Anda di halaman 1dari 38

PSORIASIS

Disusun oleh:
Budiyanto, S.Ked (112009148)

Dosen Pembimbing:
Dr. Chadijah Rifai, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT
KULIT DAN KELAMIN
RSUD KOJA
5 SEPTEMBER 2011 – 8 OKTOBER 2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nyalah

maka referat ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada dosen pembimbing dr. Chadijah Rifai, Sp.KK serta teman-teman sejawat

kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dan teman-teman sejawat lain di

Rumah Sakit Umum Daerah Koja yang telah membantu dalam penyelesaian

referat ini.

Referat ini mengangkat tema tentang psoriasis. Penulis mengharapkan agar

referat ini dapat membantu pendekatan klinis dan penatalaksanaan psoriasis dari

menetapkan diagnosis sampai dengan penatalaksanaan secara holistik.

Semoga referat ini dapat berguna bagi pembaca untuk menambah

pengetahuan mengenai fraktur fasialis. Penulis menyadari bahwa referat ini jauh

dari kesempurnaan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun untuk menyempurnakan referat ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas kesediaannya untuk

membaca referat ini.

Jakarta, 11 September 2011

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………… 02

Daftar Isi ………………………………………………………………………. 03

Daftar Gambar …………………………………………………………………. 04

Daftar Tabel ……………………………………………………………………. 05

Bab I. Pendahuluan ……………………………………………………………. 06

Bab II. Pembahasan ……………………………………………………………. 07

II.1. Definisi ……………………………………………………………….. 07

II.2. Epidemiologi …………………………………………………………. 07

II.3. Etiopatogenesis ………………………………………………………. 09

II.4. Gejala Klinis …………………………………………………………. 11

II.5. Histopatologi ………………………………………………………… 21

II.6. Pemeriksaan Laboratorium …………………………………………... 22

II.7. Diagnosis …………………………………………………………….. 23

II.8. Diagnosis Banding …………………………………………………… 23

II.9. Pengobatan …………………………………………………………… 24

II.10. Edukasi Pasien ……………………………………………………… 35

II.11. Prognosis …………………………………………………………... 36

Bab III. Kesimpulan …………………………………………………………... 37

Daftar Pustaka………………………………………………………………….. 38

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tempat predileksi dari psoriasis ……………………………….. 12

Gambar 2.2. Pasien psoriasis dengan kulit cerah ……………………………. 13

Gambar 2.3. Plak kronis psoriasis …………………………………………… 13

Gambar 2.4. Plak kronis psoriasi yang menyebar ………………………….... 13

Gambar 2.5. Pasien dengan kulit gelap ………………………………………. 14

Gambar 2.6. Pasien Afrika-Amerika dengan plak keunguan yang tebal …….. 14

Gambar 2.7. Plantar kaki psoriasis …………………………………………… 14

Gambar 2.8. Psoriasis pada kuku ……………………………………………. 15

Gambar 2.9. Psoriasis arthtritis ………………………………………………. 16

Gambar 2.10. Psoriasis vulgaris ……………………………………………….. 17

Gambar 2.11. Pasien psoriasis gutata …………………………………………. 18

Gambar 2.12. Psoriasis inversa pada daerah siku ……………………………... 18

Gambar 2.13. Psoriasis pustulosa palmar ……………………………………... 19

Gambar 2.14. Psoriasis von Zumbusch ……………………………………….. 21

Gambar 2.15. Psoriasis von Zumbusch ……………………………………….. 21

4
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Prevalensi psoriasis di antara beberapa etnik ……………………… 08

5
BAB I

PENDAHULUAN

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin,

Auspitz, dan Kobner.1

Psoriasis merupakan penyakit hiperproliferatif dan inflamasi kronis pada

kulit dengan manifestasi klinis serupa pada tiap etnik. Penyakit ini berhubungan

dengan penyakit hiperproliferatif kulit derajat ringan sampai dengan berat dan

peradangan sendi. Onset penyakit dan derajat penyakit dipengaruhi oleh usia dan

genetik, dan dicetuskan oleh berbagai faktor internal dan eksternal, seperti cedera

fisik pada kulit, pengobatan sistemik, infeksi, dan stres emosional.2

Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak

menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih

mengingat bahwa perjalanannya menahun dan residif.1 Insidens psoriasis tersebar

di seluruh dunia, namun prevalensinya bervariasi pada etnik dan dareah

geografisnya. Terapi psoriasis memiliki variasi minimal pada tiap etnik.2

6
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin,

Ausplitz, dan Kobner. 1

Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa,

karena ada psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa. 1

II.2 Epidemiologi

Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak

menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih

mengingat bahwa perjalannya menahun dan residif. 1

Onset usia pada psoriasis tipe dini dengan puncak usia 22,5 tahun (pada

anak, usia onset rata-rata 8 tahun). Untuk tipe lambat, muncul pada usia 55 tahun.

Onset dini memprediksikan derajat penyakit dan penyakit yang menahun, dan

biasanya disertai riwayat psoriasis pada keluarga. Tidak terdapat perbedaan

insidens antara pria dan wanita.3

Psoriasis mempengaruhi 1,5 – 2% populasi dari negara barat. Di Amerika

Serikat, terdapat 3 sampai 5 juta orang menderita psoriasis. Kebanyakan dari

7
mereka menderita psoriasis lokal, tetapi sekitar 300.000 orang menderita psoriasis

generalisata.3

Prevalensi psoriasis lebih tinggi pada populasi Eropa Utara, secara spesifik

pada Skandinavia. Sebaliknya, psoriasis lebih jarang terjadi pada populasi dengan

kulit hitam. Secara spesifik, terdapat beberapa studi yang dipublikasi mengenai

psoriasis di penduduk asli Amerika, Amerika Selatan dan populasi Amerika Latin.

Juga tercatat sejumlah grup kecil dari populasi yang terisolasi di India, Jepang,

dan Afrika, studi besar dari prevalensi psoriasis berdasarkan perbedaan warna

kulit belum dilaporkan. Tabel 2.1 menyimpulkan data terbatas yang tersedia.2

Tabel 2.1 Prevalensi psoriasis di antara beberapa etnik

8
II.3 Etiopatogenesis

Untuk beberapa dekade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai

dengan terjadinya hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik

tambahan berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan pada plak

psoriatik dan data laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel

pada epidermis. Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan

terdapat maturasi inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Replikasi

yang cepat dari sel germinatif sangat mudah dikenali, dan terdapat pengurangan

waktu untuk transit sel melalui sel epidermis yang tebal. Abnormalitas pada

vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator inflamasi,

yaitu limfosit, polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag, terakumulasi di antara

dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur

dermis baik stadium insial maupun stadium lanjut penyakit.2

Faktor genetik berperan. Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis, risiko

psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis

risikonya mencapai 34 – 39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe:

psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II dengan awitan

lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik ialah

bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan

HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan

Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27.1

9
Faktor imunologik, juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat

diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji

antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis matang umumnya penuh

dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4

dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan lesi baru

umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD 8. Pada lesi psoriasis

terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga

berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis

diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh

sel Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3 – 4

hari, sedangkan kulit normal lamanya 27 hari.1

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebut dalam kepustakaan,

di antaranya stres psikis, infeksi fokal, trauma (fenomena kobner), endokrin,

gangguan metabolik, obat, juga alkohol dan merokok. Stres psikis merupakan

faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu

bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis

vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kasus-kasus psoriasis gutata yang sembuh

setelah diadakan tonsilektomia. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus.

Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan penyakit. Puncak insiden

psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya

membaik, sedangkan pada masa pascapartus memburuk. Gangguan metabolisme,

contohnya hipokalsemia dan dialisis telah dilaporkan sebagai faktor pencetus.

10
obat yang umumnya dapat menyebabkan residif ialah betaadrenergic blocking

agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak kortikosteroid sistemik. 1

Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini,

yaitu:4

- Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak

lengkap.

- Faktor- faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosis. Penelitian

menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan

kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat.

- Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga,

tuberkulosis paru, dermatomikosis, arthritis dan radang menahun

ginjal.

- Penyakit metabolic, seperti diabetes mellitus yang laten.

- Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.

- Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk

menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan

akan kambuh dan lebih hebat.

II.4 Gejala Klinis

Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi

eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada

scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor

terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral (Gambar 2.1).1

11
Gambar 2.1 Tempat predileksi dari psoriasis.3

Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi dengan

skuama di atasnya. Eritema sirkumsrip dan merata tetapi pada stadium

penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di

pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta

transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular, nummular atau plakat, dapat

berkonfluensi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis

gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut

oleh Streptococcus.1

Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah,

papul dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas (Gambar 2.2

sampai dengan 2.4). Lokasi plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp,

umbilikus, dan intergluteal.2

12
Gambar 2.2 Pasien psoriasis dengan kulit cerah, lesi primer adalah plak merah

dengan sisik putih perak.2

Gambar 2.3 Plak kronis psoriasis, papul merah salmon dengan batas tegas (kiri).2

Gambar 2.4 Plak kronis psoriasis yang menyebar, berwarna merah salmon berbatas tegas (kanan).2

Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun

papul dan plak berwarna keunguan denan sisik abu-abu (Gambar 2.5 dan 2.6).

Pada telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule

steril dan menebal pada waktu yang bersamaan (Gambar 2.7). Trauma eksternal,

meliputi goresan dan garukkan pada kulit menyebabkan plak psoriatik yang lama,

hal ini dikenal dengan Fenomen Kobner.2

13
Gambar 2.5 Pasien dengan kulit gelap, plak dan papul berwarna keunguan dan sisik berwarna abu-

abu (kiri).2 Gambar 2.6 Pasien Afrika-Amerika dengan plak keunguan yang tebal, dan sisik abu-

abu pada dorsal jari (kanan).2

Gambar 2.7 Plantar kaki pasien psoriasis, menebal dengan bermacam-macak sisik.2

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner

(isomorfik). Kedua yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang

terakhir tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada

penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis.1

14
Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang berubah warnanya menjadi

putih pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks

bias. Cara menggores dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz

tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis.

Cara mengerjakannya demikian: skuama yang berlapis-lapis itu dikerok, misalnya

dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus

dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang

berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita

psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan

psoriasis dan disebut fenomen kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.1

Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira

50% , yang agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-

lekukan miliar. Kelainan yang tak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian

distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk di bawahnya (hyperkeratosis

subungual), dan onikolisis.1

Gambar 2.8 Psoriasis pada kuku.3

15
Di samping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat

pula menyebabkan kelainan pada sendi. Penyakit ini umumnya bersifat

poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal, terbanyak

terdapat pada usia 30 – 50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan

lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.1

Psoriasis arthritis diklasifikasikan menjadi 5 subgrup: (1) asimetris

oligoartrikular arthritis, ditemukan pada 70% pasien dengan arthritis dan ditandai

dengan sausage-shaped digits, (2) keterlibatan sendi metakarpofalangeal simetris,

(3) keterlibatan sendi interfalang distal, dengan deformitas swan neck, (4) arthritis

mutilans, ditandai dengan resorpsi tulang, dan (5) spondilitis atau

spondiloarhtropati. Usia puncak seiktar 40 tahun, dan sering kali onset bersifat

akut.2

Gambar 2.9 Psoriasis Arthritis, stadium akhir yang mengarah kepada arthritis mutilans. 3

Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:1

16
1. Psoriasis Vulgaris

Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut

vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya

berbentuk plak.1

Gambar 2.10 Psoriasis vulgaris, lesi primer berbatas tegas, papul merah salon dengan sisik perak. 3

2. Psoriasis Gutata

Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya

mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di

saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada

anak dan dewasa muda. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi

yang lain baik bakterial maupun viral.1 Pada pasien dengan kulit yang

gelap, lesi predominan ungu dan abu-abu (gambar 2.11).2

17
Gambar 2.11 Pasien psoriasis gutata, lesi predominan ungu dan abu-abu.2

3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)

Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah

fleksor sesuai dengan namanya.1

Gambar 2.12 Psoriasis inversa pada daerah siku.3

4. Psoriasis Eksudativa

Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis

kering, tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis

akut.1

18
5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis)

Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan

antara psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering

menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat

yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.1

6. Psoriasis Pustulosa

Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama

dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian

psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata, dan

generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-

plantar (Barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis

pustulosa generalisata akut (Von Zumbusch).1

Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif,

mengenai telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan

kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas

ulit yang eritematosa, disertai rasa gatal (gambar 2.13).1

Gambar 2.13 Psoriasis pustulosa palmar.3

19
Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch) dapat

ditimbulkan oleh berbagai faktor provokatif, misalnya obat yang

tersering karena penghentian kortikosteroid sistemik. Obat lain

contohnya, penisilin dan derivatnya, serta antibiotik betalaktam yang

lain, hidroklorokuin, kalium iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide,

kodein, fenilbutason, dan salisilat. Faktor lain selain obat ialah

hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi

bakterial dan virus. Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang

sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat pula muncul pada

penderita yang belum pernah menderita psoriasis.1

Gejala awalnya ialah kulit nyeri, hiperalgesia disertia gejala

umum berupa demam,malese, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang

telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak

edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa

jam timbul banyak pustul miliar pada plak-plak tersebut. Dalam sehari

pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus berukuran

beberapa cm.1 Pustul besar spongioform terjadi akibat migrasi

neutrofil ke atas stratum malphigi, di mana neutrofil ini beragregasi di

antara keratinosit yang menipis dan berdegenerasi. 3 Kelainan-kelainan

semacam itu akan terus menerus dan dapat menjadi eritroderma.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, kultur pus dari

pustul steril.1

20
Gambar 2.14 Psoriasis von Zumbusch, pustul multipel pada kulit yang eritematosa (kiri). 3

Gambar 2.15 Psoriasis von Zumbusch (kanan).3

7. Eritroderma Psoriatik

Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan

topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas.

Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena

terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis

masih tampak samar-samar, yakni eritematosa dan kulitnya lebih

meninggi.1 Manifestasi klinis tipe ini, difus, eritema generalis dan sisik

yang meluas. Kulit merasa hangat dan aliran darah kutaneus

meningkat.2

II.5 Histopatologi

Psoriasis memberi gambaran histopatologik yang khas, yakni parakeratosis

dan akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut

21
pula abses Munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di

subepidermis.1

Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan

keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal.

Di dalam sel-sel tanduk ini masih ditemukan inti sel (parakeratosis). Di dalam

stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang berisikan sel

radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses Munro. Pada puncak

papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan

sel radang limfosit dan monosit.4

II.6 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan bidang dermatopatologi, serologi dan

kultur. Pada pemeriksaan dermatopatologi dapat ditemukan penebalan lapisan

epidermis (akantosis), dan penipisan epidermis pada bagian pemanjangan papila

dermal, peningkatan mitosis sel keratinosit, fibroblast dan endothelial, parakerotik

hyperkeratosis, serta inflamasi sel dermis (limfosit dan monosit) dan epidermis

(limfosit dan polimorfonuklear), membentuk mikroabses Munro pada stratum

korneum.3

Pemeriksaan serologi dapat ditemukan titer antistreptolisin pada psoriasis

gutata akut dengan infeksi streptokokus yang mendahuluinya. Onset mendadak

dari psoriasis dapat berhubungan dengan infeksi HIV. Penentuan status serologi

HIV hanya diindikasikan pada pasien dengan risiko tinggi. Asam urat serum

meningkat pada 50% pasien, biasanya berkolerasi denan penyebaran penyakit

22
yang dapat menyebabkan artritis gout. Penurunan kadar asam urat menunjukkan

efektivitas terapi. Pemeriksaan kultur diambil dari tenggorokan untuk mengetahui

infeksi Streptococcus group A-β hemolitikus.3

II.7 Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis berupa papul dan plak

eritematosa khas dengan skuama tebal berwarna perak pada tempat-tempat yang

klasik. Pada kasus psoriasis gutatadapat ditemukan riwayat infeksi tenggorokan

karena streptokokus; riwayat psoriasis pada keluarga juga membantu, khususnya

bila lesi awal yang ditemukan. Cari lekukan kuku sebagai temuan tambahan.

Kadang-kadang diperlukan biopsi untuk membedakan penyakit ini dari penyakit

papuloskuamosa lainnya. Ambil spesimen biopsi dari lesi yang belum diobati dan

yang paling berkembang.4

II.8 Diagnosis Banding

Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sukar membuat diagnosis. Kalau

tidak khas, maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong

dermatosis eritroskuamosa.1

Pada diagnosis banding hendaknya selalu diingat, bahwa psoriasis terdapat

tanda-tanda yang khas, yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis,

fenomena tetesan lilin, dan fenomena Auspitz.1

23
Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan, bahwa eritema dapat terjadi

hanya di pinggir hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya ialah keluhan

pada dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.1

Sifilis stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis

psoriasiformis. Penyakit tersebut sekarang jarang terdapat, perbedaannya pada

sifilis terdapat sanggama tersangka, pembesaran kelenjar getah bening

menyeluruh, dan tes serologic untuk sifilis (T.S.S) positif.1

Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena skuamanya

berminyak dan kekuningan dan bertempat predileksi pada tempat yang seboroik.1

Psoriasis gutata akut didiagnosis banding dengan erupsi obat

makulopapular, sifilis sekunder dan pityriasis rosea. Plak dengan sisik kecil

didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, likenplanus kronis simpleks,

tinea korporis, dan mikosis fungoides. Psoriasis dengan plak luas didiagnosis

banding dengan tinea korporis dan mikosis fungoides. Psoriasis pada daerah skalp

didiagnosis banding dengan tinea kapitis dan dermatitis seboroik. Psoriasis

inverse didiagnosis banding dengan tinea, kandidiasis, intertrigo, penyakit Paget

ekstramamme. Psoriasis pada kuku didiagnosis banding dengan onikomikosis.3

II.9 Pengobatan

Dalam kepustakaan terdapat banyak cara pengobatan. Pada pengobatan

psoriasis gutata yang biasanya disebabkan oleh infeksi di tempat lain, setelah

infeksi tersebut diobati umumnya psoriasis akan sembuh sendiri.1

24
II.9.1 Topikal

II.9.1.1 Preparat Ter

Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya

adalah anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang

berasal dari:1

- Fosil, misalnya iktiol.

- Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.

- Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens

Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis,

yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara

lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan

iritasi juga besar1

Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal

dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu

dan pada psoriasis yang menahun kemungkinan timbulnya iritasi kecil.

Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter dari

batu bara dikuatirkan akan terjadi iritasi dan menjadi eritroderma.1

Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita karena berbau

kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis

detergens tidak demikian.1

Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%, dimulai dengan konsentrasi

rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka

25
daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan

konsentrasi 3 – 5 %. Sebagai vehikulum harus digunakan salap.1

II.9.1.2 Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum

bergantung pada lokasinya. 1

Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di tempat lain

digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi

sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat memberik efek samping di

antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan berupa strie atrofikans. Pada

batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap dengan potensi kuat atau sangat

kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan

frekuensinya dikurangi. 1

II.9.1.3 Ditranol (Antralin)

Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan

pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta, salep,

atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk mencegah

iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.1

II.9.1.4 Calcipotriol

Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim

50 mg/g. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik

26
daripada salep betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 – 20% berupa

iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan skuamasi.

Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.1

II.9.1.5 Tazaroten

Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat

proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat

petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam

bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan

dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan

dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar,

dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.1

II.9.1.6 Emolien

Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh

(selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan

bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat

meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai

efek antipsoriasis.1

II.9.1.7 Fototerapi

Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis,

sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah

27
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan

akan memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, di

antaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan

secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen,

metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang

dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. 1

Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata,

pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan

salep likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum

disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J menurut tipe kulit,

kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari

dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan ialah

pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and Severity Index). Hasil baik

dicapai pada 73,3% kasus terutama tipe plak. 1

Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek

yang sinergik. Mula-mula 10 – 20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian

dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x

seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 – 4 minggu, setelah

itu dilakukan terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk

mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan

psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaan yang lama

kemungkinan akan terjadi kanker kulit. 1

28
Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter

berasal dari batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi

mengenai ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan ialah crude coal tar

yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4 – 6 minggu, penyembuhan terjadi

setelah 3 minggu. Ternyata bahwa UVB lebih efektif daripada UVA. 1

II.9.2 Sistemik

II.9.2.1 Kortikosteroid

Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis. Dimulai dengan prednison

dosis rendah 30-60 mg, atau steroid lain dengan dosis ekivalen. Setelah membaik,

dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan.

Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat

terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata. 1

II.9.2.2 Sitostatik

Obat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX).

Indikasinya ialah untuk psoriasis, Psoriasis Pustulosa, Psoriasis Artritis dengan

lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar terkontrol dengan obat standar. 1

Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase,

sehingga menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan

hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek

hambatan sintesis.5

29
Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik,

kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberculosis, ulkus peptikum, colitis

ulserosa, dan psikosis). 1

Cara penggunaan metotreksat ialah demikian. Mula-mula diberikan tes

dosis inisial 5 mg per os untuk mengetahui, apakah ada gejala sensitivitas atau

gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak dikehendaki diberikan dosis 3 x

2,5 mg, dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. jika

tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5 mg – 5 mg per minggu. Biasanya

dengan dosis 3 x 5 mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara lain ialah

diberikan i.m. 7,5 mg – 2,5 mg dosis tunggal setiap minggu. Cara tersebut lebih

banyak menimbulkan efek samping daripada cara pertama. Jika penyakitnya telah

terkontrol dosis diturunkan dan masa interval diperpanjang kemudian dihentikan

dan kembali ke terapi topikal. 1

Setiap 2 minggu diperiksa Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, jumlah

trombosit dan urin lengkap. Setiap ½ bulan diperiksa fungsi ginjal dan hati. Bila

jumlah leukosit kurang dari 3500, metotreksat agar dihentikan. Jika fungsi hepar

normal, biopsi hepar dilakukan setiap dosis total mencapai 1,5 g. kalau fungsi

hepar abnormal, biopsi dikerjakan setiap dosis total mencapai 1 g. 1

Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoietik,

kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis

ulserosa, dan psikosis. Efek samping metotreksat berupa nyeri kepala, alopesia,

kerusakan kromosom, aktivasi tuberkulosis, nefrotoksik, juga terhadap saluran

cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien. Pada saluran cerna berupa

30
nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare. Jika hebat dapat terjadi

enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Sumsum tulang berakibat timbulnya

leukopenia, trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi

fibrosis portal dan sirosis hepatik. 1

Pada psoriasis arthritis, penggunaan obat ini harus digunakan secara dini

untuk mencegah kerusakan tulang. Metotreksat satu kali dalam seminggu dapat

digunakan sebagai lini pertama, infliximab atau etanercept juga memiliki

efektivitas tinggi. 3

II.9.2.3 DDS

DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan Psoriasis

Pustulosa tipe Barber dengan dosis 2×100 mg/hari. Efek sampingnya ialah anemia

hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis.1

II.9.2.4 Etretinat (tegison, tigason)

Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi

psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek

sampingnya. Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan dapat pula digunakan

untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi

sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. 1

Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika

belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari. 1

31
Efek sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada

mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri

tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar,

hiperostosis, dan teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun

setelah obat dihentikan. 1

Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang utama.

Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu

paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari

100 hari. 1

II.9.2.5 Siklosporin

Siklosporin berikatan dengan siklofilin selanjutnya menghambat

kalsineurin. Kalsineurin adalah enzim fosfatase dependent kalsium dan memgang

peranan kunci dalam defosforilasi protein regulator di sitosol, yaitu NFATc

(Nuclear Factor of Activated T Cell). Setelah mengalami defosforilasi, NFATc ini

mengalami translokasi ke dalam nukleus untuk mengaktifkan gen yang

bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2. Siklosporin juga

mengurangi produksi IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi TGF-β yang

merupakan penghambat kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya ekspresi

TGF-β diduga memegang peranan penting pada efek imunosupresan siklosporin.5

Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari. Bersifat

nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya

setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. 1

32
II.9.2.6 Antibodimonoklonal dan Protein Fusi

Beberapa protein, ditargetkan secara spesifik pada reseptor yang

berhubungan pada sel T atau sitokin, sudah dibuktikan dan sedang dikembangkan.

Terapi ini harus dikerjakan oleh spesialis dermatologi yang familiar dengan dosis,

interaksi obat dan efek samping jangka pendek maupun jangka panjang.3

Alefacept adalah protein fusi antigen berhubungan dengan human

lymphocyte function (LFA)-3-IgG1 yang mencegah interaksi LFA 3 dan CD2.

CD2 mengatur memori efektor sel T (CD45Ro), yang menjelaskan deplesi sel

oleh Alefacept. Obat ini diberikan intramuscular satu kali dalam seminggu, tatapi

lebih dari sepertiga pasien tidak memberikan respons dengan alasan yang tidak

diketahui. Pemeberian secara berulang dapat meningkatkan respons dan dapat

memungkinkan remisi jangka panjang.3

Efalizumab adalah antibodi monoclonal humanized anti CD1 yang

menghambat interaksi LFI-1 dengan molekul adhesi intrasel ligan. Obat ini

diberikan sukutan satu kali dalam seminggu dan memiliki efektivitas tinggi, tetapi

beberapa pasien menunjukkan eksaserbasi dari penyakit.3

Antagonis Tumor necrosis factor (TNF) α yang efektif terhadap

psoriasis adalah infliximab, adalimumab, dan etanercept. Infliximab adalah

antibodi monoclonal dengan spesifitas, afinitas, dan aviditas tinggi untuk TNF α.

Obat ini diberikan secara infus intravena pada minggu 0, 2 dan 6 dan memiliki

efektivitas tinggi pada psoriasis (meskipun untuk saat ini hanya FDA yang

mengizinkan untuk arthritis psoriasis). Adalimumab juga sangat efektif.

33
Adalimumab merupakan antibodi monoclonal rekombinan manusia (human

recombinant monoclonal antibody) yang memiliki target spesifik pada TNF α.

Obat ini diberikan secara subkutan setiap minggu dan memiliki efektivitas serupa

dengan infliximab. Etanercept merupakan human recombinant, melarutkan

reseptor TNF α yang mengikat TNF α dan menetralkan aktivitasnya. Oat ini

diberikan secara sukutan dua kali seminggu dan kurang efektif dibandingkan

infliximab dan adalimumab tetapi sangat efektif pada arthritis psoriasis.3

II.9.2.7 Levadopa

Levadopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Di antara

penderita Parkinson yang sekaligus juga menderita psoriasis ada yang membaik

psoriasisnya dengan pengobatan levadopa. Menurut uji coba yang dilakukan, obat

ini berhasil menyembuhkan kira-kira sejumlah 40% kasus psoriasis. Dosisnya

antara 2 x 250 mg – 3 x 500 mg. Efek sampingya berupa mual, muntah, anoreksia,

hipotensi, gangguan psikis dan gangguan pada jantung. 1

II.9.2.8 Obat Tradisional Cina

Beberapa obat tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine, TCM)

menunjukkan efektivitas pada penatalaksanaan psoriasis melalui efek antii-

inflamasi dan imunosupresi, termasuk indirubin, Tripterygium wilfordii, dan

Tripterygium hypoglaucum. Efek samping meliputi gangguan saluran cerna,

mielosupresi, dan peningkatan enzim hati.2

34
Obat tradisional Cina biasanya melibatkan beberapa tanaman secara

simultan, tetapi hanya terdapat beberapa studi mengenai agen multipel TCM pada

penatalaksanaan psoriasis. Pada studi terhadap 801 pasien dengan pasien

psoriasis, ditemukan 50 – 85% memiliki respons dengan lima tanaman (Rhizoma

sparganii, Rhizoma zedoridae, Herba serisae, Resina boswelliae, dan Myrrhha).2

II.10 Edukasi Pasien

Edukasi pada pasien yang dapat diberikan antara lain:6

- Jelaskan bahwa tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan

penyakit bukan untuk menyembuhkan.

- Beritahu pasien tentang peran stress dalam menyababkan psoriasis.

Bicarakan masalah gaya hidup (seperti olah raga, menghindari alkohol

yang berlebihan) dan pengenalan stress.

- Jelaskan bahwa penambahan secara bertahap dan berhati-hati paparan

sinar matahari dapat membantu mengendalikan penyakit, tetapi

tekankan untuk menghindari sengatan sinar matahari. Gunakan tabir

surya pada daerah-daerah yang tidak terkena penyakit tetapi terpapar

sinar matahari (misalnya wajah).

- Ajari pasien untuk menghentikan obat-obat topikal bila daerah yang

terkena telah sembuh dan alihkan ke obat berpotensi terendah yang

masih dapat mengendalikan timbulnya lesi baru.

35
II.11 Prognosis

Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi psoriasis bersifat

kronis dan residif. 1

Psoriasis gutata akut timbul cepat. Terkadang tipe ini menghilang secara

spontan dalam beberapa minggu tanpa terapi. Seringkali, psoriasis tipe ini

berkembang menjadi psoriasis plak kronis. Penyakit ini bersifat stabil, dan dapat

remisi setelah beberapa bulan atau tahun, dan dapat saja rekurens sewaktu-waktu

seumur hidup. 3

Pada psoriasis tipe pustular, dapat bertahan beberapa tahun dan ditandai

dengan remisi dan eksaserbasi yang tidak dapat dijelaskan. Psoriasis vulgaris juga

dapat berkembang menjadi psoriasis tipe ini. Pasien denan psoriasis pustulosa

generalisata sering dibawa ke dalam ruang gawat darurat dan harus dianggap

sebagai bakteremia sebelum terbukti kultur darah menunjukkan negatif. Relaps

dan remisi dapat terjadi dalam periode bertahun-tahun. 3

36
BAB III

KESIMPULAN

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan.1 Faktor predisposisi yang dapat

menimbulkan psoriasis adalah faktor herediter, faktor psikis, infeksi fokal,

penyakit metabolik, gangguan pencernaan, dan faktor cuaca.4 Psoriasis dapat

digolongkan berdasarkan bentuk kliniknya menjadi psoriasis vulgaris, psoriasis

gutata, psoriasis inversa, psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik, psoriasis

pustulosa, dan eritroderma psoriatik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan disertai

fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.1 Pemeriksaan meliputi pemeriksaan

bidang dermatopatologi, serologi dan kultur.3 Pemberian terapi dapat berupa

topikal, oral, maupun fototerapi. Meskipun psoriasis tidak menyebabkan

kematian, namun bersifat kronis dan residif.1

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Djuanda A., Hamzah M.,


Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;2007.h.189-95.
2. Geng A., McBean J., Zeikus P.S., et al. Psoriasis. Dalam Kelly A.P.,
Taylor S.C., Editors. Dermatology for skin of color. New York:Mc Graw
Hill;2009.h.139-146.
3. Wolff K., Johnson R.A. Psoriasis. Dalam Wolff K., Johnson R.A.
Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical dermatology. Edisi
keenam. New York:Mc Graw Hill;2009.h.53-71.
4. Siregar R.S. Psoriasis. Dalam Harahap M. Ilmu penyakit kulit.
Jakarta:Hipokrates;2000.h.116,9.
5. Nafrialdi, Gan S. Antikanker. Dalam Gan S., Setiabudy R., Nafrialdi,
Editors. Farmakologi dan terapi. Edisi kelima. Jakarta:Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2007.h.761,4.
6. Goldenstein B., Goldenstein A. Psoriasis. Dalam Goldenstein B.,
Goldenstein A., Melfiawaty., Pendit B.U., Editors. Dermatologi Praktis.
Jakarta:Hipokrates;2001.h.187.

38

Anda mungkin juga menyukai