Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) DAN


ANALISIS TINGKAT KESUKARAN

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah :


Evaluasi Pembelajaran

Dosen Pengampu :
Syaifuddin, M.Pd

Disusun oleh Kelompok 11 :


Aditiya Chandra I M (15110088)
Ita Nuraini (15110199)

PAI - D

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik
serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Evaluasi Pembelajaran dengan judul Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) Dan Analisis Tingkat Kesukaran dengan baik dan tepat waktu.

Dalam penyusunanya, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak,


karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman
dan guru pembimbing kami yang telah memberikan dukungan dan
kepercayaannya kepada kami. Tanpa mereka mungkin kami tidak bisa
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.


Oleh sebab itu, kami mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca, khususnya dari teman-teman mahasiswa dan
dosen pengampu.

Malang, 19 Nopember 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

2. Rumusan Masalah ................................................................................ 1

3. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2

1. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal .............................................. 2

2. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal .................................................... 4

3. Ketentuan Ketetapan Kriteria Ketuntasan Minimal ............................. 4

4. Yang Berhak Menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal ........................ 6

5. Langkah-Langkah Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal ................ 6

6. Pengertian Tingkat Kesukaran ............................................................. 12

7. Cara Menghitung Tingkat Kesukaran .................................................. 12

8. Tujuan Analisis Butir Tes .................................................................... 16

9. Tingkat Kesukaran ............................................................................... 16

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 19

1. Kesimpulan .......................................................................................... 19

2. Saran ..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketuntasan belajar merupakan pencapaian taraf penguasaan minimal yang
telah ditetapkan guru dalam tujuan pembelajaran setiap satuan pelajaran. Tuntas
tidak tuntasnya suatu penilaian hasil belajar ditentukan oleh standar ukuran
pencapaian nilai minimal yang harus dicapai oleh seorang siswa. Ukuran
pencapaian nilai minimal dikenal dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Namun, dalam kenyataannya tidak jarang ditemui KKM yang ditetapkan
itu tidak dapat dipenuhi karena penyusunan dan penerapannya kurang tepat dan
kurang berpedoman pada ketentuan yang ada. Dengan demikian proses serta hasil
belajar dan membelajarkan di sekolah tidak mencapai mutu seperti yang
direncanakan. Oleh karena itu, diperlukan panduan yang dapat memberikan
informasi tentang penetapan kriteria ketuntasan minimal yang dilakukan di satuan
pendidikan
Memang tidak banyak orang mengetahui bahwa setiap tindakan kita
memerlukan evaluasi. Hal ini berguna untuk menentukan kinerja yang tepat dalam
melakukan berbagai pekerjaan. Tidak menutup kemungkinan pula didalam proses
belajar mengajar, evaluasi sangatlah penting diperlukan untuk meningkatkan
kualitas siswa dalam menempuh pendidikan.
Didalam evaluasi membutuhkan berbagai teknik untuk membantu
pemaksimalan proses peng-evaluasi-an, dalam hal ini perlu diketahui bahwa
dalam pembuatan item soal untuk evaluasi harus diketahui tingkat kesukaran item
soal tersebut, maka dari itu pemakalah akan mencoba untuk menjelaskan dan
menyampaikan tentang teknik analisa tingkat kesukaran soal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Kriteria Ketuntasan Minimal?
2. Apa Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal?
3. Bagaimana Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal?

1
4. Apa saja faktor-Faktor dalam Perhitungan KKM
5. Bagaimana Langkah Menafsirkan Kriteria Menjadi Angka Nilai?
6. Apa pengertian tingkat kesukaran?
7. Jelaskan langkah-langkah penghitungan tingkat kesukaran?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami apa yang dimaksud Kriteria Ketuntasan Minimal?
2. Memahami apa itu Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal?
3. Memahamai Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal?
4. Memahami faktor-Faktor dalam Perhitungan KKM
5. Memahami Langkah Menafsirkan Kriteria Menjadi Angka Nilai?
6. Mengerti apa yang dimaksud tingkat kesukaran
7. Mengerti langkah perhitungan tingkat kesukaran

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal


Istilah kriteria dalam penilaian sering juga disebut sebagai tolak ukur atau
standar. Kriteria, tolak ukur, standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai
patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur.1 Kriteria Ketuntasan
Minimal adalah salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi,
yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik.
Kriteria yang digunakan adalah nilai yangpaling rendah untuk menyatakan peserta
didik mencapai ketuntasan. Kriteria Ketuntasan Minimal biasanya menggunakan
sepuluh jenjang penilaian yaitu dari 1 sampai 10 atau dari 1 sampai 100.
Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah
menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam
menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan
peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). KKM yang dikembangkan dalam KTSP 2006 ini merupakan
penyempurnaan dari standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) yang pernah
diterapkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan
berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau
beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama.
Pertimbangan pendidik atau forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM. Kriteria
ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga
dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100
merupakan kriteria ketuntasan ideal.

1
Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan
Praktisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi aksara, 2010), cet. IV,h. 30.

3
Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan
pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target
nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik
serta orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan
perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh
peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus
dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi
hasil belajar peserta didik.
Penetapan KKM ini sejalan dengan sistem Belajar Tuntas atau Mastery
Learning. Seluruh Siswa tanpa kecuali harus dapat mencapai taraf penguasaan
penuh pada setiap kompetensi dasar (KD). Tes formatif (ulangan harian) dan tes
sumatif (tes evaluasi akhir semester atau uji blok) dilakukan bukan hanya untuk
menentukan angka kemajuan belajar semata, tetapi juga sebagai dasar catu balik
(feed back) untuk menentukan saat setiap siswa memperoleh bantuan dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Guru sebagai orang dewasa diharapkan mampu memperbaiki bahkan
mengubah gaya mengajarnya bila ternyata gaya mengajarnya kurang dapat
mendukung atau membantu siswa mencapai ketuntasan (KKM) yang diharapkan.
Tidak kalah pentingnya guru harus memahami, bahwa setiap siswa mempunyai
keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian yang merupakan ciri-ciri
khusus yang bersifat menonjol yang membedakan dirinya dengan orang lain.
Jadi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah kriteria paling rendah
untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan
diawal tahun ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru
mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang
memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum
MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.

4
B. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal
Kriteria ketuntasan minimal ditentukan oleh tingkat satuan pendidikan,
berfungsi sebagai panduan, baik bagi tenaga pendidik maupun peserta didik dalam
melakukan proses kegiatan pembelajaran. Sasaran yang akan dicapai adalah
ketuntasan pembelajaran dengan tolak ukur KKM. Seorang guru berupaya dengan
sungguh-sungguh dalam proses pembelajaran, mengajar, mendidik dan
membimbing siswanya, agar mencapai hasil pembelajaran sesuaidengan KKM,
demikian pula dengan peserta didiknya, bahwa upaya apapun yang dilakukannya
dalam proses kegiatan pembelajaran untuk mencapai target, yakni target
pencapaian nilai KKM. Berikut merupakan fungsi KKM yaitu:
a. Memudahkan evaluator (guru) dalam melakukan penilaian terhadap objek
yang akan dinilai karena ada patokan yang diikuti.
b. Untuk menjawab dan mempertanggungjawabkan hasil penilaian yang sudah
dilakukan.
c. Untuk mengekang masuknnya unsur subjektif yang ada pada diri penilai.
d. Dengan adanya KKM, maka hasil evaluasi akan sama meskipun dilakukan
dalam waktu yang berbeda dan dalam kondisi fisik penilai yang berbeda
pula.
e. Memberikan arahan kepada evaluator (guru) apabila evaluatornya lebih dari
satu.2
C. Ketentuan Ketetapan Kriteria Ketuntasan Minimal
Dalam penetapan nilai ketuntasan belajar minimum dilakukan melalui
analisis ketuntasan minimum pada setiap indikator, KD dan SK. Ketuntasan
belajar ideal untuk setiap indikator adalah 1-100 %, dengan batas minimal ideal
minimum 75 %. Dalam menetapkan KKM sekolah harus mempertimbangkan
kompleksitas, kemampuan rata-rata siswa, dan Sumber Daya pendukung.3

2
Suharsimi Arikunto, Evaluasi, Ibid, h,32.
3
Mansur Muslich, KTSP seri SNP Pembalajaran Berbasis Kompetensi dan Konstekstual, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), cet. IV,h, 36

5
a. Tingkat kompleksitas (kerumutan dan kesulitan) setiap indikator, KD dan SK
per mata pelajaran yang harus dicapai siswa. Tingkat kompleksitas tinggi
maka akan menuntut kemampuan berfikir tingkat tinggi, penalaran dan
kecermatan siswa. Semakin tinggi tingkat kompleksitas mata pelajaran maka
semakin sulit untuk dicapai, sehingga rata-rata nilainya sangat rendah.
Semakin rendah tingkat kompleksitas mata pelajaran maka semakin mudah
untuk dicapai sehingga rata-rata nilainya semakin tinggi.
b. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa pada sekolah/madrasah yang
bersangkutan. Kondisi rata-rata kemampuan peserta didik dijadikan acuan
standar keberhasilan pembelajaran. Semakin tinggi rata-rata kemampuan
peserta didik, maka semakin mudah untuk mencapai hasil belajar sehingga
nilainya sangat tinggi. Semakin rendah rata-rata kemampuan peserta didik
maka semakin sulit untuk dapat mencapai sehingga nilai rata-ratanya sangat
rendah.
c. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran
pada masig-msaing sekolah/madrasah. Semakin tercukupi sumber daya baik
yang berupa sumber daya manusia maupun yang lainnya, semakin tinggi
tingkat keefektifan pembelajaran. Semakin tinggi tingkat ketercukupan dan
kesesuaian daya dukung sekolah/madrasah maka semakin mudah mencapai
hasil belajar sehngga nilainya sangat tinggi. Semakin rendah tingkat
ketercukupan dan kesesuaian daya dukung sekolah/madrasah maka semakin
sulit untuk mencapai hasil belajar yang ditetapkan sehingga rata-rata nilainya
sangat rendah.4
d. Mulyasa juga menegaskan bahwa pembelajaran dikatakan berhasil dan
berkualitas apabila telah mencapai 75% dari jumlah kompetensi yang
disampaikan. Peserta didik harus terlibat secara aktif baik dalam fisik, mental

4
Muhaimin, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Sauan Pendidikan (KTSP) pada
Sekolah/Madrasah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),h, 97-98

6
maupun sosial dalam proses pembelajaran, serta menunjukkan semangat
belajar yang besar dan percaya pada diri sendiri.5
D. Yang Berhak Menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal
KKM atau tolak ukur sebaiknya dibuat bersama dan sebaiknya dibuat oleh
orang-orang yang membutuhkannya atau menggunakannya, yaitu calon evaluator,
dengan maksud agar pada waktu menerapkannya tidak ada masalah karena mereka
telah memahami, bahkan tau apa yang melatar belakanginya.6
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan
hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan
pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan
pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama
penetapan KKM. Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian
kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka
maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara
nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari
kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan
secara bertahap.
E. Langkah-Langkah Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran.
Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:
a. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas. Hasil penetapan
KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran;
b. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran
disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam
melakukan penilaian;

5
E. Mulyasa, Implementasi Kurukulum 2004: Panduan Belajar KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), cet. IV,h, 131
6
Suharsimi Arikunto, Evaluasi, Ibid, h, 32.

7
c. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
d. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
orang tua/wali peserta didik.
Pedoman yang selanjutnya dikenal dengan istilah Kriteria Ketuntasan
Minimal atau sering disingkat dengan KKM ini, dikonstruk dari berbagai hal
yang mana hal tersebut berkaitan erat dengan faktor yang harus dilibatkan dalam
mencapai kompetensi di setiap mata pelajaran. Hal tersebut antara lain: tingkat
kesukaran materi, sarana yang tersedia dan kemampuan siswa. Berikut adalah
langkah-langkah dalam menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM):
a. Hitunglah jumlah Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran setiap
kelas.
b. Tentukan kekuatan/ nilai untuk setiap aspek / komponen sesuai dengan
kemampuan masing-masing aspek.
c. Aspek kompleksitas. Semakin komplek (sukar) KD maka nilainya semakin
rendah, dan semakin mudah KD maka nilainya semakin tinggi.
d. Aspek sumber daya pendukung (sarana). Semakin tinggi sumber daya
pendukung maka nilainya semakin tinggi.
e. Aspek intake. Semakin tinggi kemampuan awal siswa (intake) maka
nilainya semakin tinggi pula.
f. Jumlah nilai setiap komponen, selanjutnya dibagi tiga untuk menentukan
KKM setiap KD.
g. Jumlahkan seluruh KKM KD, selanjutnya dibagi dengan jumlah KD untuk
menentukan KKM mata pelajaran
h. KKM setiap mata pelajaran pada setiap kelas tidak sama, tergantung pada
kompleksitas KD, daya dukung, dan potensi siswa.

8
Berikut contoh tabelnya:

Aspek yang Dianalisis Kriteria dan Skala Penilaian

Kompleksitas Tinggi < 65 Sedang 65-79 Rendah 80-100

Daya Dukung Tinggi 80-100 Sedang 65-79 Rendah < 65

Intake Siswa Tinggi 80-100 Sedang 65-79 Rendah < 65

Atau dengan menggunakan poin/skor pada setiap kriteria yang ditetapkan:

Aspek yang Dianalisis Kriteria dan Skala Penilaian

Kompleksitas Tinggi (1) Sedang (2) Rendah (3)

Daya Dukung Tinggi (2) Sedang (2) Rendah (1)

Intake Siswa Tinggi (3) Sedang (2) Rendah (1)

9
Contoh:
Mapel : Kimia
Kelas/Semester : X/2
Sekolah :
Standar kompetensi : Memahami sifat-sifat larutan non elektrolit dan elektrolit, serta
reaksi oksidasi-reduksi.

Kriteria
Kompetensi Kriteria pencapaian ketuntasan belajar
Ketuntasan
Dasar/Indikator siswa (KD/indikator)
Minimal
Mengidentifikasi sifat
larutan non elektrolit
Kompleksitas Daya dukung Intake KD Mapel
berdasarkan data hasil
percobaan
Menyimpulkan gejala-
gejala hantaran arus
listrik dalam berbagai Rendah (80) Tinggi (80) Sedang (70) 77
larutan berdasarkan
hasil pengamatan.
Mengelompokkan
larutan ke dalam larutan
elektrolit dan non Sedang (70) Tinggi (80) Sedang (70) 73
elektrolit berdasarkan
sifat hantaran listriknya
Menjelaskan penye-bab
kemampuan laru-tan
Tinggi (65) Tinggi (80) Rendah (65) 65
elektrolit meng-
hantarkan arus listrik.
Menjelaskan bahwa
larutan elektrolit dapat
Tinggi (65) Tinggi (80) Rendah (65) 70
berupa senyawa ion dan
senyawa kovalen polar

10
Langkah penghitungannya:
Untuk mencari KKM per KD
bobot soal
3
a. 80+80+70
=76,6
3
b. 70+80+70
=73,3
3
c. 65+80+65
= 70
3
d. 65+80+65
=70
3
Mencari nilai KKM Mapel:
KKM KD
KD/indikator
77+73+70+70 290
= = 72,5
4 4
Nilai KKM Mapel merupakan angka bulat, maka nilai KKM 72,5 dibulatkan
menjadi 73

11
F. Pengertian Tingkat Kesukaran
Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaan-
pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang
memadai. Ada dua jenis analisis butir soal, yakni analisis tingkat kesukaran soal dan
analisis daya pembeda, disamping validitas dan reliabilitas. Menganalisis tingkat
kesukaran soal artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat
diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar.
Butir tes harus diketahui tingkat kesukarannya, karena setiap pembuat tes
perlu mengetahui apakah soal itu sukar, sedang atau mudah. Tingkat kesukaran itu
dapat dilihat dari jawaban siswa. Semakin sedikit jumlah siswa yang dapat
menjawab soal itu dengan benar, berarti soal itu termasuk sukar dan sebaliknya
semakin banyak siswa yang dapat menjawab soal itu dengan benar, berarti itu
mengindikasikan soal itu tidak sukar atau soal itu mudah.7
Menurut Thorndike dan Hagen (1997), analisis terhadap soal-soal (items) tes
yang telah dijawab oleh murid-murid mempunyai dua tujuan penting, yaitu:
1. Jawaban-jawaban soal itu merupakan informasi diagnostik untuk meneliti
pelajaran dari kelas itu dan kegagalan-kegagalan belajarnya, serta selanjutnya
untuk membimbing ke arah cara belajar yang lebih baik.
2. Jawaban-jawaban terhadap soal-soal yang terpisah dan perbaikan (review)
soal-soal yang di dasarkan atas jawaban-jawaban itu merupakan basis bagi
penyiapan tes-tes yang lebih baik untuk tahun berikutnya.8
G. Cara Menghitung Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.
Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha
pemecahannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa

7
Mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2012/06/tingkat-kesukaran-dan-daya-beda.html
8
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2002), hlm. 118-119.

12
menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena
diluar jangkauannya.
Seorang akan menjadi hafal akan kebiasaan gurunya dalam pembuatan soal.
Dengan kebiasaaan ini maka siswa akan belajar giat untuk menghadapi ulangan
dengan guru yang terbiasa memberikan soal sukar, sedangkan siswa akan malas
belajar bila akan ujian dengan guru yang terbiasa dengan soal ulangan yang
mudah-mudah.
Untuk menghitung TK (Tingkat Kesukaran) sekaligus menghitung DP
(Daya Pembeda) dapat dilakukan sekaligus dalam suatu tabel kerja. Hitungan ini
membutuhkan dua sampel yang ekstrim yang menggambarkan sampel dari
kelaompok pandai dan dua sampel dari kelompok bodoh. Sampel dari kelompok
pandai diambilkan 27% dari siswa yang memperoleh skor tinggi pada tes tersebut,
dan sampel untuk kelompok bodoh diambilkan 27% dari siswa yang memperoleh
skor rendah pada tes tersebut9. Adapun rumus untuk menghitung tingkat
kesukaran itemnya adalah :

WL
TK = + WH X 100%
2n

Keterangan :
TK = adalah tingkat yang dicari
WH = jumlah siswa yang menjawab salah dari kelompok pandai
WL = jumlah siswa yang menjawab salah dari kelompok rendah
2n = adalah jumlah dari sampel pandai dan sampel rendah

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut


dengan indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan

9
Drs. M. Chabib Thoha, MA. 1991. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta : CV. Rajawali. Hal 146.

13
1,0. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks
kesukaran 0,00 menunjukkan kalau soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0
menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Indeks kesukaran butir yang baik
berkisar antara 0,3-0,7 paling baik pada 0,5.
Dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P singkatan ari
proporsi. Dengan demikian maka soal dengan P = 0,70 lebih mudah jika
dibandingkan dengan P = 0,20. sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar
daripada soal dengan P = 0,80.
Rumusan mencari indeks kesukaran menurut Daryanto (2005,180) adalah :

P = B/JS

Dimana :
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.

Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh makin
sulit soal tersebut. Sebaliknya makin besar indeks yang diperoleh makin mudah
soal tersebut. Kriteria indeks kesulitan tersebut adalah sebagai berikut :

0 0,30 = soal kategori sukar


0,31 0,70 = soal kategori sedang
0,71 1,00 = soal kategori mudah

Contoh :

Guru PAI memberikan 10 soal pilihan ganda dengan komposisi 3 mudah, 4


soal sedang, dan 3 soal sukar. Jika dituliskan susunan soalnya adalah sebagai
berikut :

14
NO Abilitas Yang Diukur Tingkat Kesulitan Soal
1. Pengetahuan Mudah
2. Aplikasi Sedang
3. Pemahaman Mudah
4. Analisis Sedang
5. Evaluasi Sukar
6. Sintesis Sukar
7. Pemahaman Mudah
8. Aplikasi Sedang
9. Analisis Sedang
10. Sintesis Sukar

Kemudian Soal Tersebut diberikan kepada 20 orang siswa dan tidak


seorangpun yang tidak mengisi soal-soal tersebut. Setelah diperikasa hasilnya
adalah sebagai berikut :

No Jumlah Siswa Yang Jumlah siswa dgn


Indeks (B/JS) Kategori Soal
Soal Menjawab (JS) jawaban benar (B)
1. 20 18 0,9 Mudah
2. 20 12 0,6 Sedang
3. 20 10 0,5 Sedang
4. 20 20 1,0 Mudah
5. 20 6 0,3 Sukar
6. 20 4 0,2 Sukar
7. 20 16 0,8 Mudah
8. 20 11 0,55 Sedang
9. 20 17 0,85 Mudah
10. 20 5 0,25 Sukar

Dari sebaran data diatas ada tiga soal yang meleset, yakni soal nomor 3 yang
semula diproyeksikan kedalam kategori mudah, setelah dicoba ternyata termasuk
kedalam kategori sedang. Demikian juga soal nomor 4 yang semula diproyeksikan
sedang ternyata termasuk kedalam kategori mudah. Soal nomor 9 yang
diproyeksikan sedang ternyata mudah. Sedangkan 7 soal lainnya sesuai dengan
proyeksi semula. Atas dasar tersebut ketiga soal diatas harus diperbaiki kembali

15
1. Soal no. 3 diturunkan kedalam kategori mudah
2. Soal no. 4 dinaikkan ke dalam kategori sedang
3. Soal no. 9 dinaikkan kedalam kategori sedang

H. Tujuan Analisis Butir Tes


Analisis butir tes bertujuan untuk mengidentifikasi butir-butir manakah yang
termasuk dalam kategori baik, kurang baik, dan jelek. Analisis butir tes
memungkinkan kita memperoleh informasi mengenai baik tidaknya suatu butir,
sekaligus memperoleh petunjuk untuk melakukan perbaikan. Dengan melakukan
analisis butir setidaknya kita dapat mengetahui empat hal penting,yaitu:
1. Bagaimana taraf kesukaran setiap butir tes?
2. Apakah setiap soal memiliki daya pembeda baik?
3. Apakah semua alternative jawaban dapat berfungsi secara baik?
4. Sejauhmana tiap butir tes dapat mengukur hasil pembelajaran?
Tujuan analisis butir soal :
1. Mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu
sebelum digunakan.
2. Membantu meningkatkan kualitas tes melalui revisi atau membuang soal yang
tidak efektif
3. Mengetahui informasi diagnostik pada siswa, sudahkan mereka memahami
materi yang telah diajarkan
I. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal
pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks.
Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi
yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00. Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang
diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki
TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki
TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat
kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata

16
yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat
kesukaran butir soal itu.
Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes.
Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki
tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang
memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya
digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah.
Tingkat kesukaran butir soal dapat mempengaruhi bentuk distribusi total
skor tes. Untuk tes yang sangat sukar (TK= < 0,25) distribusinya berbentuk positif
skewed, sedangkan tes yang mudah dengan TK= >0,80) distribusinya berbentuk
negatif skewed. Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan
bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran. Kegunaannya bagi guru
adalah:
1. Sebagai pengenalan konsep terhadap pembelajaran ulang dan memberi
masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka
2. Memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau mencurigai
terhadap butir soal yang biasa.
Adapun kegunaannya bagi pengujian dan pengajaran adalah:
1. Pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang
2. Tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah
3. Memberi masukan kepada siswa
4. Tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang biasa
5. Merakit tes yang memiliki ketepatan data soal.
Di samping kedua kegunaan di atas, dalam konstruksi tes, tingkat kesukaran
butir soal sangat penting karena tingkat kesukaran butir dapat: (1) mempengaruhi
karakteristik distribusi skor (mempengaruhi bentuk dan penyebaran skor tes atau
jumlah soal dan korelasi antarsoal), (2) berhubungan dengan reliabilitas. Menurut
koefisien alfa clan KR-20, semakin tinggi korelasi antar soal, semakin tinggi
reliabilitas.

17
Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk memprediksi alat
ukur itu sendiri(soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang
diajarkan guru. Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi
terhadap informasi ini adalah seperti berikut.
1. Pengecoh butir soal itu tidak berfungsi.
2. Sebagian besar siswa menjawab benar butir soal itu; artinya bahwa sebagian
besar siswa telah memahami materi yang ditanyakan.
Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal
kategori mudah, sedang, dan sukar. Pertimbangan pertama adalah adanya
keseimbangan, yakni jumlah soal sama untuk ketiga kategori tersebut. Artinya,
soal mudah, sedang, dan sukar jumlahnya seimbang. Persoalan lain adalah
menentukan kriteria soal, yaitu ukuran untuk menentukan apakah soal tersebut
termasuk mudah, sedang atau sukar. Dalam menentukan kriteria ini digunakan
judgment dari guru berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tersebut antara lain adalah:
1. Abilitas yang diukur dalam pertanyaan tersebut
2. Sifat materi yang diujikan atau ditanyakan
3. Isi bahan yang ditanyakan sesuai dengan bidang keilmunya, baik luasnya
maupun kedalamnya

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini yaitu KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik
mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan diawal tahun ajaran oleh satuan
pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan
pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang
hampir sama. KKM berfungsi sebagai panduan, baik bagi tenaga pendidik maupun
peserta didik dalam melakukan proses kegiatan pembelajaran. Sasaran yang akan
dicapai adalah ketuntasan pembelajaran dengan tolak ukur KKM. Dalam KKM
terdapat faktor-faktor dalam penetapan KKM seperti kompleksitas, daya dukung,
dan intake siswa.

B. Saran
Sebaiknya seorang guru mata pelajaran harus memiliki pengetahuan,
keahlian dan keterampilan secara profesional tentang KKM sebab tanpa memiliki
keahlian ini bagaimana seorang guru dapat menyatakan bahwa seorang siswa
setelah mengikuti proses kegiatan pembelajaran telah tuntas atau belum tuntas.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis


Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidika.Jakarta: Bumi aksara.

Juniarsih. 2011. Problematika Pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal


(KKM) Mata Pelajaran PAI. Semarang: Jurnal Ilmiah PAI

Moleong J, L. 1978. Belajar Tuntas. Jakarta: BP3 Departemen P dan K.

Muhaimin. 2009 Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Sauan Pendidikan


(KTSP) pada Sekolah/Madrasah.Jakarta: Rajawali Pers.

Mulyasa, E. 2006 Implementasi Kurukulum 2004: Panduan Belajar KBK.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muslich, Mansur. 2008 KTSP seri SNP Pembalajaran Berbasis Kompetensi

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2002.

Thoha, Chabib. 1991. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta : CV. Rajawali.

20

Anda mungkin juga menyukai