Di tahun 1918, Piaget menerbitkan novel intelektual, Recherché. Teks yang berpengaruh
ini menunjukkan program penelitian Piaget. Dalam tulisan itu, ia menyatakan bahwa
sains bersifat faktual dan agama bersifat sarat nilai. Piaget memperoleh jabatan
pertamanya di Neuchatel pada 1925, lalu pindah untuk menetap di Universitas Geneva
dari tahun 1929 sampai seterusnya. Ia ditunjuk menjadi Direktur International Bureau of
Education pada tahun yang sama dan kemudian menjadi Direktur International Center
for Genetic Epistemology pada 1955. Ia meraih gelar kehormatan pertama dari
Universitas Harvard pada 1963 diikuti lebih dari empat puluh gelar kehormatan termasuk
Erasmus Prize pada 1972. Piaget tetap berkarya setelah pensiun tahun 1971 dengan
menulis buku tentang epistemologi konstruktivis.
Meskipun demikian, bidang keilmuan yang pernah digeluti Piaget tetap berpengaruh
pada kerangka pemikiran sesudahnya. Salah satu contohnya adalah studi Piaget dan
istrinya atas ketiga anak mereka dalam mencari dasar biologis kaitannya dengan
moralitas yang ditulis dalam The Moral Judgment of the Child. Piaget menghubungkan
dasar biologis pada moralitas dengan logika formal. Sejak 1920-an sampai 1970-an,
psikolog Swiss ini mengembangkan sebuah “teori tahap” perkembangan anak yang
kompleks dan terperinci, dengan ketertarikan khusus pada pertumbuhan pengetahuan
dan pemahaman anak di dunia (“epistemologi genetik”). Karyanya dalam bidang ini
sering dibuatnya bersama rekan-rekannya, yang mencakup topik yang sangat luas,
seperti bahasa, berpikir, dan penalaran, moralitas serta konsep kausalitas.
Piaget adalah seorang ahli psikologi perkembangan, tetapi psikologi hanya berupa
bagian kecil dari pekerjaannya. Ia sebenarnya seorang ahli epistemologi. Ia mempelajari
bagaimana pengetahuan dan kompetensi diperoleh sebagai konsekuensi pertumbuhan
dan interaksi dengan lingkungan fisik dan sosial. Piaget mempelajari cara berpikir pada
anak-anak sebab ia yakin bahwa dengan cara ini ia akan memperoleh jawaban-jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan epistemologi, seperti “Bagaimana kita memperoleh
pengetahuan” dan “Bagaimana kita tahu bahwa apa yang bisa diketahui”. Hal-hal ini
menyangkut hubungan antara logika dan psikologi sebagai masalah yang ingin
dipecahkan pada setiap umur.
Piaget merupakan psikolog abad ke-20 yang sangat berpengaruh. Di tahun 1921, Piaget
melakukan riset tentang bagaimana cara peserta didik pada jenjang sekolah dasar
memberi alasan. Itulah mengapa Piaget tidak tertarik dengan jawaban benar atau salah
dalam tes intelegensi yang dilakukan Simon Binet terhadap anak-anak. Ketertarikan
Piaget pada bagaimana cara anak beralasan merupakan keniscayaan bahwa Piaget
memfokuskan studinya pada psikologi intelegen (kognitif). Adapun “tradisi
perkembangan kognitif” yang dapat disebut sebagai “perkembangan struktural,”
ditemukan dalam karya-karya Jean Piaget di tahun 1947 dan 1970. Pendekatan “kognitif”
atau “struktural” menekankan sifat aktif otak anak-anak ketika sadar untuk membangun
dan mengelola struktur pikiran dan tindakan. Premis dasarnya adalah bahwa semua
pengetahuan dibangun. Pendekatan kognitif ini mengidentifikasi serangkaian struktur
yang terorganisir kemudian diubah dalam urutan yang runtut ketika seseorang
membangun proses kognitif yang semakin berguna dan komplek melalui interaksi dengan
lingkungan.
Salah satu aspek penting dari warisan psikologi Piaget terkait dengan teori
perkembangan ialah adanya teori perkembangan Piaget yang terus dikembangkan oleh
Neo-Piagetian.48 Berdasarkan kesimpulan Robbie Case (1992) yang dikutip oleh R.
Murray dan Thomas, sikap ilmiah Neo-Piagetian terhadap pemikiran Piaget terbagi
menjadi tiga. Pertama, kelompok yang mengikuti atau setuju dengan postulat-postulat
dalam teori Piaget. Kedua, kelompok yang memilah dan mengembangkan postulat-
postulat Piaget. Ketiga, kelompok yang mengubah sistem klasik para pengikut Piaget.
Tidak heran bahwa Piaget tidak setuju mendefinisikan intelegensi berkaitan dengan
sejumlah item yang terjawab dengan benar yang dikenal dengan tes intelegensi. Bagi
Piaget, tindakan intelektual adalah sesuatu yang menyebabkan pertimbangan terhadap
kondisi-kondisi optimal untuk kelangsungan hidup individu. Dengan kata lain intelegensi
membiarkan individu berhubungan dengan lingkungannya. Ketika lingkungan dan
individu berubah maka intelegensi antara keduanya harus berubah terus-menerus.
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psikofisik untuk
mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang
tepat. Jadi, intelegensi bukan hanya persoalan otak saja melainkan juga kualitas organ-
organ tubuh lainnya.
Selain dipengaruhi oleh Descartes yang beraliran rasionalisme, teori Piaget juga
dipengaruhi oleh aliran empirisme Para penganut empirisme berpendapat bahwa
sesungguhnya pengetahuan bersumber dari luar individu dan pengetahuan
diinternalisasi oleh indra-indra. Piaget mengemukakan bahwa teorinya merupakan
sintesis dari gagasan pemikiran aliran empirisme dan rasionalisme. Piaget berpendapat
bahwa observasi dan penalaran adalah dua usaha yang saling bergantung untuk mencari
pengetahuan dan kebenaran.Jadi, teori yang dibangun oleh Piaget menekankan sama
pentingnya pengalaman inderawi dan penalaran. Kedua alat tersebut merupakan dua hal
yang saling berkelindan.
Dalam perkembangan keilmuan, gabungan kedua metode ini disebut metode keilmuan.
Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan
empirisme memberikan kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran. Kedua
metode ini jika digunakan secara dinamis akan menghasilkan pengetahuan yang
konsisten dan sistematis serta dapat diandalkan, sebab pengetahuan tersebut telah teruji
secara empiris.
Salah satu karya Piaget yang paling berpengaruh di bidang perkembangan sosial dan
moral adalah The Moral Judgment of Child. Ditulis pada 1932, antara dua perang dunia,
ini adalah karya monumentalnya di bidang psikologi perkembangan.
Meskipun sedikit dari apa yang ditulis dalam buku ini ditujukan langsung pada pendidik,
ia telah membentuk landasan teoritis yang kuat bagi praktik pendidikan moral.
Pertanyaan utama dari buku ini adalah “Bagaimana pertimbangan moral anak-anak
berkembang?” Piaget sangat menyadari implikasi sosial dan moral yang mendalam dari
pertanyaan ini, terutama bagi Eropa Barat pada waktu itu. Dengan bangkitnya fasisme
dan bentuk pemerintah yang totaliter lainnya, adalah penting menentukan bagaimana
penalaran dan perilaku moral anak-anak dapat berkembang sehingga tindakan generasi
masa depan dapat didasarkan pada keadilan dan rasio bukannya ketundukan buta pada
aturan yang sewenang-wenang. Relevansi konteks sosial Piaget dengan implikasi
pendidikan di kemudian hari adalah bahwa tujuan dari pendidikan adalah kepemilikan
sifat otonomi dalam diri peserta didik.
Berdasarkan pengamatannya pada metode pengasuhan dan pendidikan anak yang lebih
tradisional pada waktu itu, Piaget memperingatkan orang tua dan guru terhadap
penggunaan paksaan dan indoktrinasi sebagai sarana pendidikan moral. Indoktrinasi
memperkuat kecenderungan alami anak terhadap ketergantungan heteronom pada
peraturan eksternal. Pemaksaan dapat menyebabkan pemberontakan, ketundukan buta,
atau kalkulasi (di mana anak patuh dan mengikuti aturan dewasa hanya ketika orang
dewasa mengawasinya). Ketika orang dewasa meminimalkan penggunaan otoritas yang
tidak perlu, ini lebih membuka kemungkinan pada anak-anak untuk membangun
penalaran dan rasa kebutuhan mereka tentang aturan dan hubungan sosial lainnya.
Inti gagasan-gagasan Piaget mentransformasi karakter-karakteristik yang mendasar
tentang asumsi-asumsi perkembangan intelektual pada awal abad dua puluh. Pemikiran
utama Piaget yang ambisius ialah bahwa kompetensi intelektual merepresentasikan
suatu operasi terintegrasi, yang dibangun dari refleksi-refleksi atas pelbagai tindakan
anak. Pemikiran berpengaruh yang kedua adalah perkembangan intelektual melewati
sederet tahapan yang berkaitan, di mana suatu pengetahuan dari tahapan sebelumnya
akan bergabung ke dalam tahapan berikutnya. Piaget tidak sependapat dengan aliran
behaviorisme di mana bakat anak terdorong dari penguatan eksternal. Piaget melihat
bahwa suatu tindakan yang dibangun dari pertalian stimulus-respons tidak akan dapat
mempertahankan tahapan-tahapan perkembangan.
Rujukan:
Jean Piaget merupakan seorang psikologi pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme
sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Gredler (2011:336-338)
menjelaskan bahwa piaget membagi proses belajar menjadi tiga tahapan yaitu: Tahap asimilasi
maksudnya sebuah proses penyatuan informasi yang baru ke struktur yang sudah ada dalam
benak siswa. Misalnya: Tahap akomodasi maksudnya proses penyesuaian struktur kognitif
kedalam situasi yang baru dan Tahap equilibrasi adalah proses penyesuaian berkesinambungan
antara asimilasi dengan akomodasi. Selanjutnya, Hergenhall dan Onson (200) berpendapat
bahwa ada lima konsep utama dalam teori Piaget ini, yakni intelegensi (ciri bawaan yang dinamis
berupa tindakan cerdas yang membawa manusia secara optimal pada kelangsungan hidup
organisme), skemata (potensi untuk bergerak dengan cara tertentu atau untuk berperilaku
tertentu), asimilasi (pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan
fisik) dan akomodasi (penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru), ekuilibrasi
(penyeimbangan dari asimilasi dan akomodasi atau mengorganisasikan antara pengalaman
dengan lingkungan), dan interiorisasi (proses penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik
menuju tahap kognitif).
Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai
tingkatan perkembangan proses berpikir formal, yaitu:
Awalnya pengalaman bersatu dengan dirinya. Pada tahap ini pengalaman yang diperolehnya
melalui pada perubahan fisik sebagai gerakan anggota tubuh dan sensori sebagai koordinasi alat-
alat indera bersatu, berarti dalam satu objek ada, apabila ada penglihatannya selanjutnya
berusaha mencari objek asal kemudian hilang dari pandangannya
(berpindah/terlihat).Misalnyaanak mulai bisa berbicara meniru suara kenderaan, suara kucing
megeong dan sebagainya.pada usia 0 – 2 tahun gerakan tubuhlan yang berkoordinasi dengan alat
inderanya.
Istilah operasi maksudnya adalah berupa tindakan-tindakan yang kognitif dan tahapan ini disebut
tahap pengorganisasian operasi kongkrit seperti mengklasifikasikan sekelompok objek atau
menata benda-benda menurut aturan, urutan tertentu dan membilangkan. Pemikiran anak lebih
banyak berdaarkan pengalaman konkrit dibanding dengan pemikiran yang logis sehingga jika dia
melihat objek yang kelihatan berbeda akan mengatakan yang berbeda. Misalnya kelereng besar
lima buah terletak diatas meja lalu dirubah letak kelereng tersebut agak jauh maka ia mengatakan
jumlah kelereng tersebut lebih banyak.
1. Tahap Operasi Konkrit ( usia 6 – 12 tahun).
Pada tahap ini pada umumnya anak-anak sudah berada di bangku sekolah dasar akan dapat
memahami operasi logis melalui bantuan berupa benda-benda yang kongkrit, mampu
mengklasifikasikan, mampu memandang objek secara objektif dan berpikir reversible contoh :
diberikan bola warna merah 10 buah, kuning 5 buah, hijau 3 buah. Jika ditanyakan bola warna
apa yang paling sedikit maka dia akan menjawab bola warna hijau.
Pada tahapan ini penalaran dalam struktur kognitifnya telah mampu menggunakan symbol, ide,
abstraksi dan generalisasi.Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara
kualitas dan anak sudah mampu mengadakan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang
abstrak telah memiliki kemampuan untuk melakukan operasi yang menyatakan hubungan
diantara hubungan-hubungan dan memahami konsep promosi. Missal: berikan gambar dua buah
pohon, satu gambar pohon yang kecil/pendek dan satu lagi pohon besar/tinggi suruh anak-anak
tersebut untuk mengukur. Jadi berdasarkan hal ini menurut Jean Piaget bahwa pada dasarnya
setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkontruksikan pengetahuannya
sendiri.
Sanjaya (2006) menyatakan, pengetahuan yang dikontruksi si anak sebagai subjek maka akan
menjadi pengetahuan yang sangat bermakna (berusaha sendiri untuk mencari jawaban),
sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi
pengetahuan yang bermakna, hanya diingat sementara setelah itu lupa, apa kira-kira keterkaitan
hal tersebut dengan proses belajar?
Berikut ini Elkind mengemukakan bahwa perlunya singkronisasi kurikulum dengan tingkat
kemampuan fisik dan kognitif serta kebutuhan social dan emosional siswa. Implikasi lain terkait
dengan pernyataan Piaget yang menekankan betapa strategisnya interaksi individu dan
lingkungan, mengharuskan kurikulum peduli pada pengembangan interactive learning siswa
sesuai dengan tingkat kemampuan sianak. Slavin (1994) menyimpulkan bahwa teori piaget
memberikan arahan tentang krusialnya inisiatif diri yang relevan untuk mendorong bereka
belajar menemukan melalui interaksi dengan lingkungannya.
Dari seluruh penjelasan di atas, Piaget jelas berpendapat bahwa pengalaman pendidikan anak
harus dibangun. Pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si
pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan
intelektual.
Santrock (2008:61) menyatakan bahwa Teori Piaget dapat diterapkan dalam pembelajaran
dengan cara:
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa, sebab itu guru akan
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
2. Anak-anak belajar lebih baik bila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, guru harus
membantu supaya bisa berinteraksi dengan lingkungannya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak, hendaknya dirasakan baru dan tidak asing.
4. Berikan peluang, agar sianak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas anak-anak hendaknya, diberikan peluang saling berbicara dan berdiskusi
dengan teman-temannya.
Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan Jean Piaget, antara lain:
1. Belajar aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek
belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi
belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri;
memanipulasi symbol-simbol; mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri;
membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara
subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang
lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan
kognitif akan berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah
kognitif anak akan semakin beragam. Hal ini memperkuat pendapat dari JL.Mursell.
3. Belajar lewat pengalaman sendiri
Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik
daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk
berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan
kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.
Jadi jelaslah sudah bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya
dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.