Anda di halaman 1dari 4

Share

AL-HIKAM

Hakikat Doa bagi Para Wali Allah menurut Ibnu Athaillah

(via patheos.com)

Hafiz, NU Online | Senin, 25 Desember 2017 20:05

Ketika menghadapi suatu masalah atau memiliki hajat tertentu, kita melakukan ikhtiar-ikhtiar manusiawi
termasuk salah satunya adalah berdoa kepada Allah SWT. Celakanya kita menganggap ikhtiar atau doa
kita itu sebagai sebab atas pemenuhan hajat atau keberhasilan kita dalam melewati masalah tersebut.

Hal ini tentunya merupakan sebuah kekeliruan cara pandang kita terhadap ikhtiar manusiawi termasuk
doa dalam kaitannya dengan pertolongan Allah di mana hubungan doa dan pertolongan Allah merupakan
relasi sebab akibat atau kausalitas. Kekeliruan cara pandangan ini kiranya perlu diluruskan sebagai
disinggung oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam hikmah berikut ini:

‫ً ﺑﺤﻘﻮق اﻟﺮﺑﻮﺑﯿﺔ‬
‫وﻟﯿﻜﻦ ﻃﻠﺒﻚ ﻹﻇﻬﺎر اﻟﻌﺒﻮدﻳﺔ وﻗﯿﺎﻣﺎ‬. ‫ً إﻟﻰ اﻟﻌﻄﺎء ﻣﻨﻪ ﻓﯿﻘﻞ ﻓﻬﻤﻚ ﻋﻨﻪ‬
‫ﻻ ﻳﻜﻦ ﻃﻠﺒﻚ ﺗﺴﺒﺒﺎ‬

Artinya, “Jangan maknai permintaanmu sebagai sebab atas pemberian Allah yang itu menunjukkan
kekurangpengertianmu terhadap-Nya. Hendaklah sadari bahwa permintaanmu adalah pernyataan
kehambaan dan pemenuhan atas hak-hak ketuhanan.”

Menurut Syekh Ibnu Athaillah, kausalitas doa dan pemberian Allah lazimnya dipahami oleh mereka yang
makrifatullahnya belum sempurna sehingga Allah dipahami secara mekanis, bahwa doa merupakan
sebab atas pemberian-Nya. Hal ini berbeda dengan ahli makrifat yang memandang doa sebagai
manifestasi dari kehambaan mereka dan pemenuhan atas hak-hak ketuhanan.

Hikmah Syekh Ibnu Athaillah ini diulas lebih lanjut oleh Syekh Syarqawi. Menurutnya, segala bentuk
ibadah dan amal saleh termasuk doa yang dapat dipahami sebagai bentuk tawajuh seorang hamba
kepada Allah jangan diniatkan sebagai sebab atas anugerah-Nya. Niatkan itu semua sebagai bentuk
pengabdian manusia kepada Allah SWT. Penjelasan Syekh Syarqawi dapat disimak dalam redaksi
sebagai berikut:

‫ً إﻟﻰ اﻟﻌﻄﺎء ﻣﻨﻪ( أى ﻻ ﺗﻘﺼﺪ ﺑﻄﻠﺒﻚ أى ﺗﻮﺟﻬﻚ ﻟﻪ ﺑﺎﻟﺪﻋﺎء واﻷﻋﻤﺎل اﻟﺼﺎﻟﺤﺔ ﺣﺼﻮل اﻟﻨﻮال ﻣﻨﻪ وﺗﻌﺘﻘﺪ أﻧﻪ‬ ‫ﻻ ﻳﻜﻦ ﻃﻠﺒﻚ ﺗﺴﺒﺒﺎ‬
‫ﺳﺒﺐ ﻣﺆﺛﺮ ﻓﻲ ذﻟﻚ )ﻓﯿﻘﻞ ﻓﻬﻤﻚ ﻋﻨﻪ( أى ﻋﻦ ا أى ﻓﻼ ﺗﻔﻬﻢ اﻟﺴﺮ واﻟﺤﻜﻤﺔ ﻓﻲ أﻣﺮ ا ﻋﺒﺎده ﺑﺎﻟﻄﻠﺐ وھﻮ ﻣﺎ ذﻛﺮه ﺑﻘﻮﻟﻪ‬
‫ً ﺑﺤﻘﻮق اﻟﺮﺑﻮﺑﯿﺔ( ﻓﺈن‬‫)وﻟﯿﻜﻦ ﻃﻠﺒﻚ ﻹﻇﻬﺎر اﻟﻌﺒﻮدﻳﺔ( أى ﻹﻇﻬﺎر ﻛﻮﻧﻚ ﻋﺒﺪا ذﻟﯿﻼ ﺿﻌﯿﻔﺎ ﻻ ﻏﻨﻰ ﻟﻚ ﻋﻦ ﺳﯿﺪك )وﻗﯿﺎﻣﺎ‬
‫ ﻳﻌﻨﻰ أن ا ﻟﻢ ﻳﺄﻣﺮ ﻋﺒﺎده ﺑﺎﻟﻄﻠﺐ ﻣﻨﻪ إﻻ ﻟﯿﻈﻬﺮ اﻓﺘﻘﺎرھﻢ إﻟﯿﻪ وﺗﺬﻟﻠﻬﻢ ﺑﯿﻦ‬،‫اﻟﺮﺑﻮﺑﯿﺔ ﺗﻘﺘﻀﻰ اﻟﺘﺬﻟﻞ واﻟﺨﻀﻮع ﻣﻦ اﻟﻤﺮﺑﻮب‬
‫ ھﺬا ھﻮ ﻓﻬﻢ اﻟﻌﺎرﻓﯿﻦ ﻋﻦ ا وﻣﻦ ھﺬا ﺣﺎﻟﻪ ﻻ ﻳﻨﻘﻄﻊ ﺳﺆاﻟﻪ‬.‫ﻳﺪﻳﻪ ﻻ ﻷن ﻳﺘﺴﺒﺒﻮا ﺑﻪ إﻟﻰ ﺣﺼﻮل ﻣﺎ ﻃﻠﺒﻮه وﻧﯿﻞ ﻣﺎ رﻏﺒﻮا ﻓﯿﻪ‬
‫وﻻ رﻏﺒﺘﻪ وإن أﻋﻄﺎه ﻛﻞ ﻣﻄﻠﺐ وأﻧﺎﻟﻪ ﻛﻞ ﺳﺆل وﻣﺄرب وﻻ ﻳﻔﺮق ﺑﯿﻦ اﻟﻌﻄﺎء واﻟﻤﻨﻊ ﻓﯿﻜﻮن ﻋﺒﺪ ا ﻓﻲ اﻷﺣﻮال ﻛﻠﻬﺎ ﻛﻤﺎ أﻧﻪ‬
‫رﺑﻪ ﻓﻲ اﻷﺣﻮال ﻛﻠﻬﺎ وﻗﺒﯿﺢ ﺑﺎﻟﻌﺒﺪ أن ﻳﺼﺮف وﺟﻬﻪ ﻋﻦ ﺑﺎب ﻣﻮﻻه‬

Artinya, “(Jangan maknai permintaanmu sebagai sebab atas pemberian Allah), jangan niatkan
permintaan dan tawajuhmu kepada-Nya melalui doa atau amal saleh untuk mendapat anugerah-Nya dan
meyakininya sebagai sebab yang berpengaruh atas itu, (yang itu menunjukkan kekurangpengertianmu
terhadap-Nya) terhadap Allah, yang itu menunjukkan kau tidak memahami rahasia dan hikmah perintah
Allah untuk berdoa. Rahasia dan hikmahnya itu disebutkan Syekh Ibnu Athaillah sebagai berikut,
(Hendaklah sadari bahwa permintaanmu adalah pernyataan kehambaan), yaitu untuk menyatakan dirimu
sebagai hamba, hina, dhaif yang tidak bisa cukup daripada-Nya (dan pemenuhan atas hak-hak
ketuhanan). Sifat ketuhanan menuntut kerendahan dan ketundukan para hamba. Allah tidak
memerintahkan hamba-Nya berdoa kecuali untuk menyatakan kefakiran mereka terhadap-Nya dan
kerendahan mereka di hadapan-Nya, bukan untuk mereka jadikan sebab demi mendapat permohonan
dan meraih keinginan mereka. Inilah pemahaman ahli makrifat terhadap Allah. Dari sini permintaan dan
permohonan mereka kemudian tak pernah putus sekalipun Allah telah mengabulkan permohonan dan
memberikan permintaan serta hajat mereka. Mereka tidak membedakan pemberian dan penahanan Allah
sehingga mereka tetap menjadi hamba Allah dalam keadaan apapun sebagaimana Allah adalah tuhan
mereka dalam kondisi apapun. Adalah sebuah keburukan seorang hamba yang memalingkan wajah dari
pintu Tuhannya,” (Lihat Syekh Sarqawi, Syarhul Hikam, Indonesia, Al-Haramain, tanpa catatan tahun, juz II,
halaman 9).

Mengapa hubungan kausalitas doa dan anugerah Allah sebagai kekeliruan yang mengandung bahaya?
Anggapan keduanya sebagai hubungan kausalitas itu berbuntut panjang. Ada konsekuensi logis dari
cara pandang kausalitas tersebut. Syekh Ahmad Zarruq mengulas masalah ini lebih jauh. Menurutnya,
hubungan kausalitas itu dapat mempengaruhi rasa syukur dan ridha kita terhadap Allah. Celakanya kalau
kita terjebak dan masuk ke dalam kelompok orang-orang yang kufur nikmat dan tidak ridha atas putusan-
Nya sebagai penjelasan Syekh Ahmad Zarruq berikut ini:

‫ ﻷن اﻟﻔﺮح‬،‫ووﺟﻪ اﻧﺘﻔﺎء اﻟﻔﻬﻢ ﺑﺎﻋﺘﻘﺎد اﻟﺴﺒﺒﯿﺔ أﻧﻪ إن أﻋﻄﻰ ﻟﻢ ﻳﺸﻜﺮ وإن ﺷﻜﺮ ﻛﺎن ﺷﻜﺮه ﺿﻌﯿﻔﺎ ﻟﻤﻼﺣﻈﺘﻪ ﺳﺒﺒﺎ ﻓﻲ اﻟﺘﺤﺼﯿﻞ‬
‫ وإن رﺿﻲ ﻓﻼ ﻣﻦ ﺣﯿﺚ رؤﻳﺔ اﺧﺘﯿﺎر اﻟﺤﻖ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﻞ‬،‫ وإن ﻣﻨﻊ ﻟﻢ ﻳﺮض‬،‫ﺑﺎﻟﻤﻨﺔ دون اﺳﺘﺸﻌﺎر ﺳﺒﺐ أﻗﻮى ﻣﻨﻪ ﻣﻊ اﺳﺘﺸﻌﺎره‬
‫ً ﺑﺤﻘﻮق اﻟﺮﺑﻮﺑﯿﺔ‬
‫ واﻟﻤﻄﻠﻮب ﻓﻲ ذﻟﻚ ﻣﺎ ذﻛﺮه ﺑﺄن ﻗﺎل وﻟﯿﻜﻦ ﻃﻠﺒﻚ ﻹﻇﻬﺎر اﻟﻌﺒﻮدﻳﺔ وﻗﯿﺎﻣﺎ‬.‫ﻣﻦ ﺣﯿﺚ رؤﻳﺔ ﺗﻘﺼﯿﺮه وھﻮ ﻧﻘﺺ‬

Artinya, “Letak ketidakpahaman terhadap-Nya karena logika kausalitas adalah bahwa jika diberi, mereka
tidak bersyukur. Kalau pun bersyukur, rasa syukurnya kendur karena mereka memperhatikan sebab atas
pemenuhan hajat mereka karena manusia biasanya lebih bahagia atas pemberian Allah tanpa memakai
sebab dibanding sebuah pemberian-Nya dengan memakai sebab tertentu. Kalau tidak diberi, mereka
tidak ridha. Kalau pun ridha karena tidak diberi, mereka tidak melihat pilihan Allah, tetapi melihat
kelalaian diri mereka sebagai hamba Allah. Pandangan mereka seperti ini tidak sempurna. Tetapi yang
dituntut dari mereka adalah seperti yang dikatakan oleh Syekh Ibnu Athaillah, yaitu “Hendaklah sadari
bahwa permintaanmu adalah wujud pernyataan kehambaan dan pemenuhan atas hak-hak ketuhanan,”
(Lihat Syekh Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman 141).

Hikmah Syekh Ibnu Athaillah ini bukan sama sekali menyarankan kita untuk berhenti atau tidak berdoa.
Hikmah ini membuka pandangan kita terhadap doa sebagai ikhtiar yang sama statusnya dengan bentuk
ikhtiar manusiawi lainnya. Hikmah ini hanya mengingatkan kita untuk menggeser cara pandang kita
terhadap doa.

Hikmah ini mengajak kita untuk menyadari siapa diri kita di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu hikmah
ini mendorong kita untuk tetap berdoa kepada Allah dalam kondisi apapun baik dalam menghadapi
masalah yang signifikan maupun tidak, dalam kondisi berhajat maupun dalam kondisi cukup, sebagai
bentuk kehambaan kita sebagai makhluk-Nya. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Baca Juga
Jauhi Ustadz Pengabdi Hawa Nafsu, Imbau Syekh Ibnu Athaillah (/post/read/84327/jauhi-ustadz-
pengabdi-hawa-nafsu)

Jangan Salah Mengadu saat Genting Menurut Ibnu Athaillah (/post/read/83473/jangan-salah-mengadu-


saat-genting-menurut-ibnu-athaillah)

Ini yang Dilakukan Fudhail bin Iyadh saat Wuquf di Arafah (/post/read/83323/ini-yang-dilakukan-fudhail-
bin-iyadh-saat-wuquf-di-arafah)

Kebebasan Manusia dan Takdir Menurut Ibnu Athaillah (/post/read/83202/kebebasan-manusia-dan-


takdir-menurut-ibnu-athaillah)

Ini Ciri Al-Arif Billah Tulen Menurut Ibnu Athaillah (/post/read/82889/ini-ciri-al-arif-billah-tulen-menurut-


ibnu-athaillah)

Tips Agar Amal Ibadah Diterima Allah Menurut Ibnu Athaillah (/post/read/82777/tips-agar-amal-ibadah-
diterima-allah-menurut-ibnu-athaillah)

 (https://www.facebook.com/situsresminu)  (https://twitter.com/nu_online) 
(https://www.youtube.com/channel/UChpbYgAvNyjJTE0VLe50pFQ) 

KONTAK
Nahdlatul Ulama
Jl. Kramat Raya 164, Jakarta 46133 - Indonesia, redaksi[at]nu.or.id
MEDIA PARTNER

(https://www.youtube.com/channel/UChpbYgAvNyjJTE0VLe50pFQ)

(http://radio.nu.or.id/)

© 2016 NU Online. All rights reserved. Nahdlatul Ulama (http://www.nu.or.id)

Anda mungkin juga menyukai