Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

TRI TUGAS PANGGILAN GEREJA

Disusun Oleh : Asyera Marbun


Brigita Karen
Hesti Era Oktavia
Novita Kristinawati
Kelas : XI
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas kemurahan-Nya
tugas makalah ini dapat penulis selesaikan dengan tepat waktu. Tugas ini penulis serahkan
kepada pembina mata pelajaran Agama Katolik,Bapak Yohanes Babtista Sutarno., sebagai salah
satu mata pelajaran tersebut. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak yang
telah berjasa mencurahkan ilmu kepada seluruh siswa.

Penulis memohon kepada bapak khususnya, umumnya para pembaca apabila menemukan
kesalahan atau kekurangan dalam tugas makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih baiknya karya tulis
yang akan datang.

purwakarta, Maret 2017

Hormat Kami

i
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………….…………………………………………………………….i

Daftar isi……………………………………………………………………………...…………...ii

BAB 1 : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………………….3

B. Rumusan Masalah……………….….…………………………………………………..3

C. Tujuan………….………………………………………………………………………..3

BAB 2 : PEMBAHASAN

A.Pengertian Gereja……………………………………………………………………...4-5

B.Tri Tugas Panggilan Gereja…………………………………………..……………….6-9

C.Tantangan Dalam Tugas Panggilan Gereja……………………………………………..9

D. Ciri Gereja Yang Melakukan Tugas Panggilannya……………………………………10

BAB 3 : KESIMPULAN………………………………………………………………………...11

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembahasan tentang tugas panggilan gereja, bukanlah pembicaraan yang baru lagi, secara
khusus dalam dunia pelayanan gereja. Ketika mendengar tugas panggilan gereja, hal pertama
yang kita pikirkan pastilah Persekutuan (Koinonia), Kesaksian (Marturia) dan Pelayanan
(Diakonia) atau yang biasa disebut dengan “ Tri Tugas Panggilan Gereja” . Meskipun tiga tugas
panggilan gereja ini sudah bukan kata atau istilah yang asing lagi dalam kehidupan pelayanan,
akan tetapi tugas panggilan gereja tersebut masih merupakan proses yang diharapkan selalu
dinamis sehingga dalam melaksanakan dan mewujudkan tugas pelayanan tersebut para pelayan
Tuhan selalu menuju pada kesempurnaan melayani Tuhan. Ketika tugas panggilan gereja ini
ditetapkan oleh Allah untuk dikerjakan oleh gereja, tentu sekali Allah pun membuat ketetapan
serta ketentuan bagi gereja dalam melaksanakan tugas panggilan tersebut. Bagaimana tiga tugas
panggilan gereja ini seharusnya dilakukan, dan seperti apa pandangan Alkitab tentang tugas
panggilan gereja ini akan dibahas dalam makalah yang penulis sajikan dibawah ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan gereja?
2. Apa saja yang menjadi tiga tugas panggilan gereja?
3. Apa saja yang menjadi tantangan bagi gereja dalam tugas panggilannya ditengah-tengah dunia?
4. Seperti apa ciri gereja yang melakukan tugasnya ditengah dunia?

C. TUJUAN
1. Memahami dengan baik pengertian gereja.
2. Memahami dengan baik tiga tugas panggilan gereja bagi dunia.
3. Memahami dengan baik tantangan gereja dalam pelayanannya.
4. Memahami dengan baik ciri-ciri gereja yang melakukan tugasnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GEREJA
Gereja sebagai rumah Tuhan memiliki beberapa defenisi, baik defenisi secara umum,
defenisi menurut perjanjian lama, maupun defenisi menurut perjanjian baru.

1. DEFENISI GEREJA
Gereja berasal dari bahasa Protugis “ igreja”, yang berasal dari bahasa Yunani “ εκκλησία
(ekklêsia)” yang berarti dipanggil keluar (“ ek=keluar” ; “ klesia dari kata kaleo=memanggil”);
kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia). Kata Inggris “ church” merupakan
terjemahan yang tepat untuk ekklêsia[1].

2. GEREJA MENURUT PERJANJIAN LAMA


Dalam Perjanjian Lama terdapat dua istilah yang menggambarkan tentang umat Tuhan
yang menunjuk kepada Gereja, yaitu qahal (kahal) yang diturunkan dari akar kata yang sudah
tidak dipakai lagi yaitu qal (kal), yang artinya “ memanggil” ; dan edhah yang berasal dari kata
ya’adh yang artinya “ memilih” atau “ menunjuk” atau “ bertemu bersama-sama di satu tempat
yang ditunjuk” . Kedua kata ini kadang-kadang dipakai tanpa dibedakan artinya. Edhah adalah
kata yang lebih sering dipakai dalam Keluaran, Imamat, Bilangan dan Yosua, tetapi tidak
dijumpai dalam kitab Ulangan, dan jarang dijumpai dalam kitab-kitab selanjutnya dalam
Perjanjian Lama. Kata qahal banyak sekali dijumpai dalam Tawarikh, Ezra dan Nehemia. Istilah
qahal biasanya diterjemahkan menjadi jemaat, sedangkan ‘edhah diterjemahkan menjadi umat
(dalam hal ini umat Allah). Septuaginta, menterjemahkan qahal ini dengan ekklesia. Qahal ini
juga digambarkan dengan kemampuan berperang sebagaimana dapat ditemukan dalam kitab
Ester 8:11, 9:2, 15, 16, 18 dan yang tak asing lagi di dalam kitab Hakim-Hakim. Masih banyak
refleksi lainnya dalam ragam penggunaan istilah ini, termasuk dalam pengertian beribadat. Hal
ini menunjukkan variabilitas keadaan jemaat-Nya.([2])([3]

3. GEREJA MENURUT PERJANJIAN BARU


Nama Gereja berasal dari kata Yunani kuriakos yang artinya “ kepunyaan Tuhan”, yang
berasal dari kata igreia (Latin), church (Inggris), kirche (Jerman), kyrke (Swedia), cerkov
(Slavia), kirk (Scot), kerk (Belanda). Di dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk
menyatakan pengertian jemaat Tuhan adalah kata yang diambil dari Septuaginta yaitu ekklesia (1
Ptr. 2:9) diawali dengan preposisi ek yang berarti “ keluar dari”, dan kata kaleo menjelaskan
mengenai “ dipanggil keluar dari komunitas tertentu”, dan kata sunagoge, dari kata sun dan ago
yang berarti “ datang atau berkumpul bersama” . Istilah ekklesia dalam Perjanjian Baru secara
umum juga menunjuk kepada Gereja, walaupun dalam beberapa bagian menunjukkan pertemuan
secara umum, Kis.19:32, 39, 41. Biasanya kata ini dipakai dalam konteks pemanggilan penduduk
Yunani, keluar dari rumah mereka berkumpul dalam suatu tempat yang sudah ditentukan.[4]
Gereja pada jaman perjanjian baru ini pada dasarnya sama dengan Gereja dari jaman
sebelumnya. Keduanya terdiri dari orang-orang percaya yang benar. Pada zaman Perjanjian
Baru, Gereja dipisahkan dari kehidupan nasional bangsa Israel dan menjadi organisasi yang tidak
terikat kepada bangsa itu. Dalam Septuaginta “ jemaat” diterjemahkan sebagai ekklesia. Suatu
istilah yang sudah umum dalam konteks Yunani yaitu sidang parlemen atau sidang rakyat, yang
biasanya diadakan di Athena pada hari-hari besar, dan dihadiri oleh para wakil rakyat dan
penduduk segenap negeri.([5])([6])

4
Deismann menganggap eklesia sebagai satu perkumpulan orang-orang yang dipanggil,
dan Tuhan sendirilah yang memanggil mereka. Oleh karena pengertian tentang Gereja
merupakan sebuah konsep dengan banyak sisi, maka wajarlah jika kata Ekklesia yang dipakai
untuk menunjuk tentang Gereja dan tidak selalu memiliki konotasi yang sama. Tuhan Yesus
yang pertama kali menggunakan kata ekklesia itu dalam Perjanjian Baru. Dan kata ini ditujukan
kepada para murid-murid-Nya yang bersama-sama dengan Dia (Matius 16:18) dan para murid-
murid ini mengenal Dia sebagai Tuhan serta menerima prinsip-prinsip Kerajaan Allah. Mereka
adallah “ ekklesia” dari Mesias, Israel yang sejati. Dalam perluasaan Gereja, kata “ ekklesia”
mendapat pemakaian yang lebih luas. Gereja-gereja lokal didirikan di mana-mana dan semua itu
disebut sebagai “ ekklesia” sebab mereka itu memanifestasikan Gereja Kristus yang universal.
Berikut ini kita melihat pemakaian yang yang paling penting dari kata ekklesia:[7]

1) Kata ekllesia paling sering menunjuk kepada arti sekumpulan orang percaya di dalam satu
tempat yang sama, yaitu gereja lokal, tanpa harus memperhatikan apakah orang percaya di situ
datang dengan maksud beribadah atau tidak.
2) Dalam beberapa hal kata ini juga bisa menunjukkan apa yang disebut sebagai “ ekklesia
domestic” yaitu gereja dalam rumah pribadi seseorang. Misalnya Rom. 16:23; 1 Kor. 16:19; Kol.
4:15; dan Fil. 2
3) Kata Ekklesia menunjukan bentuk tunggal dari sekelompok gereja, yaitu gereja Yudea, Galilea
dan Samaria (Kis. 9:31). Hal ini tidak menunjukkan bahwa gereja-gereja ini membentuk satu
oraganisasi yang disebut sekarang sebagai denominasi.
4) Kata “ ekklesia” juga berbicara tentang keseluruhan tubuh Kristus di seluruh dunia, yaitu
kesatuan dari orang-orang yang beribadah kepada Kristus dan berkumpul di bawah pimpinan
pejabat-pejabat yang dipilih. Arti kata ini menjadi latar belakang dari 1 Kor. 10:32; 11:22; 12:28,
serta dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus, yang sepertinya memiliki penekanan tentang
Gereja sebagai satu organis spiritual “ Efesus 4:11-16).
5) Kata “ ekklesia” memberikan sebuah pengertian yang menyeluruh, yang menunjukan
keseluruhan tubuh orang-orang beriman, baik dibumi maupun di Surga, yang telah atau yang
akan dipersatukan secara spiritual dengan Kristus sebagai Juru Selamat mereka. Pemakaian kata
“ ekklesia” dapat kita jumpai dalam surat-surat Paulus kepada jemaat Efesus dan Kolose, seperti:
Ef. 1:22; 3:10, 21; 5:23-25, 27, 32; Kol. 1:18,24.

5
B. TRI TUGAS PANGGILAN GEREJA
Dalam pembahasan makalah ini, adapun tiga tugas panggilan gereja yang dimaksud
adalah: Koinonia, Marturia dan Diakonia.

1. KOINONIA
Kata Yunani κοινωνια-KOINÔNIA (feminine noun) berasal dari: κοινη-KOINÊ, dari
kata dasar κοινος-KOINOS yang artinya “common/umum” (kesamaan), adjektiva.
“KOINÔNIA” dalam Septuaginta (terjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke dalam
bahasa Yunani) tidak pernah dipakai untuk hubungan antara Allah dengan manusia. Terdapat
perbedaan di dalam Perjanjian Baru, dimana telah ada perubahan, karena melalui Yesus Kristus,
manusia dapat dipersatukan kembali dengan Allah
Dalam Kristus Allah datang dan menemui manusia, Dia menebus manusia dari dosa
melalui jalan Salib, dan “KOINÔNIA” antar manusia dengan Allah telah dipulihkan. Rasul
Yohanes, murid yang dikasihi Tuhan Yesus, dia bersaksi bahwa dia telah memiliki persekutuan
dengan Sang Bapa dan Anak-Nya, Yesus Kristus. Dan dia bersama-sama para rasul lainnya
melaksanakan “amanat agung Tuhan Yesus Kristus” (Matius 28:19) dan dengan setia
memperkenalkan “Injil Kristus” (kabar baik tentang Kristus) dan ciri khas “KOINÔNIA” di
dalamnya (1 Yoh. 1:3). Dari makna di atas, kata Yunani KOINÔNIA memiliki makna
“kebersamaan memiliki atau berbagi suatu hal bersama” atau “persekutuan dengan partisipasi
intim.” Pada perkembangannya, kata ini sering digunakan dalam Perjanjian Baru untuk
menggambarkan hubungan dalam gereja Kristen mula-mula serta tindakan memecahkan roti
sebagai tanda persekutuan dengan Kristus sekaligus peringatan untuk korban Kristus selama
perjamuan Paskah (Yoh. 6:48-69, Mat. 26:26-28, 1 Kor. 10:16, 1 Kor. 11:24). Maka, istilah
KOINÔNIA digunakan di dalam Gereja Kristen dalam mewujudkan eksistensi jemaat yang
saling mengasihi. KOINÔNIA selain makna yang sudah dijelaskan di atas, KOINÔNIA dalam
Kristianitas biasa diterjemahkan dengan “persekutuan” saja, namun seringkali juga
diterjemahkan dengan “kebersatuan”, “mengambil bagian” dan “menyumbangkan sesuatu.”
KOINÔNIA di dalam jemaat Kristus mencakup hubungan yang erat (persekutuan) sebagai
berikut:[8]
1) Persekutuan dengan Kristus (1 Kor. 1:9).
2) Persekutuan dengan Roh Kudus (2 Kor. 13:13).
3) Persekutuan antara para anggota jemaat sendiri (Kis. 2:42-47).

Dengan demikian KOINÔNIA dalam Kristianitas berarti juga persekutuan jemaat Kristus
dalam persekutuan Roh Kudus. Kuasa yang nyata dari Roh Kudus yang memimpin, menolong,
menasehati, menghibur, membaharui dan mempersatukan warga jemaat.

6
2. MARTURIA
Marturia (dari bahasa Yunani: martyria) adalah salah satu istilah yang dipakai gereja
dalam melakukan aktivitas imannya, sebagai tugas panggilan gereja, yaitu dalam hal kesaksian
iman. Kesaksian iman yang dimaksud adalah pemberitaan Injil sebagai berita keselamatan bagi
manusia. Marturia biasanya disandingkan dengan tugas gereja yang lain, yaitu koinonia yang
berarti persekutuan dan diakonia atau pelayanan. Kata “marturia” sendiri sangat dekat dengan
kata “martir” (dalam bahasa Arab: “syahid”), yaitu orang-orang yang mati karena memberitakan
Injil pada zaman sesudah Yesus Kristus. Memang banyak orang Kristen perdana yang harus
mengalami penganiayaan karena kepercayaannya, dan pengorbanan ini terus berlanjut sampai
sekarang. Karenanya, istilah “marturia” dan “martir” itu banyak kali dirancukan, dan
diasosiasikan dengan para “syuhada”, yaitu orang-orang Kristen yang disiksa sampai mati karena
imannya, atau para misionaris yang dibunuh dalam menjalankan tugasnya, menyampaikan berita
Injil ke tempat-tempat yang belum pernah mendengar berita itu. Istilah “marturia” ini sekarang
lebih sering digantikan dengan kata “Evangelisme” yang berarti pengabaran Injil Kristen atau
praktek penyampaian informasi mengenai doktrin suatu kepercayaan Kristen kepada orang lain.
Istilah “evangelisme” ini tidak terkait dengan tradisi Kristen manapun, dan tidak sama dengan
istilah Evangelikalisme, suatu kata yang dipakai untuk menyebut kelompok atau gereja
“Protestan Evangelikal” atau “ Injili”.[9]

3. DIAKONIA
Secara harafiah, kata diakonia berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Diakonia
dalam bahasa Ibrani disebut syeret yang artinya melayani. Dalam terjemahan bahasa Yunani,
kata diakonia disebutkan diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos/diaken
(pelayan).[10] Istilah diakonia sebenarnya sudah terlihat sejak Perjanjian lama. Dalam Kitab
Kejadian jelas dikatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi
ada (Ex Nihilo) dan semua yang diciptakan Allah sungguh amat baik (Kej. 1:10-31).[11]
Dalam Perjanjian Baru, di samping kata-kata ini terdapat 5 kata lain untuk melayani,
masing-masing dengan nuansa dan arti tersendiri, yang dalam terjemahan-terjemahan Alkitab
kita pada umumnya diterjemahkan dengan kata melayani yaitu:[12]
1) Douleuein, yaitu melayani sebagai budak. Kata ini terutama menunjukkan arti ketergantungan
dari orang yang melayani. Orang Yunani sangat tidak menyukai kata ini. Perjanjian Baru, mula-
mula memakai kata ini dalam arti biasa sesuai dengan keadaan masyarakat pada masa itu.

Di samping itu, kata ini juga mendapat arti religius. Orang Kristen adalah budak Tuhan Allah
atau hamba Kristus Yesus (Rom. 1:1). Itu sesungguhnya merupakan suatu gelar kehormatan.
Seorang Kristen tidak melakukan keinginan dan rencananya sendiri, tetapi keinginan dan rencana
Tuhan Yesus yang telah melepaskannya dari belenggu dosa dan dengan demikian sudah
membebaskannya.
2) Leitreuein, yaitu melayani untuk uang. Kata bendanya latreia (pelayanan yang diupah) juga
dipakai dalam pemujaan dewa-dewa. Dalam terjemahan Yunani dalam PL, yaitu Septuaginta
(LXX), kata ini terdapat kurang lebih 90 kali, pada umumnya untuk melayani Tuhan Allah dan
pada khususnya untuk pelayanan persembahan . Juga dalam Perjanjian Baru, kata ini
menunjukkan pelayanan untuk Tuhan Allah atau dewa-dewa, tidak pernah untuk saling melayani
manusia. Roma 12:1 menyebutkan logike latreia (ibadah yang sejati). Melayani Tuhan dengan
tubuh, yaitu dengan diri sendiri dalam keberadaan yang sebenarnya adalah ibadah yang
sesungguhnya dalam hubungan baru antar Kristus dan manusia.

7
3) Leitourgein yaitu dalam bahasa Yunani digunakan untuk pelayanan umum bagi kesejahteraan
rakyat dan negara. Dalam LXX arti sosial politik ini terutama dipakai di lingkungan pelayanan di
kuil-kuil. Dalam Perjanjian Baru (khususnya surat Ibrani), kata ini menunjukkan kepada
pekerjaan Imam besar Yesus Kristus. Kemudian dalam Roma 15:27 dan 2 Kor. 9:12, kata ini
dipakai untuk kolekte dari orang Kristen asal kafir (suatu perbuatan diakonal) untuk orang
miskin di Yerusalem. Dari kata inilah berasal kata liturgi, yaitu suatu kata ibadah dalam
pertemuan jemaat.
4) Therapeuein yaitu menggarisbawahi kesiapan untuk melakukan pelayanan ini sebaik mungkin.
Kata ini juga di tempat lain, dipakai sebagai sinonim dari menyembuhkan.
5) Huperetein yaitu menunjukkan suatu hubungan kerja terutama relasi dengan orang untuk siapa
pekerjaan itu dilakukan. Kata ini berarti si pelaksana memperhatikan instruksi si pemberi kerja.

Dari semua kata di atas yang artinya saling berkaitan, kelompok kata diakonein
mempunyai nuansa khusus, mengenai pelayanan antarsesama yang sangat pribadi sifatnya. Kata-
kata tersebut di atas menunjukkan arti diakonal. Ada hubungan antara liturgi dan diakonia,
sementara therapeuo dalam arti perawatan orang sakit erat kaitannya dengan apa yang
dimaksudkan dengan diakonia.[13]
Secara umum, adapun model-model/bentuk-bentuk diakonia dalam gereja terbagi atas
tiga jenis, antara lain:[14]
1) Diakonia Karitatif, Diakonia karitatif mengandung pengertian perbuatan dorongan belas
kasihan yang bersifat kedermawanan atau pemberian secara sukarela. Motivasi perbuatan
karitatif pada dasarnya adalah dorongan perikemanusiaan yang bersifat naluriah semata-mata.
Pelayanan gereja terutama pada tindakan-tindakan karitatif atau amal berdasar pada Mat. 25:31-
36. Model ini merupakan model yang dilakukan secara langsung, misalnya orang lapar diberikan
makanan (roti). Diakonia ini didukung dan dipraktikkan oleh instansi gereja karena dianggap
dapat memberikan manfaat langsung yang segera dapat dilihat dan tidak ada resiko sebab
didukung oleh penguasa. Diakonia jenis ini merupakan produk dan perkembangan dari
industrialisasi di Eropa dan Amerika Utara pada abad ke-19.
2) Diakonia Reformatif atau Pembangunan, Model diakonia ini lebih menekankan pembangunan.
Pendekatan yang dilakukan adalah Community Development seperti pembangunan pusat
kesehatan, penyuluhan, bimas, usaha bersama simpan pinjam, dan lain-lain. Analogi model ini
adalah bila ada orang lapar berikan makanan (roti, ikan) dan pacul atau kail supaya ia tidak
sekedar meminta tetapi juga mengusahakan sendiri.

Pada jenis ini, diakonia tidak lagi sekedar memberikan bantuan pangan dan pakaian, tetapi mulai
memberikan perhatian pada penyelenggaraan kursus keterampilan, pemberian atau pinjaman
modal pada kelompok masyarakat.
3) Diakonia Transformatif. Dalam perspektif ini, diakonia dimengerti sebagai tindakan Gereja
melayani umat manusia secara multi-dimensional (roh, jiwa dan tubuh) dan juga multi-sektoral
(ekonomi, politik, cultural, hukum dan agama). Diakonia bukan lagi sekedar tindakan-tindakan
amal (walaupun perlu dan tetap dilakukan) yang dilakukan oleh Gereja melainkan tindakan-
tindakan transformatif yang membawa manusia dengan sistem dan struktur kehidupannya yang
menandakan datangnya Kerajaan Allah. Diakonia ini bukan hanya berarti memberi makan,
minum, pakaian dan lain-lain, tetapi bagaimana bersama masyarakat memperjuangkan hak-hak
hidup. Diakonia transformatif atau pembebasan boleh digambarkan dengan gambar mata
terbuka. Artinya, diakonia ini adalah pelayanan mencelikkan mata yang buta dan memampukan
kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri.

8
C. TANTANGAN DALAM TUGAS PANGGILAN GEREJA
Gereja dalam perjalanan pelayanannya tidaklah berjalan mulus saja. Namun, tidak dapat
dipungkiri bahwa gereja tidak terlepas dari berbagai tantangan yang diakibatkan perubahan-
perubahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Ada beberapa hal yang menjadi tantangan
dalam pelayanan gereja, antara lain:[15]
1. Tantangan materialism, suatu paham yang mengagung-agungkan materi/benda. Segala sesuatu
diukur atas dasar materi. Tak terkecuali dalam kehidupan gereja sendiri. Gereja mulai
memandang bahwa yang paling penting adalah urusan fisik gereja.
2. Tantangan pola hidup serba cepat, perkembangan dunia teknologi mengalami kemajuan yang
amat pesat. Manusia tak henti-hentinya berusaha menciptakan cara agar hidup dapat menjadi
lebih mudah. Manusia tidak lagi berpikir mengenai bagaimana caranya, tetapi bagaimana
mendapatkan sesuatu dengan cepat tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya. Mentalitas
semacam ini, baik disadari maupun tidak, telah merasuk kedalam kehidupan gereja. Segala
proses kehidupan menjadi proses yang serba cepat dan mudah, misalnya: mengenai
(kesembuhan, rezeki, pemahaman iman).
3. Tantangan munculnya berbagai aliran dalam kekristenan, tidak dapat dipungkiri kalau di jaman
akhir ini bermunculan berbagai aliran gereja dengan masing-masing muncul dengan gaya dan
ajaran yang berbeda. Fenomena semacam ini menuntut kita untuk bersikap kritis, kita tidak boleh
menerima begitu saja atau malah menutup diri.

9
D. CIRI GEREJA YANG MELAKUKAN TUGAS PANGGILANNYA
Dalam tugas panggilannya sebagai duta Allah bagi dunia, gereja yang melakukan tugas
panggilannya dengan benar, akan terlihat dari karakteristik gereja yang sehat & dinamis
berdasarkan Efesus 2:11-22 dibawah ini, yakni:[16]
1. Meyakini bahwa Kristus yang bertahta dalam gereja (Ayat 13).
2. Menjunjung tinggi Alkitab (Ayat 20), sebagai harta gereja satu-satunya serta sumber doktrin
dan etika.
3. Menerapkan prinsip hidup sebagai satu keluarga Allah (Ayat 19).
4. Berperan sebagai pembawa damai (Ayat 16-17).
5. Bertumbuh di dalam Tuhan (Ayat 21-22).
6. Menerapkan disiplin/siasat gereja atau edukatif-pastoral (Ayat 21).
7. Sebagai “Bait Allah”, tempat kediaman-Nya (Ayat 22).
8. Sebagai “Bait Allah”, instrumen misi Allah dalam dunia (2:22, 3:8).
Selain hal tersebut diatas, ada delapan karateristik kualitas pertumbuhan gereja sebagai
gereja yang bermisi bagi dunia, yakni:[17]
1. Kepemimpinan yang melakukan pemberdayaan.
2. Pelayanan yang berorientasi pada karunia.
3. Kerohanian yang haus dan penuh antusiasme.
4. Struktur pelayanan yang tepat guna.
5. Ibadah yang membangkitkan isnpirasi.
6. Kelompok kecil yang menjawab kebutuhan secara menyeluruh.
7. Penginjilan yang berorientasi pada kebutuhan
8. Hubungan yang penuh kasih

Pertumbuhan Gereja juga akan terlihat ketika:[18]


1. Gereja terbuka terhadap gereja lain.
2. Gereja melihat gereja lain sebagai sesama tubuh Kristus.
3. Gereja mau belajar apa yang menjadi kelebihan dari gereja lain
4. Gereja/Gembala tidak pernah takut kehilangan jemaatnya karena ia telah memberikan yang
terbaik kepada jemaatnya.

10
BAB III
KESIMPULAN

Demikianlah secara umum uraian tentang Tiga Tugas Panggilan Gereja di tengah-tengah
dunia. Adapun tiga tugas panggilan tersebut, yakni: Koinonia, Marturia dan Diakonia. Tiga tugas
Panggilan Gereja yang dibahas dalam makalah ini, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lainnya, karena ketiga tugas panggilan gereja tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh.
Dengan kata lain, di mana orang percaya bersaksi dan melayani, di sana pula ia harus bersekutu,
juga sebaliknya. Demikianlah secara umum mengenai Tugas Panggilan Gereja. Semoga makalah
singkat ini bermanfaat untuk memotivasi kita untuk lebih mengerti tugas Panggilan Gereja,
secara khusus tugas panggilan kita dalam melayani Tuhan Kita Yesus Kristus

Tuhan Yesus Memberkati.

11
DAFTAR PUSTAKA

Berkhof, Louis, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja (Surabaya: Momentum, 1997).

Browning, W.R.F, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010).

Choeldahono, Novembri, Gereja, Lembaga Pelayanan Kristen dan Diakonia Transformatif (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2003).

Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2006).

Lassor, W. S, Pengantar Perjanjian Lama 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001).

Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004).

Sally, Agripa, Bahan Ajar Dogmatika 5 (Batam: STT. BASOM, 2015).

Sihombing, Lotnatigor, Kultus dan Kultur (Batu, Malang: Sekolah Tinggi Theologia I-3, 1997).

http://www.sarapanpagi.org/koinonia-persekutuan-fellowship-vt6304.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Marturia

http://paksis-paksis.blogspot.com/2011/11/tantangan-gereja-dari-luar-mtr-kls-12.html
[1] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal. 118.
[2] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006).
[3] Agripa Sally, Bahan Ajar Dogmatika 5 (Batam: STT. BASOM, 2015).
[4] Lotnatigor Sihombing, Kultus dan Kultur (Batu, Malang: Sekolah Tinggi Theologia I-
3, 1997).
[5] Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja (Surabaya: Momentum, 1997).
[6] Agripa Sally, Bahan Ajar Dogmatika 5 (Batam: STT. BASOM, 2015).
[7] Ibid.
[8] http://www.sarapanpagi.org/koinonia-persekutuan-fellowship-vt6304.html
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Marturia
[10] Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal.
2.
[11] W.S. Lassor, Pengantar Perjanjian Lama 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),
hal. 122.
[12] Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal. 2.
[13] Ibid, hal. 3.
[14] Novembri Choeldahono, Gereja, Lembaga Pelayanan Kristen dan Diakonia
Transformatif (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hal. 48-53.
[15] http://paksis-paksis.blogspot.com/2011/11/tantangan-gereja-dari-luar-mtr-kls-
12.html
[16] Agripa Sally, Bahan Ajar Dogmatika 5 (Batam: STT. BASOM, 2015).
[17] Ibid.
[18] Ibid.

12

Anda mungkin juga menyukai