Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM LAYANAN KEFARMASIAN

KASUS TUBERKULOSIS

Disusun oleh :

Ismi Fadhila (G1F013022)


Kiki Faysh Fauzy (G1F013032)
Florenchia Yohana Tellu (G1F013068)
Firman Fauzi Wijayanto (G1F013048)
Hernandita Tiar Juaningtias (G1F013058)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2016

LAPORAN PRAKTIKUM LAYANAN KEFARMASIAN


KASUS TUBERKOLOSIS

1. KASUS
Tn. Budi datang ke Apotek dengan membawa resep dari dr. Wahyu
Sp.PD. Keluhan : batuk lebih dari 3 minggu, sulit bernapas, batuk tidak
berdarah, tes BTA positif, baru di diagnosis TB yang dapat dinyatakan
sebagai kasus TB baru.
Tn. Budi mendapatkan resep sebagai berikut :

dr. Wahyu Sp.PD


No SIP: xxx/XXX/2916
Alamat praktek: Jl. Mawar wangi No. 56 Telp.
777XXX Purwokerto

Purwokerto, 27 September 2016


R/ Rifampicin tab mg 450 No LX
S 1dd tab I
R/ Isoniasid tab hm 300 No LX
S 1dd tab I
R/ Prirazinamid tab mg 500 CLXX
S 1dd tab III
R/ Etambutol tabing mg 250 CLXX
S 1dd tab III
2. SOAP

No SubjektifPro: TN. Budi


Objektif Assesment/ Problem
(38 tahun) Rekomendasi
.
1. Pasien mengalami - DTP : Ketidakpatuhan Menurut PDPI,
gejala batuk selama pasien terdapat bentuk
> 3 minggu, Problem: OAT sediaan sediaan OAT-KDT
didiagnosa TB oleh kombipak yang dapat
dokter. Pemberian OAT dalam mempermudah
bentuk sediaan kombipak pasien dalam
dapat membuat pasien minum obat karena
enggan untuk minum obat. semua regimen
Aktivitas pasien sehari-hari OAT sudah ada
yang bekerja di bengkel dalam satu tablet.
membuat pasien ingin Pasien hanya perlu
minum obat dengan aturan minum 5 tablet
pakai yang lebih praktis. OAT-KDT satu
kali sehari selama
2 bulan. Dosis
disesuaikan dengan
dosis yang
direkomendasikan
oleh PDPI
berdasarkan berat
badan pasien
(PDPI, 2007).
2. Pasien mengalami DTP : Underdose OAT diberikan
gejala batuk selama Problem: OAT sediaan dalam sediaan
> 3 minggu, kombipak OAT-KDT dengan
didiagnosa TB oleh Pasien mendapatkan dosis 5 tablet OAT-
dokter Rifampicin 450mg dan KDT satu kali
Etambutol 250mg. Menurut sehari sesuai
PDPI, dosis yang dengan dosis yang
direkomendasikan untuk direkomendasikan
pasien TB dengan BB 75kg berdasarkan berat
adalah Rifampicin 600mg badan pasien
dan Etambutol 400mg. (PDPI, 2007).
3. Pasien mengalami - DTP: Kebutuhan terapi Dosis Vitamin B6
gejala batuk selama tambahan (Piridoxin) yang
> 3 minggu, Problem: INH disarankan adalah
didiagnosa TB oleh Isoniazid menyebabkan 1 x 100 mg per
dokter defisiensi vit B6, sehingga hari (Depkes,
mengakibatkan efek 2005; PDPI, 2007;
samping kesemutan sampai Watt et al, 2011).
dengan rasa terbakar di kaki
(Depkes, 2005; PDPI, 2007).
4. Pasien mengalami DTP : Kebutuhan terapi Terapi
gejala batuk selama tambahan simptomatik yang
> 3 minggu, Problem: Gejala batuk direkomendasikan
didiagnosa TB oleh Pasien TB paru adalah pemberian
dokter membutuhkan terapi obat batuk fartolin
simptomatik untuk dengan dosis 2 x 1
meredakan gejala batuk sendok makan per
yang diderita. Namun, pada hari. Setiap 5ml
kasus pasien belum mengandung
mendapatkan obat batuk. 1,2mg salbutamol
sulfat dan 50mg
guafenesine
(MIMS, 2016).

3. PEMBAHASAN
Tn. Budi datang ke Apotek dengan membawa resep dari dr. Wahyu
Sp.PD yang mengindikasikasikan penyakit TB. Setelah dilakukan penggalian
informasi oleh Apoteker, Tn. Budi mengeluhkan batuk lebih dari 3 minggu,
sulit bernapas, batuk tidak berdarah, tes BTA positif, baru di diagnosis TB yang
dapat dinyatakan sebagai kasus TB baru. Pasien belum pernah menjalankan
terapi TB. Pasien bekerja sebagai pemilik bengkel yang memiliki jam kerja
pukul 08.00-20.00 WIB sehingga pasien menginginkan aturan pakai obat yang
lebih praktis, seperti hanya 1 kali minum sehari dengan obat yang tidak terlalu
banyak. Oleh karena itu, masalah terkait obat yang mungkin terjadi pada pasien
ini adalah ketidak patuhan minum obat. Resep yang diberikan dokter adalah
OAT dalam sediaan kombipak yang terdiri dari rifampisin 450 mg, isoniazid
300mg, pirazinamid 500 mg, etambutol 250 mg, sehingga dalam 1 hari pasien
harus menelan obat sejumlah 8 tablet. Hal tersebut dapat menyebabkan pasien
enggan minum obat dan dapat menyebabkan kegagalan terapi. Kami
merekomendasikan untuk mengganti OAT sediaan kombipak dengan OAT-
KDT karena memiliki aturan pakai yang lebih praktis, yaitu 5 tablet untuk 1
kali minum per hari. Dosis OAT-KDT ini dapat disesuaikan dengan berat badan
pasien sehingga dapat menjamin efektivitas terapi dan mengurangi efek
samping yang terjadi (PDPI, 2007). Selain itu, pemberian OAT-KDT
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan mencegah resistensi
karena ketidakpatuhan pasien.
Jika pemberian OAT dalam sediaan kombipak, terdapat masalah terkait
obat yang terjadi pada pasien, yaitu dosis yang terlalu rendah (underdose)
ditemukan pada dosis obat Rifampisin dan Etambutol. Dosis Rifampisin dan
Etambutol pada kasus lebih rendah dibandingkan dosis minimal harian yang
direkomendasikan oleh PDPI. Penggunaan OAT-KDT terbukti tidak mengalami
masalah terkait underdose. Berikut ini perhitungan dosisnya:

a. Dosis harian OAT Kombipak (PDPI, 2005)

Rifampisin 8-12 mg/kg BB

Isoniazid 4-6 mg/kg BB

Pirazinamid 20-30 mg/kg BB

Etambutol 15-20 mg/kg BB

Maka, dosis minimal harian untuk pasien (75 kg) dalam sehari adalah:

Rifampisin = 8 x 75 kg = 600 mg/ hari

Isoniazid = 4 x 75 kg = 300 mg/ hari

Pirazinamid = 20 x 75 kg = 1500 mg/hari

Etambutol = 15 x 75 kg = 1125 mg/hari

b. Resep Kasus:

Rifampisin 450 mg 1x1 tab = underdose

Isoniazid 300 mg 1x1 tab

Pirazinamid 500 mg 1 x 3 tab

Etambutol 250 1x1 3tab = underdose

c. Resep yang direkomendasikan


OAT KDT (RHZE 150/75/400/275) = 5 tab

Kesesuian dosis dengan dosis minimal harian:

Rifampisin = 150 x 5 tab = 750 mg/hari  masuk rentang dosis harian

Isoniazid = 75 x 5 tab = 375 mg/hari

Pirazinamid= 400 x 5 tab = 2000 mg/hari

Etambutol = 275 x 5 tab = 1375 mg/hari masuk rentang dosis harian

Masalah terkait obat yang terjadi pada pasien ini adalah pasien
membutuhkan terapi tambahan untuk mengatasi efek samping yang mungkin
terjadi pada pasien, yaitu kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki akibat
penggunaan Isoniazid. Oleh karena itu, kami merekomendasikan pemberian
vitamin B6 (Piridoxin) dengan dosis 1 x 100 mg per hari (Depkes, 2005; PDPI,
2007). Vitamin B6 ini dapat diminum bersamaan dengan OAT-KDT pada
malam hari sebelum tidur. Namun, pada saat diskusi praktikum, dosen
menyarankan untuk memberikan OAT-KDT dan vitamin B6 pada pagi hari,
sebelum pasien berangkat kerja, untuk mencegah pasien lupa minum obat.
Kami harus memberikan KIE pada pasien apabila OAT-KDT dan vitamin B6
diminum pada pagi hari, pasien harus sarapan pada pukul 06.00, karena OAT-
KDT harus diminum 2 jam setelah makan.
(Watt et al., 2011).

Selain itu, pasien juga membutuhkan terapi tambahan untuk mengatasi


gejala batuk yang cukup mengganggu pada pasien. Kami merekomendasikan
untuk memberikan terapi simptomatik, yaitu pemberian obat batuk fartolin
sirup dengan dosis 2 x sehari 1 sendok makan. Aturan pakai fartolin sirup yang
kami sarankan, yaitu pukul 08.00 sebelum pasien berangkat kerja dan pukul
20.00 setelah pasien pulang kerja. Setiap 5ml fartolin sirup mengandung 1,2mg
salbutamol sulfat dan 50mg guafenesine (MIMS, 2016). Pemberian fartolin
sirup ini diharapkan dapat meringankan gejala batuk yang dialami pasien.
Rekomendasi pemberian Gliseril Guaikolat tidak dilakukan, karena dengan
pemberian fartolin sirup sebanyak dua kali sehari, pasien menyatakan mau dan
mampu untuk meminum obat, sehingga dipilihlah fartolin.

KIE

1) KIE Pasien
- Menganjurkan minum obat secara rutin
- Menganjurkan menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.
- Memberikan edukasi (kepatuhan) dan motivasi terkait penyakitnya
- Mengatur intake nutrisi
- Menganjurkan penggunaan APD saat berinteraksi dengan orang lain
- Mengatur aktifivitas tubuh, dengan tidak melakukan aktivitas yang dapat
memperparah penyakit, contohnya berlari dan mengangkat beban berat.
- Memberitahu bahwa pengobatan penyakit TB membutuhkan waktu lama
(6-12 bulan)
- Menginfokan bila patuh minum obat, dalam 2-4 minggu penderita akan
merasa nyaman, tetapi obat masih harus diteruskan sampai Dokter
menghentikannya.
- Memberi edukasi bahaya bila tidak patuh yaitu resisten
- Memberitahu efek samping yang mungkin akan dialami serta tindakan
yang perlu diambil jika mengalaminya bila lupa minum obat, minum
sesegera mungkin, tetapi bila dekat waktu dosis berikutnya, kembali ke
jadwal semula jangan didobel dosisnya.
- Memberikan informasi terkait air kencing yang berwarna merah
merupakan hal yang wajar karena penggunaan rifampisin yang berwarna
merah.
- Memberikan informasi jika mengalami efek samping atau hal yang dirasa
beru terjadi dapat mengomunikasikan pada dokter.
2) KIE keluarga pasien
- Mengingatkan pasien untuk minum obat atau sebagai pengawas minum
obat
- Memberikan dorongan dan motivasi pada pasien
- Membantu pasien dalam menjaga kebersihan dan menghindari penularan
kepada orang sekitar
- Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
- Memenuhi kebutuhan cairan pasien dengan mengingatkan untuk minum
air minimal 8 gelas sehari
- Mengajak pasien untuk olahraga ringan
- Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
- Mengingatkan penderita untuk segera menemui petugas kesehatan (dokter
atau peugas kesehatan lain) yang memberikan obat, jika terjadi gejala efek
samping, atau kondisi penyakit yang bertambah parah atau ada kelainan
lain.
- Mengingatkan penderita, tindakan untuk segera meneruskan meminum
obat, jika lupa meminum obat.
- Mengingatkan penderita untuk menyimpan obat pada tempat yang kering,
tidak terkena cahaya matahari, jauh dari jangkauan anak anak.
- Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu
yang telah ditentukan.
- Melakukan pemeriksaan kedokter jika tejadi hal yang tidak biasa terjadi
pada pasien, seperti efek samping.
3) KIE tenaga medis
- Melakukan pemeriksaan penunjang BTA
- Melakukan pemeriksaan X-ray
- Melakukan pemeriksaan Respiratori rate (pemeriksaan paru-paru)
- Melakukan pemeriksaan yang berkaitan ESO dari penggunaan obat
- Melakukan pemantauan minum obat walaupun pasien telah keluar dari
rumah sakit
(Binfar, 2005)
4. LEMBAR DOKUMEN LAYANAN KEFARMASIAN

DATA PENGOBATAN
PENGOBATAN SEBELUMNYA PENGOBATAN SEKARANG
Nama obat/ Dosis Frekue Durasi Nama Dosis Frekuensi Durasi
rute nsi obat/ rute
pemberian pemberian
Rifampicin 450mg 1 tab 1xsehari 2 bulan OAT KDT 25 mg 3x/hari 2 bulan
Isoniasid 300mg 1 tab 1xsehari 2 bulan Vitamin B6 23 mg 3x/hari 2 bulan
Pirazinamid 500mg 3 tab 1xsehari 2 bulan Fartolin 150 mg 2x/hari Selama
batuk dan
sesak
Etambutol 250mg 3 tab 1xsehari 2 bulan
Respon Respon
terapi: terapi :

Identifikasi Problem Terkait Obat


Indikasi yang tidak diterapi Obat tidak sesuai Adverse drug reactions
Sub therapeutic dosage Interaksi obat Obat tidak perlu
Dosis berlebih Kurang memahami terapi Kebutuhan Terapi Tambahan
Obat tanpa indikasi Tidak patuh
Catatan :

Identifikasi Kebutuhan Pasien


Obat yang lebih aman
Obat yang lebih efektif
Obat yang lebih mudah diminum/digunakan
Obat yang lebih sesuai dengan keluhan
(Harapan pasien)
Target Terapi Spesifik yang ingin Rencana Monitoring (Apa yang dimonitoring & kapan)
dicapai
Melakukan tes BTA pada awal periksaan, bulan ke 2, ke 5
BTA (-) dan ke 6
Melakukan pemeriksaan jika ditemui gejala efek samping
Batuk rendah yang dirasakan.

Nama obat/rute Dosis Frekuensi Durasi Keterangan


Pemberian
OAT KDT 5 tablet/ Hari 2 bulan Diminum Saat
malam hari akan
tidur 2 jam setelah
makan secara teratur
hingga habis.
Vitamin B6 100 mg 1 tablet/ Hari 2 bulan Diminum sampai
habis bersamaan
dengan terapi OAT
KDT

Fartolin Per 5 mL 3 x 1 sendok Selama batuk Terapi suportif


mengandung 1,2 makan dan sesak
mg salbutamol
sulfate dan 50
mg
Guaifenesine
Catatan Hasil Monitoring Terapi

Tanggal Monitoring : 1 hari setelah pengambilan resep kerumah untuk KIE ke PMO (istri),
memberitahukan setelah 2 bulan masa pengobatan disarankan unutk melakukan Tes BTA. Setiap
satu minggu sekali secara rutin berkunjung ke rumah pasien untuk memantau terapi obat
(Respon, Outcome, ADR)
Komunikasi Informasi dan Edukasi
KIE kepada Pasien: menganjurkan minum obat secara rutin, menganjurkan menjaga kebersihan
dan sanitasi lingkungan, memberikan edukasi (kepatuhan) dan motivasi terkait penyakitnya,
mengatur intake nutrisi, menganjurkan penggunaan APD saat berinteraksi dengan orang lain,
mengatur aktivitas tubuh.
KIE kepada Keluarga Pasien: mengingatkan pasien untuk minum obat atau sebagai pengawas
minum obat, memberikan dorongan dan motivasi pada pasien, membantu pasien dalam
menjaga kebersihan dan menghindari penularan kepada orang sekitar, mengawasi penderita TB
agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
KIE kepada Tenaga Medis: melakukan pemeriksaan penunjang BTA, melakukan pemeriksaan X-
ray, melakukan pemeriksaan Respiratori Rate (pemeriksaan paru-paru), melakukan
pemeriksaan yang berkaitan ESO dari penggunaan obat
Apoteker : Signature :

KESIMPULAN

Tn. Budi di diagnosis TB mendapat resep terapi TB, pada resep tersebut
terdapat beberapa bermasaahan terapi atau DTP diantaranya ketidakpatuhan
pasien maka dari terapi OAT dalam bentuk sediaan kombipak di ganti degan
terapi OAT KDT, perlunya terapi tambahan Vitamin B6 100 mg untuk
mengatasi efek samping kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki,
Underdose pada terapi Rifampicin 450 mg dan Etambutol 250 mg, Kebutuhan
terapi tambahan simptomatik yaitu obat batuk fartolin dengan dosis 2 x 1.

DAFTAR PUSTAKA
Binfar, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Depkes RI, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis, Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
MIMS, 2016. Fartolin. Expectorant, www.mims.com/indonesia /drug/info/fartolin
%20 expectorant, diakses tanggal 24 September 2016.

MIMS, 2016. Pyridoxine. http://www.mims.com/indonesia/drug/info/pyridoxine?


mtype= generic, diakses tanggal 30 September 2016.

PDPI, 2007. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanan di Indonesia.


Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Watt, J.J., Harrison, T. B., Benatar, M., and Heckman, J. M.,


2011.Polyneuropathy, anti-tuberculosis treatment and the roleof
pyridoxine in the HIV/AIDS era: a systematic review. INT J TUBERC
LUNG DIS,15(6):722–728.

Anda mungkin juga menyukai