DAFTAR ISI
2.1 Identifikasi Human Error dan Tipe – Tipe Human Error ............................. 5
3.2.1 Flowchart............................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Warna pada Visual Display ...................... 10
Tabel 2.2 Pengaruh Temperatur Terhadap Manusia ............................................. 22
Tabel 2.3 Pencahayaan Minimal Menurut Kegiatannya ....................................... 23
Tabel 2.4 Kebisingan Minimal Dalam Sehari ....................................................... 24
Tabel 2.5 Descriptive Statistics ............................................................................. 26
Tabel 2.6 Test of Between ..................................................................................... 28
Tabel 2.7 Multivariate Test ................................................................................... 29
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data .................................................................................. 42
Tabel 4.2 Between ................................................................................................. 51
Tabel 4.3 Test of Between ..................................................................................... 52
Tabel 4.4 Multivariate Test ................................................................................... 61
Tabel 4.5 Pengaruh Kombinasi Terhadap Error .................................................. 66
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Flowchart Praktikum......................................................................... 34
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Plot Skor .............................................................................................. 27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Human Error adalah suatu keputusan atau tindakan yang mengurangi
atau berpotensi untuk mengurangi efektivitas keamanan atau performansi
suatu sistem (Mc Cormick dan Sanders, 1993). Dalam suatu sistem kerja,
terdapat manusia sebagai faktor utama terjadinya suatu kondisi dalam sistem
tersebut. Manusia adalah pengambil keputusan dalam sistem tersebut.
Kesalahan manusia yang dapat terjadi berupa kelalaian, keteledoran serta
ketidaktelitian dapat mengakibatkan kecelakaan kerja dan bahkan dapat
mengakibatkan korban jiwa. Hal seperti inilah yang sering disebut human
error. Human error dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama
ialah kesalahan yang berasal dari diri manusia sendiri seperti kecerobohan.
Kedua adalah kesalahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti
gangguan cahaya, suhu, warna, dan noise. Ketiga ialah kesalahan sistem
kerja. Faktor kedua, yaitu lingkungan atau environmental factor ini adalah
faktor eksternal manusia berupa lingkungan alam, buatan dan sosial yang
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan manusia tersebut. Jadi, selain
karena faktor internal manusia seperti kelalaian, keteledoran dan
ketidaktelitian, faktor eksternal lingkungan seperti suhu, cahaya, warna, suara
juga sangat berpengaruh pada human error.
Untuk meminimalisir human error yang terjadi pada sistem kerja
tersebut, dalam ilmu ergonomi terdapat suatu kajian dengan manusia sebagai
operator yang memiliki tingkat keandalan yang disebut pendekatan Human
Reliability Assessment (HRA). Dengan menerapkan pendekatan
inisebuahhuman errorpada sistem kerja bisa dikurangi atau bahkan
dihilangkan karena pada dasarnya manusia merupakan tokoh utama dalam
sistem kerja, maka sistem kerja dan alatlah yang menyesuaikan dengan
perilaku manusia Sebagai contoh pada kehidupan sehari-hari maupun pada
pekerjaan di industri, saat pencahayaan, suhu ruang, dan kebisingan tidak
diatur maka bisa saja terjadi human error dan menyebabkan kecacatan
1.5.2 Asumsi
Asumsi dari praktikum human error yang telah dilakukan adalah :
1. Operator dalam keadaan sehat.
2. Pengambilan data dilakukan dengan langkah-langkah yang sesuai dengan
prosedur, sehingga praktikum berjalan dengan lancar.
3. Peralatan yang digunakan dalam praktikum Human Error dalam keadaan
baik.
4. Data yang diambil, yaitu suhu, pencahayaan, kebisingan, dan waktu sudah
lengkap dan benar sesuai dengan lembar pengamatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Identifikasi Human Error dan Tipe – Tipe Human Error
Human error merupakan kesalahan dalam pekerjaan yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian atas pencapaian dengan apa yang diharapkan. Dalam
prakteknya, human error terjadi ketika serangkaian aktifitas kita di lapangan
kerja yang sudah direncanakan, ternyata berjalan tidak seperti apa yang kita
inginkan sehingga kita gagal mencapai target yang diharapkan.
2.1.1 Pendekatan Human Error
Menurut Reason (1990), jumlah keterlibatan human error yang
tinggi merupakan hal yang mengejutkan karena hampir semua sistem
teknologi tidak hanya dijalankan oleh manusia, tetapi juga didesain,
dikonstruksi, diorganisasi, dimanage, dipelihara dan diatur oleh manusia.
Rangkaian kecelakaan dimulai dengan dampak keputusan dalam
organisasi (keputusan yang berhubungan dengan perencanaan,
penjadwalan, ramalan, desain, spesifikasi, komunikasi, prosedur,
pemeliharaan, dan sebagainya). Keputusan ini merupakan produk yang
dipengaruhi oleh batasan keuangan dan politik di mana perusahaan
berjalan, dan ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat dikonrol oleh
manajer (Reason, 1995). Individu tidak dapat dipersalahkan untuk semua
kesalahan, sebagaimana kita ketahui bahwa membuat kesalahan pada
waktu waktu tertentu dilihat oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang tidak
dapat dihindarkan (Kletz, 1985; Reason, 1990 dalam Atkinson, 1998).
Reason (1995) menggambarkan system approach to organizational error.
Tidak diragukan lagi bahwa kegagalan manusia tidak terbatas pada ‘sharp
end’, yaitu pada pengemudi, pilot, petugas kapal, operator ruang kontrol
dan lain-lain dalam kontrol langsung dari suatu sistem. Telah ditemukan
indikasi bahwa faktor manusia terdistribusi secara luas, meliputi semua
yang ada dalam sistem sebagai keseluruhan dan biasanya baru bertahun-
tahun kemudian menyebabkan peristiwa yang sebenarnya (Reason, 1995).
Model ini menampilkan orang pada sharp end sebagai penanggung akibat
dan bukan sebagai penyebab dari rangkaian cacat konstruksi. Sharp end
tidak lagi dipersalahkan, melainkan telah dialihkan ke sistem manajerial
dalam organisai. Pemikiran modern juga sekarang mengenali bahwa sebab
sebab kegagalan adalah lebih kompleks daripada pengkaitan yang
sederhana ke pekerja maupun ke manager (Atkinson, 1998).
Tindakan human error merupakan sesuatu yang tidak disengaja dari
keputusan berdasarkan faktor fisik atau psikologis. Faktor kognitif dan
psikologis harus diperhitungkan pada saat menilai ‘power of control’.
Tingkah laku operator dibentuk oleh kesadaran yang sadar dibuat oleh
perencana kerja/manajer. Mereka lebih ‘in power of control’ daripada
operator. Analisis untuk peningkatan sistem menyatakan bahwa orang
dalam sistem dapat membuat/mendesain keputusan yang berbeda di masa
yang akan datang, tetapi seseorang tidak dapat mengasumsikan jalur
khusus yang dapat diprediksi dari tingkah laku manusia (Rasmussen,
1990).
Kontrol yang pada level lebih tinggi pada sistem diperlukan lebih
daripada level aktivitas pekerja. Tingkah laku individu, berorientasi
kepada persyaratan yang telah dibentuk, yang harus dilakukan pada
lingkungan kerja, sebagaimana diterima oleh individu. Kinerja individu
yang dapat diterima dibentuk oleh batasan yang ada. Kriteria subyektif
dari individu dipengaruhi oleh norma sosial dan budaya dari organisasi
(Rasmussen, 1990). Kegagalan sistem merupakan refleksi kurangnya
kontrol dari lingkungan pekerjaan. Kontrol dalam sistem berdasar pada
analisis resiko belum mempunyai pengaruh pada organisasi (Rasmussen,
1990). Seharusnya merupakan hal yang paling penting untuk manajemen
operasional yang mempertimbangkan pengembangan metode untuk
membuat kondisi awal secara eksplisit dan mengkomunikasikannya secara
efektif pada manajemen operasional (Rasmussen, 1990).
Kelebihan Kekurangan
potensi dari human error yang dapat terjadi. Metode generasi pertama yang
banyak dipakai adalah THERP (Technique for Human Error rate Prediction)
dan HEART (Human Error Assessment and Reduction Technique).
Metode HRA generasi kedua juga menggunakan taksonomi kesalahan
dalam analisanya dan skenario kompleks untuk mengidentifikasi dan
mengkuantitatifkan kesalahan yang dapat terjadi. Prosedur tersebut
memungkinkan pengguna metode HRA generasi kedua untuk
mempertimbangkan perilaku kognitif manusia ke dalam analisa human
error.Beberapa metode yang terkenal adalah ATHEANA (A Technique for
Human Analysis), SLIM (Success Likelihood Index Methodology), dan
CREAM (Cognitive Reliability Error Analysis Method).
Keandalan sebuah man-machine system adalah fungsi yang menentukan
sistem operasi. Mempertimbangkan semua aspek yang terlibat dalam
teknologi informasi dan interaksi manusia sangatlah diperlukan dalam sebuah
fungsi dari komponen-komponen sistem. Kontribusi manusia dalam
keseluruhan kinerja sistem dianggap lebih penting daripada keandalan
perangkat keras dan lunak saja. Dalam menjalankan fungsinya, manusia dapat
melakukan kesalahan. Kesalahan ini dapat diakibatkan oleh keterbatasan
manusia dalam sebuah sistem. Adanya metode HRA diharapkan dapat
memprediksi dan mengurangi probabilitas kesalahan yang akan terjadi.
2.5 Sistem Manusia Mesin
Sistem Manusia-Mesin adalah kombinasi antara satu atau beberapa
manusia dengan satu atau beberapa mesin, yang saling berinteraksi, untuk
menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukan-masukan yang
diperoleh. Ergonomi adalah ilmu interdisipliner yang mempelajari interaksi
antara manusia dan objek yang fokus perhatian ergonomi adalah berkaitan
erat dengan aspek-aspek manusia di dalam perencanaan man-made objek
(proses perancangan produk) dan lingkungan kerja. Pendekatan agro
ergonomi akan ditekankan pada penelitian kemampuan keterbatasan manusia,
baik secara fisik maupun mental psikologis dan interaksinya dalam sistem
manusia-mesin yang integral. Maka, secara sistematis pendekatan ergonomi
2. Pencahayaan
Banyak faktor risiko di lingkungan kerja yang mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan pekerja salah satunya adalah pencahayaan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002, pencahayaan
adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif.
Pencahayaan minimal yang dibutuhkan pekerja menurut jenis
kegiatannya seperti berikut :
3. Kebisingan
Nilai ambang batas adalah faktor tempat kerja yang dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan
dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau
40 jam seminggu. Menurut Permenakertrans No. PER. 13/MEN/X/2011
tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja
NAB kebisingan yang ditetapkan di Indonesia adalah sebesar 85 dBA.
Akan tetapi NAB bukan merupakan jaminan sepenuhnya bahwa tenaga
kerja tidak akan terkena risiko akibat bising tetapi hanya mengurangi
risiko yang ada (Budiono, 2003 dalam Putra, 2011).
Intensitas kebisingan minimal yang dapat diterima pekerja dalam
sehari seperti berikut :
Tabel 2.4 Kebisingan Minimal Dalam Sehari
Waktu pemparan per hari Intensitas kebisingan dalam dbA
8 Jam 85
4 88
2 91
1 94
30 Menit 97
15 100
7,5 103
37,5 106
1,88 109
0,94 112
28,12 Detik 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
a. Statistik deskriptif
Anda dapat menemukan statistik deskriptif yang sesuai saat
Anda melaporkan hasil ANOVA dua arah Anda di tabel "
Deskriptif Statistik " yang tepat, seperti yang ditunjukkan di bawah
ini:
Tabel 2.5 Descriptive Statistics
b. Plot hasilnya
Plot skor "interest in politics" rata-rata untuk setiap
kombinasi kelompok "Gender" dan "Edu level" diplotkan dalam
grafik garis, seperti yang ditunjukkan di bawah ini:
berarti. Karena sifat faktorial dari tes ini, jumlah variasi dalam tes dapat
bertambah dengan cepat. Hasil uji variasi banyak adalah bahwa lalu lintas
yang dialokasikan ke setiap variasi lebih rendah. Dalam pengujian A / B ,
lalu lintas untuk eksperimen dibagi dua, dengan 50 persen lalu lintas
mengunjungi setiap variasi. Dalam uji multivariat, lalu lintas akan dipecah
menjadi seperempat, enam, delapan, atau bahkan segmen yang lebih kecil,
dengan variasi yang menerima jumlah lalu lintas yang jauh lebih kecil
daripada tes A / B sederhana.
Sebelum menjalankan tes multivariat, lakukan proyek dengan ukuran
sampel lalu lintas yang Anda perlukan untuk setiap variasi agar mencapai
hasil yang signifikan secara statistik. Jika lalu lintas ke halaman yang ingin
diuji rendah, pertimbangkan untuk menggunakan tes A / B dan bukan tes
multivariat.
Tantangan lain pengujian multivariat adalah ketika satu atau lebih variabel
yang diuji tidak memiliki efek terukur pada sasaran konversi. Misalnya,
jika variasi gambar pada halaman arahan tidak mempengaruhi sasaran
konversi, sementara modifikasi pada tajuk utama, pengujian akan lebih
efektif dijalankan sebagai tes A / B daripada uji multivariat.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Peralatan Praktikum
Berikut di bawah ini merupakan peralatan praktikum yang digunakan
dalam praktikum human error, yaitu :
1. Ruang Iklim ( Climatic Chamber )
2. Lux Meter
3. Sound Level Meter
4. Termometer
5. Software Delphi dan SPSS 23
6. Satu Set Komputer dan Laptop
7. Lembar Pengamatan
Mulai
A
Studi Pendahuluan :
- Identifikasi human error dan Pengolahan data:
tipe-tipe human error - Test of Between
- Visual Display - Multiariate Test
- Ergonomi kognitif - Pengaruh kombinasi terhadap
- Human Reability Assessment error
- Sistem manusia mesin
- Standar kebijakan K3
- Test of Between
- Multivariate Test Analisa data :
- Analisa Test of Between
- Analisa Multiariate Test
- Analisa Pengaruh kombinasi
Persiapan Peralatan terhadap error
- Ruang Iklim - Analisa perbandingan dengan
- Lux meter standar K3
- Sound level meter
- Termometer
- Software Delphi dan SPSS 23
- Satu set komputer dan laptop Kesimpulan
Tidak
Apakah data lengkap?
Ya
8. Kesimpulan
Selanjutnya membuat kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan.
9. Selesai.
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data dan Rekapitulasi Data
4.1.1 Pengumpulan Data
Nama : Clara Clarita Fenyvian
NIM : D1061161029
Perlakuan : P13 (suhu 24°C, cahaya 300 Lux, dan kebisingan 48 dB)
Percobaan 1 : error 1, waktu 00.01.43
Percobaan 2 : error 1, waktu 00.01.26
Percobaan 3 : error 2, waktu 00.01.35
Percobaan 4 : error 1, waktu 00.01.30
Perlakuan : P14 (suhu 24°C, cahaya 300 Lux, dan kebisingan 70 dB)
Percobaan 1 : error 0, waktu 00.01.31
Percobaan 2 : error 4, waktu 00.01.31
Percobaan 3 : error 3, waktu 00.01.46
Percobaan 4 : error 1, waktu 00.01.33
Perlakuan : P15 (suhu 24°C, cahaya 300 Lux, dan kebisingan 90 dB)
Percobaan 1 : error 1, waktu 00.01.36
Percobaan 2 : error 0, waktu 00.01.27
Percobaan 3 : error 3, waktu 00.01.32
Percobaan 4 : error 1, waktu 00.01.48
Perlakuan : P16 (suhu 24°C, cahaya 600 Lux, dan kebisingan 48 dB)
Percobaan 1 : error 0, waktu 00.01.38
Percobaan 2 : error 0, waktu 00.01.33
Percobaan 3 : error 0, waktu 00.01.38
Percobaan 4 : error 0, waktu 00.01.42
Perlakuan : P17 (suhu 24°C, cahaya 600 Lux, dan kebisingan 70 dB)
Percobaan 1 : error 1, waktu 00.01.33
Percobaan 2 : error 3, waktu 00.01.46
Percobaan 3 : error 1, waktu 00.01.36
Percobaan 4 : error 0, waktu 00.01.35
Perlakuan : P18 (suhu 24°C, cahaya 600 Lux, dan kebisingan 90 dB)
Percobaan 1 : error 1, waktu 00.01.38
Percobaan 2 : error 4, waktu 00.01.41
Percobaan 3 : error 1, waktu 00.01.24
Percobaan 4 : error 0, waktu 00.01.29
Perlakuan : P22 (suhu 36°C, cahaya 300 Lux, dan kebisingan 48 dB)
Percobaan 1 : error 1, waktu 00.01.26
Percobaan 2 : error 0, waktu 00.01.48
Percobaan 3 : error 0, waktu 00.01.37
Percobaan 4 : error 1, waktu 00.01.23
Perlakuan : P23 (suhu 36°C, cahaya 300 Lux, dan kebisingan 70 dB)
Percobaan 1 : error 1, waktu 00.01.22
Percobaan 2 : error 0, waktu 00.01.37
Percobaan 3 : error 0, waktu 00.01.27
Percobaan 4 : error 1, waktu 00.01.30
Perlakuan : P24 (suhu 36°C, cahaya 300 Lux, dan kebisingan 90 dB)
Percobaan 1 : error 1, waktu 00.01.18
Percobaan 2 : error 0, waktu 00.01.19
Percobaan 3 : error 1, waktu 00.01.23
Percobaan 4 : error 1, waktu 00.01.25
Perlakuan : P25 (suhu 36°C, cahaya 600 Lux, dan kebisingan 48 dB)
Percobaan 1 : error 1, waktu 00.01.32
Percobaan 2 : error 1, waktu 00.01.28
Percobaan 3 : error 1, waktu 00.01.24
Percobaan 4 : error 0, waktu 00.01.24
Perlakuan : P26 (suhu 36°C, cahaya 600 Lux, dan kebisingan 70 dB)
Percobaan 1 : error 0, waktu 00.01.37
Percobaan 2 : error 0, waktu 00.01.35
Percobaan 3 : error 1, waktu 00.01.15
Percobaan 4 : error 3, waktu 00.01.23
Perlakuan : P27 (suhu 36°C, cahaya 600 Lux, dan kebisingan 90 dB)
Percobaan 1 : error 2, waktu 00.01.22
Percobaan 2 : error 1, waktu 00.01.17
Percobaan 3 : error 1, waktu 00.01.20
Percobaan 4 : error 3, waktu 00.01.26
Langkah ketiga, inputkan waktu, error, suhu, cahaya, dan kebisingan pada kolom
name.
H0 : µ1 = µ2 = µ3 = µ4 = µ5 = µ6 = µ7 = µ8 = µ9
H0 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 ≠ µ4 ≠ µ5 ≠ µ6 ≠ µ7 ≠ µ8 ≠ µ9
µ1 = suhu 18°C + cahaya 30 lux
µ2 = suhu 18°C + cahaya 300 lux
µ3 = suhu 18°C + cahaya 600 lux
µ4 = suhu 24°C + cahaya 30 lux
µ5 = suhu 24°C + cahaya 300 lux
µ6 = suhu 24°C + cahaya 600 lux
µ7 = suhu 36°C + cahaya 30 lux
µ8 = suhu 36°C + cahaya 300 lux
µ9 = suhu 36°C + cahaya 600 lux
Signifikan level = 0,063
Keputusan : Menerima H0 karena signifikan level > 0,05
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh suhu*cahaya terhadap waktu
Source suhu*kebisingan
H0 : µ1 = µ2 = µ3 = µ4 = µ5 = µ6 = µ7 = µ8 = µ9
H0 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 ≠ µ4 ≠ µ5 ≠ µ6 ≠ µ7 ≠ µ8 ≠ µ9
µ1 = suhu 18°C + kebisingan 48 dB
µ2 = suhu 18°C + kebisingan 70 dB
µ3 = suhu 18°C + kebisingan 90 dB
µ4 = suhu 24°C + kebisingan 48 dB
µ5 = suhu 24°C + kebisingan 70 dB
µ6 = suhu 24°C + kebisingan 90 dB
µ7 = suhu 36°C + kebisingan 48 dB
µ8 = suhu 36°C + kebisingan 70 dB
µ9 = suhu 36°C + kebisingan 90 dB
Signifikan level = 0,006
Keputusan : Menolak H0 karena signifikan level < 0,05
Kesimpulan : Ada pengaruh suhu*kebisingan terhadap waktu
Source cahaya*kebisingan
H0 : µ1 = µ2 = µ3 = µ4 = µ5 = µ6 = µ7 = µ8 = µ9H0 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 ≠ µ4 ≠
µ5 ≠ µ6 ≠ µ7 ≠ µ8 ≠ µ9
µ1 = cahaya 30 lux + kebisingan 48 dB
µ2 = cahaya 30 lux + kebisingan 70 dB
µ3 = cahaya 30 lux + kebisingan 90 dB
µ4 = cahaya 300 lux + kebisingan 48 dB
µ5 = cahaya 300 lux + kebisingan 70 dB
µ6 = cahaya 300 lux + kebisingan 90 dB
µ7 = cahaya 600 lux + kebisingan 48 dB
µ8 = cahaya 600 lux + kebisingan 70 dB
µ9 = cahaya 600 lux + kebisingan 90 dB
Signifikan level = 0,005
Keputusan : Menolak H0 karena signifikan level < 0,05
Kesimpulan : Ada pengaruh cahaya*kebisingan terhadap waktu
Source suhu*cahaya*kebisingan
H0 : µ1 = µ2 = µ3 = µ4 = µ5 = µ6 = µ7 = µ8 = µ9 = µ10 = µ11 = µ12 = µ13
= µ14 = µ15 = µ16 = µ17 = µ18 = µ19 = µ20 = µ21 = µ22 = µ23 = µ24 = µ25 =
µ28 = µ27
H0 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 ≠ µ4 ≠ µ5 ≠ µ6 ≠ µ7 ≠ µ8 ≠ µ9 ≠ µ10 ≠ µ11 ≠ µ12 ≠ µ13
≠ µ14 ≠ µ15 ≠ µ16 ≠ µ17 ≠ µ18 ≠ µ19 ≠ µ20 ≠ µ21 ≠ µ22 ≠ µ23 ≠ µ24 ≠ µ25 ≠
µ28 ≠ µ27
µ1 = suhu 18°C + cahaya 30 lux + kebisingan 48 dB
µ2 = suhu 18°C + cahaya 30 lux + kebisingan 70 dB
µ3 = suhu 18°C + cahaya 30 lux + kebisingan 90 dB
µ4 = suhu 18°C + cahaya 300 lux + kebisingan 48 dB
µ5 = suhu 18°C + cahaya 300 lux + kebisingan 70 dB
µ6 = suhu 18°C + cahaya 300 lux + kebisingan 90 dB
µ7 = suhu 18°C + cahaya 600 lux + kebisingan 48 dB
µ8 = suhu 18°C + cahaya 600 lux + kebisingan 70 dB
µ9 = suhu 18°C + cahaya 600 lux + kebisingan 90 dB
µ10 = suhu 24°C + cahaya 30 lux + kebisingan 48 dB
Source cahaya
H0 : µ1 = µ2 = µ3
H1 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3
µ1 = cahaya 30 lux
µ2 = cahaya 300 lux
µ3 = cahaya 600 lux
Signifikan level = 0.841
Keputusan : Menerima H0 karena signifikan level > 0,05
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh cahaya terhadap error
Source kebisingan
H0 : µ1 = µ2 = µ3
H1 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3
µ1 = kebisingan 48 dB
µ2 = kebisingan 70 dB
µ3 = kebisingan 90 dB
Signifikan level = 0.385
Keputusan : Menerima H0 karena signifikan level > 0,05
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh kebisingan terhadap error
Source suhu*cahaya
H0 : µ1 = µ2 = µ3 = µ4 = µ5 = µ6 = µ7 = µ8 = µ9
H0 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 ≠ µ4 ≠ µ5 ≠ µ6 ≠ µ7 ≠ µ8 ≠ µ9
µ1 = suhu 18°C + cahaya 30 lux
µ2 = suhu 18°C + cahaya 300 lux
µ3 = suhu 18°C + cahaya 600 lux
µ4 = suhu 24°C + cahaya 30 lux
µ5 = suhu 24°C + cahaya 300 lux
µ6 = suhu 24°C + cahaya 600 lux
µ7 = suhu 36°C + cahaya 30 lux
µ8 = suhu 36°C + cahaya 300 lux
µ9 = suhu 36°C + cahaya 600 lux
Signifikan level = 0,301
Warna Biru = rata-rata error terkecil, yaitu pada perlakuan P16 dimana
suhu 24°C, cahaya 600 Lux, dan kebisingan 48 dB.
Warna merah = rata-rata error terbesar, yaitu pada perlakuan P14 dimana
suhu 24°C, cahaya 300 Lux, dan kebisingan 70dB.
BAB V
ANALISA HASIL
5.1 Analisa Test of Between
Test of Between dilakukan dengan menggunakan software SPSS 23.
Waktu dan error digunakan sebagai variable dependen (variabel terikat) pada
pengolahan data ini. Sedangkan, suhu, cahaya, dan kebisingan merupakan
variable tetap. Hasil yang diamati merupakan significant level, apabila
nilainya lebih dari 0,05 maka kesimpulan hipotesis H0 (variable tidak
memiliki pengaruh) diterima, jika sebaliknya maka ditolak. Test of Between
berpengaruh terhadap waktu dan error pada masing-masing source.
1. Pengaruh terhadap waktu
Source Suhu
Diperoleh signivicant level, yaitu 0.000 dengan membandingkan
pengaruh suhu 18ºC, 24ºC, dan 36ºC terhadap waktu. Hasil dari
significant level kurang dari 0.05, maka dapat diambil keputusan
bahawa H0 ditolak. Nilai significant level tersebut menunjukkan
bahwa perbedaan suhu berpengaruh terhadap lamanya waktu kerja.
Hal ini sesuai dengan teori, bahwa suhu mempengaruhi pekerja yang
melakukan pekerjaan lingkungan kerjanya. Berpengaruhnya suhu
yang berbeda-beda terhadap pekerja menunjukkan bahwa setiap
lingkungan kerja memerlukan penyesuaian yang optimal terhadap
suhu. Apabila suhu terlalu panas maka operator akan banyak
mengeluarkan cairan berupa keringat dan waktu kerja akan lebih
cepat, karena operator ingin cepat menyelesaikan pekerjaannya.
Sedangkan pada suhu yang terlalu dingin, maka operator akan
bekerja menjadi lebih lambat.
Source Cahaya
Diperoleh Signifikan level, yaitu 0.000 dengan membandingkan
pengaruh cahaya 30 lux, 300 lux, 600 lux terhadap waktu. Hasil dari
Hal ini terjadi karena adanya ketidakstabilan pada suhu. Jika suhu
yang terlalu ekstrim dan cahaya yang terlalu terang dan terlalu redup,
maka akan mempengaruhi lama waktu operator dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
Source Suhu*Kebisingan
Nilai signifikan level yang diperoleh adalah 0.006 dengan kombinasi
variabel suhu dan kebisingan, serta terdapat 9 kombinasi yang
diperoleh dari kombinasi variabel suhu dan kebisingan. Nilai
signifikan yang diperoleh berada di bawah parameter 0.05, sehingga
kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa suhu dan kebisingan
mempunyai pengaruh besar terhadap lamanya waktu pekerja dalam
melakukan pekerjaannya, maka keputusan H0 adalah ditolak. Hal ini
sesuai dengan teori, bahwa suhu dan kebisingan dapat
mempengaruhi kecakapan dan keberhasilan bekerja terhadap waktu
di dalam pekerjaannya. Sehingga, diperlukan penyesuaian yang
optimal terhadap lingkungan kerja untuk meningkatkan keberhasilan
kerja.
Source Cahaya*Kebisingan
Kombinasi dari variabel tetap cahaya dan kebisingan dan terdapat 9
kondisi yang dibandingkan terhadap waktu. Hasil signifikan level
yang diperoleh dari kombinasi variabel tetap cahaya dan kebisingan
adalah 0.005. Nilai signifikan level tersebut berada di bawah
parameter 0.005 yang keputusannya adalah H0 ditolak dan
kesimpulannya adalah bahwa cahaya dan kebisingan berpengaruh
terhadap waktu dan mempunyai pengaruh yang besar pada pekerja
yang melakukan pekerjaan di dalam ruang kerja. Cahaya yang
minim dan kebisingan yang tinggi di dalam ruang kerja dapat
mempengaruhi pekerja dalam berkonsetrasi terhadap pekerjaannya
dan akan menurunkan tingkat keberhasilan kerja. Sehingga,
diperlukannya penyesuaian yang optimal terhadap kondsi cahaya dan
kebisingan untuk meningkatkan keberhasilan kerja.
Source Suhu*Cahaya*Kebisingan
Kombinasi dengan 3 variabel tetap, yaitu suhu, cahaya, dan
kebisingan dan terdapat 27 kondisi yang dapat di bandingkan
terhadap waktu. Dari hasil signifikan level yang diperoleh dari
kombinasi variabel suhu, cahaya, dan kebisingan adalah 0.000. Hal
ini menyatakan bahwa dengan 27 kondisi dari kombinasi variabel
tetap, yaitu suhu, cahaya, dan kebisingan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap lama waktu pengerjaan, karena hasil dari signifikan
level berada di bawah parameter 0.05 dan keputusan yang di ambil
adalah menolak H0. Sehingga dalam hal ini diperlukannya
penyesuaian suhu, cahaya, dan kebisingan yang optimal terhadap
pekerja untuk meningkatkan keberhasilan kerja. Apabila suhu,
cahaya dan kebisingan terlalu tinggi atau terlalu rendah, hal ini dapat
mempengaruhi waktu dan menyebabkan kinerja operator menjadi
lebih lambat.
2. Pengaruh terhadap error
Source Suhu
Nilai signifikan level suhu yang dibandingkan terhadap error adalah
0.404. Nilai signifikan level yang diperoleh adalah lebih besar dari
parameter 0.05, sehingga keputusan yang dapat diambil adalah
menerima H0 dan kesimpulannya bahwa suhu tidak berpengaruh
terhadap error yang dilakukan pekerja. Hal ini bertolak belakang
dengan teori yang menyatakan bahwa keberhasil kerja berpengaruh
terhadap lingkungan fisik. Hal ini terjadi karena pengukuran suhu
yang tidak akurat saat melakukan pengamatan.
Source Cahaya
Nilai signifikan level dengan membandingan cahaya terhadap error
adalah 0.841. Nilai signifikan level tersebut menunjukkan bahwa
cahaya tidak berpengaruh terhadap error yang pekerja lakukan,
karena nilai signifikan level berada di atas parameter 0.05, sehingga
keputusan yang diambil adalah dengan menerima H0. Hal ini
yang dihasilkan adalah lebih besar dari parameter 0.05, yaitu 0.757.
Hal ini menyatakan bahwa pekerja dalam melakukan pekerjaannya
tidak terpengaruh terhadap kombinasi variabel suhu dan kebisingan
yang berbeda-beda. Error yang terjadi bukan karena pengaruh dari
suhu maupun kebisingan, melainkan terdapat karakter atau huruf-
huruf yang tidak dapat dibedakan.
Source Cahaya*Kebisingan
Nilai signifikan dari kombinasi cahaya dan tingkat kebisingan tidak
mempengaruhi jumlah error yang di lakukan oleh pekerja. Sehingga,
keputusannya adalah H0 diterima, hal ini disebabkan karena nilai
signifikan level lebih besar dari parameter 0.05, yaitu 0.078. Cahaya
dan kebisingan tidak besar pengaruhnya terhadap error yang
mempengaruhi keberhasilan kerja. Error yang terjadi karena
kesalahan menginput data ke software Delphi yang mana terdapat
beberapa huruf-huruf di lembar kerja tidak jelas.
Source Suhu*Cahaya*Kebisingan
Dari kombinasi variabel suhu, cahaya, dan kebisingan serta terdapat
27 kondisi memiliki nilai signifikan level terhadap error yang
dilakukan oleh pekerja dalam melakukan pekerjaannya adalah
sebesar 0.881. Nilai signifikan level menyatakan bahwa tidak ada
pengaruh suhu, pencahayaan, dan tingkat kebisingan terhadap error
yang dilakukan pekerja. Sehingga, keputusan yang diaambil adalah
menerima H0, karena nilai signifikan level lebih besar dari parameter
0.05. Hal ini bertolak belakang dengan teori yang ada, yaitu
menjelaskan bahwa lingkungan fisik, yaitu suhu, cahaya, dan
kebisingan berpengaruh terhadap keberhasilan kerja seseorang.
Dalam hal ini, mengapa suhu, cahaya, dan kebisingan tidak
berpengaruh terhadap error yang dilakukan oleh pekerja adalah
pengaruh besar terhadap lembar kerja atau display yang ditampilkan
di dalam lembar kerja memiliki kendala, terutama pada huruf-huruf
yang tidak jelas. Pekerja kesulitan untuk menentukan beberapa
huruf, terutama pada huruf “l” kecil dan “i” besar, sehingga saat
pekerja menginput data tersebut mengakibatkan kesalahan atau
error. Jika display pada lembar kerja jelas, maka kendala atau
kesalahan yang dialami oleh pekerja akan semakin menurun dan
akan meningkatkan keberhasilan kerja.
5.2 Analisa Multivariate Test
Source Suhu
Metode Penerimaan Signifikan Level Keputusan H0
Pillai’s Trace 0.000 Menolak H0
Wilk’s Lambda 0.000 Menolak H0
Hotelling’s Trace 0.000 Menolak H0
Roy’s Largest Root 0.000 Menolak H0
Melalui uji Multivariate, dapat dilihat pada tabel diatas bahwa
signifikan level untuk pengaruh suhu terhadap kerja operator bernilai
0.000, baik dengan metode Pillai’s Trace, Wilk’s Lambda, Hotelling’s
Trace, maupun Roy’s Largest Root. Karena keempat nilai tersebut berada
di bawah parameter 0.05, maka diambil keputusan menolak H0. Artinya,
suhu mempengaruhi kerja operator. Operator merasakan pengaruh besar
untuk setiap perbedaan suhu yang diuji-cobakan terhadap operator. Suhu
yang terlalu dingin atau terlalu panas dapat membuat operator tidak fokus
pada pekerjaannya, karena operator akan sibuk untuk mencari kegiatan
lain agar suhu tubuhnya tidak terlalu dingin ataupun panas. Maka dari itu,
dibutuhkan penyesuaian suhu optimal terhadap ruang kerja agar dalam
melakukan pekerjaannya operator merasa nyaman dengan suhu
ruangannya.
Source Cahaya
Metode Penerimaan Signifikan Level Keputusan H0
Pillai’s Trace 0.011 Menolak H0
Wilk’s Lambda 0.009 Menolak H0
Hotelling’s Trace 0.008 Menolak H0
Roy’s Largest Root 0.001 Menolak H0
Melalui uji Multivariate, dapat dilihat pada tabel diatas bahwa
signifikan level untuk pengaruh cahaya terhadap kerja operator bernilai di
bawah parameter 0.05, baik dengan metode Pillai’s Trace, Wilk’s Lambda,
Hotelling’s Trace, maupun Roy’s Largest Root. Karena keempat nilai
kerja operator bernilai di atas parameter 0.05, baik dengan metode Pillai’s
Trace, Wilk’s Lambda, Hotelling’s Trace, maupun Roy’s Largest Root.
Karena keempat nilai tersebut berada di atas parameter 0.05, maka diambil
keputusan menerima H0. Artinya, suhu ditambah cahaya tidak
mempengaruhi kerja operator. Hal ini berlawanan dengan teori yang ada
bahwa seharusnya lingkungan kerja (dalam hal ini suhu dan cahaya)
mempengaruhi pekerjaan operator.
Source Suhu*Kebisingan
Metode Penerimaan Signifikan Level Keputusan H0
Pillai’s Trace 0.055 Menerima H0
Wilk’s Lambda 0.047 Menolak H0
Hotelling’s Trace 0.040 Menolak H0
Roy’s Largest Root 0.004 Menolak H0
Melalui pengujian Multivariate, dapat dilihat pada tabel diatas
bahwa signifikan level untuk pengaruh suhu ditambah kebisingan terhadap
kerja operator, setiap metode memiliki nilai yang berbeda. Pada metode
Pillai’s Trace menerima H0, sedangkan metode Wilk’s Lambda,
Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root menolak H0 karena nilai
signifikan level tersebut berada di bawah parameter 0.05. Artinya, suhu
ditambah kebisingan mempengaruhi kerja operator. Operator merasakan
pengaruh untuk setiap perbedaan suhu dan intensitas kebisingan yang
diuji-cobakan terhadap operator. Suhu dan kebisingan berpengaruh karena
apabila operator bekerja dalam suasana yang suhu nya ekstrim dan penuh
kebisingan dapat menyebabkan operator menjadi tidak fokus terhadap
pekerjaannya. Maka dari itu, dibutuhkan penyesuaian suhu ditambah
kebisingan yang optimal terhadap ruang kerja agar operator merasa
nyaman dan fokus sehingga dapat meningkatkan keberhasilan kerja.
Source Cahaya*Kebisingan
Metode Penerimaan Signifikan Level Keputusan H0
Pillai’s Trace 0.005 Menolak H0
Wilk’s Lambda 0.005 Menolak H0
Hotelling’s Trace 0.004 Menolak H0
Roy’s Largest Root 0.001 Menolak H0
Melalui pengujian Multivariate, dapat dilihat pada tabel diatas
bahwa signifikan level untuk pengaruh intensitas cahaya ditambah
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Setelah praktikum dilakukan dan kemudian dianalisa, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Suhu berpengaruh terhadap keberhasilan kerja, karena apabila suhu di
dalam ruang kerja tidak sesuai dengan suhu tubuh operator (suhu terlalu
panas atau terlalu dingin), maka akan mempengaruhi tingkat produktivitas.
Suhu optimal pada pekerjaan ini adalah 24ºC. Hal ini sudah sesuai dengan
standar K3, karena suhu 24ºC merupakan kondisi optimum (normal) bagi
manusia.
2. Pencahayaan berpengaruh terhadap keberhasilan kerja, karena apabila
intensitas cahaya di dalam suatu ruang kerja terlalu terang ataupun terlalu
redup, maka akan menyebabkan kelelahan terhadap mata bagi pekerja.
Pencahayaan optimal pada pekerjaan ini adalah 300 lux. Hal ini sudah
sesuai dengan standar K3, yaitu karena ruangan untuk pekerjaan ini
dilakukan dalam ruangan yang terkontrol (seperti ruangan administrasi dan
ruang kontrol).
3. Kebisingan berpengaruh terhadap keberhasilan kerja, karena apabila
tingkat kebisingan dalam suatu ruang kerja terlalu tinggi akan
menyebabkan operator kehilangan konsentrasi dan membuat
ketidaknyamanan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kebisingan optimal
pada pekerjaan ini adalah 70 dB. Hal ini sudah sesuai dengan standar K3,
karena intensitas kebisingan yang diperbolehkan untuk pekerja terutama di
Indonesia adalah 85 dB dan kebisingan optimal pada pekerjaan ini
menyatakan bahwa masih berada dalam standar K3.
6.2 Saran
Setelah melakukan praktikum ini, saran yang dapat diberikan, yaitu :
1. Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran suhu, cahaya dan kebisingan
harus dalam keadaan baik agar pengukuran yang didapatkan hasilnya
akurat.
2. Untuk mendapatkan suhu yang rendah maupun yang tinggi, ruang iklim
harus dikondisikan sebelumnya agar kondisi ruangan sesuai dengan suhu
yang akan diuji.
3. Pada pencahayaan sebaiknya lampu yang dinyalakan sesuai dengan
pencahayaan yang akan diujikan, sehingga lux meter dapat mengukur
intensitas cahaya dengan baik.
4. Saat akan menguji kebisingan sebaiknya pada intensitas kebisingan yang
rendah, suasana dalam ruangan dikondisikan dalam keadaan yang tenang
agar tidak mempengaruhi sound level meter.