Anda di halaman 1dari 48

1

RESPONSI KASUS

SINDROM NEFROTIK

Oleh
ANDIK SUNARYANTO (0402005114)

Pembimbing
dr. I KETUT SUARTA, SpA (K)

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH DENPASAR
2009
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
penulisan responsi kasus yang berjudul Sindrom Nefrotik ini dapat selesai tepat
pada waktunya.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. I Komang Kari, SpA (K) selaku kepala bagian di Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak.
2. Dr. I Ketut Suarta, SpA (K) selaku koordinator pendidikan di Lab/SMF
Ilmu Kesehatan Anak dan pembimbing dalam penulisan responsi kasus
ini.
3. Dr. A.A.Tri Yuliantini selaku residen nefrologi yang juga telah
membimbing dalam penulisan responsi kasus ini.
4. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Responsi kasus ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan tulisan ini. Semoga
tulisan ini bermanfaat.

Denpasar, September 2009

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1. Definisi ...................................................................................... 3
2.2. Epidemiologi ............................................................................. 3
2.3. Etiologi ....................................................................................... 3
2.4. Patofisiologi ............................................................................... 5
2.5. Manifestasi Klinis....................................................................... 7
2.6. Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 8
2.7. Penatalaksanaan ……………………………………………… 9
2.8. Komplikasi ................................................................................. 13
2.9. Prognosis ................................................................................... 15
BAB III LAPORAN KASUS .......................................................................... 17
3.1. Identitas ..................................................................................... 17
3.2. Anamnesis .................................................................................. 17
3.3. Pemeriksaan Fisik ...................................................................... 18
3.4. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ............................................. 19
3.5. Diagnosis .................................................................................... 21
3.6. Penatalaksanaan.......................................................................... 21
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Resume ………………………………………………………… 22
42. Diskusi …………………………………………………………. 23
DAFTAR PUSTAKA
4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari
proteinuria masif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine
sewaktu > 2mg/mg atau dipstick ≥ 2+ ), hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema,
dan dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL).1
Angka kejadian sindrom nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara
2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di
Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan perbandingan anak
laki-laki dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan
sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab
tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000. Perbandingan
anak laki-laki dan perempuan 2:1.1
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu
kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit
sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik.
Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia
kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan
mempunyai prognosis buruk. Pada tulisan ini akan dibicarakan aplikasi klinis
dari sindrom nefrotik idiopatik pada pasien anak yang dirawat di RSUP Sanglah.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari
proteinuria masif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine
sewaktu > 2mg/mg atau dipstick ≥ 2+ ), hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema,
dan dapat disertai hiperkolesterolemia.1
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik,
antara lain 1:
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2
LPB/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) selama
3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan
pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun
pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6
bulan pertama atau ≥ 4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan di mana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal
ini terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4
minggu.

2.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling
muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi
pada 85-90% pasien dibawah umur 6 tahun; 4 Di Indonesia dilaporkan 6 kasus
per 100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta (Wila Wirya)
6

menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom
nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya
diantara 521 pasien, 76,4% merupakan tipe kelainan minimal.2
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun
diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset
tertinggi terjadi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat
berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10 tahun.3

2.3 Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 2,4,
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini
secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada
penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam
sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, salah satu jenis
sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.2
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik
idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis:
Sindrom nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis proliferatif (mesangial
proliferation), dan glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini
dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa;
dengan kata lain, ketiga gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu
penyakit tunggal. 4

PATHOLOGI. 4

Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) (85% dari kasus sindrom
nefrotik pada anak), glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan
peningkatan minimal pada sel mesangial dan matrixnya. Penemuan pada
mikroskop immunofluorescence biasanya negative, dan mikroskop electron
hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada
7

glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi
kortikosteroid.

Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation) (5% dari total


kasus SN) ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial yang difus dan
matriks pada pemeriksaan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluoroscence
dapat memperlihatkan jejak 1+ IgM mesangial dan/atau IgA. Mikroskop
electron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial dan matriks diikuti
dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan lesi histologis ini
berespon dengan terapi kortikosteroid.

Glomerulosklerosis fokal segmental (focal segmental glomerulosclerosis /


FSGS) (10% dari kasus SN), glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial
dan jaringan parut segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa.
Mikroskop immunofluorescence menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area
yang mengalami sclerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop electron, dapat
dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft disertai dengan kerusakan
pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula pada infeksi HIC,
reflux vesicoureteral, dan penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20% pasien
dengan FSGS yang berespon dengan terapi prednison. Penyakit ini biasanya
bersifat progresif, pada akhirnya dapat melibatkan semua glomeruli, dan
menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (end stage renal disease) pada
kebanyakan pasien.

2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin,
probenesid, racun serangga, bisa ular. Penyakit sistemik imunologik: lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schinlein, sarkoidosis.Neoplasma: tumor
paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
8

2.4 PATOFISIOLOGI

PROTEINURIA
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas
membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan
dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein.
Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan
yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua
mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul
protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria
dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul
protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri
dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein
yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.

HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun. 4

EDEMA
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill.
Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci
terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan
interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan
9

bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan


kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme
kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin
berlanjut. 2
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat
sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan
ginjal akan menambah retensi natirum dan edema akibat teraktivasinya sistem
Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan konsentrasi hormon aldosteron
yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium
sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga terjadi
kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang
menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini
mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler
peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium. 2,7

HIPERLIPIDEMIA
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein
dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. 5

2.5 Manifestasi Klinis 2,4,6


Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh
dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan
dimulai dari daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian
menghilang, digantikan oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.
10

Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, diamana awalnya


terjadi disekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya
diduga sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun
dari hari kehari. Seiring waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan
asites, efusi pleura, dan edema genital. Anorexia, iritabilitas, nyeri perut, dan
diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan. Differensial
diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit jantung
kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. 4
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil
dan bayi yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema
interstisial dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering
ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat menjadi
anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi
badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umumnya normal atau
rendah, namun 21 % pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya
sementara, terutama pada pasien yang pernah mengalami deplesi volume
intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi renin berlebihan,
sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnya, sebagai respon tubuh terhadap
hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan
glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang
menetap. Dalam laporan ISKDC (International Study of Kidney Diseases in
Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20%
disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum
darah yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai
gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat
peritonitis.1
Diagnosa banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-
Associated Renal Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis,
Glomerulonephritis akut/kronis, HIV Nephropathy, IgA Nephropathy.
11

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:1
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein /
keriatinin pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah antara lain
3.1 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,
hematokrit, LED)
3.2 Kadar albumin dan kolesterol plasma
3.3 Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik
atau dengan rumus Schwartz
3.4 Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus sistemik,
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (Anti nuclear
antibody) dan anti ds-DNA

Indikasi biopsi ginjal: 1


- Sindrom Nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin
dan ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun.
- Sindrom Nefrotik resisten steroid
- Sindrom Nefrotik dependen steroid

2.7 Penatalaksanaan 1
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya
penderita dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan
dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan
steroid, dan edukasi bagi orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai,
dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama
steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis maka diberikan obat anti tuberkulosis
(OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan
kemampuan pasien.
12

Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang


dianggap kontra indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk
mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan
terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup diberikan diet protein normal
sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu 2 g/kg BB/hari.
Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan
hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan
jika anak menderita edem.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases
in Children) pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan
pemberian prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m2LPB/hari (maksimal 80
mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison
dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).
Prednison dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setalah
pemberian steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% ksus,
dan remisi mencapai 94 % setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi
remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4
minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara
alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4
minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak tarjadi remisi, pasien dinyatakan
sebagai resisten steroid. (Gambar 1)

4 minggu 4 minggu
....................................

Remisi (+) Dosis alternating


Proteinuri (-) (AD) prednisone FD : 60 mg/m 2LPB/hari
Edema (-)
Remisi (-): Resisten steroid Prednison AD : 40 mg/m2 LPB/hari

Imunosupresan lain

Gambar 1. Pengobatan inisial dengan kortikosteroid 1


13

b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,
tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50%
diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat dilihat
pada Gambar. 2, yaitu diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal
4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu.
Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi tanpa
edema, sebelum dimulai pemberian prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya,
biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi , diberikan antibiotik 5-7
hari, dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian proteinuria menghilang,
tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥
2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan diberi pengobatan
relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,
sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.
Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid
inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa penggolongan, yaitu:
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps ≥ 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis
steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan,
dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.

remisi
FD AD

Prednisone FD : 60 mg/m2LPB/hari
Prednison AD : 40 mg/m2 LPB/hari

Gambar 2. Pengobatan sindrom nefrotik relaps 1


14

c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid


Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4
pilihan, yaitu:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian Levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)
Selain itu perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi,
atau cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps sering /
dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh,
diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan perlahan /
bertahap 0,2 mg/kg BB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps
yaitu anatara 0,1-0,5 mg/kkg BB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold
dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan (Gambar
3). Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednison 0,5 mg/ kgBB dan
anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgBB secara alternating.

d. Penderita lama (Pengobatan Relaps)


 Relaps tidak frekuen : prednison 2mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis, diberikan 3 hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis
intermiten dibagi dalam 3 dosis selama 4 minggu.
 Relaps frekuen : berikan prednison dosis penuh sampai remisi,
kemudian dilanjutkan dengan sitostatika atau imunosupresen,
siklofosfamid atau klorampusil bersama-sama dengan prednison
dosis intermiten selama 8 minggu.
e. Penderita rawat jalan
 Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan,
mengukur tinggi badan, tekanan darah, dan pemeriksaan tanda-
tanda lainnya.
 Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin,
darah tepi, kadar urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali
tergantung pada situasi.
15

Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain


remisi total (tanpa terapi), remisi parsial/rest protein 1 + tanpa (obat) ,
proteinuria +/++ tanpa edema dan disertai gejala infeksi, berikan
antibiotka (ampisilin atau amoksisilin) 3-5 hari. Bila tetap ada proteinuri
maka dianggap sebagai relaps.
f. Pengobatan tambahan:
a. Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik,
furosemid 1-2 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral.
b. Odem menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau
plasma 10-20 ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1
mg/kgBB/kali.
c. Mengatasi renjatan yang diduga kerana hipoalbuminemia (1,5
g/dl) berikan albumin atau plasma darah..

2.8 Komplikasi 1
1. Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah
selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan
komplemen faktor B dan D di urin.Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (
pneumonia pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK ) diberikan
antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian imunoglobulin G
intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin pneumokokus.
Pemakaian imunosupresan menambah resiko terjadinya infeksi virus seperti
campak, herpes. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh
kuman gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan
pengobatan penisilin parenteral, dikombinasikan dengan sefalosporin
generasi ketiga yaitu sefataksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.
2. Hiperlipidemia
Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan
kadar kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa),
sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat
16

aterogenik dan trombogenik. Pada sindrom nefrotik sensitif steroid, karena


peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara, cukup dengan pengurangan
diit lemak.
3. Hipokalsemia
Terjadi hipokalsemia karena:
 Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan
osteoporosis dan osteopenia
 Kebocoran metabolit vitamin D
Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik
resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500mg/hari dan
vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas
50mg/kgBB intravena.
4. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik
relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia,
ekstrimitas dingin dan sering disertai sakit perut.
Penyulit lain yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, syok
hipovolemik, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun).
Penanganan sama dengan penanganan keadaan ini pada umumnya .Bila
terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat dilakukan transplantasi
ginjal.

2.9 Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang
baik terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis
jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun
menunjukan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada
glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada
sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.1,2
17

INFEKSI SALURAN KEMIH

1. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan dimana terjadi pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih yang biasanya steril, meliputi
infeksi di parenkim ginjal sampai kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
yang bermakna.10

2. Epidemiologi
ISK terjadi 3-5% pada anak perempuan dan 1% pada anak laki-laki. Pada
wanita, ISK pertama kali biasanya terjadi pada usia 5 tahun, diduga faktor uretra
yang lebih pendek pada perempuan yang berperan dalam hal ini. Data prevalensi
rumah sakit RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (1993-1995) didapatkan 212
kasus ISK, dengan rata-rata 70 kasus baru per tahun. Data studi kolaboratif pada
7 rumah sakit pusat pendidikan dokter di Indonesia dalam kurun 5 tahun (1984-
1989) dilaporkan angka kejadian kasus baru ISK pada anak berkisar antara 0,1-
1,9% dari seluruh kasus pediatric yang dirawat . Jumlah ISK kompleks di
Jakarta lebih sedikit dari ISK simpleks yaitu 22,2% dari 42 kasus ISK.
Meskipun lebih sedikit perlu mendapat perhatian khusus karena dapat bersifat
progresif. 11

3. Etiologi
Terbanyak disebabkan oleh bakteri-bakteri penghuni usus, yaitu terbanyak E.
Coli (70-80%). Prevalensi penyebab bakteri lainnya seperti, Klebsiella, Proteus
Sp., Pseudomonas, Enterokokus, Stafilokokus, dll. Bervariasi tergantung umur
penderita. Infeksi virus, khususnya adenovirus, dapat juga terjadi, khususnya
sebagai penyebab sistitis.12

4. Faktor Risiko 10,12


Faktor risiko untuk terjadinya ISK pada anak-anak antara lain:
 Anak yang menerima antibiotika spektrum luas (mis, amoxicillin,
cephalexin), yang sangat mungkin dapat merubah keseimbangan flora
18

normal pada saluran cerna dan daerah periuretra, sehingga mengganggu


mekanisme pertahanan alami terhadap bakteri patogen.
 Inkubasi bakteri yang memanjang di dalam urine kandung kemih oleh
karena pengosongan kandung kemih tidak sempurna, atau frekuensi
berkemih yang jarang, sehingga menurunkan mekanisme penting
pertahan kandung kemih terhadap infeksi.
 Konstipasi, dimana terjadi dilatasi kronis pada rektum karena
penumpukan feses, adalah salah satu penyebab penting dari disfungsi
berkemih. Kelainan neurogenik atau anatomi dari kandung kemih dapat
juga menjadi penyebab disfungsi berkemih.
 Sirkumsisi, dimana disebutkan bahwa sirkumsisi pada neonatus
menurunkan risiko ISK sebesar kurang lebih 90% pada bayi laki-laki
selama tahun-tahun pertama kehidupan. Pada bayi laki-laki yang di
sirkumsisi, risiko untuk terjadinya ISK adalah 1/1000, sedangkan yang
tidak disirkumsisi risikonya adalah 1/100.
 Reflux vesiko-ureter, adalah suatu keadaan dimana urin mengalir secara
retrograde, dari kandung kemih ke ureter dan pelvis renalis. Ureter
secara normal menenpel pada kandung kemih dalam arah oblik,
melubangi otot kandung kemih dari arah lateral dan berjalan diantara
mukosa kandung kemih dan otot-otot detrusor, membentuk suatu
mekanisme katup yang mencegah terjadinya refluks. Refluk terjadi jika
saluran submukosa antara mukosa dan otot detrusor terlalu pendek atau
tidak ada. Refluk biasanya terjadi secara congenital, terjadi pada
keluarga, dan mengenai sekitar 1% dari seluruh anak-anak7
 Uropati obstruktif, yang biasanya disebabkan oleh adanya katup uretra
posterior sehingga menyebabkan terjadinya obstruksi aliran urin dan
meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
 Kateterisasi atau instrumentasi uretra yang tidak mengindahkan prinsip-
prinsip aseptik dan tindakan antiseptik.
 Menyeka sisa-sisa kemih dari belakang ke depan.
 Mandi busa.
 Pakaian dalam yang terlalu ketat.
19

5. Manifestasi Klinis

Infeksi saluran kemih dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada bayi baru
lahir gejala dapat berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan pertumbuhan,
atau tanda-tanda sepsis. Pada masa bayi gejala sering berupa panas yang tidak
diketahu penyebabnya, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan
berkurang, kadang – kadang diare atau kencing sangat berbau. Pada usia
prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam, sering kencing, dan mengompol.
Pada usia sekolah gejala spesifik makin nyata berupa mengompol, sering
kencing sakit waktu kencing, atau sakit pinggang 4.

Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian atas (ureter, pielum,
dan ginjal) sedangkan gejala ISK bagian bawah ( kandung kemih dan uretra)
biasanya lebih ringan, umumnya berupa disuria, polakisuria, atau kencing
mengedan, tanpa demam.

Secara umum gejala klinis dari infeksi saluran kemih berbeda – beda yaitu
tergantung dari umurnya, berikut uraiannya :

 Umur 0 – 1 bulan : Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan


diare, kejang, koma, panas / hipotermia tanpa diketahui sebabnya
 Umur 1 – 24 bulan: Panas / hipotermia tanpa diketahui sebabnya,
gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik
(anak menjerit keras), air kemih berbau / berubah warna, kadang –
kadang disertai nyeri perut /pinggang.
 Umur 2 – 6 tahun : Panas / hipotermia tanpa diketahui sebabnya,
tidak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih
berbau dan berubah warna, diare, muntah, gangguan pertumbuhan serta
anoreksia.
 Umur 6 – 18 tahun : Nyeri perut / pinggang, panas tanpa diketahui
sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polikisuria, disuria, enuresis, air
kemih berbau dan berubah warna.
20

6. Diagnosis 13

Pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk menegakkan diagnosis Infeksi


saluran kemih adalah biakan urine dan pemeriksaan urine lengkap. Kriteria
diagnosis ISK pada anak berdasarkan pemeriksaan kultur urine dapat disimak
pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria diagnosis ISK pada anak.


Cara pengumpulan urin Jumlah koloni (biakan Kemungkinan adanya
murni ISK
Aspirasi suprapubik Bakteri gram negatif > 99%
seberapapun jumlahnya
Bakteri gram positif >
beberapa ribu
Kateterisasi kandung > 105 95%
kemih > 104-105 Diperkirakan ISK
> 103-104 Diragukan; Ulangi
> 103 Tidak ada ISK

Cara pengumpulan urin Jumlah koloni (biakan Kemungkinan adanya


murni ISK
Urine porsi tengah > 104 Diperkirakan ISK
Anak laki-laki 3 x biakan > 105 95%
Anak perempuan 2 x biakan > 105 90%
1 x biakan > 105 80%
5 x 104 -105 Diragukan, Ulangi
104 – 5 x 104 Klinis simtomatik:
diragukan, Ulangi
Klinis simptomatis Diperkirakan
ISK,Ulangi
Klinis asimptomatis Tidak ada ISK

< 104 Tidak ada ISK


21

7. Diagnosis Banding4
Berdasarkan kriteria diatas, diagnosis ISK sangat mudah ditegakkan. Adanya
disuria saja dapat juga merupakan gejala vaginitis (perempuan), dan manifestasi
adanya cacing kremi. Apabila ISK disertai hematuri, maka perlu dievaluasi
penyebab hematuri yang lain.

8. Penatalaksanaan13
 Eradikasi kuman/pemberian antibiotik segera dan adekuat
Jenis antibiotik yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan hasil biakan,
namun pemberian antibiotik tidak boleh menunggu waktu. Jadi antibiotik harus
segera diberikan secara empiris sambil menunggu hasil biakan. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa anak dengan ISK yang disertai demam yang diberikan
pengobatan dalam 24 jam saat mulai demam dapat mencegah terjadinya
perubahan di ginjal. Sedangkan bila > 24 jam baru mendapat terapi mempunyai
risiko terjadinya perubahan-perubahan di ginjal dan diperlukan tindakan yang
segera dan efektif untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal. Anak dengan
ISK kompleks dan bayi < 3 bulan diberikan antibiotik secara parenteral
kombinasi antara ampisilin dan gentamisin, sedangkan pada bayi 3-6 bulan
diberikan gentamisin saja atau sefalosporin generasi ke-3. Apabila keadaan
umum sudah membaik, antibiotik intravena dapat diganti dengan oral.

9. Prognosis6
ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai prognosis lebih baik bila dilakukan
pengobatan pada fase akut yang andekuat dan disertai pengawasan terhadap
kemungkinan infeksi berulang.
22

HERPES ZOSTER

1. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yamg disebabkan infeksi virus varisela zoster
yang menyernag kulit dan mukosa, yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). 5

2. Epidemiologi

Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh
musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan
sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih
kurang 1% setahun.5

3. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili
alfa herpes viridae.

4. Patogenesis

Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini
virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia
permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti
masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian
mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik
dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar
melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri
atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih
tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat
23

tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah
reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

5. Gambaran Klinis5

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi
pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang
timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam,
terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari
sebelum terjadi erupsi.

Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang
lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh.
Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu
ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas
hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah
menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi
mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3
minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-
anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit
segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah
menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada
dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).

Pemeriksaan penunjang yang khas yaitu Tzank tes, didapatkan sel datia
berinti banyak.

6. Penatalaksanaan5

Terapi sistemik bersifat simtomatik. Antiviral asiklovir sejak lesi pertama


muncul. Penggunaan kortikosteroid hanya untuk sindrom amsay Hunt untuk
mencegah fibrosis.
24

3. HUBUNGAN ANTARA SINDROM NEFROTIK DAN ISK

Prevalensi ISK pada sindrom nefrotik cukup tinggi, meningkatnya prevalensi


ini karena hilangnya imuglobulin, defektif fungsi T sel, adanya ascites, dan
malnutrisi relatif. Bakteri penyebab utamanya oleh Staphylococcus aureus
(67.9%), Klebsiella species (17.9%) and Pseudomonas (14.2%). Pada pengujian
invitro didapatkan resistansi pada nalidixic acid dan ampicillin tetapi sensitif
pada cefotaxime, ceftriazone dan ciprofloxacin. 15

Penelitian lain menyebutkan kejadian tertinggi infeksi pada sindrom


nefrotik adalah ISK. Penelitian dilakukan terhadap 154 orang dengan sindrom
nefrotik, dan didapatkan 59 anak (38%) mengalami ISK, diikuti TBC primer
(10,4%), peritonitis (9,1%), dan infeksi kulit (5,2%).16 Penelitian lain
menunjukkan 40,26% komplikasi berupa ISK. 17

4. HUBUNGAN ANTARA SINDROM NEFROTIK DAN HERPES


ZOSTER

Penelitian yang mencari hubungan sindrom nefrotik dan infeksi varisela


menunjukkan hasil dari studi serologis bahwa selama fase awal penyakit
menampakkan berkurangnya C3, C4, dan properdin factor B. Antigen antibodi
virus varisela tersimpan dalam glomerulus sehingga mengaktifkan jalur klasik
dan alternatif komplemen, menyebabkan aktivasi komplek imun. Selama fase
nefrotik, terjadi peningkatan sel OKT8, yang merupakan penanda virus, dan
berkurangnya sel OKT4. Dua bulan kemudian, perubahan berangsur-angsur
kembali kenormal ketika terjadi remisi. 18
25

BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : KD
Umur : 8 tahun 3 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Br. Sawan Siangan Gianyar
Suku : Bali
Agama : Hindu
MRS : 18 Agustus 2009, 21:25 WITA
Tanggal pemeriksaan : 8 September 2009

II. ANAMNESA
Keluhan utama :
Bengkak pada wajah dan kaki
Riwayat penyakit sekarang :
- Pasien dikeluhkan bengkak sejak 15/8/2009 (4 hari SMRS). Bengkak
dikatakan awalnya pada daerah wajah lalu ke kaki. Bengkak
dikatakan tiba-tiba pada waktu pasien bangun tidur dirasakan wajah
bengkak dan lalu ke kedua kaki. Bengkak seperti ini baru pertama
kali dialami. Orang tua pasien menyatakan pasien kelihatan lebih
gemuk dari biasanya.
- Keluhan sesak, nyeri pada dada, tidak ada. Keluhan sesak saat
beraktivitas dan waktu tidur tidak ada, pasien biasa menggunakan 1
bantal waktu tidur.
- Pasien juga dikeluhkan mual dan muntah. Muntah dengan frekuensi
2-3 kali per hari, volume sekitar ½ gelas aqua, berisi air dan
makanan.
- Nafsu makan dan minum pasien juga menurun.
- BAK menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna kuning,
riwayat kencing kemerahan tidak ada.
26

- BAB dikatakan lebih encer dari biasanya sebanyak 1 x SMRS.


- Sejak 4 hari SMRS, timbul kemerahan pada lengan atas kiri timbul
bintik-bintik berair, terasa nyeri, tidak gatal.
- Panas sebelumnya, nyeri kepala, batuk, pilek tidak ada.
- Riwayat nyeri menelan 2 minggu sebelumnya tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu :.


 Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Riwayat pengobatan:
Pasien pernah dibawa ke dokter umum karena keluhan bengkak tanggal
16/8/2009 diberi sirup amoksilin, sirup antimuntah. Tapi belum
membaik, lalu dibawa ke dr SpA 17/8/2009 dan diberi obat, namun lupa
nama obatnya.
Riwayat keluarga:
Keluarga tidak ada yang memiliki penyakit yang sama

Riwayat persalinan:
Spontan, ditolong bidan, langsung menangis, berat badan lahir
2500 gram, dan tidak ada kelainan
Riwayat nutrisi :
ASI : 0 – 2 Tahun
Makanan dewasa : 3 tahun - sekarang
Riwayat Tumbuh Kembang:
Mengangkat Kepala : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 10 bulan
Riwayat Imunisasi:
BCG, DPT 3X, Polio 4X, Hepatitis B 3X, Campak 1X
Riwayat sosial:
Pasien adalah anak pertama dari 2 bersaudara dan duduk di kelas 3 SD.
Pergaulan baik, dikelas tidak dapat peringkat kelas.
27

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status present :
 KU : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tensi : 140/90 mmHg
 Nadi : 80x/menit, reguler, cukup
 RR : 25 x/menit reguler.
 T ax : 36,7 0C
 BB (koreksi) : 21,5 kg
 TB : 122 cm
 BBI : 23 kg
 LLA : 16 cm

Status general :
 Kepala : Normocephali, UUB menutup
 Mata : anemia -, ikterus -, Refleks pupil +/+ isokor,
edema palpebra +/+
 THT :
Telinga : sekret -/-
Hidung : napas cuping hidung (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil: T1/ T1, hiperemis (-).
 Leher : kaku kuduk (-) , pembesaran kelenjar (-)
 Thoraks : Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan
dada simetris, retraksi (-)
 Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, Precordial Bulging (-)
Palpasi : kuat angkat (-)
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler mur-mur (-)
 Paru-paru
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
28

 Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar-lien tidak teraba, ascites (-)
Perkusi : timpani

 Extremitas : hangat +|+, edema -|-, pitting edema (+)


+|+ +|+

 Status dermatologi:
 Lokasi: lengan kiri:
Effloresensi: vesikel berkelompok diatas makula eritema sesuai
peta dermatom.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Hematologi rutin
- Urinalisis
- Pemeriksaan Albumin dan Kolesterol
- ASTO
- C3

V. DIAGNOSIS BANDING / DIAGNOSA KERJA


Observasi pitting edema e,c sindrom nefrotik, DD/ GNA + Herpes zoster
thorakalis sinistra

VI. PENATALAKSANAAN
Tirah baring.
Kebutuhan cairan 1530 cc/hari, IVFD D5 ½ NS 20 tetes/menit.
Furosemida per oral 2 x 20 mg
Captopril per oral 3 x 6, 25 mg.
Diet protein 1 gr/kgBB/hari
Diet rendah garam 1 gr/hari.
29

Rawat bersama kulit, terapi dari kulit:


Acyclovir 4 x 400 mg, Paracetamol 3x250 mg, Salicil talk 1%
Vitamin B1, B6, B12 sirup 1 x cth I.
VII. MONITORING
Vital Signs, Cairan masuk – Cairan keluar, Produksi urin, Balance

cairan, Krisis hipertensi.

VIII. FOLLOW UP

Subyektif, Obyektif, Penilaian, Rencana Instruksi


19/08 S: bengkak pada kedua kaki dan kedua kelopak mata.
Kemerahan pada kulit. Muntah 1x, panas (-). BAK (-) Tirah baring
O: Status Present:KU: sakit sedang CM
N: 78x TD: 120/80 RR:23x Tax: 36,3 BB: 21,5 kg -Keb. Cairan 1530
cc/hari.
Status general : -IVFD D5% 14
 Kepala : normocephali, tts/mnt
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ -Prednison
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) 2mg/kg/hr 3-3-2,5
 Thoraks : simetris, retraksi (-) (tunda)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) -Diet rendah garam 1
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- gr/kgBB/hr ~21,5 gr
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N, -Captopril po
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting 3x6,25mg
edema (+) -acyclovir 4x400mg
Status dermatologi: -paracetamol 3x
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas 250mg
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula eritema -salisil talk
sesuai dermatom. -vit B1B6B12 syrp 1x
A: Sindrom nefrotik dd/GNA + Herpes zoster thorakalis cth I
(S) -Eritromisin 3x1 ¾ cth
-Furosemid 2x20 mg
Pdx:C3, Protein
Esbach, elektrolit Na,
K,Ca.Tzank test
Mx
Vs, CM-CK, PU,
Krisis hipertensi
19/9 19/08 Koreksi hiponatremia
16.00 06.43 Hasil elektrolit dan UL (lihat ditabel hasil Cara: maksimal
Na116,5 laboratorium). peningkatan Na/hari
K 7,73 12 mg/hari. Jadi
Ca 4,80 kebutuhan Na; 116,50
+ 12 = 128mg Na.
30

-128 mg Na +
Ass: Sindrom nefrotik dd/GNA + Herpes zoster maintenance 2-3
thorakalis (S) + hiponatremia berat. mg/100cc =
128 + 30 = 158,5 mg
Na dalam 1030 cc/hr.
~317 NaCl 3% dalam
1030 cc/hr.
-I. I 343 cc Dex 5%
+105 cc NaCl 3%
II. 343 cc Dex 5%
+105 cc NaCl 3%
III. 343 cc Dex 5%
+105 cc NaCl 3%
2.Stop Furosemid oral.

20/8 S: kencing (+), BAB (+), makan (+) sedikit, bengkak Keb. Cairan 1530cc/hr
(+), gatal dan nyeri pada lengan kiri (+) Minum 500 cc/hr
O: TD: 110/70 N: 79, RR:28x, Tax:36,4 IVFD D5% 1030
 Status general: cc/hr~14 tts/mnt  aff
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ infus
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) -Diet protein 1
 Thoraks : simetris, retraksi (-) gr/kg/hr
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) -Diet rendah garam 1
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- gr/hr
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N -Eritromisin syrp 3 x 1
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting ¾ cth
edema (+) - Captopril 3 x 6,25
Status dermatologi: mg po
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas -Multivitamin syr a dd
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula cth I
hiperemi sesuai dermatom.
A: Sindrom nefrotik dd/GNA + Herpes zoster thorakalis -Acyclovir 4x400mg
(S) -paracetamol 3x
250mg
-salisil talk
LAB: ASTO (-) -vit B1B6B12 syrp 1x
cth I
C3: 152 (Normal)
P/ cek protein esbach
hari ini

Mx: VS, tensi


Balance cairan
21/8 S: kencing (+), BAB (+), makan (+) sedikit, bengkak Tx lanjut
(+), gatal dan nyeri pada lengan kiri (+)
31

O: TD: 110/70 N: 76, RR:26x, Tax:36,4


 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting
edema (+)
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula
hiperemi sesuai dermatom.
A: Sindrom nefrotik dd/GNA + Herpes zoster thorakalis
(S)
LAB:
Na 125
K 5,17
Cl 103,8
23/8 S: Lesi telah mengering, demam(-), lesi gatal (-), Keb. Cairan 1530cc/hr
ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+) Minum 500 cc/hr
O: TD: 100/70 N: 84, RR:28x, Tax:36,9 IVFD D5% 1030
cc/hr~14 tts/mnt
 Status general: -Diet protein 1
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ gr/kg/hr
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) -Diet rendah garam 1
 Thoraks : simetris, retraksi (-) gr/hr
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) -Eritromisin syrp 3 x 1
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- ¾ cth
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N - Captopril 3 x 6,25
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting mg po
edema (+) -Multivitamin syr 1 dd
Status dermatologi: cth I
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula -Acyclovir 4x400mg
hiperemi sesuai dermatom. -paracetamol 3x
A: Sindrom nefrotik dd/GNA + Herpes zoster thorakalis 250mg
(S) -salisil talk
-vit B1B6B12 syrp 1x
cth I

Mx: VS, tensi


Balance cairan
S: Lesi telah mengering, demam(-), lesi gatal (-), -Terapi lanjut
24/9 nyeri(+), ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+)
O: TD: 110/70 N: 78, RR:22x, Tax:36,5
32

 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting
edema (+)
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula
hiperemi sesuai dermatom.
A: Sindrom nefrotik dd/GNA + Herpes zoster thorakalis
(S)

25/9 S: Lesi telah mengering, demam(-), lesi gatal (-), nyeri Terapi lanjut
(+), ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+)
O: TD: 110/70 N: 80, RR:20x, Tax:36,5

 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting
edema (+)
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula
hiperemi sesuai dermatom.
Keluar hasil urinalisis dan protein esbach (lihat
ditabel)

A: Sindrom nefrotik + Herpes zoster thorakalis (S)

26/8 S: Lesi telah mengering, demam(-), lesi gatal (-), nyeri Eritromisin Stop
berkurang, ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+) Acyclovir Stop
O: TD: 110/70 N: 80, RR:20x, Tax:36,3 Terapi lain lanjut

 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
33

 Thoraks : simetris, retraksi (-)


Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting
edema (+)
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula
hiperemi sesuai dermatom.

A: Sindrom nefrotik + Herpes zoster thorakalis (S)

27/8 S: Lesi telah mengering, demam(-), lesi gatal (-), nyeri Terapi lanjut
berkurang, ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+)
O: TD: 110/70 N: 80, RR:20x, Tax:37

 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting
edema (+)
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula
hiperemi sesuai dermatom.

A: Sindrom nefrotik + Herpes zoster thorakalis (S)

29/9 S: Lesi telah mengering, demam(-), gatal (+), nyeri Terapi lanjut
berkurang, ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+) Dari kulit: pemberian
O: TD: 110/70 N: 80, RR:20x, Tax:37 steroid dapat dimulai

 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki berkurang
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
34

Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula


hiperemi sesuai dermatom.

A: Sindrom nefrotik + Herpes zoster thorakalis (S)


membaik

31/8 S: Lesi telah mengering, demam(-), gatal (+), nyeri (-), Prednison
ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+), batuk (+) kadang- 2 mg/kgBB/hr
kadang. dimulai
O: TD: 100/70 N: 88, RR:20x, Tax:36,3 3-3-3

 Status general: Terapi lain lanjut


 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
CM: 700 CK:850+532,5 BC:-650 PU:1,65 cc/kg/jam

Hasil lab urinalisis sudah keluar (lihat ditabel)


A: Sindrom nefrotik + Herpes zoster thorakalis (S)
membaik

1/09 S: Lesi telah mengering, demam(-), gatal (+), nyeri (-), Dari kulit: Alih
ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+),batuk (+) kadang- rawat ke pediatri.
kadang.
Kebutuhan cairan
O: TD: 100/70 N: 88, RR:20x, Tax:36,1 1540 cc/hari mampu
minum.
 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ Prednison FD 3-3-3
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-) Captopril STOP
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- Multivitamin syrp
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N 3xcth I
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
CM: 1200 CK:600+550 BC:+100 PU:1,1 cc/kg/jam

A: Sindrom nefrotik

2/9 S: Demam(-), gatal (+), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Prednison FD 3-3-3
BAB/BAK (+),batuk (+) kadang-kadang.
35

O: TD: 100/70 N: 88, RR:20x, Tax:36,1

 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
CM: 2800 CK:1887,5 BC:+912,5 PU:2,5 cc/kg/jam

A: Sindrom nefrotik
3/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Captopril 3x6,25mg
BAB/BAK (+) batuk (+) Terapi lain lanjut

O: TD: 130/90 N: 88, RR:20x, Tax:36,1

 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
CM: 2625 CK:2500 BC:-75 PU:1,1 cc/kg/jam

A: Sindrom nefrotik
4/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Prednison FD 3-3-3
BAB/BAK (+), batuk (+) CaCO3 3 x tab ½
Captopril 3x6,25 mg
O: TD: 140/90 N: 80, RR:20x, Tax:36,5 Cefixime
4mg/kg/hr~2x
 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ ~2 x 80 mg (oral)
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) ~2xcth3/4
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) Vitaplus 2x 220 ml
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
BC:-1020 PU:6,06 cc/kg/jam
36

Keluar hasil urin kultur organisme: Esherichia coli


100000 koloni/ml3.
A: Sindrom nefrotik + ISK
5/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Prednison FD 3-3-3
BAB/BAK (+),batuk (+) CaCO3 3 x tab ½
Captopril 3x6,25 mg
O: TD: 130/80 N: 70, RR:20x, Tax:36,2 Cefixime
4mg/kg/hr~2x
 Status general:
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ ~2 x 80 mg (oral)
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) ~2xcth3/4
 Thoraks : simetris, retraksi (-) Ambroxol syrp
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) 3xcth3/4
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N Vitaplus 2x 220 ml
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
BC:-292,5 PU:1,5 cc/kg/jam

 A: Sindrom nefrotik + ISK


6/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Prednison FD 3-3-3
BAB/BAK (+), batuk (+) jarang. CaCO3 3 x tab ½
O: TD: 130/80 N: 70, RR:20x, Tax:36,2 Captopril 3x6,25 mg
Cefixime
 Status general: 4mg/kg/hr~2x
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) ~2 x 80 mg (oral)
 Thoraks : simetris, retraksi (-) ~2xcth3/4
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- Ambroxol syrp
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N 3xcth3/4
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-) Vitaplus 2x 220 ml
A: Sindrom nefrotik + ISK
7/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Terapi lanjut
BAB/BAK (+), batuk (+) jarang. Prednison FD 3-3-3
O: TD: 120/80 N: 60, RR:20x, Tax:37 CaCO3 3 x tab ½
Captopril 3x6,25 mg
 Status general: Cefixime
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ 4mg/kg/hr~2x
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-) ~2 x 80 mg (oral)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) ~2xcth3/4
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N Ambroxol syrp
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-) 3xcth3/4
BC:+650 PU:7,2 cc/kg/jam Vitaplus 2x 220 ml

 Hasil Urinalisis (lihat tabel)


A: Sindrom nefrotik + ISK
37

8/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Terapi lanjut
BAB/BAK (+), batuk (+) jarang. Prednison FD 3-3-3
O: TD: 120/80 N: 60, RR:20x, Tax:36,5 CaCO3 3 x tab ½
 Status general: Captopril 3x6,25 mg
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ Cefixime
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) 4mg/kg/hr~2x
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) ~2 x 80 mg (oral)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- ~2xcth3/4
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-) Ambroxol syrp
CM: 1000 CK:2030 BC:-1030 PU:3,31 cc/kg/jam 3xcth3/4
Vitaplus 2x 220 ml
 Pemeriksaan SSA, Hasil (-)
A: Sindrom nefrotik + ISK
9/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Terapi lanjut
BAB/BAK (+), batuk (-) Prednison FD 3-3-3
O: TD: 120/80 N: 60, RR:20x, Tax:36,5 CaCO3 3 x tab ½
Captopril 3x6,25 mg
 Status general: Cefixime
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ 4mg/kg/hr~2x
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-) ~2 x 80 mg (oral)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) ~2xcth3/4
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N Ambroxol syrp
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-) STOP
CM: 1000 CK:2050 BC:-1050 PU:3,2 cc/kg/jam
Vitaplus 2x 220 ml
 Pemeriksaan SSA, Hasil (-)
A: Sindrom nefrotik + ISK
10/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Terapi lanjut
BAB/BAK (+), batuk (-) Prednison FD 3-3-3
O: TD: 120/80 N: 60, RR:20x, Tax:36,5 CaCO3 3 x tab ½
Captopril 3x6,25 mg
 Status general: Cefixime
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ 4mg/kg/hr~2x
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
 Thoraks : simetris, retraksi (-) ~2 x 80 mg (oral)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) ~2xcth3/4
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N Vitaplus 2x 220 ml
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
CM: 1600 CK:1800 BC:-250 PU:3,2 cc/kg/jam

 Pemeriksaan SSA, Hasil (-), Hasil UL (lihat tabel).


A: Sindrom nefrotik + ISK
11/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Prednison FD 3-3-3
38

BAB/BAK (+), batuk (-) CaCO3 3 x tab ½


O: TD: 120/80 N: 60, RR:20x, Tax:36,5 Captopril 3x6,25 mg
Cefixime
 Status general: 4mg/kg/hr~2x
 Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
 THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) 2xcth3/4
 Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) BPL
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- Kontrol Poli
 Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
 Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
 USG: Nefritis bilateral
A: Sindrom nefrotik + ISK

Hasil pemeriksaan penunjang

HEMATOLOGI

Normal 18/8 18/8 21/08


16.17 22.27 09.22
WBC 4,5-13 9,7 9,6 5,20
10e3/uL
NE# 1,8-8,0 7,2 7,7 3,62
LY# 1,2-5,8 1,4 1,1 0,65
RBC 4,1-5,3 4,5 4,04 4,28
10e6/uL
HGB 12-16 12,6 12,4 11,8
HCT 36-49 37,50 35,5 35,1
MCV 78-102 84,1 87,9 81,9
MCH 25-35 28,3 30,8 27,7
MCHC 31-36 28,3 35,0 33,8
PLT 140-440 431 400 312
LED 1 0-2 20
LED 2 2-11 90

KIMIA KLINIK
18/08 19/08 21/08 21/08
21.52 06.43 09.36 18.00

Na 135-147 116,5 127 125


Ca 8,2-10,2 7,73 7,6
K 3,5-5,5 4,80 4,69 5,17
Cl 94-141 103 103,8
39

BUN 10-50 178,80


(mg/dL)
Cholester 110-200 375,00
ol
(mg/dL)
Creatinin 0,5-1,2 0,88
Ureum 10-40 138,2
(mg/dL)
Prot.total 5,6-8,3 5,9
(gr/dL)
Albumin 3,5-5,0 1,6
(gr/dL)
Globulin 2,3-3,5 4,3
(gr/dL)

URINALISIS
Nor 18/8 19/8 25/8 31/08 7/9 10/9
mal 16.17 09.57 11.56 12.01 09.38
pH 5-8 5 5 6 6 8 6,5
Leuco( - - - 100 500 - 25
/µL) (2+) (3+) 1+
Nitrite - - - pos pos -- -
Protein - -
(mg/dL) 25 500 500 500
Remark - 3+ 4+ 4+ 4+
Glukosa norm norm norm norm norm norm norm
Ketone - - - - - - -
Urobilino norm norm norm norm norm norm norm
gen
Bilirubin - - - - - - -
Eritrosit - 5-10
( /µl) 150 250 250 250 150
Remark 4+ 5+ 5+ 5+ 4+

Berat 1,005 1,020 1,020 1,015 1,010 1,015 1,01


Jenis -
1,020
Clarity Jerni Jernih Jernih Jernih Jernih Jernih
h
Colour p.yel- p.yel p.yel p.yel p.yel p.yel
yel
Sedimen -
Leukosit 4-5 - - banyak - 4-5
(/lp) /lp (-)
Erit(/lp) 0-1 4-5 Banyak 8-10 6-8 10-15
Remark /lp (-) dismorfik dismorfik Dismor Dismor
40

fik fik
Silinder - Granula Granula Granul - -
(/lp) + + a+
Kristal - Amorp + Amorp + - -
(/lp)
Lain-lain - Epitel Bakteri Bakteri Bakteri Bakteri Bakteri
+2 +1 4+ 3+ +1 +1

19/9/09: Hasil Pemeriksaan Tzank test (-)

20/9/09: Pemeriksaan Imunologi


Hasil ASTO (-), C3 komplemen : 152 mg/dL (90-180)

22/8/09
Jumlah urine/24 jam: 1400 ml
Protein Esbach: 1,8 g/L

4/9/09
Hasil kultur urine
Organisme: Escherichia coli
Comment: Count 100.000 koloni/ml3

7/9/09 – 9/9/09 uji SSA (-)

11/9/09 USG, kesan nefritis bilateral.


41

BAB 1V
PEMBAHASAN

4.1. RESUME

Perempuan, 8 th, dikeluhkan bengkak pada wajah dan kedua kaki. Bengkak
seperti ini baru pertama kali dialami. Pasien juga dikeluhkan mual dan muntah.
Muntah frekuensi 2-3 kali per hari, sekitar ½ gelas berisi air dan makanan.
Nafsu makan dan minum juga menurun. BAK menurun sejak 4 hari SMRS, 1
kali sehari, warna kuning. Riwayat kencing kemerahan tidak ada. BAB
dikatakan lebih encer dari biasanya sebanyak 1 x SMRS. Panas badan, nyeri
kepala, batuk, dan nyeri menelan tidak ada. Keluhan lain timbul kemerahan pada
lengan atas kiri, bintik-bintik berair, nyeri, tidak gatal sejak 4 hari SMRS. Pasien
pernah dibawa ke dr dan dr Sp A namun belum membaik lalu dibawa ke RSUP.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos
mentis, tensi 140/90, nadi 80x, RR 25 x, Tax 36,7. BB 21,5 dan TB 122.
Dari status general terdapat kelainan pada mata yaitu edema palpebra
kanan/kiri, disertai edema pada kedua tungkai bawah pitting edema. Nyeri tekan
pada abdomen (+). Di lengan kiri atas juga didapatkan kelainan kulit berupa
vesikel berkelompok diatas macula eritema sesuai peta dermatom.
Dari pemeriksaan penunjang yang menunjukkan kelainan adalah:
Dari hematologi didapatkan LED 1 dan 2 (18/8/2009) meningkat sebesar
20 dan 90. Kimia klinik 19/8/2009 menunjukkan Na: 116,5 (hiponatremia).
BUN meningkat (178,80) , kolesterol 375,00 (hiperkolesterolemia), ureum
meningkat (138,2), albumin 1,6 (hipoalbuminemia). Globulin meninggi (4,3).
Perhitungan LFG= 0,55xp/pCr  0,55 x 122 / 0,88 = 76,25. (normalnya 116,7 ±
28,2).
Dari urinalisis didapatkan kelainan yaitu protein 500 mg/dL (4+).
Eritrosit 150/uL (4+). Berat jenis 1,020. Dari sedimen urin didapatkan kelainan
eritrosit 4-5/lpb, dismorfik. Dengan silinder: granula +, Kristal amorph +, dan
bakteri +1. Dari pemeriksaan imunologi didapatkan hasil ASTO negatif, C3
komplemen 152 (normal). Hasil kultur urin (2/9) menunjukkan organisme
Escherichia coli dengan jumlah 100.000 koloni/ml3. Dimana pada pemeriksaan
42

urin 31/08/09 terdapat peningkatan leukosit dalam urin (hasil urinalisis, leukosit:
banyak, bakteri: +3) dimana pada pemeriksaan urinalisis sebelumnya tidak
didapatkan leukosit dalam urin. Hasil protein Esbash (22/8/09) 1,8 g/L, diambil
dari jumlah urine/24 jam (1400ml).

4.2 DISKUSI

Perempuan, 8 th, bali, dikeluhkan bengkak pada wajah dan kedua kaki. Bengkak
seperti ini baru pertama kali dialami. Manifestasi klinik utama pada pasien ini
adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik.
Pada fase awal edema sering bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak pada
daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (daerah
periorbita, pre-tibia). Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak
sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi
bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak,
meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). 3
Pasien juga dikeluhkan mual dan muntah. Muntah frekuensi 2-3 kali per
hari, sekitar ½ gelas berisi air dan makanan. Nafsu makan dan minum juga
menurun. BAK menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna kuning.
Riwayat kencing kemerahan tidak ada. BAB dikatakan lebih encer dari biasanya
sebanyak 1 x SMRS. Didapatkan pula adanya nyeri tekan abdomen. Gangguan
gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare
sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa
usus. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi
pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edem dinding perut atau
pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. 3
Status gizi pasien adalah dihitung dari berat badan koreksi yaitu 21,5 kg
dan tinggi badan 122 cm, didapatkan status gizi 93,4 % (status gizi baik menurut
Waterlow). LPB= 0,85 m2
Dari urinalisis didapatkan kelainan yaitu protein 500 mg/dL (4+).
Eritrosit 150/uL (4+). Berat jenis 1,020. Hasil protein Esbash (22/8/09) 1,8 g/L,
diambil dari jumlah urine/24 jam (1400ml). Dari sedimen urin didapatkan
kelainan eritrosit 4-5/lpb, dismorfik. Silinder: granula +, Kristal amorph +, dan
43

bakteri +1. Dari pemeriksaan imunologi didapatkan hasil ASTO negatif, C3


komplemen 152 (normal).
Terjadinya proteinuria pada pasien ini, akibat hilangnya muatan negatif
yang terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar
kapiler glomerulus, sehingga kadar albumin dalam darah berkurang, dan
terjadilah hipoalbuminemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma berkurang
sehingga pasien ini menjadi edema. Selain itu terjadi hiperlipidemia muncul
akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas
degradasi lemak karena hilangnya α-glikoprotein sebagai perangsang lipase.
Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun
dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.4,5
Proteinuria dapat diuji dengan cara; dipstick, SSA, atau perbandingan
rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu (Normal 0,2:1). Tes dipstick
menunjukkan ekresi protein urin secara kualitatif. Interpretasi dengan hasil
negatif, trace (10-20 mg/dL), 1+ (30 mg/dL), 3+ (300 mg/dL), dan 4+ (1000-
2000 mg/dL). Pengukuran dari pengumpulan urine 24 jam lebih menunjukkan
keakuratan secara kuantitatif. Eksresi protein normal pada anak adalah ≤ 4
mg/m2/jam, abnormal 4–40 mg/m2/jam; dan nephrotik jika ≥ 40 mg/m2/jam. 4
Tidak semua pasien dengan proteinuria adalah bersifat patologis. 4
Proteinuria transient: demam, latihan, dehidrasi, kedinginan, stress,
postural/ortostatik.
Proteinuria patologik:
Glomerular: persistant asimptomatik, sindrom nefrotik, glomerulonefritis,
tumor, kongenital, dll.
Tubular: Herediter, vitamin D intoksikasi, hipokalemia, antibiotik, keracunan
metal, dll.
Pada pasien ini didapatkan hasil urinalisis dari tanggal 19//8, 25/8 dan
31/8 dengan hasil protein urin yang sama yaitu 500 mg/dL (4+). Dari hasil
protein Esbash (22/8/09) 1,8 g/L, yang diambil dari jumlah urine/24 jam
(1400ml), didapatkan protenuria masif (75 mg/m2/LPB/jam). Selama dalam
44

masa pengobatan, pasien ini mengalami perbaikan yaitu pada tanggal 7/9/09-
9/9/09 diuji dengan SSA dengan hasil negatif.
Hasil kimia darah menunjukkan albumin 1,6 (hipoalbuminemia) dan
Globulin meninggi (4,3). Kadar globulin pada sindrom nefrotik dapat normal
atau meninggi sehingga perbandingan albumin-globulin yang terbalik.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus
dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan
edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini
timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan
intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan
pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma
yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial,
akibatnya terjadi edema dan diikuti peningkatan kadar kolesterol 375,00 mg/dL
pada pasien ini.
Pada pembahasan ini, pasien didiagnosa kerja dengan sindrom nefrotik.
DD/nya dengan GNA. Alasan tidak didiagnosa kerja dengan GNA adalah dari
hasil pemeriksaan yang kurang mendukung kearah GNA. Pada GNA terjadi
proses proliferasi & inflamasi pada glomerulus akibat mekanisme imunologis
terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang tersering adalah Streptococcus. Dari
riwayat anamnesa pasien ini keluhan sakit menelan, dan ISPA sebelumnya tidak
didapatkan. Dimana timbunya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal terutama
di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
hemolyticus A. gejala klinik yang sering berupa hematuria/kencing berwarna
merah daging. Kadang disertai edema ringan disekitar mata atau diseluruh
tubuh. Hipertensi pada 60-70% anak dengan GNA hari pertama, kemudian
normal kembali. Pada pasien ini hematuria tidak ada, walaupun terdapat
hipertensi. Hipertensi pada pasien ini diduga akibat terjadinya vasospasme dan
vasokonstriksi arteriola glomerulus yang menyebabkan tekanan filtrasi menjadi
kurang dan karena hal itu laju filtrasi glomerulus (LFG) menjadi ikut berkurang
yaitu sebesar 76,25. (normalnya 116,7 ± 28,2). Akibatnya filtrasi air, garam,
45

ureum, dan zat lainnya menjadi berkurang, dimana pasien ini dikatakan susah
BAK sejak 4 hari SMRS, hanya 1x sehari. Akibat selanjutnya terjadi
peningkatan BUN (178,80 mg/dL), dan ureum (138,2 mg/dL) dalam darah
meningkat.
Dari pemeriksaan penunjang yang biasa terdapat pada GNA yaitu -
Sedimen: erytroid, kecil-kecil, dismorfik, membran sel irregular, leukosit (+),
eritrosit cast, hyalin cast, granular cast. Serum: (ASTO, antihialuronidase, anti
DNase) meningkat, kadar C3 menurun, LED meningkat.4 Pada pasien ini kadar
ASTO (-) dan C3 normal.
Pada pasien ini juga didapatkan hasil kultur urin menunjukkan bakteri
Escherichia coli. Bakteri ini adalah penyebab terbanyak ISK. Urin diambil dari
5
pancar tengah. Pada wanita, 1x biakan > 10 kemungkinan infeksi adalah
sebesar 80%, bila 2 x biakan > 10 5 sebesar 90%, dan bila setelah 3 x biakan >
105 maka kemungkinan infeksi 95%. Dikatakan ISK atas jika infeksi saluran
kemih pada parenkim ginjal, lazim disebut pielonefritis. Bila ISK bawah, infeksi
pada vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara keduanya adalah katup
vesikoureter. 2
Penatalaksanaan pada pasien sindrom nefrotik ini adalah istirahat tirah
baring. Batasi asupan garam 1 gram/hari. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
Diuretic (furosemid 1mg/kgBB/kali), bergantung beratnya edema dan respon
pengobatan. Furosemide sempat digunakan pada pasien ini (18/09/09) namun
dihentikan pada 19/8/09 karena terjadi hiponatremia, sehingga dilakukan koreksi
natrium.
Cara: maksimal peningkatan Na/hari 12 meq/hari. Jadi kebutuhan Na; 116,50 +
12 = 128meq Na.
-128 mg Na + maintenance 2-3 mg/100cc =
128 + 30 = 158,5 mg Na dalam 1030 cc/hr.
~317 NaCl 3% dalam 1030 cc/hr.
-I. I 343 cc Dex 5% +105 cc NaCl 3%
II. 343 cc Dex 5% +105 cc NaCl 3%
III. 343 cc Dex 5% +105 cc NaCl 3%
46

Untuk penanganan sindrom nefrotik diberikan prednisone 2


mg/kgBB/hari atau 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4
minggu pertama, lalu dilanjutkan prednisone dosis 40 mg/m2 LPB/hari atau 2/3
dosis penuh. Pemakaian prednison setelah pemberian acyclovir dihentikan.
Untuk Pemberian acyclovir akibat herpes zoster, sesuai terapi dari kulit.Pada
pasien ini, Acyclovir dihentikan pada 26/8/2009. Dari pihak sejawat kulit, pada
tanggal 29/8/2009; pemberian steroid dapat dimulai. Prednison 2 mg/kgBB/hari
diberikan mulai tanggal 31/8/2009 setelah herpes zoster dinyatakan membaik
oleh pihak kulit. Pemberian antibiotik cefixime 4mg/kgBB/kali ~ 2x yaitu 2 x
cth 3/4 diberikan karena ada infeksi (ISK). Diagnosa ISK, baru ditegakkan
ketika hasil kultur urin didapatkan organisme Escherichia coli 100.000
koloni/ml3.
47

DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik


Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta, h.1-18.
2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI pp. 381-426.
3. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] [(20) : screens].
Available from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm.
Akses: on September 8, 2009.
4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric
18th ed. Saunders. Philadelphia.
5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan.
Cermin Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h. 50-54.
6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius
: Jakarta
7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia
Kedokteran No. 134. Jakarta, h.32-37
8. Markum, et al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. [on line] [(1) : screens].
Available from: URL:http//www.pediatrik.com. Akses: on September 8,
2009.
10. Richard EB, Robert MK, Hal BJ . 2000 Urinary Tract Infection. Dalam :
Nelson Textbook of Pediatrics, edisi ke-16. Philadelphia : WB Saunders Co.
2000 .h.658-670
11. Alatas Husein. 2002. Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih Pada
Anak dalam Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA XLV, Balai
Penerbit FKUI Jakarta.
48

12. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis dan Terapi


Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2.
Denpasar:Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah;
2000. h. 159-162.
13. Suarta Ketut. Diagnosis dan Tatalaksana ISK. Dalam Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak VII. Denpasar :
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/ RSUP Sanglah; 2006. h 22-
31
14. Cohen Eric P. Nephrotic Syndrome: Differential Diagnoses & Workup.
Updated: Aug 25, 2009.
15. S. I.Adeleke, M. O.Asani. Urinary Tract Infection in Children with
Nephrotic Syndrome in Kano, Nigeria. Annals of African Medicine, Vol. 8,
No. 1, March, 2009, pp. 32-37

16. S. Gulati, V. Kher , A. Gupta, P. Arora, P. K. Rai and R. K. Sharma.


Springer Link Date, 2004. Spectrum of infections in Indian children with
nephrotic syndrome. Journal Pediatric Nephrology. Springer Berlin /
Heidelberg.

17. S Gulati, Kher, Arora, gupta, Kale. Urinary tract infection in nephrotic
syndrome. The Pediatric infectious disease journal.
1996, vol. 15, no3, pp. 237-240 (17 ref.)
18. Lin CY, Hsu HC, Hung HY. Nephrotic syndrome associated with varicella
infection. Pediatrics. PMID: 3873641 [PubMed - indexed for
URL:http//www MEDLINE]. Akses: on September 8, 2009.

Anda mungkin juga menyukai