Anda di halaman 1dari 26

Bab I

PENDAHULUAN

Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang
dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian
dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh bom tersebut sehingga pengaruhnya masih dapatdirasakan sampai
sekarang. Di samping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lamaorang telah
memikirkan bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraanumat manusia.
Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakansecara luas dalam
berbagai bidang antara lain bidang industri, kesehatan, pertanian,peternakan, sterilisasi produk
farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan makanan,bidang hidrologi, yang merupakan
aplikasi teknik nuklir untuk non energi. Salah satupemanfaatan teknik nuklir dalam bidang
energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkansecara besar-besaran dalam bentuk
Pembangkit Listrik Tenaga nuklir (PLTN), dimana tenaganuklir digunakan untuk
membangkitkan tenaga listrik yang relatif murah, aman dan tidak mencemari lingkungan.

Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai dikembangkan secara


komersialsejak tahun 1954. Pada waktu itu di Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan satu
unitPLTN air ringan bertekanan tinggi (VVER = PWR) yang setahun kemudian mencapai daya
5Mwe. Pada tahun 1956 di Inggris dikembangkan PLTN jenis Gas Cooled Reactor (GCR
+Reaktor berpendingin gas) dengan daya 100 Mwe. Pada tahun 1997 di seluruh dunia baik
dinegara maju maupun negara sedang berkembang telah dioperasikan sebanyak 443 unit
PLTNyang tersebar di 31 negara dengan kontribusi sekitar 18 % dari pasokan tenaga listrik
duniadengan total pembangkitan dayanya mencapai 351.000 Mwe dan 36 unit PLTN sedang
dalamtahap kontruksi di 18 negara.
Bab II

PEMBAHASAN

Definisi PLTN
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal
dimana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit
listrik.PLTN termasuk dalam pembangkit daya base load, yang dapat bekerja dengan baik
ketikadaya keluarannya konstan (meskipun boiling water reactor dapat turun hingga setengah
dayanya ketika malam hari). Daya yang dibangkitkan per unit pembangkit berkisar dari
40MWe hingga 1000 MWe. Unit baru yang sedang dibangun pada tahun 2005 mempunyai
daya 600-1200 MWe. Hingga tahun 2005 terdapat 443 PLTN berlisensi di dunia, dengan
441diantaranya beroperasi di 31 negara yang berbeda. Keseluruhan reaktor tersebut
menyuplai17% daya listrik dunia.

Proses Pembangkitan Listrik oleh PLTN


Cara Kerja PLTN
Proses kerja PLTN hampir sama dengan proses kerja pembangkit listrik lain seperti PLTU.
Yang membedakannya hanya sumber panas yang digunakan. PLTN mendapatkan sumber
panas dari reaksi nuklir, sedangkan PLTU mendapatkan sumber panas dari pembakaran bahan
bakar fosil seperti batu bara atau minyak bumi.

Reaksi fisi
Reaksi nuklir ini terjadi di dalam reaktor nuklir. Reaktor dirancang untuk memproduksi energi
listrik melalui PLTN, dan hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi.
Sedangkan kelebihan neutron dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap menggunakan
batang kendali. Karena memanfaatkan panas hasil fisi, reaktor tersebut dirancang berdaya
termal tinggi dari orde ratusan hingga ribuan MW. Terdapat dua jenis reaktor fisi nuklir, antara
lain :
1. thermal reactor powerplant;
2. fast-breeder-reactor powerplan.

Pada reaktor termal untuk pembangkit komersial terdapat empat jenis reaktor, antara lain :
1. Pressurized-water-reactor (PWR);
2. Boiling Water Reactor (BWR);
3. Gas Cooled Reactor (GCR);
4. Pressurized Heavy Water Reactor (PHWR).

Berikut ini adalah beberapa contoh skema proses reaktor termal untuk PWR dan BWR :

Pressurized-water-reactor (PWR)
Boiling Water Reactor (BWR)
Secara singkat, proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik di dalam
PLTN adalah sebagai berikut :
- Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga melepaskan energi dalam bentuk panas
yang sangat besar
- Panas dari hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air pendingin, dapat
berupa pendingin primer maupun sekunder, bergantung pada tipe reakor nuklir yang
digunakan.
- Uap air yang dihasilkan ini dipakai untuk memutar turbin sehingga menghasilkan energi
kinetik
- Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar generator sehingga
menghasilkan arus listrik.

PLTN di Indonesia
Sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN), sehingga belum ada sebuah pun PLTN yang dapat dioperasikan untuk mengurangi
beban kebutuhan energi listrik yang saat ini semakin meningkat di Indonesia. Padahal energi
nuklir saat ini di dunia sudah cukup berkembang dengan menguasai pangsa sekitar 16% listrik
dunia. Hal ini menunjukkan bahwa energi nuklir adalah sumber energi potensial, berteknologi
tinggi, berkeselamatan handal, ekonomis, dan berwawasan lingkungan, serta merupakan
sumber energi alternatif yang layak untuk dipertimbangkan dalam Perencanaan Energi Jangka
Panjang bagi Indonesia guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Berdasarkan statistik PLTN dunia tahun 2002 terdapat 439 PLTN yang beroperasi di seluruh
dunia dengan kapasitas total sekitar 360.064 GWe, 35 PLTN dengan kapasitas 28.087 MWe
sedang dalam tahap pembangunan. PLTN yang direncanakan untuk dibangun ada 25 dengan
kapasitas 29.385 MWe. Kebanyakan PLTN baru dan yang akan dibangun berada di beberapa
negara Asia dan Eropa Timur. Memang di negara maju tidak ada PLTN yang baru, tetapi ini
tidak berarti proporsi listrik dari PLTN akan berkurang. Di Amerika beberapa PLTN telah
mendapatkan lisensi perpanjangan untuk dapat beroperasi hingga 60 tahun, atau 20 tahun lebih
lama daripada lisensi awalnya.

Di Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN sudah dimulai pada
tahun 1956 dalam bentuk pernyataan dalam seminar-seminar yang diselenggarakan di beberapa
universitas di Bandung dan Yogyakarta. Meskipun demikian ide yang sudah mengkristal baru
muncul pada tahun 1972 bersamaan dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan
PLTN (KP2PLTN) oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Departemen Pekerjaan
Umum dan Tenaga Listrik (Departemen PUTL). Kemudian berlanjut dengan
diselenggarakannya sebuah seminar di Karangkates, Jawa Timur pada tahun 1975 oleh
BATAN dan Departemen PUTL, dimana salah satu hasilnya suatu keputusan bahwa PLTN
akan dikembangkan di Indonesia. Pada saat itu juga sudah diusulkan 14 tempat yang
memungkinkan di Pulau Jawa untuk digunakan sebagai lokasi PLTN, dan kemudian hanya 5
tempat yang dinyatakan sebagai lokasi yang potensial untuk pembangunan PLTN.

Semenanjung Muria, Jawa Tengah


Pada perkembangan selanjutnya setelah dilakukan beberapa studi tentang beberapa lokasi
PLTN, maka diambil suatu keputusan bahwa Semenanjung Muria adalah lokasi yang paling
ideal dan diusulkan agar digunakan sebagai lokasi pembangunan PLTN yang pertama di
Indonesia. Disusul kemudian dengan pelaksanaan studi kelayakan tentang introduksi PLTN
yang pertama pada tahun 1978 dengan bantuan Pemerinatah Itali, meskipun demikian, rencana
pembangunan PLTN selanjutnya terpaksa ditunda, untuk menunggu penyelesaian
pembangunan dan pengoperasian reaktor riset serbaguna yang saat ini bernana GA Siwabesy
berdaya 30 MWth di Puspiptek Serpong.

Pada tahun 1985 pekerjaan dimulai dengan melakukan reevaluasi dan pembaharuan studi yang
sudah dilakukan dengan bantuan International Atomic Energy Agency (IAEA), Pemerintah
Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel International, Perusahaan Perancis melalui
perusahaan SOFRATOME, dan Pemerintah Itali melalui perusahaan CESEN. Dokumen yang
dihasilkan dan kemampuan analitis yang dikembangkan dengan program bantuan kerjasama
tersebut sampai saat ini masih menjadi dasar pemikiran bagi perencanaan dan pengembangan
energi nuklir di Indonesia khususnya di Semenanjung Muria.

Pada tahun 1989, Pemerintah Indonesia melalui Badan Koordinasi Energi Nasional
(BAKOREN) memutuskan untuk melakukan studi kelayakan yang komprehensif termasuk
investigasi secara mendalam tentang calon tapak PLTN di Semenanjung Muria Jawa-Tengah.
Pelaksanaan studi itu sendiri dilaksanakan di bawah koordinasi BATAN, dengan arahan dari
Panitia Teknis Energi (PTE), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan dilakukan
bersama-sama oleh beberapa instansi lain di Indonesia.

Pada bulan Agustus tahun 1991, sebuah perjanjian kerja tentang studi kelayakan telah
ditandatangani oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Perusahaan Konsultan
NEWJEC Inc. Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun dan meliputi pelaksanaan
pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN, serta suatu studi kelayakan yang
komprehensif tentang kemungkinan pembangunan berbagai jenis PLTN dengan daya total
yang dapat mencapai 7000 MWe. Sebagian besar kontrak kerja ini digunakan untuk
melakukan pekerjaan teknis tentang penelitian pemilihan dan evaluasi tapak PLTN di lokasi
tapak di Semenanjung Muria.
Pada 2 tahapan pekerjaan yang pertama (Step 1-2) sudah dilakukan dengan baik pada tahun
1992 dan 1993. Pada fase ini 3 buah calon tapak yang spesifik sudah berhasil dilakukan dengan
studi perbandingan dan ditentukan rangkingnya. Sebagai kesimpulan didapatkan bahwa calon
tapak terbaik adalah tapak PLTN Ujung Lemahabang. Kemudian tahapan kegiatan investigasi
akhir (Step-3) dilakukan dengan mengevaluasi calon tapak terbaik tersebut untuk melakukan
konfirmasi apakah calon tapak tersebut betul dapat diterima dan memenuhi standar
internasional. Studi tapak PLTN ini akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1995. Secara
keseluruhan, studi tapak PLTN di Semanjung Muria dapat diselesaikan pada bulai Mei tahun
1996. Selain konfirmasi kelayakan calon tapak di Semanjung Muria, hasil lain yang penting
adalah bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas antara 600 s/d 900 MWe dapat dibangun
di Semenanjung Muria dan kemudian dioperasikan sekitar tahun 2004 sebagai solusi optimal
untuk mendukung sistem kelistrikan Jawa-Bali.

Pada tahun-tahun selanjutnya masih dilakukan lagi beberapa studi tambahan yang mendukung
studi kelayakan yang sudah dlakukan, antara lain studi penyiapan Bid Invitation
Specification (BIS), studi pengembangan dan evaluasi tapak PLTN, studi perencanaan energi
dan kelistrikan nasional dan studi pendanaan pembangunan PLTN. Selain itu juga dilakukan
beberapa kegiatan yang mendukung aktivitas desain dan pengoperasian PLTN dengan
mengembangkan penelitian di beberapa fasilitas penelitian BATAN, antara lain penelitian
teknologi dan keselamatan PLTN, proteksi radiasi, bahan bakar nuklir dan limbah radioaktif
serta menyelenggarakan kerjasama internasional dalam bentuk partisipasi desain PLTN.

Akibat krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998, maka dipandang layak dan perlu
untuk melakukan evaluasi kembali tentang kebutuhan (demand) dan penyediaan (supply)
energi khususnya kelistrikan di Indonesia. Untuk itu suatu studi perancanaan energi dan
kelistrikan nasional jangka panjang Comprehensive Assessment of Different Energy
Resources for Electricity Generation in Indonesia (CADES) yang dilakukan dan diselesaikan
pada tahun 2002 oleh sebuah Tim Nasional di bawah koordinasi BATAN dan BPPT (Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan dukungan IAEA.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di Indonesia diproyeksikan meningkat di
masa yang akan datang. Kebutuhan energi final (akhir) akan meningkat dengan pertumbuhan
3,4% per tahun dan mencapai jumlah sekitar 8146 Peta Joules (PJ) pada tahun 2025. Jumlah
ini adalah sekitar 2 kali lipat dibandingkan dengan kebutuhan energi final di awal studi tahun
2000. Pertumbuhan jenis energi yang paling besar adalah pertumbuhan kapasitas
pembangkitan energi listrik yang mencapai lebih dari 3 kali lipat dari kondisi semula, yaitu dari
29 GWe di tahun 2000 menjadi sekitar 100 GWe di tahun 2025. Jumlah kapasitas
pembangkitan ini, sekitar 75% akan dibutuhkan di jaringan listrik Jawa-Madura-Bali (Jamali).
Dari berbagai jenis energi yang tersedia untuk pembangkitan listrik dan dilihat dari sisi
ketersediaan dan keekonomiannya, maka energi gas akan mendominasi penyediaan energi
guna pembangkitan energi listrik, sekitar 40% untuk wilayah Jamali. Energi batubara akan
muncul sebagai pensuplai kedua setelah gas, yaitu sekitar 30% untuk wilayah Jamali. Sisanya
sekitar 30% untuk akan disuplai oleh jenis energi yang lain, yaitu hidro, mikrohidro,
geothermal dan energi baru dan terbarukan lainnya. Diharapkan energi nuklir dapat
menyumbang sekitar 5-6% pada tahun 2025.

Mengingat situasi penyediaan energi konvensional termasuk listrik nasional di masa


mendatang semakin tidak seimbang dengan kebutuhannya, maka opsi nuklir dalam
perencanaan sistem energi nasional jangka panjang merupakan suatu solusi yang diharapkan
dapat mengurangi tekanan dalam masalah penyediaan energi khususnya listrik di Indonesia.
Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan tersebut di atas maka diharapkan pernyataan dari
semua pihak yang terkait dengan pembangunan energi nasional bahwa penggunaan energi
nuklir di Indonesia sudah diperlukan, dan untuk itu perlu dimulai pembangunan pembangkit
listrik tenaga nuklir (PLTN) sekitar tahun 2010, sehingga sudah dapat dioperasikan secara
komersial pada sekitar tahun 2016.

BATAN sebagai Lembaga Pemerintah, berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1997


tentang Ketenaganukliran, telah dan akan terus bekerjasama dengan Lembaga Pemerintah
terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga dan Masyarakat Internasional, dalam
mempersiapkan pengembangan energi nuklir di Indonesia, khususnya dalam rangka
mempersiapkan pengembangan energi nuklir tersebut adalah studi dan kajian aspek energi,
teknologi, keselamatan, ekonomi, lingkungan hidup, sosial-budaya, dan manajemen yang
tertuang dalam bentuk rencana stratejik 2006-2010 tentang persiapan pengembangan energi
nuklir di Indonesia.

Pandangan Masyarakat terhadap Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia


Seiring dengan rencana pemerintah mendirikan PLTN di Indonesia, timbul pro dan kontra
dalam masyarakat mengenai hal ini. Sebagian yang kontra meninjau ari sisi sosio-kultural,
politik, ekonomi, dan lingkungan dengan sedikit porsi tinjauan teknis, sedangkan pihak yang
pro melihat dari sisi teknis dan implementasi pembangunannya semata dan dianggap kurang
mengakomodasi pertimbangan-pertimbangan sosial, kultural, ekonomi, dan politik. Oleh
karena itu, ada kesenjangan informasi yang perlu dipertemukan antara yang dilantukan oleh
pihak yang pro maupun dan yang kontra. Sedikitnya porsi teknis yang dilantunkan pihak kontra
sangat wajar karena latar belakang pengetahuan mereka tentang PLTN masih minim. Oleh
karena itu, menjadi tantangan bagi pihak pro untuk menyajikan secara benar dan objektif dari
sisi sosio-kultural, politik, ekonomi, dan lingkungan dengan porsi yang lebih besar sehingga
dapat mengimbangi lantunan teknisnya.
Secara garis besar, masyarakat yang kurang senang akan kehadiran PLTN dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu masyarakat awam, bagi mereka nuklir menimbulkan rasa takut
karena kurang paham terhadap sifat-sifat nuklir tersebut. Yang termasuk kelompok ini antara
lain : budayawan, politikus, tokoh keagamaan dan beberapa anggota musyawarah umum
lainnya. Kedua adalah masyarakat yang sedikit pahamnya tentang nuklir. Mereka
menyangsikan kemampuan orang Indonesia dalam mengoperasikan PLTN dengan aman,
termasuk pengambilan limbah radioaktif yang timbul dari pengoperasian PLTN itu. Termasuk
dalam kelompok ini adalah beberapa LSM dan kalangan akademis. Ketiga adalah kelompok
masyarakat yang cukup paham tentang nuklir tetapi mereka menolak kehadiran PLTN karena
mereka melihat PLTN dari kacamata berbeda sehingga keluar argument-argumen yang berbeda
pula. Termasuk dalam kelompok ini adalahh beberapa pejabat dan mantan pejabat pemerintah
yang pernah berhubungan dengan masalah keenergian, kelistrikan, dan penukliran.

Jenis-jenis PLTN
PLTN dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan. Tetapi ada juga
PLTNyang menerapkan unit-unit independen, dan hal ini bisa menggunakan jenis reaktor
yangberbeda. Sebagai tambahan, beberapa jenis reaktor berikut ini, di masa depan
diharapkanmempunyai sistem keamanan pasif.

Reaktor Fisi

Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir dari isotop
fissiluranium dan plutonium.

Selanjutnya reaktor daya fisi dikelompokkan lagi menjadi:


Reaktor thermal menggunakan moderator neutron untuk melambatkan atau me- moderate
neutron sehingga mereka dapat menghasilkan reaksi fissi selanjutnya. Neutron yang dihasilkan
dari reaksi fissi mempunyai energi yang tinggi atau dalamkeadaan cepat, dan harus
diturunkan energinya atau di lambatkan (dibua thermal) olehmoderator sehingga dapat
menjamin kelangsungan reaksi berantai. Hal ini berkaitandengan jenis bahan bakar
yang digunakan reaktor thermal yang lebih memilih neutron lambat ketimbang neutron
cepat untuk melakukan reaksi fissi.
Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan
moderator neutron. Karena reaktor cepat menggunkan jenis bahan bakar yang berbeda
denganreaktor thermal, neutron yang dihasilkan di reaktor cepat tidak perlu
dilambatkan gunamenjamin reaksi fissi tetap berlangsung. Boleh dikatakan, bahwa
reaktor thermalmenggunakan neutron thermal dan reaktor cepat menggunakan neutron
cepat dalamproses reaksi fissi masing-masing.
Reaktor sub kritis menggunakan sumber neutron luar ketimbang menggunakan
reaksiberantai untuk menghasilkan reaksi fissi. Hingga 2004 hal ini hanya berupa
konsepteori saja, dan tidak ada purwarupa yang diusulkan atau dibangun untuk
menghasilkan listrik, meskipun beberapa laboratorium mendemonstrasikan dan
beberapa ujikelayakan sudah dilaksanakan.

Reaktor thermal

Light water reactor (LWR)

o Boiling water reactor (WR)


o Pressurized water reactor (PWR)
o SSTAR, a sealed, reaktor untuk jaringan kecil, mirip PWR

Moderator Grafit:

o Magnox
o Advanced gas-cooled reactor (AGR)
o High temperature gas cooled reactor (HTGR)
o RBMK
o Pebble bed reactor (PBMR)

Moderator Air berat:

o SGHWR

o CANDU

Reaktor cepat
Meski reaktor nuklir generasi awal berjenis reaktor cepat, tetapi perkembangan
reaktor nuklir jenis ini kalah dibandingkan dengan reaktor thermal.

Keuntungan reaktor cepat diantaranya adalah siklus bahan bakar nuklir yangdimilikinya
dapat menggunakan semua uranium yang terdapat dalam urainum alam, dan jugadapat
mentransmutasikan radioisotop yang tergantung di dalam limbahnya menjadi material luruh
cepat. Dengan alasan ini, sebenarnya reaktor cepat secara inheren lebih menjaminkelangsungan
ketersedian energi ketimbang reaktor thermal. Lihat juga reaktor fast breeder.Karena sebagian
besar reaktor cepat digunakan untuk menghasilkan plutonium, maka reaktor jenis ini terkait
erat dengan proliferasi nuklir.

Lebih dari 20 purwarupa (prototype) reaktor cepat sudah dibangun di Amerika


Serikat,Inggris, Uni Sovyet, Perancis, Jerman, Jepang, India, dan hingga 2004 1 unit reaktor
sedangdibangun di China. Berikut beberapa reaktor cepat di dunia:

EBR-I, 0.2 MWe, AS, 1951-1964.


Dounreay Fast Reactor, 14 MWe, Inggris, 1958-1977.
Enrico Fermi Nuclear Generating Station Unit 1, 94 MWe, AS, 1963-1972.
EBR-II, 20 MWe, AS, 1963-1994.
Phnix, 250 MWe, Perancis, 1973-sekarang.
BN-350, 150 MWe plus desalination, USSR/Kazakhstan, 1973-2000.
Prototype Fast Reactor, 250 MWe, Inggris, 1974-1994.
BN-600, 600 MWe, USSR/Russia, 1980-sekarang.
Superphnix, 1200 MWe, Perancis, 1985-1996.
FBTR, 13.2 MWe, India, 1985-sekarang.
Monju, 300 MWe, Jepang, 1994-sekarang.
PFBR, 500 MWe, India, 1998-sekarang.
Daya listrik yang ditampilkan adalah daya listrik maksimum, tanggal yang ditampilkan
adalahtanggal ketika reaktor mencapai kritis pertama kali, dan ketika reaktor kritis untuk
teakhir kalibila reaktor tersebut sudah di dekomisi (decommissioned).

Reaktor Fusi

Fusi nuklir menawarkan listrik. Hal ini masihmenjadi bidang penelitian aktif dengan skala
besar seperti dapat dilihat di JET, ITER, dan Zmachine

e. Keselamatan Nuklir

Berbagai usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi kesehatan dan


keselamatanmasyarakat, para pekerja reaktor dan lingkungan PLTN. Usaha ini dilakukan untuk
menjaminagar radioaktif yang dihasilkan reaktor nuklir tidak terlepas ke lingkungan baik
selamaoperasi maupun jika terjadi kecelakaan. Tindakan protektif dilakukan untuk menjamin
agar PLTN dapat dihentikan dengan aman setiap waktu jika diinginkan dan dapat
tetapdipertahanan dalam keadaan aman, yakni memperoleh pendinginan yang cukup. Untuk inipanas
peluruhan yang dihasilkan harus dibuang dari teras reaktor, karena dapat menimbulkanbahaya
akibat pemanasan lebih pada reaktor. Keselamatan terpasang dirancang berdasarkansifat-sifat
alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yangtidak tertangkap
maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah, sehinggareaksi
pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini
akanmenjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistem kendali gagal beroperasi.

Penghalang Ganda

PLTN mempunyai sistem pengaman yang ketat dan berlapis-lapis, sehinggakemungkinan


terjadi kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkannya sangat kecil. Sebagaicontoh, zat
radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (> 99%) akan
tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi sebagaipenghalang pertama.
Selama operasi maupun jika terjadi kecelakaan, kelongsongan bahanbakar akan berperan
sebagai penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar
kelongsongan. Dalam hal zat radioaktif masih dapat keluar dari dalamkelongsongan, masih ada
penghalang ketiga yaitu sistem pendingin.

Lepas dari sistempendingin, masih ada penghalang keempat berupa bejana tekan dibuat dari baja dengan
tebal 20 cm. Penghalang kelima adalah perisai beton dengan tebal 1,5-2 m. Bila zat radioaktif itumasih
ada yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu sistempengungkung
yang terdiri dari pelat baja setebal 7 cm dan beton setebal 1,5-2 m yang kedapudara. Jadi
selama operasi atau jika terjadi kecelakaan, zat radioaktif benar-benar tersimpandalam reaktor
dan tidak dilepaskan ke lingkungan. Kalaupun masih ada zat radioaktif yangterlepas jumlahnya
sudah sangat diperkecil sehingga dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti.

Pertahanan Berlapis

Disain keselamatan suatu PLTN menganut falsafah pertahanan berlapis ( defence


indepth). Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan keselamatan pertama, PLTN
dirancang,dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang
tinggi danteknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi dengan
sistempengaman/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi akibat-aibat
darikecelakaan yang mungkin dapat terjadi selama umur PLTN dan lapis keselamatan
ketiga,PLTN dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan, yang dapat diperkirakan
dapat terjadipada suatu PLTN. Namun demikian kecelakaan tersebut kemungkinan terjadinya
sedemikiansehingga tidak akan pernah terjadi selama umu uperasi PLTN.

Faktor Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan


Faktor pokok kedua dari perbandingan ini adalah tentang polusi yang dihasilkan oleh
masing-masing pembangkit listrik. Dari data yang ada, pencemaran udara dari batubara
adalah jauh lebih besar daripada bahan bakar nuklir, terutama asap dari hasil pembakaran
batubara dalam tungku PLTU. Meskipun berdasarka Undang-Undang No. 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup setiap PLTU baru diwajibkan untuk memakai "scrubbers"
(flue-gas desulphurizer) untuk mengurangi kadar polutan yang dikeluarkannya, PLTU tetap
memegang peranan penting datam pencemaran udara secara keseluruhan. Adapun beberapa
polutan utama yang dihasilkan dari PLTU adalah sebagai berikut:
gas SOx yang dikenal sebagai sumber gangguan paru-paru dan berbagai penyakit
pernafasan.
gas NOx, yang bersama dengan gas SOx adalah penyebab dari fenomena "hujan asam" yang
terjadi di banyak negara maju dan berkembang, terutama yang menggantungkan produksi
listriknya dari PLTB. Fenomena ini diperkirakan membawa dampak buruk bagi industri
peternakan dan pertanian.
gas COx yang membentuk lapisan yang menyelubungi permukaan bumi dan menimbulkan
efek rumah kaca ("green-house effect") yang pada akhirnya menyebabkan pergeseran cuaca
yang telah terbukti di beberapa bagian dunia.
partikel-partikel debu selain mengadung unsur-unsur radioaktif juga berbahaya bagi
kesehatan jika sampai terhirup masuk ke dalam paru-paru.
logam-logam berat seperti Pb,Hg,Ar,Ni,Se dan lain-lain, yang terbukti terdapat dengan kadar
jauh di atas normal di sekitar PLTU.
Sebagai kondensator dari sikius uap air primer, kedua jenis pembangkit listrik di atas
memanfaatkan air dari sumber yang berdekatan dengan lokasinya. Oleh karena itu polusi air
yang disebabkan oleh masing-masing kurang lebih berimbang untuk ukuran generator yang
sama. Sebuah PLTN rata-rata beroperasi dengan efisiensi panas 33% (40% untuk PLTU).
Jadi kurang lebih dua pertiga dari panas yang dihasilkan oleh bahan bakar terpaksa dilepas ke
lingkungan meialui sikius pendingin. Untuk sebuah PLT (nuktir atau batubara) dengan
ukuran 1.000 MWe yang beroperasi dengan efesiensi 35%, dihasilkan sekitar 1.860 MW sisa
panas. Jika air diambil dengan debit 100 m3/s, maka air yang keluar dari sikius sekunder ini
akan mengalami kenaikan suhu sekitar 4,5oC, suatu angka yang cukup untuk menggangu
kesetimbangan ekosistim dari organisms yang hidup di sumber air tersebut. Dampak ini akan
bertambah lagi dengan adanya bahan-bahan kimia pemurni air yang dicampurkan sebelum air
tersebut masuk ke sikius pendingin.
Bertentangan dengan anggapan umum, radiasi sinar-sinar radioaktif (selanjutnya akan disebut
radiasi) bukanlah sumber utama polusi pada PLTN. Malah terbukti bahwa secara rata-rata
untuk seorang yang tinggal sampai 1 km dari sebuah reaktor nuklir, dosis radiasi yang
diterimanya dari bahan-bahan yang dipakai di reaktor tersebut adalah kurang dari 10% dari
dosis radiasi alam (dari batuan radioaktif alami, sinar kosmis, sinar-sinar radioaktif untuk
maksud-maksud medis) .
Kalau untuk tambang-tambang batubara dikenal istilah "black lung", dimana partikel
batubara yang terh-irup oleh para pekerja tambang mengendap di paru-paru dan
menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan, para pekerja di tambang Uranium (bahan
utama untuk bahan bakar PLTN) terutama terkena radiasi dari Carbon 14 (C-14) dan gas
Radon yang terpancar dari Uranium alam. Dari data statistik didapat bahwa kedua jenis
radiasi ini menelan korban jiwa kurang lebih 1 orang tiap 20 juta MWH listrik yang
dihasilkan PLTN per tahun. Tetapi karena kedua unsur tersebut mempunyai waktu paruh
yang sangat besar, dampaknya akan terus terasa untuk masa-masa yang akan datang. Salah
satu pencegahan adalah dengan menempatkan sisa-sisa Uranium tambang di bawah
permukaan tanah dimana radiasinya akan ditahan oleh dinding lapisan penyekat khusus,
tetapi karena praktek ini juga dilakukan untuk sisa Uranium yang telah tidak mengandung C-
14 dan Radon, pada dasarnya belum ada tindakan khusus yang dicanangkan untuk
penangangan bahaya dari kedua unsur ini.
Perlu disimak bahwa masalah radiasi bukan semata-mata berlaku untuk PLTN. Misainya
untuk kapasitas 1.000MWe, PLTN menghasilkan 50kCi radiasi yang sebagian besar berasal
dari gas Xenon dan Krypton sementara PLTU akan mengeluarkan 2Ci radiasi yang keluar
dari cerobong asapnya. Meskipun jumlahnya jauh lebih kecil, radiasi dari PLTU mempunyai
dampak kesehatan yang lebih besar karena kalau abu tersebut terhisap akan menetap di paru-
paru, sumsum tulang atau jaringan yang lain dan merupakan ancaman yang kontinyu
sementara radiasi PLTN lebih berupa sinar yang menembus tubuh dan tidak menetap. Pada
kedua kasus ini, radiasi yang dihasilkannya masih berada jauh dibawah limit masing-masing.

Faktor Keamanan
Salah satu sumber ketidakpastian masyarakat tentang PLTN disebabkan oleh adanya
kemungkinan kegagalan sistim yang mengakibatkan bencana pada PLTN, seperti yang terjadi
di TMI dan Chernobyl. Karakterisitik bencana pada PLTN dapat didefinisikan sebagai
insiden dengan "low probability, high consequences'. Suatu bencana disebut katastrofi jika
mengakibatkan sedikitnya 3.000 korban jiwa atau 45.000 orang cedera; maka probabilitas
terjadinya katastrofi adalah sangat kecil, yaitu 1 tiap 107 tahun. Disamping katastrofi,
insiden-insiden dalam skala lebih kecil yang terjadi di PLTN diperkirakan mengakibatkan
kurang lebih 2 korban jiwa tiap 20 juta MWh per tahun listrik dari kanker, tumor, penyakit
genetik dan lain-lainnya. Karena pada PLTU angka korban insiden ini sedemikian kecilnya
sehingga dapat diabaikan, faktor ini dapat dijadikan satu pertimbangan dalam memilih jenis
Pembangkit Tenaga Listrik untuk sumber listrik kita di masa depan. Menjajagi segi
keamanan (safety) dari kedua pilihan ini terhadap kemungkinan kecelakaan, terlihat bahwa
sebagian besar risiko ditemui pada saat penambangan bahan bakar tersebut. Di AS, sejauh ini
teknologi PLTU telah menelan 1.300 korban jiwa dan 40.000 orang cedera sementara untuk
PLTN 5.000 orang cedera dan kurang dari 100 korban jiwa
Limbah nuklir sampai saat ini tetap menjadi sumber utama kecemasan masyarakat banyak
tentang PLTN. Sebuah PLTN dengan kapasitas 1.000 MWe membutuhkan sekitar 1 metrik
ton bahan bakar dan menghalkan limbah sebanyak kira-kira 70 liter per hari. Sampai tahun
1980, AS telah menghasilkan 36 juta ton limbah dengan radiasi rendah dan 8.300 ton limbah
dengan radiasi tinggi. Jumlah ini sebenarnya menghasilkan dampak radiologis yang setingkat
dengan ratusan juta ton sampah yang dihasilkan oleh PLTU. Hanya karena konsentrasi
radiasi yang tinggi, limbah PLTN membutuhkan suatu penanganan yang khusus. Selama ini,
sisa bahan bakar dengan radiasi tinggi disimpan sementara di kolam-kolam penampungan
sehingga efek radiasi yang ditimbulkannya dapat diabaikan, tetapi dengan semakin
meningkatnya pemakain PLTN dalam produksi listrik, kebutuhan akan suatu metode
penyimpanan permanen yang tepercaya terasa semakin mendesak. Meskipun sejauh ini
belum ada satu cara yang dapat diterima secara meluas, beberapa metode yang diusulkan
meliputi penyimpanan di tambang garam, lapisan granit, dibawah lapisan air tanah atau di
dasar laut. Satu syarat mutlak yang telah dipenuhi oleh lokasi-lokasi ini terjaminnya
kestabilan geologis untuk masa-masa yang akan datang.
Untuk PLTN, satu tambahan pertimbangan adalah adanya ancaman terorisme, meskipun
sampai sekarang belum ada realisasinya. Meskipun menurut para ahli penggelapan Plutonium
untuk pembuatan bom nuklir sederhana lebih merupakan fiksi daripada kenyataan,
hendaknya hal ini diperhitungkan juga dalam pemilihan jenis Pembangkit Tenaga Listrik dan
lokasinya di masa mendatang. Tetapi dengan sikap waspada dan hati-hati yang selama ini
dianut dalam lingkup penggunaan bahan nuklir dan fakta bahwa untuk Indonesia risiko ini
adalah lebih kecil daripada di negara-negara lain yang lebih maju dan liberal, agaknya untuk
saat ini hal tersebut hanya akan merupakan pertimbangan minor saja. q

Sosial/faktor Ekonomi
Secara umum, PLTN dapat digolongkan sebagai investasi dengan modal tinggi dan biaya
tahunan yang rendah ( untuk bahan bakar, operasi dan pemeliharaan) atau disebut "high
capital low annuities investment" sementara PLTU sebaliknya adalah sebuah investasi
dengan " low capital high annuities ". Ini sedikit banyak dapat dihubungkan dengan
perbedaan waktu konstruksi : 5-6 tahun untuk PLTU dan 7-10 tahun untuk PLTN. Oleh
karenanya, biaya pembangunan PLTN lebih sensitif terhadap perubahan desain dan teknologi
reaktor, perubahan standar keamanan, harga bahan baku reaktor dan suku bunga pinjaman
dari kapital yang dipakai. Menurut statistik, pembangunan PLTN cenderung untuk
"overbudget", dari hanya beberapa persen sampai sekitar dua kali lipat perkiraan biaya
semula. Di lain pihak, PLTU lebih sensitif terhadap harga bahan bakar yang berubah-ubah
sesuai dengan pasar yang ada meskipun biaya pembangunan tidak akan banyak beranjak dari
yang semula diperkirakan. Untuk Indonesia, dimana penyediaan batubara untuk PLTU akan
berasal dari perusahaan negara, faktor perubahan harga ini tidak akan sedrastis yang terjadi di
pasar bebas.
Dari beberapa sumber yang dipakai untuk makalah ini diperoleh angka yang berbeda-beda
untuk biaya rata-rata untuk kedua jenis pembangkit listrik ini, sehingga hanya dapat
disimpulkan bahwa pada umumnya, terutama untuk negara-negara maju di Amerika Utara,
Eropa Barat dan Asia, PLTN tergolong lebih murah dari PLTU untuk kapasitas listrik yang
sama. Untuk negara-negara sedang berkembang yang masih harus mengimpor sebagian besar
dari teknologi pembuatan reaktor tersebut, mungkin didapat angka yang berbeda untuk biaya
pembuatan sebuah reaktor nuklir, tetapi sulit didapat data yang akurat untuk itu. Maka
penulis hanya akan memberikan gambaran tentang angka-angka yang beriaku di negara-
negara maju yang telah kami sebut di atas.
Maksud dari istilah biaya disini adalah rata-rata pertahun dari seturuh investasi yang
dikeluarkan selama masa laik operasinya. Hanya saja untuk masa-masa mendatang harga
sebuah PLTN akan mengalami tingkat kenaikan yang lebih tinggi daripada PLTU, terutama
karena terdapatnya biaya de-commissioning (penutupan sebuah lokasi PLTN) yang tinggi.
Oleh karena itu pada permulaan abad ke 21 nanti keduanya tidak akan berbeda jauh.
Walaupun demikian harga PLTN tetap di bawah PLTU. Satu referensi mengungkapkan
bahwa rendahnya harga PLTN tersebut dimungkinkan oleh adanya subsidi dari pemerintah
setempat untuk memacu penggunaan teknologi baru ini. Tanpa subsidi tersebut, biaya sebuah
PLTN mencapai 30-100% lebih mahal daripada PLTU. Tetapi teknologi maju yang didapat
bisa dijadikan justifikasi untuk memilih teknologi tersebut meskipun dengan biaya yang lebih
mahal.

Keuntungan dan Kerugian PLTN


Keuntungan PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama lainnya adalah :

Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi normal) - gas rumah
kacahanya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan hanya
sedikitmenghasilkan gas).

Tidak mencemari udara - tidak menghasilkan gas-gas berbahaya sepert karbon monoksida,
sulfur dioksida, aerosol, mercury, nitrogen oksida, partikulate atau asap fotokimia.

Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi normal).


Biaya bahan bakar rendah - hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan.
Ketersedian bahan bakar yang melimpah - sekali lagi, karena sangat sedikit bahanbakar
yang diperlukan.
Baterai nuklir - (lihat SSTAR).

Berikut ini berberapa hal yang menjadi kekurangan PLTN :

Risiko kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan


Chernobyl(yang tidak mempunyai containment building).
Limbah nuklir - limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan dapat bertahan
hinggaribuan tahun.

Daftar pembangkit listrik di Indonesia


Jenis dan
Nama Lokasi Kapasitas jumlah
pembangkit
Kecamatan Silih Nara ,
2 x 22.1
PLTA Kabupaten Aceh Tengah, PLTA total 4
MW;2 x
Peusangan Nanggroe Aceh unit 86,6 MW
21,2 MW
Darussalam
PLTA Sigura- 4 x 71,50 PLTA total 4
Sumatera Utara
gura MW unit 286 MW
4 x 79,25 PLTA total 4
PLTA Tangga Sumatera Utara
MW unit 317 MW
PLTA Lau PLTA total 2
Sumatera Utara 2 x 41 MW
Renun unit 82 MW
PLTA PLTA total 2
Sumatera Utara 2 x 25 MW
Sipansihaporas unit 50 MW
PLTA total 2
PLTA Asahan I Sumatera Utara 2 x 90 MW
unit 180 MW
PLTA Batang PLTA total 3
Sumatera Barat 3 x 3,5 MW
Agam unit 10,5 MW
PLTA total 4
PLTA Maninjau Sumatera Barat 4 x 17 MW
unit 68 MW
Kecamatan Lubuk Alung,
PLTA 4 x 43,75 PLTA total 4
Kabupaten Padang
Singkarak MW unit 175 MW
Pariaman, Sumatera Barat
PLTA total 4
PLTA Tes Bengkulu 4 x 4 MW
unit 16 MW
PLTA total 3
PLTA Musi Bengkulu 3 x 70 MW
unit 210 MW
PLTA Koto PLTA total 3
Riau 3 x 38 MW
Panjang unit 114 MW
2 x 46,4 PLTA total 2
PLTA Besai Lampung
MW unit 90 MW
PLTA total 2
PLTA Batutegi Lampung 2 x 14 MW
unit 28 MW
2 x 10,80
PLTA total 3
PLTA Ubrug Jawa Barat MW;1 x
unit 17,1 MW
6,30 MW
3 x 3,15
PLTA total 4
PLTA Bengkok Jawa Barat MW;1 x
unit 3,85 MW
0,70 MW
PLTA Cibadak Jawa Barat ? PLTA
PLTA
3x
Kabupaten total 3
PLTA Cikalong KecamatanPangalengan Jawa Barat 6,40
Bandung unit 19,2
MW
MW
PLTA total 4
PLTA Saguling Jawa Barat 4 x 175 MW
unit 700 MW
PLTA total 8
PLTA Cirata Jawa Barat 8 x 126 MW
unit 1.008 MW
PLTA total 7
PLTA Jatiluhur Jawa Barat 7 x 25 MW
unit 175 MW
PLTA
3x
Kabupaten total 3
PLTA Lamajan KecamatanPangalengan Jawa Barat 6,40
Bandung unit 19,2
MW
MW
PLTA Parakan 4 x 2,48 PLTA total 4
Jawa Barat
Kondang MW unit 9,92 MW
PLTA
5x
Kabupaten total 5
PLTA Plengan KecamatanPangalengan Jawa Barat 6,27
Bandung unit 6,27
MW
MW
4 x 5,12 PLTA total 4
PLTA Jelok Jawa Tengah
MW unit 20,48 MW
PLTA total 4
PLTA Timo Jawa Tengah 4 x 3 MW
unit 12 MW
2 x 3,52 PLTA total 2
PLTA Ketenger Jawa Tengah
MW unit 7 MW
PLTA Gajah 1 x 12,4 PLTA total 1
Jawa Tengah
Mungkur MW unit 12,4 MW
Kecamatan Garung,
2 x 13,2 PLTA total 2
PLTA Garung Kabupaten Wonosobo,
MW unit 26,4 MW
Jawa Tengah
Kecamatan Wadaslintang,
PLTA PLTA total 2
Kabupaten Wonosobo, 2 x 8,2 MW
Wadaslintang unit 16,4 MW
Jawa Tengah
3 x 61,5 PLTA total 3
PLTA Mrica Jawa Tengah
MW unit 184,5 MW
PLTA Kedung PLTA total 1
Jawa Tengah 1 x 23 MW
Ombo unit 23 MW
PLTA total 1
PLTA Sidorejo Jawa Tengah 1 x 1,4 MW
unit 1,4 MW
PLTA total 1
PLTA Klambu Jawa Tengah 1 x 1,1 MW
unit 1,1 MW
PLTU PLTA,PLTGU
Jawa Tengah 1469 MW
Semarang 1469 MW
PLTA PLTA total 3
Jawa Timur 3 x 5,8 MW
Mendalan unit 23 MW
PLTA total 3
PLTA Siman Jawa Timur 3 x 3,6 MW
unit 10,8 MW
2 x 1,35
PLTA total 3
PLTA Giringan Jawa Timur MW;1 x 0,5
unit 3 MW
MW
1 x 4,48 PLTA total 1
PLTA Selorejo Jawa Timur
MW unit 4,48 MW
PLTA PLTA total 3
Jawa Timur 3 x 35 MW
Karangkates unit 105 MW
PLTA total 2
PLTA Wlingi Jawa Timur 2 x 27 MW
unit 54 MW
PLTA total 1
PLTA Lodoyo Jawa Timur 1 x 4,5 MW
unit 4,5 MW
PLTA 2 x 14,5 PLTA total 2
Jawa Timur
Sengguruh MW unit 29 MW
PLTA Tulung PLTA total 2
Jawa Timur 2 x 23 MW
Agung unit 46 MW
PLTA total 2
PLTA Tulis Jawa Timur 2 x 7 MW
unit 14 MW
Kecamatan Aranio,
PLTA Riam PLTA total 3
Kabupaten Banjar, 3 x 10 MW
Kanan unit 30 MW
Kalimantan Selatan
1 x 4.44
Kecamatan Tondano Utara
PLTA Tonsea MW;1 x 4,5 PLTA total 3
, Kabupaten Minahasa,
Lama MW;1 x unit 14,38 MW
Sulawesi Utara
5,44 MW
Kecamatan Tondano Utara
PLTA Tanggari 1 x 17,2 PLTA total 1
, Kabupaten Minahasa,
I MW unit 17,2 MW
Sulawesi Utara
Kecamatan Tondano Utara
PLTA Tanggari PLTA total 1
, Kabupaten Minahasa, 1 x 19 MW
II unit 19 MW
Sulawesi Utara
PLTA total 3
PLTA Larona Sulawesi Selatan 3 x 55 MW
unit 165 MW
PLTA PLTA total 2
Sulawesi Selatan 2 x 65 MW
Balambano unit 130 MW
PLTA total 2
PLTA Karebbe Sulawesi Selatan 2 x 70 MW
unit 140 MW
PLTA total 2
PLTA Bakaru Sulawesi Selatan 2 x 63 MW
unit 126 MW
PLTA Kecamatan Pamona Utara ,
PLTA total 4
Sulewana-Poso Kabupaten Poso, Sulawesi 4 x 40 MW
unit 160 MW
I Tengah
PLTA Kecamatan Pamona Utara ,
PLTA total 3
Sulewana-Poso Kabupaten Poso, Sulawesi 3 x 65 MW
unit 195 MW
II Tengah
PLTA Kecamatan Pamona Utara ,
PLTA total 5
Sulewana-Poso Kabupaten Poso, Sulawesi 5 x 80 MW
unit 400 MW
III Tengah
PLTG Cikarang ? PLTG
PLTG Plengan ? PLTG
PLTG
? PLTG
Sunyaragi
Kecamatan Banjarmasin PLTA total 3
PLTG Trisakti Barat, Kota Banjarmasin, 3 x 10 MW unit 30 MW
Kalimantan Selatan PLTG
PLTP Geo Dipa Dieng, Kabupaten PLTP total 1
1 x 60 MW
Unit Dieng Wonosobo, Jawa Tengah unit 60 MW
PLTP Gunung
? PLTP
Salak
PLTP
Garut, Jawa Barat 375 MW PLTP
Kamojang
PLTP Wayang Pangalengan, Bandung,
? PLTP
Windu Jawa Barat
Kecamatan Katibung,
PLTU Tarahan Lampung Selatan, 2 x 100 MW Unit III dan IV
Lampung
Desa Asam-asam,
PLTU Asam- Kecamatan Jorong,
2 x 65 MW Unit I dan II
Asam Kabupaten Tanah Laut,
Kalimantan Selatan
PLTU PT
Krakatau Daya Cilegon, Banten 400 MW 5 PLTU
Listrik
PLTU,
PLTU Priok Jakarta Utara, DKI Jakarta 1384 MW
PLTGU
Kecamatan Paiton,
PLTU Paiton
Kabupaten Probolinggo, 1230 MW 2 PLTU
Swasta I
Jawa Timur
Kecamatan Paiton,
PLTU Paiton
Kabupaten Probolinggo, 1300 MW 2 PLTU
Swasta II
Jawa Timur
4 x 400
Kecamatan Pulo Merak, PLTU total 7
PLTU Suralaya MW;3 x 600
Kota Cilegon, Banten unit 3.400 MW
MW
Unit Kecamatan Sumberpucung,
Pembangkitan Kabupaten Malang, Jawa 281 MW 12 PLTA
Brantas Timur
Unit Kecamatan Plered,
Pembangkitan Kabupaten Purwakarta, 1.008 MW 8 PLTA
Cirata Jawa Barat
Unit 5 PLTG, 1
Kabupaten Gresik, Jawa
Pembangkitan 2.280 MW PLTU dan 3
Timur
Gresik PLTGU
Unit
5 PLTU dan 1
Pembangkitan Pluit, Jakarta Utara 1.200 MW
PLTGU
Muara Karang
Unit
Kabupaten Bekasi, Jawa 2 PLTG dan 3
Pembangkitan 920 MW
Barat PLTGU
Muara Tawar
Unit Kecamatan Paiton,
Pembangkitan Kabupaten Probolinggo, 800 MW 2 PLTU
Paiton Jawa Timur
Kabupaten Berau,
PLTU Lati 2 x 7 MW 1 PLTU
Kalimantan Timur
Unit Kabupaten Sekayung, Musi
Pembangkitan banyuasin, Sumatera 35 MW
Talang Duku Selatan
Program PLTU 10.000 MW Tahap I
Untuk mempercepat ketersediaan listrik PLN membuat program untuk membuat 35 PLTU
dengan total tenaga 10.000 MW. Ketiga puluh lima PLTU tersebut tersebar di jawa dan luar
jawa. Untuk Jawa dibangun 10 buah PLTU, rinciannya sebagai berikut :[1]
No Pembangkit Tempat Kapasitas Keterangan
PLTU Batubara seharga US $ 428,794,037 yg
PLTU 1 1 x 625 menghemat BBM /tahun Rp.4,3 Triliun &
1 Suralaya
Banten MW menyerap tenaga kerja masa konstruksi 2.500
orang[2]
PLTU Batubara seharga US $ 492,940,279 yg
PLTU 2 2 x 300 menghemat BBM /tahun Rp.4,15 Triliun &
2 Labuhan
Banten MW menyerap tenaga kerja masa konstruksi 1.700
orang
PLTU 3 3 x 315
3 Lontar
Banten MW
PLTU 1 Jawa 3 x 330
4 Indramayu
Barat MW
Terletak di desa Citarik, kecamatan Palabuhan
ratu, Proyek ini dikerjakan oleh konsorsium
PLTU 2 Jawa Pelabuhan 3 x 350
5 Shanghai Electric Corp Ltd dan Maxima
Barat Ratu MW
Infrastruktur. Nilai kontraknya US$ 566,984 juta
dan Rp 2,205 triliun [1]
PLTU Batubara seharga US $ 558.005.559 yg
PLTU 1 Jawa 2 x 315 menghemat BBM /tahun Rp.4,15 Triliun &
6 Rembang
Tengah MW menyerap tenaga kerja masa konstruksi 1.700
orang
PLTU 2 Jawa 1 x 600
7 Cilacap
Tengah MW
PLTU Batubara seharga USD.379.469.024,-
(incl. VAT) + Rp. 1.353.549.019.000,- (incl.
PLTU 1 Jawa 2 x 315
8 Pacitan VAT) proyek ini dikerjakan oleh konsorsium
Timur MW
Dongfang Electric Corp Ltd dan PT Dalle
Energy
PLTU 2 Jawa 1 x 660 PLTU Batubara seharga US $ 466.257.004 yg
9 Paiton
Timur MW menghemat BBM /tahun Rp.4,4 Triliun &
menyerap tenaga kerja masa konstruksi 1.700
orang
PLTU 3 Jawa Tj. Awar 2 x 350
10 Selengkapnya Lihat di [3]
Timur Awar Tuban MW
PLTU
4 x 661 Selengkapnya lihat di
11 Tanjung Jati Jepara
MW [4][5]
B
Untuk diluar pulau jawa dan bali dibangun 25 PLTU, rinciannya sebagai berikut :
No Pembangkit Tempat Kapasitas Keterangan
2 x 100
1 PLTU NAD Meulaboh
MW
2 x 200
2 PLTU 2 Sumatera Utara Pangkalan Susu
MW
2 x 100
3 PLTU Sumatra Barat Teluk Sirih
MW
PLTU 3 Bangka
4 Belitung 2 x 25 MW
Belitung
PLTU 4 Bangka
5 Belitung 2 x 15 MW
Belitung
6 PLTU 1 Riau Bengkalis 2 x 10 MW
7 PLTU 2 Riau Selat Panjang 2 x 7 MW
Tanjung Balai
8 PLTU Kepulauan Riau 2 x 7 MW
Karimun
2 x 100
9 PLTU Lampung Tarahan Baru
MW
PLTU 1 Kalimantan
10 Kalimantan Barat 2 x 50 MW
Barat
PLTU 2 Kalimantan
11 Bengkayang 2 x 25 MW
Barat
PLTU 1 Kalimantan
12 Pulang Pisau 2 x 60 MW PLTU Pulang Pisau
Tengah
PLTU Kalimantan PLTU Asam-asam unit III
13 Asam-Asam 2 x 65 MW
Selatan dan IV
14 PLTU 2 Sulawesi Utara Amurang 2 x 25 MW
PLTU Sulawesi
15 Kendari 2 x 10 MW
Tenggara
16 PLTU Sulawesi Selatan Barru 2 x 50 MW
17 PLTU Gorontalo Gorontalo 2 x 25 MW
18 PLTU Maluku Maluku 2 x 15 MW
19 PLTU Maluku Utara Tidore 2 x 7 MW
20 PLTU 1 NTB Bima 2 x 15 MW
21 PLTU 2 NTB Lombok 2 x 25 MW
22 PLTU 1 NTT Ende 2 x 7 MW
23 PLTU 2 NTT Kupang 2 x 15 MW
24 PLTU 1 Papua Papua 2 x 7 MW
25 PLTU 2 Papua Jayapura 2 x 10 MW

Kebutuhan PLTN di Indonesia

Pada saat ini, kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat namun cadangan sumber
energi utama yang tak terbarukan seperti minyak bumi, gas, dan batu bara semakin lama
semakin menipis. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengembangkan sumber daya
energi alternatif seperti contohnya : bio massa, bio-etanol, biogas, serta sumber daya alam lain
yang masih bisa dimanfaatkan untuk menggantikan fossil fuel seperti : panas bumi, air, angin,
dan panas matahari.
Namun, masih ada satu energi alternatif lagi yang masih dalam pengembangan di Indonesia,
yaitu energi nuklir. Pemanfaatan energi nuklir dapat meminimalkan ketergantungan negara
dari energi fosil. Selain itu, pemanfaatan energi nuklir juga dapat mengurangi masalah
pemanasan global yang sedang menjadi perhatian dunia saat ini. Pada bidang kelistrikan,
energi nuklir dapat dipakai pada sistem pembangkitan listrik tenaga nuklir (PLTN).
Dalam sudut pandang kebutuhan energi listrik di masa sekarang dan akan datang, sebagian
besar masyarakat sepakat bahwa Indonesia harus meningkatkan produksi energinya yang
sering gagal diantisipasi. Selain sebagai sumber penerangan, listrik mempunyai peranan lain,
yaitu sebagai pendorong kemajuan perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, ada suatu
hubungan antara konsumsi listrik dengan keadaan perekonomian suatu masyarakat. Dari
beberapa sumber energi yang ada perlu ditentukan juga beberapa alternatif pilihan yang sudah
sering ditawarkan oleh pemerintah dan banyak dibahas, dikaji, dikomentari oleh para pakar
energi, pakar listrik, maupun masyarakat umum, dan PLTN merupakan salah satu alternatif
untuk mengantisipasi kebutuhan listrik Indonesia yang terus meningkat tersebut.
Sedangkan kawasan kawasan Timur Tengah, sebagai kawasan negara sumber penghasil
minyak saat ini kecenderungan untuk memanfaatkan PLTN sebagai opsi pemasok penaga
listriknya. Seperti Uni Arab Emirat langsung merencanakan pembangunan PLTN empat unit
dari sepuluh yang diusulkan. Sedangkan di Eropa khususnya negara Prancis, seluruh kebutuhan
listrik negaranya di suplai dari PLTN.
Bab III.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan mengenai Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir :

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan stasiun pembangkit


listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor
nuklir pembangkit listrik.
Pada proses kerja dari PLTN hampir sama dengan proses kerja dari PembangkitListrik
Konvensional, hanya saja yang membedakannya adalah sumber panas yangdigunakan. Pada
PLTN mendapatkan suplai panas dari reaksi nuklir.
PLTN dikelompokkan berdasarkan jenis reaktor yang digunakan, yaitu reaktor fisi
danreaktor fusi.
Reaktor daya fisi membangkitkan panas melalui reaksi fisi nuklir dari isotop
fissiluranium dan plutonium. Reaktor daya fisi dibagi menjadi : reaktor thermal,
reaktor cepat dan reaktor subkritis.
Reaktor daya fusi menawarkan kemungkinan pelepasan energi yang besar denganhanya
sedikit limbah radioaktif yang dihasilkan serta dengan tingkat keamanan yanglebih baik.
Beberapa usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi kesehatan dan
keselamatanmasyarakat, para pekerja reaktor dan lingkungan PLTN diantaranya
denganpenghalang ganda dan pertahanan berlapis.
PLTN memiliki keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaannya, diantara
beberapakeuntungan salah satunya adalah Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca
(selamaoperasi normal) gas rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel
Darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas. Dan salah satu kerugiannya
adalah Risiko kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan
Chernobyl(yang tidak mempunyai containment building).

DAFTAR PUSTAKA

Hardianto, Toto. Kuliah Pembangkitan : Opsi Nuklir Dalam Kebijakan Energi Nasional. ITB
: 2009.
Hardianto, Toto. Kuliah Pembangkitan : Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Kelompok
Keahlian Konversi Energi, ITB : 2009
www.batan.go.id
NN. Pemanfaatan PLTN sebagai Pembangkit Listrik Indonesia.
(Sumber: Andang Nugroho dan Hindro Mujianto - Permias)
Ir. Nanan Tribuana, Subdirektorat Pengawasan Lingkungan Ketenagalistrikan Ditjen LPE

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


http://www.detikfinance.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/07/time/104539/id
news/814179/idkanal/4

Anda mungkin juga menyukai