Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGUKURAN PETA SITUASI

Disusun guna memenuhi tugas besar dan akhir mata kuliah Praktikum Ilmu Ukur
Tanah

oleh :

1. Aris Setiawan (15640006)


2. Najifati Sekar P. (15640014)
3. Susandra (15640022)
4. Heni Astiyani (15640032)
5. Restu Redianto (15640034)
6. Ferdian Hendy W. (15640036)
7. Doni Endro P. (15640040)
8. M. Wahyu Suryadi (15640044)
9. Adi Gunawan (15640052)
10. Kharisma Cakti W. (15640058)

Kelas : Teknik Sipil/2B

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Praktikum Pengukuran Peta Situasi
dan laporannya dapat terselesaikan dengan baik .

Praktikum Pengukuran Peta Situasi sebagai bukti bahwa kami telah


melaksanakan Praktikum sesuai bidang kami . Selain itu penyusunan ini juga
merupakan salah satu tugas akhir semester .

Pelaksanaan Praktikum Pengukuran Peta Situasi dan laporannya ini dapat


terselesaikan dengan bantuan berbagai pihak . Oleh karena itu , dalam kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kepala Program Studi Teknik Sipil Universitas PGRI Semarang Bapak Ir.
Wilarso Hermanto, MT
2. Dosen Pembimbing Universitas PGRI Semarang
3. Keluarga yang selalu memberi semangat kepada kami
4. Teman-teman satu kelompok yang selalu meluangkan waktu dalm
mengerjakan laporan ini
5. Semua pihak yang mendukung terselesaikannya laporan praktikum ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu .

Kami menyadari bahwa penyusunan laporan Praktikum Pengukuran Peta


Situasi ini masih jauh dari kata kesempurnaan . Oleh karena itu , kami
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan laporan ini . Semoga
laporan ini dapat bermanfaat .
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................. i

KATA PENGANTAR ................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................1


1.1 Latar Belakang .................................................................6
1.2 Rumusan Masalah ........................
1.3 Tujuan Praktikum Pengukuran Peta Situasi ..................
1.4 Manfaat Praktikum Pengukuran Peta Situasi ...............

BAB II PROSEDUR PELAKSANAAN .................................................................


2.1 Dasar Teori ......................................................................................................
2.2 Alat dan Bahan ................................................................................................
2.3 Keselamatan Kerja ...........................................................................................
2.4 Pengambilan Data ............................................................................................
2.5 Langkah Kerja ....................................................................................................

BAB III DATA PENGUKURAN POLIGON ........................................................


3.1 Daftar Hitung Ketinggian Waterpass .................................................................
3.2 Daftar Perhitungan Koordinat Polygon Tertutup ...............................................
3.3 Daftar Perhitungan Detail Situasi .......................................................................
3.4 Daftar Rekapitulasi Koordinat ...........................................................................

BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................


4.1 LANGKAH KERJA PERHITUNGAN ..............................................................
a. Perhitungan Pengukuran Sudut Polygon Tertutup .......................................
b. Perhitungan Sudut () Terkoreksi ................................................................
c. Perhitungan Koordinat ( x, y, z ) hasil ukuran detail ...................................
d. Perhitungan Sudut Datar ( Azimuth Terhitung ) ..........................................
e. Perhitungan Koordinat Global ......................................................................
f. Cara Mencari Azimuth Tiap Titik ................................................................
4.2 GAMBAR HASIL .............................................................................................
a. Gambar Contour Ald ( Kertas A3 ) ..............................................................
b. Gambar Cross Section ............................................................................
c. Gambar Long Section ....................................................................................
4.3 LAMPIRAN ......................................................................................................
a. Data Hasil Praktik .........................................................................................
b. Gambar Set Plan dan Lokasi Ukur ..............................................................
c. Analisa Grafis Azimuth Polygon ................................................................
d. Gambar Sket Ukur PPV ...............................................................................
e. Lembar Asistensi ..........................................................................................
f. Catatan Penting Lapangan ............................................................................

BAB V PENUTUP ..................................................................................................


5.1 Kesimpulan .........................................................................................................
5.2 Saran ..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

LAMPIRAN .............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu ukur tanah adalah cabang dari ilmu Geodesi yang khusus mempelajari
sebagian kecil dari permukaan bumi dengan cara melakukan pengukuran-
pengukuran guna mendapatkan peta. Pengukuran yang di lakukan terhadap titik-
titik detail alam maupun buatan manusia meliputi posisi horizontal (x,y) maupun
posisi vertikal nya (z) yang diferensikan terhadap permukaan air laut rata-rata. Agar
titik-titik di permukaan bumi yang tidak teratur bentuknya dapat di pindahkan ke
atas bidang datar maka di perlukan bidang perantaraantara lain : bidang Ellipsoid,
bidang bultan dan bidang datar (untuk luas wilayah 55 km). Dalam pengertian yang
lebih umum pengukuruan tanah dapat dianggap sebagai disiplinyang meliputi semua
metoda untuk menghimpun dan melalukan proses informasi dan data tentang bumi
dan lingkungan fisis. Dengan perkembangan teknologi saat ini metoda terestris
konvensional telah dilengkapi dengan metoda pemetaan udara dan satelit
yangberkembang melalui program-program pertanahan dan ruang angkasa.

Pengkuran tanah sangat diperlukan dalam kehidupan modern, terutama oleh


karena hasil -hasilnya dipakai untuk : (i)memetakan bumi (daratan dan perairan), (ii)
menyiapakna peta navigasi perhubungan darat, laut dan udara; (iii) memetakan batas-
batas pemilikan tanah baik perorangan maupun perusahaan dan tanah negara , (iv)
merupakan bank data yangmeliputi informasi tata guna lahan dan sumber daya alam
untuk pengelolaan lingkungan hidup, (v) menentukan fakta tentang ukuran, bentuk,
gaya berat dan medan magnit bumi serta (vi) mempersiapkan peta bulan , planet dan
benda angkasa lainnya.Dibidang teknik sipil para insinyur sangat memerlukan data yang
akurat untuk pembangunan jalan, jembatan, saluran irigasi, lapangan udara,
perhubungan cepat, sistem penyediaan air bersih pengkaplingan tanah perkotaan, jalur
pipa, penambangan, terowongan.

Semua itu diperlukan pengukuran tanah yang hasilnya beruapa peta


untukperencanaan.Agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan maka pengkuran hasrus
dilakukan secarabenar, tepat dan akurat. Hal ini perlu sekalai diketahui baik oleh
surveyor maupun para insinyur.
Pengukuran merupakan pengamatan terhadap suatu besaran yang dilakukan
dengan menggunakan peralatan dalam suatu lokasi dengan beberapa keterbatasan
tertentu (basuki, s, 2006). Menurut (wongsotjitro, 1980) arti melakukan pengukuran
suatu daerah ialah menentukan unsur-unsur (jarak dan sudut) titik yang ada di suatu
daerah dalam jumlah yang cukup, sehingga daerah tersebut dapat digambar dengan
skala tertentu. Pengukuran dengan alat sederhana dapat untuk mengukur, jarak, beda
tinggi, dan sudut. Pengukuran ini dapat dibedakan menjadi pengukuran langsung dan
tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran dengan langsung mendapatkan
nilai pengukuran. Pengukuran tidak langsung yaitu pengukuran yang tidak langsung
didapat hasilnya tetapi harus melalui proses perhitungan terlebih dahulu.

Pengukuran jarak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan seperti


pita ukur, pita baja, dan pegas ukur. Pengukuran dengan alat-alat ini biasanya digunakan
untuk mengukur daerah yang tidak begitu luas. Terbatasnya skala alat ukur seperti pita
ukur menjadikan alat ini digunakan untuk pengukuran langsung di daerah yang luas.
Pengukuran tidak langsung dapat menggunakan peralatan seperti theodolith dan
waterpass.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah yang dibangun
dalam laporan ini adalah Bagaimanakah cara pengukuran peta situasi
menggunakan waterpass dan theodolit ?
1.3 Tujuan Praktikum Pengukuran Peta Situasi
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, tujuan
Praktikum Pengukuran Peta Situasi yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami dengan baik bagaimana tahapan :
Untuk memberikan pemahaman terhadap mahasiswa tentang
pengukuran poligon tertutup terikat koordinat itu sendiri
Agar mahasiswa mampu dan terampil dalam menggunakan alat
Theodolit sesuai dengan prosedur.
Agar mahasiswa mengetahui cara poligon dimana serangkaian
garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang terletak di
permukaan bumi. Prinsip kerja pengukuran poligon yaitu mencari
sudut jurusan dan jarak dari gabungan beberapa garis yang
bersama-sama membentuk kerangka dasar untuk keperluan
pemetaan suatu daerah tertentu.
Pengukuran polygon dan pengolahan data
Pengukuran detail situasi dan pengolahan data
Penggambaran peta

Praktikum ilmu ukur tanah ini dimaksudkan sebagai aplikasi dilapangan


dari teori-teori dasar ilmu ukur tanah yang didapatkan oleh mahasiswa dibangku
kuliah seperti polygon, detail situasi dan proses penggambaran peta .

1.4 Manfaat Praktikum Pengukuran Peta Situasi


1. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa untuk
membantu dalam pembelajaran ilmu ukur tanah . Sehingga dengan
adanya laporan ini siswa dapat dengan mudah melaksanakan
praktikum sesuai dengan prosedur .
b. Bagi Guru
Manfaat dari laporan ini bagi guru adalah dapat digunakan sebagai
bahan referensi untuk memperbaiki pembelajaran dikelas dengan
pembelajaran yang efektif dan menarik siswa untuk melakukan
Praktikum Pengukuran Peta Situasi .
c. Bagi Praktikan
Laporan ini diharapkan dapan digunakan sebagai referensi bagi
penguji selanjutnya dan dapat memotivasi para praktikan untuk
menemukan konsep-konsep baru yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan mutu pendidikan maupun dunia kerja .

BAB II
PROSEDUR PELAKSANAAN

2.1 Dasar Teori


Pada pengukuran terdapat dua jenis unsur pengukuran, yaitu jarak dan
sudut . Selanjutnya unsur jarak dapat dibagi dua juga, yaitu unsur jarak mendatar
(d) dan beda tinggi (Ah) . Sedangkan unsur sudut dibagi menjadi sudut horizontal,
sudut vertikal dan jurusan . Sudut ini berperan penting dalam kerangka dasar
pemetaan yang datanya diperoleh dari lapangan dengan alat yang dirancang
sedemikian rupa konstruksinya sesuai dengam tingkat ketelitian . Alat ini dikenal
sebagai alat ukur ruang ( theodolite ) .

Sedangkan untuk mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih
dipermukaan bumi digunakan alat untuk sipat datar ( waterpass ) . Untuk
pengukuran jarak dari suatu titik ketitik lain dapat digunakan pita ukur, EDM
(Electronic Distance Meter ) dan dapat juga dengan Metoda Tachymetri .

2.1.1 Teori Pengukuran


a. Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara
dua titik atau lebih. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk
mendapatkan data sebagai keperluan pemetaan, perencanaan ataupun untuk
pekerjaan konstruksi.
Hasil-hasil dari pengukuran waterpass di antaranya digunakan untuk
perencanaan jalan, jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung
yang didasarkan atas elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah,
penelitian terhadap saluran-saluran yang sudah ada, dan lain-lain.

Dalam pengukuran tinggi ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu :
Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umum dianggap
sama dengan garis unting-unting.

Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap
titik. Bidang horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.

Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk


ketinggian, misalnya permukaan laut rata-rata.

Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
Banch Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya
terhadap datum yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah
sekelilingnya.

Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu
teropong horisontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal adalah
nivo, yang berbentuk tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya.
Dalam menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi syarat-syarat sbb :
Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.

Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I.

Benang silang horisontal harus tegak lurus sumbu I.

2.2. Kegunaan alat.


2.2.1. Fungsi utama.
a. Memperoleh pandangan mendatar atau mendapat garis bidikan yang sama tinggi,
sehingga titik titik yang tepat garis bidikan/ bidik memiliki ketinggian yang
sama.
b. Dengan pandangan mendatar ini dan diketahui jarak dari garis bidik yang dapat
dinyatakan sebagai ketinggian garis bidik terhadap titik titik tertentu, maka akan
diketahui atau ditentukan beda tinggi atau ketinggian dari titik titik tersebut.
2.2.2. Tambahan alat
Alat ini dapat ditambah fungsi atau kegunaannya dengan menambah bagian
alat lainnya. Umumnya alat ukur waterpass ditambah bagian alat lain, seperti :

a. Benang stadia, yaitu dua buah benag yang berada di atas dan dibawah serta sejajar
dan dengan jarak yang sama dari benang diafragma mendatar. Dengan adanya
benang stadia dan bantuan alat ukur waterpass berupa rambu atau bak ukur alat ini
dapat digunakan sebagai alat ukur jarak horizontal atau mendatar. Pengukuran
jarak dengan cara seperti ini dikenal dengan jarak optik.
b. Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang dilengkapi dengan skala
ukuran sudut. Dengan adanya lingkaran berskala ini arah yang dinyatakan dengan
bacaan sudut dari bidikan yang ditunjukkan oleh benang diafragma tegak dapat
diketahui, sehingga bila dibidikkan ke dua buah titik, sudut antara ke dua titik
tersebut dengan alat dapat ditentukan atau dengan kata lain dapat difungsikan
sebagai alat pengukur sudut horizontal.

2.2.3. metode Pengukuran


3.1. Alat alat yang di gunakan
a. Pesawat penyipat datar (PPD)

Alat ukur waterpass secara umum memiliki bagian-bagian sebagai berikut:

1. Lingkaran horizontal berskala,


2. Skala pada lingkaran horizontal,
3. Okuler teropong,
4. Alat bidik dengan celah penjara,
5. Cermin nivo,
6. Sekrup penyetel fokus,
7. Sekrup penggerak horizontal,
8. Sekrup pengungkit,
9. Sekrup pendatar,
10. Obyektif teropong,
11. Nivo tabung,
12. Nivo kotak.

b. Statif (Kaki Tiga)


Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga
kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya
runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi
rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak
pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.2
Kaki statif

c. Unting Unting
Unting-unting ini melekat dibawah penyetel kaki statif, unting-unting ini
berfungsi sebagai tolak ukur apakah waterpass tersebut sudah berada tepat di atas
patok.
Gambar 3.3
Unting-unting

d. Rambu Ukur
Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang
berukuran 34 cm, lebar 10 cm, panjang 300 cm, bahkan ada yang
panjangnya mencapai 500 cm. Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi.
Bidang lebar dari bak ukur dilengkapi dengan ukuran milimeter dan diberi tanda
pada bagian-bagiannya dengan cat yang mencolok. Bak ukur diberi cat hitam dan
merah dengan dasar putih, maksudnya bila dilihat dari jauh tidak menjadi silau.
Bak ukur ini berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama
secara detail.
Gambar 3.4
Rambu ukur/Bak ukur

g. Nivo
Di dalam nivo terdapat sumbu tabung berupa garis khayal memanjang
menyinggung permukaan atas tepat ditengah. Selain itu, dalam tabung nivo
terdapat gelembung yang berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah
tepat berada ditengah.

Gambar 3.7
Nivo kotak
h. Rol Meter
Rol meter terbuat dari fiberglass dengan panjang 30-50 m dan dilengkapi
tangkai untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain.

Gambar 3.8
Rol Meter

i. Patok
Patok ini terbuat dari kayu dan mempunyai penampang berbentuk lingkaran
atau segi empat dengan panjang kurang lebih 30-50 cm dan ujung bawahnya
dibuat runcing, berfungsi sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama dalam
pengukuran.
Gambar 3.9
Patok

j. Alat penunjang lain


Alat penunjang lainnya seperti blangko data, kalkulator, alat tulis lainnya, yang
dipakai untuk memperlancar jalannya praktikum.

Gambar 3.10
Blangko data, Alat tulis dan Kalkulator
Cara mengoperasikan alat ukur waterpas
Ada 4 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu :
(1) Memasang alat di atas kaki tiga
Alat ukur waterpas tergolong kedalam Tripod Levels, yaitu dalam
penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Oleh karena itu kegiatan
pertama yang harus dikuasai adalah memasang alt ini pada kaki tiga atau statif.
Pekerjaan ini jangan dianggap sepele, jangan hanya dianggap sekedar
menyambungkan skrup yang ada di kaki tiga ke lubang yang ada di alat ukur,
tetapi dalam pemasangan ini harus diperhatikan juga antara lain :
a. Kedudukan dasar alat waterpas dengan dasar kepala kaki tiga harus pas,
sehingga waterpas terpasang di tengah kepala kaki tiga.
b. Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena itu
sebaikny tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi tiga
tersebut
c. Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar
tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas Skrup penghubung kaki tiga dan alat
terlepas

(2) Mendirikan Alat ( Set up )


Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang pada kaki tiga
tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu sudah memenuhi
persyaratan berikut:
a. Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh kedudukan
gelembung nivo kotak ada di tengah
b. Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelembung
nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.

(3) Membidikan Alat


Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan mengarahkan teropong
ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan
jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan terakhir
menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada
sasaran yang diinginkan

(4) Membaca Hasil Pembidikan


Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca, yaitu :
(1) Pembacaan Benang atau pembacaan rambu
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada
rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan
benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat dengan benang diafragma
mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah (BT), sedangkan yang tepat
dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan yang tepat dengan
benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara benang
diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka :

BA BT = BT BB atau BT = ( BA BB)
Persamaan ini biasa digunakan untuk mengecek benar atau salahnya
pembacaan.Kegunaan pembacaan benang ini adalah :
a. Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara tempat
berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara rambu-rambu
ukur yang dibidik.
b. Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara
tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik

Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan tegak dan
ada yang terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan dalam satuan m
atau cm.
(2) Pembacaan Sudut
Waterpas seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar berskala,
sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut mendatar atau sudut
horizontal.Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa digunakan, yaitu :
a. Satuan derajat
Pada satuan ini satu lingkatan dibagi kedalam 360 bagian, setiap bagian
dinyatakan dengan 1 derajat (1), setiap derajat dibagi lagi menjadi 60 bagian,
setiap bagian dinyatakan dengan 1 menit (1) dan setiap menit dibagi lagi
kedalam 60 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1 detik (1)
b. Satuan grid.
Pada satuan ini satu lingkatan dibagi kedalam 400 bagian, setiap bagian
dinyatakan dengan 1 grid (1g), setiap grid dibagi lagi menjadi 100 bagian, setiap
bagian dinyatakan dengan 1 centigrid (1cg) dan setiap centigrid dibagi lagi
kedalam 100 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1 centi-centigrid
(1ccg). Salah satu contoh pembacaan sudut horizontal dari alat ukur waterpas
NK2 dari Wild.

3.4.4. Cara Penentuan Beda Tinggi


Dalam praktikum ini, alat yang digunakan adalah alat untuk penyipat datar
(waterpass). Penentuan beda tinggi dengan menggunakan alat ukur waterpass
dapat dilakukan dengan tiga cara tergantung keadaan di lapangan :
a. Menempatkan alat ukur penyipat datar pada salah satu titik. Misalnya pesawat di
letakkan di titik B. Tinggi A (garis bidik) atau titik tengah teropong di atas titik B
di ukur dengan mistar. Dengan gelembung di tengahtengah lingkaran, garis bidik
diarahkan ke mistar (bak) ukur yang diletakkan di titik A.
Besarnya pembacaan benang tengah pada bak ukur dinamakan J, maka beda
tinggi antara titik A dan B adalah :

b. Alat ukur penyipat datar ditempatkan diantara titik A dan B. Jarak alat ukur
penyipat datar antara kedua bak ukur diambil kira-kira sama. Diusahakan agar
pesawat tetap berada ditengah tengah. Pada kedua titik tersebut diletakkan bak
ukur. Arahkan pesawat ke bak ukur A (pembacaan belakang) dan hasil
pembacaannya dinamakan R. Lalu pesawat diputar searah jarum jam untuk
melakukan pembacaan benang tengah pada bak ukur B (pembacaan muka) dan
hasil pembacaannya dinamakan V. Maka beda tinggi antara titik A dan B:
c. Menempatkan alat ukur di luar titik A dan titik B, hal ini dilakukan dilakukan bila
keadaan terpaksa, mungkin karena adanya penghalang seperti sungai, selokan atau
saluran-saluran air lainnya antara kedua titik tersebut. Pada gambar dibawah ini,
pesawat ditempatkan di sebelah kanan titik B selanjutnya dilakukan pembacaan
benang tengah dan hasil pembacaan bak ukur B disebut V, maka beda tinggi
antara titik A dan B adalah :

Dari ketiga cara tersebut, yang paling teliti adalah dengan cara menempatkan
alat ukur tersebut di antara dua titik yang akan diukur beda tingginya karena
dengan mengubah arahnya sesuai dengan arah jarum jam maka kesalahannya
negatif, juga kesalahan atmopsferiknya saling berbagi.
3.5. Kesalahan Yang Terjadi Dalam Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran kita tidak luput dari kesalahan-kesalahan.
Kesalahan itu dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu :
a. Kesalahan Besar ( Mistakes Blunder )
Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang hati-hati dalam melakukan
pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan dari praktikan. Apabila
terjadi kesalahan ini, maka pengukuran harus di ulang atau hasil yang mengalami
kesalahan tersebut dicoret saja.
b. Kesalahan Sistimatis ( Sistematic Error )
Umumnya kesalahan ini terjadi karena alat ukur itu sendiri. Misalnya panjang
meter yang tidak tepat atau mungkin peralatan ukurnya sudah tidak sempurna.
Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi atau mengkaligrasi
alat/memperbaiki alat.
c. Kesalahan Yang Tidak Terduga/Acak ( Accidental Error )
Kesalahan ini dapat terjadi karena halhal yang tidak diketahui dengan pasti
dan tidak diperiksa. Misalnya ada getaran pada alat ukur ataupun pada tanah.
Kesalahan dapat diperkecil dengan melakukan observasi dan mengambil nilai
rata rata sebagai hasil.

3.6. Hambatan
Hambatan yang terjadi di lapangan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
jalannya / proses pengukuran yaitu :
Faktor Kurangnya pemahaman tentang teori pengukuran,
Faktor bahan dan alat,
Terlebih lagi faktor cuaca juga memperlambat proses pengukuran karena apabila
cuaca hujan otomatis tim pengukur berhenti sejenak untuk berteduh dari hujan.
3.7. Rumus rumus yang di gunakan
3.7.1. Rumus Perhitungan Profil Memanjang

a. Perhitungan Jarak Optis patok utama


Rumus :
D = ( Ba Bb ) x 100
Dimana :
D = Jarak Optis (m)
Ba = Benang atas (mm)
Bb = Benang bawah (mm)

b. Perhitungan Beda Tinggi Patok Utama


Rumus :
H = Bt blkn Bt muka
Dimana :
H = Beda Tinggi (m)
Bt blkn = Benang Tengah (mm)
Bt muka = Benang Tengah (mm)

c. Perhitungan Koreksi Kesalahan


Perhitungan Kesalahan Keseluruhan
Rumus :
Z = H H
Dimana :
Z = Kesalahan
H = Jumlah Total Beda Tinggi Pengukuran
H = Jumlah Beda Tinggi Pengukuran per patok

Perhitungan Kesalahan Perpatok


Rumus :
K = - (Z / ( n 1 ))
Dimana :
K = Nilai Koreksi
Z = Kesalahan
N = Banyaknya Patok

d. Perhitungan Tinggi Titik Patok Utama


Rumus :
Pn = Pn-1 H n-1 K
Dimana :
Pn = Tinggi Titik Utama
Pn-1 = Tinggi Titik Utama sebelum Pn
H = Beda tinggi
K = Koreksi

e. Perhitungan Kemiringan Patok Utama


Rumus :
/ Tn = (H/ D ) / 100 %
Dimana :
/ Tn = Kemiringan Titik Yang ditinjau
H = Jarak Optis Rata-Rata Tiap Patok Utama

3.7.2. Rumus Perhitungan Profil Melintang


a. Perhitungan Jarak Optis Detail
Rumus :
D = ( Ba Bb ) x 100

Dimana :
D = Jarak Optis
Ba = Benang Atas
Bb = Benang Bawah
b. Perhitungan Beda Tinggi Detail
Rumus :
H = Tinggi Pesawat Bt Detail
Dimana :
H = Beda Tinggi
Bt = Benang Tengah

c. Perhitungan Tinggi Titik Detail


Rumus :
T = Pn H
Dimana :
T = Tinggi Titik Detai Yang ditinjau
Pn = Tinggi Titik Patok Utama

d. Perhitungan Kemiringan Detail


Rumus :
/ T det = ( H Detail / D det ) * 100 %
Dimana :
/ T det = Kemiringan detail
H Detail = Beda tinggi detail
D det = Jarak Optis detail

2.3. Teori poligon


2.3.1. Pengertian poligon
Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang
terletak di permukaan bumi. Garis-garis lurus membentuk sudut-sudut pada titik-
titik perpotongannya. Dengan menggunakan poligon dapat ditentukan secara
sekaligus koordinat beberapa titik yang letaknya berurutan dan memanjang.
Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat
dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain
diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di
lapangan data yang diambil adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di
samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah
diketahui koordinatnya.

2.3.2. Macam-macam Theodolite

Ada berbagai jenis theodolite menurut bagian dan ketelitiannya

Menurut bagiannya
1. Theodolite WILD T-O
Tingkat ketelitian alat ini rendah, dengan pembagian skala
terkecil dari 1 -10 . Tempat pembacaan skala horizontal dan
skala vertikal terpisah, bayangan yang nampak pada teropong
adalah terbalik . Alatini mempunyai kompas sendiri ( built in
compas) sehingga pembacaan horizontal langsung menunjukkan
arah utara kompas. Sedangkan pembacaan vertikal menunjukkan
zenith .
2. Theodolite SOKKISHA TS-20A
Theodolite ini mempunyai tingkat ketelitian yang rendah
dengan pembagian skala terkecil adalah 1 . Theodolite ini
mempunyai sistem 2 tingkat yang bertujuan apabila hendak
melakukan pengukuran horizontal, maka bacaan skala vertikal
hams 90 agar kedudukan alat benar-benar horizontal .
3. Theodolite TM20E
Tingkat ketelitian dari theodolite ini dapat dibaca sampai
ketelitian 20 melalui satu teropong . Apabila alat ini diutarakan
terlebih dahulu maka bacaan horizontalnya adalah bacaan azimuth
geografis . Bayangan yang terlihat pada alat ini adalah tegak .
4. Theodolite NIKON NE20S
Theodolite ini merupakan theodolite yang menggunakan sistem digital
dengan tingkat ketelitian 20, cara penggunaanya sama dengan
theodoliteTM20E .
Berdasarkan kebutuhan tingkat ketelitian pengukuran sudutnya, theodolite
dibedakan atas empat macam yaitu :

a. Theodolite dengan tingkat ketelitian rendah (low precision) dengan


pembagian skala terendah antara 1-10 .
Contoh : Wild T-O, Sokkisha 60 dan Zeiss theo-080A .
b. Theodolite dengan ketelitian sedang (medium precision), dengan
pembagian skala terendah 10-1 .
Contoh : Fennel FT-IA, Kem DKM-1, Wild TI, Wild T16 dan Kem
KI-A, Zeiss theo-OIOA .
c. Theodolite teliti (high precision), dengan pembagian skala terkecil
antara 1-10 .
Contoh : Wild T-3, Kem DKM-3, Zeiss theo-002 .

2.3.3Pengukuran poligon
A. Pengukuran jarak mendatar
Pengukuran jarak mendatar pada poligon dapat ditentukan dengan cara :
mekanis (dengan menggunakan pita ukur) dan optis (seperti pada pengukuran
sipat datar). pada bagian ini dijelaskan metode pengukuran jarak dengan
menggunakan pita ukur. Pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur harus
memperhatikanpermukaan tanah yang akan diukur.
pengukuran jarak pada tanah mendatar, seperti pada gambar

Gambar 2.1
Pengukuran jarak

Caranya :
skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik A
pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benar-benar lurus, tidak
melengkung
himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka bacaan skala
inilah yang merupakan jarak antara titik A dan titik B

B. pengukuran jarak pada tanah miring, seperti pada gambar 2.2


Gambar 2.2
pengukuran jarak pada tanah miring

caranya :
jika permukaan tanahnya relatif miring, maka pengukuran jarak dibagi dalam
beberapa selang (pada gambar di atas bagi dua selang)
skala nol diimpitkan di atas titik A (biasa dengan menggunakan bantuan unting-
unting), tarik agar pita dalam keadaan datar sampai berimpit dengan titik 1, maka
diperoleh d1
dengan cara yang sama, jarak diukur dari titik 1 sampai titik B, hingga didapat d2
maka :
dAB = d1 + d2

C. pengukuran sudut mendatar


sudut adalah selisih antara dua arah yang berlainan. Yang dimaksud dengan arah
atau jurusan adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur sudut pada
waktu teropong diarahkan ke jurusan tertentu. Seperti pada gambar 2.3

Gambar 2.3
Pengukuran sudut mendatar
Caranya :
alat dirikan di titik P alalu diatur sesuai ketentuan
target dipasang di titik A dan di tiik B
alat dalam kedudukan biasa diarahkan ke target di titik A (arah pertama)
atur tabung okuler dengamemutar sekrup yang ad pada okuler sehingga dapat
melihat garis-garis diafragma (benang silang) denga jelas
atur sekrup penjelas bayangan sehingga dapat melihat bayangan target di tiik A
dengan terang dan jelas
tepatkan benang silang diafragma pada target dengan memutar sekrup penggerak
halus horisontal dan vertikal, baca dan catat skala lingkaran horisontalnya. Ulangi
pembacaan tersebut minimal 3 kali, kemudian hitung rata-rata harga hasil
bacaannya, catat sebagai L1 (B)
teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik B, dengancara
yang sama seperti di atas, catat sebagai L2 (B)
teropong dibalikkan dalam kedudukan luar biasa an diputar seearah jarum jam,
dengan kedudukan tetap mengarah ke titikk B. dnegan cara yang sama seperti di
atas, baca skala lingkarannya dan catat sebagai L2 (LB)
putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan luar biasa),
dengan menggunakan cara yang sam seperti di atas, bacalah skala lingkran
horisontalnya dan catat sebagai L1 (LB)
urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah pengukuran sudut
1 seri.

D. Penentuan sudut jurusan awal dan koordinat awal


1. sudut jurusan awal dapat ditentukan sebagai berikut
bila di sekitar titik-titik kerangka dasar terdapat 2 titik triangulasi, sudut jurusan
dihitung dari titik-titik triangulasi. Bila menggunakan sudut jurusan awal ini,
maka jaring titik-titik kerangka dasar harus disambungkan ke titik-titik triangulasi
tersebut.
Bila tidak terdapt titik-titik triangulasi, sudut jurusan awal dapat ditentukan dari
pengamatan astronomi (pengamatan matahari atau bintang) dari pengukuran
menggunakan giro-theodolit yang berorientasi terhadap utara geografi atau dari
pengukuran menggunakan theodolit kompas atau ditentukan sembarang.

2. koordinat awal dapat ditentukan dalam sistem umum sebagai berikut :


bila dikehendaki koordinat dalam sistem umum (sistem yang berlaku di wilayah
negara) digunakan titik triangulasi (cukup satu titik saja). Dengan demikian
kerangka dasar harus diikatkan ke titik triangulasi tersebut.
Bila diketahui koordinat dalam sistem umum tetapi tidak terdapat titik triangulasi,
maka di salah satu titik kerangka dasar dilakukan pengukuran astronomis untuk
menentukan lintang bujurnya. Dari lintang da bujur geografi ini dapat ditentukan
koordinat (x,y) dalam sistem
Bila tidak terdapat titik triangulasi dan tidak dikehendaki koordinat dalam sistem
umum, maka salah satu titik kerangka dasar dapat dipilih sebagai titik awal
dengan koordinat sembarang (diusahakan pemilihan koordinat ini
mempertimbangkan koordinat titik-titik yang lain agar bernilai positif). Sistem
demikian sesitem koordinat setempat (lokal).

2.3.3. Prinsip hitungan poligon


Gambar 2.4
Prinsip hitungan poligon
Diketahui :
koordinat titik A
sudut jurusan A1
diukur dilapangan :
jarak datar dA1
sudut mendatar 1
dihitung :
koordinat titik 1 (X1, Y1)
koordinat titik 2 (X2, Y2)

Tahapan hitungan :
Menghitung koordinat titik 1 :

X1 = XA + XA1 Y1 = YA + YA1
X1 = XA + dA1 Sin A1 Y1 = YA + dA1 Cos A1

Jika koordinat titik 1 diketahui, maka koordinat titik 2 dapat dihitung


menggunakan koordinat titik 1, apabila d12 dan A1 diketahui. d12 dapat diukur
dan biasanya sudut yang diukur dilapangan adalah sudut mendatar 1. 12 dapat
dihitung dari A1 dan 1
12 = {( A1+ 180) + 1 } 360
= A1 + 1 - 180

maka koordinat titik 2 :


X2 = X1 + X12 Y2 = Y1 + Y12
X2 = X1 + d12 Sin 12 Y2 = Y2 + d12 Cos 12

Demikian pula untuk menghitung titik-titik selanjutnya dapat dilakukan secara


brtahap dan berurutan menggunakan data koordinat titik sebelumnya. Sudut
jurusan titik selanjutnya, dapat dihitung menggunakan 12 dan sudut mendatar
yang diukur di titik tersebut
2.3.4. Macam-macam bentuk poligon
A. Poligon lepas
Poligon lepas adalah poligon yang hanya mempunyai satu titik ikat yaitu di
awal dan untuk orientasi sudut jurusan awalnya sudah diketahui. Bentuk poligon
lepas dapat dilihat pada gambar 2.8 di bawah ini.

Gambar 2.5
Bentuk poligon lepas

Poligon lepas memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan yang disebabkan


oleh pengukuran sudut mendatar dan jarak. Contoh : titik 1 telah mempunyai
kesalahan akibat adanya pengukuran jarak, titik 2 akan mempunyai kesalahan juga
yang lebih besardari titik 1 dan begitu seterusnya. Semakin panjang poligonnya,
ketelitiannya akan semakin turun.

B. Poligon terikat
Pada poligon terikat diberikan satu titik ikat awal berikut jurusan awal dan
juga titik ikat akhir atau sudut jurusan akhir.
a) Poligon dikontrol dengan sudut jurusan akhir
Titik awal diikatkan ke titik A dan untuk orientasi diberikan sudut jurusan awal,
sedangkan titik terakhir diberikan sudut jurusan akhir. Akibat adanya sudut
jurusan awal awal dan akhir, maka semua ukuran sudut yang sehadap dapat
dikontrol.
Gambar 2.6
Poligon teikat dan dikontrol pada sudut jurusan akhir

Diukur dilapangan :
Jarak datar d1, d2, d3, d4, dan d5
Sudut datar 1, 2, 3, 4
Setelah koordinat titik 1 dihitung dari koordinat titik A, untuk menghitung titik 2
diperlukan 12 dimana :
12 = {( 0+ 180) + 1 } 360
= 0 + 1 - 180

Untuk menghitung titik 3 diperlukan 23 dimana :

23 = {( 12+ 180) + 2 } 360


= A1 + 2 - 180
= 0 + 1 + 2 360

Begitu juga selanjutnya :


34 = {( 23+ 180) + 3 } 360
= 23 + 3 - 180
= 0 + 1 + 2 + 3 540

D`an
45 = {( 34+ 180) + 4 } 360
= 34 + 4 - 180
= 0 + 1 + 2 + 3 + 4 720

a 0 = 1 + 2 + 3 + 4 720

1 + 2 + 3 + 4 = ( a 0 ) + 720

sudut diukur = ( a 0 ) + n. 180


Telah disebutkan sebelumnya bahwa sudut jurusan akhir (45 = a ) dan sudut
jurusan awa (0) sudah diketahui. namun setiap pengukuran sudut biasanya
mengandung kesalahan, sehingga dapat dibentuk suatu persamaan dengan
memberikan koreksi :

sudut diukur + f() = ( a 0 ) + n. 180

Dimana f() adalah besarnya koreksi yang diberikan untuk pengukuran sudut.

b) Poligon dikontrol dengan koordinat akhir


Koordinat titik awal dan sudut jurusan awal diketahui, kemudian titik akhir
poligon diikatkan ;agi pada satu titik yang telah diketahui koordinatnya

Gambar 2.7
Poligon terikat dan dikontrol koordinat akhir

c) Poligon terkontrol dan terikat sempurna


Pada poligon ini, titik awalnya diikatkan pada satu titik yang ada koordinatnya
(titik A) dan mempunyai sudut jurusan awal (0). Selain itu pada titik akhir
diberikan sudut jurusan akhir (a) dan diikatkan pada titik yang telah mempunyai
koordinat (titik B). dnegan adanya 0 dan a, koordinat titik awal dan titik akhir,
maka hasil pengukurannya dapat dikontrol.

2.3.5. Kontrol kualitas pengukuran poligon


Setiap pengukuran yang dilakukan selalu mengandung kesalahan yang disebabkan
oleh berbagai hal, karena itu perlu ditetapkan suatu batas toleransi ukuran yang
diperbolehkan.

Anda mungkin juga menyukai