana
pasien tidak mampu memperoleh pelayanan medik yang layak. Dianjurkan setelah pemakaian obat
tersebut, pasien secepat mungkin memeriksakan dirinya pada fasilitas medic yang lengkap untuk
memperoleh diagnose pasti dan pengobatan yang tepat.
Kontraindikasi
Pada gangguan fungsi ginjal dan hati, diskrasia darah, riwayat alergi sulfonamid, ibu menyusui dan
anak yang berusia kurang dari 2 tahun.
Efek samping
C. Proguanil/ kloroguanid
Proguanil atau kloroguanid ialah turunan biguanid yang berefek skizontosid melalui mekanisme
antifolat. Obat ini mudah penggunaannya dan hampir tanpa efek samping.
Indikasi untuk profilaksis, saat ini proguanil masih dipakai dalam kombinasi dengan klorokuin sebagai
regimen alternatif untuk meflokuin. Proguanil tersedia sebagai kombinasi tetap 100 mg dengan
atovakuon 250 mg, yang efektif untuk profilaksis malaria, terutama malaria falciparum. Selain itu,
kombinasi ini juga dicadangkan untuk mengobati serangan klinis malaria falciparum.
Resistensi proguanil mudah sekali timbul resistensi terhadapnya sehingga penggunaan proguanil telah
tergeser oleh antifolat lain yang lebih efektif. Meskipun resistensi terhadap proguanil sebagai
monoterapi cukup sering, namun dalam bentuk kombinasi jarang terjadi.
5. Meflokuin
Farmakodinamik mekanisme antimalarianya belum diketahui dengan jelas, tetapi dalam beberapa hal
meflokuin mirip dengan kuinin. Meflokuin memiliki aktivitas skizontosid darah yang kuat terhadap P.
falciparum dan P. vivax, tetapi tidak aktif terhadap fase eksoeritrosit dan gametosit.
Farmakokinetik
Absorpsi meflokuin hanya diberikan secara oral, karena pemberian parenteral dapat menyebabkan
iritasi lokal yang berat. Meflokuin diserap baik di saluran cerna.
Distribusi meflokuin banyak terikat pada protein plasma. Kadar dalam jaringan, terutama hati dan
paru, bertahan tinggi untuk beberapa lama.
Metabolisme - Saluran cerna merupakan reservoir untuk meflokuin karena obat ini mengalami sirkulasi
enterohepatik dan enterogastrik. Kadar puncak dicapai 17 jam setelah pemberian, kemudian menurun
sedikit demi sedikit selama beberapa hari dengan waktu eliminasi sekitar 20 hari.
Ekskresi ekskresinya dalam berbentuk berbagai metabolit terjadi terutama melalui feses dan hanya
sedikit yang melalui urin.
Indikasi mencegah dan mengobati malaria yang resisten klorokuin dan P. falciparum yang resisten
dengan banyak obat. Meflokuin tidak diindikasikan untuk mengobati malaria falciparum berat.
Efek samping mual, muntah, nyeri abdomen, diare, sakit kepala, dan pusing. Neurotoksisitas seperti
disorientasi, kejang, enselopati, neurotic dan psikotik juga dapat terjadi, namun bersifat reversibel bila
obat dihentikan.
Kontraindikasi wanita hamil, terutama kehamilan di bawah 3 bulan, anak yang berat badannya kurang
dari 5 kg, pasien dengan riwayat kejang, gangguan neuropsikiatri berat, gangguan konduksi jantung dan
adanya reaksi samping terhadap antimalaria kuinolin, misalnya kina, kuinidin dan klorokuin,
dikontraindikasikan menggunakan obat ini.
6. Halofantrin
Farmakokinetik
Absorpsi halofantrin diberikan secara oral. Penggunaan halofantrin terbatas, karena absorpsinya yang
ireguler dan potensinya menimbulkan aritmia jantung.
Setelah pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai dalam 4-8 jam, waktu paruhnya berkisar antara
10-90 jam.
Efek samping aritmia jantung, mual, muntah, nyeri abdomen, diare, pruritus dan rash.
Kontraindikasi wanita hamil dan wanita menyusui, pasien dengan gangguan konduksi jantung serta
pasien yang menggunakan meflokuin. Pada dosis tinggi, halofantrin dapat menimbulkan aritmia
ventricular bahkan kematian.
Indikasi sebagai pilihan selain kina dan meflokuin untuk mengobati serangan akut malaria yang
resisten klorokuin dan P. falciparum yang resisten terhadap berbagai obat.
7. Lumefantrin
Lumefantrin adalah suatu arilalkohol halofantrin yang tersedia dalam bentuk kombinasi tetap dengan
artemeter.
Kombinasi ini sangat efektif mengobati malaria falciparum dan belum ada laporan tentang adanya efek
kardiotoksik.
8. Doksisiklin/Tetrasiklin
Indikasi digunakan untuk profilaksis bagi daerah-daerah endemik yang terjangkit P. falciparum yang
resisten dengan berbagai obat. Dosis dewasa adalah 100 mg per oral per hari, diberikan 2 hari sebelum
masuk daerah endemik sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik. Pemberian tidak
dianjurkan lebih dari 4 bulan. Dosis anak usia lebih dari 8 tahun ialah 2mb/kg BB per oral per hari.
Doksisiklin juga digunakan sebagai terapi tambahan dalam pengobatan malaria falciparum yang resisten
terhadap klorokuin tanpa komplikasi, dengan dosis 2 kali 100 mg/hari per oral selama 7 hari.
Kontraindikasi tidak dianjurkan diberikan pada anak usia kurang 8 tahun, wanita hamil dan mereka
yang hipersensitif terhadap tetrasiklin.
Derivat artemisinin :
1. Artesunat garam suksinil natrium artemisinin yang larut baik dalam air tetapi tidak stabil dalam
larutan
Farmakodinamik
Dikatakan terdapat kemungkinan bahwa ikatan endoperoksida dalam senyawa ini yang berperan dalam
penghambatan sintesis protein.
Farmakokinetik
Absorpsi artemeter oral segera diserap dan mencapai kadar puncak dalam 2-3 jam, sedangkan
artemeter intramuscular mencapai kadar puncak dalam 4-9 jam.
Distribusi pada manusia sekitar 77% terikat pada protein. Kadar plasma artemeter pada penelitian
dengan zat radioaktif sama dengan dalam eritrosit, menunjukkan bahwa distribusi ke eritrosit sangat
baik.
Indikasi artemisinin dan derivatnya menunjukkan sifat skizontosid darah yang cepat in vitro maupun in
vivo sehingga digunakan untuk malaria yang berat. Dari beberapa uji klinik terlihat bahwa artemeter
cepat sekali mengatasi parasitemia pada malaria yang ringan maupun berat. Artemisinin adalah obat
yang paling efektif, aman, dan kerjanya cepat untuk kasus malaria berat terutama yang disebabkan oleh
P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan obat-obat lainnya, serta efektif untuk malaria
serebral.
Efek samping efek samping yang sering dilaporkan adalah mual, muntah dan diare.
10. Atovakuon
Farmakokinetik
Absorpsi atovakuon hanya diberikan secara oral. Bioavailabilitasnya rendah dan tidak menentu, tetapi
absorpsinya dapat ditingkatkan oleh makanan berlemak.
Distribusi sebagian besar obat terikat dengan protein plasma dan memiliki waktu paruh 2-3 hari.
Ekskresi sebagian besar obat dieliminasi dalam bentuk utuh ke dalam feses.
Kombinasi tetap atovakuon 250 mg dengan proguanil 100 mg per oral, menunjukkan hasil yang sangat
efektif untuk pengobatan malaria falciparum ringan atau sedang yang resisten terhadap klorokuin atau
obat-obat lainnya.
P. falciparum resisten Kina 3 X 650 mg/hari selama 3-7 hari Meflokuin sekali 750
terhadap klorokuin, ditambah salah satu obat di bawah ini mg/oral (~15 mg/kgBB)
tanpa komplikasi selanjutnya 500 mg pada 6-
Doksisiklin 2 X 100 mg/hari selama 7
8 jam berikutnya atau
hari, atau
Artesunat/artemeter oral,
Klindamisin 2 X 600 mg/hari selama 7 dosis tunggal per hari; 4
hari, atau mg/kgBB pada hari ke 1, 2
Sulfadoksin + pirimetamin (Fansidar) mg/kgBB pada hari ke 2 dan
sekali makan 3 tablet ke 3, i mg/kgBB pada hari ke
4 sampai ke 7 atau
*)
Selama pemberian kuinidin tekanan darah dan gambaran EKG perlu dimonitor secara terus-menerus
dan kadar glukosa perlu diperiksa secara berkala.
Anti Malaria
Antimalaria adalah obat-obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit yang
disebabkan oleh parasite bersel tunggal (protozoa) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
betina yang menggigit pada malam hari dengan posisi menjungkit.
4. anemia.
Gejala : Serangan demam tidak menentu disertai nyeri kepala yang hebat
Siklus Malaria
4. Sel darah merah melepaskan merozid yang dapat menginfeksi sel darah merah lain
1. Defenisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Penyakit ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia,
parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah.
Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai penyakit
influenza, namun bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian.
2. Obat Malaria
Obat antimalaria pertama yang dikenal sebagai salah satu obat tertua dan terpenting
adalah kuinin, yang diisolasi dari kulit batang Cinchona spesies (Rubiaceae) pada tahun 1820.
Pada tahun 1940, penemuan klorokuin hasil sintesis yang digunakan untuk obat antimalaria yang
lain, kedua obat tersebut masih digunakan sampai saat ini. Kajian parasitologi molekuler pada
tahun 1980, telah diperoleh kemajuan untuk memahami mekanisme resistensi dari obat
antimalaria yang paling banyak digunakan, yaitu kuinolon analog dan antifolat. Resistensi parasit
terhadap klorokuin diketahui disebabkan oleh adanya mutasi pada gen. Diduga resistensi ini
melibatkan lebih dari satu gen. Mekanisme resistensi terhadap obat-obatan antifolat,
pirimetamin, proguanil dan sulfadoksin terjadi karena mutasi pada dan mutasi pada gen sitokrom
antimalaria terbaru. Problem penting pada profilaksis dan penenganan malaria adalah
parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, efek samping ringan dan toksisitas rendah.
Obat antimalaria dikelompokkan menurut rumus kimia dan efek atau cara kerja obat pada
stadium parasit. Antimalaria yang memiliki struktur dasar kuinolin yaitu kuinin, klorokuin,
a. Kuinin
Obat malaria tertua, terutama berkhasiat pada bentuk eritrositer parasit malaria. Senyawa
ini sangat terdesak oleh obat sintesi baru yang lebih berkhasiat dan dapat ditoleransi baik. Kuinin
adalah alkaloid utama dari kulit pohon kina, sejenis pohon yang ditemukan di Amerika Selatan.
Calancha, seorang Rahib dari Lima Peru pertama kali menulis kegunaan pengobatan dengan
tepung kina pada demam yang berulang pada awal tahun 1633. Pada tahun 1820, Pelletier dan
Caventou memisahkan kinin dan kinkonin dari cinchona. Hingga sekarang kina diperoleh secara
penumpukan zat sitotoksik yaitu heme. Mekanisme kerjanya: memblok sintesis asam nukleat
dengan pembentukan kompleks DNA atau dengan kata lain Menekan pengambilan oksigen dan
parasit, berfek terhadap distribusi kalsium dalam jaringan otot dan menurunkan eksitabilitas pada
akhir syaraf motorik, efek terhadap kardiovaskular mirip dengan kuinidin. Kuinin juga
menghambat metabolisme karbohidrat. Kuinin bersifat toksik terhadap berbagai bakteri dan
organisme bersel tunggal seperti tripanosoma, plasmodium dan spermatozoa, serta mempunyai
Suatu turunan 4-amonokuinolin adalah obat skizon darah yang sangat kuat, dan selama
tidak ada resistensi, merupakan obat pilihan pertama pada serangan malaria akut. Senyawa ini
adsorpsi oleh usus dengan cepat dan sempurna dan disimpan dalam hati, limpa, ginjal, paru-paru,
leukosit, dan eritrosit. Klorokuin dengan cepat mengakhiri demam dalam 24-48 jam.
Mekanisme kerjanya adalah klorokuin berikatan pada DNA dan RNA sehingga
cairan sel parasit dan menaikkan pH internal sehingga menghambat pertumbuhan parasit,
membran parasit dan juga berpengaruh pada sintesis nulkeoprotein. Berikut adalah struktur
klorokuin.
Klorokuin biasanya dapat ditoleransi dengan baik, walaupun dalam jangka panjang.
Gatal-gatal, mual, muntah, sakit kepala, nyeri abdomen, penglihatan kabur merupakan efek yang
tidak diinginkan. Pemberian obat setelah makan mungkin dapat mengurangi efek tersebut.
Klorokuin tersedia sebagai tablet klorokuin fosfat 250 mg yang mengandung 150 mg
basa. Klorokuin dihidroklorida injeksi mengandung 40 mg basa tiap ml. Dosis oral diberikan
pada hari pertama dengan dosis 10 mg/kg berat badan, diikuti 6 jam kemudian dengan dosis 5
mg/kg, serta pada hari kedua dan ketiga dengan dosis 5 mg/kg. Pemberian secara intra vena
dengan dosis 10 mg/kg berat badan selama 8 jam, dilanjutkan 15 mg/kg selama 24 jam
c. Meflokuin
Strukturnya mirip kuinin. Sama seperti kuinin dan klorokuin merupakan skizontisida
darah yang kuat. Obat ini dikembangkan untuk penanganan malaria tropika yang resisten
terhadap klorokuin. Meflokuin bekerja dengan menghambat pengeluaran (up take) klorokuin
pada sel yang terinfeksi, mekanisme ini menerangkan efek antagonis dari klorokuin dan
Efek samping yang dapat terjadi adalah muntah dan kadang-kadang ganguan saraf pusat
d. Primakuin
Primakuin adalah anti malaria esensial yang dikombinasikan dengan klorokuin dalam
pengobatan malaria. Obat ini efektif terhadap gametosid dari semua Plasmodium sehingga dapat
mencegah penyebaran penyakit. Juga efektif terhadap bentuk hipnozoit dari malaria sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan radikal dan mencegah relaps. Obat ini tidak mempunyai efek
yang nyata terhadap bentuk aseksual parasit di darah sehingga selalu digunakan bersamaan
dengan skizontosida darah dan tidak pernah digunakan sebagai obat tunggal.
Diduga obat ini bekerja dengan menghasilkan oksigen reaktif atau berkompetisi dengan
transport elektron dalam tubuh parasit. Primakuin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral
dan dengan cepat dimetabolisasi. Waktu paruh 6 jam. Metabolit dari primakuin merupakan
bahan oksidatif dan dapat menyebabkan hemolisis pada pasien yang sensitif.
Primakuin tersedia dalam bentuk tablet berisi 15 mg bentuk basa. Diberikan setelah
pemberian klorokuin dengan dosis 0.25 mg/kg berat badan/hari selama 5 hari untuk infeksi P.
Vivax dan P. Ovale serta 0.75 mg/kg berat badan dosis tunggal pada infeksi P falciparum. Dosis
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus
Tugas ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas pada Mata Kuliah Farmakologi.
1.3.2 Tujuan Umum
a. Untuk menambah pengetahuan tentang penyakit malaria.
b. Untuk mengetahui tentang nyamuk Anopheles sp.
c. Untuk mengetahui penyebab dan gejala penyakit malaria.
d. Untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa penyakit malaria.
e. Untuk mengetahui bagaimana cara penularan dan penyebaran penyakit malaria.
f. Untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan dan pencegahan penyakit malaria.
1.4 Manfaat
a. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan, agar kedepan nanti kita dapat
berbuat dan bertindak untuk mengenali dan mengatasi serta menghindari penyakit Malaria.
b. Penulis dapat lebih mengetahui dan memahami secara spesifik penyakit Malaria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Plasmodium ovale
Tropozoit
Plasmodium falciparum
Tropozoit Skizon
Plasmodium vivax
Gametosit Skizon
Plasmodium malariae
Tropozoit Merozoit (rosset)
Infeksi awal malaria umumnya memiliki tanda dan gejala sebagai berikut :
Menggigil
Demam tinggi
Berkeringat secara berlebihan seiring menurunnya suhu tubuh
Mengalami ketidaknyamanan dan kegelisahan (malaise)
Tanda dan gejala lain antara lain:
Sakit kepala
Mual
Muntah
Diare
Dalam beberapa kasus, parasit penyebab malaria bisa bertahan dalam tubuh manusia selama
beberapa bulan. Sementara itu, infeksi akibat parasit P. falciparum biasanya lebih serius dan
lebih mengancam nyawa. Sehingga ketika merasakan gejala tersebut, penangan dokter lebih awal
sangat disarankan.
Keluhan dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria. Gejala
klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium imunitas tubuh dan jumlah parasit yang
menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai
waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam
darah disebut periode prepaten.
Gejala klinis
Gejala klinis malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), yaitu:
a. Periode dingin. Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus
diri dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit
sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
b. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan
tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang
muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau
lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur
turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melaksanakan pekerjaan seperti biasa. Di daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi,
sering kali orang dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung
parasit malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang.
Limpa penderita biasanya membesar pada serangan pertama yang berat/ setelah beberapa kali
serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan secara baik maka limpa akan
berangsur-berangsur mengecil. Keluhan pertama malaria adalah demam, menggigil, dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk penderita
tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih gejala berikut: gangguan kesadaran dalam
berbagai derajat, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan di
hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat, muntah terus-menerus, tidak dapat makan
minum, warna air seni seperti the tua sampai kehitaman serta jumlah air seni kurang sampai tidak
ada.
Perbandingan gambaran sedian darah tepi sedian hapus tipis pada masing-masing parasit
Plasmodium.
Gambaran darah tepi pada sedian hapus tipis dan tebal
P.Falciparum & P.malariae have only one cycle of liver cell invation, there-after multipication
is confined to erythrocytes.
Infeksi sel hati berhenti spontan < 4 mgg
Terapi ditujukan utk mengeliminasi parasit erithrocytic.
P.vivax & P. ovale have a dormant hepatic stage, that is responsible for recurrent infections
and relapses after apperent recovery of the host from the initial infection.
Dibutuhkan obat obat untuk pembasmian/ eradikasi parasit hepatis dan parasit eritrositik.
Schizontisid Darah: Obat obat yang bekerja pada parasit darah
Cholroquine
Amodiaquine
Quinine
Mefloquine
Schizonticid jaringan: mengeliminasi bentuk yg sedang berkembang dan juga dormant dalam sel
hati.
Primaquine
Gametocid: membunuh tahap tahap seksual dan mencegah transmisi ke nyamuk.
- Klorokuin & kuinin vivax & ovale
- Primaquine falciparum
Sporonticid:
Proguanil, Pyrimethamine (anti folate agents)
Obat obat kemoterapi ini diharapkan efektif membunuh parasit eritrositik sebelum parasit2 ini
tumbuh dlm jumlah yg banyak G.klinis/ penyakit
Parasit penyebab Malaria mempunyai tahapan tahapan dalam siklus hidupnya yang kompleks,
dan obat obat anti Malaria bekerja pada beberapa titik (tempat) dalam siklus tersebut.
Terapi malaria
Serangan klinis :
Dengan skizontosid fase eritrosit tidak terbentuk skizon baru tidak terjadi
penghancuran eritrosit tidak muncul gejala klinis
Pengobatan supresi
Membunuh semua parasit dari tubuh dengan memberikan skintosid darah dlm waktu
lama
Pengobatan radikal
Untuk memusnahkan parasit fase eritrosit dan eksoeritrosit skiontosid darah dan
jaringan (kombinasi)
Pencegahan
Digunakan skizontosid jaringan
RESISTENSI OBAT PADA MALARIA
Adanya parasit yang masih tetap hidup ataupun mengadakan multiplikasi walaupun penderita
mendapat pengobatan dengan obat anti malaria
Dosis sebagai sisontosidal darah: dosis total 25 mg/ kilogram (kg) berat badan (bb) selama 3
hari: (10 mg/kg bb) pada hari ke 1 dan 2, diikuti 5 mg/kg bb pada hari 3)
atau (10 mg/kg bb pada hari ke 1 diikuti 5 mg/kg bb pada 6-8 jam berikutnya), kemudian 5
mg/kg bb pada hari ke 2 dan 3).
Parenteral
Bila diperlukan pemberian parenteral misalnya pada keadaan koma, maka diberikan dosis 200
mg klorokuin basa IM, dosis pada setiap bokong. Dosis boleh diulang setiap 6 jam dengan
syarat dalam 24 jam tidak melebihi 800 mg klorokuin basa. Pengobatan parenteral harus segera
dihentikan bila obat telah dapat diberikan per oral (Sukarban dan Zunida, 1998).
Parenteral anak-anak
Chloroquine HCl 5 mg basa/kg BB, IM setiap 6 jam sampai terapi oral memungkinkan (Markell
et al, 1986)
Kontra indikasi adalah:
Kina:
Obat ini dipakai pada daerah dengan resistensi terhadap klorokuin dan terhadap
kombinasi sulfadoxin-pirimetamin (Fansidar).
Kina sebaiknya dipakai bersama dengan antimalarial yang lain terutama pada daerah yang sudah
menunjukkan tanda resistensi terhadap kina seperti beberapa daerah di Indonesia, misalnya
Papua.
Untuk meningkatkan kepatuhan dan mempertahankan efikasi, kina biasanya kina
dikombinasikan dengan antibiotik seperti tetrasiklin atau doksisiklin (kontra indikasi untuk
ibu hamil dan anak-anak, sehingga dapat diganti dengan klindamisin).
Efek kina:
DosisKina
Daerah yang masih sensitif terhadap kina: 8 mg basa /kg bb 3X sehari selama 7 hari
Daerah yang menunjukkan kegagalan dengan kina: 8 mg basa/kg bb 3X sehari selama 7 hari
dikombinasi dengan antibiotika tetrasiklin 250 mg 4X sehari selama 7 hari atau doksisiklin 100
mg basa setiap hari selama 7 hari
kina: 8 mg basa/kg bb 3X sehari selama 7 hari dikombinasi dengan klindamisin 300 mg 4X
sehari selama 5 hari (baik untuk ibu hamil dan anak-anak).
Apabila pemberian secara oral tidak memungkinkan (penderita tidak sadar/ malaria berat) maka
diberikan secara intravena secara perlahan dalam cairan isotonic atao 5% glukosa selama 4 jam
atau intramuskular memakai cairan kina dengan konsentrasi 60 mg/ml dibagi dalam 2 bagian,
masing-masing diberikan pada sisi depan paha kanan dan kiri.
Apabila penderita sudah dapat minum obat maka pemberian kina diteruskan secara peroral
sampai dosis penuh tercapai.
Loading dose diperlukan untuk diberikan pada mangemen malaria berat yang memerlukan
konsentrasi obat yang optimal secara cepat dalam beberapa jam.
Efek samping kina: Pemberian kina dengan dosis terapetik pada ibu hamil tidak memacu
kelahiran dini seperti yang ditakutkan, yang sebenarnya disebabkan karena efek panasnya dan
efek lain dari malarianya sendiri. Hipoglikemia mungkin akan terjadi setelah pemberian kina
sebab obat ini menstimulasi sel beta para kelenjar pancreas.
Kegagalan pengobatan
Penyebab kegagalan pengobatan:
1. Ibu hamil. Pencegahan malaria pada ibu hamil sangat penting karena malaria pada ibu
hamil dapat menyebabkan kematian janin, aborsi spontan, berat bayi lahir rendah atau
kematian ibu.. Sampai saat ini belum ada bukti klinik bahwa Fansidar menyebabkan
gangguan pada perkembangan fetus.
Pemberian klorokuin 5 mg/kg bb dosis tunggal setiap minggu atau 10 mg/kg bb setiap minggu
dibagi menjadi 6 dosis harian. Masalahnya adalah kepatuhan minum obatnya selama kehamilan
yang biasanya membuat kegagalan.
Untuk meningkatkan kepatuhan maka dapat dilakukan dengan pemberian Fansidar dosis
pengobatan penuh kepada ibu hamil pada kunjungan antenatal pertama pada trimester 2 dan
diulangi sekali lagi pada trimester 3;
hal ini sangat efektif untuk eliminasi parasit di plasenta atau pencegahan infeksi plasental dan
parasitemia di darah perifer pada malaria falciparum.
2. Wisatawan atau militer.
Untuk para wisatawan/militer yang akan mengunjungi/tugas ke daerah malaria yang masih
sensitive terhadap klorokuin, 2 tablet klorokuin 150 mg basa dapat diberikan setiap minggunya,
diminum 2 minggu sebelum berangkat, diteruskan selama di sana sampai 2 minggu setelah
pulang; atau doksisiklin 100 mg garam (atau 1.5 mg garam/kg) setiap hari dapat dipakai juga
untuk pencegahan malaria
Penelitian terbaru pemberian 30 mg (2 tablet) primakuin setiap hari dapat diberikan bagi
wisatawan atau militer yang akan mengunjungi/ bertugas di daerah yang resisten terhadap
klorokuin.
CHLOROQUINE
Obat utama antimalaria sampai munculnya resisten P. Falcifarum
< Toksik dibanding turunannya
sebagai antiinflamasi: artritis rematoid & SLE
24-48 jam: gejala (-)
48-72 jam: parasit (-)
IV: hindari
Absorbsi: baik; makanan
antasid, antidiare
Efek Samping
Sakit kepala, g3 GIT, gatal2, g3 penglihatan (distribusi di melanin >> periksa rutin!)
Jarang: gangguan EKG, rambut memutih
KI: penyakit hepar; psoriasis/porfiria (serangan akut!!!)
Aman untuk bumil dan anak-anak
QUININE (kulit pohon KINA)
Infeksi berat (P.Falsiparum)
Quinidine: D-rotatory stereoisomer Quinine
Efek samping: (lebih toksik)profilaksis(-)
- Sinkonisme reversibel
(N/V, tinitus, vertigo, visus, flushing)
- hipoglikemi, hipotensi (bila IV cepat)
PRIMAQUINE
Mula kerja lambat, t singkat
Efek samping: