Anda di halaman 1dari 26

Nama : REZA FAHREZA

Nim : 150250072

Ruang :5B

MK : Sosiologi lingkungan

Jurusan : sosiologi

TUGAS FINAL

1). Ekologi dapat didefinisikan sebagai Ilmu yang memperlajari hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungan. Ekologi biasanya dapat
dimengerti sebagai hal-hal yang saling mempengaruihi segala jenis makhluk
hidup (tumbuhan,binatang, manusia) dan lingkunganya (cahaya,suhu,curah hujan,
kelembaban, topografi), demikian juga proses kelahiran, kehidupan, pergantian
generasi, dan kematian yang semuanya terjadi sebagian dari pengetahuan
manusia, proses yang berlangsung terus menerus dan kita namakan “Hukum
alam”.
Krisis dan kerusakan lingkungan hidup (ekologis) sepanjang tahun 2012
terus berlangsung dan semakin memprihatinkan. Seperti tahun sebelumnya, krisis
ekologis merebak dan melintas batas di perdesaan dan perkotaan. Selama kurun
waktu 2012 WALHI Jabar sudah mendapatkan sekitar 40 pengaduan masyarakat
atas kasus ruang dan lingkungan hidup yang terjadi di Jawa Barat. Begitupun
kasus-kasus yang muncul di harian satu media massa yang setiap hari rata-rata
mempublikasikan sekitar 2-3 kasus lingkungan hidup. Artinya, dalam 1 tahun
sekitar 360an kasus linmgkungan hidup terjadi di Bumi Jawa Barat. Sementara
kasus-kasus sebelumnya pun belum terjawab dan terselesaikan secara nyata oleh
pemerintah pusat dan daerah (propinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat).

Walhi Jawa Barat memandang selama kurun tahun 2012, permasalahan


ruang dan lingkungan hidup yang mengemuka diantaranya :
 Bencana lingkungan di saat musim kemarau. Kemarau panjang dan kekeringan
selama tahun 2012 yang merebak di semua kabupaten/kota di Jawa Barat telah
menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan keringnya air di sumber-sumber air
seperti mata air, sungai, situ dan waduk. Walhi Jawa Barat mencatat dari berbagai
sumber, kebakaran hutan di Jawa Barat mencapai sekitar 14.400 ha dengan
kerugian ekonomi sekitar Rp 14,4 Milyar dan rusaknya keanekaragaman hayati
flora dan fauna yang ada. Sementara kekeringan yang dialami oleh pertanian
sawah (irigasi dan tandah hujan) mencapai 100.490 Ha meningkat sekitar 50%
dari tahun sebelumnya dengan tingkat kerugian ekonomi mencapai Rp 3,53
Trilyun.

 Bencana lingkungan karena banjir di musim penghujan semakin meluas.


Genangan banjir terjadi di cekungan Bandung, Bekasi, Bogor, Sukabumi,
Karawang, Cirebon, Depok, Purwakarta Subang dll. Genangan banjir mencapai
sekitar 55.000 ha lahan pemukiman dan pesawahan. Perhitungan kasar Walhi
Jabar, kerugian ekonomi karena puso dan gagal panen mencapai Rp 770 Milyar.
Luasan banjir telah menggenangi sekitar 17.200 rumah se Jawa Barat, sedikitnya
17.200 an kepala keluarga menjadi korban banjir dan sekitar 5 orang meninggal
dunia. Kerugian total akibat banjir mencapai sekitar 129 Milyar. Selain, selama
musim penghujan sejak oktober hingga desember jumlah longor yang terjadi
mencapai 9 titik longor dengan jumlah total korban meninggal sekitar 15 orang
sementara total rumah yang terkena longsor langsung mencapai sekitar 78 rumah
se Jawa Barat.
 Bencana ekologis juga terjadi akibat pencemaran limbah industri yang dibuang ke
media air di sejumlah Daerah Aliran Sungai yang ada di Jawa Barat.
Permasalahan bencana pencemaran pun belum pernah diselesaikan oleh
pemerintah secara nyata.
 Beragam praktik pertambangan baik pasir besi dan galian c semakin merebak
terjadi di hampir seluruh kabupaten di Jawa Barat. Praktik pertambangan semakin
membabi buta di kawasan dan luar kawasan. Perhitungan kasar sekitar 25.000 Ha
lahan beralih menjadi pertambangan. Sampai saat ini pemerintah belum berupaya
secara nyata dalam mengendalikan laju kegiatan pertambangan di Jawa Barat.
 di kawasan perkotaaan permasalahan muncul berkaitan dengan tata kelola sampah
yang buruk yang dijalankan oleh pemerintah daerah, sebagian besar pemerintah
daerah di perkotaan belum bisa menjawab permasalahan sampah. Krisis
lingkungan hidup di kawasan perkotaan ditandai dengan merebaknya alih fungsi
lahan yang berpengaruh pada berkurangnya kawasan resapan dan lindung semakin
menjadi-jadi untuk hotel, apartemen, beragam industri dan jalan tol dan lain-lain.
 Sengketa ruang dan lingkungan hidup yang tahun sebelumnya terjadi belum bisa
tertuntaskan secara nyata oleh warga masyarakat. Sengketa lingkungan hidup
telah berdampak pada sengketa sosial dan kriminalisasi terhadap warga yang
memperjuangkan hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat dan baik
dan keadilan dalam mengelola sumber kehidupan yang ada.

G. Kebijakan pemerintah terhadap Ekologi.

Melihat fakta kerusakan dan bencana ekologis yang terjadi di tahun 2012 di Jawa
Barat, Walhi Jawa Barat memandang bahwa:

 Pemerintah Daerah terkesan lambat dalam melindungi dan menyelamatkan


warganya dari ancaman bencana ekologis yang terus merebak dan pemerintah
telah gagal melakukan upaya pengurangan resiko bencana di Jawa Barat yang
merupakan salahsatu propinsi dengan tingkat kerentanan bencana sangat tinggi
 Pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat gagal melakukan
fungsi pengawasan, pengendalian dan perlindungan ruang hidup dari kerusakan
ekologis bahkan meligitimasi praktik perusakan lingkungan dengan legalisasi
kebijakan tata ruang dan wilayah yang dibuatnya. Ke depan, produksi kebijakan
seperti Master Plan Percepatan Pembangunan Indonesia (MP3EI) akan semakin
mempercepat dan memperparah kerusakan ekologis sehingga bencana ekologi
pun akan semakin nyata.

 Kebijakan, program dan alokasi anggaran penyelesaian masalah lingkungan


hidupun tidak tepat sasaran dan sangat rendah, manajemen anggaran yang buruk
dan tidak menyelesaiakan masalah.
Alokasi anggaran untuk urusan lingkungan hidup dan penanggulangan
bencana hanya sekitar 1 % dari total APBD di level propinsi dan kabupaten/kota
di Jawa Barat. Sementara tata kelola anggaran lingkungan hidup pun sangat buruk
dan tidak menjawab masalah lingkungan hidup yang terjadi. Sekitar 40% alokasi
anggaran untuk urusan lingkungan hidup habis digunakan untuk alokasi belanja
aparatur pemerintah (SKPD). Sementara alokasi anggaran yang sangat besar
melalui proyek yang dijalankan pemerintah pusat di daerah tidak menjawab
masalah lingkungan hidup di daerah.

2). Dalam perspektif filsafat, nalar antroposentrisme merupakan penyebab utama


munculnya krisis lingkungan. Antroposentrisme merupakan salah satu etika
lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat ekosistem. Bagi etika ini,
nilai tertinggi dan paling menentukan dalam tatanan ekosistem adalah manusia
dan kepentingannya. Dengan demikian, segala sesuatu selain manusia (the other)
hanya akan memiliki nilai jika menunjang kepentingan manusia, ia tidak memiliki
nilai di dalam dirinya sendiri. Karenanya, alam pun dilihat hanya sebagai objek,
alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Cara pandang antroposentris
ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras sumber daya alam
dengan sebesar-besarnya demi kelangsungan hidupnya. Tak pelak, krisis
lingkungan pun sulit terhindarkan, karena alam tidak mampu lagi berdaya
menahan gempuran keserakahan manusia.
Antroposentrisme atau ada yang menyebut egosentrisme merupakan buah
dari alam pikiran modern tersarikan dari esensialisme kesadaran akan kenyataan
otonomi manusia di hadapan alam semesta, yang mulai muncul di bawah
semboyan terkenal: Sapere Aude! (berpikirlah sendiri!) dan Cogito ergo sum (saya
berpikir maka saya ada)–nya Rene Descartes. Dengan semboyan kokoh ini, alam
pikiran modern benar-benar menjadi masa di mana rasionalitas manusia muncul
dan menggeser segala otoritas non-rasio, termasuk agama. Dari kesadaran
essensialisme inilah embrio nalar antroposentrisme mulai nampak. Keyakinan
akan rasionalitas manusia pada momen berikutnya mengejawantah dalam aktifitas
kreatif, penciptaan, dan inovasi sains dan teknologi hingga munculnya masyarakat
ekonomi global yang pada akhirnya membawa bencana yang maha dahsyat, yakni
krisis lingkungan yang justru mewarnai optimisme modernitas ini. Mula-mula
secara embrional, masyarakat ekonomi global lahir dari rahim revolusi industri
dan revolusi hijau, yang telah menggeser masyarakat feodal yang mapan.
Masyarakat ekonomi baru ini senantiasa didominasi oleh keinginan untuk
memanfaatkan sebesar-besarnya potensi alam untuk kemakmuran dan
kesejahteraan manusia. Karena motif ekonominya yang begitu dominan, pada
akhirnya tidak ramah terhadap lingkungan.[8]
Menurut Hossein Nasr Manusia modern telah mendesakralisasi alam,
meskipun proses ini sendiri hanya di bawa ke kesimpulam logisnya oleh
sekelompok minoritas. Apapalgi alam telah dipandang sebagai sesuatu yang harus
digunakan dan dinikmati semaksimal mungkin.[9]
Etika antroposentrisme pada akhirnya bukannya tanpa kritik. Setidaknya,
oleh berbagai aliran etika lingkungan yang muncul belakangan, baik oleh
etika neo-antroposentrisme (yang hendak memperbaiki kesalahan-kesalahan
pendahulunya), etika biosentrisme (yang menganggap semua makhluk adalah
pusat kehidupan, dan masing-masing memiliki nilai dan tujuan, dengan demikian,
manusia tidak lebih unggul dari spesies yang lain, karena ia tidak lain adalah
anggota dari komunitas kehidupan), etika ekosentrisme (yang menganggap bahwa
bukan hanya manusia dan benda yang hidup saja yang menjadi anggota
ekosistem, tetapi juga benda mati [abiotik]), dan etika kepedulian (yang
menganggap bahwa antara manusia dan alam adalah sama-sama lemahnya, dan
tidak bisa hidup dengan dirinya sendiri, karenanya manusia di dalam relasinya
dengan alam harus mengedepankan sikap kepedulian).
Untuk itu diperlukan alternatif landasan etika yang lebih komprehensif
yakni etika bersama yang mengikat secara transenden, yakni sebuah etika bersama
yang di dalam pandangan etisnya memiliki garis vertikal kepada Yang Absolut.
Lalu, di atas landasan apa etika bersama itu hendak dibangun?. Dengan melihat
berbagai dimensinya, hemat penulis, nampaknya agama mampu memainkan peran
itu. Selain merupakan fenomena universal manusia, agama juga merupakan
dimensi esensial hidup dan sejarah manusia yang tidak mudah –untuk tidak
mengatakan tidak mungkin- tergantikan oleh ideologi lain, baik humanisme
ateistik ala Feurbach, sosialisme ateistik ala Marx, sains ateistik ala Freud dan
Russel, atau pun yang lain. Agama, nampaknya tampil dengan sangat meyakinkan
karena memberikan basis absolutisitas dan keharusan moral secara tanpa syarat,
dimanapun, kapanpun, dan dalam hal apapun. Tuntutan etis serta keharusan tanpa
syarat itu hanya bisa didasarkan pada sesuatu yang tak bersyarat dan yang
Absolut.
Jadi upaya mengatasi krisis lingkungan, secara etis, harus melibatkan
berbagai landasan etis yang memang benar-benar memposisikan manusia dan
alam sama-sama derajatnya, baik dalam ketinggiannya (biosentrisme dan
ekosentrisme), maupun dalam kerendahannya (etika kepedulian) sekaligus
membingkainya dengan etika bersama yang mengikat secara transenden. Etika
semacam ini bukan sekedar teori moral, melainkan juga sebuah ecosophy karena
mencakup teori dan kearifan hidup (wisdom). Jika krisis lingkungan tidak hanya
disebabkan oleh perilaku teknis, tetapi juga disebabkan oleh ecosophy yang salah,
maka upaya mengatasi krisis lingkungan juga bisa dimulai dari ecosophy yang
memposisikan secara tepat hubungan manusia di dalam ekosistem.

Ajaran Islam menawarkan kesempatan untuk memahami Sunatullah serta


menegaskan tanggung jawab manusia. Ajaran Islam tidak hanya mengajarkan
untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, tetapi juga mengajarkan aturan
main dalam pemanfaatannya dimana kesejahteraan bersama yang berkelanjutan
sebagai hasil keseluruhan yang diinginkan.

Salah satu Sunnah Rasullullah SAW menjelaskan bahwa setiap warga


masyarakat berhak untuk mendapatkan manfaat dari suatu sumberdaya alam milik
bersama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya sepanjang dia tidak
melanggar, menyalahi atau menghalangi hak-hak yang sama yang juga dimiliki
oleh orang lain sebagai warga masyarakat. Penggunaan sumberdaya yang langka
atau terbatas harus diawasi dan dilindungi.
Siapa pun tidak bisa begitu saja melupakan bahwa ajaran Agama Islam
bukankah menyerukan manusia untuk ramah terhadap lingkungan? Surat ar-Ruum
ayat 41, al-Baqarah ayat 11-12, 27, 60, 205, Surat Ali Imran ayat 63, Surat al-
Maidah ayat 32-33, 64, Surat al-A’raf ayat 56, 74, 85, Surat Huud 85, 116, Surat
ar-Ra’du ayat 25, Surat an-Nahl ayat 88, Surat as-Syu’ara ayat 151-152, 183,
Surat al-Qashash ayat 77, 83, Surat al-Ankabuut ayat 36 dan surat as-Shaad ayat
28, dll merupakan sebagian dari sekian banyak seruan agama untuk ramah
terhadap lingkungan. Hemat penulis jika toh manusia memiliki kedudukan yang
tinggi (khalifah) ia tidak lain adalah “aristokrat biologis” yang memiliki
tanggungjawab moral dan harus melayani spesies dan alam semesta yang status
biologisnya lebih rendah, bukan justru memanfaatkan kelemahan alam. Dan
bukankah agama-agama pada dasarnya lahir tidak lepas dari situasi histoiris?
Dengan demikian agama membutuhkan pikiran-pikiran kreatif dari umatnya agar
pesan-pesannya tetap kontekstual (shahih li kuli al- zaman wa al-makan). Upaya
pikiran kreatif yang kontekstual dalam bidang lingkungan tidak bisa ditunggu,
setiap detik memiliki konsekuensi terhadap kehidupan manusia.

3). semburan lumpur dengan bencana gempa di Yogyakarta. Meskipun ada


sejumlah ahli yangmembantah argument tersebut, proses hukum baik pidana
maupun perdata (diajukan oleh Walhidan YLBHI secara terpisah) tetap tidak
dapat membuat PT. Lapindo Brantas bertanggungjawab.Bahkan hingga kini,
negara yang harus menanggung akibatnya dan telah lebih dari Rp.4 trilyundana
APBN dikucurkan hingga kini.

Untuk kejahatan kehutanan seperti pembalakan dan penyelundupan


hidupan liar yangmendapat perhatian dan dukungan pembiayaan yang signifikan
dari luar negeri, berbagai upayadukungan dilakukan bahkan RUU Pembalakan
Liar menganggap bahwa kejahatan ini samaseriusnya dengan terorisme,
karenanya penegakannya dapat menyimpang dari ketentuanKUHAP. Padahal,
lagi-lagi yang akan dikriminalisasi dengan UU ini nantinya adalah
masyarakat perambah yang hidupnya tergantung dari hutan, sementara perusahaan
pembalakan kayu skala besar yang jauh lebih merusak dapat melenggang bebas s
elama mengantongi izin dari pemerintah.
Di sisi lain, penyidikan untuk tindak pidana impor limbah B3 dalam UU
PPLH yangsebagaimana bunyinya pasti melibatkan dua negara, ternyata tidak
dianggap sebagai kejahatantransnasional. Polairud Mabes Polri mengakui bahwa
mereka tidak dapat menjangkau pengimporlimbah di luar negeri karena
keterbatasan dana, sehingga selama ini yang dari sekian banyakkasus yang
ditangani keseluruhannya hanya penerima (perusahaan di Indonesia) yang
dijadikantersangka dan hampir semuanya bebas. Lebih lanjut, peraturan pelaksana
UUPPLH,tentang pengelolaan limbah B3 hingga kini juga tidak kunjung disahkan
, sehingga mempersulit penegakan hukumnya.
UU PPLH menyatakan bahwa semua peraturan pelaksana UU tersebut
akan selesai dalamwaktu setahun (Oktober 2010 yang lalu). Belum disahkannya
satupun peraturan pelaksanatersebut menunjukkan ketidakseriusan KLH dalam
mempersiapkan perangkat penegakan hukumlingkungan. Saat ini memang
sejumlah RPP sedang dibahas akan tetapi prosesnya kurang partisipatif
dimana pembahasannya cenderung tertutup untuk RPP tertentu. Adapula
kecurigaan bahwa ada proses „penghalusan‟ ketentuan dalam UU PPLH yang sela
ma ini dianggap sangat
keras, untuk dapat menjamin keberlangsungan dan dukungan dunia usaha serta
institusi pemerintah yang erat dengan eksploitasi sumber daya alam seperti Keme
ntrian ESDM, dapatterlihat misalnya dalam draf RPP Perizinan Lingkungan yang
telah dikonsultasikan ke publik.

Sementara itu, perlawanan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan


yang bertentangan dengan konstitusi terus berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
Paling tidak sudahada 2 (dua) undang-undang yang dimenangkan oleh masyarakat
sipil melalui gugatan yudisialreview yaitu UU PWP3K terkait pasal HP3 dan UU
Perkebunan. Menyusul UU No.4 Tahun2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara hingga kini telah menuai setidaknya
lima pengajuan uji materil dari berbagai pihak, salah satunya adalah Walhi dengan
sejumlahorganisasi dan individu terkait penetapan wilayah pertambangan yang
tidak
melibatkan persetujuan masyarakat dan kriminalisasi terhadap penolakan pertamb
angan. Maraknya prosesuji materil ini menunjukkan bahwa banyak undang-
undang yang memang bertentangan atautidak sejalan dengan konstitusi UUD
1945 sehingga seharusnya menjadi perhatian bagi pembuatkebijakan, apalagi
dengan target legislasi 2011 yang ambisius sejumlah 70 UU, padahal di
tahun2010 DPR hanya berhasil mengeluarkan tidak sampai 10 UU.
Kebijakan „payung” untuk pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber
daya alammasih merupakan sesuatu yang dicita-citakan untuk mengatasi tumpang
tindih danketidaksinkronan kebijakan. Ini merupakan tantangan bagi gerakan
lingkungan dan agraria untukterus menerus memperjuangkannya, ditengah ego
sektoral dari berbagai kementrian
di pemerintah. Tentunya proses panjang ini harus dibarengi dengan kesiapan komi
tmen, substansidan sumber daya yang memadai.

Sementara itu, legislasi berbagai kebijakan sektoral yang masih berlangsung saat
ini tetaptidak dapat diabaikan. RUU tentang Perubahan UU Migas, RUU tentang
Perubahan UU Pangan,RUU Pemberantasan Pembalakan Liar dan RUU
Pengadaan Tanah untuk KepentinganPembangunan adalah sebagian dari sekian
banyaknya RUU prioritas Prolegnas 2011
yang penting untuk dipantau substansinya. Selain itu karena harapan penegakan h
ukum lingkungan banyak digantungkan pada UU PPLH, penting bagi masyarakat
sipil untuk terlibat dalam pembahasan berbagai rancangan peraturan pelaksanaann
ya. Bagi pemerintah khususnya KLH,dibutuhkan percepatan pembahasan tanpa
mengabaikan substansinya demi kepastian hukum dan penegakannya.

Restorasi Ekologis
Kunci “Pemulihan Indonesia” adalah restorasi ekologis. Restorasi Ekologis adalah
tindakan sistematis untuk memulihkan dan melindungi kondisi ekologis, sosial
dan budayakawasan dengan menjamin akses dan kontrol rakyat atas sumber-
sumber kehidupan yang adildan lestari.

Program Restorasi Ekologis harus didasarkan pada asas kerakyatan, keadilan antar
danintra generasi, kepastian hukum, keberlanjutan, partisipasi, transparansi,
akuntablitas,
serta penghormatan pada nilai hak asasi manusia. Di samping itu, memuat hal-
hal yang berkenaandengan aspek-aspek demokratisasi pengelolaan SDA yang
tercermin dalam pengaturan hak dan peran serta masyarakat yang hakiki
dan terperinci dengan menjabarkan prinsip: keadilan gender,akses atas informasi,
perlindungan secara utuh hak-hak tradisional, wilayah ulayat, hukum adatdan
sistem nilai masyarakat lokal dalam pengelolaan SDA.

Restorasi Ekologis menentang pola pembangunan dan pengurusan SDA


yang bercorakeksploitatif, ekspansif, berorientasi pasar, mengabaikan keselamatan
dan peningkatan produktifitas rakyat, serta keberlanjutan jasa pelayanan alam.

Selain itu juga, Restorasi Ekologis menempatkan keadaan kemiskinan dan


penurunankualitas LH dan SDA sebagai tanggung jawab utama pemerintah
sebagai pemangku amanatkonstitusi negara demi untuk memenuhi hak-hak dasar
dan keadilan perlakuan bagi seseorangatau sekelompok orang dalam menjalani
kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yangdiakui secara umum, meliputi:
terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,
 pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup(LH)
, rasa aman dan perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, serta hak untuk
berpartisipasidalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-
laki.

Untuk itu, pelaksanaan agenda Restorasi Ekologis harus dilaksanakan


secara terintegrasidalam seluruh sektor dan wilayah. Prinsip-prinsip Restorasi
Ekologis juga harus digunakansebagai prasyarat utama untuk diinternalisasikan ke
dalam kebijakan dan peraturan perundangan,terutama dalam rencana
pembangunan jangka panjang dan menengah Indonesia (RPJP danRPJM).

Sasaran utama dari pelaksanaan agenda Restorasi Ekologis adalah


mengembalikan fungsiutama lingkungan hidup dan PSDA sebagai sumber-
sumber kehidupan rakyat. Selain itu,dimaksudkan untuk melindungi kekayaan
alam yang tersisa dari tindakan produksi, konsumsidan tata kelola yang tidak adil
dan tidak berkelanjutan

4).Proses Globalisasi

Proses globalisasi lahir dari adanya perkembangan ilmu pengetahuan,


teknologi transportasi dan komunikasi.
Globalisasi akan memberikan corak budaya baru, dan memberi dampak yang luas
terhadap kebebasan budaya setempat dan mengukuhkan domisi budaya barat
dalma budaya masyarakat di negara-negara berkembang melalui penjajahan baru,
yaitu kebudayaan.
Bagaimanapun itu harus kita cegah karena kebudayaan bangsa merupakan hasil
peninggalan nenek moyang bangsa kita yang harus kita jaga dan kita lestarikan.
Salah satu penyebab terjadinya era globalisasi adalah kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi terutama teknologi komunikasi, seperti teknologi media cetak dan
media elektronik.
Ada 3 institusi yang memainkan peranan penting dalam globalisasi, yakni
Dana, Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO). Pada dasarnya ke 3 institusi besar ini mempunyai tugas
menstabilkan ekonomi dunia. Lembaga PBB adalah lembaga publik. Ini penting
untuk anda ingat karena uang yang disediakan IMF berasal dari pajak masyarakat
di seluruh dunia.

Ciri – Ciri Globalisasi

Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya


fenomena globalisasi di dunia, yaitu :
1. Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang
seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa
komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan
massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya
yang berbeda.
2. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional,
peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi
semacam World Trade Organization (WTO).
3. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama
televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini,
kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai
hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion,
literatur, dan makanan.
4. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup,
krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

D. Aspek – Aspek Globalisasi

Berkembangnya atus globalisasi jelas memberikan dampak pada


kebudayaan manusia. Banyak yang terlihat jelas dalam perubahan dan pegeseran
pola hidup masyarakat, yaitu:
1. Agraris tradisional menjadi masyarakat industri modern;
2. Kehidupan berasaskan kebersamaan menjadi kehidupan individualis;
3. Kehidupan lamban menjadi kehidupan serba cepat;
4. Kehidupan berasaskan nilai sosial menjadi konsumeris menjadi materialis;
5. Kehidupan yang bergantung pada alam menjadi kehidupan yang menguasai
alam
Dari contoh tersebut, terdapat beberapa macam pengaruh terhadap kehidupan
masyarakat, dibagi menjadi 2 aspek, yaitu :
a. Aspek positif
Beberapa aspek positif dari perkembangan teknologi dan arus globalisasi
i. Pola Hidup yang serba cepat
Teknologi memberikan manfaat waktu bagi masyarakat, misalnya dalam
bidang pertanian, petani yang awalnya memanen padinya 6 bulan sekali sekarang
sudah dapat memanenkan 3 bulan sekali, kemudian dalam bidang makanan
banyak produk makanan siap saji (serba instant).
ii. Pesatnya Perkembangan Informasi dan Transformasi
Manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dengan adanya perkembangan
informasi sangat banyak, misalnya dengan adanya internet anda dapat mencari
ilmu pengetahuan secara gratis dan berlimpah.
Selain itu, perkembangan teknologi transformasi yang semakin cepat dan akurat,
misalnya dengan adanya pesawat terbang kita dapat bepergian lebih cepat
iii. Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Melimpah
Dengan adanya pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan peluang
pekerjaan bagi masyarakat, misalnya pemanfaatan sumber daya emas oleh PT
Freport di Papua akan memberiakan peluang pekerja bagi masyarakat Papua itu
sendiri.

b. Aspek Negatif
Perkembangan teknologi juga emberikan dampak negatif bagi kebudayaan
masyarakat, dampak tersebut sebagai berikut:
i. Beralihnya Masyarakat Agraris Menjadi Masyarakat Industri Modern
Banyak industri modern berdampak pada kebutuhan tenga kerja yang
sangat banyak sehingga masyarakat yang awalnya bekerja sebagai petani beralih
pekerjaan menjadi buruh pabrik.
ii. Perubahan dari kehidupan Berasaskan Kebersamaan Menjadi Kehidupan
Individualis.
Hal ini terjadi karena kesibukan masyarakat yang sudah bersifat
materialistis dan melupakan kehidupan sosialnya.
iii. Masuknya Pola Hidup budaya barat
Dampak Negatifnya seperti masuknya budaya barat yang bertolak
belakang dengan budaya timur yang sederhana, sopan, dan santun.
Fenomena anak melawan kepada orang tua, murid yang mengancam guru,
perkelahian antara pelajar, model pakaian yang tidak sesuai, dan pemakaian
perhiasan wanita oleh laki-laki merupakan perilaku menyimpang sebagai dampak
negatif dari era globalisasi dan arus informasi yang tidak terbendung. Pendapat
Selo Sumardjan bahwa perubahan budaya yang cepat dan saling menyusul
mengakibatkan suasana yang berkepanjangan. Suasana anomi ialah suasana ketika
masyarakat yang sedang mengalami perubahan budaya yang tidak mgnetahui
secara jelas nilai-nilai budaya mana yang perlu diambil dan mana yang harus
dikembangkan.

E. Pengaruh Globalisasi Terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Globalisasi merupakan yang kenyataan sulit untuk dihindarkan sebgai


akibat semakin membaiknya jaringan transportasi dan komunikasi di dunia.
Globalisasi tidak hanya terjadi dalam bentuk kebudayaan yang bersifat material,
tetapi juga bersifat politik, ekonomi, perdagangan, pertahanan, kesenian, dan
bahasa. Hukum atau norma yang mengaturpun menjadi hukum Internasional.
Respon bangsa Indoensia terhadap globalisasi adalah sebagai peluang dan
tantangan. Peluang berarti setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk
memanfaatkan situasi ini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik,
sedangkan tantangan berarti setiap orang diberi kesempatan untuk berkompetisi
dan menunjukkan kemampuannya. Peluang dan tantangan yang dapat kita peroleh
dari globalisasi adalah sebagai berikut:
1. Pasar bebas, yaitu pasar dimana suatu produk menjadi semakin luas dan
pemasarannya semakin banyak;
2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dengan mudah dan dapat
diterima;
3. Wawasan budaya semakin luas
4. Peluang dan tantangan bisnis dalam bidang kepariwisataan semakin terbuka
5. Lapangan kerja semakin terbuka dan banyak

Dalam perkembangannya, kebudayaan akan sangat dipengaruhi oleh


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju. Hal ini terjadi
pada era globalisasi yang sekarang sedang dihadapi. Begitu pula ini terjadi pada
era globalisasi yang sekarang sedang dihadapi. Begitu pula dengan perkembangan
masyarakat yang akan sangat terpengaruh oleh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam era globalisasi ini.
Pada saat ini, kita sedang berada di tengah era globalisasi yang berpengaruh
terhadap perubahan budaya. Negara Indonesia sedang berusaha
mempersiapkannya agar tidak ketinggalan dalam persaingan secara global.
Berbagai contoh posisi bangsa Indoensia dalam era globalisasi dalam
bidang ekonomi, teknologi, politik, hukum, sosial budaya, dan lingkungan hidup
adalah sebagai berikut:
1 .Dalam Bidang Ekonomi
a. Meningkatkan kemampuan bangsa dan negara untuk berkompetisi secara
internasional.
b. Meningkatkan kualitas produksi dalam negeri agar dapat bersaing di pasar
internasional.
c. Meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat

2 .Dalam Bidang Teknologi


a. Mampu mengembangkan teknologi dan informasi yang bertaraf internasional
b. Memanfaatkan teknologi untuk mempublikasikan potensi yagn dimiliki oleh
negara Indonesia
c. Membuka akses informasi dari dunia interanasional sebagai studi banding dan
sebagai sarana kerja sama dengan negara lain.

3. Dalam Bidang Politik


a. Menegakkan nilai-nilai demokrasi
b. Memperluas dan meningkatkan hubungan dan kerja sama internasional
c. Partisipasi aktif dalam percaturan politik untuk menuju perdamaian dunia

4.Dalam Bidang Hukum


a. Mematuhi peraturan hukum dan perjanjian internasional
b. Turut meratifikasi perjanjian hukum internasional dalam berbagai masalah,
seperti masalah HAM, narkoba, dan lain sebagainya.
c. Menghormati peradilan internasional dan bekerja sama dengan Interpol

5.Dalam Bidang Sosial Budaya


a. Turut serta berpartisipasi dalam kegiatan sosial internasional, misalnya lewat
organisasi PBH dan Palang Merah Intenrasinal.
b. Menjunjung tinggi pelaksanaan HAM
c. Mengadakan pertukaran pelajar antar negara

6. Dalam Bidang Lingkungan Hidup


a. Menentang pemakain senjata nuklir, baik untuk perang maupun penelitian yang
dapat merusak lingkungan hidup
b. Turut serta melestarikan lingkungan hidup serta ekologi darat, laut, dan udara
secara nasional dan internasional
c. Menggalang kerja sama antar negara dalam menanggulangi pencemaran
lingkungan

5). Mewujudkan Kesadaran Masyarakat


Empat tingkat kesadaran lingkungan mengiodentifikasi bahwaawalnya
pemikiran etika lingkungan itu muncul karena adanya krisis lingkungan yang
sebab utamanya adalah gaya hidup manusia dan perkembangan peradabannya.
Pola hidup konsumtif, tanmpa memperhitungkan bagaimana ketersediaan/ daya
dukung lingkungan serta didukung pengangkatan-pengangkatan teknologi
membuahkan perilaku eksploitasi. Namun, sering berjalannya waktu, manusia
mulai menghadapi masalah persaingan mendapatkan sumber daya alam yang
ironisnya justru semakin berkurang dan tingkat daya dukungnya pun mulai
menurun. Masalah ini lah yang memaksa manusia untuk melihat kembali
bagaimana kedudukan, fungsi dan interaksinya dengan alam semesta yang
melahirkan gagasan kesadaran dan etika lingkunga.
Dasar-dasar pemikiran/pendekatan etika lingkungan, yaitu:
1. Dasar pendekatan ekologis
Mengenalkan suatu pemahaman adanya keterkaitan yang luas atas
kehidupan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu,
sekarang dan yang akan datang yang akan memberi dampak yang tak dapat
diperkirakan. Kita tidak bisa melakukan hanya satu hal atas alam, kita tidak juga
bisa sepenuhnya memahami bagaimana alam bekerja, pun kita tidak akan pernah
bisa mengelak bahwa apa yang kita lakukan pasti memberi dampak pada
organisme lain, sekarang atau akan datang.
2. Dasar pendekatan humanisme
Setara dengan pendekatan ekologis, dasar pendekatan ini menekankan
pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain
atas sumber daya alam.
3. Dasar pendekatan teologis
Merupakan dasar dari kedua pendekatan sebelumnya, bersumber pada
agama yang nilai-nilai luhur dan mula ajarannya menunjukkan bagaiman alam
sebenarnya diciptakan dan bagaimana kedudukan dan fungsi manusia serta
interaksi yang selayaknya terjalin antara alam dan manusia

Kesadaran-kesadaran lingkungan selayaknya ada bagi kepentingan keberlanjutan


bumi dan sumber daya alam, yaitu:
· 1.Manusia bukanlah sumber utama dari segala nilai
· 2.Keberadaan alam dan segala sumber dayanya bukanlah untuk manusia
semata, tetapi untuk seluruh spesies organisme yang ada didalamnya.
· Tujuan kehidupan manusia dibumi bukan hanya memproduksidan
mengonsumsi, tetapi sekaligus mengkonservasi dan memperbarui sumber daya
alam:
· 1. Meningkatkan kualitas hidup, sebagaiman dasar ketiga diatas, harus pula
menjadi tujuan kehidupan.
· 2. Sumber daya alam itu sangat terbatas dan harus dihargai sertadiperbaharui.
· 3. Hubungan antara manusia dengan alam sebaiknya kesetaraan antara manusia
dan alam, sebuah hubungan dengan organisme hidup dalam kerja sama ekologik.
· 4.Kita harus memelihara stabilitas ekologik dengan mempertahankan dan
meningkatkan keanekaragaman biologis dan budaya.
· Fungsi utama negara adalah mencanangkan dan pengawasan pemberdayaan
sumber daya alam, melindungi individu dan kelompok masyarakat dari eksploitasi
dan perusakan lingkungan.
· Manusia hendaknya saling berbagi dan mengasihi, tidak individualis dan
mendominasi.
· Setiap manusia di pelanet bumi adalah unik dan memilii hak berbagai atas
sumber daya alam.
· Tidak satu pun individu manusia, pihak industri atau negara berhak untuk
meningkatkan haknya atau sumber daya alam.
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

· Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu.
b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.
c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.

Bagian ketiga menjelaskan tentang larangan yaitu:


· Pasal 69
Setiap orang dilarang:
a. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup.
b. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
e. Membuang limbah ke media lingkungan hidup.
f. Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup.
g. Melepaskan produk rekayasa genetic ke media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan.
h. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
i. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.
j. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak
informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Pada bab XII dibahas tentang pengawasan dan sanksi administratif. Pada
bagian pertama dibahas tentang pengawasannya. Kemudian pada bagian kedua
dibahas tentang sanksi administratif yaitu:

· Pasal 76
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. Teguran tertulis.
b. Paksaan pemerintah.
c. Pembekuan izin lingkungan.
d. Pencabutan izin lingkungan.
· Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administrative terhadap penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah
secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang
serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

· Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak
membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab
pemulihan dan pidana.

· Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d
dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan
paksaan pemerintah.

· Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b
berupa:
a. Penghentian sementara kegiatan produksi.
b. Pemindahan sarana produksi.
c. Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi.
d. Pembongkaran.
e. Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran.
f. Penghentian sementara seluruh kegiatan.
g. Tindakan yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan
pemulihkan fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila
pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. Ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup.
b. Dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran
atau perusakannya.
c. Kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya.

· Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan
pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.

· Pasal 82
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak
ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan.

· Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

2.9 Penerapan Etika Lingkungan Hidup


Sikap ramah terhadap lingkungan hidup harus bisa menjadi sesatu
kebiasaan yangdilakukan oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupan baik
dalam lingkungankeluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membudayakan sikap tersebut antara
lain :
· Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah salah satu tempat yang sangat efektif
menanamkannilai-nilai etika lingkungan.Hal itu dapat dilakukan dengan :
1. Menanam pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orangtua
memberi tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin untukmerawatnya dengan
menyiram dan memberi pupuk.
2. Membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Secara bergantian,setiap
anggota keluarga mempunyai kebiasaan untuk menjaga kebersihandan merasa
malu jika membuang sapah sembarang tempat.
3. Memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk menyapurumah
dan pekarangan rumah secara rutin.

· Lingkungan Sekolah
Kesadaran mengenai etika lingkungan hidup dapat dilakukan di
lingkungan sekolahdengan memberikan pelajaran mengenai lingkungan hidup dan
etika lingkungan,melalui kegiatan ekstrakulikuler sebagai wujud kegiatan yang
konkret denganmengarahkan pada pembentukan sikap yang berwawasan
lingkungan seperti:
· Pembahasan atau diskusi mengenai isu lingkungan hidup
· Pengelolaan sampah
· Penanaman Pohon
· Penyuluhan kepada siswa
· Kegiatan piket dan jumat bersih

· Lingkungan Masyarakat
Pada lingkungan masyarakat , kebiasaan yang berdasarkan pada etika
lingkungan dapat ditetapkan melalui :
1.Membuangan sampah secara berkala ke tempat pembuangan sampah
2.Kesiadaan untuk memisahkan antara sampah organic dan sampah nonorganik
3.Melakukan kegiatan gotong - royong atau kerja bakti secara berkala dilingkungan
tempat tinggal
4.Menggunakan kembali dan mendaur ulang bahan-bahan yang
masihdiperbaharui
DAFTAR PUSTAKA
 rst06.blogspot.co.id/2015/04/makalah-krisis-ekologi.html?view=sidebar
 https://artnur.wordpress.com/.../etika-lingkungan-hidup-sebagai-landasan-
kebijakan-y...
 www.academia.edu/.../Kebijakan_Pengelolaan_Sumber_Daya_Alam_dan_
Krisis_Eko
 hernysandi.blogspot.com/2013/03/makalah-dampak-globalisasi-
terhadap.htm
 elvinabarus1110.blogspot.com/2016/02/makalah-etika-lingkungan.html

Anda mungkin juga menyukai