Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

SOUND GOVERNANCE, DYNAMIC GOVERNANCE, DAN OPEN GOVERNMENT


BESERTA PENERAPANNYA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori Administrasi Publik
Dosen pengampu
Dr. Titi Stiawati, M.Si

Disusun Oleh :

Dery Arya P. (7775210018)

Angga Rosidin (7775210025)

Revani Gena A. (7775210008)

Ardian Havidani (7775210016)

MEGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, karunia serta

hidayah-Nya hingga proposal skripsi ini terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan

kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Tak lupa peneliti ucapkan terima kasih yang tak terhingga bagi

kedua orang tua yang telah mengorbankan waktu, tenaga serta doa yang tak pernah terputus. Makalah ini

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah pada Program Pasca Sarjana

Megister Administasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Makalah

ini berjudul “SOUND GOVERNANCE, DYNAMIC GOVERNANCE, DAN OPEN

GOVERNMENT BESERTA PENERAPANNYA”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai

pihak. Maka dari itu, Penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Titi Stiawati, M.Si selaku dosen pengampu Mata Kuliah Teori Administasi Publik

2. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih banyak atas segala

bantuan dan dukungannya

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, begitu pun pada makalah yang masih jauh dari sempurna ini.

Oleh karena itu, peneliti menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga

makalah ini bermanfaat bagi penulis dan bagi almamater beserta para pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum wr.wb.

Serang, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 4
B. Identifikasi Masalah 4
C. Rumusan Masalah 4
D. Manfaat Penelitian 4
E. Sistematika Penulisan 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

A. Pengertian Governance 6
B. Good Governance 7
C. Sound Governance 8
D. Dynamic Governance 11
E. Open Government 19
BAB 3 PEMBAHASAN 21

A. Praktik dan Kritik Governance 21


B. Perbandingan Sound Governance, Dynamic Governance dan Open Government 25
C. Penerapan Sound Governance, Dynamic Governance dan Open Government 31
BAB 4 PENUTUP 35

A. Kesimpulan 35
B. Saran 36
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori dependensi (dependency theory) mengajarkan kita bahwa ketergantungan


negaranegara miskin (lebih banyak merujuk kepada negara berkembang) kepada negara
kaya (maju) yang berawal dari kasus negara-negara Amerika Latin. Tujuannya
mengintegrasikan negara berkembang ke dalam sistem dunia dengan seperangkat aturan
yang harus dipatuhi. Teori dependensi merupakan anti tesis dari teori modernisasi yang
menyatakan semua kemajuan dan perkembangan sebuah negara adalah hak yang sama di
antara negara maju dan berkembang. Biasanya selalu terkait dengan sistem ekonomi
(pendapatan sebuah negara, perdagangan) dengan cara investasi, transfer teknologi terkini.
Namun dependensi menolak anggapan modernisasi dengan alasan negara maju sering
mengklaim negara berkembang adalah negara primitif. Dalam situasi ketergantungan itu,
ekonomi negara-negara berkembang selalu diintervensi oleh negara maju (ekspansi)
modusnya adalah ekplorasi sumber daya alam dan menempatkan negara berkembang
dalam 88 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 8, No. 2, Desember 2017 87 - 102
posisi yang lemah dalam sistem dunia (lihat lebih lanjut Caporaso, 1978; Namkoong,
1999).
Berawal dari ketergantungan tersebut berbagai krisis menimpa negara berkembang
seperti krisis ekonomi, kemiskinan, dan kelaparan. Oleh sebab itu negara maju merasa
berkewajiban membantu negara-negara yang terkena krisis tersebut dengan perantara
lembaga-lembaga donor dunia (UNDP, IMF, World Bank, ADB, UE). Salah satu penyebab
timbulnya krisis tersebut adalah penyelenggaraan pemerintah yang tidak baik, tingginya
korupsi, kolusi, nepotisme, penyalahgunaan anggaran yang mengakibatkan kemiskinan
suatu negara. Solusi pencegah yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga donor melalui
konsep good governance. Konsep penyelenggaraan pemerintah yang baik menjadi pintu
masuk bagi mereka dengan sejumlah aturan yang harus dipatuhi bila ingin mendapatkan

1
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
bantuan dari lembaga donor dan ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan krisis di sebuah
negara. Contoh Indonesia dengan krisis moneter yang melanda di tahun 1997. Lembaga
donor International Monetary Fund (IMF) menawarkan bantuan kemudian para elit negara
menyetujui sejumlah aturan dengan alasan untuk menyelamatkan negara dari kebangkrutan
(failed state). Alasan tersebut dapat kita terima, namun dibalik aturan yang ditawarkan
lembaga donor ada dampak yang harus ditanggung oleh negara. Sebagai contoh,
menghambat pengembangan pesawat jet penumpang N2310 kapasitas 80-130 penumpang
yang telah ditetapkan sebagai proyek nasional oleh Presiden Soeharto tahun 1995. Pesawat
jet penumpang ini merupakan pesawat canggih di kelasnya dengan menggunakan advance
fly by wire, pada saat itu Airbus dan Boeing belum mengadopsi dan menggunakan
teknologi ini. Salah satu kebijakan IMF adalah menghentikan program tersebut, secara
eksplisit kebijakan itu merupakan strategi kapitalisasi modern untuk menghentikan
pesaing, karena Airbus dan Boeing merupakan beberapa donatur utama dari IMF.
Pemikiran klasik tentang teori pemerintahan berkutat pada penyelenggaraan
pemerintahan yang sentralistik yang mengakibatkan kegagalan dalam efisiensi
pemerintahan yang selalu dicampuradukkan dengan politik. Dengan perkembangannya
maka dituntut untuk menghadirkan pelayanan publik yang baik dari negara terhadap
warganya. Adopsi prinsip swasta sangatlah rasional, prinsip manajemen, prinsip
mekanisme pasar, pengalokasian, dan pengembangan sumber daya manusia mengilhami
munculnya konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Walaupun
kritikan mengatakan konsep good governance merupakan konsep imperialisme dan
kolonialisme dari negara maju (Farazmand, 2004). Tidak bisa dibantah lagi bahwa
kehadiran konsep good governance cukup revolusioner untuk menghadirkan tata kelola
pemerintahan yang baik bagi negara-negara berkembang (Holzhacker, Wittek, & Woltjer,
2016).
Kritikan terhadap konsep good governance yang dianggap sebagai model
imperialisme dan kolonialisme baru, maka muncul pemikiran untuk menghubungkan
kemandirian sebuah negara (berkembang) dengan praktek-praktek sistem dunia secara
universal. Sound governance dan dymanic governance adalah konsep evolusi dari good
governance. Konsep-konsep ini hanya bertujuan untuk mencari cara dan model baru

2
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
menata dan mengelola pemerintahan dengan baik untuk menyelesaikan masalah
pemerintah.

Sebagai contoh kasus korupsi, laporan dari Transparency International tentang


corruption perception index (CPI) 2016 menempatkan Indonesia rangking 90 dengan skor
37 masih di bawah negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Brunei, dan Malaysia
(Transparency International, 2017). Dalam hal pengelolaan prinsip-prinsip governance,
Worldwide Governance Indicators memberikan penilaian kepada Indonesia dengan
beberapa kriteria governance yaitu voice and accountability (52,22), political stability and
absence of violence/terrorism (24,76), government effectiveness (46,15), regulatory
quality (47,12), rule of law (39,90), control of corruption (38,46) (World Bank, 2017). Data
lain dapat ditelusuri juga dari laporan Ombudsman Republik Indonesia tahun 2015
melaporkan, secara nasional ada 6.859 (enam ribu delapan ratus lima puluh sembilan)
laporan/ pengaduan masyarakat tahun 2015, sebanyak 41,59 persen atau 2.853 (dua ribu
delapan ratus lima puluh tiga) laporan, mengeluhkan pelayanan publik di instansi
pemerintah daerah (Ombudsman Republik Indonesia, 2016). Laporan lain juga dapat
ditelusuri dari berbagai laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) namun
setiap instansi menunjukkan laporan yang berbeda sesuai dengan wewenang dan
fungsinya. Laporan hasil evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi, akuntabilitas, dan zona
integritas pada instansi pemerintah tingkat kabupaten/kota menunjukkan pada nilai hasil
evaluasi lebih banyak pada kategori CC (168), C (231), D (67) dari 416 Kabupaten, 98
Kota se-Indonesia (Kemenpan RB, 2015).
Data di atas menggambarkan masih belum maksimalnya pengelolaan tata kelola
pemerintah yang baik terutama pada pemerintahan daerah. Diperlukan terobosan yang
koheren antara beberapa konseptualisasi dan prakteknya untuk menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik.
Jika dilihat dari latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan
pemerintah yang good governance berdasarkan sound governance dan dynamic
governance masih belum maksimalnya pengelolaan tata kelola pemerintah. Maka penulis
mencoba mengkaji lebih dalam tentang lingkungan administrasi publik dan lokalitas

3
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
(sound governance and dinamic governance) melalui judul makalah “SOUND
GOVERNANCE, DYNAMIC GOVERNANCE, DAN OPEN GOVERNMENT
BESERTA PENERAPANNYA”

B. Identifikasi Masalah

1. Belum maksimalnya pengelolaan tata kelola pemerintahan


2. Kurangnya inovasi dan kreatifitas pemerintah daerah dalam hal kelola ekonomi dan
sosial masyarakat
3. Kurang responsif dan akuntabel beberapa birokrat di pemerintahan daerah
C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemerintah daerah menyikapi Sound Governance, Dynamic Governance


dan Open Government?
2. Bagaimana penerapan Sound Governance, Dynamic Governance Open Government?

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui pemerintah daerah dalam menyikapi Sound Governance,


Dynamic Governance, dan Open Government
2. Untuk mengetahui penerapan Sound Governance, Dynamic Governance, dan
Open Government
3. Sebagai bahan bacaan dan pengetahuan bagi pembaca makalah

E. Sistematika Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
D. Manfaat Penelitian
E. Sistematika Penulisan

4
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Governance
B. Good Governance
C. Sound Governance
D. Dynamic Governance
E. Open Government

BAB 3 PEMBAHASAN

A. Praktik dan Kritik Governance


B. Perbandingan Sound Governance, Dynamic Governance dan Open Government
C. Penerapan Sound Governance, Dynamic Governance dan Open Government
BAB 4 PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

5
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Governance

Menurut Ganie (dalam Harbani, 2017:244) governance memiliki arti mekanisme


pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan
pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif. Sedangkan Governance menurut Pinto (dalam
Harbani, 2017:244) adalah praktik dari penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh
pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum dan pembangunan
ekonomi khususnya. Defenisi Governance menurut LAN (dalam Harbani, 2017:244)
mendefinisikan sebagai proses penyelenggaraan negara dalam melaksanakan
penyediaan public goods and services. Sehingga yang penulis coba rangkum
bahwa Governance ialah tata kelola pemerintahan, yaitu cara-cara yang dilakukan dalam
mengelola berbagai urusan publik bukan instansi dalam pemerintahan.

Istilah Governance dan Government mungkin terdengar mirip namun pada


dasarnya keduanya adalah hal yang berbeda namun berkaitan, perbedaan yang dimaksud
ialah bahwa Government merupakan instansi/struktur atau representasi badan yang
mengatur, mengendalikan atau melaksanakan tata kelola urusan-urusan
publik. Governance lebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara
pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan
(Koiman dalam Harbani, 2017:250).

6
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
B. Good Governance

Good Governance ialah tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam mewujudkan
konsep good governance maka diperlukan sinergi anatar tiga aktor utama, yakni
pemerintah, privat sector, dan civil society. Ketiga aktor ini mempunyai peran dalam
mengelola sumber daya, lingkungan social, ekonomi, dan budaya. Pengertian good
governance dalam versi World Bank diartikan sebagai penyelenggaraan pengelolaan atau
manajemen dalam pemerintah secara solid dan akuntabel aerta berdasarkan prinsip pasar
yang efisien dan juga pencegahan korupsi baik secara administratif maupun politis. Hal ini
bagi sektor pemerintah atau sektor privat sekalipun merupakan suatu inovasi atau terobosan
yang mutakhir dalam upaya menciptakan kredibilitas publik manajerial yang handal. Good
Governance ini hadir sebagai salah satu bentuk solusi dalam mengatasi permasalahan yang
terjadi dalam suatu negara. Good Governance membantu mengintegrasikan anatar peran
pemerintah, privatsector, dan masyarakat untuk mencapai konsesus bersama, dimana
dalam pelaksanaannya dapat di pertanggungjawabkan dan bersifat efektif dan efesien.
Dengan memperhatikan nilainilai dan cara kerja good governance, maka hal ini bisa
memperkecil terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan karena program-
program yang yang ditetapkan adalah berdasarkan keputusan bersama.
Negara yang berperan dalam pemberi layanan kepada masyarakat demi tercapainya
kesejahteraan secara adil dapat berjalan dengan baik apabila sistem pemerintahnya
memegang teguh pada 3 dasar pembangunan berkelanjutan, yaitu bidang lingkungan,
ekonomi dan sumber daya manusia. Konsep good governance ini memiliki keterkaitan
dengan 3 aktor utama, yaitu: Pemerintah sebagai penyelenggara negara, korporat sebagai
penggerak bidang perekonomian, serta masyarakat sipil sebagai pihak penyesuai. Pihak
pihak tersebut saling mempengaruhi dan masing masingnya memiliki peran dalam
penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak-pihak
tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit
untuk dapat terjadi (Efendi, 2005). Konsep good governance ini dapat diwujudkan melalui
upaya adanya kesinergian antara masyarakat sipil, sektor publik, dan sektor privat dalam

7
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
mengelola sumber daya alam, ekonomi, lingkungan dan sosial. Good governance
sekurang-kurangnya harus dapat mencapai prasyarat adanya partisipasi, efesiensi dan
efektivitas, transparansi, dan keadilan.

C. Sound Governance

Konsep sound governance digunakan sebagai alternatif bagi good governance


dengan beberapa alasan: (Sangkala: 2012) Pertama, lebih komprehensif dibanding dengan
konsep lainnya, karena juga memasukkan pentingnya elemen governance global atau
internasional. Kedua, sound governance juga memasukkan normatife teknikal dan sifat
rasional dari good governance. Karena itu ia juga mempresentasikan keseimbangan
pandangan governance yang agak bias dan juga mempertimbangkan sifat asli sistem
governance yang dapat menjadi rintangan atau konflik dengan struktur kekuatan dominan
dari neo-kolonialis global. dengan kata lain, government dan governance dapat lebih kuat
sekalipun system nilainya didalam konflik atau aneh dengan luar negeri, kepentingan
imperialis dan kebijakan intervionis lainnya. Ketiga, konsep sound governace memiliki
seluruh kualitas karakteristik governance yang unggul terhadap good governance dan kuat
secara teknikal, professional, secara organisasi, secara manjerial, secara politik, secara
demokratis, dan secara ekonomis. Juga memperkuat terminology kapasitas dan prilaku
antisipatif, dan demokratis dalam karakter, responsive, dan kompeten; dan dalam nilai-nilai
kulturalnya melekat dalam nilai-nilai dan struktur masyarakat. Keempat, sound governance
sesuai dengan nilai-nilai konstitual dan responsive terhadap norma-norma aturan, dan
penguasa internasional. good governance didefinisikan pendukungnya mengabaikan
pentingnya sifat konstitusional yang dasar Negara bangsa dan kedaulatan pemerintahan.
Kelima, konsep, konsep sound governance memiliki sejarah jejak kerajaan Persia dengan
system administrasidengan efisien dan efektif yang tinggi. Menurut Raja Darius pengganti
Raja Cyurs, tidak ada kerajaan yang dapat survive dan makmur tanpa ekonomi yang
kuat,dan pemerintahan yang kuat serta system administrasi yang kuat.dan kerajaan Persia
perlu membangun kembali pemerintahannya dan system administrasinya dengan
ekonomi,manajerial,dan kebijakan organisasi yang kuat tidak hanya efisien dalam

8
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
penyelesaian persoalan kerajaan dengan wilayah yang dikuasai,tetapi juga efektif dalam
mengawasi politik tetapi juga respon antisipatif terhadap krisis dan kedaruratan yang tidak
diharapkan.Manajemen strategi dan struktur pemerintahan yang kontigensi sesuai bagi
pemerintah dan pengelolaan kerajaan sehingga mampu mencakup seluruh dunia. (Sangkala
2012: 112) Walaupun konsep kuno sound governance tidak sedemokratis dibanding
dengan standar saat ini, pengadobsian secara asli dan perubahan struktur secara besar-
besaran dalam hal keuangan, manajemen, komunikasi, hukum dan pemerintahan aerah
berdasarkan atas prinsip-prinsip toleransi adalah sebuah ide baru. Hari ini, konsep sound
governance melampaui seluruh konsep sound governance dengan memasukkan lima
dimensi utama dan empat elemen 23 interaktif. Sebelum mengaloborasi dimensi, elemen
atau karakteristik ini, definisi dpt membantu menempatkan konsep ini dalam prespektif.
(Sangkala 2012: 112) Istilah governance yang digunakan dalam rtikel ini menyajikan ide
atau konsep yang lebih luas dan komperensif tentang pemerinthan dan administrasi
daripada terminologi government (pemerintahan) dan governing (pemerintah).
Governance disini berarti suatu proses pemerintahan yang partisipatif terhadap aspek
sosial, ekonomi, dan persoalan politik dari sebuah negara, atau pemerintahan daerah
melalui struktur dan nilai-nilai yang merupakan cerminan masyarakat. Termasuk negara
yang termasuk memungkinkan institusi kerangka konstitusi, masyarakat sipil, sektor
swasta dan struktur institusional global atau internasional secara terbatas. Disini
governance, digunakan sebagai konsep yang lebih luas daripada traisonal, unilateral, dan
bentuk pemerintahan yang otorotif yang memiliki elite pemerintahan yang duduk dalam
posisi memerintaha secara pihak. (Sangkala 2012: 113) Governance karena itu termasuk
dan mempromosikan partisipasi dan interaksi di dalam kompleksitas lingkungan nasional
dan internasional yang semakin meningkat, berbeda-beda, dan dinamis. Konsep
“soundness” digunakan untuk mencirikan pemerintahan dimensi kualitas yang unggul
dalam fungsi, struktur, proses, nilai, dimensi, dan adminstrasi. Pemerintah mengacu kepada
fungsi-fungsi kepemerintahan oleh apapun aktor atau kewenangan atau institusi, termasuk
nonpemerintah, dimana kepemrintahan terdiri dari proses, struktur nilai, manajemen,
kebijakan dan administrasi. konsep sound governance digunakan disini untuk
menunjukkan suatu sistem pemerintahan yang tidak hanya secara 24 domestik kuat dan

9
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
sebenarnya sempurna secara ekonomi/finansial, politik, etika, tetapi juga kuat secara
global/internasional dalam berinteraksi dengan negara lain dan pemerintahannya di dalam
suatu menentukan sendiri dan independen. Sound governance disini merefleksikan fungsi
pemerintahan dan administrasi dengan organisasi yang kuat dan kinerja organisasi yang
tidak hanya kompeten memilihara tetapi juga antisipatif, responsif, akuntabel, dan
transaparan, korektif secara internal, malahan beriorentasi strategik dan jangka panjang
serta operasionalisasi jangka pendek. (Sangkala 2012: 113) 2. Dimensi Sound Governance
Sound governance terdiri dari beberapa komponen atau dimensi utama. Sebagai elemen
dari suatu sistem dinamis, elemen ini berinteraksi dinamis dengan yang lain, dan seluruh
bentuk keunikannya dimana beroperasi dengan perbedaan internal, kompleksitas,
intensitas, dan tantangan eksternal, rintangan dan eksternal berinteraksi secara konsisten,
menjaga dinamika sistem kepemerintahan yang berfokus pada arah dan tindakan sesuai
dengan tujuan. (Sangkala 2012: 114) Perbedaan menyediakan sistem kepemerintahan
dengan peluang untuk menerima umpan balik dari lawan dialektikal yang memberikan
layanan sebagai mekanisme cek dan balance. Perbedaan juga menanamkan darah baru ke
dalam sistem dan memperomosikan inovasi dan kreativitas. kompleksitas berkembang
sebagai suatu hasil pelaksaanaan dinamika perbedaan dan peningkatan masuknya sejumlah
kekuata eksternal dan sekitarnya yang menantang pelaksanaan sistem kepemrintahan.
Karena itu, kompleksitas adalah sebuah produk interaksi yang tinggi diantara kekuatan
dialektikal yang menjaga energi sistem sistem 25 kepemerintahan yang dipenuhi oleh
aktivitas yang sangat banyak. Proses ini mengarah kepada beragam tingkat intensitas di
dalam sistem kepemerintahan, dalam operasional internasional dan respon dinamisnya
terhadap tekanan internal dan eksternal peluang dan tanntangan lokal, nasional regional,
dan global. Peluang eksternal lainnya serta dukungan elemen sistem internalnya. Dimensi
sound governance yaitu:1) proses; 2) struktur;3) kognisi; dan kinerja; 4) konstitusi; 5)
organisasi dan institusi; 6) manajemen dan kinerja; 7) kebijakan; 8) sektor; 9) kekuatan
internasional dan global; 10) etika, akuntabilitas dan transparansi. Masing-masing dimensi
bekerja bersama-sama enngan yang lain seperti orkhestra dengan kepemimpinann yang
kuat dan partisipasi yang dinamis dari interaksi elemen atau komponen dasar di atas,
memberikan kualitas sistem kepemrintahan melampaui harapan. (Sangkala 2012: 115)

10
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
Proses sound governance mencakup suatu proses pemerintahan dengan interaksi seluruh
atau stakholder terlibat; ini berarti bahwa good governance harus juga bersedia. Tetapi
sound governance tidak hanya mengenai proses internal dan eksternal tetapi juga memiliki
sebuah struktur. Kekuatan internasional atau global. Dimensi yang sangat penting dari
sound governance adalah dimensi internasional atau global. Hari ini, diera globalisasi dan
saling ketergntungan global, negara bangsa pemerintahan, dan warga negara secara
meningkat turun kedalam-voluntari atau unvoluntari-suatu perkembangan kelompok rezim
yang menunjukkan toleransi kearah prilaku keperintahan tertentu yang sebelumnya dan
secara tradisional mempertimbangkan normal dan internal untuk nilai kemakmuran
pemerintahan atau permintaan menerapkan berbagai 26 macam aturan, regulasi, dan
menyetujui pengaturan secara kolektif pada level regional dan global. Jadi dimensi
internasional dan global sound governance secara serius menghambat dan hasilnya banyak
pemerintahan dinegara ketiga gagal dari krisis legitimasi karena dimasukkan atau
pengganti rezim dan pemimpihn orang asing yang popular dengan kepentingan negara dan
pemberi kepentingan dari elite global Etika, akuntabilitas dan transparansi, ciri utama dari
sound governance di masa yang akan datang adalah didasari oleh prinsip nilai-nilai etika,
persyaratan akuntabilitas, struktur dan nilai transparansi. Ini prinsip utama dari sound
governance dalam menilai kembali potensi yang terabaikan dan korupsi sistem dan juga
terhadap prinsip byang buta terhadap yang efesiensi dan ekenomidalam manajemen dan
proses administrasi.

D. Dynamic Governance

Istilah governance telah lama kita kenal yaitu menunjuk pada hubungan antara
pemerintah / negara dengan warganya sehingga memungkinkan berbagai kebijakan dan
program dapat di rumuskan, diimplementasikan, dan dievaluasi. Kaufmann, Kraay dan
Mastruzzi (2004) mengatakan ”Governance is the relationship between governments and
citizens that enable public policies and programs to be formulated, implemented and
evaluated. In the broader context, it refers to the rules, institutions, and networks that
determine how a country or an organization functions” Governance / kepemerintahan
adalah hubungan timbal balik antara pemerintah dan warganya yang memungkinkan

11
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
berbagai kebijakan publik dan program dirumuskan, dilaksanakan, dan dievaluasi. Dalam
kontek lebih luas menunjuk pada sejumlah aturan, institusi, dan jaringan yang menentukan
berfungsinya suatu negara atau organisasi). Sedang dari persfektif sektor publik (Andrew,
2004) memaknai Governance sebagai “the manner in which the government, working
together with other stakeholders in society, exercices its authority and influence in
promoting the collective welfare of society and the long terms interested of the nation”
(Cara dimana pemerintah bekerjasama 7 dengan pemangku kepentingan lain dalam
masyarakat, menerapkan kewenangan dan mempengaruhi dalam mengusahakan
kesejahteraan masyarakat dan tujuan jangka panjang dari suatu bangsa). Menyangkut
penentuan cara pemerintah mengupayakan kesejahteraan masyarakat dan pencapaian
tujuan jangka panjang dari suatu bangsa, maka pada negara demokratis cara yang ditempuh
adalah dengan melibatan semua pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu pemerintah,
swasta, dan masyarakat dalam merumuskan kebijakan, penetapan institusi dan pola
hubungan antar pemangku kepentingan. Terkait dengan pemahaman tersebut, Boon, dan
Geraldine (2007 : 52 ) memaknai Governance sebagai “ the choosen path, policies,
institutions and the resultant structures that collectively provide the incentives and
constraints to facilitate or impede interactions that lead to economic progress and social
wellbeing” (penentuan berbagai kebijakan, institusi dan struktur yang dipilih, yang secara
bersama mendorong untuk memudahkan interaksi kearah kemajuan ekonomi dan
kehidupan sosial lebih baik). Menurut Boon dan Geraldine (2007) merumuskan Dynamic
Governance sebagai “to how these choosen paths, policies, institutions, and structures
adapt to an uncertain and fast changing envinronment so that they remain relevant and
effektif in achieving the long-term desired outcomes of society”(bagaimana bekerjanya
berbagai kebijakan, institusi dan struktur yang telah dipilih sehingga dapat beradaptasi
dengan ketidakmenentuan dan perubahan lingkungan yang cepat sehingga kebijakan,
institusi dan struktur tersebut tetap relevan dan efektif dalam pencapaian keinginan jangka
panjang masyarakat). Bertitik tolak pemahaman tersebut di atas, maka konsep operasional
dari Governance(kepemerintahan) adalah cara yang ditempuh pemerintah suatu negara
dalam menjalankan roda pemerintahan bagi pencapaiantujuan negara. Dalam kaitannya
dengan cara menjalankan roda pemerintahan, di samping kita mengenal adanya azas-azas

12
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik dalam good governance (disebut good
governance karena pemerintah melibatkan masyarakat dan sektor swasta dalam
penyelenggaraan pemerintahan).

Bank Dunia (dalam World Bank Economics Review, vol 18, 2002) juga
merekomendasikan perlunya memperhatikan 6 (enam) dimensi dari governance yaitu: 1.
Kebebasan dan akuntabilitas – perluasan peranserta masyarakat dalam memilih
penyelenggara pemerintahan, kebebasan berekspresi, kebebasan berorganisasi, dan
kebebasan pers; 2. Stabilitas politik dan tidak ada lagi kekerasan – tidak ada lagi pergantian
pemerintahan lewat kekerasan, secara tidak konstitusional dan memerangi terorisme; 3.
Pemerintahan yang efektif – pelayanan publik yang berkualitas oleh aparatur pemerintah
yang bebas dari tekanan politik, komitmen pemerintah untuk membuat kebijakan dan
melaksanakan kebijakan yang berkualitas; 4. Aturan perundang-undangan yang berkualitas
– kemampuan pemerintah untuk membuat dan mengimplementasikan kebijakan
(perundang-undangan) yang mendorong peran swasta dalam pembangunan; 5. Penegakan
hukum – meyakinkan berbagai pihak bahwa aturan hukum akan dipatuhi, terutama
keberlangsungan kontrak-kontrak yang telah disepakati, demikian juga polisi, jaksa dapat
menegakkan hukum secara adil; dan 6. Pengendalian atau penghapusan korupsi.
Sedangkan konsep operasional dari Dynamic Governance adalah kemampuan pemerintah
menyesuaikan kebijakan dengan perubahan lingkungan global yang cepat dan tidak
menentu sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. 2. Elemen dan Sistem Dynamic
Governance Perubahan merupakan esensi dasar dalam dynamic governance karena untuk
dapat menyesuaikan cara yang ditempuh pemerintah dalam menjalankan roda
pemerintahan dengan dinamika perubahan lingkungan diperlukan berbagai perubahan baik
dari aspek rencana maupun implementasinya. Rencana dan implementasi harus adaptif
dengan besar kecilnya ketidakmenentuan masa depan lingkungan global. Perubahan
umumnya merupakan hasil perpaduan dari dua unsur yaitu; budaya (budaya organisasi
pemerintah) dan kemampuan (organisasi pemerintah).

Terkait dengan perubahan sebagai esensi dasar dynamic governance, maka dua
elemen dari dynamic governance menurut Boon, dan Geraldine (2007 : 12-46) adalah

13
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
Pertama merupakan budaya organisasi pemerintah meliputi; integrity (integritas),
incorruptibility (tidak dapat disuap/tidak korupsi), meritocracy (berdasar bakat &
kemampuan/prestasi), market (orientasi pasar yang berkeadilan), pragmatism (mudah
menyesuaikan/ lebih berorientasi pada pencapaian tujuan negara daripada berkutat soal
idiologi), multi-racialism (berbagai etnik dan kepercayaan), termasuk juga dalam budaya
adalah ; aktivitas negara (state activism), rencana dan tujuan jangka panjang (long term),
kebijakan yang sesuai kehendak masyarakat (relevance), pertumbuhan (growth), stabilitas
(stability), bijaksana (prudence), dan mandiri (self-reliance); Kedua, kemampuan yang
dinamis meliputi: thinking ahead (berpikir ke depan), thinking again (mengkaji ulang), dan
thinking across (belajar dari pengalaman negara / organisasi lain). Kedua elemen pokok di
atas ditopang oleh able people dan agile processes (orang yang berkemampuan dan
dilakukan dengan proses yang baik), serta dipengaruhi oleh future uncertainties and
external practise (ketidakpastian masa mendatang dan praktek/kebiasaan negara atau
organisasi lain). Kerangka dasar elemen-elemen di atas digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka Sistem Good Governance Yang Dinamis

14
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
Menurut Boon dan Geraldine (2007) Dynamic governance di Negara maju dan
demokratis sudah merupakan bagian yang intregral dari sistem pemerintahan Negara yang
bersangkutan. Sedangkan, di Negara yang berkembang dynamic governance tidak muncul
secara spontan, tetapi merupakan hasil dari upaya kepemimpinan yang memiliki
kapabilitas untuk membangun suatu bangsa yang maju agar mampu bertahan hidup dan
lingkungan yang berubah dengan cepat. Kapabilitas adalah pola pikiran dan cara kerja yang
terbentuk dalam waktu yang lama melalui proses pembelajaran. Selanjutnya, Neo dan Chen
(2007 : 29-46) mengatakan bahwa : capabilities terdiri dari tiga unsur yaitu: Pertama
Thinking Ahead merupakan kemampuan mengidentifikasi faktor lingkungan berpengaruh
pada pelaksanaan pembangunan masa mendatang, Future uncertaintiens Able people Agile
processes External practice Thingkin ahead Thingking again Thingking accros Adaptive
policies Dynamic governance Change memahami dampaknya terhadap sosiol-ekonomi
masyarakat, mengidentifikasi pilihan-pilihan investasi yang memungkinkan masyarakat
memanfaatkan kesempatan baru dan menghindari potensi ancaman yang dapat
menghambat kemajuan masyarakat. Berfikir ke depan ini akan mendorong institusi
pemerintah untuk menilai dan meninjau kembali kebijakan dan strategi sedang berjalan,
memperbaharui target dan tujuan, dan menyusun konsep baru kebijakan yang dipersiapkan
menyongsong masa depan. Berpikir ke depan bukan sekedar meramalkan masa depan yang
penuh ketidakpastian dan sekedar membuat perencanaan formal tetapi lebih dari itu adalah
mengajak orang untuk berfikir strategis sehingga mereka dapat melihat kegiatan
pembangunan masa depan yang lebih masuk akal, berbeda dengan apa yang mereka
angankan Lewis, Carol W and Stuart C. Gilman (2005). Oleh karena meninjau masa depan
merupakan latihan berfikir untuk menggali sinyal-sinyal yang akan menghampiri / datang,
sehingga menjadikan kita peka terhadap kemungkinan hambatan yang akan kita lalui di
masa depan. Proses berpikir ke depan atau meninjau masa depan ini meliputi : 1. Menggali
berbagai kemungkinan dan antisipasi terhadap berbagai kecenderungan masa depan yang
memiliki dampak signifikan terhadap tujuan kebijakan; 2. Merasakan dampak
pembangunan terhadap pencapaian tujuan pembangunan sedang berjalan, dan menguji
efektivitas kebijakan, strategi, dan program sedang berjalan; 3. Menentukan pilihan-pilihan
yang akan digunakan sebagai persiapan menghadapi timbulnya ancaman terhadap peluang

15
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
yang baru; dan 4. Mempengaruhi para pembuat kebijakan kunci dan para pemangku
kepentingan untuk memperhatikan isu-isu yang muncul secara serius dan mengajak mereka
untuk membicarakan kemungkinan respon/ tanggapan yang akan diambil. Kedua,
Thinking Again merupakan kemampuan meninjau kembali berbagai kebijakan, strategi,
dan program sedang berjalan. Apakah hasil yang dicapai oleh kebijakan, strategi, dan
program telah memenuhi harapan banyak pihak atau perlu didesain ulang untuk
mendapatkan kualitas hasil yang lebih baik. Kerangka waktu melakukan kaji ulang mulai
dari kondisi yang sekarang dihadapi sampai masa waktu berlakunya kebijakan, strategi,
dan program, dengan membandingkan apa yang dicapai dengan apa yang diinginkan. Kaji
ulang dilakukan terhadap hal-hal yang sudah terjadi mencakup pemanfaatan data,
informasi-informasi baru, ukuran /standar yg telah ditentukan, warisan masalah dari suatu
kebijakan atau program, dan umpan balik yang diterima. Kaji ulang dimaksudkan untuk
melihat kelaikan dan kecocokan kebijakan, strategi, dan program sedang berjalan dengan
kondisi sedang dihadapi dan masa mendatang akibat perubahan lingkungan global yang
cepat. Proses memikirkan kembali / kaji ulang meliputi: 1. Menganalisis dan meninjau
kinerja terakhir berdasarkan umpan balik masyarakat; 2. Mencari penyebab mendasar
tercapai atau tidak tercapainya sebuah target; 3. Meninjau kembali kebijakan, strategi, dan
program untuk mengidentifikasi faktor-faktor menonjol penyebab keberhasilan dan
kegagalan; 4. Mendesain kembali kebijakan dan program, sebagian atau seluruhnya
sehingga kinerja dapat diperbaiki dan tujuan tercapai secara lebih baik; dan 5. Menerapkan
kebijakan dan sistem baru sehingga masyarakat dan pelanggan menikmati pelayanan dan
outcome lebih baik. Ketiga Thinking Across merupakan kemampuan untuk mengadopsi
pikiran, pendapat, ide-ide lain di luar kerangka berpikir (mindset) yang secara tradisional
telah melekat dan menjadi dasar melakukan sesuatu. Dengan belajar dari pengalaman dan
pemikiran orang lain dalam mengelola sebuah negara atau pemerintahan akan didapat ide-
ide dan pemikiran segar dalam melakukan inovasi bagi perbaikan kebijakan, strategi, dan
program bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Falsafah dasar dalam thinking across
ini adalahpresent-outside, future-inside yang dapat dimaknai saat ini pikiran-pikiran
brilian, kebijakan, strategi dan program yang baik-baik masih menjadi milik negara atau
organisasi lain tetapi ke depan akan menjadi milik kita. Belajar dari pihak lain bukan

16
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
sekedar teknis operasional, tetapi lebih penting dari itu adalah menyangkut mengapa pihak
lain dapat menyelesaikan masalah yang sama dengan cara berbeda, bagaimana mereka
mendisain suatu kebijakan atau program sesuai dengan karakteristik kemajuan masyarakat
setempat, dan lain-lain yang bersifat inovatif dan kreatif. Proses thinking across ini
meliputi: 1. Mencari dan menemukan praktek-praktek implementasi suatu kegiatan/
program yang kurang lebih sama/ memiliki kemiripan; 2. Refleksikan atau gambarkan
tentang apa yang mereka lakukan, mengapa dan bagaimana mereka melakukan, ambil
pelajaran dari pengalaman yang mereka lakukan; 3. Evaluasi apa yang dapat diterapkan
pada kontek lokal (tempat kerja, masyarakat setempat/lokal), pertimbangkan hal-hal dan
kondisi unik yang mungkin dapat diterima masyarakat lokal; 4. Ungkapkan hubungan
antara ide-ide baru atau kombinasikan ide-ide berbeda yang dapat menciptakan pendekatan
yang inovatif terhadap isu isu yang muncul; dan 5. Sesuaikan kebijakan dan program
dengan kebutuhan setempat/lokal. Proses berpikir ke depan, berpikir ulang, dan berpikir
ke luar dari mindset yang sudah terbentuk merupakan proses pembelajaran yang harus
dilakukan oleh pemerintah karena: a) Pertama, untuk memahami pengaruh dari
masa`depan terhadap perkembangan dalam negeri sehingga dapat dipersiapkan suatu
kebijakan yang memungkinkan warganya mengatasi masalah yang akan dihadapi. b)
Kedua, Kerusakan lingkungan physik dan non physik akan berdampak pada mandulnya
kebijakan meskipun telah dibuat sebaik dan seteliti mungkin. Oleh karena itu proses
peninjauan ulang (thinking again) perlu dilakukan untuk menilai apakah kebijakan tersebut
masih relevan dengan agenda nasional atau tujuan jangka panjang. c) Ketiga, dalam
pemikiran baru tentang ekonomi, untuk tetap bertahan memerlukan pembelajaran dan
inovasi untuk menghadapi tantangan baru sehingga tercipta berbagai kesempatan dan
peluang. Untuk itu pemerintah perlu melihat perkembangan negara lain agar dapat
diterapkan di dalam negeri. Pada gambar di atas tampak bahwa kemampuan untuk
melakukan thinking ahead, thinking again, dan thinking across harus didukung oleh orang
yang memiliki kemampuan (able people) dan harus dilakukan dengan proses yang
baik/benar (agile processes). Orang yang berkemampuan artinya adalah orang-orang yang
dapat atau mampu membaca masa depan yang akan menghampiri berdasarkan fakta, gejala
dan perkembangan masa kini ditambah proyeksi akibat perubahan global yang cepat.

17
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
Orang berkemampuan juga bermakna orang yang memiliki kewenangan, karena banyak
orang memiliki kemampuan seperti disebut di atas tetapi tidak memiliki kesempatan dan
kewenangan (kewenangan formal / kewenangan akademik).Kewenangan formal terkait
dengan jabatan / posissi seseorang secara struktural, dan kewengan akademik terkait
dengan kapasitas keilmuan yang dimiliki. Agile processes berkaitan dengan cara,
mekanisme atau prosedur yang benar dalam melakukan thinking ahead, thinking again,dan
thinking across, cara yang benar dimaksud adalah berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah tidak
tercampur dengan kehendak pribadi atau terkontaminasi keinginan politik kelompok
tertentu atau sekedar formalitas untuk menghabiskan anggaran. Thinking ahead
dipengaruhi secara tidak langsung oleh masa depan yang tidak menentu(future
uncertainties) yang dapat terjadi karena instabilitas socio ekonomi , politik maupun karena
terorisme dan bencana alam. Ketidakmenentuan masa depan ini akan memberi wawasan
(insight) bagi pencarian kebijakan yang cocok (fit) untuk membangun sebuah konsep
(conceptualize) baru dalam mengadopsi suatu kebijakan yang adaptif(adaptive policies).
Demikian juga dengan thinking across secara tidak langsung dipengaruhi oleh praktek-
praktek penyelenggaraan pemerintahan (external practices)negara lain, dan akan
melahirkan ide-ide/pemikiran (ideas) baru yang didapat melalui pertukaran pengalaman
(trade-offs) dan pada gilirannya thinking across akan membudaya pada setiap pembuatan
kebijakan yang adaptif. Hal lain lain memiliki pengaruh mendasar dalam dynamic
governance adalah budaya, yang meliputi prinsip, semangat tidak korup, orientasi pasar,
pragmatis, multi-etnik dan kepercayaan, berorientasi jangka panjang, keterkaitan dengan
kebutuhan masyarakat, pertumbuhan (ekonomi), stabilitas, Kebijaksanaan dan kebanggaan
sebagai sebuah bangsa, serta kemandirian, yang semuanya mempengaruhi dan melahirkan
tiga kemungkinan yaitu: menghambat (constraints), bertentangan (confronts), dan
menghubungkan /penghubung (catalyzes). Dalam praktek pada banyak negara terdapat
sebagian atau seluruh budaya meghambat, bertentangan atau penghubung (mendukung)
proses dynamic governance. Selanjutnya, kebijakan budaya nusantara juga mengajarkan
hal serupa dalam thinking ahead, thinking again, dan thinking across yang dalam ajaran
jawa, sebagai salah satu kultur dominan di Indonesia, mengenal adanya filasofi mulat sarira
hangrasa wani dan bisaa rumangsa yang berarti berani bertindak dan mawas diri serta

18
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
mampu memahami situasi serta dinamika yang terjadi. Kebijakan yang diputuskan untuk
diadopsi sebagai hasil proses thinking ahead, thinking again, dan thinking across
selanjutnya diimplementasikan sebagai semangat kepemerintahan yang dinamis (Dynamic
Governance).

E. Open Government

Open government, gerakan ini menjadi populer setelah adanya Memorandum on


Transparency and Open Government oleh Pemerintahan Barrack Obama pada tahun 2009,
dan diikuti oleh peluncuran data. gov.uk oleh pemerintah Inggris pada tahun 2010.
Kemudian mulailah muncul portal data pemerintah yang terus menyebar, dibuat oleh
pemerintah dan tim independen multilateral bekerjasama dengan pemerintah yang
bergerak untuk mengembangkan inisiasi data terbuka pemerintah. Wirtz dan Birkmeyer
(2015:12) mendefinisikan open government sebagai a multilateral, political and social
process, which includes in particular transparent, collaborative and participatory action by
government and administration. Open government didefinisikan sebagai tindakan dari
transparansi, partisipasi, dan kolaborasi (Obama, 2009). Di Indonesia gerakan open
government ini telah direspon oleh pemerintah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Bila melihat data yang dikeluarkan oleh
Komisi Informasi Pusat terdapat sengketa yang diajukan oleh individu dan kelompok
masyarakat. Biasanya sengketa yang muncul disebabkan oleh tidak adanya transparansi
data pemerintah yang semestinya dapat dikonsumsi oleh publik. Beberapa studi juga
menyebutkan bahwa transparansi dalam penyelenggaraan pemerintah (prinsip good
governance) tidak begitu baik pelaksanaannya di beberapa negara berkembang (Ferreira,
2008; Zimmerman, 2014).

Beberapa tahun terakhir, open government telah menjadi gerakan penting di antara
pemerintahan di seluruh dunia. Misalnya, dari sisi keuntungan open government lebih
memudahkan masyarakat untuk akses data dan aktivitas pemerintah, perundang-undangan
dan kebijakan pemerintah yang dapat diperoleh dengan mudah, data terbuka terkait erat

19
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
dengan pembagian informasi pemerintah yang dapat digunakan oleh publik untuk berbagai
tujuan. Namun kebanyakan para ahli berargumentasi potensi manfaat open government
dapat merangsang transparansi, akuntabilitas, meningkatkan partisipasi masyarakat, dan
merangsang pertumbuhan ekonomi (Wirtz, Weyerer, & Rosch, 2017), dan juga sebagai
upaya untuk memerangi tindakan korupsi (Kim, Kim, & Lee, 2009).

20
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
BAB 3

PEMBAHASAN

A. Praktik dan Kritik Governance

Selama ini, kehadiran Good Governance (GG) dipersepsi oleh dunia internasional
sebagai ramuan mujarab pembangunan internasional dan telah dipercaya lembaga-lembaga
donor sejak lebih dari dua puluh tahun terakhir. Konsep ini telah menjadi kata ajaib
(buzzword) yang bisa melewati batas-batas perbincangan dimensional dan sektoral. Batas
dimensional adalah ketika kita berhadapan dengan perbincangan ekonomi, politik, sosial,
bahkan lingkungan hidup. Sedangkan, batas sektoral adalah mencakup berbagai sektor,
seperti pertanian, kemiskinan, transportasi, bisnis perusahaan, kelautan, maupun
pengendalian polusi. Good Governance telah menjelma seperti hantu yang bisa merasuki
setiap pojok ruang-ruang diskusi.

Dalam kajian administrasi publik, Good Governance sedikit banyak juga telah
melakukan revisi total atas term Administrasi Publik yang selama ini telah terlanjur
institusionalistik. Governance sudah bukan lagi secara eksklusif menu yang disuguhkan
pada negara dan sub-sub organisasinya (public sectors). Governance adalah sebuah proses
berinteraksinya berbagai elemen (dipersempit dalam tiga aktor kunci, yaitu negara,
masyarakat, dan bisnis), utamanya dalam mengelola sektor-sektor yang menjadi hak publik
atau public patrimony.

Dalam perjalanan penerapan good governance hampir banyak negara


mengasumsikannya sebagai sebuah ideal type of governance. Padahal konsep itu sendiri
sebenarnya dirumuskan oleh banyak praktisi untuk kepentingan praktis-strategis dalam
rangka membangun relasi negara-masyarakat pasar yang baik dan maju.

21
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
Beberapa ahli bahkan tidak setuju dengan konsep Good Governance, karena dinilai
terlalu bermuatan nilai-nilai ideologis. Alternatif lainnya, menurut Purwo Santoso (2002),
adalah democratic governance, yaitu suatu tata pemerintahan yang berasal dari
(partisipasi), yang dikelola oleh rakyat (institusi demokrasi yang legitimate, akuntabel, dan
transparan), serta dimanfaatkan (responsif) untuk kepentingan masyarakat.
Konseptualisasi ini secara substantif tidak berbeda jauh dengan konseptualisasi Good
Governance, hanya saja ia tidak memasukkan dimensi pasar dalam governance.

Selain itu, juga ada beberapa hal yang dilupakan oleh kaum intelektual yang
terobsesi dengan konsep Good Governance, seakan-akan menjadikannya suatu konsep
linguistik murni, bukan suatu konsep filsafat politik murni. Meskipun terdapat kata "good"
dan juga dipertegas dengan nilai serta prinsip yang demokratis, namun kata good tersebut
bukan merupakan kontemplasi dari filosofis para filsuf dunia, sedangkan prinsip-prinsip
tersebut juga bukan buah kesepakatan para ahli di dunia. Tidak ada ruang bagi lokalitas
untuk mendefinisikan "good menurut keyakinan mereka. Term "good" dalam Good
Governance adalah westernized dan diabsolutkan sedemikian rupa, sehingga terkadang
mendekati"god". Kritik berikutnya terhadap Good Governance adalah kegagalannya dalam
memasukkan arus globalisasi dalam pigura analisisnya.

Dalam Good Governance, seolah-olah kehidupan hanya berkutat pada interaksi


antara pemerintah di negara tertentu, pelaku bisnis di negara tertentu, dengan rakyat di
negara tertentu pula. Tentulah ini sangat naif, secara kenyataan bahwa aktor yang sangat
besar dan bekuasa di atas ketiga elemen tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan, aktor
tersebut adalah dunia internasional. Merestrukturisasi pola relasi pemerintah, swasta, dan
masyarakat secara domestik dengan mengabaikan peran aktor inter nasional adalah
pengingkaran atas realitas global. Dampak dari pengingkaran ini adalah banyaknya
variabel, yang sebenamya sangat penting, tidak masuk ke dalam hitungan. Variabel-
variabel yang absen itu adalah kearifan lokal (akibat hegemoni terma "good" oleh Barat)
dan dampak dari kekuatan kooptatif internasional.

Singkatnya, Good Governance saat ini menjadi platform global tentang ke mana
arah pembangunan dunia harus dicapai. Secara konseptual, keberhasilan penerapan Good

22
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
Governance di berbagai dunia akan selayaknya juga dibarengi dengan dampak kuatnya
fundamental ekonomi rakyat. Kenyataannya, relasi antara kesejahteraan rakyat dengan
Good Governance tidaklah seindah teori. Makin merekatnya hubungan antara negara,
bisnis, dan rakyat, ternyata tidak serta merta menguatkan fundamental ekonomi rakyat.
Pukulan krisis pangan adalah bukti konkret yang tidak bisa dipecahkan oleh Good
Governance.

Ali Farazmand (2004) dalam menggagas konsep Sound Governance (SG) yang
sekaligus membuka arah baru bagi pembangunan global ke depan. Setelah Good
Governance berhasil menginklusifkan hubungan si kaya dan si miskin di tingkat nasional,
maka fase berikutnya adalah menginklusifkan hubungan negara kaya dengan negara
miskin melalui agenda Sound Governance. Konsep Sound Governance merupakan konsep
baru yang jauh lebih komprehensif dan reliable dalam menjawab kegagalan epistimologis
dan solusi atas arus besar kesalahkaprahan dari Good Governance. Terdapat tiga alasan
utama yang muncul dari wacana Sound Governance.

Pertama, dari evaluasi terhadap pelaksanaan Good Gover aktor kunci yang berperan
adalah terfokus pada tiga aktor (pemerintah, pasar, dan civil society), dan Good
Governance selama ini lebih merestrukturisasi pola relasi pemerintah, swasta, dan
masyarakat secara domestik. Sound Governance mempunyai pandangan yang jauh
komprehensif dengan empat aktor, yaitu tiga aktor sudah diketahui dalam konsep Good
Governance, yaitu inklusifitas relasi politik antara negara, civil society, bisnis yang
sifatnya domestik, dan satu lagi aktor, yaitu kekuatan internasional. Kekuatan internasional
di sini mencakup korporasi global, organisasi, dan perjanjian internasional. Dalam
pandangan Sound Governance, penerapan Good Governance kehidupannya hanya fokus
pada interaksi antara pemerintah di negara tertentu, pelaku bisnis di negara tertentu, dengan
rakyat di negara tertentu pula. Tentulah ini sangat naif, sebab kenyataan bahwa aktor yang
sangat besar dan berkuasa di atas ketiga elemen tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan.
Aktor tersebut adalah dunia internasional. Bahkan, Ali Farazmand (2004) secara tegas
menyebut Good Governance sebagai bagian dari praktik penyesuaian struktural (structural
adjustment programs/SAPs).

23
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
Kedua, bermula dari kritik terhadap identitas dari Good Governance, kata "good"
menjadi sesuatu yang hegemonik, seragam, dan juga dilakukan tak jarang, dengan paksaan.
Term "good" dalam Good Governance adalah westernized dan diabsolutkan sedemikian
rupa. Sound Governance mempunyai pandangan yang berbeda dan justru mengedepankan
adanya penghormatan atas keragaman konsepsi birokrasi dan tata pemerintahan, utamanya
nilai dasar budaya pemerintahan tradisional yang telah terkubur. Ali Farazmand
mencontohkan kebesaran kerajaan Persia sebelum digulung oleh dominasi budaya Barat,
memiliki prestasi yang sangat besar dalam pengelolaan pemerintahan.

Berdasarkan apa yang disampaikan Ali Farazmand, bahwa pentingnya sistem


pemerintahan yang berbasis pada budaya lokal sudah mulai banyak terabaikan dan ini juga
terjadi di negara Dunia Ketiga, termasuk di Indonesia (Andi, 2007). Hal ini terjadi karena
konstruksi konsep birokrasi modern Weber yang mewarnai perkembangan ilmu
administrasi publik, termasuk lahirnya Good Governance adalah bentuk pembantaian
budaya lokal dalam sistem pemerintahan. Sound Governance muncul untuk memberikan
peluang dalam menyelamatkan keragaman kebudayaan lokal dalam mewarnai konsep tata
pernerintahan.

Ketiga, dalam pelaksanaan Good Governance untuk berjalannya proses tata


pemerintahan yang baik, maka ada satu jalan, yaitu bagaimana pemerintahan harus
menjalankan prinsip-prinsip yang digariskan dalam Good Governance, yaitu: participation,
rule of law, transparancy, responsiveness, consensus orientation, equity, effectiveness and
efficiency, accountability, dan strategic vision. Sound Governance mempunyai pandangan
berbeda dan lebih melihat pada proses menuju tercapainya tujuan, daripada membahas
perdebatan soal bagaimana (prinsip-prinsip) dilakukan untuk mencapai tujuan. Kendati
demikian, di dalam Sound Governance masih menekankan perlunya prasyarat-prasyarat
dasar universal terkait demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Untuk itu, titik tekan dari
Sound Governance adalah fleksibilitas dan ini dibutuhkan "inovasi" yang kemudian
menjadi ruh implementasi Sound Governance dalam praktik pemerintahan.

Sound governance sebagai wacana baru yang muncul sebagai kritik Good
Governance, yaitu memberikan makna term "Sound" menggantikan "Good" adalah dalam

24
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
rangka penghormatan terhadap kenyataan keragaman (diversity). Untuk itu, Sound
Governance dalam tata pemerintahan (pola relasi pemerintah, swasta, dan masyarakat)
membuka kembali peluang variabel-variabel yang absen, yaitu kearifan lokal (akibat
hegemoni terma "good" oleh Barat) dan dampak dari kekuatan kooptatif internasional.
Sound Governance menyadarkan kembali bahwa konsep-konsep non-Barat sebenarnya
banyak yang applicable, khususnya di bidang pemerintahan. Selain itu, Sound Governance
pada prinsipnya juga memberikan ruang bagi tradisi atau inovasi lokal tentang bagaimana
negara dan pemerintahan harus ditata, sesuai dengan kebiasaan, budaya, dan konteks lokal.
Tentu, ukuran universal tentang kesejahteraan rakyat dan penghormatan hak dasar harus
tetap ditegakkan.

B. Perbandingan Sound Governance, Dynamic Governance, Dan Open


Government

Konsep sound governance, dynamic governance, dan open government merupakan


cara baru dalam sistem tata kelola lokal, nasional, regional, dan internasional. Sound
governance terkait secara langsung atau tidak langsung yang terhubung dengan berbagai
sistem global untuk memeriksa opsi, solusi, dan masalah tata kelola pemerintah. Artinya
konsep ini menekankan kolaborasi dengan berbagai sistem global dan kerja sama antara
setiap negara yang menyetarakan hak setiap negara baik negara maju maupun negara
berkembang sehingga eksploitasi dan kapitalisasi ekonomi tidak terjadi lagi. Sedangkan
dynamic governance konsep yang menekankan untuk memerhatikan faktor eksternal
lingkungan kebijakan.

Adaptasi kebijakan bukan sekadar reaksi yang pasif terhadap tekanan eksternal
namun pendekatan proaktif terhadap inovasi, kontekstualisasi, dan eksekusi. Inovasi
kebijakan berarti gagasan yang baru dan segar, bereksperimen dan dimasukkan ke dalam
kebijakan untuk mencapai hasil yang lebih baik dan berbeda. Namun bukan hanya tentang
ide baru dalam bentuk desain kontekstual tapi juga eksekusi kebijakan yang membuat
pemerintahan dinamis menjadi kenyataan (Neo & Chen, 2007). Sedangkan open
government lebih menekankan kepada prinsip transparansi tinggi data pemerintah untuk

25
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
dapat dikonsumsi oleh publik dengan cara memanfaatkan teknologi informasi. Open
government lebih mirip kepada penerapan sistem elektronik dalam berbagai aktivitas
pemerintah. Namun partisipasi masyarakat menjadi hal yang diperhatikan secara bersama
dengan pemerintah. Ikut mengawasi aktivitas pemerintah, menganggap masyarakat lebih
bermakna dan ikut serta dalam pembangunan nasional.

Ketiga konsep ini berujung kepada penerapan “inovasi pemerintah”. Idealnya dari
sisi tujuan dalam lingkup organisasi pemerintah, inovasi dapat menekan masalah korupsi,
kolusi, dan nepotisme (Klareskov & Nikolov, 2007), berkontribusi terhadap kinerja dan
efektivitas organisasi (Damanpour, 1991). Lingkup pelayanan inovasi dipercaya akan
meningkatkan kualitas pelayanan lebih efektif, efisien dan merupakan cara untuk
mengatasi masalah organisasi pemerintah dalam menghadapi tantangan dari masyarakat
yang semakin komplek (Vries, Bekkers, & Tummers, 2015; McLaughlin & Kennedy,
2016), memaksimalkan sumber daya manusia dan mengembalikan kepercayaan publik
terhadap pemerintah dengan mendorong upaya berkelanjutan (Alberti & Bertucci, 2007).

Konsep tata kelola pemerintah dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan
sesuai dengan dinamisme perubahan jaman yang terus berkembang. Perbandingan tata
kelola itu menyiratkan pemikiran lebih kepada para praktisi untuk memunculkan konsep
yang lebih baik dari konsep tata kelola pemerintah yang telah ada walaupun masing-masing
pendekatan memiliki konsekuensi positif dan negatif. Sound governance misalnya, konsep
ini muncul akibat banyaknya kritikan dari negara berkembang yang menganggap good
governance adalah sebuah konsep kapitalisme negara maju (negara donor). Namun
dominasi negara maju dalam pusaran globalisasi membuat beberapa aliansi negara
berkembang terbentuk. Uni Afrika, Perhimpunan Negara Islam, ASEAN, semua itu
bertujuan untuk filterisasi hegemoni negara maju terhadap negara-negara berkembang.
Banyak negara saat ini memerhatikan permintaan informasi, teknologi dan keterampilan
kolektif secara global. Permintaan itu tercermin dalam beberapa kasus misalnya korupsi,
asap akibat kebakaran, kemiskinan, kriminal dan sebagainya. Untuk mengatasi beberapa
kasus itu diperlukan kerjasama antara negara sebagai upaya pencegahan. Namun kerjasama
itu tidak mengintervensi kedaulatan dan sistem negara masing masing, juga mencakup fitur

26
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
normatif, teknis dan rasional dari tata kelola pemerintahan yang baik. Lain halnya dengan
konsep good governance yang mengintervensi suatu negara dengan kebijakan yang harus
dipatuhi.

Bila konsep sound governance menekankan tata kelola yang terintegrasi dengan
dunia internasional, konsep dynamic governance memberi penekanan pada adaptasi tata
kelola pemerintah terhadap perubahan lingkungan. Kebiasaan buruk yang selalu
diperlihatkan terutama pemerintah daerah, seperti pengangkatan seseorang aparatur
birokrasi (posisi untuk menduduki jabatan) sering terjadi praktek jual beli, menempatkan
seorang pimpinan atas dasar paternalistik, sebagai imbalan dukungan politik dan bukan
berdasarkan kompetensi seseorang (merit system). Namun hal ini telah diantisipasi oleh
pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara
dan rekruitmen Aparatur Sipil Negara dengan cara yang lebih modern, transparansi dan
open recruitment. Bila masih ada pimpinan dalam sebuah institusi pemerintah dipimpin
oleh orang yang tidak cakap, cerdas, dan gesit maka dynamic governance tidak akan pernah
terlaksana dan begitu juga sebaliknya. Salah satu pilar dari open government adalah
transparansi, meskipun transparansi sering disebut sebagai keuntungan dari open
government (Zuiderwijk & Janssen, 2014). Open government juga belum tentu
menghasilkan transparansi (Bannister & Connolly, 2011). Sebagai contoh, dalam konsepsi
pemerintahan terbuka segala data pemerintah seharusnya dapat dipantau dan dimiliki oleh
masyarakat, walaupun kebijakan pemerintah mengatur mana data yang boleh
dipublikasikan dan mana yang tidak. Namun yang sering terjadi oknum pemerintah dengan
sadar atau tidak menghalangi masyarakat untuk memiliki data tersebut. Ada ketakutan bagi
mereka untuk mempublikasikan, secara logis bila kita tidak berbuat salah mengapa harus
takut untuk memberikan datadata tersebut kepada masyarakat. Mungkin saja masyarakat
membutuhkan data tersebut untuk penelitian misalnya. Bagi kelompok masyarakat seperti
lembaga swadaya masyarakat (LSM), wartawan, data tersebut juga dapat digunakan untuk
hal positif seperti pengawasan kinerja pemerintah oleh civil society. Negatifnya data itu
digunakan untuk memeras oknum-oknum pemerintah. Artinya prinsip transparansi

27
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
menjadi gugur ketika data pemerintah tidak dapat diperoleh dengan mudah dan digunakan
oleh publik.

Karakteristik kunci dari semua konsep di atas adalah klaim untuk menolak bentuk
tradisional pemerintahan otoriter dan birokratis. Kejadian ini akan sering terjadi apabila
kualitas sumber daya manusia tidak menunjukkan perubahan. Konsep/ teori yang baru
muncul berdasarkan konsep/teori yang sudah ada. Namun sebuah konsep akan lebih mudah
dikenal dan populer apabila konsep/teori tersebut dimunculkan oleh para institusi dan
sering digunakan. Ketersediaan literatur yang banyak akan lebih mudah orang untuk
membaca dan memahami. Sebagai contoh, konsep sound governance tidak begitu populer
karena ketersediaan literatur yang terbatas dan implementasinya dalam aktivitas
pemerintah dan organisasi sangat jarang terungkap. Para pakar lebih menyukai
menggunakan makna sustainability, development dari pada makna sound. Intinya sama dan
bercerita tentang kerjasama internasional dalam mengembangkan dan membangun tata
kelola yang baik secara berkelanjutan dalam setiap aktivitas pemerintah.

Beberapa temuan literatur tentang studi tata kelola pemerintah Lesmana Rian
Andhika, Perbandingan Konsep Tata Kelola Pemerintah: Sound Governance, Dynamic
Governance sudah pernah dilakukan. Seperti, studi tentang good governance, Okechukwu
(2012) dalam studinya menemukan gaya kepemimpinan yang etis akan menghasilkan
implikasi terhadap perubahan sosial yang positif terletak pada penyampaian informasi
kepada publik dengan potensi untuk memanfaatkan sumber daya untuk mengembangkan
situasi sosial ekonomi, dan meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan (kasus negara
Nigeria). Studi sound governance diantaranya, Holidin & Handini (2014) menunjukkan,
ada pendekatan baru dalam menjalankan program inovatif tradisional revitalisasi pasar dan
pengelolaan pedagang kaki lima (PKL) melalui pengembangan lingkungan yang adaptif
tanpa membuang orientasi menuju pemberdayaan masyarakat. Dianalisis secara univariat
dan deskriptif terhadap dimensi-dimensi sound governance (kasus kota Surakarta). Firdaus
(2016) mengeksplorasi dan menganalisis praktik tata kelola sound governance dalam
program pengembangan kawasan Metropolitan Mamminasata yang berfokus pada lima
dimensi, yaitu proses, struktur, nilai, manajemen, dan kebijakan yang bertumpu pada

28
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
pelaksanaan koordinasi, integrasi, sinkronisasi untuk mewujudkan interkoneksi
pembangunan lintas kabupaten/kota (kasus provinsi Sulawesi Selatan). Studi tentang
dynamic governance juga pernah dilakukan, Gulbrandsen (2014) menunjukkan, konsep
dynamic governance akan lebih bermanfaat apabila kebijakan pemerintah turut berinovasi.
Rajan (2017) mengungkapkan, tata kelola organisasi yang dinamis lebih kepada perubahan
sistem intitusional lembaga pemerintah dengan gerakan reformasi birokrasi, perubahan
kebijakan pemerintah, dan devolusi (desentralisasi) strategis (kasus negara India).
Intisari dari beberapa studi di atas menggambarkan untuk mencapai tata kelola
pemerintah yang baik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, 1) Faktor pemimpin
menjadi bagian penggerak perubahan; 2) Organisasi pemerintah menjadi katalisator
perubahan; 3) Kebijakan pemerintah yang menghambat perubahan direvisi kembali agar
lebih memihak kepada perubahan. Konsekuensi dari beberapa argumentasi di atas akan
menimbulkan pemahaman, konsep apapun yang ditawarkan secara parsial atau simultan
akan menuju sebuah perubahan dalam tata kelola pemerintah agar menjadi lebih baik.
Fokus tujuan penelitian ini berusaha memberikan kontribusi pengetahuan dengan
mengeksplorasi konseptual teoritis dari berbagai literatur ilmiah yang relevan karena
belum tentu konsep tata kelola pemerintah yang diadopsi bisa dan sukses dilaksanakan
pada tempat yang berlainan. Sehingga perdebatan logis tentang perbandingan konsep tata
kelola pemerintah tidak hanya dilihat dari sisi positif konsep namun juga dilihat dari sisi
negatif untuk menyikapi permasalahan penelitian yang terdeskripsi dalam beberapa
pertanyaan penelitian, 1) Bagaimana perbandingan dari tata kelola pemerintahan itu
sendiri; dan 2) Bagaimana sisi positif dan negatif konsep tersebut.

Tabel 1

Perbandingan Sound Governance, Dynamic Governance dan Open Government

29
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
SOUND OPEN
DYNAMIC GOVERNANCE
GOVERNANCE GOVERNMENT
Tacit and explicit
Global collaboration network, Transparency, and
Fokus knowledge, and
and innovation. innovation
innovation
Dimensi yang mencakup:
Elements:
1. Culture;
1. Proses
2. Struktur Institutional culture
3. Kognisi dan Nilai 3 pilar utama:
4. Konstitusi 2. Capabilities;
Konsep Tata
5. Organisasi dan Institusi 1. Transparansi
Thinking ahead,
Kelola 6. Manajemen dan Kinerja 2. Partisipasi
thinking again,
7. Kebijakan 3. Kolaborasi
Pemerintahan thinking across
8. Sektor
9. Kekuatan internasional 3. Change;
atau globalisasi
Adaptive policy
10. Etika, akuntabilitas dan
transparansi

Transparansi, dan
peluang melibatkan
Kerja sama internasional akan Dorongan untuk terus masyarakat dalam
Kekuatan lebih mudah untuk meningkatkan tacit setiap aktivitas dan
menyelesaikan berbagai masalah dan explicit
suatu negara atau organisasi. knowledge. pengawasan
pemerintah menjadi
lebih besar
Keterbukaan belum
Akan tidak bermakna
apabila birokrasi yang tentu akan
korup, spoil system,
berkontribusi
nepotisme dan
Kurang populer dalam masyarakat belum signifikan terhadap
Kelemahan implementasinya untuk aktivitas sepenuhnya
transparansi
pemerintah dan organisasi. demokratis untuk
mengawasi aktivitas (Shkabatur, 2013;
pemerintah
Zuiderwijk & Janssen,
(Gulbrandsen, 2014;
Rajan, 2017). 2014).

30
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
C. Penerapan Sound Governance, Dynamic Governance, dan Open
Government

Singapura menerapkan konsep dynamic governance dalam aktivitas pemerintah,


mereka melakukan modernisasi birokrasi, mengadopsi merit system untuk menempatkan
para pejabat negara, sosialisasi dan edukasi secara berkesinambungan untuk membangun
masyarakat madani yang lebih kritis dan meningkatkan kapasitas kolaborasi antara
pemerintah sebagai regulator dan pengawas terhadap setiap kegiatan swasta yang akan
berkontribusi terhadap kesejahteraan rakyat (Neo & Chen, 2007). Amerika Serikat dengan
open government, namun inisiasi ini tidak selalu positif dalam pelaksanaanya bila
dilakukan di tempat berlainan. Seperti misalnya Belanda mengadopsi open government,
namun terdapat efek negatif dari penerapannya. Efek negatif yang timbul adalah resiko
untuk melanggar undang-undang atau peraturan lain. Implikasi yang timbul apabila data
dibuka maka akan memberikan situasi yang berbeda karena bertentangan dengan beberapa
peraturan (seperti hukum perlindungan data). Efek negatif lain adalah salah tafsir dan
penyalahgunaan, orang dengan pengetahuan yang terbatas untuk menafsirkan data akan
cenderung menghasilkan kesimpulan yang salah dari analisis data yang mereka lakukan.
Dan data ini juga akan digunakan oleh sekelompok orang untuk memeras para pejabat
negara demi keuntungan pribadi dan kelompok
Dalam Konteks Nasional melalui nilai-nilai kementerian yaitu Melayani,
Profesional, Terpercaya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional telah siap menyambut perubahan global dibidang pertanahan dalam pelayanan
kepada masyarakat. Melayani itu idealnya ada prinsip ‘apa yang bisa saya bantu’, kita
harus melayani, jangan dilayani. Kemudian professional adalah bekerja sesuai dengan
aturan sedangkan terpercaya adalah bagaimana menjadi bagian dari penyelesaian
masalah.
Dengan 3 (tiga) pilar nilai nilai kementerian, maka dapat mendukung tercapainya
visi dan misi kementerian yang diilustrasikan sebagaimana gambar tematik sampai tahun
2024 dibawah ini:

31
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
Gambar 2: Tematik tahunan pembangunan pertanahan dan tataruang

Untuk mencapai visi 2024 menjadi institusi yang berstandar dunia, terdapat 7
(tujuh) langkah strategis yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN yaitu:

1. Terwujudnya keadilan pertanahan;


2. Mendaftarkan bidang-bidang tanah di seluruh Indonesia;
3. Penataan ruang berbasis RDTR untuk mewujudkan tujuan pembangunan
berkelanjutan yang mendorong pertumbuhan ekonomi;
4. Meningkatkan standar kompetensi SDM menuju birokrasi berstandar dunia;
5. Mewujudkan kantor layanan modern;
6. Mengoptimalisasi layanan informasi pertanahan dan tata ruang;
7. Mewujudkan kepastian hukum hak atas tanah dengan memberlakukan sistem
stelsel positif.
Langkah nyata yang dilakukan dalam melaksanakan langkah strategis dalam
menerapkan Dynamic Governance, Sound Governance dan Open Government:
1. Keadilan pertanahan diwujudkan dengan reforma agraria dengan mengurangi
ketimpangan struktur pertanahan yang ada dengan memberikan asset reform juga
akses reform;
2. Pendaftaran bidang tanah melalui Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap;

32
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
3. Penataan Ruang di wujudkan dengan pemberian hak atas tanah bukan hanya di
permukaan tapi juga termasuk ruang di bawah dan di atasnya untuk menjamin
kepastian hak, guna mendorong investasi;
4. Standar kompetensi SDM melalui Merit System;
5. Kantor Layanan Modern dengan pelayanan elektronik;
6. Layanan informasi pertanahan dapat diakses oleh setiap orang melalui website
resmi Kementerian ATR/BPN;
7. Kepastian hukum diberikan dengan tanda bukti hak yaitu sertipikat hak atas
tanah.

Pada Level daerah dalam penerapan dynamic governance diantaranya: Jakarta,


menyediakan informasi setiap hari tentang head way atau jarak antar-bus baik saat jam
sibuk maupun tidak sehingga manajemen lalu lintas bus bisa tepat waktu. Portal ini juga
digunakan untuk memonitor banjir, truk sampah, mesin berat, dan lain sebagainya. Selain
itu, ada aplikasi yang dapat digunakan secara dua arah. Masyarakat mampu
menyampaikan aspirasi melalui pengaduan real time.
Bandung, Pemerintah Kota Bandung juga meluncurkan layanan Command Center.
Layanan ini merupakan salah satu inovasi dalam pelayanan publik yang menyediakan
berbagai informasi di lingkup pemerintahan. Ada pula aplikasi pengaduan online yang
bersifat dua arah, serta Call Center tanggap darurat.
Semarang, Pemerintah Kota Semarang sudah mengoperasikan situation room
yang berfungsi sebagai pusat integrasi kegiatan seluruh organisasi perangkat daerah
(OPD) di Semarang. Melalui ruangan ini, setiap pelayanan dan pembangunan secara real
time akan terpantau, termasuk data-data statistik terkait. Selain itu, ruangan ini
difungsikan untuk memantau kondisi lalu lintas, mendeteksi wilayah banjir, mengontrol
kecepatan armada BRT Trans Semarang, hingga memantau harga pokok di pasar.
Surabaya, Beragam layanan terintegrasi dengan teknologi seperti e-Health yang
merupakan aplikasi pendaftaran di pusmesmas maupun rumah sakit. Ada pula e-Kios
yang mempermudah masyarakat dalam mengurus pendaftaran perizinan.

33
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
Untuk dynamic governance di Kota Serang terkait inovasi. Pada Pemerintah Kota
Serang ada beberapa aplikasi di bawah naungan BKPSDM (Badan Kepegawaian dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia) Kota Serang yaitu:

• Ada Aplikasi arep lungeu yaitu untuk mengurus kepergian atau dinas luar dan
dalam kota bagi pegawai Pemerintah Kota Serang
• Lalu ada aplikasi Rabeg ( Reaksi berita atas warga) disini berfungsi untuk
menerima dan menindaklanjuti laporan warga terkait kepuasan pelayanan yg d
terima dari Pemerintah Kota Serang
• Ada aplikasi Simpeg guna menyimpan segala sesuatu terkait administrasi
pegawai Pemerintah Kota Serang

Dalam penerapan Sound Governance Terdapat program dari Kerjasama dengan


Pemerintah Swedia kerjasama untuk pemberdayaan masyrkat pesisir di Pandeglang.
Program yang dilakukan yakni pemberian modal usaha bagi para perempuan masyarakat
pesisir. Namun kenyataannya yang mengisi justru para laki-laki masyarakat pesisir di
Kabupaten Pandeglang.

34
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
BAB 4

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep tata kelola pemerintahan yang telah dibahas menghadirkan cara berpikir
pemerintahan, dan administrasi baru, filosofi baru, serta pendekatan baru yang
memperluas keterlibatan warga negara, menampung aspirasi mereka. Membawa ke
bidang partisipasi masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah ke dalam aktivitas
pemerintahan serta menumbuhkan prinsip transparansi yang tinggi. Untuk menerapkan
konsep tata kelola pemerintahan tersebut perlu dukungan berbagai aspek utama seperti
regulasi pemerintah yang mendukung, kompetensi individu yang unggul, serta iklim
organisasi yang baik. Paradigma yang berkembang dialami dari berbagai konsep tata
kelola pemerintahan mulai dari good governance, sound governance, dynamic
governance, sampai open government merupakan sebuah konsep rujukan untuk menutupi
kelemahan dari konsep sebelumnya. Namun dalam penerapannya di antara tempat
berbeda sering sekali menemui kegagalan. Tidak seluruhnya dimensi, elemen sebuah
konsep dapat dilaksanakan dengan baik. Seperti konsep dynamic governance, konsep ini
lahir dilatarbelakangi dari berbagai keunggulan negara Singapura seperti teknologi,
sumber daya manusia, kebijakan pemerintah, sistem politik yang stabil, birokrasi yang
bersih, masyarakat yang sudah demokratis. Konsep ini akan tidak bermakna apabila
dilakukan pada tempat yang sumber daya manusia masih rendah, birokrasi yang korup,
intervensi politik yang berlebihan, tidak adanya merit sistem, dan tidak terdapat teknologi
terkini. Tata kelola pemerintah seperti apa pun bentuknya menyiratkan untuk menolak
berbagai bentuk aktivitas pemerintah yang didasari kepada orientasi kekuasaan. Open
government juga menjadi tidak bermakna apabila transparansi tidak terlaksana dengan

35
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
baik. Dalam kondisi tertentu transparansi dapat mengancam stabilitas politik sebuah
negara yang akan dimanfaatkan oleh beberapa kelompok untuk tujuan tertentu. Di sisi lain
partisipasi masyarakat belum dianggap sebagai kekuatan positif untuk merumuskan setiap
tindakan dan kebijakan pemerintah. Beberapa kasus yang telah dibahas sebelumnya juga
menunjukkan partisipasi masyarakat tidak memberikan arti yang signifikan dalam
memberikan pemikiran yang dapat memperbaiki kinerja dan kebijakan pemerintah. Oleh
sebab itu, beberapa ahli dan praktisi mengklaim inovasi sebagai jawaban atas masalah
yang dihadapi oleh pemerintah dengan mengutamakan prinsip-prinsip tata kelola yang
baik sebagai sebuah konsep yang logis dan akan sangat mungkin diterapkan.

B. Saran

Dibutuhkan usaha yang lebih untuk mempertimbangkan konsep apa yang harus
diadopsi dan sesuai. Konsep apapun yang diadopsi harus memerhatikan kualitas sumber
daya manusia yang handal didukung oleh kebijakan pemerintah yang selalu adaptif dalam
menyikapi setiap perubahan lingkungan seperti perubahan dinamika politik, teknologi
terkini, dan sosial budaya masyarakat. Bagi masyarakat, penerapan konsep tata kelola
pemerintahan apapun yang diadopsi menjadi pintu untuk lebih aktif dalam pengawasan
aktivitas pemerintah, mampu memberikan pendapat sebagai bahan pertimbangan
perumusan kebijakan pemerintah, dan sebagai jalan untuk lebih kritis dan demokratis
dalam menyikapi kebijakan pemerintah.

36
MEGISTER ADMINISTRASI PUBLIK - UNTIRTA
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Ali Farazmand,(2004) “Sound Governance in the Age of Globalization: A Conceptual
Framework”, in Ali Farazmand, ed., Sound Governance: Policy and Administrative
Innovations, Westport: Prager.
Gambhir Bhatta. (2006) International Dictionary of Public Management and Governance, New
York: M.E. Sharpe.
Ledivina L. Carino, (2000). “The Concept of Governance”, in From Government to Governance,
Quezon City: Eastern Regional Organization for Public Administration,.
Matthew B. Miles dan Michael A. Huberman, Qualitative Data Analysis: A Source Book of New
Methods, London: Sage Publication, 1998.
___. (2007). Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi Ketiga,
Jakarta: Balai Pustaka.
Putu Ayu Satya Mahayani dan I Ketut Sujana, (2010). Implikasi Hukum Persetujuan General
Agreement on Trade in Services (GATS) – World Trade Organization (WTO) Terhadap
Pengaturan Kepariwisataan di Indonesia, Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Sedarmayanti dan Mulyana Y (2020) Dinamika Governance di Era Rovolusi Industri 4.0,
Bandung: Refika Aditama.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta,
Tjahjanulin Domai. (2011) Sound Governance, Malang: Universitas Brawijaya Press.
Tumar Sumiharjo. (2008) Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Melalui Pengembangan Daya
Saing Berbasis Potensi Daerah, Bandung: Fokus Media,.
Wibowo. (2006 ). Managing Change: Pengantar Manajemen Perubahan, Bandung: Alfabeta,
Andhika, Lesmana Rian. (2017). PERBANDINGAN KONSEP TATA KELOLA
PEMERINTAH: SOUND GOVERNANCE, DYNAMIC GOVER NANCE, DAN OPEN
GOVERNMENT (Comparative Concept of Governance: Sound Governance, Dynamic
Governance, And Open Government). Universitas Padjadjaran : Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik
M. Rosyid Ridla dan Bayu Mitra Adhyatma Kusuma. (2016). ANALISIS SOUND
GOVERNANCE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING PERGURUAN
TINGGI ISLAM. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

INTERNET
Sahiron Syamsuddin, Menuju World Class University Dalam Bidang Kajian Keislaman, diakses
melalui http://uin-suka.ac.id/id/web/kolom/detail/51/ Membangun Profesionalisme
Keilmuan 229 menuju-world-class-university-dalam-bidang-kajian-keislaman, diakses 1
November 2021.

Anda mungkin juga menyukai