BUNGA
RAMPAI
Kumpulan tulisan
Selama Bertugas Sebagai Detaser di
Universitas Trunojoyo 2005
2
Pengantar
Di tahun 2005, direktorat jenderal pendidikan tinggi kembali
menyelenggarakan program detasering. Suatu kegiatan penugasan dosen senior
pada beberapa perguruan tinggi negeri yang relatif baru, di Indonesia dengan
tujuan meningkatkan kualitas dosen dan sivitas akademika lainnya pada
kemampuan pengelolaan dan pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi.
Universitas Trunojoyo Bangkalan, merupakan salah satu dari perguruan
tinggi negeri yang untuk kedua kalinya memperoleh program tersebut. Lima
dosen senior yakni : (1) Prof. Dr. Ir. Ika Rochdjatun Sastrahidayat, (2) Prof.
Dr. Ir. Suhardjono, MPd., Dipl.HE, (3) Ir. Susijahadi, MS., (4) Dra. Francien
Herlen Tomasowa, Ph.D., dan (5) Dr. Eman Suparman, SH., MH., bertugas
di Unijoyo selama lima bulan mulai Agustus sampai dengan Desember 2005,
sesuai dengan bidang keahlian dan pengalaman masing-masing.
Banyak kegiatan telah dilakukan oleh para detaser. Di antaranya
melaksanakan berbagai seminar, lokakarya dan diskusi, serta penulisan karya
ilmiah para dosen. Sebagai pendukung kegiatan tersebut beberapa makalah
dibuat.
Timbul gagasan untuk menghimpun tulisan-tulisan tersebut. Paling
tidak sebagai upaya mendokumentasikan dan mempublikasikan kegiatan.
Karena itulah dibuat Bunga Rampai ini. Berbagai informasi terpaparkan.
Mulai dari upaya peningkatan mutu pembelajaran, penelitian, peningkatan
kompetensi berbahasa Inggris, pengabdian kepada masyarakat, masalah hukum,
dan juga pertanian. Mengacu pada keanekaragaman isi tulisan itulah, buku ini
disebut Bunga Rampai.
Kepada Rektor Unijoyo berikut para dosen, karyawan, dan mahasiswa,
khususnya Prof. Dr. Ir. Ariffin, MS, Pembantu Rektor Bidang Akademis
Unijoyo yang telah memberikan kerjasama yang sangat baik selama program
detesering, disampaikan penghargaan dan terima kasih.
Tim detaser Unijoyo 2005
Hormat tim penulis
4
Daftar isi
Pengantar
Daftar isi
Belajar lebih benar dan lebih menyenangkan ..................................... 5
Teori belajar dan penerapannya dalam mengajar .............................. 11
Membuat karya tulis ilmiah untuk jurnal ......................................... 25
Meningkatkan keterampilan mengajar pada kurikulum berbasis
kompetensi ................................................................................... 31
Manfaat sop dan bagaimana menyusunnya ...................................... 42
Menjadi ahli hukum yang jujur, pintar, mahir, serta committed terhadap
profesi ......................................................................................... 50
Tanggung jawab hukum & etika profesi tenaga kesehatan ................ 57
Arbitrase untuk keadilan ................................................................ 64
Harmonisasi hukum untuk globalisasi ............................................. 71
Beberapa tips presentasi lisan dalam bahasa inggris pada forum
internasional ................................................................................. 88
Kapita selekta pembelajaran bahasa inggris anak usia sekolah dasar 102
Penjaminan mutu sebagai langkah awal untuk pengembangan program
studi........................................................................................... 109
Perspektif agribisnis dan agroindustri dalam rangka meningkatkan
ekonomi masyarakat ................................................................... 113
Penanganan limbah industri hasil pertanian ................................... 127
Langkah penyusunan evaluasi diri untuk akreditasi program studi ... 133
Judul laporan .............................................................................. 144
Kebenaran ilmiah dan cara mendapatkannya ................................. 146
Proses penulisan artikel/makalah di jurnal ilmiah atau proseding..... 153
Eksplorasi dan perumusan masalah penelitian ............................... 158
Metode monitoring dan evaluasi pengembangan jurusan ................ 177
5
1
Disajikan pada kuliah umum bagi Mahasiswa Baru Universitas Trunojoyo, 30 Agustus
2005
6
global menuntut dan menghargai pada kualitas, inisiatif dan kreatifitas, kerja
keras serta produktivitas. Mengacu kepada tantangan dunia usaha dan industri
di masa datang, Harsono (1998) berpendapat perlunya tenaga yang: a) memiliki
jiwa enterprenuer; b)mampu berbahasa Inggris dan atau bahasa internasional
yang lain; c) memiliki etos kerja yang tinggi dengan ditunjang disiplin diri;
d) tanggap terhadap setiap perkembangan teknologi, arus globalisasi dan
informasi; serta e) berwawasan luas sehingga mampu berkiprah dalam
komunitas global.
Lulusan Universitas Trunojoyo di masa datang, di samping
harus berkemampuan dalam bidang keilmuannya mereka harus pula
mampu menjadi “ KAKAP BESAR ” yaitu Kreatif, Analisis, Kritis,
dan berkemampuan meng-Ambil Keputusan. Di samping harus pula
mampu BElajar sepanjang hayat, ber-Sikap positif, Aktip-disiplin, dan
Rasional, karena:
a. kreatif-analisis-kritis yang merupakan syarat dasar untuk dapat
mengoptimalkan fasilitas yang tersedia dalam berbagai teknologi
informatika dan komputer
b. mampu mengambil keputusan, dengan baik, benar dan bermutu,
karena itulah yang menentukan keberhasilan seorang di dalam
kehidupannya.
c. mampu dan mau membelajarkan diri sendiri sepanjang hayat;
agar supaya tangguh dalam menghadapi dan menyesuaikan diri
terhadap perobahan
d. bersikap positif, bermotivasi tinggi, berkemampuan dalam
mendapatkan, mengolah, menggunakan dan menyalurkan
informasi karena berbagai informasi iptek berobah dalam waktu
yang cepat, untuk itu kemampuan berbahasa (bahasa Inggris,
khususnya) dan berkomunikasi merupakan kemampuan dasar
yang seharusnya dimiliki;
e. disiplin, presisi, dan bekerja keras sebagai prasyarat untuk dapat
menyesuaikan diri dalam memakai teknologi dan peralatan iptek-
informasi masa datang;
f. berpikir rasional karena iptek (khususnya komputer) bertumpu
pada unsur-unsur logika;
Kemudian, apa yang dapat dilakukan mahasiswa agar dapat
menjadi lulusan dengan kualitas yang seperti itu?
7
Peta pikiran dapat digunakan untuk mencacat apa yang kita dengar,
atau mencacat hal-hal yang kita baca. Dan sangat dianjurkan untuk menyusun
ide tulisan / karangan. Di samping menggunakan model peta pikiran, ada
banyak cara lain untuk melakukan cacatan, seperti misalnya model Catat:TS
(lihat Quatum Learning 1992: 162-166), model tulang-ikan, model tabel, model
bagan alir dan lain-lan.
Keterampilan belajar lain yang sangat diperlukan adalah: keterampilan
menjadi pendengar yang cerdas. Tidak sukar untuk menjadi pendengar yang
baik, asal duduk tenang, tersenyum, dan sedikit membuat cacatan, kiranya telah
dapat disebut pendengar yang baik. Tetapi sekedar menjadi pendengar yang
baik tidaklah cukup.
Anda harus menjadi pendengar yang cerdas. Ciri pendengar yang
cerdas adalah (a) sikap fisiknya mengekspresikan semangat dan perhatian
terhadap pembicara, (b) selama mendengar mengupayakan mengkaitkan secara
bermakna informasi yang diterima dengan pengetahuan yang telah dipunyainya,
(c) sambil mendengarkan membuat pertanyaan-pertanyaan terhadap informasi
yang didengarnya, dan (d) berupaya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan
tanya-jawab, diskusi atau demontrasi bila dilakukan.
Keterampilan berikutnya adalah : keterampilan membaca cepat dan
akurat. Banyak buku tentang teknik membaca, dan bagaimana meningkatkan
kemampuan membaca. Upayakan membaca salah satu di antara buku-buku
tersebut.
Hal yang dapat dilakukan untuk menjadi pembaca yang efektif adalah:
(a) jangan membaca kata-demi kata, bacalah kalimatnya, bacalah gagasan-
gagasannya, (b) baca lebih dulu, secara selintas isi keseluruhan buku atau bab
yang akan dibaca, untuk mendapat gambaran umum tentang isi bacaan,
gunakan daftar isi, atau ringkasan bila tersedia, (c) gunakan jari atau benda lain
sebagai penunjuk, (d) buat cacatan-catatan selama atau pada akhir membaca –
gunakan misalnya model peta pikiran- dan kemudian rangkumlah isi bacaan
dan gunakan ‘pengingat’ tertentu.
Keterampilan berkomunikasi, mencari dan menghimpun
informasi, merupakan keterampilan penting lain untuk belajar. Keterampilan
ini merupakan gabungan dari (a) kemampuan memakai sumber-sumber
informasi –perpustakaan, internet, CD-Rom, (b) kemampuan berbahasa, baik
bahasa Indonesia maupun bahasa asing, (c) kemampuan berkomunikasi baik
lisan (berbincang santai, bertanya, menjawab pertanyaan, menyampaikan
pidato, dll) maupun tertulis (membina sahabat pena, mengirim e-mail, dll)., (d)
kerapihan dan ketertiban dalam mendokumentasi, dan menyimpan informasi,
(perlunya sistem arsip, pegkodean, dll)
Keterampilan mengingat sangatlah penting dalam belajar. Dalam
perkuliahan banyak hal yang wajib kita ingat. Karena daya ingat kita tidak
10
sama, maka berbagai cara digunakan agar kita tidak melupakan sesuatu. Di
antaranya yang paling kita kenal adalah penggunaan Singkatan-Akronim
(misalnya: syarat skripsi harus APIK – yang merupakan singkatan dari Asli,
Perlu, Ilmiah, dan Konsisten, ingat bagaimana cara Anda untuk menghafal
warna pelangi?). Banyak cara lain untuk meningkatkan daya ingat, seperti
misalnya : analogi, sistem cantol, metode lokasi, gunakan asosiasi, jembatan
keledai, dll.
Keterampilan bertanya, agar berhasil, perlu berani bertanya. Karena
dalam perkuliahan pasti terdapat banyak hal yang dapat dipertanyakan dan
terlebih lagi tidak ada pertanyaan yang jelek. Kemampuan untuk bertanya,
memang harus dilatih. Untuk itu (a) biasakan membuat 1-2 buah pertanyaan,
baik dalam hati, ditulis, ataupun langsung disampaikan dalam setiap kegiatan
mengikuti kuliah, membaca buku, mendengarkan seminar, dll, (b) himpunlah
pertanyaan dan jawaban yang pernah Anda dapat dari topik permasalahan yang
dikaji, (c) cobalah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa lain
(meskipun di dalam hati)
Tentu saja masih banyak keterampilan belajar lain. Namun apa yang
diuraikan di atas adalah keterampilan penting yang harus dipelejari dan
digunakan sejak saat ini. Jangan segan untuk berlatih. Hasilnya memang tidak
segera, tetapi pasti.
Rangkuman
Tujuan dari presentasi ini adalah agar mahasiswa baru dapat
memperoleh pengetahuan yang mampu mendorong sukses belajar mereka.
Agar mereka menjadi KAKAP BESAR dan bukan TERI (tersia-sia dan rendah
diri). Kunci suksesnya, sangat sederhana. Gabungkan selalu kemauan dan
keterampilan belajar dalam kegiatan belajar Anda.
Daftar Bacaan :
DePorter, Bobby dan Mike Hernaki (1992) Quatum Learning : Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan Alwiyah Abdulrachman Bandung :
Kaifa.
Harsono (1998). Pokok-pokok pikiran tentang penegmbangan kurikulum dalam upaya
meningkatkan daya saing lulusan dalam komunitas global. Makalah disajikan
pada Seminar Nasional Profil Pendidikan Sains, Teknologi, dan Humaniora di
Indonesia pada Era Insdustrialisasi dan Globalisasai, 19 Nopember 1994.
Ramelan, Rahadi. 1990. Kecenderungan Teknologi dan Tantangan Bagi Indonesia, dalam
Bob Widyahartono, dkk (ed). 1990. Indonesia Dalam Era Globalisasi. Jakarta :
Bank Summa.
11
Suhardjono
Pengantar
Sebagai tenaga pengajar di perguruan tinggi, dosen diharapkan untuk
selalu mampu dan mau secara terus menerus meningkatkan mutu dirinya
sebagai dosen yang profesional. Dosen profesional di antaranya dituntut untuk
dapat
o merancang perkuliahannya dengan lebih rasional
o mengajar dengan lebih menyenangkan dan dimengerti
o menilai hasil belajar mahasiswa dengan lebih adil
Untuk dapat merancang pembelajaran dengan rasional, tentunya dosen
membutuhkan pemahaman tentang teori pengetahuan rasional yang berkaitan
dengan belajar dan mengajar.
Karena yang belajar adalah mahasiswa yang termasuk dalam kelompok
pembelajaran usia dewasa, tentunya teori tentang bagaimana orang dewasa
belajar, dan bagaimana membelajarkan orang dewasa merupakan pengetahuan
yang seharusnya dipunyai oleh seorang dosen.
Uraian berikut memaparkan secara singkat, beberapa teori belajar
dengan penjelasan tentang karakteristiknya, serta langkah penerapannya dalam
praktik mengajar.
Untuk memperluas bagaimana cara melakukan perkuliahan, disajikan
pula berbagai model mengajar.
1
Disajikan pada pelatihan PEKERTI Universitas Unijoyo Nopember 2005
12
Hanya dengan
(a) Teori mengaktifkan Menentukan tujuan-tujuan instruksional
perkembangan mahasiswa, maka proses
Piaget Memilih materi pelajaran
asimilasi/akomodasi
pengetahuan dan Menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari
pengalaman dapat terjadi secara aktif oleh mahasiswa (dengan bimbingan
dengan baik. minimum dari dosen)
Menentukan dan merancang kegiatan belajar
yang cocok untuk topik-topik yang akan dipelajari
mahasiswa. (Kegiatan belajar ini biasanya
berbentuk eksperimentasi, problem solving,
roleplay, dan sebaianya).
Mempersiapakan berbagai pertanyaan yang
dapat memacu kreatifitas mahasiswa untuk
berdiskusi atau bertanya).
Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah penetapan komponen-komponen
pembelajaran utama agar penyajian isi pelajaran agar dapat mencapai sasaran
belajar dan dapat dipahami mahasiswa secara efektif dan efisien.
Empat komponen utama pembelajaran tersebut adalah
1. Urutan penyajian
2. Metode penyajian (atau metode mengajar)
3. Media pembelajaran, dan
4. Waktu pembelajaran.
17
Model mengajar
Berbagai model mengajar yang telah dikembangkan dan diuji
keberlakukannya oleh pakar kependidikan, diungkapkan secara sistematik oleh
Bruce Joyce dan Marsha Weil (1986) dalam bukunya yang berjudul model of
teaching.
Model mengajar (sering disebut juga sebagai model pembelajaran)
adalah kerangka konseptual tentang prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Model tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi dosen dalam merencanakan
dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajarnya, agar kegiatan mengajarnya
merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara rasional dan sistematis.
Terdapat empat kelompok model utama mengajar, yaitu
1. Model Pengolahan Informasi
2. Model Personal,
3. Model Sosial
4. Model Sistem Perilaku.
Dari masing-masing model utama tersebut, terurai menjadi 7 model
mengajar yang termasuk pada model pengolahan informasi, 4 model dalam
kelompok model personal, 5 model mengajar dalam kelompok model sosial dan
4 model mengajar yang merupakan kelompok model sistem perilaku.
Penjelasan hubungan antara masing-masing kelompok model mengajar
utama dengan model-model mengajar disajikan pada tabel berikut.
21
Daftar Pustaka
Atwi Suparman. (1996). Desain Instruksional. Jakarta: Depdikbud Universitas Terbuka.
Irawan, Prasetya (1994) Teori Belajar dalam Teori Belajar , Motivasi dan Keterampilan
Mengajar Buku 1 A Bahan Ajar Program Pengembangan Keterampilan Dasar
Teknik Instruksional (PEKERTI) Untuk Dosen Muda. Jakarta : PAU-P3AI.
Kratwohl, D.R., Bloom and Marsia, Taxonomy of Educational Objectives. New York:
Longman, 1964.
Merrill, M.D dan Reigeluth C.M. (1978). "A knowledge base for improving our method
of instruction" Educational Psychologist Volume 13, 1978, 57-70
Reigeluth C.M. (1983). Instructional Design Theories and Model. New Jersey : Lawrence
Erlbaum Ass.,Publ
Suciati (1997) Taksonomi Tujuan Instruksional dalam Mengajar di Perguruan Tinggi,
Bagian Satu Program Applied Approach. Jakarta : PAU-P3AI.
Suhardjono, dan kawan-kawan (1993) Peningkatan Rancangan Pengajaran : 106
pertanyaan dan jawaban. Proyek Pembinaan Kurikulum Universitas
Brawijaya, Malang.
Soekartawi, Suhardjono, T.Hartono dan A.Ansharullah (1996), Meningkatkan
Rancangan Instruksional untuk Memperbaiki Kualitas Belajar Mengajar,
Jakarta : Rajawali Pres
Suhardjono (1990). Teori tampilan Komponen pada Perancangan Pengajaran
(Component Display Theory). Makalah pada seminar kependidikan di Malang,
13 Juli 1999.
25
1
Bahan diskusi pada Workshop Penelitian Dosen Universitas Trunojoyo, Oktober 2005
26
penelitian, (f) metode, (g) pembahasan, (i) kesimpulan dan saran, dan
(h) daftar pustaka.
Jurnal Sains dan Teknologi FT UKI (FT UKI, ISSN 0853-
9723). Sistematika penulisan : (a) abstrak, (b) pendahuluan (berisi
latar belakang, permasalahan, tujuan, ruang lingkup, metodologi), (c)
isi (tinjauan pustaka, data, pembahasan) dan (d) penutup (kesimpulan,
saran dan daftar pustaka).
Jurnal Bisnis dan Teknologi , Bistek (Politeknik Negeri
Malang, ISSN 0854-4395). Naskah hasil penelitian: (a) judul, (b)
nama penulis, (c) lembaga/instansi, (d) abstrak (masalah dan tujuan,
metode dan hasil) bhs Indonesia dan Inggris, (e) kata kunci dlm bhs
Indonesia dan Inggris, (f) pendahuluan (latar belakang, perumusan
masalah, dan tujuan penelitian), (g) tinjuan pustaka, (h) metode
penelitian (alat, bahan, cara dan metoda analisis), (i) hasil dan
pembahasan, (j) simpulan dan saran, (k) daftar pustaka. Naskah yang
termasuk kategori artikel konseptual : (a) judul, (b) nama penulis, (c)
lembaga/instansi, (d) abstrak (masalah dan tujuan, metode dan hasil)
bhs Indonesia dan Inggris, (e) kata kunci dlm bhs Indonesia dan
Inggris, (f) pendahuluan (latar belakang, perumusan masalah, dan
tujuan), (g) tinjuan pustaka, (h)pembahasan, (j) simpulan dan saran,
(k) daftar pustaka.
KTI yang dapat dimuat di Jurnal Ilmiah dapat dipilah menjadi dua
kelompok. Pertama KTI yang berupa laporan hasil penelitian, dan kedua
berupa KTI non-hasil penelitian (seperti misalnya paparan gagasan keilmuan,
ulasan atau tinjauan ilmiah)
Contoh sistematika penulisan untuk KTI non hasil penelitian adalah
sebagai berikut: (a) abstrak, (b) pendahuluan (latar belakang masalah, tujuan
penulisan), (c) pembahasan ( analisis permasalahan, tujuan yang ingin dicapai),
(d) penutup (kesimpulan dan saran, (e) daftar pustaka (diambil dari Arena
Hukum, Majalah FH Unibraw, ISSN 20126-0235).
Contoh lain : (a) judul, (b) nama penulis, (c) lembaga/instansi, (d)
abstrak (masalah dan tujuan, metode dan hasil) bhs Indonesia dan Inggris, (e)
kata kunci dlm bhs Indonesia dan Inggris, (f) pendahuluan (latar belakang,
perumusan masalah, dan tujuan), (g) tinjuan pustaka, (h)pembahasan, (j)
simpulan dan saran, (k) daftar pustaka. (diambil dari Jurnal Bisnis dan
Teknologi , Bistek (Politeknik Negeri Malang, ISSN 0854-4395)
Agar lebih memfokus, pada makalah ini akan membatasi pada KTI
yang berupa laporan hasil penelitian yang ditulis untuk dimasukkan ke
dalam jurnal.
28
Isi dan sistematika KTI laporan hasil penelitian yang diajukan untuk
dimuat di jurnal, sedikitnya terdiri dari :
Judul penelitian
Bab I Permasalahan / Pendahuluan
Latar belakang masalah / Perumusan masalah
Tujuan dan Manfaat
Bab II Landasan Teori
Bab III Metode Penelitian
Bab IV Hasil dan Analisis Hasil
Bab V Kesimpulan dan Saran
Perhatikan contoh sistematika penulisan yang diberlakukan oleh
beberapa jurnal berikut ini : Jurnal Teknologi Pendidikan ( PPS IKIP
Malang, ISSN 0854-7599). (1) pendahuluan (pembahasan kepustakaan dan
tujuan penelitian) (2) metode, (3) pembahasan, (3) kesimpulan dan saran.
Jurnal Sains dan Teknologi FT UKI (FT UKI, ISSN 0853-9723). (1)
pendahuluan (berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, ruang lingkup,
metodologi), (2) isi (tinjauan pustaka, data, pembahasan) dan (3) penutup
(kesimpulan, saran dan daftar pustaka). Jurnal Bisnis dan Teknologi , Bistek
(Politeknik Negeri Malang, ISSN 0854-4395). (1) pendahuluan (latar belakang,
perumusan masalah, dan tujuan penelitian), (2) tinjuan pustaka, (3) metode
penelitian (alat, bahan, cara dan metoda analisis), (4) hasil dan pembahasan, (5)
simpulan
Judul penelitian menyatakan secara jelas namun sesingkat mungkin
permasalahan yang akan diteliti, upayakan variabel penelitian tercantum pada
judul tersebut. Upayakan pula agar dengan membaca judul itu, pembaca akan
tertarik untuk membaca lebih jauh isi usulan penelitian.
Bagian terpenting pada KTI hasil penelitian adalah ungkapan
permasalahan (khususnya rumusan masalahnya). Rumusan masalah adalah
pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya ingin dikaji melalui penelitian. Latar
Belakang Masalah merupakan penjelasan mengapa sesuatu itu
dipermasalahkan. Alasan itu diperlukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
urgensi, tujuan dan manfaat dari penelitian yang diajukan.
KTI hasil penelitian harus pula menuliskan tujuan dan manfaat yang
diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
30
Penutup
Untuk mempublikasikan karya ilmiahnya, atau untuk kenaikan
pangkatnya, dosen wajib menulis di jurnal. Menulis di jurnal memerlukan
sistematika yang spesifik. Di samping itu, keterbatasan jumlah halaman yang
disediakan memerlukan keterampilan khusus untuk menghemat kata, dan
mempersingkat kalimat dengan tetap mampu memperjelas makna.
Akhirnya, membuat KTI itu tidak sukar. Yang sukar adalah
memulainya. Untuk itu mari kita mulai, sekarang.
Daftar Bacaan
Suhardjono. (1983). Pengantar Penelitian Ilmiah : 135 Pertanyaan dan Jawaban.
Malang: Bagian Penerbitan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Suhardjono. (1990). Sebuah Pengantar Tentang: Fislafat Ilmu dan Hakekat
Penelitian. Makalah disampaikan pada Penataran Metodologi Penelitian
Ilmiah angkatan ke IV, Pusat Penelitian Universitas Brawijaya Malang.
Tanggal 17-22 September 1990.
Suhardjono, Azis Hoesein, dkk. (1996). Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di
Bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru.
Jakarta : Depdikbud, Dikdasmen.
Suriasumantri, Jujun S. (1984). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Sinar Harapan.
31
Suhardjono
Pengantar
Banyak perguruan tinggi menyatakan bahwa mereka telah
melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Sayangnya, masih ada
yang mengartikan KBK hanya sebagai daftar mata matakuliah, besaran sks,
silabus dan pengelompokannya dari semester pertama ke semester-semester
berikutnya.
Terdapat berbagai kelompok kompetensi dalam KBK. Ada kompetensi
yang berkait dengan bidang studinya, ada pula yang bersifat umum, seperti
misalnya kompetensi untuk mampu dan mau membelajarkan dirinya sepanjang
hayat (suatu kompetensi yang tentunya sangat penting bagi mahasiswa baik
selama mereka belajar, maupun setelah lulus)
Sebagai pedoman pelaksanaan perkuliahan, seharusnya kurikulum
menjelaskan pula rancangan cara mengajar dan cara mengevalusi. Pada KBK,
maka sangat perlu untuk diketahui bagaimana cara mengajar agar kompetensi
yang diharapkan dapat dicapai.
Kompetensi
Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab
yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan
tertentu. (SK Mendiknas 045/U/2002 Pasal 1).
Kompetensi hasil didik suatu program studi terdiri atas (a) kompetensi
utama, (b) kompetensi pendukung, dan (c) kompetensi lain yang bersifat khusus
dan gayut dengan kompetensi utama (SK Mendiknas 045/U/2002 Pasal 2).
Kurikulum PT terdiri atas (a) kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian-MPK, (b) kelompok mk keilmuan dan keterampilan-MKK, (c)
kelompok mk keahlian berkarya-MKB, (d) kelompok mk perilaku
1
Makalah Penunjang pada pelatihan PEKERTI bagi dosen Universitas Trunojoyo
Bangkalan, September 2005
32
No Kelompok mata kuliah Tujuan mata kuliah, Mata kuliahwajib (w) atau
untuk…..(* yang dapat diberikan(d)(**
1 pengembangan Mengembangkan manusia Pendidikan Pancasila (w)
kepribadian-MPK Indonesia yang beriman Pendidikan Agama (w)
dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan Pendidikan
berbudi pekerti luhur, Kewarganegaraan (w)
berkepribadian matap, dan Bhs Indonesia, Bhs Inggris,
mandiri serta mempunyai IBD, ISD, IAD, Filsafat Ilmu,
rasa tanggung jawab Olah raga, dll.(dapat
kemasyarakatan dan diberikan)
kebangsaan.
2 keilmuan dan Memberikan landasan
keterampilan-MKK penguasaan ilmu dan
keterampilan tertentu .
3 keahlian berkarya-MKB Menghasilkan tenaga ahli
dengan kekaryaan
berdasarkan dasar ilmu dan
keterampilan yang dikuasai.
4 perilaku berkarya-MPB Membentuk sikap dan
perilaku yang diperlukan
sesorang dalam berkarya
menurut tingkat keahlian
berdasarkan ilmu dan
keterampilan yang dikuasai.
5 berkehidupan Memahami kaidah
bermasyarakat-MBB berkehidupan
bermasyarakat sesuai
dengan pilihan kelahian
dalam berkarya.
(* Kepdiknas 232 /U/2000 pasal 1(7-11) (** Kepdiknas 232 /U/2000 pasal 10(1-2)).
Tujuan Pendidikan dalam rancangan kurikulum suatu program studi
sering juga dinyatakan sebagai Profil Lulusan yang akan menunjukkan
karakteristik lulusan suatu institusi. Oleh karena itu, langkah awal dalam
perancangan kurikulum, adalah menetapkan profil lulusannya.
Untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan profil yang ditetapkan,
perlu diidentifikasi kompetensi apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai
profil lulusan itu. Institusi dapat menetapkan sendiri kompetensi yang akan
dibekalkan bagi peserta didiknya atau menetapkannya berdasarkan standar
profesi tertentu yang baku. Jika profil lulusan mencitrakan lulusan yang
berstandar internasional, umpamanya, maka institusi perlu menetapkan
35
mahasiswa akan meningkat bila (a) mereka tahu manfaat dari kegiatan
belajarnya. (b) secara fisik bersemangat, (c) kegiatannya menyenangkan, dan
(d) pikirannya positif. Untuk itu para dosen, harus mampu menumbuhkan
pendorong motivasi tersebut, dalam praktik mengajarnya.
Mengajar dengan lebih Menyenangkan. Memberi motivasi --apalagi
memotivasi orang lain--- bukanlah hal mudah.. Berikut disajikan beberapa
saran praktis untuk dapat memotivasi mahasiswa agar pembelajaran lebih
menyenangkan.:
1. Bila mahasiswa mengetahui manfaat dari pelajaran yang akan didapat,
motivasi belajar mereka akan meningkat.
Belajar hanya terjadi bila mahasiswa mau belajar (artinya dalam
diri mahasiswa ada kehendak, ada motivasi, ada kemauan untuk belajar).
Kehendak belajar akan menguat, apabila mahasiswa mengetahui apa
manfaat yang akan diperoleh dari hal yang dipelajari.
Daftar Bacaan:
Balitbang Depdiknas. (2001). Kurikulum berbasis kompetensi (Kebijakan Umum
Pendidikan Dasar dan Menengah), Jakarta: Depdiknas.
DePorter, Bobby dan Mike Hernaki (1992) Quatum Learning : Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan Alwiyah Abdulrachman Bandung :
Kaifa.
Harsono (1998). Pokok-pokok pikiran tentang penegmbangan kurikulum dalam upaya
meningkatkan daya saing lulusan dalam komunitas global. Makalah disajikan
pada Seminar Nasional Profil Pendidikan Sains, Teknologi, dan Humaniora di
Indonesia pada Era Insdustrialisasi dan Globalisasai, 19 Nopember 1994.
Suciati (1997) Taksonomi Tujuan Instruksional dalam Mengajar di Perdidikan Tinggi,
Bagian Satu Program Applied Approach. Jakarta : PAU-P3AI.
Suciati (2001) Kontrak Perkuliahan. Buku 2.05. Program Applied Approach. Jakarta :
PAU-P3AI.
41
Pengantar
Apakan yang dimaksud SOP? Cukup beragam pendapat orang tentang
kepanjangan SOP. Adanya yang menyatakan SOP adalah singkatan dari:
Standard Operation Procedure, atau Standard Operating Procedure, atau juga
Standard Operational Procedure bahkan sering pula diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia sebagai Standar Operasi Prosedur.
Padahal, bila menggunakan kaidah bahasa Indonesia, maka terjemahan
yang benar adalah Prosedur Operasi Standar dan disingkat POS. Namun
sering juga diterjemahkannya sebagai Prosedur Operasi Baku, atau juga
Prosedur Pelaksanaan Standar, dan lain-lain.
1
Disampaikan pada diskusi penyusunan SOP di jurusann Teknik Industri FT Universitas
Trunojoyo , Agustus 2005
43
Manfaat SOP
Suatu kegiatan yang dibuatkan Prosedur Operasi Standar atau SOPnya,
akan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Mempermudah tindakan yang harus dilakukan oleh mereka yang
terlibat.
2. Memperjelas tanggung jawab dari masing-masing yang terlibat
pada kegiatan tersebut.
3. Memudahkan dalam memperkirakan waktu yang efektif untuk
melaksanakan suatu kegiatan.
4. Meningkatkan efiseiensi, dengan meniadakan kegiatan-kegiatan
yang tidak diperlukan.
5. Memberikan dukungan pada kegiatan mengkontrol jaminan mutu
suatu kegiatan.
4. Bagan alir prosedur standar yang paling tidak menuliskan (a) nama
macam kegiatan, (b) nama siapa-siapa yang terlibat, (c) urutan
kegiatan yang dijelaskan melalui bagan alir, dan (d) bila ada
dijelaskan pula macam dokumen atau formulir yang dipergunakan
dalam kegiatan, serta waktu yang diperkirakan dibutuhkan.
5. Penjelasan lain baik berupa catatan, atau tambahan keterangan,
atau penjelasan contoh, dan lain-lain.
Diketahui bahwa jumlah kegiatan yang harus dibuatkan SOP-nya,
umumnya tidak sedikit. Karena itu, dari beberapa referensi tentang SOP yang
menjelaskan kegiatan di bidang pembelajaran di perguruan tinggi, jarang yang
memakai kerangka isi yang sangat lengkap. Umumnya SOP kegiatan bidang
administrasi akademik memakai kerangka sebagai berikut ini:
1. Header
2. Definisi atau ruang lingkup kegiatan
3. Bagan alir prosedur standar yang berisi macam kegiatan,
pelaksana kegiatan, urutan kegiatan, dokumen serta format yang
dipakai (bila ada)
4. Catatan atau keterangan.
Berikut disajikan contoh dari header
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
BANGKALAN
Prosedur Operasi Standar No :
Tanggal dikeluarkan
JUDUL REVISI
PELAKSANAAN KULIAH No :
Tanggal
Suhardjono, 2005 7
45
DEFINISI
• Kuliah adalah kegiatan belajar mengajar dengan cara tatap
muka antara dosen dan mahasiswa yang dijadwalkan.
• Satu kali tatap muka adalah 50 menit x bobot sks kuliah
• Dosen adalah seseorang yang berdasarkan persyaratan
pendidikan, keahlian dan kemampuannya diangkat oleh Rektor
untuk menjalankan tugas pokok pendidikan.
• Dosen terdiri dari Dosen Tetap dan Dosen Tidak Tetap.
• Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar secara sah pada
program Diploma dan Sarjana di Universitas Trunojoyo
Suhardjono, 2005 8
46
& ,
$+ ) '()* "
% & %
1 1
#
" # 2 2 2 2
! #
#$ "
"
!
3 3
"
4 4
Suhardjono, 2005 9
47
Penutup
Meskipun statu kegiatan telah terbiasa dilakukan, perlu ada dokumen
tertulis yang menjabarkan secara rinci langkah operasi yang baku. Dokumen
tersebut dinamakan SOP. Manfaat adanya SOP di antara adalah : memudahkan
pelaksanaan, memperjelas tanggung jawab dan evaluasi, serta mendukung
pelaksanaan penjaminan mutu.
Menyusun SOP, disarankan dilakukan oleh tim kecil, yang dapat
bekerja secara bersama, seksama dan gembira.
Daftar bacaan:
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (2001). Pedoman Admintrasi Pendidikan
Suhardjono (2005) Prosedur Operasi Standar dalam kegiatan PEKERTI di Unijoyo, urun
rembug awal.
Institut Pertanian Bogor (2004) Kumpulan Prosedur Operasional Baku Dit. Adminitrasi
dan Jaminan Mutu Pendidikan.
50
1
Bahan renungan untuk para calon alumni fakultas hukum sebelum memasuki
“lorong waktu” dunia profesi yang penuh liku-liku.
51
Untuk alumni fakultas hukum, “mahir” mengandung makna pintar dan piawai
dalam menerapkan kaidah hukum demi menegakkan norma-norma yang
berlaku tanpa mengabaikan rasa keadilan masyarakat yang lebih bermartabat.
Mengapa hal itu perlu ditekankan? Seperti telah disinggung di muka,
bahwa kaum profesional hukum dianggap kurang committed terhadap apa yang
seharusnya diperjuangkan demi kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Ungkapan sinis “maju tak gentar membela yang mbayar”
tentu saja menjadi salah satu sindiran yang kurang nyaman didengar. Padahal
sesungguhnya tidak semua anggota profesi hukum dapat dikenai ungkapan
semacam itu.
Oleh karena dalam kiprahnya sebagai ahli hukum yang profesional,
banyak bidang tugas yang dapat dijalani oleh alumni fakultas hukum. Sebagai
dosen, birokrat, penasihat hukum, jaksa, hakim, atau profesi-profesi lain yang
langsung maupun tidak berkaitan dengan seluk beluk penerapan dan penegakan
hukum.
Dalam konteks penerapan dan penegakan hukum, tuntutan
profesionalisme, kejujuran, kepintaran, dan kemahiran sangat diutamakan bila
seorang alumni fakultas hukum hendak memilih profesi hakim, jaksa, atau
penasihat hukum. Hal itu disebabkan ketiga pilar dalam penegakan hukum
khususnya dalam proses peradilan sungguh sangat menentukan nasib manusia
lain yang duduk sebagai “pesakitan” (terdakwa). Lebih dari itu, perbuatan
mengadili adalah pergulatan kemanusiaan yang luhur untuk memberikan suatu
putusan terhadap suatu perkara yang semata-mata harus didasarkan kepada
kebenaran, kejujuran, dan keadilan.
Oleh sebab itu, proses mengadili atau memeriksa perkara pada
umumnya memang mutlak “…harus dijauhkan dari tekanan atau pengaruh
pihak mana pun, baik oknum, golongan dalam masyarakat, apalagi kekuasaan
pemerintahan yang biasanya memiliki jaringan yang kuat dan luas, sehingga
jangan sampai terjadi pihak yang lemah akan dirugikan”.
Tentu saja kita semua sepakat bahwa tidak hanya profesi hakim yang
mutlak harus jujur, pintar, mahir, dan adil dalam proses penegakan hukum,
tetapi juga profesi-profesi penegak hukum lainnya, seperti penasihat hukum dan
jaksa bahkan polisi. Oleh karena di dalam sistem pemidanaan yang terintegrasi
(integrated criminal justice system) yang dianut Indonesia, pilar-pilar
penegakan hukum itu terdiri atas Kepolisian sebagai penyidik, Kejaksaan
sebagai penuntut umum, dan Hakim di pengadilan sebagai pemutus, ditambah
Advokat sebagai penasihat hukum yang mendampingi terdakwa dalam kasus
pidana atau kuasa hukum dalam kasus perdata. Muara dari tugas-tugas mulia
52
profesi hukum yang empat pilar tersebut di atas berada pada kekuasaan
kehakiman dengan puncak tertingginya yaitu Mahkamah Agung. 1
Sejak 29 Oktober 1999 urusan-urusan yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman telah diupayakan untuk dieliminir dari lingkungan kekuasaan
eksekutif. Satu di antaranya adalah mengganti nama Departemen Kehakiman
menjadi Departemen Hukum dan Perundang-undangan. Upaya itu dimaksudkan
untuk mengeluarkan urusan-urusan yang berkenaan dengan organ peradilan
sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman dari tubuh eksekutif. Selanjutnya
urusan organ peradilan dari tingkat yang paling rendah hingga yang tertinggi
akan diurusi oleh lembaga yudikatif sendiri.
Hampir enam dasawarsa, Departemen Kehakiman tercatat dalam
skenario sejarah penegakan hukum di Indonesia telah memerankan fungsinya
sebagai penguasa atas separuh sosok pribadi hakim. Sedangkan separuh bagian
yang lainnya dikuasai oleh Mahkamah Agung sebagai salah satu badan
penyelenggara kekuasaan kehakiman.
Buktinya, golongan, pangkat, serta penghasilan dan sistem penggajian
hakim selama itu berada di bawah kendali Departemen Kehakiman (eksekutif).
Sementara itu, urusan yang menyangkut benar atau tidaknya, baik atau
buruknya dalam memberikan pertimbangan putusan, Mahkamah Agung
(sebagai yudikatif) yang kompeten untuk menilai hakim bawahan pada
pengadilan rendahan.
Semoga saja hal itu merupakan salah satu upaya ke arah pemurnian
kembali pelaksanan pasal 24 UUD ’45 yang selama kurun waktu yang cukup
lama kurang dihiraukan, sehingga terjadi penyimpangan. Sebagaimana
diketahui, tuntutan UUD 1945 sudah amat jelas, yakni kekuasaan kehakiman
harus merdeka. Artinya kekuasaan kehakiman harus terlepas dari pengaruh
kekuasaan pemerintah. Demikian strategisnya kekuasaan kehakiman dalam
konteks kekuasaan negara dalam arti makro, sehingga para penyusun penjelasan
resmi UUD ’45 menguraikan seperti itu.
Upaya pemurnian pelaksaan pasal 24 dan 25 UUD ’45 sebenarnya telah
dilakukan sejak Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 diundangkan. Di
dalam pasal 1 Undang-undang tersebut telah ditegaskan cita-cita konstitusi di
atas, yaitu: “Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan…”. Penjelasan pasal tersebut juga
menegaskan bahwa “kekuasaan kehakiman yang merdeka mengandung arti
2
Lihat Pasal 2 UU Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah oleh Undang-
undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, LNRI 2004 Nomor 9.
53
kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara
lainnya..”.
Demikian pula ketika Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung diundangkan, upaya penegasan akan cita-cita kekuasaan
kehakiman yang merdeka itu diulang kembali. Pasal 2 UU Nomor 14 Tahun
1985, tegas menyebut: “Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi
dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas
dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain”.
Dalam hal pengangkatan Hakim Agung, Undang-undang Mahkamah
Agung mengatur bahwa “Hakim Agung diangkat oleh Kepala Negara dari
daftar nama calon yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat” [Pasal 8
ayat (1)]. Apakah pasal ini telah mengindikasikan bahwa pengisian lembaga
tinggi negara yang bernama Mahkamah Agung itu telah sesuai dengan cita-cita
konstitusi UUD 1945 atau tidak, yang pasti DPR sebagai wakil rakyat telah
terlibat dalam pencalonannya.
Demikian pula jika diperhatikan siapa yang mengangkat Hakim Agung,
adalah Kepala Negara. Meskipun di Indonesia Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan dipegang oleh satu orang, namun tugas, kewajiban, hak, dan
wewenang kedua jabatan itu secara konstitusional berlainan.
Selama ini Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung juga dianggap masih mengandung anasir-anasir pencampur-bauran
kekuasaan disebabkan masih memberikan toleransi terhadap keterlibatan
kekuasaan eksekutif kepada yudikatif. Akibatnya Undang-undang tersebut
masih memberikan kesan yang cukup kuat tentang adanya pengaruh pemerintah
terhadap kekuasaan kehakiman.
Buktinya, dapat disimak dari penjelasan resmi Pasal 8 UU Nomor 14
Tahun 1985. Ayat (1) “Daftar nama calon Hakim Agung yang berasal baik dari
kalangan Hakim karier maupun dari luar kalangan Hakim karier disusun
berdasarkan konsultasi antara Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah, dan
Mahkamah Agung yang pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku bagi lembaga masing-masing”. Kemudian ayat (2) “Yang dimaksud
dengan “Pemerintah” adalah Menteri yang bersangkutan”.
Dari penjelasan dua ayat di atas diperoleh gambaran betapa pengaruh
pemerintah terhadap kekuasaan kehakiman belum sama sekali tereliminasi.
Terbukti Undang-undang tentang Mahkamah Agung masih memuat ketentuan
semacam itu, lebih-lebih penjelasan ayat (2) secara tegas menyebut Pemerintah
adalah Menteri yang bersangkutan. Menyimak hal itu, betapa kentalnya nuansa
keterlibatan kekuasaan eksekutifnya di sana.
Oleh karena yang dimaksud dengan Menteri dalam ayat itu tidak lain
adalah Menteri Kehakiman, ketika itu. Bukankah persoalan campur tangan
54
3
Yang dimaksud dengan konsep aslinya adalah ajaran Trias Politica dari
Montesquieu.
55
dengan ketentuan formal, atau dengan kata lain jika badan kehakiman dapat
dibedakan secara tajam dari birokrasi pemerintahan”.1
Lebih-lebih pada masa lalu Peradilan di Indonesia berada pada konsep
dualisme birokrasi. Seperti diketahui, bahwa hakim sebagai organ kekuasaan
kehakiman berada pada dua kubu. Terhadap para hakim rendahan, Mahkamah
Agung memiliki tugas yang terbatas, yaitu hanya melakukan pengawasan atas
hal-hal yang berkaitan dengan masalah teknis yustisial. Sementara yang
berkaitan dengan hal-hal yang bersifat administratif kepegawaian dan
penggajian kewenangannya berada di bawah kendali Departemen Kehakiman
(eksekutif).
Oleh sebab itu, tidak heran bila kemudian “pihak-pihak tertentu dari
kalangan eksekutif lalu memanfaatkan kekuasaan melalui sistem birokrasinya
untuk mempengaruhi kebebasan hakim dalam menjalankan fungsinya. Apalagi
jika kekuasaan eksekutif cenderung bersifat arogan.”
Beberapa contoh kasus yang pernah menjadi isu nasional karena
mengindikasikan adanya pengaruh kekuasaan eksekutif terhadap putusan
hakim, di antaranya (1) Putusan Mahkamah Agung mengenai Peninjauan
Kembali perkara Gugatan Warga Kedung Ombo yang lahan garapan dan
miliknya tergenang atau digenangi oleh air Waduk Kedung Ombo; (2) Putusan
atas gugatan tanah adat terhadap Pemerintah Propinsi Irian Jaya (Kasus Henock
Hebe Ohee); dan (3) Kasus gugatan Majalah Tempo melawan Departemen
Penerangan Republik Indonesia.
Daftar Bacaan
Kusumaatmadja, Mochtar, “Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan
Nasional”; dalam Majalah PADJADJARAN, Nomor 1 September 1970, h. 5-
16.
Laoly, Yasonna H., Kolusi: “Fenomena atau Penyakit Kronis”; dalam Menyingkap
Kabut Peradilan Kita Menyoal Kolusi di Mahkamah Agung. Jakarta:
Pustaka Adil Sejahtera, 1996, h. 17-38.
Lev, Daniel S., Hukum dan Politik di Indonesia Kesinambungan dan Perubahan.
Jakarta: LP3ES, 1990.
Mertokusumo, R.M. Sudikno, “Sistem Peradilan di Indonesia”; dalam Jurnal Hukum,
Nomor 9 Vol. 4, 1997, h.1-8.
4
Daniel S. Lev, Op. Cit., h. 398.
56
Pendahuluan
Diundang untuk ikut urun rembug menyampaikan materi berkaitan
dengan aspek hukum dan etika profesi dalam pembinaan anggota Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) Cabang Bangkalan dalam rangka Sosialisasi Pencegahan
Infeksi pada Pelayanan Kebidanan di Kecamatan Sepulu Kabupaten
Bangkalan, sungguh merupakan kehormatan. Oleh karena itu, dengan perasaan
tersanjung dan bangga saya sampaikan penghargaan dan terima kasih, terutama
kepada Ketua LPPM Unijoyo dan juga kepada Ketua Pengurus Cabang IBI
Bangkalan atas kepercayaan dan kehormatan ini.
Sungguh tidak mudah untuk dapat menyampaikan dengan baik, sesuatu
pandangan mengenai aspek hukum dan etika profesi di hadapan para peserta
pertemuan profesi tenaga kesehatan, seperti pertemuan para bidan kali ini.
Perhatian peserta tentunya lebih terfokus pada substansi pokok yakni acara
Sosialisasi Pencegahan Infeksi pada Pelayanan Kebidanan.
Namun demikian, saya akan mencoba memaparkan sesuatu yang tidak
kalah pentingnya dengan tugas-tugas sehari-hari para bidan dalam menangani
pasien di tempat kerja.Oleh karena disadari maupun tidak, tugas-tugas para
bidan sebagai salah satu unsur tenaga kesehatan terikat oleh norma-norma baik
yang berasal dari etika profesi maupun norma hukum yang berlaku dan
mengikat setiap warga negara.
Kedua aspek tersebut, baik etika profesi maupun norma hukum hampir
tidak mungkin dihindari berlakunya dalam pelaksanaan tugas-tugas profesi apa
pun di negara kita ini. Sebagai konsekuensi logis dari mengikatnya etika profesi
dan hukum terhadap setiap pelaku tugas-tugas profesional, maka setiap subjek
pelaku tugas profesional selalu dapat diminta pertanggungjawaban, baik secara
1
Makalah disampaikan pada Pembinaan Anggota Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) dalam rangka Sosialisasi Pencegahan Infeksi pada Pelayanan Kebidanan, di
Kecamatan Sepulu, Bangkalan Madura, Selasa, 20 September 2005.
58
2
Samil RS, Etika Kedokteran penerapan masa kini; Seminar konflik etiko-legal
dan sengketa medik di Rumah Sakit. Jakarta, 2000.
62
Daftar Bacaan
Abdullah Cholil, Keterbatasan Mengakses Pelayanan Kesehatan; dalam Republika
Online, Selasa, 15 Juni 2004.
Elsi Dwi Hapsari, Kontribusi Penting Menyelamatkan Persalinan Sehat dan Buku KIA;
dalam Inovasi Online Vol.2/XVI/November 2004.
Emi Dwi Hendarti, Implementasi Kewenangan Bidan Pondok Bersalin Desa (Polindes)
dalam Tindakan Medis (Studi di Puskesmas Tawangsari, Kecamatan
Trowulan, Mojokerto); dalam JIPTUMM Online.
Samil RS, Etika Kedokteran penerapan masa kini; Seminar konflik etiko-legal dan
sengketa medik di Rumah Sakit. Jakarta, 2000; dalam Siswanto Pabidang &
Andriana Pakendek, Etika Profesi, Hukum Kesehatan dan Perlindungan
Hukum Tenaga Kesehatan; Makalah - IDI Cabang Pamekasan, Madura, 2005.
Siswanto Pabidang & Andriana Pakendek, Etika Profesi, Hukum Kesehatan dan
Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan; Makalah - IDI Cabang Pamekasan,
Madura, 2005.
64
1
Sebagai bahan renungan para hakim pengadilan negeri yang masih berkenan
memberikan keadilan yang bermartabat kepada justiciabelen.
65
Daftar Pustaka
Latar Belakang
Indonesia dan bangsa-bangsa di sudut manapun di muka bumi ini,
sekarang sudah terhubung dan terkooptasi ke dalam satu pola kehidupan.
Akibatnya batas-batas teritorial negara nasional hampir tidak lagi menjadi
penghalang bagi berkembangnya ragam aktivitas manusia, baik perniagaan
maupun bukan perniagaan.
Kecenderungan untuk hidup bersatu adalah kodrat naluri manusia.
Oleh karena itu terbentuknya institusi global semacam WTO (World Trade
Organization), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) sebagai forum
kerjasama ekonomi antar bangsa-bangsa se-kawasan, dan juga EEC (European
Economic Council), hingga mata uang pun mereka satukan, boleh jadi
merupakan beberapa contoh kecenderungan menyatunya pola kehidupan dalam
satu kepentingan yang serupa.
Dalam keadaan semacam itu, norma yang mengatur ragam aktivitas
tersebut tentu tidak diserahkan kepada aturan normatif suatu negara tertentu.
Sebab kaidah hukum nasional suatu negara berdaulat, batas berlakunya hanya
di dalam teritorial negara tersebut. Untuk itu, pengaturan berbagai hak dan
kewajiban maupun kepentingan bersama antar negara berdaulat tadi, kaidahnya
akan diupayakan dalam bentuk kesepakatan bersama antar negara-negara yang
lazimnya dituangkan dalam bentuk “perjanjian internasional.2 Instrumen inilah
1
Sebagai salah satu bahan ajar m.k. harmonisasi hukum regional ASEAN.
2
“Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat
hukum tertentu.”
Di dalam teori hukum internasional, perjanjian internasional dibedakan ke dalam
dua golongan, yaitu: (1) “law making treaties “ dan (2) “treaty contracts.”
“Law making treaties” merupakan perjanjian internasional yang mengandung
kaidah-kaidah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota
masyarakat bangsa-bangsa, sehingga dengan demikian dapat dikategorikan
sebagai perjanjian internasional yang berfungsi sebagai sumber langsung hukum
internasional. Sedangkan “teraty contracts” adalah perjanjian internasional yang
mengatur hubungan-hubungan atau persoalan-persoalan khusus antara pihak-
pihak yang mengadakannya saja, sehingga perjanjian internasional semacam ini
hanya berlaku khusus bagi para peserta perjanjian. Lagi pula treaty contracts
72
Permasalahan
Bertolak dari realitas masyarakat dunia yang makin bersatu itu,
beberapa hal menarik untuk dikaji, antara lain:
Pertama, benarkah proses nasionalisasi2 terhadap kaidah-kaidah
transnasional di Indonesia dilakukan untuk mengisi kekosongan hukum akibat
lambatnya proses kodifikasi hukum nasional dalam rangka memenuhi
kebutuhan akan kaidah hukum di era globalisasi?
Kedua, kerjasama internasional bidang hukum macam apakah yang
selama ini dilakukan Indonesia dengan negara lain, sehingga patut dijadikan
model kesepahaman timbal balik yang layak untuk terus diupayakan dalam
rangka menciptakan suasana harmonis di masa yang akan datang?
1
Semula Konperensi Hukum Perdata Internasional (HPI) di Den Haag itu
merupakan konperensi diplomatik antara negara-negara Eropa (negara-negara
Eropa kontinental) dengan tujuan menjajagi kemungkinan mengadakan unifikasi
kaidah-kaidah HPI. Akan tetapi kemudian pesertanya diperluas dengan
masuknya Jepang (dari Asia tahun 1904). Kemudian seusai Perang Dunia ke II
keanggotaan konperensi tersebut makin diperluas dengan masuknya Inggris
(1951), Turki (1956), Israel dan RPA (1960), USA (1964), Canada (1968), dan
kemudian diikuti pula oleh negara-negara dari kawasan Amerika Latin. Lihat
Sudargo Gautama, Capita Selecta Hukum Perdata Internasional. Bandung:
Alumni, 1983, hlm. 6.
2
S. Gautama, Capita... Op. cit., hlm. 5.
74
1
Lihat Pasal 66 huruf d Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
2
Disahkan dan dikuatkan dengan Firman Raja, pada tanggal 29 September 1849,
dan diumumkan dalam Staatsblad 1849 Nomor 63. Kemudian HIR diubah secara
mendalam pada tahun 1941.
76
badan peradilan, adalah tindakan yang amat tepat untuk memberikan suplemen
terhadap norma hukum acara perdata peninggalan kolonial itu. Bila tidak,
dikhawatirkan suatu ketika HIR tidak lagi mampu menangani persoalan yang
muncul.
Atas dasar kenyataan semacam itu, maka membuat kesepakatan
internasional untuk memperkaya kaidah hukum acara perdata pengadilan
negeri, sudah saatnya untuk dipertimbangkan. Persoalannya, menghadapi
berlakunya AFTA mendatang saja, setidaknya di kawasan ASEAN harus terjadi
harmonisasi antar sistem hukum antar masing-masing negara-negara. Jika tidak,
kesulitan demi kesulitan akan dihadapi setiap negara, tatkala tuntutan hak
berupa eksekusi putusan yang dijatuhkan di suatu negara tidak dapat
dilaksanakan di negara berdaulat lainnya. Keadaan ini tentu saja kurang
meguntungkan dari sisi kerjasama ekonomi.
Oleh karena itu, model konvensi yang pernah diupayakan untuk negara-
negara di kawasan Eropa, sewajarnya bila dipertimbangkan untuk dijadikan
model dalam penyusunannya, paling tidak dalam rangka harmonisasi hukum
negara-negara di kawasan ASEAN menjelang AFTA berlaku. Beberapa contoh
konvensi tersebut diantaranya:
Convention relating to Civil Procedure, 1954. (Konvensi tentang
hukum acara perdata pada badan peradilan, tahun 1954).
Convention on the Service Abroad of Judicial and Extrajudicial
Documents in Civil or Commercial Matters, 1965. (Konvensi tentang
penyampaian dokumen resmi badan peradilan kepada para pihak yang
berada di luar negeri di dalam perkara perdata dan dagang, tahun 1965).
Konvensi ini pada dasarnya merupakan hasil revisi dari Bab pertama
Konvensi 1954, yang dilakukan pada Konperensi Den Haag ke 10 tahun 1964.
1
1
Selain diikuti oleh kebanyakan negara civil law, konvensi Service Abroad ini
juga telah diratifikasi oleh Amerika Serikat (24-8-1967) dan Kerajaan Inggris
(17-11-1967). Oleh karena itu menurut keadaan tanggal 1 September 1985,
terdapat kira-kira 20 negara yang telah terikat oleh Konvensi ini, yaitu: Belgia
(1970), Cyprus (1983), Chekoslovakia (1982), Denmark (1969), Finlandia
(1969), Mesir (1968), Perancis (1972), Jerman Barat (1979), Yunani (1983),
Israel (1972), Italia (1981), Jepang (1970), Luxemburg (1975), Belanda (1975),
Norwegia (1969), Portugal (1973), Spanyol (penandatanganan 1976), Swedia
(1969), Swiss (penandatanganan 1985), dan Turki (1972). Lihat S. Gautama,
Op. Cit., hlm. 246.
77
1
Konvensi ini menurut D. Kokkini-Iatridou & J.P. Verheul, "... has entered into
force between the Netherlands and some other countries but has not become
operative since there are as yet no complementary bilateral treaties in the sense
of its article 21" ; Maksudnya adalah, bahwa untuk memperoleh pengakuan dan
pelaksanaan putusan hakim dari sesama negara peserta The Hague Convention
tersebut, masih disyaratkan harus adanya perjanjian bilateral diantara negara-
negara peserta konvensi, sebagaimana ditentukan dalam pasal 21 konvensi. Lihat
Recognition and Enforcement of Foreign Judgments in Civil and Commercial
Matters; di dalam: Netherlands Reports to the twelfth International Congress of
Comparative Law. Sydney-Melbourne,1986; TMC-Asser Institute-The Hague,
1987, hlm. 004.
78
1
Sunarjati Hartono. Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal
Asing di Indonesia; (Disertasi). Bandung: Binacipta, 1972, hlm.122.
2
Dibuat di New York tanggal 10 Juni 1958 dan mulai berlaku pada tanggal 7 Juni
1959.
79
1
Sebagai instrumen untuk mengesahkan Convention on the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Award (Konvensi tentang Pengakuan dan
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing) yang telah ditandatangani di New York
tanggal 10 Juni 1958. KepPres tersebut ditetapkan dan diundangkan pada tanggal
5 Agustus 1981.
2
Meski PN Jakarta Pusat melalui penetapannya di atas telah mengabulkan
permohonan eksekusi atas putusan arbitrase London yang menghukum PT
Nizwar di Jakarta untuk membayar jumlah tertentu kepada Navigation Maritime
Bulgare, tetapi Mahkamah Agung berpendapat lain.
3
Periksa Putusan MA No. 2944/Pdt/1983, tanggal 29 November 1984; dalam S.
Gautama, Op. Cit., hlm. 71.
4
Tentang Tatacara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
80
1
Moctar Kusumaatmadja, Op. Cit., hlm. 114.
2 Yang dimaksud dengan negara-negara pihak ketiga (third state) dalam kaitan ini adalah negara-negara yang bukan
peserta dari suatu perjanjian internasional
. Lihat article 2 ayat (1-h) yang menentukan: ‘third state’
means a state not a party to the treaty.
3
Ibid., hlm. 114.
81
1
Lihat Komar Kantaatmadja, “Harmonisasi Hukum Negara-Negara ASEAN”.
Kertas Kerja Pada Simposium Nasional Aspek-aspek Hukum Kerjasama
Ekonomi antara Negara-negara Asean dalam rangka AFTA; Fakultas Hukum
UNPAD, Bandung, 1 Februari 1993, hlm. 3-4.
2
E. Saefullah, “Harmonisasi Hukum di antara Negara-Negara Anggota ASEAN”;
Kertas Kerja pada Simposium Nasional Aspek-aspek Hukum Kerjasama
Ekonomi Antara Negara-Negara ASEAN dalam rangka AFTA; Fakultas Hukum
UNPAD, Bandung, 1 Februari 1993, hlm. 1.
82
1
Lihat Sudargo Gautama, Hukum Perdata dan Dagang Internasional.Bandung:
Alumni, 1980, hlm. 70. Bandingkan E. Saefullah, Op. Cit., hlm. 3.
84
1
Lihat pasal 3 Perjanjian Bilateral RI-Thailand, Tahun 1978.
2
Pasal 3 ayat (2).
3
Pasal 6 ayat (1) menetapkan: "(1) The Authority of the party in which the
documents originate shall forward the request to the Authority of the other party
without any requirement of legalization or other like formality."
4
Sudargo Gautama, Pemberian dan Permintaan Bantuan dalam Penyampaian
Dokumen-dokumen Pengadilan serta Alat-alat Bukti Perkara Perdata oleh pihak
Indonesia kepada pengadilan luar negeri dan sebaliknya. Kertas Kerja pada
Lokakarya Hukum Acara Perdata, BPHN, 6-7 Desember 1984, hlm. 8.
5
Pasal 15 ayat (1c).
85
Penutup
Menutup paparan sekaligus menjawab permasalahan di atas, berikut ini
ada dua hal yang hendak penulis kemukakan:
Pertama, globalisasi bermakna berlangsungnya proses interdependensi
negara-negara bangsa satu terhadap yang lainnya. Salah satu indikatornya
karakteristik permasalahan yang muncul semakin kompleks. Kompleksitas
1
Sudargo Gautama, “Pemberian Permintaan Bantuan …”. Op. Cit.,. hlm. 3.
2
Lihat Mochtar Kusumaatmadja, “Sambutan Pengarahan dalam Simposium
Nasional Aspek-aspek Hukum Kerjasama Ekonomi antara Negara-Negara Asean
dalam rangka AFTA”. Fakultas Hukum UNPAD, Bandung, 1 Februari 1993;
hlm. 4.
86
Daftar Bacaan
utama, Sudargo, Hukum Perdata dan Dagang Internasional. Bandung: Alumni, 1980.
87
Pendahuluan
Dalam membahas apakah sebuah presentasi berhasil atau tidak,
presentasi perlu dilihat dari segi sikap dan keterampilan bahasa penyaji.
I. Sikap Penyaji
Dalam memikirkan tentang organisasi dan isi dari sebuah presentasi,
sangatlah penting untuk membayangkan serta memperagakan “cara” anda akan
membawakan presentasi anda dalam bahasa Inggris.
Keberhasilan suatu presentasi ilmiah sangat tergantung baik pada
penyajinya maupun isi sajiannya. Penyaji yang handal mempunyai rasa percaya
diri dan keyakinan akan apa yang diungkapkannya, ia akan memanfaatkan
kontak mata, postur serta suaranya secara optimal.
Sebuah presentasi merupakan alat untuk menyampaikan informasi, dan
akan memberikan citra positif kepada pendengarnya. Presentasi akan
menghasilkan citra positif tentang penyaji, institusi atau perusahaan yang
diwakilinya, serta informasi atau berita yang dikomunikasikan. Bagian yang
paling menentukan dalam pemberian citra positif tersebut dari suatu
presentasi adalah kontak mata, postur dan suara.
Suatu presentasi pada dasarnya terdiri dari dua bagian:
• isi, yaitu apa yang akan disampaikan; serta
• penyampaian, yaitu cara penyaji membawakan presentasi-nya.
1
Disajikan pada diskusi dengan para dosen muda Universitas Unijoyo Oktober
2005
89
3. Kapan. Kontak mata sangat penting pada awal dan akhir presentasi
dilakukan. Yang biasanya diingat oleh siapa saja adalah kesan
pertama dan kesan terakhir, dan oleh karenanya, pada saat-saat itulah
penyaji perlu berupaya agar hadirin merasa dekat dengan penyaji.
Pendek kata, kontak mata sangat penting, Karena kontak mata
melibatkan hadirin dalam apa yang disajikan penyaji dan kontak mata sangat
berperan dalam kesan percaya diri yang ditinggalkan pada hadirin. Bagi
masyarakat barat, kontak mata menentukan apakah suatu hubungan percaya
dapat terbentuk antara dua orang. Olehkarenanya, bagi budaya di mana kontak
mata dianggap tabu atau tidak sopan, sebagaimana halnya dalam budaya-
budaya Asia, mungkin aspek inilah yang merupakan hal tersulit untuk diatasi
dalam upaya menyajikan suatu presentasi dalam bahasa Inggris, namun ini
termasuk kunci keberhasilan suatu presentasi lisan.
I.2 Postur
Setidaknya terdapat empat hal yang perlu diperhatikan seorang penyaji
dalam kaitannya dengan postur yaitu tempat, isyarat, rilek, dan punggung,
sebagaimana tersebut berikut ini:
• Tempat. Penyaji sebaiknya berdiri diam di satu tempat tertentu, dan tidak
berpindah-pindah tempat sewaktu berbicara;
• Isyarat fisik. Penyaji sebaiknya tidak menggunakan isyarat fisik sewaktu
presentasi, karena dalam budaya barat hal tersebut dianggap tidak sopan ;
• Rilek. Penyaji sebaiknya tampak tidak tegang sewaktu presentasi; dan
• Punggung. Penyaji sebaiknya tidak pernah membelakangi hadirin sewaktu
menerangkan tentang alat bantu visual yang ditayangkannya.
I.3 Suara
Yang sangat perlu diperhatikan sewaktu menggunakan suara adalah
berkenaan dengan volume, kecepatan, dan ragam.
• Volume. Dalam hal volume suara, penyaji sebaiknya berbicara cukup
keras agar apa yang dikatakannya dapat didengar oleh semua hadirin
yang ada. Penyaji perlu mengingat bahwa ia berbicara dengan hadirin,
bukan dengan catatannya ataupun alat bantu visualnya.
• Kecepatan. Berkenaan dengan kecepatan berbicara, penyaji prelu
mengetahui bahwa kelemahan dari kebanyakan penyaji adalah bahwa
mereka berbicara terlalu cepat. Ini mungkin disebabkan karena
mereka gugup. Suatu percakapan yang terlalu cepat sukar dimengerti,
dan sebaliknya suatu percakapan yang terlalu lamban akan
91
Sebuah presentasi yang baik selalu terdiri dari tiga bagian utama, yaitu,
• pembuka,
• inti, dan
• penutup.
Beberapa penyaji menganggap bahwa hanya bagian inti presentasi
sajalah yang penting, dan oleh karenanya mengabaikan bagian pembuka dan
penutupnya. Sikap seperti ini tidak dapat dibenarkan.
Bagian pembuka adalah bagian dari suatu presentasi di mana hadirin
mendapat kesan pertama tentang penyaji presentasi dan isi yang akan disajikan.
Bagian penutup adalah bagian dari presentasi yang akan tinggal paling
lama dalam benak hadirin.
Oleh karenanya, seorang penyaji perlu menaruh perhatian khusus pada
bagian pembuka dan bagian penutup dari presentasinya.
Good morning, ladies and gentlemen, I’m Djumilah Zain from the
perkenalan diri
Faculty of Economics, Brawijaya University, Malang.
This morning I’m going to describe the forecasts for the
topik pembicaraan
empowerment of woman labor in the rural areas of East Java.
Our data show that the empowerment will continue to grow in the
areas south of Malang but may level off in the areas north of pokok permasalahan
Malang.
I’ll start by looking at overall figures and then look at the four areas
of East Java in turn.
Finally, I’ll make recommendations for the empowerment of rural
alur/ kerangka penyajian
women based on these figures.
At the end of the presentation there will be time for any questions
you have.
I, therefore, recommend …
I’ve also explained …
kegiatan terkait terdekat In the next five years we will …
Thank you for your attention. Do you have any
questions?
penutupan presentasi
Thank you for listening. Do you have any
questions?
TUJUAN UNGKAPAN
a b c
96
UNGKAPAN
TUJUAN
PENEGAS / PELEMAH
fractionally higher
fractionally lower
Menggambarkan < 5% beda/perubahan
marginally higher
marginally lower
slightly higher
Menggambarkan 5% 10% beda/perubahan
slightly lower
somewhat higher
Menggambarkan 10% < 50% beda/perubahan
somewhat lower
considerably higher
considerably lower
Menggambarkan <50% beda/perubahan
substantially higher
substantially lower
a great deal higher/ lower
far higher/ lower
Menggambarkan > 50% beda/perubahan
much higher/ lower
dramatically higher/ lower
97
• Is your question … ?
• Let me make sure I understand your question. Are you
asking …?
Setelah penyaji menjawab pertanyaan yang diajukan, ia harus
mengecek apakah penanya puas dengan jawaban yang diberikannya. Sebagai
contoh adalah; “Does that answer your question?”
Ada beberapa ungkapan yang dapat digunakan penyaji sewaktu ia
merasa tidak dapat melayani penanya:
• I’m sorry, I’m not permitted to give you that information.
• I’m sorry, I don’t have that information with me. I can try to
get it to you later, if you like.
• I’m sorry, I don’t have enough time to answer that now, can
we talk about it later?
• I’m sorry, I don’t know the answer to that question at this
time.
• I’m sorry, that information is confidential.
Untuk mengakhiri bagian Tanya-Jawab ini:
Sewaktu tiada pertanyaan, penyaji dapat berkata:
• If there are no questions, I’ll finish there. Thank you very
much.
Sewaktu tidak ada pertanyaan lagi, penyaji dapat berkata:
• If there are no more questions, I’ll finish there. Thank you
very much.
Jika waktu tidak mengijinkan lagi untuk menjawab pertanyaan yang diajukan,
penyaji dapat berkata:
• I’m afraid that’s all the time we have. Thank you.
• I’m sorry to say that we’ve run out of time. Thank you.
100
Kesimpulan
Dapat disimpulkan di sini bahwa agar presentasi yang dilakukan
berhasil dengan baik, penyaji sebaiknya:
• Menyediakan cukup waktu untuk rencana, penulisan, pengeditan
dan penulisan ulang;
• Menyediakan cukup waktu untuk memperagakan;
• Membatasi jumlah informasi yang akan disajikan;
• Mengetahui sebanyak mungkin tentang pendengar sebelum
presentasi berlangsung. Mengetahui sejauhmana pengetahuan
mereka tentang topik pembicaraan dan apakah mereka tertarik
pada topik tersebut;
• Yakin bahwa naskah mudah digunakan: sebaiknya
menggunakan kartu indeks, jangan menggunakan buku catatan
ataupun lembar-lembar kertas;
• Memeriksa keadaan alat bantu penyajian seperti OHP, dan
apakah slide atau peta yang digunakan sudah berada dalam
susunan yang benar;
• Menyapu pandangan kepada sebanyak mungkin hadirin;
• Berbicara dengan jelas dan tidak terlalu cepat;
• Beristirahat selama lima atau sepuluh menit setelah
menayangkan suatu alat bantu visual;
• Memberi waktu kepada hadirin untuk membaca sebelum
melanjutkan pembicaraan;
• Sadar waktu, karena hadirin bosan jika pembicaraan terlalu
lama;
• Menggunakan bagian Tanya-Jawab sebagai kesempatan untuk
memberi informasi ekstra tentang topik pembicaraan; dan
• Rilek.
Penyaji jangan sekali-kali:
• Minta maaf untuk kemampuan bahasa Inggrisnya, karena petutur
asli akan malah menganggap bahwa penyaji menyombongkan
dirinya;
101
Daftar Pustaka
Butt, David, 1989 Living with English Book One. Hornsby: Literacy technologies Pty
Ltd , Australia
Doherty, M., Knapp, L., Swift, S. 1989 Write for Business: Skills for Effective Report
Writing in English Essex: Longman Group UK Limited.
Hewings, M. 1999. Advanced Grammar in Use, With Answers. Cambridge: Cambridge
University Press
Kerridge, David , 1988. Presenting Facts and Figures Longman Group UK Limited
Martin, J. 1985. Teaching Factual Writing: A Genre Based Approach, Metropolitan East
DSP – Language and Social Power Project (unpublished)
O’Connor, M. and Woodford, FP 1979 Writing Scientific Papers in English, London:
Pitman Medical Publishing Co Ltd
Readers Digest, 1989. How to Write and Speak Better. Surry Hills: Reader’s Digest
(Australia) Pty Ltd.
Schor, S. and Fishman, J. 1981. The Random House Guide to Writing (Second Edition),
New York: Random House
Tomasowa, Francien Herlen, 2003. Oral Presentation: Seminar. Malang: Lembaga
Penerbitan FPUB. ISBN 979-508-507-7
Troyka, Lynn Quitman 1990 Handbook for Writers ,New Jersey: Prentice Hall
102
Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia sampai beberapa dekade mendatang ditujukan
pada pembentukan sumber daya manusia yang profesional, termasuk di
dalamnya penguasaan bahasa asing. Penguasaan bahasa asing, dalam hal ini
bahasa Inggris, akan membantu dalam mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi yang ada.
Untuk dapat meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris di
Sekolah Dasar (SD), perlu terlebih dulu dilihat isu apa saja yang terkait dalam
pembelajaran bahasa Inggris itu sendiri. Isu-isu yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran bahasa Inggris adalah status, tujuan, kurikulum, metode
pengajaran, bahan, dan pengajar.
Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, keenam isu yang
diperlukan tersebut dibahas secara berurutan berikut ini.
Status. Status pembelajaran bahasa Inggris dapat dilihat dari segi
kedudukannya dalam komunikasi sosial-formal, kurikulum SD, serta perannya
di mata siswa dan orangtua murid.
Sebagai suatu bahasa asing, bahasa Inggris di Indonesia hanya diajarkan
secara formal di bangku sekolah. Bahasa Inggris tidak digunakan untuk
keperluan komunikasi sosial maupun formal. Ini berbeda dengan bahasa Inggris
di Hongkong, Singapura dan Filipina. Di sana bahasa Inggris tidak hanya
1
Disampaikan pada Lokakarya tentang “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Bahasa
Inggris Anak Usia Sekolah Dasar” Senin, 26 September 2005 di Universitas
Trunojoyo.
103
bahasa Indonesia, paling tidak, merupakan bahasa kedua mereka, dan mereka
baru mulai diperkenalkan dengan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, maka pembelajaran bahasa Inggris sebaiknya jangan mengganggu
proses pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Inggris di SD
sebaiknya hanya bertujuan untuk memperkenalkan siswa dengan bahasa
Inggris, membuat mereka merasa tidak asing lagi dan mau belajar bahasa
Inggris lebih jauh.
Kurikulum. Kurikulum pendidikan dasar terdiri dari muatan nasional,
muatan lokal dan muatan pengayaan. Muatan nasional berisikan bahan minimal
yang wajib diperlukan oleh semua sekolah dan siswa di Indonesia. Muatan
lokal bersifat pilihan karena tergantung apakah sesuai dengan kebutuhan lokal
dari sekolah yang bersangkutan. Sedangkan muatan pengayaan adalah bahan
yang dipersiapkan bagi siswa yang telah dapat mencapai atau memenuhi
persyaratan minimal yang telah ditetapkan menurut muatan nasional yang ada.
Karena pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SD termasuk sebagai
muatan lokal saja, maka sifatnya hanya pilihan, tidak wajib. Masalahnya
sekarang adalah jika sudah terpilih oleh sekolah untuk dimasukkan kurikulum
yang ada, bagaimana usaha sekolah tersebut untuk menjaga kualitas
pembelajarannya, agar tujuan instruksionalnya tercapai.
Metode Pengajaran. Di dalam pelaksanaannya, pembelajaran bahasa
Inggris memerlukan pendekatan kebermaknaan (Silabus Bahasa Inggris 1994),
suatu pendekatan yang sebenarnya mengandung sejumlah sifat dari pendekatan
komunikatif. Pendekatan kebermaknaan tidak mengharuskan bahasa Inggris
sebagai satu-satunya bahasa pengantar; bahasa Indonesia juga dapat digunakan
jika dianggap perlu untuk mencapai tujuan topik pembelajaran tersebut.
Perbedaan dalam kemampuan belajar bahasa, pengetahuan bahasa, latar
belakang budaya, cara belajar, sikap terhadap bahasa tersebut, bahasa ibu,
intelegensi, pengetahuan umum, pengalaman belajar, pengetahuan tentang
bahasa lain, usia, gender, kepribadian, percaya diri, motivasi, minat dan/atau
tingkat pendidikan merupakan hal-hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan
suatu proses pembelajaran bahasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa tiap siswa
mempunyai caranya sendiri untuk belajar, dan mempunyai kecepatannya
sendiri untuk berkembang. Deniz alli – Çopur (2005) mengatakan
heterogenitas pembelajar bahasa biasanya merupakan kendala dalam hal
efektifnya pembelajaran, bahan ajar, partisipasi, minat dan disiplin siswa.
Walau sulit bagi pengajar untuk mengenali tiap siswanya dengan
seksama, dan mengikuti apa yang dilakukan masing-masing siswa selama
proses pembelajaran bahasa Inggris dalam kelas sekecil apapun, pengajar tetap
berkewajiban untuk memonitor tiap siswanya agar proses pembelajaran
tersebut efektif.
105
siswa yang lebih lemah dan untuk siswa yang lebih kuat, dan memberi
tugas yang berbeda sesuai kemampuan siswanya,
8. pekerjaan rumah ekstra membantu pengajar asalkan tugas tersebut
menyenangkan siswa. Olehkarenanya, tugas tersebut sebaiknya ada yang
bersifat tugas perorangan maupun yang bersifat tugas kelompok,
9. portofolio juga dapat digunakan. Baik pengajar maupun siswa sebaiknya
mengumpulkan semua hasil pembelajaran mereka selama periode
pembelajaran tersebut,
10. pusat belajar mandiri/ self-access center dapat meningkatkan
kemampuan siswa, karena siswa dapat menggunakan pusat tersebut dalam
waktu luang mereka untuk belajar mandiri. Siswa tersebut dapat belajar
bersama temannya atau bersama tutor. Tujuan utama dari diadakannya
pusat semacam itu adalah agar siswa dibiasakan untuk menentukan sendiri
apa yang akan dipelajarinya, dan
11. komputer dapat juga dimanfaatkan pengajar, namun perlu diingat bahwa
komputer hanya merupakan alat bantu dan tidak merupakan hasil akhir
dari proses pembelajaran tersebut.
Selain solusi bagi masalah heterogenitas di atas, pengajar juga dapat
memanfaatkan beberapa kiat yang diajukan Holy Andrews (2005) yaitu bahwa
sebaiknya:
1. pengajarlah yang memulai menjalin hubungan dengan siswanya,
2. insiden yang terjadi sewaktu mengajar digunakan sebagai momen yang
baik untuk mengajar,
3. beban kognitif para siswa dikurangi,
4. fokus tidak hanya pada perkembangan otak tapi juga memperhatikan
perut siswa,
5. siswa disambut agar merasa nyaman dalam kelas,
6. komunikasi dengan siswa menggunakan kecepatan yang sedang, dan
penyampaian yang jelas dan secara langsung,
7. pengulangan bahan lampau dilakukan sebelum beranjak ke bahan yang
baru, dan
8. harus pandai beranimasi.
Pendeknya, pengajar harus berusaha agar siswa merasa tertarik untuk
mengikuti proses pembelajaran bahasa Inggris tersebut.
107
kelas diberi tugas mengajar bahasa Inggris, maka padanya perlu diberikan
pelatihan. Dan inipun tidak mudah dilaksanakan. Pelatihan singkat tidak akan
berguna karena pembelajaran bahasa asing membutuhkan waktu yang tidak
singkat dan perhatian yang khusus. Kemungkinan kedua adalah guru mata
pelajaran, sukarelawan dan guru kursus privat (Huda,1999). Guru mata
pelajaran yang pernah mengikuti pelatihan TEFL (pengajaran bahasa Inggris
sebagai bahasa asing) akan merupakan solusi yang baik. Pendeknya,
pengajaran bahasa Inggris sebaiknya dilaksanakan oleh pengajar yang
profesional, mungkin sudah saatnya SD mempekerjakan guru bantu untuk mata
pelajaran bahasa Inggris.
Kesimpulan
Walaupun pembelajaran bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar bersifat
pilihan, tidak wajib, namun jika SD sudah memasukkan mata pelajaran bahasa
Inggris dalam kurikulum sekolahnya, maka pembelajarannya perlu
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tujuan instruksional dapat tercapai
dengan memuaskan.
Di antara keenam isu yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan
mutu pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SD, jelaslah bahwa pengajarlah
yang paling menentukan keberhasilan pembelajaran kontekstual tersebut.
Daftar Bacaan
Holy Andrews. 2005. Tips for Teaching ESL Beginners and Pre-Literate Adults dalam
The Internet TESL Journal, vol. XI, No.8 August 2005. http://iteslj.org/
Kasihani, S. Rachmajanti. 2003. Let’s Communicate in English Book 2. Malang:
Bayumedia.
Kelly, A.V. 1978. Mixed Ability Grouping. London: Harper & Row Publishers.
Nuril Huda. 1999. Language Learning and Teaching: Issues and Trends. Malang:
IKIP Malang.
Prodomou, L. 1989. The mixed-ability class and the bad language learner, dalam
English Teaching Forum, 27/4, 2-8.
Retmono. 1992. Pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Indonesia: Asumsi
Dasar, Kemungkinan Pelaksanaan dan Kendala-Kendalanya. Pidato
pengukuhan sebagai Profesor. Semarang: IKIP Semarang.
R. Ybarra, T. Green. 2003. Using Technology to Help ESL/ EFL Students Develop
Language Skills, dalam The Internet TESL Journal, vol. IX No.3, March
2003. http://iteslj.org/
alli – Çopur, Deniz. 2005. Coping with the Problems of Mixed Ability Classes, dalam
The Internet TESL Journal, vol.XI, No.8 August 2005. http://iteslj.org/
109
Pendahuluan
Penjaminan mutu program studi sebetulnya merupakan suatu upaya yang
dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan stakeholder, berupa kebutuhan
kemasyarakatan, dunia kerja, serta kebutuhan professional dalam rangka untuk
menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi dalam dunia kerja.
Dengan demikian lulusan tersebut akan mampu beradaptasi dan bersaing
dengan lulusan dari manapun, baik secara nasional maupun internasional.
Pada prinsipnya penjaminan mutu tersebut adalah suatu konsep yang akan
dilakukan, dengan terlebih dahulu menetapkan butir-butir mutu sebagai acuan.
Beberapa butir mutu yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jendral Perguruan
Tinggi meliputi input mahasiswa, sarana dan prasarana, sistim informasi yang
digunakan, sistim penganggaran, menejemen lembaga dan tata pamong.
Input mahasiswa
Ada beberapa parameter yang terkait dengan input mahasiswa seperti
sistem rekrutmen, kondisi akademik dan juga pelayanan mahasiswa seperti
bantuan tutorial dan bimbingan karir. beberapa cara yang dipergunakan untuk
merekrut mahasiswa seperti melalui jalur SPMB (seleksi penerimaan
mahasiswa baru), dan PSB (penelusuran siswa berprestasi). Agar supaya
proses pembelajaran di suatu program studi terjamin kelangsungannya maka
supaya diperhatikan juga keberlanjutan penerimaan mahasiswa. Apapun cara
yang ditempuh oleh suatu program studi yang perlu dipertimbangkan adalah
keberlanjutan input mahasiswa, sehingga akan terjamin kelangsungan proses
belajar mahasiswa disuatu program studi. Tidak kalah penting untuk selalu
diperhatikan agar supaya adanya keberlanjutan input mahasiswa, sehingga
program studi beserta dosen dan tenaga pendukung dapat melayani mahasiswa
secara optimal. Hal ini penting untuk ditekankan karena tanpa adanya
1
Disampaikan pada acara Pelatihan Pengembangan dan Peningkatan Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo, Sebagai
Pelaksanaan Program SP-4, Saptu 17 September 2005.
110
pelayanan yang baik, maka proses belajar mengajar akan mengalami hambatan
sehinga kurang menarik lagi bagi para calon mahasiswa.
Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran meliputi misi pembelajaran, mengajar, belajar dan
penilaian kemajuan serta keberhasilan belajar. Misi pembelajaran menyangkut
bagaimana pengembangan atau pelatihan kompetensi yang diharapkan, serta
efisiensi baik internal maupun eksternal. Mengajar yang perlu diperhatikan
diantaranya kesesuaian srategi dan metode dengan tujuan, materi dengan tujuan
mata kuliah dan penggunaan teknologi informasi. Belajar perlu dilihat
bagaimanaa keterlibatan mahasiswa, dan peluang bagi mahaiswa untuk dapat
mngembangkan pengetahuan dan pemahamaan materi khusus sesuai
bidangnya, pemahaman dan pemanfaatan kemampuan sendiri serta kemampuan
belajar mandiri. Penilaian kemajuan dan keberhasilan belajar perlu dicermati
apakah ada peraturan yang mengatur penilaian kemajuan dan penyelesaian studi
mahasiswa, strategi dan metode penilaian kemajuan dan keberhasilan
mahasiswa, serta penelaahan kepuasan mahasiswa.
Suasana Akademik
Suasana akademik yang terkait dengan penjaminan mutu meliputi
ketersediaan sarana untuk memelihara terjadinya interaksi dosen dengan
mahasiswa, baik didalam maupun diluar kampus, dan penciptaan suatu iklim
yang kondusif untuk mendorong perkembangan dan kegiatan akademik atau
profesional. Selanjutnya perlu dikaji juga mutu dan kuantitas interaksi kegiatan
akademik dosen, mahasiswa dan sivitas akademika lainnya. Keikutsertaan
sivitas akademika dalam kegiatan akademik seperti seminar, simposium,
diskusi dan eksidisi dikampus, serta pengembangan kepribadian ilmiah sangat
diperlukandalam rangka menciptakan suasana akademik yang kondusip.
Komunikasi
Agar komunikasi dapat berjalan dengan baik, maka baik komunikasi
antar dosen, lembaga dengan dosen, maupun dosen dengan para mahasiswa
harus ditumbuhkan, selain itu perlu perlu adanya rancangan pengembangn
sistem informasi, kecukupan dan kesesuain sumber daya, sarana dan prasarana
untuk komunikasi, efisiensi dan efekifitas pemanfaaatan sisem informasi yang
ada serta ada atau tidaknya sistem informasi melalui intranet dan internet.
Dalam era teknologi informasi saat ini penyediaan teknologi informasi melalui
jaringan internet sangat diperlukan, oleh karena dengan jaringan internet ini
maka baik dosen maupun masiswa dapat mencari informasi perkembangan
ilmu yang ada diluar.
Sumber Dana
Agar supaya proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, maka
perlu adanya kepastian sumber dana yang akan digunakan, sistem alokasinya,
pengelolaan dan akuntabilitas, serta adanya jaminan keberlanjutan didalam
pengadaan maupun dalam pemanfaatannya. Dengan kondisi keuangan
pemerintah saat ini perlu digali sumber dana dari masyarakat, melalui
112
Tata Pamong
Didalam tata pamong perlu diperhatikan bagaimana struktur dan suasana
organisasi yang ada, personil yang mengisi struktur organisasi tersebut, beserta
fungsi dan tugas pokoknya, sistem kepemimpinan, dan pengalihan serta
akuntabilitas pelaksanaan tugas, partisipasi sivitas akademika dalam
pengembangan kebijaksanaan, serta pengelolaan dan kordinasi pelaksanaan
program, perencanaan program jangka pendek, jangka panjang dan monitoring
pelaksanaan sesuai dengan visi, misi, sasaran dan tujuan program.
Pengelolaan Program
Pengelolaan program untuk suatu program studi dapat dilihat dari adanya
efisiensi dan efektifitas kepemimpinan, pelaksanaan evaluasi program yang
sudah dicanangkan, dan pelacakan lulusan perlu ditanyakan pula apakah
program studi sudah melakukan perencanaan dan pengembangan program
dengan berbekal pada hasil evaluasi internal maupun eksternal. Selanjutnya
perlu dilihat juga apakah program studi sudah melakukan kerjasama dan
kemitraan, evaluasi dampak dari hasil evaluasi program terhadap pengalaman
dan mutu pembelajaran mahasiswa. Agar dapat diketahui seberapa tingkat
efisiensi dan efektifitas di dalam pengelolaan program studi, maka
ditetapkannya target yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu oleh
program studi. Karena dengan adanya target ini akan dapat diketahui dampak
dari pemanfaatan sumber daya yang ada untuk mencapai suatu tujuan.
Daftar Bacaan
Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Pedoman Evaluasi Diri Program Studi. Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Panduan Penyusunan Proposal Program
HibahKompetisi Tahun 2006. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.
113
Pendahuluan
Dalam era otonomi saat ini, pemerintah telah bertekad untuk
menempatkan pengembangan wawasan agribisnis pada posisi sentral di
dalam pembangunan pertanian dan pedesaan. Dengan mengantisipasi
perubahan eksternal maupun internal, tekad tersebut telah dituangkan
secara sangat jelas di dalam suatu Visi Pembangunan Pertanian, yang
dirumuskan sebagai pertanian modern yang tangguh dan efisien.
Dengan demikian, tekad untuk mengejawantahkan pertanian modern
berwawasan agribisnis merupakan wujud ideal pertanian yang akan menjadi ciri
pada era mendatang. Kerangka pembangunan pertanian yang berwawasan
agribisnis tersebut pada dasarnya mempunyai tujuan ganda, antara lain (a)
menarik dan mendorong sektor pertanian; (b) menciptakan struktur
perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel; (c) menciptakan nilai
tambah; (d) meningkatkan penerimaan devisa; (e) menciptakan lapangan kerja;
dan (f) meningkatkan pendapatan para petani. Oleh karena itu, strategi
pembangunan sektor pertanian pada masa mendatang harus dikaitkan dengan
strategi pengembangan industri pertanian yang dapat dikembangkan di
pedesaan, dan karenanya harus diprioritaskan pertumbuhan industri pertanian
yang mampu menangkap efek ganda bagi pedesaan. Dengan demikian, perlu
didorong mekanisme keterkaitan antara pembangunan pertanian dengan
pembangunan industri dan jasa.
Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial
(bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan
langsung dengan pertanian tersebut. Bidang-bidang yang berkaitan itu adalah
sbb: 1) usaha produksi dan distribusi alat-alat/mesin pertanian, sarana produksi
pertanian dan input pertanian lainnya (agroindustri hulu), 2) pengolahan dan
1
Disampaikan pada Seminar dan Muswil DPW IV POPMASEPI (Jawa Timur, Bali,
NTT, NTB, dan Irian Jaya) Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIMAGRI) Fakultas
Pertanian Keluarga Mahasiswa Universitas Trunojoyo Bangkalan, Jumat, 30
September 2005.
114
terhadap perilaku pasar, kuantitas dan kualitas baik produk maupun bahan
baku serta permasalahan di dalam pembentukan modal yang dirasakan masih
sangat terbatas, kelembagaan pendukung dalam pengembangan agribisnis, dan
masih banyak lainnya. Semua kendala tersebut jika dilihat dari sisi
pengembangan agribisnis tidak dapat disangkal merupakan inti dari masih
lemahnya “daya saing” bidang ini dibandingkan dengan bidang lainnya.
Berkaitan dengan kondisi serta arah yang telah ditetapkan di atas, tekad
untuk mencapai harapan di dalam pengembangan wawasan agribisnis mutlak
memerlukan keterampilan di dalam berbagai segi, baik produksi,
pemasaran, pengolahan, permodalan, distribusi maupun aspek-aspek yang
berkaitan dengan rekayasa-rekayasa baik manajemen, maupun teknologi
informasi dan institusi. Ini semua pada prinsipnya berkaitan dengan aspek-
aspek sentral dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia pertanian.
Dengan perkataan lain, input intelectual dalam kandungan sumberdaya manusia
merupakan faktor kunci dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia
yang kompetitif dalam membangun agribisnis tersebut. Ini semua merupakan
landasan dalam kaitannya untuk memampukan penyediaan teknologi yang
tepat, mengembangkan dan mengelola potensi sumberdaya alam yang
berkeunggulan serta menumbuhkan iklim penunjang yang kondusif di dalam
rangka mencapai keberhasilan pengembangan agribisnis.
mengembangkan kelapa sawit, kelapa, karet dan coklat menjadi salah satu
produsen terbesar di dunia pada komoditas tersebut.
Krisis moneter yang dimulai tahun 1998 dengan adanya devaluasi mata
uang rupiah dari Rp 2.400/$ menjadi Rp Rp 10.250/$ sekarang, sebenarnya
semakin meningkatkan keunggulan kompetitif produk agribisnis, lebih-lebih
untuk produk yang di ekspor ke luar negeri. Untuk produk yang diekspor,
dengan devaluasi rupiah, maka meningkatkan nilai jual dalam rupiah. Untuk
produk substitusi impor, dengan devaluasi rupiah berarti harga impor produk
menjadi semakin mahal, sehingga produk substitusi impor tersebut semakin
kompetitif. Beberapa perusahaan dan petani yang mengusahakan perkebunan
dan perikanan menikmati devaluasi tersebut, tetapi sayang penegakaan hukum
yang belum baik dan adanya krisis ekonomi serta bencana alam memperburuk
atau meniadakan keuntungan tersebut.
Teknologi yang secara potensi dapat menyebar luas tetapi masih banyak
petani yang menggunakan teknologi rendah. Ini menunjukan adanya peluang
mengembangkan teknologi maju dalam pengembangan agribisnis misalnya
pembibitan dengan tissue culture, penggunaan rumah kaca, mekanisasi dan
mengolah produk menjadi bahan jadi.
Tingkat penggunaan benih bermutu yang masih rendah, membuka
peluang industri perbenihan. Penggunaan benih yang bermutu akan
mepermudah pengawasan kualitas produk akhir agroindustri dan pencapaian
skala ekonomi industri tersebut.
Produk eksport Indonesia kebanyakan masih berupa produk pertanian
mentah. Seperti CPO kelapa sawit, biji kopi, biji coklat, teh hitam, karet, ikan,
produk kehutanan dll. Produk tersebut dapat merupakan bahan baku yang
murah bagi agroindustri hilir. Dengan demikian untuk pengembangan
agroindustri hilir sudah tersedia bahan baku yang berlimpah dan relatif murah.
Untuk dapat meningkatkan pendapatan petani dan devisa negara, maka
sebaiknya diusahakan mengolah produk-produk pertanian menjadi bahan jadi
atau setengah jadi. Yang menjadi permasalahan saat ini adalah sumberdaya
manusia yang ada masih perlu ditingkatkan.
Strategi Alternatif
Banyak teori yang mampu menjelaskan kepada kita tentang manfaat dari
pengembangan SDM melalui berbagai pendidikan terhadap perkembangan
ekonomi dan produktivitas kerja. Walaupun dengan landasan pemikiran yang
berbeda, Teori Fungsionalism (Burton Clark, 1962), Teori Human Capital
(Theodore Schultz, 1961) dan Teori Empirisme (Blau & Duncan, 1967) pada
hakekatnya memandang bahwa pendidikan adalah sebagai salah satu bentuk
investasi SDM. Landasan pemikiran teori-teori tersebut pada dasarnya
menganggap bahwa manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagaimana
118
ke Amerika. Contoh yang lain lagi yaitu eksport biji kakao kita di Amerika
dianggap sub standar, sehingga dikenakan biaya untuk meningkatkan kualitas
ratusan dolar dalam setiap ton-nya.
Permasalahan lain adalah kuantitas dan distribusi aparat pembuat
kebijaksanaan, pembina dan pelayan serta penyuluh pada masing-masing
Direktorat Teknis baik yang berada di daerah-daerah dengan status Pegawai
Negeri Sipil Pusat, yang dipekerjakan dan yang diperbantukan masih sangat
terbatas dan belum merata pada setiap unit kerja. Berdasarkan struktur
pendidikan yang ada, menunjukkan gambaran piramida yang sangat melebar ke
bawah dan menyempit keatas akan tetapi tidak meruncing, hal ini tercermin dari
relatif sedikit jumlah tenaga mempunyai pendidikan tinggi.
Implikasi dari masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia dalam
pengembangan agribisnis adalah kurang lancarnya adopsi teknologi sampai ke
tingkat lokalita (tingkatan petani dan nelayan) sehingga tidak cepat
memanfaatkan teknologi dan kurang tinggi fleksibilitasnya dalam melakukan
penyesuaian-penyesuaian dari signal pasar.
Peranan sumberdaya manusia dalam menunjang pengembangan
agribisnis dengan demikian memegang posisi sangat sentral, baik sebagai
pelaku utama kegiatan maupun sebagai pembuat kebijaksanaan, pembina dan
pelayan maupun para pelaku kegiatan di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan
perencanaan pengembangan sumberdaya manusia agribisnis secara terpadu dan
berkesinambungan yang menyangkut keseluruhan struktur masyarakat
agribisnis di atas.
Penutup
Uraian tentang perspektif kewirausahaan di bidang pertanian di atas pada
dasarnya bermuara pada bagaimana memahami persoalan peningkatan SDM,
baik SDM aparat maupun pelaku agribisnis yang fungsinya tidak lagi sekedar
merupakan salah satu faktor produksi saja. Dalam hal ini, konsep SDM telah
merupakan konsep yang berdimensi ganda, yang pada saat bersamaan selain
menjadi pekerja (petani) sekaligus juga sebagai produsen, konsumen, sumber
gagasan, serta penggerak di dalam memanfaatkan seluruh peluang peningkatan
produktivitas.
Dalam pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis pada masa
mendatang, bukan lagi sekedar bertumpu pada persoalan produksi semata-
mata, akan tetapi lebih berwawasan kepada peningkatan pendapatan dan mutu
kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian upaya penting daripadanya
adalah bagaimana sejauh mungkin menangkal ekses negatif yang ditimbulkan
oleh distorsi yang dapat ditimbulkan oleh ekonomi pasar.
Untuk itu, pokok pangkal dari pembangunan pertanian dalam masa
mendatang adalah menumbuh-kembangkan wawasan agribisnis pada setiap
pelaku-pelakunya. Segenap insiatif masyarakat dan dukungan pemerintah
dalam mengimplementasikan tujuan tersebut harus selalu bermuara pada
keinginan untuk menterjemahkannya ke dalam sistem agribisnis, yang selain
memperluas dan memperdalam peluang nilai tambah (value added) juga harus
mampu meningkatkan kesempatan kerja (employment generation).
Dalam pada itu, manajemen diharapkan dapat meningkatkan kepastian
keberhasilan melalui pengembangan sumber daya manusia yang berwawasan
agribisnis, sehingga dapat menghasilkan rekayasa-rekayasa penciptaan peluang-
peluang investasi dan iklim usaha yang sehat, diantaranya dengan
126
Daftar Bacaan
Masyhuri, 2002. Mengembangkan Sistem dan Usaha Agribisnis yang Berkerakyatan
dalam Upaya Membantu Pemulihan Ekonomi Nasional. Makalah disampaikan
pada Workshop Pengembangan Agribisnis Hortikultura yang diselanggarakan
oleh Kadin dan Departemen Pertanian, Jakarta, tanggal 14 Maret 2002.
………….,2002, Prospek Agribisnis di Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar
dalam rangka pembukaan kuliah perdana Program Magister Manajemen
Agribisnis Angkatan VI, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tanggal 23
maret 2002.
Saragih, B. 2001. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis
Pertanian, Pustaka Wirausaha Muda, Bogor.
………….., 2000. Kebijakan Pertanian Untuk Merealisasikan Agribisnis Sebagai
Penggerak Utama Perekonomian Negara. Centre Policy for Agro Studies
Paper on Panel Discussion. Jakarta American Club. Tuesday November 14,
2000.
Soetriono, 2002. Kontribusi Sektor Pertanian Melalui Agribisnis. Makalah disampaikan
pada Seminar Regional Program Pasca Sarjana, Universitas Brawijaya,
Malang, 5 Agustus, 2002.
127
Pendahuluan
Limbah industri hasil pertanian adalah produk suatu proses industri
yang belum mempunyai nilai ekonomis, dibatasi ruang dan waktu. Beberapa
permasalahan limbah yang ada ini diantaranya (1) sikap hidup masyarakat yang
kurang menghargai limbah, (2) belum semua limbah hasil industri hasil
pertanian dimanfaatkan secara maksimal, (3) belum ada teknologi yang tepat
untuk dilaksanakan dimasyarakat, (4) adanya pencemaran lingkungan dari
limbah yang belum di manfaatkan, (5) adanya tanggapan bahwa pemanfaatan
limbah hanya memberikan nilai tambah yang kecil, dan (6) kurangnya
dorongan dari pemerintah kepada pengusaha untuk memanfaatkan limbah
industri hasil pertanian.
Beberapa bentuk limbah industri hasil pertanian yang sering dijumpai
yaitu dalam bentuk padat, cair dan gas. Ketiga bentuk limbah tersebut akan
memberikan konsekuensi didalam cara penangan limbah tersebut. Secara umum
ada 3 cara penangan limbah yaitu : cara biologis, khemis, fisis atau mekanis.
Penanganan limbah sendiri dapat dibedakan menjadi penanganan sekedar agar
limbah tersebut menjadi bentuk yang tidak membahayakan atau mengganggu
lingkungan dan penanganan limbah untuk dapat dimanfaatkan. Biasanya limbah
industri hasil pertanian dapat dimanfaatkan menjadi pakan, pangan dan energi
atau bahan bakar.
Pada dasarnya limbah dapat dibuang ditanah, di air atau diudara.
Apabila limbah yang terbuang limbahnya sedikit, dan lingkungan tempat
membuat limbah masih mampu menetralkan, maka limbah tersebut tidak akan
membahayakan lingkungan. Akan tetapi apabila jumlah limbah tersebut sudah
berada diambang batas (NAB) yang diperkenankan, maka akan memberikan
dampak yang merugikan dan membahayakan lingkungan disekitarnya,
termasuk manusia, hewan dan tanaman. Besar tidaknya dampak limbah
tergantung dari sifat dan jumlah limbah, serta daya dukung atau kepekaan
lingkungan yang menerimanya.
Apabila limbah tersebut memasuki lingkungan dan selanjutnya
menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan yang merugikan, maka
1
Makalah di sampaikan pada Pelatihan Kewirausahaan Siswa SMA, kerjasama LPPM
Unijoyo dengan SMA Negeri 1 Kamal dan SMA Negeri 3 Bangkalan.
128
dari buangan air industri mengandung banyak bahan yang tidak dapat
diturunkan secara biologis.
Untuk setiap kelompok industri biasanya sudah dikenal zat
pencemarnya yang dinyatakan dengan parameter tertentu seperti (1) pabrik
pulp dan kertas, pencemar yang penting berupa BOD, COD, bahan pelarut,
bakteri, sisa cairan solfit dan ammonia, (2) pabrik amonia zat pencemar yang
terpenting yaitu asam, nitrogen serta minyak, dan (3) pabrik semen secara basah
zat pencemar yang paling penting berupa padatan yang larut, padatan tidak
larut, asam dan panas.
Untuk menghindari pencemaran lingkungan, maka air limbah industri
yang akan dibuang harus dinetralkan terlebih dahulu. Penangan air buangan
industri pada prinsipnya merupakan kombinasi dari proses-proses dasar dengan
urutan (1) menghilangkan zat padat yang melayang dengan cara penyaringan
atau pengendapan, (2) menghilangkan minyak, lemak, atau zat padat berbentuk
lemak dihilangkan dengan cara flotasi yang dikombinasi dengan penambahan
zat kimia, (3) menghilangkan partikel koloid dengan menambah koakulan
kimia dan elektrolit sehingga dapat diendapkan dan disaring, (4) menetralkan
kelebihan asam atau basa dengan menambahkan bahan kimia, (5)
menghilangkan zat-zat pelarut dengan pengendapan bahan kimia dan atau
proses biologi, (6) menghilangkan zat-zat pelarut dengan cara pengendapan
secara kimia dan atau proses biologis, (7) menghilangkan warna dengan cara
penambahan zat kimia yang diikuti dengan pengendapan atau penyaringan dan
(8) mengoksidasi kembali air buangan.
Daftar Bacaan
Susihadi, 1998. Teknologi dan pemanfaatan limbah. Diktat Kuliah. Jurusan teknologi
hasil pertanian, fakultas teknolgi pertanian UNEJ, Jember
Harjo, S. , M.S., Indrasti, dan T. bantacut, 1989. Biokonfersi : Pemanfaatan limbah
industri pertanian, Bahan pengajaran. Dep. P dan K Dirjen Dikti, PAO pangan
dan gizi IPB Bogor.
Mustado, D. E. G. Said, 1988 Penanganan dan pemanfaatan limbah padat, PT mediatama
sarana perkasa, Jakarta.
Winarno, FG, a. F.S. Budiman, T silitonga, B. Suwardi, 1985. Limbah pertanian.
Monografi pertama, kator menteri muda urusan peningkatan produksi pangan,
Jakarta
133
1
Makalah disampaikan di hadapan Task Force akreditasi program studi di
Universitas Trunojoyo
134
Objective (Tujuan)
Tujuan (objective) adalah sesuatu yang jelas dan spesifik
menggambarkan keinginan yang akan dicapai pada akhir program.
Pengambilan keputusan dalam menetapkan tujuan diuraikan secara rinci dan
jelas, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Tujuan perencanaan harus
dirumuskan secara hati-hati dan dengan bijaksana.
Tujuan dapat dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Jelas untuk semua pihak yang berkepen-tingan
2. Hasil dapat dicapai, harus bisa diamati dan diukur atau dibuktikan.
3. Hasilnya merupakan “Sesuatu yang berharga” (something valuable) bagi
semua pihak yang berkepentingan, dan
4. Realistis, karena ditetapkan berdasarkan sumberdaya yang dapat
disediakan dan kapasitas yang dimiliki.
Tujuan yang realistik ditetapkan berdasarkan perimbangan antara
harapan yang ingin dicapai dengan kepuasan dan motivasi untuk mencapai
tujuan tersebut, dari semua pihak terlibat.
Masukan (Input)
Masukan (Input) adalah berbagai hal yang dapat dan akan digunakan
dalam proses untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam arti sempit,
masukan (input) meliputi juga (1) sumber daya yang dapat diukur (tangible),
seperti dana, tenaga kerja, tanah, bangunan, peralatan, perpustakaan, dsb, dan
(2) sumberdaya tidak dapat diukur (intangible) seperti pengetahuan, sikap,
kreativitas, kecerdikan, dsb.
135
Proses (Process)
Proses adalah usaha untuk mendayagunakan sumberdaya yang tersedia (
manusia, alat, sistem, informasi, finansial, dsb) untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pendistribusian, pengalokasian dan interaksi antar sumberdaya
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses itu sendiri. Pengumpulan
data, informasi dan fakta merupakan hal yang sangat penting dalam proses
pembuatan Laporan Evaluasi Diri. Manajemen sumberdaya yang baik, sangat
penting karena akan menghasilkan efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya
dan peningkatan produktivitas dari proses tersebut.
Pelaksanaan evaluasi diri secara berkala dan berkesinambungan dapat
menjadikan suatu kebiasaan dalam manajemen sumberdaya dan pada akhirnya
akan menjadi suatu tradisi yang baik dalam pengelolaan dan pengembangan
institusi. Apabila tradisi sudah terbangun, maka usaha untuk perbaikan proses
dan mencari berbagai alternatif proses yang lebih baik akan sangat mudah
dilakukan. Pada kondisi yang sebaliknya dan ekstrem,dimana kebiasaan yang
baik tidak terbentuk, maka usaha pengumpulan data, informasi dan fakta dalam
rangka penyusunan laporan evaluasi diri, akan dihambat dan bahkan dihentikan
karena dianggap sebagai ancaman bagi organisasi dan budaya yang ada di
dalam organisasi tersebut.
Efesiensi
Efesiensi adalah kesesuaian antara masukan (termasuk sumberdaya)
dengan proses yang dilaksanakan. Tingkatan efesiensi dapat diperlihatkan
dengan bagaimana peran dan kinerja manajemen sumberdaya dalam
pelaksanaan proses tersebut. Tingkat efesiensi dapat dihitung berdasarkan
perbandingan antara sumberdaya yang telah dimanfaatkan dengan sumberdaya
yang dapat/ harus digunakan dalam melaksaanakan proses tersebut. Semakin
kecil hasil perbandingan tersebut, maka semakin kecil tingkat efisiensinya.
Penilaian tingkat efisiensi suatu aktivitas di institusi pendidikan tinggi, sulit
diukur dan bahkan mungkin tidak bisa diukur, terutama apabila tidak adanya
standarisasi proses.
Produktivitas
Produktivitas adalah kesesuaian antara proses dengan keluaran yang
dihasilkan tingkat produkvitas umumnya diperlihatkan dengan perbandingan
jumlah keluaran yang dihasilkan dari suatu proses dengan memanfaatkan
suberdaya dengan standar tertentu. Namun perlu diperhatikan, bahwa
perubahan proses dapat mempengaruhi tingkat produktivitas.
Efektivitas
Efektivitas adalah kesesuaian antara tujuan atau sasaran dengan
keluaran yang dihasilkan. Tingkat efektivitas dapat diperhatikan dengan
membandingkan tujuan dengan hasil dari proses (termasuk dampak yang
dihasilkan)
137
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah tingkat pertanggung jawaban yang menyangkut
bagaimana sumberdaya yang diterima oleh institusi pendidikan tinggi tersebut
dimanfaatkan dalam upaya dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pertanggung jawaban menyangkut tingkat efiensi, kesesuaian
dengan norma dan peraturan yang berlaku umum.
Berbeda dengan auditabilitas, akuntabilitas mempunyai arti yang
lebih luas karena menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1. Kesesuaian antara tujuan yang ditetapkan oleh institusi pendidikan tinggi
dengan falsafah, moral dan etika yang dianut secara umum dalam
masyarakat.
2. Kesesuaian antara tujuan yang ditetapkan dengan pola kegiatan sivitas
akademika serta hasil dan dampak yang dicapai.
3. Keterbukaan terhadap semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)
mengenai penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan fungsionalnya
seperti pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
4. Pertanggungjawaban pemanfaatan sumber daya dalam upaya pencapaian
tujuan
5. Aktualisasi asas otonomi dan kebebasan akademik, agar tidak
disalahgunakan dan menyimpang dari pengaturan dan kesepakatan yang
ditetapkan sebagai rambu-rambu.
6. Kesadaran para anggota sivitas akademika bahwa aktualisasi perilaku dan
tingkah lakunya yang tidak akan mengganggu pelaksanaan kegiatan
fungsional lembaga dan juga pihak masyarakat pada umumnya.
Kemampuan Inovatif
Kemampuan inovatif adalah tingkat fleksibilitas institusi
(jurusan/depatemen dan fakultas) atau programnya (program studi, program
penelitian, dsb) untuk bereaksi terhadap perubahan sosial dalam masyarakat. Di
dalam merencanakan dan implementasi aktivitas fungsionalnya, institusi
pendidikan tinggi harus selalu memperhatikan dan mengacu pada perubahan–
perubahan yang terjadi di masyarakat.
138
Suasana Akademik
Secara sederhana, suasana akademik diartikan sebagai tingkat kepuasan
dan motivasi dari sivitas akademika dalam menyelesaikan tugasnya untuk
mencapai tujuan institusi.
Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menjelaskan
mengenai suasana akademik. Pada tingkat individu, faktor seperti tujuan,
aspirasi dan tata nilai yang dimiliki individu, sangat memegang peranan
penting. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola staf, adalah bagaimana
membuat cara dan suasana kerja yang didasarkan atas keterbukaan, kejelasan
dan saling pengertian, yang pada akhirnya akan dapat menghasilkan komitmen
yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Kesehatan organisasi (organization health), termasuk di dalamnya
akuntabilitas, kemampuan inovasi dan kemampuan memelihara sistem, akan
dapat ditemukan, apabila dilakukan penelitian (survei) dengan mewawancarai
jajaran manajemen dan staf akademik guna melacak kondisi :
1. Hubungan antar individu
2. Kesadaran untuk mencapai sasaran hasil
3. Manajemen sistem
4. Suasana kerja, dan
5. Kesadaran untuk meningkatkan mutu.
RAISE
Pada butir A tersebut di atas, telah disinggung mengenai RAISE, namun
kurang dijelaskan secara lebih rinci dan pada bagian ini akan dijelaskan
mengenai makna RAISE secara lebih jelas.
Pada dasarnya, RAISE merupakan isu strategis untuk menjaga
keberlangsungan dan pengembangan institusi pendidikan tinggi. Sehingga,
apabila RAISE ini tidak diperhatikan, tidak ditangani dengan baik dan
diabaikan, maka keadaan dan kinerja institusi pendidikan tinggi tersebut akan
sangat menurun, bahkan terancam keberadaannya. Penggunaan RAISE untuk
menilai program pendidikan di Institusi Pendidikan Tinggi sudah mulai sejak
tahun 1995.
Untuk dapat menjelaskan RAISE, perlu dipahami terlebih dahulu
bagaimana cara pengelolaan institusi pendidikan tinggi yang normatif. Agar
142
Daftar Bacaan
Direktorat Jnderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas RI, 2005. Panduan penyusunan
proposal program hibah kompetisi, Tahun 2006, Depdiknas, jakarta
Badan Akreditasi Nasional Depdiknas RI, 2002 Pedoman Evaluasi Diri Program Studi,
Depdiknas, Jakarta
146
Pendahuluan
Dalam hidup sebenarnya manusia senantiasa mencari suatu nilai (value)
yang akan menjadikan dirinya itu berharga (nilai guna) atau tidak, nilai tersebut
bersifat universal dan bersifat objektif terhadap siapa saja yang mampu
menelusurinya, yakni: kebenaran dan keadilan. Mereka yang tidak
mendapatkan nilai-nilai ini umumnya akan senatiasa berada dalam dunia yang
“gelap gulita” sehingga dirinya menjadi gelisah karena tidak tahu kemana
hendak melangkah, ia serba salah dan merasa diri dalam kondisi tersudutkan.
Syukurlah bahwa manusia diberi petunjuk (hidayah) oleh tuhan berupa
perangkat lunak (software) untuk mendapatkaan kedua nilai yang essensial
tersebut, yaitu: (1) insting atau naluri, (2) ilmu, (3) filsafat, (4) religi atau
agama. Masing-masing software tersebut akan memberi petunjuk dengan
metode yang berbeda dalam mencari kedua nilai di atas.
Dalam tulisan ini tidak akan dikemukakan lebih jauh tentang semua
metode dari masing-masing alat tersebut, namun akan lebih difokuskan kepada
mencari kebenaran berdasarkan metode ilmiah yang menjadi acuan kebenaran
para ilmuwan selama ini.
Hal ini penting diketahui dengan jelas oleh mereka yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan, penelitian, kemasyarakatan,
pemerintahan, dan lain-lain kegiatan agar supaya mempunyai rujukan yang
sama sehingga tidak terjadi silang pendapat yang berkepanjangan. Sungguh
akan sangat sulit apabila seorang pendidik ingin menyampaikan sesuatu nilai
tertentu terhadap anak didiknya atau dirinya apabila tidak didapat standar yang
jelas yang berakibat terjadinya kemandegan dalam proses pembelajaran dan
karier akademiknya. Sehubungan dengan itu pada uraian berikut akan dibahas
mengenai pengertian, cara mendapatkan sampai menyimpulkan dan
pemanfaatan mengenai kebenaran ilmiah tersebut, diharapkan dengan itu
mampu menempatkan diri diposisi mana sebenarnya ia berpijak.
1
Makalah disampaikan dalam rangka penataran guru SMU Bangkalan
bekerjasama dengan LPPM Trunojoyo pada tgl 11 Oktober 2005 di Unijoyo.
147
Landasan filosofis
Alam semesta pada dasarnya merupakan kumpulan dari berbagai materi
dan energi yang membentuk satuan bentuk tertentu yang kemudian secara
bersama-sama ataupun sendirian melakukan fungsi dan tugasnya tertentu pula.
Sebutir debu di udara secara kebendaan tidaklah berbeda dengan planet sebesar
yupiter misalnya, ia hanyalah materi dan energi; namun secara fungsional yang
satu merupakan absorbent (peresap) di udara yang satunya merupakan bagian
planet yang beredar dalam system tata surya matahari. Demikian pula halnya
dengan makhluk hidup antara manusia dengan babi secara kebendaan adalah
sama, namun dalam fungsi tentu berbeda “sang babi” kerjanya hanya makan
dan beranak, manusia masih punya fungsi lain yakni pengembangan intelektual
dan kerohanian yang akan mempunyai fungsi sosial.
Untuk memahami kodrat (eksistensi) dan iradat (peruntukan) suatu
benda secara alamiah diperlukan basic science (ilmu dasar) tertentu agar supaya
tidak salah persepsi dalam mengambil kesimpulan. Tanah bagi orang awam
hanya merupakan benda tempat kuburan atau menggali sumur atau bahan
tembikar; sedang bagi ahli tanah ia merupakan kumpulan dari unsur fisika,
kimia, dan biologi tanah. Betapa jauhnya bukan untuk memaknai secara hakiki
suatu benda? Bayangkan kalau hal seperti ini tidak mempunyai landasan
berpijak yang diakui dan dipatuhi secara bersama. Syukurlah sampai saat ini
telah ada kesepakatan yang diakui secara internasional mengenai paradigma
mencari kebenaran yang berhubungan dengan alam semesta ini yang kita kenal
sebagai metode ilmiah.
apabila dengan berat yang sama akan jatuh bersamaan waktunya di bumi karena
ditarik daya tarik tersebut. Nah! apa yang dilakukan oleh Newton pada
perbuatan kedua merupakan kebenaran ilmiah karena dilakukan dengan salah
satu yang masuk dalam paradigma ilmiah atau metode ilmiah, yakni metode
perlakuan atau eksperimen. Sebelum bicara lebih jauh mengenai metode yang
umumnya dilakukan dalam penelusuran ilmiah sebaiknya dikemukakan dahulu
mengenai kerangka bagaimana kebenaran ilmiah tersebut di dapat. Dari
berbagai pustaka dapat disepakati bahwa kebenaran ilmiah hanya dapat diakui
apabila mengikuti alur sebagai mana terlihat pada skema di bawah.
Berdasarkan skema alur pikir tersebut maka kebenaran ilmiah
merupakan alur pikir yang “berputar” yakni ia akan senantiasi berubah sesuai
dengan perubahan kerangka berfikir manusia, sehingga bersifat relative. Itulah
sebabnya bukan mustahil apa yang dikatakan benar hari ini, “esok” mungkin
akan diperbarui oleh penemuan lain yang lebih mampu menyampaikan
argumentasi ilmiah lebih maju. Selanjutnya dapat diikuti sedikit uraian
mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan kebenaran
ilmiah tersebut.
1) Perumusan masalah.
Betapa sulitnya sesorang untuk mencari kebenaran ilmiah apabila ia tak
mampu menarik “benang merah” yang akan menjadi objek penelitiannya nanti,
mengingat demikian banyaknya variabel yang ikut andil dalam suatu kasus
tertentu. Seseorang harus mampu menyederhanakan topic yang menjadi
permasalahannya sedemikian rupa sehingga menjadi bagian-bagian yang
mudah diamati atau diukur nantinya.
Kita ambil teladan hal sebagai berikut: seorang guru matematika
merasa frustasi mengapa nilai matematika anak didiknya di kelas adalah yang
terburuk dibandingkan nilai mata ajaran lainnya yang mengakibatkan banyak
siswanya yang tak lulus dalam ujian nasional. Hanya guru yang “tolollah”
yang akan berbangga diri bahwa jangan main-main dengan matematika
sehingga ia merasa berwibawa dan ditakuti murud-muridnya. Hal itu
menunjukkan bahwa ia bukan seorang pendidik, namun lebih cocok sebagai
“drakula” pendidikan. Sebagai seorang pendidik seharusnya ia sudah mampu
memprediksi bahwa dengan standar harian yang dimiliki muridnya tentang
matematika akan menyebabkan kegagalan mereka, lalu dicari jalan keluar
bagaimana mendongkrak kemampuan murid sebelum peristiwa terjadi. Masih
banyak jalan menuju Roma.
Sang guru (pendidik) akan mempelajari hal ini dengan serius, maka
dikumpulkanlah berbagai informasi yang berhubungan dengan bagaimana cara
meningkatkan nilai matematika murid. Ia bertanya pada teman atau yang lebih
senior, ia mengikuti pelatihan, ia membaca pustaka, ia membuat alat
149
pembelajaran, bahkan sampai ia diskusi dengan anak didik dan orang tua serta
lain sumber informasi. Tentu saja ia akan mendapatkan setumpuk informasi
baik yang mendukung atau yang menyalahkan dirinya. Dari sekian informasi
tersebut coba pilah dan pilih mana yang paling mendekati kenyataan sehingga
menjadi bagaian yang sederhana dan nantinya dapat diukur, buatlah menjadi
beberapa kalimat yang pendek dan jelas, inilah yang disebut sebagai perumusan
dari masalah. Dari teladan di atas maka dapatlah dirumuskan sebagai misal:
• prestasi anak terhadap nilai matematika sangatlah ditentukan oleh
kondisi psikologis anak didik yang bersangkutan.
• peranan guru khususnya sikap dan cara membawakan pelajaran
mempunyai andil yang besar dalam menaruh simpatik murid terhadap
materi yang dibawakan.
• pendekatan alamiah dengan out bound dalam memberikan pelajaran
matematika lebih dapat diterima murid dibandingkan monoton di
dalam kelas.
2) Rumusan Hipotesis
Kita lihat bukan betapa sederhananya permasalahan tersebut karena
benang “kusut”nya telah diuraikan dan diketahui mana benang merahnya.
Apabila seseorang telah mampu sampai langkah ini ia telah mempunyai bakat
sebagai ilmuwan, sebaliknya bila tak mampu sebaiknya pindah dunia lain
sebagai sastrawan atau lainnya. Mari kita teruskan! Apa yang dirumuskan
tersebut sifatnya masih “mentah” artinya baru dugaan yang sulit mengukurnya
baik dirinya apalagi orang lain, padahal ilmu yang ilmiah harus transparan.
Maka rumusan tersebut harus dirubah jadi variabel-variabel (peubah-peubah)
yang dapat diukur dan mana menentukan mana; atau dengan kata lain ia harus
jadi sangkaan atau dugaan awal mana sih yang sebenarnya jadi “biang
kerok”nya.
Dugaan ini dapat dalam bentuk verbal, rumus, model, atau pola; dugaan
demikian disebut hipotesis (hypo = palsu, thesis = pendapat). Memang benar
hipotesis berarti pendapat yang masih palsu atau pendapat/dugaan sementara.
Mari kita simak rumusan di atas bagaimana ia bisa jadi sebuah hipotesis:
• bahwa kondisi psikologis seorang anak sangatlah menentukan minat
terhadap mata pelajaran yang memerlukan penggunaan pemikiran, hal ini
diduga berhubungan dengan kondisi lingkungan sekolah dimana selalu
membuat dirinya gelisah sehingga sangat sulit untuk diajak berfikir serius.
• bahwa sikap simpatik guru dan penyampaian yang tidak langsung pada
mata pelajaran matematika lebih disukai murid dibandingkan penyampaian
yang bersifat formal dan disampaikan secara langsung (to the point), hal
150
ini diduga disebabkan rasa takut murid akan sosok guru sehingga
menimbulkan rasa benci terhadap mata pelajaran yang diasuhnya.
• bahwa mempelajari matematika di alam bebas akan lebih membantu murid
dalam memahami rumus-rumus dan perhitungan tertentu dibandingkan di
kelas sekalipun dengan menggunakan alat peraga, hal ini diduga bahwa
usia “bermain” lebih dominan dibandingkan dengan usia berfikir.
Dari hipotesis tersebut terlihat bahwa pada masing-masing item telah
ada variabel yang diukur dan mana menentukan mana. Variabel yang
menentukan disebut sebagai independent variable (peubah atau variabel bebas
atau yang mempengaruhi), sebaliknya variabel yang ditentukan disebut sebagai
dependent variable (peubah atau variabel yang ditentukan), dalam matematika
biasanya di rumuskan dalam bentuk fungsi misal: Y = a + b X atau lebih
kompleks lagi (dimana Y = peubah tak bebas, X = peubah bebas). Dalam
hipotesis di atas variabel-veriabel tersebut ditulis dengan huruf tebal yang bagi
setiap peneliti tentu tidak sulit untuk malacak ukuran-ukuran (parameter) apa
yang akan digunakan untuk mendeteksi atau mewujudkan variabel tersebut agar
mudah bagi siapa saja untuk menelusurinya. Cara yang demikian ditentukan
dalam langkah berikutnya yang dikenal dengan istilah pengujian hipotesis.
3) Pengujian Hipotesis
Dimaksud dengan pengujian hipotesis disini adalah: bagaiman caranya
hipotesis yang dikemukakan di atas akan diuji pembuktiannya, apakah yang
dikemukan tersebut benar atau salah. Istilah lain dikenal sebagai metodologi
penelitian (research method), yakni mengandung berbagai aspek yang
berhubungan dengan pengumpulan fakta di lapangan (fakta yang terkumpul
disebut data) terhadap variabel yang sudah ditentukan sebagai penduga tadi.
Didalamnya termasuk tentang: penentuan sample, parameter yang digunakan,
design yang tepat yang dipakai, cara pelaksanaan, bahan dan alat yang
digunakan, ruang dan waktu yang dipilih, cara analisis data, uji validitas data
dan signifikansi, serta kesimpulan yang didapat.
Tidak dapat disangkal bahwa antara sains dan penelitian adalah laksana
dua sisi mata uang; sains tak akan mempunyai nilai tanpa penelitian, demikian
sebaliknya penelitian tidak akan terlaksana tanpa sains yang mendukungnya.
Berdasarkan alur metode ilmiah, suatu penelitian baru bisa
dilaksanakan setelah seorang peneliti mampu memformulasikan objek
penelitiannya dalam bentuk hipotesis. Dengan demikian pada saat hipotesis
diformulakan perlu dipikir masak-masak apakah pendekatan (metode) yang
akan dilakukan nantinya sesuai. Lalu dengan cara atau rancangan yang
bagaimana penelitian tersebut akan kita bangun. Dengan metode dan rancangan
penelitian yang tepat akan mengurangi bias yang akan muncul. Memang cukup
sulit untuk menentukan metode atau rancangan yang bersifat umum mengingat
151
begitu luasnya objek yang kita dekati; apakah itu dalam bidang sejenis apalagi
lain jenis.
4) Kesimpulan
Setelah melakukan serangkaian percobaan untuk membuktikan
kebenaran hipotesis yang dibangun, akhirnya sampailah pada hal yang
menentukan yakni suatu kesimpulan. Suatu kesimpulan hendaknya tidaklah
lepas dari perumusan masalah, tujuan riset dilakukan, hipotesis, serta landasan
teori yang membangunnya. Suatu kesimpulan yang hanya berpedoman pada
angka-angka saja seringkali tidak informative apabila dikembalikan pada
kenyataan karena bertentangan dengan teori yang ada. Dari kasus di atas
kesimpulan hendaknya dapat memberikan jawaban terhadap benar tidaknya
hipotesis yang dibangun, apabila sesuai maka hipotesis diterima, bila
sebaliknya hipotesis tertolak. Pada hipotesis yang diterima dapat disimpulkan
bahwa hasil penelitian ini dapaat dijadikan dasar keilmuan yang bila
dikembangkan lebih jauh menjadi teknologi (teknologi keras atau lunak) yang
sangat berguna bagi metode pembelajaran atau pendidikan. Akan tetapi
manakala hasilnya tertolak, bukanlah berarti tidak berguna, namun masih harus
diuji kembali dengan membangun kerangka berfikir yang benar agar mendekati
kenyataan.
Langkah-langkah yang disebutkan di atas disebut metode ilmiah atau
cara ilmiah yang menghasilkan karya ilmiah dengan tingkat kebenarannya pada
tingkat kebenaran ilmiah (menggunakan signifikansi tertentu).
Perlu ditambahkan disini bahwa untuk membuat suatu langkah-langkah
penelitian seseorang harus menuangkannya dalam bentuk karya tulis yang
disebut dengan proposal atau usulan penelitian, yang isinya umumnya
mencakup: topic penelitian; pendahuluan yang didalamnya tercantum latar
belakang, tujuan, rumusan masalah, hipotesis; tinjauan pustaka yang
berhubungan dengan objek yang akan diteliti; serta metodelogi bagaimana riset
tersebut hendak dilaksanakan. Agar supaya dalam pelaksanaan nantinya segala
hambatan dapat dikurangi (dieliminasi), maka sebaiknya proposal
dikonsultasikan kepada sesame teman sejawat, seniornya, atau orang lain dalam
bidang sejenis. Bentuknya dapat pendekatan pribadi, dikirim lewat pos, atau
diseminarkan; yang terakhir ini paling banyak dilakukan karena lebih efisien
dapat masukan dari banyak orang. Dengan demikian seminar merupakan saling
tukar idea untuk kesempurnaan dan bukan “lading pembantaian” sehingga tak
perlu ditakutkan. Langkah inipun merupakan ciri dari kebenaran ilmiah.
Setelah penelitian dilakukan masih ada langkah lain yang umumnya
harus dilakukan para peneliti, yakni bagaimana mengkontribusikan hasil
penelitian tersebut kepada khalayak. Berbagai cara dapat ditempuh antara lain
melalui: poster, demonstrasi, percontohan, tulisan ilmiah, serta bentuk
152
Daftar Pustaka
Anonim. 1989. Petunjuk penggunaan ISBN/ISSN. PDII-LIPI. 3h.
Anonim. 1989. Penjelasan dan petunjuk pelaksanaan peraturan baru tentang angka
kredit bagi tenaga pengajar di P.T. Fak. Pertanian Unibraw. 8 h.
Gembong Tjitrosoepomo. 1980. Tatacara laporan ilmiah secara tulis. Fak. Biologi
UGM, Yogyakarta. 12h.
F. Rumawas. 1981. Metodologi penelitian. IPB. 71 h.
153
1
Makalah penunjang pada penataran guru SMU Bangkalan bekerjasama dengan
LPPM Trunojoyo pada tgl 11 Oktober 2005 di Unijoyo
154
penulis pertama 60 % sedang penulis berikutnya 40%). Hal ini nampaknya ada
hubungannya dengan rangkaian kegiatan yang dilakukan si penulis sejak
dari penulisan proposal, penelitian, biaya dan seleksi untuk dapatnya dimuat di
dalam jurnal dan waktu.
Untuk memuat suatu karya tulis di dalam suatu jurnal ilmiah,
memang sampai saat ini belum didapatkan suatu standar yang sama mengenai
mutu tulisan. Umumnya persyaratan tulisan dalam jurnal lebih dititik beratkan
kepada keseragaman format yang meliputi banyaknya halaman ketik, jumlah
kata (> 10.000 kata < 30.000 kata untuk jurnal), susunan outline, dsb.
Dengan cara tersebut memang akan muncul berbagai persoalan teknis,
seperti misalnya untuk ilmu-ilmu sosial relatif memerlukan
halaman/jumlah kata lebih banyak dibandingkan ilmu eksakta. Memang ada
beberapa pendapat bahwa suatu artikel baru dapat dimuat apabila bukan
merupakan hasil penelitian satu musim atau hasil laboratorium yang dilakukan
beb erapa minggu. Namun pendapat inipun sampai saat ini masih merupakan
saran yang perlu mendapatkan perhatian lebih saksa ma.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut dalam bobot keilmuan
suatu artikel perlu mendapatkan suatu penilaian sebagai aspek legalitas dari
para pakar yang bersangkutan. Dalam etika ilmiah penilaian para pakar/akhli
ini dapat dianggap sebagai suatu standar ilmiah karena yang bersangkutan
telah mempunyai cukup pengalaman dan pemahaman yang mendalam terhadap
masalah tersebut. Legalitas ini disebut sebagai "The statement of the
authoraty". Atas dasar inilah maka bobot suatu jurnal dapat dilihat dari ada
atau tidak adanya anggota penilai atau mitra bestari yang tercantum dalam
jurnal tersebut yang berfungsi sebagai wasit bagi laik tidaknya suatu artikel
dimuat. Setiap artikel yang masuk kepada dewan redaksi sebelum dimuat
dalam suatu jurnal hendaknya dikirimkan dahulu kepada minimal dua orang
akhli dalam bidangnya dan selanjutnya yang bersangkutan akan
mengembalikan ke dewan redaksi hasil penilainya berupa "diterima" atau
"ditolak" dan bila diperlukan dapat juga menyisipkan beberapa komentar
perbaikan. Dewan redaksilah yang akan menggodog lebih lanjut yang
menyangkut redaksional maupun formatnya.
Selanjutnya tentunya akan muncul pertanyaan dari pembaca
bagaimanakah membuat suatu jurnal yang dapat diakui mempunyai mutu
ilmiah. Hal ini dimaksudkan pula dalam membantu pembaca untuk
menyalurkan karya ilmiahnya lebih lancar mengingat kurangnya informasi
jurnal yang sesuai, lamanya prosedur penerbitan, dsb. Dari pengamatan penulis
dewasa ini ada tiga jenis jurnal yang berkembang dimasyarakat ilmiah, yakni:
jurnal "bunga rampai", jurnal dalam bidang sejenis, dan jurnal profesi
keilmuan. Dimaksud dengan bunga rampai karena jurnal tersebut berisi
berbagai macam ilmu baik yang berupa IPTEK keras maupun IPTEK lunak
menjadi satu, bahkan diisi "pidato-pidato" dan pencantuman manajemen
155
nomor unik yang diberikan untuk setiap buku, satu nomor untuk setiap judul
buku. Nomor ini amat besar manfaatnya terutama bagi pedagang buku. Dengan
menggunakan nomor ini pesanan buku akan menjadi lebih cepat dan kesalahan
penulisan judul dan identifikasi buku lainnya dapat dihindari.
ISBN diberikan pada setiap: judul baru dan judul dengan edisi
baru. Untuk judul yang dicetak ulang, digunakan ISBN yang ada. Akan tetapi
untuk edisi baru diberikan ISBN baru. Untuk buku berjilid, setiap jilid
mendapat ISBN. Di samping itu diberikan juga ISBN untuk jilid lengkap. Jadi
untuk buku berjilid, terdapat dua ISBN, satu untuk setiap jilid dan satu
untuk jilid lengkap. Untuk mendapatkan ISBN ini dapat dimintakan ke
Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba Raya 28 A di Jakarta Pusat.
Persyaratannya sama dengan untuk mendapatkan ISSN.
Daftar Pustaka
Anonim. 1989. Petunjuk penggunaan ISBN/ISSN. PDII-LIPI. 3h.
Anonim. 1989. Penjelasan dan petunjuk pelaksanaan peraturan baru tentang angka
kredit bagi tenaga pengajar di P.T. Fak. Pertanian Unibraw. 8 h.
Gembong Tjitrosoepomo. 1980. Tatacara laporan ilmiah secara tulis. Fak. Biologi
UGM, Yogyakarta. 12h.
F. Rumawas. 1981. Metodologi penelitian. IPB. 71 h.
158
1. Pendahuluan
Seekor lumba-lumba yang telah dilatih bertahun-tahun oleh
pawangnya “mengerti” apa yang harus diperbuatnya pada saat irama peluit
tertentu dibunyikan, apakah ia harus menari, melompat lingkaran, mencium,
jungkir balik, dan sebagainya dikolam piaraannya. Para penonton ditepi kolam
bertepuk tangan memberi pujian seraya berceloteh “pinter” benar sang lumba-
lumba itu. Pujian yang sama sering dibrikan pada sang anak balita manakala
mereka belajar merangkak, beridir, berjalan, memanjat sekalipun jatuh
“gedebuk” dan menangis; pujian tetap terucap “anak mama sudah pinter”.
Sama-sama kata pinter diucapkan dalam dua kejadian ketrampilan yang
berbeda sudah tentu mempunyai makna yang berbeda baik bagi subjek pujian
maupun makna yang terkandung didalamnya.
Karena seekor lumba-lumba tak akan pinter sesungguhnya berapapun
banyaknya ketrampilan yang dipunyai bahkan ia tak mengerti makna pujian;
sebaliknya sang balita akan cepat merespon bahwa pujian tersebut adalah suatu
reward yang menyenangkan hatinya bahwa apa yang dilakukannya berada
dalam kebenaran dan menambah cakrawala pengetahuan yang selama ini belum
dipunyainya. Respon yang diberikan binatang terhadap stimulus yang
dilatihkannya hanya merupakan respon biologis terhadap kebutuhan makan dan
perlindungan semata yang disebut instinc atau naluri. Sebaliknya pada manusia
159
pertanyaan ilmu dan filsafat dimuka yang bersifat relatif. Pengetahuan yang
diturunkan melalui jalur ini demikian luasnya baik yang menangkut alam nyata
(benda) maupun alam ghaib dengan kurun waktu yang lampau, saat ini dan
akan datang. Sumber wahyu dalam agama Islam yakni Al-Qur’an memebrikan
informasi yang demikian luas pula tentang kebenaran yang dapat diruntut
melalui jalur sains, sehingga ia bukan hanya berupa ajaran dogmatis dan ritus
semata namun rasional dan berdimensi sosial. Dalam buku “Mencari cahaya
iliahi yang hilang”, penulis telah mencoba memaparkan permasalah ini dengan
bahasa hati, rasio dan aplikatif sehingga tak perlu diuraikan disini.
Uraian di atas menerangkan mengenai bagaimana seseorang
mendapatkan pengetahuannya melalui jalur ilmiah. Akan tetapi ada pula cara
lain dalam menapakan pengetahuan yakni melalui jalur non ilmiah.
Pengetahuan yang didapat melalui jalur ini umumnya bersifat spesifik, sulit
ditularkan dan mempunyai validitas yang rendah, namun perlu diakui bahwa
hal ini berkembang dalam masyarakat. Beberapa jenis pengetahuan dalam
kelompok ini adalah:
- Akal sehat (common sense)
- Prasangka
- Intuitif
- Penemuan kebetulan dan coba-coba
- Pendapat otoritas ilmiah dan pikira kritis
3. Eksplorasi ilmiah
Suatu pengetahuan disebut ilmiah sehingga menjadi kebenaran ilmiah
adalah apabila ia didapat melalui koridor atau paradigma ilmiah, bukan wahyu,
intuisi, seni, atau lainnya yang mempunyai paradigma sendiri. Koridor yang
demikian disebut sebagai metode ilmiah, yakni suatu cara berfikir dan bertindak
secara sistematik untuk mendapat kesimpulan yang mantap sebagai kebenaran
baru dengan kaidah-kaidah tertentu. Cara berfikir deduktif, induktif atau
gabungan keduanya merupakan cara yang menjadi landasan awal untuk
mendapatkan kebenaran ilmiah yang banyak dianut oleh para ilmuwan. Dengan
landasan berfikir demikian manusia dapat melakukan eksplorasi atau
penjelajahan keilmuannya untuk menyingkap rahasia-rahasia diri dan alam
sekitarnya.
Kebenaran ilmiah terwujud oleh konsep-konsep ilmiah yang
mendasarinya yakni teori ilmiah dan fakta ilmiah. Teori berfungsi untuk
menjelaskan mengenai kondisi alam tentang pertanyaan mengapa? Dengan
teori yang benar kita telah mampu mendeskripsi tentang sesuatu dan mampu
menerangkan serta meramalnya dimasa depan. Pada saatnya teori dapat berubah
162
fakta tadi bisa saja dalam bentuk yang terukur oleh parameter tertentu sehingga
bersifat objektif, disebut dengan data kuantitatif; atau sulit diukur sehingga
bersifat subjektif maka disebut data kualitatif. Saat ini banyak orang mencoba
melakukan penelitian dengan pendekatan kuantitatif agar didapat kesamaan
persepsi tentang sesuatu masalah, meskipun dalam kenyataanya dalam bidang
tertentu seperti humaniora sulit pengukurannya, seperti bagaimana mengukur
taqwa menurut Tuhan dan taqwa menurut sumpah jabatan.
Setelah fakta lapangan dikumpulkan ilmuwan tidak boleh berhenti, ia
harus mencoba menarik kesimpulan untuk menilai apakah hipotesis yang
diajukan tadi sesuai dengan kenyataan atau bahkan tertolak. Apabila hipotesis
tersebut diterima atau sesuai dengan kenyataan melalui penelitian maka
kesimpulan tadi merupakan bagian dari kebenaraan ilmiah yang harus diterima
sepanjang belum ada pendapat lain yang menggugurkannya. Kebenaran ini
dapat menjadi teori baru setelah diuji berulang-ulang menunjukan pola yang
sama dan diterima sebagai teori ilmiah yang selanjutnya dapat menjadi dasar
ilmiah baru pula bahkan berkembang menjadi ilmu baru (alur metode ilmiah
yang diuraikan tadi dapat disimak pada Gambar terlampir).
seperti Hancurnya Bani Ad, Tsamud, Aikah, Fir' aun, Luth dsb., oleh Al
Qur' an diperintah untuk dipelajari; dan masih banyak contoh lainnya baik
yang jadi contoh kebaikan maupun kejelekan yang pernah ada di muka bumi
ini (Q.47:10; 12:109). Kajian ini dapat dipelajari melalui penulusuran
sejarah dengan referensi yang ada, data geologi, arkeologi, dsb. Salah satu
bukti statement Qur'an yang menjadi kenyataan dari sisi sejarah adalah yang
berbunyi:
(Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Fir' aun) supaya
kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu
dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan Kami) (Q. 10:92).
Ternyata hal ini benar setelah ditemukannya batu bersurat dimuara
cabang sungai nil dan batang tubuh (badan) Fir' aun berupa mumi pertama
kalinya pada tanggal 6 Juli 1879 oleh Emil Brugsch dan Ahmad Effendi Kamal
atas petunjuk Muhammad Abder-Rasul dari Mesir. Terungkaplah nama-
nama Fir'aun dari dinasti ke 18 (1635-1365 s.m.) dan ke 19 (1365-1235 s.m.)
sebagai berikut: Dinasti ke 18, Aahmes I (1635-1610), Amenhotep I (1610-
1590), Tehutimes (1590-1565), Tehutimes II (1565-1552), Ratu Hatshepshut
(1552-1530), Tehutimes III (1530-1500), Amenhotep II (1500-1470),
Tehutimes IV (1470-1455), Amenhotep III (1455-1420), Amenhotep IV
(1420-1400), Saa-nekht (1400-1390), Tut-Ankh-Amen (1390-1380), Ai-
Amen (1380-1368), Hor-em-heb (1368- 1365). Dinasti ke 19, Ramses I
(1365-1355), Seti I (1355-1345), Ramses II (1345-1285), Meneptah (1285-
1250), Seti II (1250-1235). Dari sederet nama tersebut para ahli sejarah
sependapat bahwa yang tenggelam dalam laut pada pengejaran Musa adalah
Ramses II.
2. Metode comparative.
Cara ini sangat menonjol dalam ungkapan Al Qur' an seperti dikemukakan
dalam beberapa ayat antara lain: Q. 13:4; 71:1-10; 89:1-5; 92: 1-11. Dengan
cara ini kita mampu mengungkap suatu rahasia alam berdasarkan kaidah-
kaidah (sunatullah) yang berlaku dari dua sisi yang berlawanan. Kalau kita
ambil salah satu ayat di atas, misal Q. 13:4, bunyinya sebagai berikut:
167
3.Metode Prediksi.
Yaitu suatu cara untuk dapat mengungkap apa yang akan terjadi pada suatu
masa didepan. Ketajaman cara ini dalam dunia sains umumnya jarang yang
mencapai titik yang tepat (100%), hal ini dapat diakibatkan berbagai hal
seperti kurangnya data pendukung, kurangnya pengalaman pengamat,
kurang jelinya analisis, dsb. Namun prediksi yang dikembangkan Al
Qur' an nampak sudah mencapai titik kepastian yang hakiki, seperti
diterangkan dalam beberapa ayat: Q.81:1-14; 99:1-6; 101:1-5. Hal ini kalau
diteliti dengan seksama ternyata juga ditunjukan dengan adanya contoh-
contoh yang berulang-ulang sebelumnya. Salah satu contoh prediksi
(ramalan) yang tepat terbukti dalam Qur' an adalah mengenai kalah-
menangnya perang antara Romawi dan Persia, seperti dijelaskan dalam
surat Ar Ruum (30): 2-4 sebagai berikut:
168
4. Metode Observasi.
Dalam Al-Qur’an hal ini lebih banyak hubungannya dengan metode pendidikan
dan pengajaran, dimana si anak didik secara langsung ditunjukan pada
pengawasan objek kajiannya. Beberapa metode ini tersembunyi dalam perintah
Tuhan dalam beberapa ayat berikut:
5. Metode klinis.
Hal ini menyangkut cara perawatan individu maupun kelompok yang
sangat intensif sekali dikembangkan oleh rasulullah, dengan dialog langsung
terhadap problema yang muncul dalam masyarakat. Dengan penuh
perhatian rasulullah memberikan perhatian khusus pada sosok individu,
sehingga menimbulkan rasa persaudaraan khas muslim (Q. 48: 29).
169
6. Metode Trigger.
Metode ini adalah suatu cara yang dikembangkan dengan menggunakan
pendekatan “trigger” atau pendobrakan atau lecutan pada suatu sistem.
Efektivitasnya telah terbukti oleh konsep Al-Qur’an pada suatu masyarakat
jahiliyah yang pada saat itu menganggap kebudayaannya sudah standar. Pada
masyarakat demikian Al-Qur’an mendobraknya dengan ayat-ayat Makiah yang
dirasakan “keras” oleh kafir Quraisy seperti ayat-ayat berikut:
7. Metode Behaviour.
Yakni menyangkut pendekatan tabiat atau adat kelakuan. Cara ini sangat
menonjol dalam Islam terutama dalam mengungkap jati diri individu atau
kelompok, sehingga dengan mudah dapat dilihat perbedaan mukmin,
mukhlis, munafik, kafir, fasik, dst. Dengan cara ini pula dengan mudah dapat
melakukan peningkatan kualitas individu atau kelompoknya.
Nampaknya metodologi ini sangat efektif dalam pengembangan bidang ilmu-
ilmu sosial. Dalam Islam pembentukan kelakuan seseorang dipraktekan
langsung sejak dini, seperti perintah agar anak umur tujuh tahun sudah
dikenalkan dengan shalat dan sembilan tahun mulai agak keras bila
membangkang dengan pukulan lembut, dan seterusnya. Bahkan nabi
menganjurkan agar mencari lingkungan yang baik dalam pendidikan tersebut
karena masalah lingkungan akan merubah watak seseorang. Secara eksplisit Al-
Qur’an membangun watak etika (sopan-santun) anak terhadap orang tua
sekalipun berbeda prinsip, seperti ayat berikut:
170
8. Metode deduksi/induksi.
Metode ini telah dikenal secara luas dalam dunia sains moderen saat ini,
terutama dalam mengungkap dunia benda mati, sedang dalam benda
hidup tirainya saat ini sedang dibuka melalui rahasia DNA/RNA. Untuk
mendapatkan pengetahuan, dalam dunia sains biasanya cara ini berjalan
silih berganti dengan metode rasionalis/deduktif. Kalau yang pertama
dalam mencari kebenaran itu berdasarkan pada data yang terkumpul dari
pengalaman yang didapat menjadi pengetahuan yang cakupannya luas dan
bersifat umum. Maka pada deduktif orang mendapatkan pengetahuannya
melalui naluri atau penalaran akalnya sehingga didapat pemahaman yang
bersifat umum menjadi pengetahuan khusus. Dalam kenyataannya kedua
metodologi inipun mempunyai kelebihan dan kekurangannya sehingga
penggunaan keduanya dalam dunia sains akan mengurangi tingkat kesalahan.
Bagaimana besarnya tingkat kesalahan dalam dunia sains adalah apabila kita
mengamati sebuah benda sebagai contoh; pada benda berdiameter 0,25 mm,
harus pakai lensa; pada diameter 1/1.600 mm benda telah kehilangan warna;
pada diameter seper milyar mm benda kehilangan bentuk, ukuran dan posisi.
Dengan demikian semakin kecil benda tersebut maka tingkat kesalahan
pengukuran atau identifikasi sains semakin besar dan dapat mencapi 100 %,
atau salah sama sekali. Hal seperti inilah yang disebut dengan azas ketidak
pastian menurut Dr. Wernen Heisenberg (1927) manakala ia tak dapat
menentukan secara pasti letak elektron pada satu waktu serentak dengan
geraknya.
171
Eksperimental-Sungguhan
Dimaksudkan untuk melihat pengaruh suatu perlakuan atau beberapa
perlakuan terhadap variabel tertentu dengan membandingkannya pada
perlakuan kontrol. Penelitian cara ini banyak dikembangkan dalam bidang
eksakta karena memungkinkan untuk melakukan pengontrolan terhadap faktor-
faktor lain yang tidak dikehendaki. Langkah yang dilakukan:
• Studi pustaka
• Identifikasi dan definisi masalah
175
• Buat hipotesis
• Devinisikan variabel-variabel kunci
• Susun rencana eksperimen: FRD, RBD, LSqD, SSPD, dsb.
• Lakukan penelitian
• Atur data kasar
• Uji signifikansi
• Buat laporan dan interpretasi
Teladan: Pengaruh unsur cuaca terhadap produksi melon di rumah
kaca; Pengaruh gulma air dalam mengurangi polutan buangan pabrik dalam
water treatment area; dsb.
Eksperimental-Semu
Pada prinsipnya sama dengan eksperimental-sungguhan namun disini
dilakukan apabila variabel tertentu tidak dapat dikontrol atau sulit dikontrol
karena alasan tertentu. Langkah yang dilakukan sama dengan eksperimen
sungguhan namun ada catatan terhadap keterbatasan dalam mengontrol faktor
internal dan eksternalnya.
Teladan: Masalah kenakalan usia sekolah dengan kebiasaan merokok,
bertato, rambut gondrong; dsb.
Penelitian Tindakan
Dimaksudkan untuk mengembangkan ketrampilan atau inovasi baru
dalam memecahkan masalah dengan penerapan atau contoh langsung di
lapangan. Cara ini memang praktis serta nyata dan mampu merubah langsung
perilaku atau kebiasaan masyarakat. Langkahnya adalah:
• Definisikan masalah dan tujuan
• Telaah pustaka
• Buat hipotesis atau strategi pendekatan yang akan dilakukan
• Bagaimana penempatan penelitiannya
• Buat kretarium evaluasinya dan kumpulkan data
• Analisis data
• Buat laporan
Teladan: Introduksi panca usaha tani dalam masyarakat tradisional;
Contoh langsung pimpinan dalam tindakan kedisiplinan atas waktu kerja di
kantor, dsb.
176
Daftar Pustaka
Anonim. 1989. Petunjuk penggunaan ISBN/ISSN. PDII-LIPI. 3h.
Anonim. 1989. Penjelasan dan petunjuk pelaksanaan peraturan baru tentang angka
kredit bagi tenaga pengajar di P.T. Fak. Pertanian Unibraw. 8 h.
Gembong Tjitrosoepomo. 1980. Tatacara laporan ilmiah secara tulis. Fak. Biologi
UGM, Yogyakarta. 12h.
F. Rumawas. 1981. Metodologi penelitian. IPB. 71 h.
177
Pendahuluan
Tugas utama dari perguruan tinggi adalah melakukan kegiatan yang
disebut dengan istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang meliputi: (a)
pendidikan dan pengajaran; (2) penelitian; (3) dan pengabdian kepada
masyarakat. Dengan demikian segala aktivitas daya dukung baik itu berupa
manusia maupun perlengkapannya seharusnya diarahkan kepada ketiga
kegiatan tersebut, demikian pula dengan pengembangannya. Sumber daya
manusia kampus sebagai daya dukung kegiatan tadi dikenal sebagai sivitas
akademika, yakni terdiri atas: tenaga dosen, mahasiswa dan tenaga administrasi
termasuk di dalamnya unsur pimpinan. Potensi dari masing-masing unsur
tersebut perlu terus dibina dan dikembangkan agar supaya visi dan misi yang
menjadi target perguruan tinggi tertentu dapat segera dicapai atau terealisir.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut unsur dosen sangat vital
mengingat peranannya yang dapat melakukakan atau mewarnai ketiga aktivitas
tersebut di atas, bahkan ia bisa menjadi “lokomotif” yang bisa membawa
gerbong perguruan tinggi kemana saja. Hal ini tidak lepas dari fungsi gandanya
yakni selain sebagai pendidik ia dapat juga sebagai pemimpin di kampusnya
(Rektor, Dekan, Kajur). Cepat atau lambatnya perkembangan perguruan tinggi
sangat tergantung dari seberapa jauh para dosennya aktif dalam pengabdian tri
dharmanya, sehingga motivation echievement sangatlah diperlukan bagi para
dosen.
Untuk melihat sampai seberapa jauh perkembangan kegiatan semua
unsur tersebut dalam aktivitas tri dharmanya diperlukan adanya monitoring
yang kontinyu terhadap semua variabel yang terlibat di dalamnya. Dengan
demikian variabel tersebut harus bisa diukur dan sebaiknya disederhanakan
agar tidak nampak sulit dan membingungkan, tanpa harus mengurangi esensi
keberadaan variabel tersebut dalam suatu system. Alat ukur (parameter) yang
diakomodasikan secara bersama akan membatu dalam monitoring progress
suatu pekerjaan sehingga mengurangi tingkat kesalah fahaman dikemudian hari.
Hasil monitoring terhadap variabel yang disepakati tersebut merupakan fakta
lapangan yang biasanya ditulis dalam bilangan (angka-angka) yang dikenal
1
Makalah disampaikan dalam diskusi tentang Monev di Jurusan
Manajemen Fak. Ekonomi Unijoyo, tgl 14 Oktober 2005
178
dalaam dunia ilmu sebagai data. Karena monitoring berjalan menurut waktu
maka data-data yang didapat akan semakin banyak dan selalu berubah atau
dinamis sehingga diperlukan tenaga monitoring yang handal yang mengerti
filosofis dan tujuan dari pekerjaan monitoring tersebut.
Data-data yang didapat merupakan suatu bahan yang masih mentah
untuk diproses lebih jauh, apakah data-data tersebut mempunyai nilai guna
(added value) atau justru sebaliknya hanya merupakan sekumpulan informasi
yang justru menyesatkan (rubbiesh). Pekerjaan demikian (evaluasi) hanya dapat
dilakukan oleh seorang yang mempunyai kemampuan memadai sebagai
evaluator, karena ia harus pula mampu memberikan saran-saran atau solusi
bagaimana sebaiknya. Agar supaya seorang evaluator mampu berbuat cepat
dengan tingkat legitimasi akademik yang dapat dipertanggung jawabkan, maka
ia harus mempunyai alat analisis yang dikemukakan secara terbuka kepada
khalayak (terutama yang akan dievaluasi) dalam rangka menjaga objektivitas.
Analisis tersebut dikenal sebagai analisis data yang umumnya menggunakan
pendekatan statistika baik dalam bentuk uji signifikansi, trend, pola, model, dll.
Hasil analisis inilah yang menjadi bahan laporan dari perkembangan suatu
system yang kemudian didiskusikan untuk mencari jalan keluar bagi tindakan
tertentu (action program) terhadap perubahan system yang sedang berjalan.
Dengan dasar siklus tersebut maka pada tulisan ini akan diuraikan
secara lebih luas dari masing-masing elemen dalam “kotak” siklus tersebut
sehingga akan lebih mudah dipahami bagaimana mekanismenya.
Sistem berjalan
Sistem adalah sebuah kesatuan atau unit tertentu dengan cirri-ciri
yang khas dan mempunyai pola atau model khas pula dengan dilengkapi oleh
bagian system atau subsistem serta elemen system. Kita kenal sebuah system
terkecil yang hidup yang disebut dengan sel (baik khewan, tumbuhan, maupun
manusia), yang padanya terdapat bagian-bagian yang rumit seperti dinding sel,
inti sel, protoplasma, mitochondria, dsb. Demikian khasnya sehingga antara sel
makhluk hidup tersebut berjalan menurut kodrat yang diperuntukannya. Sel
selama semua unsur dan “mesin”nya masih memadai ia akan tetap berjalan dan
apabila terdapat kerusakan akan terjadi perbaikannya (self improvement). Oleh
karena itu sebuah system yang hidup akan selalu berubah dari waktu ke waktu,
system demikian disebut sebagai system yang dinamis (dynamic system).
Contoh sehari-hari dari system demikian selain sel tersebut adalah lingkungan
dimana manusia hidup berinteraksi dengan lingkungannya yang disebut
ekosistem.
Kembali hubungannya dengan dunia pendidikan di perguruan tinggi,
maka dunia kampus, baik di tingkat universitas, fakultas atau jurusan pada
dasarnya adalah sebuah system dinamis atau system berjalan. Dalam uraian ini
179
Metode Monitoring
Sebelum masuk lebih jauh dalam membahas monitoring dan evaluasi
(Monev) tersebut, maka ada baiknya dikemukakan dahulu beberapa hal yang
perlu diperhatikan dengan saksama:
Harus ada tenaga monitoring yang paham benar terhadap sistem yang
berjalan beserta elemen sistemnya. Jumlahnya tergantung kebutuhan namun
sebaiknya ganjil agar supaya lebih objektif terhadap pengumpulan data (3 atu 5
orang).
Sebaiknya dilakukan secara rutin berdasarkan kurun waktu tertentu agar
supaya memudahkan ploting data untuk melihat kecenderungan trend yang
sedang sedang berjalan. Adapun frekuensinya tergantung tujuan dari
monitoring tersebut dilaksanakan.
Dalam mengumpulkan data seyogyanya mengikuti kaedah-kaedah
akademik untuk mengurangi bias yang akan muncul (seperti penentuan sampel,
cara pengamatan).
180
Evaluasi
Antara monitoring dan evaluasi biasanya merupakan suatu kesatuan
yang utuh agar supaya didapatkan kesimpulan yang bermanfaat. Namun
adakalanya kedua kegiatan tersebut juga dipisahkaan agar tidak terjadi
manipulatif data yang menyebabkan kesimpulan yang salah (abs). Seorang
evaluator sebaiknya adalah mereka yang paham benar dengan model-model
analisis data serta mampu menganalsisnya secara kritis dan objetif. Ini berarti
bukan hanya menjadi “tukang” stempel atau “yes man” namun harus punya
keberanian dan kemampuan untuk membuat kesimpulan dan saran serta
ekstrapolasi terhadap data yang dianggap kurang memadai atas dasar akademik.
182
Tindakan.
Istilah lain adalah program aksi, yakni suatu perlakuan yang harusnya
dilakukan atau diintroduksikan kepada sistem berjalan setelah melalui berbagai
macam pertimbangan sehingga setelah tindakan tersebut dilakukan maka sistem
tersebut akan berjalan sesuai dengan tujuan atau bahkan lebih baik sebagai efek
percepatan. Oleh karena itu kebijakan tindakn perlu dilakukan oleh mereka
yang mempunyai legitimasi atau bertanggung jawab untuk pekerjaan tersebut.
Misal: untuk universitas adalah Rektor, fakultas Dekan, jurusan Kajur. Dengan
demikian apapun bentuk tindakan yang dilakukan seyogyanya telah melalui
proses monitoring dan evaluasi yang mendalam agar tidak terjadi
“kecerobohan” yang akan mengakibatkan rusaknya elemen sistem bahkan
sistemnya itu sendiri.
Dengan berjalannya waktu seorang pimpinan perguruan tinggi
tentunya telah dapat melakukan skenario-skenario kebijakan yang akan menjadi
keputusan dalam tindakan nantinya sehingga program-program pendidikan
dapatlaah berjalan dengan lancer. Dari table di atas kita bisaa lihat berdasarkan
analisis SWOT tentu akan terjadi empat kemungkinan yang terjadi sebagai
konsekuensi dari pertemuan keempat elemen SWOT tersebut. Kebijakan mana
yang akan diambil dan diterapkan dalam system yang berjalan hendaknya
merupakan kebijakan yang rasional dengan mendekati kondisi sesungguhnya
agar supaya tidak terjadi prediksi yang terlalu optimistis atau pesimistis yang
menyebabkan beratnya tugas pelaksanaan seorang pimpinan. Kondisi lima
tahun di depan atau sepuluh tahun ke depan (berdasar tabel) harusnya bukan
hanya keluar dalam bentuk angka-angka kondisi yang akan terjadi namun juga
dengan langkah-langkah atau kebijakan yang akan dilakukan agar supaya
progres tersebut berjalan sesuai dengan skenario yang diambil. Dengan cara
inilah bentuk atau warna dari sistem yang berjalan tersebut akan senantiasa
183
dinamik terhadap perubahan waktu dimana semua elemen dan unit-unit sistem
lainnya akan “merasa” berada di dalam rumahnya sendiri (home sweet home).
Dalam Tabel 1 dapatlah dikemukakan sebuah teladan mengenai
tindakan apa yang perlu direncanakan agar supaya skenario yang diambil dapat
berjalan.
Peningkatan Sumber Daya yang Dibutuhkan
Aktifitas yang
Direncanakan
Infestasi Relokasi Sharing
Baru dari dengan
Sumber Program
yang Ada yang Ada
Relevansi Meningkatkan ke-mampuan Ya - -
berbahasa inggris mahasiswa
Meningkatkan ke-mampuan
meng-operasikan komputer Ya - -
Pelatihan
Memproduksi buku panduan - Ya -
untuk prak-tikum, diktat, dan bu- Ya - -
ku petunjuk labora-torium
Seminar/ Workshop - Ya Ya
Demo lapang petani - Ya Ya
Pelatihan untuk masyarakat - Ya Ya
sekitar
Publikasi artikel il-miah oleh
mahasis-wa dan dosen - Ya Ya
Evaluasi 4 semester - Ya -
Evaluasi 8 semester - Ya -
Peningkatan peng-gunaan Ya -
bangunan kelas berdasarkan
peningkatan aktifitas mahasiswa
Ya -
Peningkatan aktifitas dosen dan
staf ad-ministrasi
186
Data Penulis
Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Prof. Dr.Ir. H., Lahir di
Purwakarta (Jawa Barat), 9 Januari 1948. Guru Besar di
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya-Malang. Pendidikan:
S1 Fakultas Pertanian Unibraw tamat 1975; S3 Fakultas
Pertanian UGM tamat 1984.
Pendidikan tambahan: Keahlian dalam riset di
Landbouw Hogeschool, Wageningan-Belanda, tahun 1977;
Keahlian dalam bidang bioteknologi (riset mikoriza) di UPLB,
Los Banos-Filipina, tahun 1988; Keahlian dalam bidang lingkungan di International
Centre of Environment for Transfer Technology (ICETT), Yokkaichi-Jepang, tahun 1993;
Keahlian tentang penangkaran bibit kentang di La Trobe University (Melbourne) dan
Departemen Pertanian di Perth (Australia), tahun 2003. Jabatan yang pernah dipegang:
PD III Fak. Pertanian Unibraw tahun 1980, Ketua Departemen Hama Penyakit
Tumbuhan FP tahun 1979, Rektor IPM tahun 1985, Staf Ahli Bupati Kutai Timur
Kalimantan Timur dan Rektor Sekolah Tinggi Pertanian Kutim tahun 2001; Ketua Umum
Perhimpunan Fitopatologi Indonesia tahun 1990. Data keluarga: 1. Istri: Ir.Siti Hamidah,
2. Anak: Saintpaulia Yonantha, SE, MM., Mychelia Champaca, SE Ak., Camellia
Nucivera (mhs), Renanthera Candra Nuralam (mhs), Arumdina Sadriana (siswa).
Alamat rumah: Jl. Bhima Sakti 9, Tlogomas-Malang, tilp. (0341) 582047, HP.
08123389237. e-mail irs_fp@brawijaya.id.ac