A. Latar Belakang
Tujuan acara praktikum kali ini adalah untuk membuktikan bahwa suatu
organisme patogen merupakan penyebab penyakit pada tanaman yang sakit dengan
uji Postulat Koch.
II. TELAAH PUSTAKA
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu bunsen, cover glass,
object glass, autoklaf, mikroskop, buku identifikasi, LAF, jarum ose, sendok, sarung
tangan, baki, timbangan, cawan petri, korek api, erlenmeyer, sprayer, botol selai,
skalpel, pinset, pipet tetes dan almunium foil.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu akuades steril, tanah
steril 1 kg, alkohol 70%, media PDA, Chlorampenicol, Tissue, label, tanaman Cabai
(Capsicum annum), tanaman kangkung (Ipomea aquatica), tanaman Terung
(Solanum melongena), dan isolat Fusarium sp.
A. Metode
Inkubasi
3 x 24 jam Celupkan
Tanam pada
akuades
media PDA
2. Peremajaan
Inkubasi
3-4 x 24 jam
Hasil isolasi
Dipindah ke
diambil 1 plug
media baru
3. Identifikasi
Bandingkan
dengan buku
identifikasi
Diambil isolat diletakkan
dengan jarum di object glass
ditutup cover glass
dihomogenkan
dirawat 1
minggu
dan
disiram 2
hari sekali.
Bubur inokulum bubur diinokulasikan pada tanaman
Patogen sehat
6. Reisolasi
Inkubasi
3 x 24 jam Celupkan
7. Peremajaan Tanam pada
akuades
media PDA
Inkubasi
3-4 x 24 jam
Hasil reisolasi
Dipindah ke
diambil 1 plug
media baru
8. Identifikasi
Bandingkan
dengan buku
Diambil isolat diletakkan identifikasi
dengan jarum di object glass
ditutup cover glass
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
A.
B. Pembahasan
B.
Postulat Koch merupakan penelitian yang dapat membuktikan suatu patogen
merupakan penyebab penyakit pada suatu tumbuhan dengan menerapkan isolasi,
inokulasi, reisolasi dan identifikasi mikroba yang berasosiasi (Suada & Suniti, 2014).
Postulat Koch adalah pedoman untuk membuktikan bahwa suatu penyakit
disebabkan mikroorganisme tertentu atau pedoman untuk menentukan organisme
penyebab penyakit atau causative agent. Postulat Koch menjelaskan bahwa
mikroorganisme mikroorganisme dikatakan penyebab penyakit bila memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Mikroorganisme penyebab penyakit selalu berasosiasi dengan gejala penyakit
yang bersangkutan.
2. Mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat diisolasi pada media buatan
secara murni.
3. Mikroorganisme penyebab penyakit hasil isolasi harus dapat menimbulkan
gejala yang sama dengan gejala penyakitnya apabila diinokulasikan.
4. Mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat direisolasi dari gejala yang
timbul hasil inokulasi.
Teknik postulat Koch meliputi empat tahapan, yaitu asosiasi, isolasi,
inokulasi, dan reisolasi. Asosiasi yaitu menemukan gejala penyakit dengan tanda
penyakit (patogen) pada tanaman atau bagian tanaman yang sakit. Isolasi yaitu
membuat biakan murni patogen pada media buatan (pemurnian biakan). Inokulasi
adalah menginfeksi tanaman sehat dengan pathogen hasil isolasi dengan tujuan
mendapatkan gejala yang sama dengan tahap asosiasi. Reisolasi yaitu mengisolasi
kembali patogen hasil inokulasi untuk mendapatkan biakan patogen yang sama
dengan tahap isolasi (Meliala, 2009).
Postulat Koch dilakukan dengan tahapan meliputi isolasi, peremajaan,
identifikasi, pembuatan inokulum patogen, inokulasi tanaman uji, reisolasi,
peremajaan dan identifikasi. Isolasi merupakan tahapan mengambil mikroorganisme
dari bagian tanaman untuk kemudian ditumbuhkan pada media tumbuh. Peremajaan
dilakukan untuk memindahkan isolat ke media baru. Identifikasi dilakukan dengan
pengamatan secara makoskpis dan mikroskopis. Pembuatan inokulum patogen
dilakukan untuk inokulasi isolat Fusarium sp. Tahapan selanjutnya adalah
melakukan reisolasi, peremajaan hingga identifikasi. Menurut Achmad & Maisaroh,
(2004), inokulasi merupakan perpindahan inokulum dari sumbernya ke dalam
tanaman inang. Dengan dilakukannya inokulasi, berarti patogen memiliki peluang
yang besar untuk menyerang inangnya dan menimbulkan penyakit. Hal ini dapat
menjelaskan pengaruh inokulasi yang nyata terhadap intensitas dan luas serangan
penyakit oleh patogen.
Penyakit yang ditemukan di seluruh dunia yang disebabkan oleh beberapa
spesies Fusarium toksigenik salah satunya adalah penyakit jagung busuk. Fusarium
toksigenik menyebabkan akumulasi beberapa kelompok mikotoksin di kernel.
Spesies patogen yang berlaku bisa bervariasi selama bertahun-tahun, tergantung pada
berbagai faktor seperti benua dan daerah, kondisi agroekologi, kerusakan oleh
serangga, faktor stres lainnya dan kerentanan kultivar (hibrida) untuk infeksi oleh
spesies Fusarium (Gromadzka et al., 2016).
Tanaman yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu tanaman kangkung
(Ipomea aquatica), Terung (Solanum melongena), dan Cabai (Capsicum annum).
Penjelasan tentang masing-masing tanaman yaitu :
Klasifikasi tanaman kangkung menurut Cahyono (2003), sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatica
Menurut Nhu & Nuntavun (2016), Ipomoea aquatic atau kangkung air adalah
tanaman akuatik, pertumbuhannya cepat, ekonomis dan memiliki kandungan nutrisi
yang tinggi. Tanaman ini mengandung kalsium potassium, zat besi, vitamin, dan
proterin dengan kadar tinggi. Kangkung telah banyak digunakan untuk
membersihkan air eurotropic dan mikroorganisme memainkan peran penting dalam
mekanisme penghilangan nitrat, nitrogen dan ammonia nitrogen pada kangkung air.
Kangkung (Ipomoea aquatica) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran
yang tergolong dalam Famili Convolvulaceae dan banyak digemari oleh seluruh
lapisan masyarakat. Kangkung banyak ditanam di Pulau Jawa khususnya di Jawa
Barat, juga di Irian Jaya. Produksi sayuran kangkung selalu mengalami kenaikan dan
penurunan, pada tahun 2009 produksi kangkung sebesar 360.992 ton sedangkan pada
tahun 2011 produksinya 355.466. Berdasarkan tempat tumbuh, kangkung dibedakan
menjadi 2 macam yaitu kangkung darat yang hidup ditempat kering atau tegalan dan
kangkung air yang hidup ditempat yang berair dan basah. Bagian yang dikonsumsi
dari tanaman ini yaitu daun dan batang yang masih muda karena memiliki rasa yang
renyah sedangkan bagian yang sudah tua memiliki tekstur yang keras. Daun
kangkung panjang, berwarna hijau keputihan yang merupakan sumber pro vitamin A
(Wijaya et al., 2014).
Terong termasuk tanaman semusim yang berbentuk perdu. Batangnya rendah
(pendek), berkayu dan bercabang. Tinggi tanaman bervariasi antara 50-150 cm,
tergantung dari jenis ataupun varietasnya. Permukaan kulit batang, cabang ataupun
daun tertutup oleh bulu-bulu halus. Daunnya berbentuk bulat panjang dengan
pangkal dan ujungnya sempit, namun bagian tengahnya lebar, letak daun berselang-
seling dan bertangkai pendek (Rukmana, 1994).
Tanaman terong diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotiledoneae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum melongena L. (Rukmana, 1994).
Batang tanaman terong dibedakan menjadi dua macam, yaitu batang utama
(batang primer) dan percabangan (cabang sekunder). Batang utama merupakan
penyangga berdirinya tanaman, sedangkan percabangan merupakan bagian tanaman
yang mengeluarkan bunga. Bentuk percabangan tanaman terong hampir sama dengan
percabangan cabai hot beauty yaitu menggarpu (dikotom), letaknya agak tidak
beraturan. Percabangan yang dipelihara yaitu cabang penghasil buah (cabang
produksi). Batang utama bentuknya persegi (angularis), sewaktu muda berwarna
ungu kehijauan, setelah dewasa menjadi ungu kehitaman. Daun-daun muda berwarna
hijau tua, sedangkan yang telah tua berwarna ungu kemerahan (Imdad & Nawangsih,
1999).
Klasifikasi tanaman cabai sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.
Cabai (Capsicum spp.) diperkenalkan di Asia dan Afrika pada abad ke-16
oleh pedagang Portugis dan Spanyol melalui jalur perdagangan dari Amerika Selatan
(Djarwaningsih, 2005). Lebih dari 100 spesies Capsicum telah diidentifikasi.
Capsicum annuum L. adalah tumbuhan berupa terna, biasanya berumur hanya
semusim, berbunga tunggal dan mahkota berwarna putih dan ada yang ungu, bunga
dan buah muncul di setiap percabangan, warna buah setelah masak bervariasi dari
merah, jingga, kuning atau keunguan, posisi buah menggantung. Sebagian besar
spesies Capsicum sp. bersifat menyerbuk sendiri (self pollination) tetapi
penyerbukan silang (cross pollination) secara alami dapat pula terjadi dengan
bantuan lebah dengan persentase persilangan berkisar 7.6-36.8% (Greenleaf, 1986).
Kim et al. (2009), melaporkan bahwa penyerbukan silang alami pada tanaman cabai
dapat terjadi dalam jarak 18 m. Umumnya persilangan antar spesies cabai bisa
dilakukan, karena antar spesies cabai tersebut mempunyai kesamaan genom yaitu
diploid (2n=2x=24) (Wang & Bosland, 2006).
C. annuum merupakan tanaman budidaya yang sering terserang penyakit.
Beberapa penyakit biotik dan abiotik dapat menyebabkan kerugian besar bagi para
pembudidaya. Patogen dapat menyerang tanaman ini tergantung pada lokalitas dan
kondisi iklim. Penyebab penyakit yang sering ditemui di tanaman ini adalah Pythium
aphanidermatum, Phytophthora spp. Alternaria solani, Fusarium oxysporum dan
Scerotium rolfsii (Gagrepatil & Vanmare, 2016).
Hasil yang didapat pada praktikum Uji Postulat Koch yaitu pada rombongan
IV kelompok 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 tidak mendapatkan spesies Fusarium sp., hasil
spesies yang teridentifikasi pada kelompok 1 adalah Chaetomium sp., kelompok 2
dan 4 mendapatkan spesies Trichoderma sp., kelompok 5 mendapatkan speises
Aspergillus fumigatus sedangkan untuk kelompok 3 dan 6 spesiesnya tidak dapat
teridentifikasi karena kekurangan data. Hasil yang idapatkan oleh seluruh kelompok
berbeda dengan isolat awal yang digunakan yaitu Fusarium sp. Karakter
makroskopis Fusarium sp. yaitu warna koloni putih, warna sebaliknya koloni putih
dengan sedikit merah muda, permukaan koloni halus, tepi koloni yang tidak rata dan
bergerigi, dan pola penyebaran tersebar sedangkan karakter mikroskopisnya yaitu
hifa yang berseptat dan adanya konidium. Menurut Afriyeni et al. (2013), ciri
makroskopis Fusarium sp. yang ditemukan pada medium PDA adalah koloni
memiliki bentuk pinggiran yang tidak rata dan bentuk koloni seperti menjari.
Miselium jamur ini berwarna putih dan terdapat lingkaran berwarna merah muda
pada bagian tengahnya. Ciri mikroskopis jamur Fusarium sp. adalah memiliki dua
jenis konidia (makrokonidia dan mikrokonidia). Makrokonidia terdiri atas tiga sel
yang berbentuk sabit dan mikrokonidia satu sel dan berbentuk oval. Spesies
Fusarium sp. biasanya menghasilkan makrokonidia dan mikrokonidia dari phialid
ramping, makrokonidianya hialin, dua sampai beberapa sel, fusiform sampai
berbentuk sabit, sebagian besar dengan sel apikal memanjang dan sel basal.
Berdasarkan praktikum Postulat Koch, hasil yang seharusnya didapatkan
yaitu spesies Fusarium sp. yang menyebabkan penyakit rebah atau layu pada
tumbuhan karena isolat awal yang digunakan sebagai data awal yaitu Fusarium sp.
Tetapi setelah diamati selama 1 minggu, kemudian diidentifikasi ada beberapa
kelompok yang mendapatkan spesies berbeda. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu terjadinya kontaminasi ketika mengisolasi maupun
menginokulasikan isolat, adanya jamur dari lingkungan tempat perawatan tumbuhan,
kompetisi yang terjadi antara Fusarium sp. dengan jamur kontaminan (Gunawan,
2011).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Achmad. & Maisaroh, M. 2004. Identifikasi dan Uji Patogenitas Penyebab Penyakit
Hawar Daun pada Suren (Toona sureni MERR.). Jurnal Manajemen Hutan
Tropika, 1, pp. 67-75.
Afriyeni, Y., Nasir, N. P. & Jumjunidang. 2013. Jenis-Jenis Jamur pada Pembusukan
Buah Kakao (Theobroma cacao, L.) di Sumatera Barat. Jurnal Biologi
Universitas Andalas, 2(2), pp. 124-129.
Agrios, G. N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Cahyono, B. 2003. Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta:
Kanisius.
Djarwaningsih, T. 2005. Capsicum spp. (Cabai): asal, persebaran dan nilai ekonomi.
Biodiversitas, 6, pp. 292- 296.
Gagrepatil, V. A., & Vanmare, D. J. 2016. Incidence of Fungal Diseases of
Capsicum in Relation to Seasonal Variation. International Journal of Applied
Research. 2(1), pp. 286-287.
Greenleaf, W.H. 1986. Pepper breeding. p. 67-134. In M.J. Basset (Eds.). Breeding
Vegetables Crops. Lousiana: AVI Publishing Co. Conecticut.
Gromadzka, K. Gorna, K. & Chelkowski, A.W. Myctoxins and Releated Fusarium
Species in Preharvest Maize Ear Rot in Poland. Plant Soil Environ. Vol 62
(8), pp 348–354
Gunawan, L. F. 2011. Koch’s Postulates, Carnivorous Cows, and Tuberculosis
Today Hawai‘i. Medical Journal, 70.
Imdad, H. P. & A. A. Nawangsih. 1999. Sayuran Jepang. Penebar Swadaya. Jakarta
Kim, C. G., D. I. Kim, H. J. Kim, J. I. Park, B. Lee, K. W. Park, S. C. Jeong, K. H.
Choi, J. H. An, K. H. Cho, Y. S. Kim. & H. M. Kim. 2009. Assessment of
gene flow from genetically modified anthracnose-resistant chili pepper
(Capsicum annuum L.) to a conventional crop. J. Plant Bio, 52, pp. 251-258.
Martoredjo, T. 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian Dari Perlindungan
Tanaman. Yogyakarta: Andi Offset.
Meliala, C. 2009. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Nhu, N. T. H., & Nuntavun, R. 2016. Effects Of Rhizobacteria On Seed Germination
Of Water Spinach (Ipomoea aquatica). KKU Res.j., 22(1), pp. 280-290.
Pracaya, Ir. 2007. Hama & Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.
Purnomo, B. 2015. Penuntun Praktikum Penyakit Tanaman. Bengkulu:
Laboratorium IHPT Fakultas Pertanian UNIB
Rukmana, R. 1994. Bertanam Terung. Kanisisus: Yogyakarta.
Sastrahidayat, I. R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Surabaya: Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Usaha Nasional
Semangun H. 1996. Penyakit - Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Edisi
kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Suada, I. K., & Suniti, N. W. 2014. Isolasi dan Identifikasi Patogen Getah Kuning
Manggis Melalui Pendekatan Postulat Koch dan Analisis Secara Molekuler.
Jurnal HPT Tropika. 14(2), pp. 142-151.
Walker, L., Levine, H. & Jucker, M. 2006. Koch's postulates and infectious proteins.
Acta Neuropathol (Berl), 112 (1), pp. 1–4
Wang, D. & P.W. Bosland. 2006. The genes of Capsicum. HortScience, 41, pp.
1169-1187.
Wijaya, T. A., Syamsuddin D. & Abdul C. 2014. Keanekaragaman Jamur Filoplan
Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) Pada Lahan Pertanian
Organik Dan Konvensional. Jurnal HPT, 2(1), pp. 29-36.