RESPONSI KASUS
SINDROM NEFROTIK
Oleh
ANDIK SUNARYANTO (0402005114)
Pembimbing
dr. I KETUT SUARTA, SpA (K)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
penulisan responsi kasus yang berjudul Sindrom Nefrotik ini dapat selesai tepat
pada waktunya.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. I Komang Kari, SpA (K) selaku kepala bagian di Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak.
2. Dr. I Ketut Suarta, SpA (K) selaku koordinator pendidikan di Lab/SMF
Ilmu Kesehatan Anak dan pembimbing dalam penulisan responsi kasus
ini.
3. Dr. A.A.Tri Yuliantini selaku residen nefrologi yang juga telah
membimbing dalam penulisan responsi kasus ini.
4. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Responsi kasus ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan tulisan ini. Semoga
tulisan ini bermanfaat.
Penulis
3
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari
proteinuria masif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine
sewaktu > 2mg/mg atau dipstick ≥ 2+ ), hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema,
dan dapat disertai hiperkolesterolemia.1
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik,
antara lain 1:
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2
LPB/jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) selama
3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan
pertama setelah respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun
pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6
bulan pertama atau ≥ 4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan di mana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal
ini terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4
minggu.
2.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling
muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi
pada 85-90% pasien dibawah umur 6 tahun; 4 Di Indonesia dilaporkan 6 kasus
per 100.000 anak per tahun. Pada penelitian di Jakarta (Wila Wirya)
6
menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom
nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya
diantara 521 pasien, 76,4% merupakan tipe kelainan minimal.2
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun
diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset
tertinggi terjadi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat
berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10 tahun.3
2.3 Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 2,4,
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini
secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada
penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam
sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, salah satu jenis
sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.2
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik
idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis:
Sindrom nefrotik kelainan minimal, glomerulonephritis proliferatif (mesangial
proliferation), dan glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini
dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan manifestasi klinis yang serupa;
dengan kata lain, ketiga gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu
penyakit tunggal. 4
PATHOLOGI. 4
Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) (85% dari kasus sindrom
nefrotik pada anak), glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan
peningkatan minimal pada sel mesangial dan matrixnya. Penemuan pada
mikroskop immunofluorescence biasanya negative, dan mikroskop electron
hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada
7
glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi
kortikosteroid.
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom
Alport, miksedema. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin,
probenesid, racun serangga, bisa ular. Penyakit sistemik imunologik: lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schinlein, sarkoidosis.Neoplasma: tumor
paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
8
2.4 PATOFISIOLOGI
PROTEINURIA
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas
membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan
dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein.
Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan
yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua
mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul
protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria
dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul
protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri
dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein
yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun. 4
EDEMA
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill.
Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci
terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan
interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan
9
HIPERLIPIDEMIA
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein
dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. 5
2.7 Penatalaksanaan 1
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya
penderita dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan
dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan
steroid, dan edukasi bagi orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai,
dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama
steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis maka diberikan obat anti tuberkulosis
(OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan
kemampuan pasien.
12
4 minggu 4 minggu
....................................
Imunosupresan lain
b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien,
tetapi pada sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50%
diantaranya mengalami relaps sering. Skema pengobatan relaps dapat dilihat
pada Gambar. 2, yaitu diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal
4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu.
Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi tanpa
edema, sebelum dimulai pemberian prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya,
biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi , diberikan antibiotik 5-7
hari, dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian proteinuria menghilang,
tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥
2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan diberi pengobatan
relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial,
sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.
Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid
inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa penggolongan, yaitu:
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps ≥ 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis
steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan,
dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.
remisi
FD AD
Prednisone FD : 60 mg/m2LPB/hari
Prednison AD : 40 mg/m2 LPB/hari
2.8 Komplikasi 1
1. Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah
selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan
komplemen faktor B dan D di urin.Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (
pneumonia pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK ) diberikan
antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian imunoglobulin G
intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin pneumokokus.
Pemakaian imunosupresan menambah resiko terjadinya infeksi virus seperti
campak, herpes. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh
kuman gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan
pengobatan penisilin parenteral, dikombinasikan dengan sefalosporin
generasi ketiga yaitu sefataksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.
2. Hiperlipidemia
Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan
kadar kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa),
sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat
16
2.9 Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang
baik terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis
jangka panjang sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun
menunjukan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada
glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun, dan pada
sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.1,2
17
1. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan dimana terjadi pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih yang biasanya steril, meliputi
infeksi di parenkim ginjal sampai kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
yang bermakna.10
2. Epidemiologi
ISK terjadi 3-5% pada anak perempuan dan 1% pada anak laki-laki. Pada
wanita, ISK pertama kali biasanya terjadi pada usia 5 tahun, diduga faktor uretra
yang lebih pendek pada perempuan yang berperan dalam hal ini. Data prevalensi
rumah sakit RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (1993-1995) didapatkan 212
kasus ISK, dengan rata-rata 70 kasus baru per tahun. Data studi kolaboratif pada
7 rumah sakit pusat pendidikan dokter di Indonesia dalam kurun 5 tahun (1984-
1989) dilaporkan angka kejadian kasus baru ISK pada anak berkisar antara 0,1-
1,9% dari seluruh kasus pediatric yang dirawat . Jumlah ISK kompleks di
Jakarta lebih sedikit dari ISK simpleks yaitu 22,2% dari 42 kasus ISK.
Meskipun lebih sedikit perlu mendapat perhatian khusus karena dapat bersifat
progresif. 11
3. Etiologi
Terbanyak disebabkan oleh bakteri-bakteri penghuni usus, yaitu terbanyak E.
Coli (70-80%). Prevalensi penyebab bakteri lainnya seperti, Klebsiella, Proteus
Sp., Pseudomonas, Enterokokus, Stafilokokus, dll. Bervariasi tergantung umur
penderita. Infeksi virus, khususnya adenovirus, dapat juga terjadi, khususnya
sebagai penyebab sistitis.12
5. Manifestasi Klinis
Infeksi saluran kemih dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada bayi baru
lahir gejala dapat berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan pertumbuhan,
atau tanda-tanda sepsis. Pada masa bayi gejala sering berupa panas yang tidak
diketahu penyebabnya, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan
berkurang, kadang – kadang diare atau kencing sangat berbau. Pada usia
prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam, sering kencing, dan mengompol.
Pada usia sekolah gejala spesifik makin nyata berupa mengompol, sering
kencing sakit waktu kencing, atau sakit pinggang 4.
Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian atas (ureter, pielum,
dan ginjal) sedangkan gejala ISK bagian bawah ( kandung kemih dan uretra)
biasanya lebih ringan, umumnya berupa disuria, polakisuria, atau kencing
mengedan, tanpa demam.
Secara umum gejala klinis dari infeksi saluran kemih berbeda – beda yaitu
tergantung dari umurnya, berikut uraiannya :
6. Diagnosis 13
7. Diagnosis Banding4
Berdasarkan kriteria diatas, diagnosis ISK sangat mudah ditegakkan. Adanya
disuria saja dapat juga merupakan gejala vaginitis (perempuan), dan manifestasi
adanya cacing kremi. Apabila ISK disertai hematuri, maka perlu dievaluasi
penyebab hematuri yang lain.
8. Penatalaksanaan13
Eradikasi kuman/pemberian antibiotik segera dan adekuat
Jenis antibiotik yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan hasil biakan,
namun pemberian antibiotik tidak boleh menunggu waktu. Jadi antibiotik harus
segera diberikan secara empiris sambil menunggu hasil biakan. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa anak dengan ISK yang disertai demam yang diberikan
pengobatan dalam 24 jam saat mulai demam dapat mencegah terjadinya
perubahan di ginjal. Sedangkan bila > 24 jam baru mendapat terapi mempunyai
risiko terjadinya perubahan-perubahan di ginjal dan diperlukan tindakan yang
segera dan efektif untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal. Anak dengan
ISK kompleks dan bayi < 3 bulan diberikan antibiotik secara parenteral
kombinasi antara ampisilin dan gentamisin, sedangkan pada bayi 3-6 bulan
diberikan gentamisin saja atau sefalosporin generasi ke-3. Apabila keadaan
umum sudah membaik, antibiotik intravena dapat diganti dengan oral.
9. Prognosis6
ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai prognosis lebih baik bila dilakukan
pengobatan pada fase akut yang andekuat dan disertai pengawasan terhadap
kemungkinan infeksi berulang.
22
HERPES ZOSTER
1. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yamg disebabkan infeksi virus varisela zoster
yang menyernag kulit dan mukosa, yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). 5
2. Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh
musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan
sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih
kurang 1% setahun.5
3. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili
alfa herpes viridae.
4. Patogenesis
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini
virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia
permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti
masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian
mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik
dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar
melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri
atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih
tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat
23
tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah
reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
5. Gambaran Klinis5
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi
pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang
timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam,
terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari
sebelum terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang
lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh.
Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu
ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas
hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah
menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi
mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3
minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-
anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit
segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah
menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada
dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).
Pemeriksaan penunjang yang khas yaitu Tzank tes, didapatkan sel datia
berinti banyak.
6. Penatalaksanaan5
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : KD
Umur : 8 tahun 3 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Br. Sawan Siangan Gianyar
Suku : Bali
Agama : Hindu
MRS : 18 Agustus 2009, 21:25 WITA
Tanggal pemeriksaan : 8 September 2009
II. ANAMNESA
Keluhan utama :
Bengkak pada wajah dan kaki
Riwayat penyakit sekarang :
- Pasien dikeluhkan bengkak sejak 15/8/2009 (4 hari SMRS). Bengkak
dikatakan awalnya pada daerah wajah lalu ke kaki. Bengkak
dikatakan tiba-tiba pada waktu pasien bangun tidur dirasakan wajah
bengkak dan lalu ke kedua kaki. Bengkak seperti ini baru pertama
kali dialami. Orang tua pasien menyatakan pasien kelihatan lebih
gemuk dari biasanya.
- Keluhan sesak, nyeri pada dada, tidak ada. Keluhan sesak saat
beraktivitas dan waktu tidur tidak ada, pasien biasa menggunakan 1
bantal waktu tidur.
- Pasien juga dikeluhkan mual dan muntah. Muntah dengan frekuensi
2-3 kali per hari, volume sekitar ½ gelas aqua, berisi air dan
makanan.
- Nafsu makan dan minum pasien juga menurun.
- BAK menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna kuning,
riwayat kencing kemerahan tidak ada.
26
Riwayat persalinan:
Spontan, ditolong bidan, langsung menangis, berat badan lahir
2500 gram, dan tidak ada kelainan
Riwayat nutrisi :
ASI : 0 – 2 Tahun
Makanan dewasa : 3 tahun - sekarang
Riwayat Tumbuh Kembang:
Mengangkat Kepala : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 10 bulan
Riwayat Imunisasi:
BCG, DPT 3X, Polio 4X, Hepatitis B 3X, Campak 1X
Riwayat sosial:
Pasien adalah anak pertama dari 2 bersaudara dan duduk di kelas 3 SD.
Pergaulan baik, dikelas tidak dapat peringkat kelas.
27
Status general :
Kepala : Normocephali, UUB menutup
Mata : anemia -, ikterus -, Refleks pupil +/+ isokor,
edema palpebra +/+
THT :
Telinga : sekret -/-
Hidung : napas cuping hidung (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil: T1/ T1, hiperemis (-).
Leher : kaku kuduk (-) , pembesaran kelenjar (-)
Thoraks : Inspeksi : bentuk torak simetris, gerakan
dada simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, Precordial Bulging (-)
Palpasi : kuat angkat (-)
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler mur-mur (-)
Paru-paru
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
28
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar-lien tidak teraba, ascites (-)
Perkusi : timpani
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri:
Effloresensi: vesikel berkelompok diatas makula eritema sesuai
peta dermatom.
VI. PENATALAKSANAAN
Tirah baring.
Kebutuhan cairan 1530 cc/hari, IVFD D5 ½ NS 20 tetes/menit.
Furosemida per oral 2 x 20 mg
Captopril per oral 3 x 6, 25 mg.
Diet protein 1 gr/kgBB/hari
Diet rendah garam 1 gr/hari.
29
VIII. FOLLOW UP
-128 mg Na +
Ass: Sindrom nefrotik dd/GNA + Herpes zoster maintenance 2-3
thorakalis (S) + hiponatremia berat. mg/100cc =
128 + 30 = 158,5 mg
Na dalam 1030 cc/hr.
~317 NaCl 3% dalam
1030 cc/hr.
-I. I 343 cc Dex 5%
+105 cc NaCl 3%
II. 343 cc Dex 5%
+105 cc NaCl 3%
III. 343 cc Dex 5%
+105 cc NaCl 3%
2.Stop Furosemid oral.
20/8 S: kencing (+), BAB (+), makan (+) sedikit, bengkak Keb. Cairan 1530cc/hr
(+), gatal dan nyeri pada lengan kiri (+) Minum 500 cc/hr
O: TD: 110/70 N: 79, RR:28x, Tax:36,4 IVFD D5% 1030
Status general: cc/hr~14 tts/mnt aff
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ infus
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) -Diet protein 1
Thoraks : simetris, retraksi (-) gr/kg/hr
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) -Diet rendah garam 1
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- gr/hr
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N -Eritromisin syrp 3 x 1
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting ¾ cth
edema (+) - Captopril 3 x 6,25
Status dermatologi: mg po
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas -Multivitamin syr a dd
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula cth I
hiperemi sesuai dermatom.
A: Sindrom nefrotik dd/GNA + Herpes zoster thorakalis -Acyclovir 4x400mg
(S) -paracetamol 3x
250mg
-salisil talk
LAB: ASTO (-) -vit B1B6B12 syrp 1x
cth I
C3: 152 (Normal)
P/ cek protein esbach
hari ini
Status general:
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting
edema (+)
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula
hiperemi sesuai dermatom.
A: Sindrom nefrotik dd/GNA + Herpes zoster thorakalis
(S)
25/9 S: Lesi telah mengering, demam(-), lesi gatal (-), nyeri Terapi lanjut
(+), ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+)
O: TD: 110/70 N: 80, RR:20x, Tax:36,5
Status general:
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting
edema (+)
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula
hiperemi sesuai dermatom.
Keluar hasil urinalisis dan protein esbach (lihat
ditabel)
26/8 S: Lesi telah mengering, demam(-), lesi gatal (-), nyeri Eritromisin Stop
berkurang, ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+) Acyclovir Stop
O: TD: 110/70 N: 80, RR:20x, Tax:36,3 Terapi lain lanjut
Status general:
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
33
27/8 S: Lesi telah mengering, demam(-), lesi gatal (-), nyeri Terapi lanjut
berkurang, ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+)
O: TD: 110/70 N: 80, RR:20x, Tax:37
Status general:
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (+), piting
edema (+)
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
Effl: Tampak vesikel berkelompok diatas makula
hiperemi sesuai dermatom.
29/9 S: Lesi telah mengering, demam(-), gatal (+), nyeri Terapi lanjut
berkurang, ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+) Dari kulit: pemberian
O: TD: 110/70 N: 80, RR:20x, Tax:37 steroid dapat dimulai
Status general:
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki berkurang
Status dermatologi:
Lokasi: lengan kiri sampai punggung atas
34
31/8 S: Lesi telah mengering, demam(-), gatal (+), nyeri (-), Prednison
ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+), batuk (+) kadang- 2 mg/kgBB/hr
kadang. dimulai
O: TD: 100/70 N: 88, RR:20x, Tax:36,3 3-3-3
1/09 S: Lesi telah mengering, demam(-), gatal (+), nyeri (-), Dari kulit: Alih
ma/mi (+) baik, BAB/BAK (+),batuk (+) kadang- rawat ke pediatri.
kadang.
Kebutuhan cairan
O: TD: 100/70 N: 88, RR:20x, Tax:36,1 1540 cc/hari mampu
minum.
Status general:
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ Prednison FD 3-3-3
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-) Captopril STOP
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- Multivitamin syrp
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N 3xcth I
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
CM: 1200 CK:600+550 BC:+100 PU:1,1 cc/kg/jam
A: Sindrom nefrotik
2/9 S: Demam(-), gatal (+), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Prednison FD 3-3-3
BAB/BAK (+),batuk (+) kadang-kadang.
35
Status general:
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
CM: 2800 CK:1887,5 BC:+912,5 PU:2,5 cc/kg/jam
A: Sindrom nefrotik
3/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Captopril 3x6,25mg
BAB/BAK (+) batuk (+) Terapi lain lanjut
Status general:
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
CM: 2625 CK:2500 BC:-75 PU:1,1 cc/kg/jam
A: Sindrom nefrotik
4/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Prednison FD 3-3-3
BAB/BAK (+), batuk (+) CaCO3 3 x tab ½
Captopril 3x6,25 mg
O: TD: 140/90 N: 80, RR:20x, Tax:36,5 Cefixime
4mg/kg/hr~2x
Status general:
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ ~2 x 80 mg (oral)
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) ~2xcth3/4
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) Vitaplus 2x 220 ml
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
BC:-1020 PU:6,06 cc/kg/jam
36
8/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Terapi lanjut
BAB/BAK (+), batuk (+) jarang. Prednison FD 3-3-3
O: TD: 120/80 N: 60, RR:20x, Tax:36,5 CaCO3 3 x tab ½
Status general: Captopril 3x6,25 mg
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ Cefixime
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-) 4mg/kg/hr~2x
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) ~2 x 80 mg (oral)
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/- ~2xcth3/4
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-) Ambroxol syrp
CM: 1000 CK:2030 BC:-1030 PU:3,31 cc/kg/jam 3xcth3/4
Vitaplus 2x 220 ml
Pemeriksaan SSA, Hasil (-)
A: Sindrom nefrotik + ISK
9/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Terapi lanjut
BAB/BAK (+), batuk (-) Prednison FD 3-3-3
O: TD: 120/80 N: 60, RR:20x, Tax:36,5 CaCO3 3 x tab ½
Captopril 3x6,25 mg
Status general: Cefixime
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ 4mg/kg/hr~2x
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-) ~2 x 80 mg (oral)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) ~2xcth3/4
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N Ambroxol syrp
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-) STOP
CM: 1000 CK:2050 BC:-1050 PU:3,2 cc/kg/jam
Vitaplus 2x 220 ml
Pemeriksaan SSA, Hasil (-)
A: Sindrom nefrotik + ISK
10/9 S: Demam(-), gatal (-), nyeri (-), ma/mi (+) baik, Terapi lanjut
BAB/BAK (+), batuk (-) Prednison FD 3-3-3
O: TD: 120/80 N: 60, RR:20x, Tax:36,5 CaCO3 3 x tab ½
Captopril 3x6,25 mg
Status general: Cefixime
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor, edema +/+ 4mg/kg/hr~2x
THT : NCH (-), sianosis (-), sekret (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-) ~2 x 80 mg (oral)
Cor : S1S2 N regular, mur mur (-) ~2xcth3/4
Po : ves: +/+, rh -/-,wh-/-
Abdomen : Distensi (+), BU (+) N Vitaplus 2x 220 ml
Extremitas : akral hangat (+), udem kaki (-)
CM: 1600 CK:1800 BC:-250 PU:3,2 cc/kg/jam
HEMATOLOGI
KIMIA KLINIK
18/08 19/08 21/08 21/08
21.52 06.43 09.36 18.00
URINALISIS
Nor 18/8 19/8 25/8 31/08 7/9 10/9
mal 16.17 09.57 11.56 12.01 09.38
pH 5-8 5 5 6 6 8 6,5
Leuco( - - - 100 500 - 25
/µL) (2+) (3+) 1+
Nitrite - - - pos pos -- -
Protein - -
(mg/dL) 25 500 500 500
Remark - 3+ 4+ 4+ 4+
Glukosa norm norm norm norm norm norm norm
Ketone - - - - - - -
Urobilino norm norm norm norm norm norm norm
gen
Bilirubin - - - - - - -
Eritrosit - 5-10
( /µl) 150 250 250 250 150
Remark 4+ 5+ 5+ 5+ 4+
fik fik
Silinder - Granula Granula Granul - -
(/lp) + + a+
Kristal - Amorp + Amorp + - -
(/lp)
Lain-lain - Epitel Bakteri Bakteri Bakteri Bakteri Bakteri
+2 +1 4+ 3+ +1 +1
22/8/09
Jumlah urine/24 jam: 1400 ml
Protein Esbach: 1,8 g/L
4/9/09
Hasil kultur urine
Organisme: Escherichia coli
Comment: Count 100.000 koloni/ml3
BAB 1V
PEMBAHASAN
4.1. RESUME
Perempuan, 8 th, dikeluhkan bengkak pada wajah dan kedua kaki. Bengkak
seperti ini baru pertama kali dialami. Pasien juga dikeluhkan mual dan muntah.
Muntah frekuensi 2-3 kali per hari, sekitar ½ gelas berisi air dan makanan.
Nafsu makan dan minum juga menurun. BAK menurun sejak 4 hari SMRS, 1
kali sehari, warna kuning. Riwayat kencing kemerahan tidak ada. BAB
dikatakan lebih encer dari biasanya sebanyak 1 x SMRS. Panas badan, nyeri
kepala, batuk, dan nyeri menelan tidak ada. Keluhan lain timbul kemerahan pada
lengan atas kiri, bintik-bintik berair, nyeri, tidak gatal sejak 4 hari SMRS. Pasien
pernah dibawa ke dr dan dr Sp A namun belum membaik lalu dibawa ke RSUP.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, compos
mentis, tensi 140/90, nadi 80x, RR 25 x, Tax 36,7. BB 21,5 dan TB 122.
Dari status general terdapat kelainan pada mata yaitu edema palpebra
kanan/kiri, disertai edema pada kedua tungkai bawah pitting edema. Nyeri tekan
pada abdomen (+). Di lengan kiri atas juga didapatkan kelainan kulit berupa
vesikel berkelompok diatas macula eritema sesuai peta dermatom.
Dari pemeriksaan penunjang yang menunjukkan kelainan adalah:
Dari hematologi didapatkan LED 1 dan 2 (18/8/2009) meningkat sebesar
20 dan 90. Kimia klinik 19/8/2009 menunjukkan Na: 116,5 (hiponatremia).
BUN meningkat (178,80) , kolesterol 375,00 (hiperkolesterolemia), ureum
meningkat (138,2), albumin 1,6 (hipoalbuminemia). Globulin meninggi (4,3).
Perhitungan LFG= 0,55xp/pCr 0,55 x 122 / 0,88 = 76,25. (normalnya 116,7 ±
28,2).
Dari urinalisis didapatkan kelainan yaitu protein 500 mg/dL (4+).
Eritrosit 150/uL (4+). Berat jenis 1,020. Dari sedimen urin didapatkan kelainan
eritrosit 4-5/lpb, dismorfik. Dengan silinder: granula +, Kristal amorph +, dan
bakteri +1. Dari pemeriksaan imunologi didapatkan hasil ASTO negatif, C3
komplemen 152 (normal). Hasil kultur urin (2/9) menunjukkan organisme
Escherichia coli dengan jumlah 100.000 koloni/ml3. Dimana pada pemeriksaan
42
urin 31/08/09 terdapat peningkatan leukosit dalam urin (hasil urinalisis, leukosit:
banyak, bakteri: +3) dimana pada pemeriksaan urinalisis sebelumnya tidak
didapatkan leukosit dalam urin. Hasil protein Esbash (22/8/09) 1,8 g/L, diambil
dari jumlah urine/24 jam (1400ml).
4.2 DISKUSI
Perempuan, 8 th, bali, dikeluhkan bengkak pada wajah dan kedua kaki. Bengkak
seperti ini baru pertama kali dialami. Manifestasi klinik utama pada pasien ini
adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik.
Pada fase awal edema sering bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak pada
daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (daerah
periorbita, pre-tibia). Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak
sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi
bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak,
meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). 3
Pasien juga dikeluhkan mual dan muntah. Muntah frekuensi 2-3 kali per
hari, sekitar ½ gelas berisi air dan makanan. Nafsu makan dan minum juga
menurun. BAK menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna kuning.
Riwayat kencing kemerahan tidak ada. BAB dikatakan lebih encer dari biasanya
sebanyak 1 x SMRS. Didapatkan pula adanya nyeri tekan abdomen. Gangguan
gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare
sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa
usus. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi
pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edem dinding perut atau
pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. 3
Status gizi pasien adalah dihitung dari berat badan koreksi yaitu 21,5 kg
dan tinggi badan 122 cm, didapatkan status gizi 93,4 % (status gizi baik menurut
Waterlow). LPB= 0,85 m2
Dari urinalisis didapatkan kelainan yaitu protein 500 mg/dL (4+).
Eritrosit 150/uL (4+). Berat jenis 1,020. Hasil protein Esbash (22/8/09) 1,8 g/L,
diambil dari jumlah urine/24 jam (1400ml). Dari sedimen urin didapatkan
kelainan eritrosit 4-5/lpb, dismorfik. Silinder: granula +, Kristal amorph +, dan
43
masa pengobatan, pasien ini mengalami perbaikan yaitu pada tanggal 7/9/09-
9/9/09 diuji dengan SSA dengan hasil negatif.
Hasil kimia darah menunjukkan albumin 1,6 (hipoalbuminemia) dan
Globulin meninggi (4,3). Kadar globulin pada sindrom nefrotik dapat normal
atau meninggi sehingga perbandingan albumin-globulin yang terbalik.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus
dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan
edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini
timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan
intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan
pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma
yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial,
akibatnya terjadi edema dan diikuti peningkatan kadar kolesterol 375,00 mg/dL
pada pasien ini.
Pada pembahasan ini, pasien didiagnosa kerja dengan sindrom nefrotik.
DD/nya dengan GNA. Alasan tidak didiagnosa kerja dengan GNA adalah dari
hasil pemeriksaan yang kurang mendukung kearah GNA. Pada GNA terjadi
proses proliferasi & inflamasi pada glomerulus akibat mekanisme imunologis
terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang tersering adalah Streptococcus. Dari
riwayat anamnesa pasien ini keluhan sakit menelan, dan ISPA sebelumnya tidak
didapatkan. Dimana timbunya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal terutama
di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
hemolyticus A. gejala klinik yang sering berupa hematuria/kencing berwarna
merah daging. Kadang disertai edema ringan disekitar mata atau diseluruh
tubuh. Hipertensi pada 60-70% anak dengan GNA hari pertama, kemudian
normal kembali. Pada pasien ini hematuria tidak ada, walaupun terdapat
hipertensi. Hipertensi pada pasien ini diduga akibat terjadinya vasospasme dan
vasokonstriksi arteriola glomerulus yang menyebabkan tekanan filtrasi menjadi
kurang dan karena hal itu laju filtrasi glomerulus (LFG) menjadi ikut berkurang
yaitu sebesar 76,25. (normalnya 116,7 ± 28,2). Akibatnya filtrasi air, garam,
45
ureum, dan zat lainnya menjadi berkurang, dimana pasien ini dikatakan susah
BAK sejak 4 hari SMRS, hanya 1x sehari. Akibat selanjutnya terjadi
peningkatan BUN (178,80 mg/dL), dan ureum (138,2 mg/dL) dalam darah
meningkat.
Dari pemeriksaan penunjang yang biasa terdapat pada GNA yaitu -
Sedimen: erytroid, kecil-kecil, dismorfik, membran sel irregular, leukosit (+),
eritrosit cast, hyalin cast, granular cast. Serum: (ASTO, antihialuronidase, anti
DNase) meningkat, kadar C3 menurun, LED meningkat.4 Pada pasien ini kadar
ASTO (-) dan C3 normal.
Pada pasien ini juga didapatkan hasil kultur urin menunjukkan bakteri
Escherichia coli. Bakteri ini adalah penyebab terbanyak ISK. Urin diambil dari
5
pancar tengah. Pada wanita, 1x biakan > 10 kemungkinan infeksi adalah
sebesar 80%, bila 2 x biakan > 10 5 sebesar 90%, dan bila setelah 3 x biakan >
105 maka kemungkinan infeksi 95%. Dikatakan ISK atas jika infeksi saluran
kemih pada parenkim ginjal, lazim disebut pielonefritis. Bila ISK bawah, infeksi
pada vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara keduanya adalah katup
vesikoureter. 2
Penatalaksanaan pada pasien sindrom nefrotik ini adalah istirahat tirah
baring. Batasi asupan garam 1 gram/hari. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
Diuretic (furosemid 1mg/kgBB/kali), bergantung beratnya edema dan respon
pengobatan. Furosemide sempat digunakan pada pasien ini (18/09/09) namun
dihentikan pada 19/8/09 karena terjadi hiponatremia, sehingga dilakukan koreksi
natrium.
Cara: maksimal peningkatan Na/hari 12 meq/hari. Jadi kebutuhan Na; 116,50 +
12 = 128meq Na.
-128 mg Na + maintenance 2-3 mg/100cc =
128 + 30 = 158,5 mg Na dalam 1030 cc/hr.
~317 NaCl 3% dalam 1030 cc/hr.
-I. I 343 cc Dex 5% +105 cc NaCl 3%
II. 343 cc Dex 5% +105 cc NaCl 3%
III. 343 cc Dex 5% +105 cc NaCl 3%
46
DAFTAR PUSTAKA
17. S Gulati, Kher, Arora, gupta, Kale. Urinary tract infection in nephrotic
syndrome. The Pediatric infectious disease journal.
1996, vol. 15, no3, pp. 237-240 (17 ref.)
18. Lin CY, Hsu HC, Hung HY. Nephrotic syndrome associated with varicella
infection. Pediatrics. PMID: 3873641 [PubMed - indexed for
URL:http//www MEDLINE]. Akses: on September 8, 2009.