1) Perencanaan
2) Pengorganisasian
Kegiatan ini meliputi deklarasi, pembentukan pengurus di tingkat pusat, wilayah, cabang,
ranting, dan sub ranting.
3) Realiasasi
Melakukan raker, muktamar dan konggres partai. Memaksimalkan kerja pengurus dari ranting
samapi pusat. Sosialisasi partai, merikrut kader dan simpatisan partai.
4) Evaluasi
Secara berkala pengurus partai melakukan evaluasi, tujuannya untuk mengetahui keberhasilan
target yang ditentukan.
1) Perencanaan
Latar belakang
Berdiri Partai Persatuan Pemuda(P Perda) didorong oleh keinginan para generasi untuk
memperbaiki keadaan bangsa dan negara yang mengalami keterpurukan berkepanjangan di
semua sektor kehidupan. Partai Persatuan Pemuda(P Perda) menghendaki terciptanya tatanan
sosial dan politik di Indonesia selaras dengan UUD 45 dan Pancasila sehingga tercapai negara
yang adal dan makmur.
visi: Menciptakan negara dan bangsa yang adil, damai, dan sejahtera sebagai perwujudan dari rasa
keimanan yang berlandaskan keagamaan dan rasa cinta tanah air.
Kedua, yang dipikul generasi muda adalah bertalian dengan suara rakyat
Ketiga, tanggungjawab ulama yang berkenaan dengan berbangsa dan bernegara Terkait
tanggungjawab ini, para generasi muda meyakini bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah final.
2) Pengorganisasian
Deklarasi partai, waktunya jika dirasa sudah tepat yaitu memiliki jarinagan minimal 50% dari
jumlah Provinsi.
Membentuk dewan penggurus pusat selambat-lambatnya 30 hari setelah deklarasi. Hal ini
diikuti oleh perngurus wilayah dan cabang.
Dewan pengurus membuat kebijakan partai dan program kerja melalui RAKER dan KONGGRES,
pelaksanaanya 30 hari setelah terbentuk dewan pengurus.
3) Realiasasi
Sosialisasi partai, media yang digunakan media elektronik, media cetak dan pendekatan
personal. Pengurus aktif dalam berkomonikasi dan membuat jarigan.
Target partai
- Selambat-lambatnya 60 hari setelah deklarasi terbentuk pengurus wilayah dan cabang minimal
80 % di wilayah Indonesia .
4) Evaluasi
Evaluasi melalui raker, muktamar, konggres partai dan rapat dewan pengurus.
Bicara masalah Manajemen parpol sih, agak sulit kelihatannya tapi saya akan coba menuliskan
yang mungkin bisa bermamfaat buat kita semua khususnya para pengurus dan kader partai
politik di indonesia.
Bicara masalah Manajemen Partai Politik memang sangat-sangat susah tetapi sangat
diperlukan bagi sebuah parpol baru akan berkembang, kenapa saya katakan sangat penting
karena manajemen merupakan hal yang utama bagi tumbuh dan berkembangnya suatu parpol
apalagi parpol baru karena , keberhasilan suatu parpol baru, pertama kali yang menjadi
barometer adalah manajemennya..dan bukan jumlah dukungan masa, pengurus maupun
financialnya.
Baiklah saya akan ambil contoh di bidang HUMAS. Karena ini merupakan factor utama
dalam melakukan sosialisasi terhadap public. Partai politik perlu menerapkan strategi efektif
guna mengomunikasikan ide dan gagasannya pada publik. Konsep,komunikasi yang efektif
dapat dijadikan pijakan. Lebih jauh lagi, peran dan fungsi humas sebagai bagian dari ‘strategic
management’ dapat diandalkan untuk memberikan efek signifikan dalam pencapaian tujuan dari
sebuah parpol.
LIBERALISASI itulah corak dunia kita sekarang secara nasional. Inti liberalisasi adalah
persaingan (competition) dan sekaligus pentingnya wujud kerjasama (cooperation). Melalui
kompetisi tersebut semua parpol dihadapkan pada pertarungan tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk melakukan kerjasama (koalisi). Partai politik (parpol) yang tidak mampu
berkompetisi juga yang tidak mampu membangun koalisi pasti akan collapse bahkan bisa
tersingkir.
Parpol harus mampu menyiasati perkembangan zaman itu. Menghadapi kompetisi atau
melakukan koalisi adalah langkah membangun prestasi dan melahirkan reputasi sebagai wujud
citra parpol. Untuk berprestasi, meraih reputasi, apalagi membangun citra parpol perlu
mendapat dukungan publik atau masyarakat. Sebab masyarakat itulah sesungguhnya pasar
yang selalu menguji, menilai, dan memberi penghargaan dalam proses liberalisasi. Parpol
harus membangun human relation yang menjadi bagian dari proses peradaban yang
berlangsung sangat dinamis.
Sampai saat ini hampir semua parpol tidak memiliki humas, bahkan kalau ada merupakan
fungsi komplementer dari bidang informasi dan komunikasi (infokom). Dalam hal ini, fungsi
humas hanya secara teknis memublikasikan apa yang menjadi keputusan strategis bidang lain.
Fungsi humas bukan fungsi strategis karena tidak dapat menggerakkan dan mengelola sumber-
sumber komunikasi dengan publik. Sebaliknya humas merupakan fungsi manajemen yang
hanya berperan mengomunikasikan pesan-pesan parpol kepada publiknya.
Dengan demikian parpol yang benar dan baik akan memandang penting makna humas dengan
mengintegrasikan semua fungsi humas menjadi satu fungsi (terintegrasi) dan tidak terpecah
serta tidak menjadi bagian dari bidang lain. Hanya dalam suatu sistem integrasi, humas
memungkinkan untuk mengembangkan komunikasi dalam rangka mengelola strategi dan
mempengaruhi opini publik baik internal maupun eksternal.
Dengan posisi manajemen strategis, humas akan lebih leluasa memberikan kontribusi guna
pencapaian tujuan parpol. Dengan demikian dia mampu mengembangkan program untuk
mengomunikasikan pesan parpol kepada publik, baik internal maupun eksternal.
Dalam kaitan ini, secara garis besar fungsi humas parpol antara lain:
partisipasi dalam manajemen, yaitu terlibat dalam proses pembuatan keputusan strategis,
Seorang kader praktisi humas parpol yang piawai dalam berkomunikasi dengan media tulisan,
elektronik, bahkan melalui multi media. Kader praktisi humas parpol diharapkan juga dapat
melakukan pembinaan sumber daya manusia internal partai itu, di samping diperlukan kondisi
yang kondusif yang mengarah kepada keterbukaan dan demokratisasi.
Hal ini akan dapat mendorong setiap pimpinan parpol untuk berpikir kritis dan kreatif.
Setiap pimpinan parpol akan mengembangkan pola berpikir alternatif dengan pemahaman
mendalam. Dengan ini diharapkan tumbuh pimpinan parpol yang kritis dan bersikap arif dalam
menghadapi berbagai masalah, tidak hanya asal cepat saja.
Bentuk nyata komunikasi parpol dapat dilakukan dengan berbagai media cetak secara
lisan atau tertulis, juga media elektronik. Komunikasi tersebut diramu sedemikian rupa sehingga
mampu memengaruhi publik pada umumnya. Ini untuk membangun reputasi parpol, penciptaan
sense of belonging dan pembinaan corporate culture.
Dalam dinamika liberalisasi, suka atau tidak suka, media massa atau pers (cetak atau
elektronik) sangat penting. Apalagi pada era globalisasi informasi sekarang. Pers ada di mana-
mana, dengan para wartawan pada titik sentralnya. Pers juga perlu dimanfaatkan parpol, yang
tentu saja dapat merugikan jika salah memanfaatkannya. Penulis Amerika Herbert NCasson
menyatakan, media massa menjadi kebutuhan pokok dalam perikehidupan masyarakat
modern, yang membimbing mereka dengan berbagai informasi dari pagi sampai petang bahkan
sampai jauh malam selama 24 jam non-stop.
Dalam zaman modern, media massa menjadi indikator penting dari kemajuan suatu
negara dan bangsa. Media massa itu padat modal dan ditangani secara profesional dengan
menggunakan teknologi canggih, terbukti telah melahirkan tiras media cetak dan tayangan jam
siaran media elektronik yang spektakuler. Inilah yang menempatkan media massa menjadi
institusi yang luar biasa kekuatannya di seluruh dunia, dan pengaruhnya sangat kuat, luas, dan
tidak ternilai.
Karena itu jika operasionalisasi media massa dilakukan oleh mereka yang tidak
profesional, maka publik dan peradaban akan sangat dirugikan. Sebaliknya jika pers
dikendalikan secara profesional, idealis, dan independen, niscaya akan memberi kontribusi
besar dan bermakna bagi publik dan peradaban.
Itu pula sebabnya humas pada institusi/organisasi pada umumnya, dan humas parpol
khususnya yang tidak mampu memanfaatkan potensi media massa pasti akan tertinggal oleh
perubahan zaman, dan sangat mungkin akan mati lantaran tidak mampu membangun akses
kerjasama dan tidak kuat bersaing.
Humas parpol yang mampu memanfaatkan potensi pers, yakinlah akan mampu bertahan,
bahkan kian maju dan kuat.
Humas parpol dan media massa sebenarnya dua fenomena dalam dunia informasi yang
sangat sinergi dalam membangun kehidupan bangsa dan negara. Tanpa media massa, humas
parpol akan sulit menyebarluaskan informasi penting, termasuk mengalami kesulitan untuk
melakukan pendekatan dengan publiknya.
Adalah realitas, betapa banyak parpol yang kedodoran oleh hantaman media massa yang
menyuguhkan informasi tidak akurat, tidak bertanggung jawab, dan salah. Hal itu terutama
akibat ketidakmampuan parpol tersebut memanfaatkan peluang yang tersedia pada media
massa, utamanya karena parpol tidak memiliki humas.
Tentu saja landasan pekerjaan humas parpol yang baik haruslah dari lingkup parpol yang baik
pula, sebab humas parpol sama dengan media massa sama-sama melayani hak publik untuk
tahu (right to know), yang otomatis juga mengemban kebenaran informasi.
Parpol mana pun jika tidak memiliki humas yang baik akan terlayani secara buruk pula oleh
pers, yang berimbas kepada buruknya perlindungan publik.
Ketentuan keuangan partai politik diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dalam UU itu diatur sumber keuangan parpol dan besaran
sumbangan. Dana kampanye juga diatur dalam UU No 10/2008 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Akan tetapi, ketentuan perundang-undangan itu tidak mudah dilaksanakan, apalagi diawasi
pelaksanaannya. Oleh karena itu, ketentuan itu sebenarnya kurang efektif.
Misalnya, dalam UU No 2/2008, besaran perseorangan bukan anggota parpol ditentukan
paling banyak Rp 1 miliar per orang dalam waktu satu tahun anggaran. Sumbangan dari
perusahan atau badan usaha paling banyak Rp 4 miliar per perusahaan dalam satu tahun
anggaran. Bagaimana mengawasi ketentuan bahwa sumbangan perseorangan bukan anggota
parpol paling banyak Rp 1 miliar? Atau, bagaimana pula pengawasan terhadap sumbangan
yang berasal dari perseorangan anggota parpol sendiri?
Penyumbang atau orang bukan anggota parpol yang menyumbang ke parpol, apalagi
dalam jumlah besar, biasanya tidak mau disebut namanya. Selain itu, sumbangan dalam
jumlah besar tidak selalu dicatat di dalam rekening kas umum parpol.
Oleh karena itu, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki
menilai, rekening keuangan atau kas parpol hanya sekadar menjadi ”pajangan”. Artinya,
keuangan atau kas parpol, termasuk rekening dana kampanye parpol, hanya instrumen
memenuhi persyaratan administratif UU.
Arus keluar masuk uang dalam organisasi parpol dari berbagai sumber, kata Teten, jauh
lebih besar daripada perhitungan yang bisa tercatat dalam kas atau keuangan parpol. ”Saat
kampanye, misalnya, yang ada justru kasir-kasir politik yang menerima atau mengeluarkan
uang, bukan saja bendahara parpol,” katanya.
Pengajar Politik Universitas Gadjah Mada, Kuskridho Ambardi, mengungkapkan, laporan
keuangan parpol, seperti laporan dana kampanye, dibuat sesuai ketentuan yang diminta.
Akan tetapi, kata Kuskridho, saat ditanya kepada bendahara parpol, jumlah dana
kampanye bisa mencapai tiga kali lipat daripada yang dilaporkan. Oleh karena itu, peraturan
pembatasan sumber keuangan parpol yang dinilai baik selama ini menjadi tidak realistis.
”Respons partai terhadap peraturan itu melakukan patgulipat, dan semua seperti itu, mulai
dari partai besar hingga partai kecil, dan kemudian justru digelapkan,” katanya.
Dengan kondisi itu, banyak pimpinan atau bendahara parpol sulit menjelaskan asal usul
”mesin” uang keuangan atau kas parpol secara transparan dan seberapa besar sumbangan
yang diterima atau rata-rata uang yang terkumpul pada kas parpol dalam setahun.
37
Walaupun disisi lain harus diakui adalah bahwa partai politik (parpol)
di tingkat nasional dan lokal menempati posisi yang semakin penting
dalam kehidupan politik, pemerintahan, dan kemasyarakatan
utamanya pada periode awal era Reformasi. Saat itu institusi parpol
menjadi tumpuan harapan masyarakat. Namun, data empirik
menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap partai politik
kini cenderung mengalami penurunan (The Asia Barometer, 2004).
39
40
41
42
43
Sudah saatnya kita perlu banyak belajar kepada para tokoh politik
terdahulu seperti ; Bung Karno, Bung Hatta atau kepada para
begawan politik yang masih hidup seperti KH. Yusuf Hasyim, Amin
Rais dan Gus Dur serta banyak lagi lainnya yang selalu istikhomah
menjaga nilai-nilai etik dalam berpolitik dan menggunakan politik
sebagai wahana perjuangan dan mengabdikan diri kepada
masyarakat.
Subur Tjahjono
Pemasaran politik itu telah banyak digunakan secara sistematis di Indonesia sejak
pemilihan umum lebih terbuka dan persaingan sehat mulai terjadi tahun 1999. Konsep
manajemen partai politik juga menemukan relevansinya karena lima tahun ke depan isu
manajemen parpol secara modern sudah harus diterapkan partai politik di Indonesia.
Firmanzah mengaku mendapat kritik dari sejumlah kalangan ilmu politik atas sejumlah
buku yang ditulisnya karena ditulis oleh ahli manajemen dari Fakultas Ekonomi. Ia juga
mengakui bukan yang pertama menulis buku tentang pemasaran politik. Tahun 2004,
Adman Nursal, seorang praktisi pemasaran, telah menulis buku Political Marketing
yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama.
Firmanzah setidaknya telah menunjukkan bahwa politik bisa didekati dari disiplin ilmu
manajemen secara konseptual teoretis, tidak melulu ilmu politik.
Anda kok seperti melompat dari ilmu manajemen ke penulisan buku soal politik?
Saya suka ilmu perilaku. Saya suka mengamati perilaku dan saya suka mengamati
interaksi pola-pola perilaku. Pola perilaku yang suka saya amati adalah persaingan.
Kalau kita bicara perilaku, bisa dalam tataran individu, tataran keluarga, tataran
organisasi, tataran industri, tataran negara, bisa juga dalam tataran antarnegara. Perilaku
ini saya tarik dari hulu ke hilir. Di hulu, saya suka filsafat, sosiologi, politik. Di wilayah
empirik, yaitu pemasaran. Saya menarik fenomena dari perspektif perilaku dan
persaingan.
Orang akan melihat ini lompat-lompatan. Jadi, dalam perspektif perilaku, masih ada
benang merahnya. Termasuk, pemasaran politik, itu kan perilaku bagaimana politisi dan
partai politik bisa memasarkan ide dan gagasannya, memenangi persaingan, atau
mengelola partai politik.
Persis. Persoalannya sekarang adalah pada titik optimum berapa persaingan itu bisa
berkorelasi positif terhadap kinerja. Dalam titik tertentu itu seperti U-turn (belokan)
antara kinerja dan persaingan. Sampai derajat tertentu, semakin kita intensifkan
persaingan, kinerjanya semakin baik. Ada inovasi, ada kreativitas. Tetapi, ketika itu
terlampaui, persaingannya tidak terkontrol, maka yang terjadi adalah keruntuhan
industri secara keseluruhan.
Sama dengan partai politik. Pada titik seberapa sebenarnya parpol di Indonesia sudah
optimum.
Berapa?
Itu mesti kita hitung. Sekarang yang masuk ambang batas di DPR sembilan partai
politik. Mungkin sembilan itu yang optimum. Jumlah partai politik jangan sampai lebih
dari 10 di Indonesia. Kenapa? Masyarakat Indonesia di akar rumput tidak cukup
kapasitasnya untuk memilah-milah visi atau program kerja partai. Akan sulit.
Jadi, positioning partai yang tidak jelas. Bedanya Golkar dengan Demokrat apa? Tidak
ada, kecuali ketua umumnya. PDI-P kan mengaku partai wong cilik. Tetapi waktu
mereka berkuasa, kebijakan privatisasi masif. Bedanya PPP dan PKB apa?
Ideologi harus jelas. Mendirikan partai tidak seperti mendirikan firma atau perseroan
terbatas. Kita kumpul, kita daftar di Departemen Hukum dan HAM, kita jadi partai
politik.
Karena intelektual politik yang hilang. Mesin intelektual dalam tubuh partai tidak jalan.
Semuanya terjebak pada, yang saya khawatirkan—mudah-mudahan tidak—
pragmatisme politik.
Bayangkan kita sebagai pemilih. Pemilih itu kan akan menentukan siapa yang akan
dipilih. Yang menjadi menarik adalah bagaimana proses yang terjadi ketika pemilih
akan menentukan pilihannya.
Kalau semuanya sama, harus ada diferensiasi sehingga si pemilih dengan mudah
memilih, oke saya pilih partai A, B, atau C. Ketika diferensiasi tidak terjadi, yang
terjadi adalah posisi sama saja. Jadi, golput tidak semata-mata kesalahan pemilih, tetapi
jangan-jangan kesalahan partai politik.
Ketika dalam sistem multipartai tidak ada positioning yang jelas, pemilih berada dalam
posisi kesulitan. Celakanya memang yang membedakan cuma pemimpin saja.
Kalau kita bicara pemasaran, tidak hanya bicara PDB (positioning, diferensiasi, dan
brand), tetapi kita juga bicara inovasi produk, intelijen pemasaran, dan survei pasar.
Pemasaran itu adalah ilmu hubungan bagaimana mengaitkan pemilih dan yang akan
dipilih.
Saya cukup idealis di sini karena saya ingin menjadikan pemilih adalah tempat pertama
dari semuanya berangkat. Politisi ada karena pemilih. Sama juga produsen ada karena
ada konsumen. Kita tidak bisa mengabaikan pemilih karena pemilihlah yang
menjelaskan kenapa kita harus ada. Jadi, pemilih itu sebagai subyek, bukan obyek.
Selama ini perilaku politik kita kan masih elitis, seolah-olah lapisan akar rumput tidak
tahu politik dan harus didorong oleh elite politik.
Ada kesan pemasaran politik itu hanya untuk pemolesan atau pengelabuan terhadap
kondisi sebenarnya?
Itu yang salah. Pemasaran politik tidak sekadar iklan di televisi, tidak hanya sekadar
memasang baliho, atau pasang iklan di bioskop. Enggak. Pemasaran politik itu proses
panjang sejak kita mengumpulkan informasi, kita petakan semua persoalan bangsa ini,
kita analisis, kemudian kita carikan solusinya, kita sosialisasi dan promosi, sekaligus
membedakan dengan yang lain, kemudian juga tetap menjaga hubungan dengan
pemilih, intelijen pemasaran, sampai pada tataran yang lebih pragmatis, bahkan hingga
ke pascapelayanan. Jadi, iklan hanya bagian kecil saja.
Proses hulunya ini yang jarang disentuh. Itu mengapa saya menyoroti pentingnya
penelitian dan pengembangan di partai politik. Banyak parpol yang belum
menempatkan litbang partai sebagai divisi yang strategis.
Di situ sebetulnya muara antara ideologi partai dan persoalan di tataran lapangan diramu
dan solusinya seperti apa. Tadi saya ngobrol dengan teman-teman Fraksi Partai Golkar,
kalau cari informasi Century atau KPK dari mana? Dari koran. Apa enggak ada
informasi dari internal partai? Tidak ada. Padahal, kita kan bisa membedakan data dan
informasi. Kalau data masih mentah, informasi sudah dianalisis. Dalam proses analisis
ini kan ada ideologi partai bermain. Litbang sebagai unit strategis bisa mengumpulkan
informasi dari DPC, DPD, DPP, lalu ditabulasi datanya, kita petakan persoalan di
Indonesia, lalu bagaimana posisi partai.
Apa saja sistem organisasi bisnis yang bisa diserap parpol?
Itu harus mulai dihilangkan kalau kita mau modern, kecuali kalau kita mau seperti
sekarang.
Bisa. Kenapa enggak bisa? Harus bisa, karena kalau enggak, tidak akan pernah
langgeng sistemnya. Bagaimana mendudukkan elite individu di bawah sistem.
Waduh bicara masalah Manajemen parpol sih, agak sulit kelihatannya tapi saya akan coba
menuliskan yang mungkin bisa bermamfaat buat kita semua khususnya para pengurus dan
kader partai Karya perjuangan…
bIcara masalah Manajemen Partai Politik memang sangat-sangat susah tetapi sangat
diperlukan bagi sebuah parpol baru akan berkembang, kenapa saya katakan sangat penting
karena manajemen merupakan hal yang utama bagi tumbuh dan berkembangnya suatu parpol
apalagi parpol baru karena , keberhasilan suatu parpol baru, pertama kali yang menjadi
barometer adalah manajemennya..dan bukan jumlah dukungan masa, pengurus maupun
financialnya.
Baiklah saya akan ambil contoh di bidang HUMAS. Karena ini merupakan factor utama dalam
melakukan sosialisasi terhadap public.
Partai politik perlu menerapkan strategi efektif guna mengomunikasikan ide dan gagasannya
pada publik. Konsep,komunikasi yang efektif dapat dijadikan pijakan. Lebih jauh lagi, peran dan
fungsi humas sebagai bagian dari ‘strategic management’ dapat diandalkan untuk memberikan
efek signifikan dalam pencapaian tujuan dari sebuah parpol.
LIBERALISASI itulah corak dunia kita sekarang secara nasional. Inti liberalisasi adalah
persaingan (competition) dan sekaligus pentingnya wujud kerjasama (cooperation). Melalui
kompetisi tersebut semua parpol dihadapkan pada
pertarungan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk melakukan kerjasama (koalisi). Partai
politik (parpol) yang tidak mampu berkompetisi juga yang tidak mampu membangun koalisi
pasti akan collapse bahkan bisa tersingkir.
Parpol harus mampu menyiasati perkembangan zaman itu. Menghadapi kompetisi atau
melakukan koalisi adalah langkah membangun prestasi dan melahirkan reputasi sebagai wujud
citra parpol. Untuk berprestasi, meraih reputasi, apalagi membangun citra parpol perlu
mendapat dukungan publik atau masyarakat. Sebab masyarakat itulah sesungguhnya pasar
yang selalu menguji, menilai, dan memberi penghargaan dalam proses liberalisasi. Parpol
harus membangun human relation yang menjadi bagian dari proses peradaban yang
berlangsung sangat dinamis.
Sampai saat ini hampir semua parpol tidak memiliki humas, bahkan kalau ada merupakan
fungsi komplementer dari bidang informasi dan komunikasi (infokom). Dalam hal ini, fungsi
humas hanya secara teknis memublikasikan apa yang menjadi keputusan strategis bidang lain.
Fungsi humas bukan fungsi strategis karena tidak dapat menggerakkan dan mengelola sumber-
sumber komunikasi dengan publik. Sebaliknya humas merupakan fungsi manajemen yang
hanya berperan mengomunikasikan pesan-pesan parpol kepada publiknya.
Dengan demikian parpol yang benar dan baik akan memandang penting makna humas dengan
mengintegrasikan semua fungsi humas menjadi satu fungsi (terintegrasi) dan tidak terpecah
serta tidak menjadi bagian dari bidang lain. Hanya dalam suatu sistem integrasi, humas
memungkinkan untuk mengembangkan komunikasi dalam rangka mengelola strategi dan
mempengaruhi opini publik baik internal maupun eksternal.
Dengan posisi manajemen strategis, humas akan lebih leluasa memberikan kontribusi guna
pencapaian tujuan parpol. Dengan demikian dia mampu mengembangkan program untuk
mengomunikasikan pesan parpol kepada publik, baik internal maupun eksternal.
Di samping itu, implikasinya humas mampu mewarnai terbentuknya budaya parpol, mengelola
iklim komunikasi yang kondusif, serta menumbuhkan peran aktif semua stakeholder parpol.
Dalam kaitan ini, secara garis besar fungsi humas parpol antara lain:
partisipasi dalam manajemen, yaitu terlibat dalam proses pembuatan keputusan strategis,
Manajemen parpol sekarang perlu direnovasi dan dilakukan pembaruan dengan membentuk
bidang humas yang terlepas dari bidang infokom yang sudah ada. Fungsi dan peran humas
yang dibentuk selain menerapkan manajemen strategis juga sebagai mediator antara pimpinan
dengan anggota (internal) dan antara pimpinan dengan publik/masyarakat (eksternal) sehingga
tercipta komunikasi yang harmonis.
Lebih dari itu humas parpol juga memiliki fungsi sebagai komunikator, fasilitator, dan corporate
image building (pembangun citra parpol). Jadi dia menjalankan fungsi pimpinan parpol (role of
the leader) tempat seorang pimpinan parpol mempunyai peran sebagai figur, sebagai
komunikator, dan sebagai pembuat keputusan (interpersonal, informational, and decisional).
Seorang kader praktisi humas parpol yang piawai dalam berkomunikasi dengan media tulisan,
elektronik, bahkan melalui multi media. Kader praktisi humas parpol diharapkan juga dapat
melakukan pembinaan sumber daya manusia internal partai itu, di samping diperlukan kondisi
yang kondusif yang mengarah kepada keterbukaan dan demokratisasi.
Hal ini akan dapat mendorong setiap pimpinan parpol untuk berpikir kritis dan kreatif. Setiap
pimpinan parpol akan mengembangkan pola berpikir alternatif dengan pemahaman mendalam.
Dengan ini diharapkan tumbuh pimpinan parpol yang kritis dan bersikap arif dalam menghadapi
berbagai masalah, tidak hanya asal cepat saja.
Bentuk nyata komunikasi parpol dapat dilakukan dengan berbagai media cetak secara lisan
atau tertulis, juga media elektronik. Komunikasi tersebut diramu sedemikian rupa sehingga
mampu memengaruhi publik pada umumnya. Ini untuk membangun reputasi parpol, penciptaan
sense of belonging dan pembinaan corporate culture.
Dalam dinamika liberalisasi, suka atau tidak suka, media massa atau pers (cetak atau
elektronik) sangat penting. Apalagi pada era globalisasi informasi sekarang. Pers ada di mana-
mana, dengan para wartawan pada titik sentralnya. Pers juga perlu dimanfaatkan parpol, yang
tentu saja dapat merugikan jika salah memanfaatkannya. Penulis Amerika Herbert NCasson
menyatakan, media massa menjadi kebutuhan pokok dalam perikehidupan masyarakat
modern, yang membimbing mereka dengan berbagai informasi dari pagi sampai petang bahkan
sampai jauh malam selama 24 jam non-stop.
Dalam zaman modern, media massa menjadi indikator penting dari kemajuan suatu negara dan
bangsa. Media massa itu padat modal dan ditangani secara profesional dengan menggunakan
teknologi canggih, terbukti telah melahirkan tiras media cetak dan tayangan jam siaran media
elektronik yang spektakuler. Inilah yang menempatkan media massa menjadi institusi yang luar
biasa kekuatannya di seluruh dunia, dan pengaruhnya sangat kuat, luas, dan tidak ternilai.
Karena itu jika operasionalisasi media massa dilakukan oleh mereka yang tidak profesional,
maka publik dan peradaban akan sangat dirugikan. Sebaliknya jika pers dikendalikan secara
profesional, idealis, dan independen, niscaya akan memberi kontribusi besar dan bermakna
bagi publik dan peradaban.
Itu pula sebabnya humas pada institusi/organisasi pada umumnya, dan humas parpol
khususnya yang tidak mampu memanfaatkan potensi media massa pasti akan tertinggal oleh
perubahan zaman, dan sangat mungkin akan mati lantaran tidak mampu membangun akses
kerjasama dan tidak kuat bersaing.
Humas parpol yang mampu memanfaatkan potensi pers, yakinlah akan mampu bertahan,
bahkan kian maju dan kuat.
Humas parpol dan media massa sebenarnya dua fenomena dalam dunia informasi yang sangat
sinergi dalam membangun kehidupan bangsa dan negara. Tanpa media massa, humas parpol
akan sulit menyebarluaskan informasi penting, termasuk mengalami kesulitan untuk melakukan
pendekatan dengan publiknya.
Adalah realitas, betapa banyak parpol yang kedodoran oleh hantaman media massa yang
menyuguhkan informasi tidak akurat, tidak bertanggung jawab, dan salah. Hal itu terutama
akibat ketidakmampuan parpol tersebut memanfaatkan peluang yang tersedia pada media
massa, utamanya karena parpol tidak memiliki humas.
Tentu saja landasan pekerjaan humas parpol yang baik haruslah dari lingkup parpol yang baik
pula, sebab humas parpol sama dengan media massa sama-sama melayani hak publik untuk
tahu (right to know), yang otomatis juga mengemban kebenaran informasi.
Parpol mana pun jika tidak memiliki humas yang baik akan terlayani secara buruk pula oleh
pers, yang berimbas kepada buruknya perlindungan publik.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “ Partai Politik “ ini sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada
Bapak Imam Sofyan selaku Dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Politik dan Penggerak
Mula yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Sejarah , Definisi , Fungsi dan Tujuan
Partai Politik sendiri. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.
Tim penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
Zaman Kolonial
Zaman Pendudukan Jepang
Zaman Demokrasi Indonesia
- Masa Perjuangan Kemerdekaan
- Zaman Republik Indonesia Serikat
- Masa Pengakuan Kedaulatan
- Zaman Demokrasi Terpimpin
- Zaman Demokrasi Pancasila
- Evaluasi Partai Politik
- Zaman Reformasi
B. Penutup
LATAR BELAKANG
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi
dalam proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai politik sudah sangat akrab di
lingkungan kita. Sebagai lembaga politik, partai bukan sesuatu yang sendirinya ada.
Kelahirannya mempunyai sejarah cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua.
Bisa dikatakan partai politik merupakn organisasi yang baru dalam kehidupan manusia,
jauh lebih muda dibandingkan dengan organisasi negara. Dan ia baru ada di negara
modren.
Sebagai subyek penelitian ilmiah, partai politik tergolong relatif muda. Baru pada awal
abad ke-20 studi mengenai masalah ini dimula. Sarjana-sarjana yang berjasa
mempelopori antara lain adalah M. Ostrogorsky(1902), Robert Michels(1911), Maurice
Duverger(1951), dan sigmound Neumann(1956). Setelah itu, beberapa sarjana
behavioralis, seperti Joseph Lapalombara dan Mayron Weiner, secara khusus
meneropong masalah partai dalam hubungan nya dengan pembangunan politik. Dari
hasil sarjana-sarjana ini nampak adanya usaha serius kearah penyusunan suatu teori
yang kompherensip (menyeluruh) mengenai partai politik. Akan tetapi, sampai pada
waktu itu, hasil yang dicapai masih jauh dari sempurna, bahkan bisa dikatakan
tertinggal, bila dibandingka dengan penelitian penelitian bidang lain di dalam ilmu
politik.
Berjalannya suatu Negara pasti tak lepas dari sebuah system politik. Karena
pasti system politik-lah yang menjadi tolak ukur kemajuan dalam suatu negara. Negara
yang maju dapat dipastikan bahwa system politik didalamnya tertata dengan baik.
System politik sendiri dapat diartikan sebagai suatu mekanisme dari seperangkat
fungsi, dimana fungsi-fungsi tadi melekat pada suatu struktur-struktur politik, dalam
rangka pelaksanaan dan pembuatan kebijakan yang mengikat masyarakat.
Dalam suatu sistem politik terdapat berbagai unsur, dan salah satu unsur
tersebut adalah partai politik. Partai politik dalam hubungannya dengan system social
politik ini memainkan berbagai fungsi, salah satunya pada fungsi input, dimana partai
politik menjadi sarana sosialisasi politik, komunikasi politik, rekruitmen politik, agregasi
kepentingan, dan artikulasi kepentingan. Lalu apa sajakah sebenarnya fungsi partai
politik dalam hubungannya dalam proses pembuatan dan penerapan kebijakan di
Indonesia, apabila melihat keadaan sekarang dimana partai politik telah dipandang
sebelah mata oleh masyarakat yang merasa bahwa partai politik tidak lagi membawa
aspirasi masyarakat melainkan keberadaannya hanya dianggap sebagai kendaraan
politik yang dipakai oknum-oknum tertentu untuk menggapai jabatan-jabatan publik di
Indonesia.
PERUMUSAN MASALAH
Suatu hal yang cukup urgen untuk ditanyakan Apa saja fungsi partai politik dalam
suatu Negara, tipologi dan klasifikasi parpol ?
TUJUAN
Partai politik pertama kali lahir di Negara eropa barat , yang bergagasan bahwa rakyat
merupakan faktor yang perlu di perhatikan diproses politik dari situ partai politik lahir
secara spontan dan berkembang penghubung rakyat dengan pemerintah .
Dengan meluasnya hak pilih , politik pun berkembang di luar parlemen dengan
terbentuknya panitia pemilihan yang tugasnya pengumpulan suara para pendukung
sebelum ada pemilihan umum. Dari situ perlu adanya dukungan dari para golongan
masyarakat , kelompok politik yang nantinya akan mengembangkan organisasi massa
.
Di akhir abad ke -19 lahirlah partai politik dan berkembang jadi penghubung antara
rakyat dengan pemerintah .
Partai dalam prakteknya mengutamakan kemenangan dalam pemilihan umum dan dua
pemilihan umum biasanya kurang aktif , partai politik dirasa kurang memiliki adanya
disiplin dan pemungutan suara iuran tidak terlalu di pentingkan .
Partai mengutamakan kekuatan keunggulan anggota oleh sebab itu banyak yang
menamakan partai massa .
Pimpinan partai yang biasanya sangat sentralitas menjaga kemurnian doktrin poltik
yang di anut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan
memecat anggota yang menyimpang dari garis partai yang di tetapkan. Maka dari itu ,
partai semacam itu sering dinamakan partai kader , partai ideology atau partai asas. Ia
mempunyai pandangan hidup yang di gariskan dalam kebijakan pimpinan dan
berpedoman pada disiplin partai yang ketat dan mengikat
ASAL , CIRI DAN ARTI
1 teori kelembagaan melihat ada hubungan antara parlementer awal dan tarjadilah
partai politik di bentuk oleh kalangan legislative dan eksekutif karena ada kebutuhan
parlemen untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan
masyarakat .
2 teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu system
politik untuk mengatasi kritis yang di timbulkan dengan perubahan masyarakat secara
luas krisis terjadi bila system politik mengalami masa transisi perubahan masyarakat
tradisional yang sederhana menjadi modern yang berstruktur.
3 teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial
ekonomi seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa ,
transportasi , perluasan dan peningkatan pendidikan , industrialisasi , urbanisasi dan
peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan .
Jadi , partai politik merupakan produk logis dari modernlisasi sosial ekonomi .
Teori 2 dan 3 memiliki kesamaan bahwa partai politik berkaitan dengan perubahan
yang di timbulkan modernisasi .
Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau
dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir
yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan mereka.
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya
mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal
finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-
kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political
development sebagai suprastruktur politik.
Dalam rangka memahami partai politik sebagai salah satu komponen infrastruktur
politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai partai politik, yakni:
1. Carl J. Friedrich: partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir
secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan
pemerintah bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasan ini
memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal
maupun materil.
2. R.H. Soltou: partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit
banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik, yang
dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah
dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3. Sigmund Neumann: partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik
yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut
dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang
tidak sepaham.
4. Miriam Budiardjo: partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama
dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
(biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka.
Secara umum dapat di katakan partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan
kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya.
Partai politik lokal adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga
negara Indonesia yang berdomisili di suatu daerah secara suka rela atas persamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan, anggota, masyarakat,
bangsa dan negara melalui Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA)/Dewan
Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK), Gubernur dan Wakil Gubernur, serta
Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Walikota.
FUNGSI PARTAI POLITIK
Menurut Budiardjo (2003), ada empat fungsi partai politik, yaitu komunikasi
politik, sosialisasi politik, rekruitmen politik dan pengelolaan konflik.
Dalam hal ini partai politik juga berfungsi untuk menerima banyak ragam
pendapat dan aspirasi yang berkembang setelah itu pendapat akan digabungkan di
olah dan dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur
Sifat dan tujuan partai politik bergantung pada situasi apakah partai komunis berkuasa
dinegara dimana ia berada atau tidak. Di Negara dimana partai komunis tidak
berkuasa , partai politik lain dianggap sebagai mewakili kepentingabn kelas tertentu
yang tidak dapat bekerja untuk kepentingan umum. Dalam situasi seperti itu , partai
komunisakan mempergunakan setiap kesempatan dan fasilitas yang tersedia untuk
mencari dukungan seluas-luasnya. Partai komunis bertujuan mencapai kedudukan
kekuasaan yang dapat dijadikan batu loncatan guna menguasai semua partai poltik
yang ada dengan menghancurkan sistem poltik yang demokratis. Maka dari itu partai
ini paling efektif dinegara yang pemerintahannya lemah dan rakyatnya kurang bersatu .
Di Negara berkembang keadaan poltik sangat berbeda satu sama lain demikian pula
keadaan partai poltiknya menunjukkan banyak sekali variasi. Kecuali di beberapa
Negara yang berlandaskan komunisme seperti Korea Utara partai – partai poltik
umumnya lemah organisasinya dan jarang memiliki dukungan massa yang luas dan
kukuh .
Klasifikasi Sistem Kepartaian
Ada beberapa orang yang menganggap perlu analisis dengan meneliti perilaku partai
sebagai bagain dari suatu sistem cara partai politik itu sendiri berinteraksi dan
dinamakan system kepartaian dan ada 3 kategori didalamnya yaitu :
Partai politik yang ada haruslah memilki tujuan yang bersifat umum. Dalam hal
ini bertujuan untuk kepentingan masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Tujuan
partai politik secara umum sebagai berikut :
Partai politik untuk mewujudkan cita-cita nasional dari suatu bangsa yang sebagai
mana tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar republik Indonesia tahun
1945. Tujuan idealnya adalah bukan unuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu,
melainkan untuk seluruh bangsa Indonesia. Tidak peduli akan adanya perbedaan baik
suku, bahasa, budaya, agama, dan lainnya.
Menjaga dan memelihara keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia. Partai politik
didirikan bukanlah untuk memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu,
segala tindakan yang sifatnya menggagu persatuan dan kesatuan bangsa dilarang.
Partai politik juga didirikan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi
yang berdasarkan pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat di dalam Negara
republik Indonesia. Dengan adanya partai politik, kehidupan demokrasi dapat
berkembang sehingga kedaulatan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dapat
tercapai serta mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Tujuan khusus partai politik ini sifatnya lebih ke dalam partai politik itu sendiri
atau apa yang di raih oleh partai politik tersebut dalam lingkup dirinya sendiri.
Beberapa tujuan khusus atau misi yang harus dicapai oleh suatu partai politik, yaitu
sebagai berikut:
Partai politik meningkatkan partisipasi politik baik bagi anggota dan juga masyarakat
Indonesia dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintah.
Sebuah partai politik harus memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan
bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Partai politik harus memiliki kemampuan untuk membangun etika dan budaya politik,
baik dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Benarkah Pengaruh Partai Politik Turun ?
Memang akhir – akhir ini terutama di barat menggambarkan kurangnya jumlah anggota
resmi dan partai politik , kemunduran ini terjadi karena partai dan parlemen dianggap
tidak lagi mewakili rakyat banyak kehidupan politik modern begitu kompleks dengan
tumbuhnya globalisasi di bidang ekonomi dll baik nasional ataupun internasional.
Akibatnya baik partai atau parlemen tidak dapat menyelesaikan masalah seperti
lingkungan , hak perempuan dll. Kritik pun lebih mengutamakan kepentingan sendiri
daripada umum .
Di Indonesia sendiri partai politik merupakan bagian dari kehidupan selama kurang
lebih seratus tahun. Umumnya dianggap bahwa partai poltik adalah sekelompok
manusia terorganisir yang anggota – anggotanya sedikit banyak mempunyai orientasi
nilai dan cita – cita yang sama dan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan
mempertahankan untuk melaksanakan program yang di tetapkan .
Zaman Kolonial
Partai Politik lahir pada zaman colonial sebagai manifestasi yaitu bangkitnya
kesadaran nasional. Di suasana itu organisasi bertujuan sosial apa tidak , menganut
system politik/agama. Pola kepartaian masa itu menunjukkan keanekaragaman dan
pola ini kita hidupkan kembali pada zaman merdeka dalam bentuk sistem multi partai.
Pola kepartaian di bentuk di zaman kolonial dan dilanjutkan menjadi landasan
terbentuknya sistem multi partai di zaman merdeka.
Masa partai ini politik secara aktif mendukung usaha menggabungkan negaranya
bagian ke dalam Negara kesatuan republik Indonesia , konstelasi partai politik tidak
banyak berubah
Sesudah dejure bulan desember 1949 akhirnya diakui oelh dunia luar dan sesudah
uud sementara bulan agustus 1950 kabinet koalisi berjalan terus. Semua koalisi
melibatkan kedua partai besar yaitu Masyumi dan PNI bersertakan partai pengikutnya ,
koalisi partai besar menyebabkan kabinet terus silih berganti
Partai Politik di Indonesia berdiri sejak masa colonial dan menjalani beberapa fase
perkembangan sesuai dengan rezim yang membentuknya di masa colonial partai
politik lahir sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional .
- Zaman Reformasi
Bermula ketika presiden Soeharto turun dari kekuasaan 21 mei 1998. Sejak itu ada
tekanan atau desakan agar di adakan pembaruan kehidupan politik ke arah yang lebih
demokratis , diharapkan usaha ini dapat memanfaatkan pengalaman kolektif selama
tiga periode .
KESIMPULAN
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa parai politik adalah suatu kelompok
yang teroganisir yang anggota-anggotanya memppunyai sebuah orientasi, nilai-nilai,
dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh sebuah kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik yang biasanya di raih lewat konstitusional untuk
melakukan kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan mereka.
Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat berbeda dengan gerakan (movement)
dan berbeda juga dengan kelompok penekan (pressur group) atau istilah yang lebih
banyak digunakan pada dewasa ini yang memang memperjuangkan suatu
kepentingan kelompok, atau memang ingin melakukan perubahan terhadap paradigma
masyarakat kearah yang lebih baik.
SARAN
Untuk tetap memperbaiki citra partai politik sebagai institusi demokrasi, tentu partai
politik lebih maksimal memikirkan nasib masyarakat ketimbang memperebutkan kursi
kekuasaan. Sedangkan dalam konteks konflik internal partai politik, meminimalisir
mungkin adanya sikap politik yang bisa merusak citra partai politik itu sendiri, tetap
membuka adanya ruang bagi kedua pihak yang bertikai untuk melakukan komunikasi
politik yang lebih sehat dan lebih konsisten pada aturan main organisasi.
Konflik tentu tidak bisa dihindari, tetapi partai politik juga harus memberikan ruang bagi
terbangunnya suatu sistem manajemen konflik yang lebih baik. Agar konflik personal
maupun kelompok maupun yang terjadi diluar partai tidak bisa berkembang, mampu
kendalikan sehingga tidak melahirkan suasana ketegangan yang apalagi perlaku
negatif yang bisa merusak. Manajemen konflik juga penting dalam mengelola masalah
tersebut sebelum diselesaikan secara organisasi, atau minimal bisa secara efektif
mencegah adanya perpecahan ditubuh partai. Sebagaimana yang dipikirkan oleh Ross
(1993) sebagai seorang ahli dalam manajemen konflik, bahwa manajemen konflik
berupa penyelesaian konflik dan bisa jadi menghasilkan ketenangan, hal positif,
mufakat dan lebih kreatif. Masih ada waktu bagi para pemimpin partai untuk melakukan
perubahan di dalam partainya. Kepemimpinan kharismatis haruslah diabdikan untuk
kepentingan semua kader, bukan kelompok. Kepemimpinan model itu harus dipadukan
dengan manajemen pengelolaan partai yang modern, terbuka dan demokratis,
termasuk dalam mengelolah konflik. Hanya dengan menerapkan manajemen modern,
partai bisa eksis dan mendapat simpati pendukungnya.
PENUTUPAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku dosen
pengasuh mata kuliah Pengantar Ilmu Pemerintahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul ” PARTAI POLITIK”.
Penulis berharap kepada pembaca agar bisa menyampaikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan yang lebih baik untuk makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan makalah ini.
Pekanbaru,Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… ii
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………... 1
1.2 Perumusan Masalah ……….…………………………..……………………………….. 1
1.3 Tujuan dan Kegunaan …………………………………………………………………... 2
1.4 Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………………… 2
BAB II. PEMBAHASAN……………………………………………………………...
2.1 Fungsi Partai Politik………….……………………………………………... 4
2.1.1 Fungsi di Negara Demokrasi ………………………………………….. 4
A. Sebagai Sarana Komunikasi Politik……………………………….. 4
B. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik …………………………………. 6
C. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik ………………………………….. 7
D. Sebagai Sarana Pengatur Konflik …………………………………… 8
2.1.2 Fungsi di Negara Otoriter ……………………………………………… 9
2.1.3 Fungsi di Negara-Negara Berkembang …………………………………11
2.2 Tipologi Partai Politik …………………………………………………………...13
2.2.1 Asas dan Orientasi ………………………………………………………13
2.2.2 Komposisi dan Fungsi Anggota ………………………………………....14
2.2.3 Basis Sosial dan Tujuan …………………………………………………15
2.3 Klasifikasi Sistem Kepartaian ……………………………………………….…...17
2.3.1 Sistem Partai-Tunggal ……………………………………………………17
2.3.2 Sistem Dwi-Partai ………………………………………………………18
2.3.3 Sistem Multi Partai ……………………………………………………..19
BAB III. PENUTUP …………………………………………………………………… 23
3.1 Kesimpulan ………..……………………………………………………………………. 23
3.2 Saran …....……………………………………………………………………………... 22
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 24
BAB I
PENDAHULUAN
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam
proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai politik sudah sangat akrab di lingkungan kita.
Sebagai lembaga politik, partai bukan sesuatu yang sendirinya ada. Kelahirannya mempunyai
sejarah cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua. Bisa dikatakan partai politik merupakn
organisasi yang baru dalam kehidupan manusia, jauh lebih muda dibandingkan dengan
organisasi negara. Dan ia baru ada di negara modren.
Sebagai subyek penelitian ilmiah, partai politik tergolong relatif muda. Baru pada awal abad
ke-20 studi mengenai masalah ini dimula. Sarjana-sarjana yang berjasa mempelopori antara
lain adalah M. Ostrogorsky(1902), Robert Michels(1911), Maurice Duverger(1951), dan
sigmound Neumann(1956). Setelah itu, beberapa sarjana behavioralis, seperti Joseph
Lapalombara dan Mayron Weiner, secara khusus meneropong masalah partai dalam hubungan
nya dengan pembangunan politik. Dari hasil sarjana-sarjana ini nampak adanya usaha serius
kearah penyusunan suatu teori yang kompherensip (menyeluruh) mengenai partai politik.
Akan tetapi, sampai pada waktu itu, hasil yang dicapai masih jauh dari sempurna, bahkan bisa
dikatakan tertinggal, bila dibandingka dengan penelitian penelitian bidang lain di dalam ilmu
politik.
Suatu hal yang cukup urgen untuk ditanyakan Apa saja fungsi partai politik dalam suatu
Negara, tipologi dan klasifikasi parpol ?
1. Makalah ini diharapkan bisa mengembangkan kajian studi Ilmu Pemerintahan khususnya
berkaitan mengenai partai politik
2. Diharapkan makalah ini dapat memberikan suatu pelajaran yang berguna mengenai realita
partai politi
Menurut Sigmund Neumann partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang
berusaha untuk menguasai kekuassaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui
persaingan dengan satu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan
yang berbeda (A political party is the articulate organization of society’s active political
agents;those who are concerned with the control of governmental polity power,and who
compete for popular support with other group or groups holding divergent views)5.
Menurut Neumann, partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan
kekuatan-kekuatan dan ideology social dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi.
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan memperrtahankan kekuasaan guna
mewujudkan program-program yang berdasarkan ideology tertentu. Ada pandangan yang
berbeda secara mendasar mengenai partai politik di Negara yang demokratis dan di negara
yang otoriter. Perbedaan pandangan tersebut berimplikasi pada pelaksanan tugas atau fungsi
partai di masing-masing Negara. Di Negara demokrasi partai relative dapat menjalankan
fungsinya sesuai dengan harkatnya pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga
Negara untuk berpartisipasi dalam mengelolah kehidupan bernegara dan memperjuangkan
kepentingannya dihadapan penguasa. Sebaliknya di Negara otoriter, partai tidak dapat
menunjukkan harkatnya, tetepi lebih bahwa menjalankan kehendak penguasa.
Berikut ini diuraikan secara lebih lengkap fungsi partai politik di Negara-negara demokratis,
otoriter, dan Negara-negara berkembang yang berada dalam transisi ke arah dekokrasi.
Penjelasan fungsi partai polituk di Negara otoriter akan di paparkan dalam contoh partai-partai
Negara-negara komunis pada masa jayanya
Suatu definisi yang dirumuskan oleh seorang ahli sosiologi politik M. Rush (1992) :
Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya orang dalam masyarakat tertentu belajar
mengenali system politiknya. Proses ini sedikit banyak menentukan persepsi dan reaksi mereka
terhadap fenomena politik (political socialization may be depined is the prosess by which
individuals in a given society become acquainted with the political system and which to a
certain degree determines their perceptions and their reactions to political phenomena). 2
Proses sosialisasi berjalan seumur hidup, terutama dalam masa kanak-kanak. Ia berkembang
melalui keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja, pengalaman sebagai orang dewasa,
organisasi keagamaan, dan partai politik, ia juga menjadi penghubung yang mensosialisasikan
nilai-nilai politik generasi yang satu ke generasi yang lain. Di sinilah letaknya partai dalam
memainkan peran sebagai sarana sosialisasi politik.pelaksanaan fungsi sosialisasinya dilakukan
melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus karder,
penataran dan sebagainya.
3 Arend Lijphart, Electoral Systems and Party Systems, ed. Ke-2 (Oxpord University Press,1995)
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa partai politik dapat ,menjadi penghubung psikologis dan
organisasional antara warga Negara dengan pemerintahannya. Selain itu partai juga
melakukan konsolidasi dan srtikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang di
berbagai kelompok masyarakat. Partai juga merekrut orang-orang untuk diikutsertakan dalam
kontes pemilihan wakil-wakil rakyat dan menemukan orang-orang yang cakap untuk
menduduki posisi-posisi ekskutif. Pelaksanaan fungsi-fungsi ini dapat dijadikan instrument
untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan partai politik dinegara demokrasi.
Di pihak lain dapat dilihat bahwa sering kali partai melahan mempertajam pertentangan yang
ada. Dan jika hal ini terjadi dalam suatu masarakat yang redah kadar consensus nasionalnya,
peran semacan ini dapat membahayakan stabuilitas politik.
4Gwendolen M. Carter dan John H. Herz, Government and Politics in the Twentieth Century
(New York:Friederick A. Praeger,1965),hlm. 111
Akibat karakter nya yang demikian, partai komunis sering dicurigai dan dibeberapa Negara
bahkan dilarang. Akan tetapi tindakan semacam itu juga ada bahayanya. Sebab dalam keadaan
seperti itu partai akan bergerak di bawah tanah, sehingga justru sukar diawasi. Apabila tidak
menemukan jalan untuk merebut kekasaan, partai akan mencoba mencapai tujuannya melalui
kerja sama dengan partai-partai lain dengan mendirikan Front Rakyat atau Front Nasional
(popular front tactics).
Berbeda halnya apabila partai komunis berkuasa. Disini partai komunis mempunyai kedudukan
monopolistis, dan kebebasan bersaing ditiadakan. Dapat saja ia menentukan dirinya sebagai
partai tunggal atau sekurang-kurangnya sebagai partai yang paling dominan, seperti yang
terjadi di Uni Soviet, China, dan Negara-negara komunis Eropa Timur.
Tujuan partai komunis adalah membawa masyarakat ke arah terciptanya masyarakat yang
modern dengan ideology komunis, dan partai berfungsi sebagai “pelopor revolusioner” untuk
mencapai tujuan itu. Partai Komunis Uni Soviet yang berkuasa dari tahun 1917 sampai 1991
merupakan partai seperti itu.
Partai komunis memengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat melalui konsep jabatan
rangkap. Begitu pula halnya dengan pemimpin semua badan kenegaraan seperti bdan ekskutif
dan badan yudikatif. Sekretaris Partai Komunis lebih berkuasa dari presiden (ketua presidium).
Maka dari itu Uni Soviet sering dinamakan Negara totaliter.
Fungsi sebagai sarana sosialisasi politik lebih ditekankan pada aspek pembinaan warga Negara
kea rah kehidupan dan cara berpikir yang sesuai dengan pola yang ditentukan oleh partai.
Dinegara-negara demokrasi partai berperan untuk menyelenggarakan integrasi warga Negara
kedalam masyarakat umum.
Partai juga berfungsi sebagai sarana rekrutan politik.calon anggota harus menjalani masa
percobaan di mana ia harus memenuhi standart-standart ketat mengenai pangabdian dan
kelakuan. Yang ditetapkan oleh partai komunis. Akan tetapi karena iklim politik tidak
kompetitif maka pemilihan umum tidak merupakan sarana untuk memilih pemimpin Negara.
Razim ini dapat dikategorikan sebagai :”Sosialisme negara dimana control politik ada di tangan
partai komunis yang bersifat monopolistic dan hierakis, dan di mana ekonomi
diatur atas dasar kolektivitas dan perencanaan ekonomi terpusat dari Negara”. 5
Pada akhir decade 80-an terjadi pergolakan melawan rezim represif, yang berakhir dengan
budayanya Uni Soviet pada tahun 1991 dengan terbetuknya Commonwealth of Independent
States.
Dari uraian tadi dijelaskan kalau dikatakan bahwa fungsi partai politik di Negara komunis
berbeda dengan partai dalam Negara yang demokratis. Mengenai perbedaan ini Sigmund
Neumann menjelaskannya sebagai berikut : jika di Negara demokrasi partai mengatur
keinginan dan aspirasi golongan-golongan dalam masyarakat, maka partai komunis berfungsi
sebagai pengendali semua aspek kehidupan secara monolitik. Jika dalam masyarakat
demokratis partai berusaha menyelenggarakan integrasi warga Negara kedalam masyarakat
umum, peran paartai komunis ialah untuk memaksa individu agar menyesuaikan diri dengan
suatu cara hidup yang sejalan dengan kepentingan partai (enforcement of conformity). Kedua
fungsi ini diselenggaraakan melalui propaganda dari atas kebawah. 6
Dalam kenyataanya kebanyakan partai politik tak hanya mempunyai basis social dari kalangan
tertentu, tetapi juga dari berbagai kalangan dengan satu atau dua kelompok sebagai pihak
yang dominan. Pendukung npartai democrat di Amerika Serikat pada umumnya berasal dari
kalangan menengah dan bawah,berkulit hitam dan Katolik. Hal ini tidak berarti pendukung
partai ini tidak ada yang berasal dari kalangan atas, kulit putih dan Protestan.
Berdasarkan tujuan, partai politik dibagi menjadi tiga. Yaitu :
1. Partai Perwakilan Kelompok
Partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak
mungkin kursi dalam parlemen seperti Barisan Nasional di Malaysia.
2. Partai Pembinaan Bangsa
Partai yang betujuan menciptakan kesatuan nasional dan biasanya menindas kepentingan-
kepentingan sempit seperti Partai Aksi Rakyat di Singapura.
3. Partai Mobilisasi.
Partai yang berupaya memobilisasi masyarakat kearah tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh
pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan. Partai
ini cenderung bersifat monopolistis karena hanya ada satu partai dalam masyarakat. Partai
komunis di Negara-negara komunis merupakan contoh partai mobilisasi.
2.3 Klasifikasi Sistem Kepartaian
Diatas telah dibahas bermacam-macam jenis partai. Akan tetapi beberapa sarjana
menganggap perlu dianalis ini ditambah dengan meneliti prilaku partai-partai sebagai bagian
dari suatu sistem , yaitu bagaimana partai politik berinteraksi datu sama lain dajn berintrksi
dengan unsur-unsur lain dari sistem itu. Analisis semacam ini dinamakan “sistem kepartaian”
pertama sekali dibentangkan oleh Maurice Duverger dalam bukunya Portilikal Parties.
Duverger mengadakan kalasifikasi menurut tiga kategori, yaitu sistem partai tunggal, sistem
dwi-partai, dan sistem multi partai.
8Peter G.J. Pulzer, Political Representation and Elections in Britain (London: George Allen and
Unwin Ltd,1967),hlm. 41.
Disamping kedua partai ini, ada beberapa partai kecil lainnya, diantaranya partai liberal
demokrat. Pengaruh partai ini biasanya terbatas, tetapi kedudukanya berubah menjadi sangat
krusial pada saat perbedaan dalam perolehan suara dari kedua partai besar dalam pemilihan
umum sangat kecil. Dalam situaasi seperti ini partai pemenang terpaksa membentuk
koalisidengan partai leberal demokrat atau partai kecil lainnya.
Pada umumnya dianggap bahwa sistem dwi-partai lebih konduktif untuk terpeliharanya
stabilitas karena ada perbedaan yang jelas antara partai pemerintah dan partai oposisi. Akan
tetapi perlu juga diperhatikan peringatan ilmu sarjana ilmu politik Robert Dahl bahwa dalam
masyarakat yag terpolarisasi sistem dwi-partai malahan dapat mempertajam perbedaan
pandangan antara kedua belah pihak, karena tidak ada kelompok ditengah-tengah yang dapat
meredakan suasana konflik.9
Sistem dwi-partai umumnya diperkuat dengan dipergunakan sistem pemilihan single-member
counstituency (Sistem Distrik) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu
saja.sistem pemilihan ini cendrung menghambat pertumbuhan partai kecil, sehingga dengan
demikian memperkokoh sistem dwi-partai.10
Di Indonesia pada tahun 1968 ada dusaha untuk mengganti sistem multi-partai yang telah
berjalan lama dengan sistem dwi-partai, agar sistem ini dapat membatasi pengaruh partai-
partai yang talah lama mendominasi kehidupan politik. Beberapa asas dirasakan menghilagi
beban eksekutif untuk menyeleggarakan pemerintahan yang baik. Akan tetapi eksperimen
dwi-partai ini, sudah diperkenalkan dibeberapa wilayah, ternyata mendapat tantangan dari
partai-partai yang merasa terancam eksistensinya. Akhirnya gerakan ini dihentiakan pada
tahun 1969.
11 Ibid. hlm. 245. Lihat juga PJ. Oud, Het Constitutioneel Recht van het koninkrijk der
Nederlanden (Zwolle: Tjeenk Willink,1947), Mid I, hlm.248.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa parai politik adalah suatu kelompok yang
teroganisir yang anggota-anggotanya memppunyai sebuah orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita
yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh sebuah kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik yang biasanya di raih lewat konstitusional untuk melakukan kebijakan-
kebijakan dalam mencapai tujuan mereka.
Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat berbeda dengan gerakan (movement) dan
berbeda juga dengan kelompok penekan (pressur group) atau istilah yang lebih banyak
digunakan pada dewasa ini yang memang memperjuangkan suatu kepentingan kelompok, atau
memang ingin melakukan perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Ichlasul. “Teori-Teori Mutakhir Partai Politik”.PT Tiara Wacana, Yogyakarta. 1996
Budiarjo,Mariam .“Partisipasi dan Partai Politik”.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,1998.
.Dasar-Dasar Ilmu Politk. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Poltik”. Grasindo, Jakarta, 1992.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Partai politik, selanjutnya disingkat parpol, adalah produk masyarakat Barat yang
dimulai di Inggeris pada abad ke 17. Parpol dibentuk dalam rangka pikiran Barat bahwa Negara
adalah organisasi kekuasaan untuk menjamin bahwa kehidupan antara Individu yang semua
bebas dan berkuasa tidak mengakibatkan masalah sekuriti pada Individu. Organisasi kekuasaan
yang dibagi dalam kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif atau Trias
Politica, merupakan perimbangan (checks & balances) antara tiga kekuasaan itu. Untuk
menjadikan kekuasaan legislatif mampu melakukan kontrol yang efektif terhadap dua
kekuasaan lainnya, khususnya terhadap eksekutif, rakyat di Inggeris pada tahun 1678
membentuk partai politik, yaitu Tory. Parpol ini dalam abad ke 19 berkembang menjadi Partai
Kemudian parpol meluas di seluruh dunia, dan sejak permulaan abad ke 20 menjadi
wahana penting dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Menjadi
pertanyaan bagaimana parpol sebagai produk Barat dapat menjadi organisasi dan wahana
efektif dalam Republik Indonesia dengan Dasar Negara Pancasila. Sesuai dengan Pancasila
negara bukan organisasi kekuasaan, melainkan organisasi kesejahteraan. Tulisan ini berusaha
mencari jawaban terhadap pertanyaan itu untuk kepentingan masa depan kehidupan bangsa
dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, dengan sendirinya menuntut
pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru.
Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru
tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap
dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari
sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas
partisipasi politik. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua
kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat
mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mencakup dan
menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk
mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem
kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang
Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat
aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest
articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan
kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang
diterapkan pada masyarakat. Gunanya penulis membahas judul ini ialah untuk untuk
B. Rumusan Masalah
2. Apa saja basis dari partai politik itu sendiri serta bagaimana dengan tipe-tipenya ?
3. Apakah fungsi dari partai politik itu ?
C. Tujuan Penulisan
Diharapkan makalah ini dapat memberikan suatu pelajaran yang berguna mengenai
BAB II
PEMBAHASAN
Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai penyalur
aspirasi masyarakat, dimana partai politik menjadi penghubung antara penguasa dan kuasaan.
Adanya partai politik membuat rakyat dapat terlibat secara langsung dalam proses
penyelenggaraan negara dengan menempatkan wakilnya melalui partai politik. Secara umum
partai politik dikatakan sebagai suatu kelompok yang memiliki tujuan dan cita-cita yang sama,
Pengertian partai politik dalam UU No. 31 Tahun 2002 pasal 1 (1) adalah:
“Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela
atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota,
terorganisasikan secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi
tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan
melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun”.
(Surbakti, 1992:116)
Inu Kencana dkk, mengemukakan definisi partai politik sebagai : “Sekelompok orang-orang
memiliki ideologi yang sama, berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan tujuan
untuk memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level negara”. (Kencana dkk, 2002:58)
Sigmun Neuman seperti yang dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya
“Partisipasi Politik dan partai Politik” mengemukakan definisi partai politik sebagai berikut :
“Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif
dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan
pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa
kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai
sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan
aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas”. (Neuman dalam Miriam Budiardjo,
1998:16-17)
seperti yang dikutip oleh Haryanto dalam bukunya “Partai Politik Suatu Tinjauan Umum”, yaitu
: “Political party is a voluntary association aiming to get control of the government by filling
elective offices in the government with its members (Partai politik merupakan suatu
perkumpulan yang bermaksud untuk mengontrol jalannya roda pemerintahan dengan cara
menempatkan para anggotanya pada jabatan-jabatan pemerintahan)”. (Corry dan dalam
Haryanto, 1984:9)
Dari berbagai definisi di atas, dapat dilihat bahwa tujuan utama partai politik adalah
keinginan mereka serta mendapatkan keuntungan. Partai politik berbeda dengan gerakan
perubahan terhadap suatu tatanan yang ada dalam masyarakat, bahkan ada yang sampai ingin
menciptakan tatanan masyarakat yang benar-benar baru. Partai politik memiliki tujuan yang
lebih luas dari sekedar perubahan, partai politik juga ikut mengadu nasibnya dalam pemilihan
umum.
Partai politik juga berbeda dengan kelompok penekan (pressure group) atau yang lebih dikenal
Kelompok kepentingan biasanya berada di luar partai politik, yaitu berasal dari kelompok-
gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini
partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain
pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai menifestasi
dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat.
Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan
terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas
dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya
dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat. Dengan demikian
terjadi pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis.
berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di negara-negara
jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan
nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia (waktu itu masih
Hindia Belanda) serta India. Dan dalam perkembanganya akhir-akhir ini partai politik umumnya
Parpol yang pertama ada di Indonesia adalah De Indische Partij yang pada 25
Desember 1912 dibentuk Douwes Dekker, Tjipto Mangunkoesoemo dan Ki Hadjar Dewantara
ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Tujuan parpol itu adalah mencapai
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Sekalipun paham Indonesia baru ditegaskan pada 28
Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda, namun para pendiri parpol ini sudah dilandasi oleh
organisasi untuk mengejar perbaikan nasib rakyat Indonesia dalam daerah jajahan Hindia
Belanda. Pada tahun 1912 Haji Oemar Said Tjokroaminoto memberikan kepada SDI nama baru,
yaitu Sarikat Islam (SI), karena hendak meluaskan perjuangannya tidak terbatas pada bidang
ekonomi saja. Dengan begitu SI juga melakukan perjuangan politik. Meskipun tidak secara
resmi dinamakan partai politik, tetapi melihat sifat perjuangannya SI adalah satu parpol. Maka
boleh dikatakan bahwa sejarah parpol di Indonesia bermula pada tahun 1912.
Setelah itu telah berkembang berbagai parpol di Indonesia, baik yang berorientasi
nasionalisme, agama maupun sosialisme. Di masa penjajahan Belanda jelas sekali bahwa
mayoritas parpol bertujuan mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia, kecuali beberapa parpol
yang dibentuk orang-orang Belanda atau orang-orang yang dekat dengan kepentingan
penjajahan Belanda. Yang menonjol adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mulanya
bernama Perserikatan Nasional Indonesia, dibentuk pada 4 Juli 1927 oleh Dr. Tjipto
Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr. Iskak Tjokrohadisuryo dan Mr. Sunaryo . Kemudian pada
tahun 1928 berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia dan dipimpin Ir Sukarno atau
Bung Karno yang pada 17 Agustus 1945 bersama Drs Mohamad Hatta memproklamasikan
Pada 1 Juni 1945 Bung Karno menyampaikan pandangannya depan Panitya Persiapan
Kemerdekaan tentang Pandangan Hidup Bangsa (Weltanschauung). Uraian yang beliau beri
nama Pancasila kemudian diterima sidang dan kemudian dengan beberapa perubahan
redaksional ditetapkan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Sejak permulaan berdirinya
Republik Indonesia ada partai politik. Semula hendak dibentuk parpol tunggal, tapi kemudian
dimungkinkan berdirinya banyak parpol. Itu berarti bahwa parpol oleh para Pendiri Negara
tidak dinilai bertentangan dengan pandangan hidup Pancasila, sekalipun asal mulanya di
masyarakat Barat yang dasarnya individualisme dan liberalisme. Namun karena berada dalam
masyarakat dengan dasar Pancasila, parpol itu menyesuaikan eksistensi dan perilakunya
dengan nilai dasar Pancasila, yaitu Perbedaan dalam Kesatuan dan Kesatuan dalam Perbedaan.
Tabel
Periode
Periode Demokrasi Jumlah Partai
Pemerintahan
Zaman Pendudukan
1942-1945 Tidak ada
Jepang
Sistem Presidensiil
22 Agustus 1945- Satu partai (PNI)
1. 22 Agustus 1945
14 November 1945 Multipartai
2. 3 November 1945
Demokrasi Parlementer
Mulai sistem parlementer
14 November 1945-1950
14 November 1945
Pemilu dengan lebih dari 20
1950-1959
1955 partai
(mencabut maklumat
1959-1965 1959
Pemerintah 3 November
1960..
memberikan kesempatan
prinsip NASAKOM
Dwigroup dilakukan
1967-1969
dibeberapa Kabupaten di
1984
Pemilu hanya diikuti oleh 3
terbatas)
NU Khittah
PDI pecah
Reformasi dengan
1998 21 Mei 1998
multipartai
Setelah terjadi Reformasi di Indonesia pada tahun 1998 kehidupan bangsa sangat
berbelok ke sifat-sifat yang mengarah ke pandangan hidup Barat, yaitu individualisme dan
liberalisme. Politik luar negeri AS yang sejak berakhirnya Perang Dingin sangat kuat
mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dengan AS. Usaha itu antara lain berhasil
melakukan amandemen 4 kali terhadap UUD 1945 sehingga isinya sudah amat mengarah
Sebagai akibat dari perubahan itu makin menguat pandangan tentang kebebasan
individu yang mutlak seperti yang ada di Barat, serta makin lemahnya sikap Perbedaan dalam
Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Perubahan itu juga berdampak pada parpol di
Indonesia. Parpol berperilaku sebagai individu yang bebas dan kuasa penuh tanpa konsiderasi
terhadap Kesatuan, yaitu kepentingan masyarakat dan bangsa. Parpol secara terus terang
mengejar pencapaian kekuasaan untuk mewujudkan kepentingan yang tidak peduli kepada
kepentingan umum. Anggota parpol yang duduk dalam Pemerintah dan Legislatif bukan
berfungsi sebagai wakil Rakyat, melainkan sebagai wakil parpol. Sikap dan perilaku parpol yang
sudah amat menyeleweng dari kaidah yang berlaku dalam Pancasila diperparah lagi oleh sikap
dan perilaku banyak anggotanya. Anggota parpol menunjukkan sikap dan perilaku sesuai dasar
kebebasan penuh-mutlak seperti dalam pandangan Barat dan tidak menghiraukan harmoni
dan keselarasan sebagaimana ditetapkan Pancasila. Kaum politik yang juga makin kuat
dipengaruhi cara berpikir Barat mengejar kepentingannya dengan membentuk parpol tanpa
tumbuhnya jumlah parpol yang tidak terkendali tanpa ada identitas politik tertentu bagi
masing-masing parpol. Yang membedakannya adalah hanya nama orang yang memimpin
parpol itu. Keadaan demikian menimbulkan kehidupan politik yang jauh dari mendukung
Untuk membangun kondisi parpol yang sesuai dengan kepentingan masyarakat dan
bangsa diperlukan syarat utama kembalinya Pancasila sebagaiDasar Negara RI secara nyata.
Untuk itu haruslah pertama-tama UUD 1945 dikembalikan kepada keadaanya yang asli
sebelum ada amandemen. Kalau toh dinilai perlu ada perbaikan pada isi UUD1945, hal itu
dilakukan setelah kembali ke keadaan semula dengan mengadakan perbaikan yang sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Pebaikan tidak dalam bentuk amandemen, melainkan sebagai
addendum. Kalau ada orang mengatakan bahwa Pancasila adalah satu ideologi terbuka, itu
tidak berarti bahwa Pancasila dapat diubah dengan nilai-nilai yang bertentangan dan berbeda
dengan Pancasila. Sebab Pancasila adalah Isi Jiwa bangsa Indonesia, maka mengubah Pancasila
Berdasarkan UUD 1945 yang asli dibuat UU Partai Politik yang sesuai dan tidak
bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Hal ini merupakan landasan bagi tempat dan
peran Partai Politik dalam sistem Pancasila yang tidak mungkin sama dengan tempat dan peran
parpol dalam sistem Barat. Hal ini pasti mendapat perlawanan dari mereka yang sudah
setelah India dan AS. Buat mereka demokrasi hanyalah demokrasi Barat, demokrasi liberal.
Kalau tidak itu maka itu bukan demokrasi. Atas dasar itu mereka mengatakan bahwa
merupakan kesalahan besar mengubah keadaan sekarang, sebab mereka tidak peduli bahwa
itu menimbulkan kondisi yang merugikan secara mendasar kepentingan masyarakat dan
bangsa. Mereka menjustifikasi berbagai keadaan yang buruk sekarang sebagai hal yang lumrah
mereka akan mendapat dukungan terbuka atau terselubung dari negara-negara yang
berorientasi Barat dan mempunyai kepentingan di Indonesia. Sebab itu seluruh Rakyat
Indonesia yang dirugikan oleh perkembangan sekarang yang menyeleweng dari Dasar Negara
RI harus menyatukan barisan dan memperjuangkan dengan tekad dan komitmen kuat agar
Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik” mengemukakan tiga teori
1. Teori Kelembagaan
Teori ini mengatakan bahwa partai politik ada karena di bentuk oleh kalangan legislatif
(dan atau eksekutif) karena kedua anggota lembaga tersebut ingin mengadakan kontak dengan
dukungan dari masyarakat maka terbentuklah partai politik. Ketika partai politik bentukan
pemerintah dianggap tidak bisa menampung lagi aspirasi masyarakat, maka pemimpin kecil
Teori ini menjelaskan tentang krisis situasi historis yang terjadi manakala suatu sistem
politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari struktur masyarakat
tradisional kearah struktur masyarakat modern. Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan
yang menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi, integrasi dan partisipasi. Partai politik
lahir sebagai upaya dari sistem politik mengatasi krisis yang terjadi. Partai politik diharapkan
dapat berakar kuat dalam masyarakat untuk dapat mengendalikan pemerintahan sehingga
terbentuk pola hubungan yang berlegitimasi antara pemerintah dan masyarakat. Terbukanya
partai bagi setiap anggota masyarakat dari berbagai golongan mengharapkan partai politik
dapat menjadi alat integrasi bangsa. Dengan adanya partai politik juga masyarakat dapat ikut
3. Teori Pembangunan
Menurut teori ini partai politik lahir sebagai akibat dari adanya proses modernisasi
melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan
memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Maka lahirlah partai politik, dengan harapan agar
organisasi politik tersebut mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi yang
ada.
mengkategorikan bahwa Partai Demokrat terbentuk berdasarkan teori situasi historis. Partai
Demokrat lahir karena adanya keinginan untuk memperbaiki bangsa yang sedang dilanda krisis
Suatu partai mendasarkan kekuatannya pada dukungan satu atau beberapa kelompok
yang mempunyai orientasi dan tujuan-tujuan politik yang sama, dengan kata lain partai berdiri
di atas suatu dukungan basis sosial. Di sini basis sosial diartikan sebagai satu atau beberapa
orang yang menjadi pendukung utama dari suatu partai politik. Hal tersebut mengaitkan
tingkat atau kualitas kesetiaan partisipasi dan pemberian suara oleh pemilih kepada partainya
dalam pemilu. Menurut Angus Campbell, ada tiga variable utama yang mampu mempengaruhi
perilaku individu dalam memilih suatu partai, ketiga variable tersebut adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi terhadap partai. Secara psikologis, individu memilih suatu partai karena
b. Isu yang sedang berkembang. Berdasar pada pertimbangan terhadap isu yang sedang
berkembang, individu memilih partai yang mereka anggap layak dan sanggup untuk
memimpin pemerintahan. Kelayakan dan kesanggupan suatu partai ditentukan oleh isu
c. Orientasi terhadap calon. Individu memilih suatu partai karena kualitas personal kandidat
tanpa memandang pada partai yang mendukungnya atau pada isu yang sedang
berkembang. Perilaku ini terbagi menjadi dua, pertama: kualitas instrumental di mana
pemilih melihat kemampuan kandidat dalam menangani suatu masalah tertentu. Kedua:
Dalam politik, basis merujuk kepada sekelompok pemilih yang hampir selalu
mendukung calon partai tunggal untuk kantor terpilih. Basis pemilih sangat tidak mungkin
untuk memilih calon dari pihak lawan, terlepas dari pandangan spesifik masing-masing
kandidat memegang.
Di Amerika Serikat, ini biasanya karena tingkat tinggi kandidat harus memegang sikap
yang sama pada isu-isu kunci sebagai dasar partai unruk mendapatkan nominasi partai dan
dengan demikian akses suara dijamin. Dalam kasus pemilu legislatif, pemilihan basa biasanya
lebih memilih untuk mendukung kandidat partai mereka melawan lawan dinyatakan menarik
untuk memperkuat peluang partainya memperoleh mayoritas sederhana biasanya gateway
Menurut Haryanto, parpol dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya secara
1. Partai Massa, dengan ciri utamanya adalah jumlah anggota atau pendukung yang banyak.
Meskipun demikian, parta jenis ini memiliki program walaupun program tersebut agak
kabur dan terlampau umum. Partai jenis ini cenderung menjadi lemah apabila golongan
atau kelompok yang tergabung dalam partai tersebut mempunyai keinginan untuk
2. Partai Kader, kebalikan dari partai massa, partai kader mengandalkan kader-kadernya
untuk loyal. Pendukung partai ini tidak sebanyak partai massa karena memang tidak
ketaatan dalam berorganisasi. Doktrin dan ideologi partai harus tetap terjamin
kepentingan, menurut Ichlasul Amal terdapat lima jenis partai politik, yakni:
1. Partai Proto, adalah tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat perkembangan
seperti dewasa ini. Ciri yang paling menonjol partai ini adalah pembedaan antara
kelompok anggota atau “ins” dengan non-anggota “outs”. Selebihnya partai ini belum
menunjukkan ciri sebagai partai politik dalam pengertian modern. Karena itu
ideologi masyarakat;
2. Partai Kader, merupakan perkembangan lebih lanjut dari partai proto. Keanggotaan partai
ini terutama berasal dari golongan kelas menengah ke atas. Akibatnya, ideologi yang
dianut partai ini adalah konservatisme ekstrim atau maksimal reformis moderat;
3. Partai Massa, muncul saat terjadi perluasan hak pilih rakyat sehingga dianggap sebagai
respon politis dan organisasional bagi perluasan hak-hak pilih serta pendorong bagi
perluasan lebih lanjut hak-hak pilih tersebut. Partai massa berorientasi pada
pendukungnya yang luas, misalnya buruh, petani, dan kelompok agama, dan memiliki
ideologi cukup jelas untuk memobilisasi massa serta mengembangkan organisasi yang
4. Partai Diktatorial, sebenarnya merupakan sub tipe dari parti massa, tetapi meliki ideologi
yang lebih kaku dan radikal. Pemimpin tertinggi partai melakukan kontrol yang sangat
ketat terhadap pengurus bawahan maupun anggota partai. Rekrutmen anggota partai
5. Partai Catch-all, merupakan gabungan dari partai kader dan partai massa. Istilah Catch-all
pertama kali di kemukakan oleh Otto Kirchheimer untuk memberikan tipologi pada
utama partai ini adalah memenangkan pemilihan dengan cara menawarkan program-
program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai pengganti ideologi yang kaku.
(Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir Partai Politik Edisi Revisi. Penerbit Tiara Wacana,
Yogyakarta, 1996)
1. Partai Para Pemuka Masyarakat, berupa gabungan yang tidak terlalu ketat, yang pada
umumnya tidak dipimpin secara sentral ataupun profesional, dan yang pada kesempatan
2. Partai Massa, sebagai jawaban terhadap tuntutan sosial dalam masyarakat industrial,
maka dibentuklah partai-partai yang besar dengan banyak anggota dengan tujuan utama
mengumpulkan kekuatan yang cukup besar untuk dapat membuat terobosan dan
3. Partai Kader, partai ini muncul sebagai partai jenis baru dengan berdasar pada Lenin.
Mereka dapat dikenali berdasarkan organisasinya yang ketat, juga karena mereka
pada satu ideologi tertentu, dan terus menerus melakukan pembaharuan melalui sebuah
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan memperrtahankan kekuasaan guna
berbeda secara mendasar mengenai partai politik di Negara yang demokratis dan di negara
yang otoriter. Perbedaan pandangan tersebut berimplikasi pada pelaksanan tugas atau fungsi
fungsinya sesuai dengan harkatnya pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga
Berikut ini diuraikan secara lebih lengkap fungsi partai politik di Negara-negara
demokratis, otoriter, dan Negara-negara berkembang yang berada dalam transisi ke arah
dekokrasi. Penjelasan fungsi partai polituk di Negara otoriter akan di paparkan dalam contoh
Di masyarakat modern yang luas dan kompeks, banyak ragam pendapat dan aspirasi
yang berkembang. Pandapat atau aspirasi seseorang atau suatu kelompok yang hilang tak
berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan di gabung dengan
pendapat atau aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan penggabungan
kepentingan (interest aggregation). Sesudah digabungkan, pendapat dan aspirasi tadi di olah
dan dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur. Proses ini dinamakan perumusan
mengartikulasi, niscaya pendapat atau aspirasi tersebut akan simpang siur dan saling
berbenturan, sedangkan dengan agregasi dan artikulasi kepentingan kesimpang siuran dan
benturan dikurangi. Agregasi dan artikulasi itulah salah satu fungsi komunikasi partai politik.
Setelah itu partai politik merumuskannya menjadi usul kebijakann. Usul kebijakan ini
dimasukkan ke dalam progam atau platform partai (goal formulation) untuk diperjuangkan
atau di sampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum
pemerintah melalui partai politik. Di sisi lain, partai politik juga berfungsi memperbincangkan
terjadi arus informasi dan dialog dua arah, dari atas ke bawah dan dari bawah keatas. Dalam
pada itu partai politik memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan
yang diperintah. Peran partai sebagai jembatan sangat penting, karena I satu pihak kebijakan
pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, dan di pihak lain
Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut sebagai pesantara
(broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas). Kadang-kadang juga dikatakan
bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga
dengan komunikasi politik, partai politik merupakan perantara yang besar yang
resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas.
Akan tetapi sering terdapat gejala bahwa pelaksanaan fungsi komunikasi ini, sengaja
atau tidak sengaja, menghasilkan informasi yang berat sebelah dan malahan meimbulkan
Dalam ilmu politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang
memperoleh sikap dan orientasi tehadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam
masyarakat di mana ia berada. Ia adalah bagian dai proses yang menentukan sikap politik
seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideology, hak dan
kewajiban.
Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melaluinya masyarakat
menyampaikan “budaya politik” yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dengan demikian sosialisasi politik merupakan factor yang penting dalam
Suatu definisi yang dirumuskan oleh seorang ahli sosiologi politik M. Rush (1992) :
Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya orang dalam masyarakat tertentu belajar
mengenali system politiknya. Proses ini sedikit banyak menentukan persepsi dan reaksi mereka
terhadap fenomena politik (political socialization may be depined is the prosess by which
individuals in a given society become acquainted with the political system and which to a
certain degree determines their perceptions and their reactions to political phenomena).
berkembang melalui keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja, pengalaman sebagai orang
dewasa, organisasi keagamaan, dan partai politik, ia juga menjadi penghubung yang
mensosialisasikan nilai-nilai politik generasi yang satu ke generasi yang lain. Di sinilah letaknya
Sisi lain dari fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan citra (image)
bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan dengan tujuan partai
untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu
partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para
pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya. Ada lagi yang lebih tinggi
nilainya apabila partai politik dapat menjalankan fungsi sosialisasi yang satu ini, yakni mendidik
anggota-anggitanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga
Negara dan menepatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional. Secara khusus
perlu disebutkan di sini bahwa di Negara-negara yang baru merdeka, partai-partai politik juga
di tuntut berperan memupuk identitas nasional dan integrasi nasional. Ini adalah tugas lain
dalam kaitannya dengan sosialisasi politik. Namun, tidak dapat disangkal adakalanya partai
mengutamakan kepentingan partai atas kepentingan nasional. Loyalitas yang diajarkan adalah
loyalitas kepada partai, yang melebihi loyalitas kepada Negara. Dengan demikian ia mendidik
pengikut-pengikutnya untuk melihat dirinya dalam konteks yang sangat sempit. Pandangan ini
malahan dapat mengakibatkan pengotakan dan tidak membantu proses integrasi, yang bagi
fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan
internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan
internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader
yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk
mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit
menentukan pimpinannya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk
masuk ke bursa kepemimpinan nasional. Selain untuk tingkatan seperti itu partai politik juga
merupakan salah satu cara untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin. Ada berbagai
cara untuk melakukan rekrutmen politik yaitu melalui kontrak pribadi, persuasi, ataupun cara-
cara lain.
Potensi konflik selalu ada di setiap masyarakat, apalagi di masyarakat yang bersifat
heterogen, apakah dari segi etnis (suku bangsa), social-ekonomi, ataupun agama. Setiap
perbedaan tersebut menyimpan potensi konflik. Apabila keanekaragaman itu terjadi di Negara
yang menganut paham demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dianggap hal yang
wajar dan mendapat tempat. Akan tetapi di dalam Negara yang heterogen sifatnya, potensi
kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat ditekan seminimal
mungkin. Elite partai dapat menumbuhkan pengertian di antara mereka dan bersamaan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa parai politik adalah suatu kelompok
yang teroganisir yang anggota-anggotanya memppunyai sebuah orientasi, nilai-nilai, dan cita-
cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh sebuah kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik yang biasanya di raih lewat konstitusional untuk melakukan
Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat berbeda dengan gerakan (movement)
dan berbeda juga dengan kelompok penekan (pressur group) atau istilah yang lebih banyak
digunakan pada dewasa ini yang memang memperjuangkan suatu kepentingan kelompok,
atau memang ingin melakukan perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih
baik.
B. Saran
Untuk tetap memperbaiki citra partai politik sebagai institusi demokrasi, tentu partai
kekuasaan. Sedangkan dalam konteks konflik internal partai politik, meminimalisir mungkin
adanya sikap politik yang bisa merusak citra partai politik itu sendiri, tetap membuka adanya
ruang bagi kedua pihak yang bertikai untuk melakukan komunikasi politik yang lebih sehat
dan lebih konsisten pada aturan main organisasi.Konflik tentu tidak bisa dihindari, tetapi
partai politik juga harus memberikan ruang bagi terbangunnya suatu sistem manajemen
konflik yang lebih baik. Agar konflik personal maupun kelompok maupun yang terjadi diluar
partai tidak bisa berkembang, mampu kendalikan sehingga tidak melahirkan suasana
ketegangan yang apalagi perlaku negatif yang bisa merusak. Manajemen konflik juga penting
dalam mengelola masalah tersebut sebelum diselesaikan secara organisasi, atau minimal bisa
secara efektif mencegah adanya perpecahan ditubuh partai. Sebagaimana yang dipikirkan
oleh Ross (1993) sebagai seorang ahli dalam manajemen konflik, bahwa manajemen konflik
berupa penyelesaian konflik dan bisa jadi menghasilkan ketenangan, hal positif, mufakat dan
lebih kreatif. Masih ada waktu bagi para pemimpin partai untuk melakukan perubahan di
kader, bukan kelompok. Kepemimpinan model itu harus dipadukan dengan manajemen
pengelolaan partai yang modern, terbuka dan demokratis, termasuk dalam mengelolah
konflik. Hanya dengan menerapkan manajemen modern, partai bisa eksis dan mendapat
simpati pendukungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Ichlasul. “Teori-Teori Mutakhir Partai Politik”, PT Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
http://masadmasrur.blog.co.uk/2007/08/17/peran_partai_politik~2824340/
http://kadri-blog.blogspot.com/2011/01/pengertian-partai-politik.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik
http://www.gudangmateri.com/2011/01/definisi-partai-politik-dan-sistem.html
http://www.gudangmateri.com/2011/02/fungsi-dan-peranan-partai-politik.html
http://afrizal.student.umm.ac.id/2010/11/23/sejarah-partai-politik-di-indonesia/
http://www.anneahira.com/tujuan-partai-politik.html
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini Partai Politik di Indonesia semakin marak di kalangan masyarakat.
Hal ini membuktikan bahwa sistim politik di Indonesia telah berkembang dengan pesat.
Dalam sejarah Indonesia, perkembangan sistim politik mengalamai pasang surut.
Suatu sistim politik tersebut merupakan wadah insan politik dan melakukan
partisipasi, politik telah berjalan lama sejak berdirinya RI, bahkan organisasi ini telah
ada sebelum merdeka, sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa politik
merupakan organisasi yang tidak sehat, oleh karena itu diharapkan melalui karya tulis
ini kita dapat mengetahui secara jelas tentang sistim politik di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengetahui tujuan pembahasan tentang sistim politik di Indonesia,
maka sebagai perumusan dalam penyusunan adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan sistim politik ?
2. Apakah tujuan dari sistim politik ?
3. Apakah unsur-unsur sistim politik ?
1.3 Tujuan Pembahasan
Suatu kegiatan akan lebih bermanfaat jika dalam pembahasan ini mempunyai
tujuan antara lain :
1. Untuk mengetahui apakah yang dinamakan dengan sistim politik.
2. Untuk memperluas pengetahuan tentang sistim politik, baik tujuan, pelaksanaan dan
unsur dalam politik.
3. Pandangan positif terhadap sistim politik sehingga kelak dapat berpartisipasi di
dalamnya.
1.4 Penegasan Istilah Judul
Dalam menyusun makalah ini, saya memberi judul “Sistim Politik di
Indonesia” dan sebelumnya penyusun akan menguraikan satu persatu istilah judul
tersebut sebagai berikut :
- Sistim adalah suatu kesatuan yang mengandung unsur-unsur saling terikat dan
terorganisir dengan utuh.
- Politik adalah kata yang berstatus dengan wilayahnya untuk kelestarian dan
perkembangannya.
1.5 Sistematika pembahasan
Sistematika ini terdiri atas :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Permasalahan
1.4 Penegasan Istilah Judul
1.5 Sistematika Pembahasan
BAB II SISTEM POLITIK DI INDONESIA
2.1 Definisi Sistim Politik
2.2 Struktur
a. Suprastruktur
b. Infrastruktur
2.3 Sistim Politik di Dunia
2.4 Dinamika Politik Indonesia
2.5 Perilaku Politik Yang Sesuai Dengan Aturan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran-saran
BAB II
SISTIM POLITIK INDONESIA
2.1 Definisi Sistim Politik
Secara umum kegiatan politik menyangkut tujuan masyarakat. Dapat dikatakan
bahwa sistim politik merupakan kegiatan dalam berwarganegara untuk melaksanakan
tujuan tersebut. “David Easton” berpendapat bahwa sistim politik sebagai interaksi yang
diabstraksikan dari seluruh tingkah laku sosial sehingga nilah tersebut diabaikan secara
otoritas kepada masyarakat. Konsep pokok politik adalah :
1. Negara (State)
2. Kekuasaan (Power)
3. Pengambilan Keputusan
4. Kebijakan
5. Pembagian
Politik juga dapat diartikan sebagai interaksi antara pemerintah dan masyarakat
dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan.
2.2 Struktur
Menurut “Imanuel Kart” struktur politik merupakan keadaan dan hubungan
dari suatu organisasi yang membentuk tujuan yang samsa secara keseluruhan.
a. Suprastruktur
Adalah budaya politik yang ditunjukkan dengan dinamika politik di
Pemerintah, contoh : Lembaga Negara. Suprastruktur diatur dalam UUD 1945.
Suprastruktur politik pemerntahan antara lain :
MPR
Anggota Dewan
Presiden
BPK
MA
DPR dan Presiden (Menjalangkan Legislative Power)
Fungsi Suprastruktur Out put
Pengambilan keputusan oleh lembaga legislatif dan eksekutif
Pelaksanaan keputusan oleh lembaga eksekutif dan aparat birokrasi
Pengawasan pelaksanaan oleh badan Yudikatif
b. Infrastruktur
Adalah budaya politik tingkat bawah suatu komponen yang berkapasitas
berhak mempengaruhi dan mengelompokkan warga. Komponen infrastruktur
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Partai Politik (Political Party)
b. Kelompok Kepentingan (Interest Group)
c. Kelompok Penekan (Presure Group)
d. Political Communication Media
e. Tokoh Politik
2.3 Sistim Politik Indonesia
Menurut “Almond n Powell” dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Sistim primitf yang intermittent
2. Sistem tradisional dan modern
Menurut “Alfian” sistim tradisional dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
a. Menjunjung otoritas
b. Anarki
c. Demokrasi
d. Demokrasi dalam transisi
Beberapa sistim politik pada negara berkembang antara lain :
a. Otokrasi tradisional yaitu :
Kebaikan bersama
Identitas bersama
Hubungan kekuasaan
b. Totaliter
Yaitu menggunakan cara paksa dalam berpolitik. Totaliter dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu politik komunis dan fasis.
Menurut Carl J. Freidriech dan Zbiegniew B adalah ciri diktator moder
memiliki :
- Ideologi resmi
- Pengawasan pemerintah
- Monopoli media di kontrol oleh penguasa dan partai
- Pengendalian terpusat melalui birokrasi
- Kotrol yang ketat terhadap militer
3. Sistem Demokrasi
Adalah sistim yang memelihara keseimbangan antara konflik dan konsensus.
Hanya mentalis konflik yang tidak menghancurkan mekanisme.
4. Sistim din Negara Berkembang
Politik ini menerapkan trial dan erras yang mencari sistim yang sesuai dalam
sistim ini perlu adanya hubungan yang bersifat kasual dan organis.
2.4 Dinamika Politik Indonesia
Dalam tinjauan teoritis banyak terdapat pengertian politik. Menurut
“Hoogowerf” adalah usaha manusia tidak hanya menyesuaikan diri secara pasif
terhadap perubahan-perubahan dalam lingkungannya, melainkan dengan cara aktif
memberi kontrol serta mengarahkan kebijakan kepada rakyat.
Politik merupakan suatu proses untuk menentukan dan melaksanakan tujuan
hidup bersama.
Dinamika politik Indonesia adalah perjuangan insan politk yang subtansinya
secara embrional. Dinamika politik Indonesia sejak merdeka hingga sekarangan ditinjau
dari perkembangan bisa dibedakan menjadi beberapa fase yakni :
1. Fase perang kemerdekaan (1945 – 1949)
2. Fase RIS (1949)
3. Fase UUDS (1950 – 1959)
4. Fase demokrasi politik (1959 – 1965)
5. Fase orde baru (1966 – 1998)
6. Fase reformasi
Bila suatu negara menginginkan pemerintahan demokratis harus
mengupayakan SDM terlebih dahulu agar mampu menjadi pengontrol negara.
2.5 Perilaku Politik Yang Sesuai Aturan
Perilaku politik adalah perilaku seseorang dalam kaitan dengan kekuasaan.
Pada dasarnya ada 5 alasan yaitu :
1. Ingin mendapat materi
2. Untuk mengejar prestise
3. Ikut-ikutan teman
4. Tuntutan universal
5. Sesuai dengan aturan yang berlaku
Perilaku politik pada dasarnya bersifat individual, hal ini dapat dilihat dari sifat
geraknya sebagai berikut :
a. Perilaku Politik Radikal
Radikal adalah aliran politik yang menginginkan perubahan dalam masyarakat
secara drastis untuk mendapat tujuan yang diinginkan. Ciri radikal adalah lebih
mementingkan emosi dari pada rasional agar tujuan yang diinginkan terwujud.
b. Perilaku Politik Liberal
Perilaku ini lebih mengutamakan kebebasan dalam memperjuangkan
kepentingannya, tapi tertumpu pada aturan yang berlaku dan selalu menghormati HAM.
c. Moderat
Moderat adalah perilaku sebisa mungkin mengakomodasi semua kepentingan
dan selalu menghindari sikap ekstrim / kelompok tengah dan kelompok ini
mempertahankan prinsip dengan cara akomodatif dan persuatif.
d. Perilaku Politik Status Qou
Merupakan perilaku untuk mempertahankan agar kekuasaan yang dimiliki
tidak lepas.
e. Perilaku Politik Reaksioner
Yaitu perilaku politik yang selalu meletakkan diri pada posisi kontes dengan
aksi massa walaupun tidak dilakukan dengan kekerasan.
f. Perilaku Politik Konservatif
Adalah sikap politik yang menginginkan tradisi lama yang stabil dan selalu
menghindari perubahan secara radikal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pemikiran yang jernih tentang sistim politik dan menanggapi aspirasi yang disuarakan
rakyat.
2. Dapat mengerti dan mengetahui tentang perilaku politik yang sesuai dengan aturan
yang berlaku.
3. Kita dapat mengetahui beberapa sistim politik.
3.2 Saran-saran
Mungkin dari kesimpulan di atas dapat dipetik salah satu yang paling penting
adalah perlunya manusia Indonesia agar mempunyai pengetahuan yang luas dalam
bidang tertentu seperti bidang kewarganegaraan yang harus berfikir profesional. Karena
dalam bidang inilah yang harus diperhatikan lebih.
Untuk itu penulis mekalah ini jauh dari kesempurnaan dan demi kemajuan
karya tulis ini saya mengharap kritik dan saran. Apabila ada kesalahan dalam penulisan
bahasa, penyusunan atau makalah ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhir kata dari kami mengharap semoga makalah ini berguna bagi para
pembaca pada umumnya. Amien . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA
Sudarso, H. 2003. Dinamika Politik Indonesia. Yogyakarta : Mata Bangsa Edisi 1 Juli 2003.
Syachrir. 1999. Struktur Sistim Politik. Jakarta : Airlangga.