Anda di halaman 1dari 104

1

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN


LOBSTER AIR TAWAR
(Kasus K’BLAT’S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat)

Oleh:
KAMMALA AFNI
A14104104

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
2

RINGKASAN

KAMMALA AFNI. A14104104. Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air


Tawar Kasus K’BLAT’S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa barat.
Di bawah bimbingan RITA NURMALINA.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan akan kebutuhan


pokok termasuk di dalamnya pemintaan akan protein juga semakin meningkat.
Perubahan trend pola konsumsi protein masyarakat dari red meal to white meal
membuat permintaan akan komoditi perikanan meningkat. Namun, kebutuhan
tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan produksi perikanan tangkap.
Budidaya perikanan merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan konsumsi
ikan masyarakat ataupun kebutuhan non konsumsi lainnya. Salah satu komoditas
perikanan budidaya yang berprospek cerah untuk diusahakan adalah lobster air
tawar. Meskipun demikian, hingga kini belum banyak orang yang menggeluti
usaha budidaya lobster air tawar. Salah satu penyebabnya adalah belum banyak
yang mengetahui keberadaan lobster air tawar dan kebanyakan orang hanya
mengetahui tentang keberadaan lobster air laut yang ditangkap oleh nelayan.
Ukuran dan bentuk lobster air tawar memang mirip dengan lobster air laut.
Perbedaannya, lobster air tawar dapat dibudidayakan sementara lobster air laut
hingga kini belum dapat dibudidayakan. Pembudidayaan lobster air tawar pun
tidaklah sulit karena hewan ini tidak membutuhkan perawatan khusus, tidak
mudah terserang penyakit, pemakan tumbuhan sekaligus hewan (omnivora),
pertumbuhannya relatif cepat, serta memiliki daya telur yang tinggi. Keunggulan
lobster air tawar adalah dagingnya yang lebih sehat dibanding makanan laut lain.
Lobster air tawar rendah lemak, kolesterol, dan garam. Tekstur dan rasanya pun
tidak berbeda dengan lobster air laut. Selama ini pasokan lobster untuk pasar
dalam negeri lebih banyak mengandalkan dari hasil tangkapan alam, sedangkan
permintaannya yang terus meningkat belum terpenuhi. Budidaya lobster air tawar
diharapkan dapat menjadi solusi untuk memenuhi permintaan lobster dalam
negeri. Selain itu, kegiatan budidaya ini juga bertujuan untuk menjaga kelestarian
lobster air laut.
Meskipun tingkat keberhasilannya tinggi karena lobser air tawar tergolong
hewan yang mudah dibudidayakan, tetapi besarnya biaya yang dikeluarkan harus
diperhitungkan dengan hasil yang akan diperoleh. K’BLAT’S Farm adalah
perusahaan baru yang bergerak dalam usaha budidaya lobster air tawar. Investasi
yang telah dikeluarkan oleh K’BLAT’S Farm untuk membuka usaha pembesaran
lobster air tawar belum dianalisis kelayakannya secara finansial maupun non
finansial, sehingga belum dapat diketahui apakah usaha ini akan mendatangkan
keuntungan atau kerugian bagi K’BLAT’S Farm.
Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi dalam
usaha budidaya lobster air tawar adalah: (1) Bagaimana kelayakan usaha budidaya
lobster air tawar di K’BLAT’S Farm dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen,
hukum, sosial lingkungan?, (2) Bagaimana kelayakan finansial usaha budidaya
lobster air tawar apabila dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I usaha pembenihan,
pola II usaha pembesaran, dan pola III usaha pembenihan dan pembesaran lobster
air tawar?, dan (3) Bagaimana sensitivitas usaha budidaya lobster air tawar,
3

apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat


dan biaya?. Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini
adalah : (1) Menganalisis kelayakan usaha budidaya lobster air tawar di
K’BLAT’S Farm dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
hukum, dan aspek sosial lingkungan, (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha
budidaya lobster air tawar apabila dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I usaha
pembenihan, pola II usaha pembesaran, dan pola III usaha pembenihan dan
pembesaran lobster air tawar, dan (3) Menganalisis sensitivitas usaha budidaya
lobster air tawar, apabila terjadi perubahan pada jumlah produksi, harga pakan,
dan harga jual.
Berdasarkan permasalahan di atas perlu dilakukan analisis kelayakan untuk
melihat apakah pengusahaan lobster air tawar layak untuk dilaksanakan atau tidak.
Dalam studi kelayakan perlu diperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi
kelayakan suatu usaha. Aspek-aspek yang diteliti dalam kegiatan pengusahaan
lobster air tawar antara lain aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan serta aspek finansial.
Perhitungan aspek finansial menggunakan kriteria investasi untuk melihat
kelayakan usaha, yang terdiri dari NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. Dari
hasil analisis finansila akan dapat dilihat besarnya keuntungan yang diperoleh dan
pola usaha manakah yang peling menguntungkan untuk dijalankan oleh
perusahaan.
Penelitian ini dilakukan di K’BLAT’S Farm yang terletak di Kp.
Limusnunggal Rt 19/09, Desa Cibentang, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi,
Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja)
karena perusahaan ini tergolong baru yang berdiri pada Bulan Mei 2007. Kegiatan
pengumpulan data dilakukan selama bulan Desember 2007. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui wawancara langsung dengan manajer perusahaan. Data primer yang
didapat mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan selama umur proyek, terdiri dari
biaya investasi dan biaya operasional serta penerimaan dari pengusahaan lobster
air tawar. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari studi
literatur berbagai buku, skripsi, internet, dan instansi terkait.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi atas analisis
kuantitatif dan analisis kualitatif. Data kuantitatif dan informasi yang telah
dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer program Microsoft Excel
dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data
yang ada serta mempermudah dalam melakukan analisis data. Sedangkan untuk
data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif yang merupakan hasil analisis
terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek
sosial ekonomi dan lingkungan.
K’BLAT’S Farm adalah suatu usaha agribisnis di bidang pengusahaan
lobster air tawar khususnya pembesaran lobster air tawar. K’BLAT’S Farm
adalah singkatan dari Keluarga Besar Lobster Air Tawar Sukabumi yang artinya
bahwa K’BLAT’S Farm merupakan usaha keluarga. Hal ini disebabkan semua
pengelola usaha K’BLAT’S Farm masih memiliki ikatan keluarga satu sama lain.
Perusahaan yang didirikan oleh Bapak Sudradji pada tanggal 29 Mei 2007 di Kp.
Limusnunggal, Desa Cibentang, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat
ini merupakan usaha sampingan dari pemilik dengan tujuan sebagai investasi
4

masa depan pemilik di hari tuanya. Meskipun belum berbentuk badan hukum,
K’BLAT’S Farm sudah memperoleh izin resmi usaha dari pemerintah daerah
setempat berdasarkan Surat Keterangan Usaha No. 500/20/2003/V/2007.
K’BLAT’S Farm yang bergerak dalam usaha pembesaran lobster air tawar ini
masih beroperasi dalam skala kecil.
Dalam penelitian ini dilakukan tiga skenario pola usaha yaitu pola usaha I
adalah usaha pembenihan, pola usaha II adalah usaha pembesaran, dan pola usaha
III adalah usaha pembenihan dan pembesaran. Dari hasil analisis finansial ketiga
pola usaha dengan menggunakan kriteria NPV, Net B/C, IRR, dan Payback
Periode, diperoleh hasil: untuk pola usaha I diperoleh NPV sebesar Rp
73.792.135, Net B/C sebesar 3,47, IRR sebesar 33 persen, dan PBP selama 4,04
tahun. Untuk pola usaha II diperoleh hasil NPV sebesar Rp 112.563.989, Net B/C
sebesar 4,22, IRR sebesar 41 persen, dan PBP selama 3,4 tahun. Sedangkan untuk
pola usaha III diperoleh hasil NPV sebesar Rp 138.280.330, Net B/C sebesar 5,14,
IRR sebesar 52 persen, dan PBP selama 2,79 tahun. Dari hasil analisis finansial
tersebut dapat dilihat bahwa jenis pengusahaan lobster air tawar yang paling
menguntungkan adalah pola usaha III atau usaha pembenihan dan pembesaran
lobster air tawar.
Untuk melihat kembali daya tarik proyek apabila terjadi perubahan pada
jumlah produksi, harga pakan, dan harga jual output digunakan analisis switching
value. Dari hasil analisis switching value diperoleh hasil: pola usaha I masih layak
untuk dilaksanakan apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 23,8
persen, kenaikan harga pakan sebesar 774,95 persen, dan penurunan harga jual
sebesar 23,8 persen. Pola usaha II masih layak untuk dilaksanakan apabila terjadi
penurunan jumlah produksi sebesar 23,11 persen, kenaikan harga pakan sebesar
571,77 persen, dan penurunan harga jual sebesar 23,11 persen. Sementara pola
usaha III masih layak untuk dilaksanakan apabila terjadi penurunan produksi
sebesar 34,87 persen, kenaikan harga pakan sebesar 828,33 persen, dan penurunan
hrga jual sebesar 34,87 persen. Berdasarkan analisis switching value tersebut
dapat disimpulkan bahwa pola usaha II adalah jenis usaha yang peling sensitif
terhadap perubahan jika dibandingkan dengan pola usaha I dan pola usaha III.
Dan jenis perubahan yang paling berpengaruh terhadap kelayakan ketiga pola
usaha adalah perubahan terhadap jumlah produksi dan harga jual.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah 1) kegiatan usaha budidaya
lobster air tawar yang dilakukan oleh K’BLAT’S Farm sudah layak dilihat dari
aspek non finansial maupun aspek finansial, 2) pengusahaan lobster air tawar
yang paling menuntungkan adalah pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan
pembesaran, dan 3) pola usaha II adalah jenis pengusahaan lobster air tawar yang
paling sensitif terhadap perubahanan, penurunan harga jual dan penurunan
produksi merupakan perubahan yang paling berpengaruh terhadap kelayakan
usaha. Saran yang dapat diberikan antara lain: 1) bagi perusahaan sebaiknya
melakukan jenis pengusahaan pembenihan dan pembesaran lobster air tawar
karena pola usaha ini adalah yang paling menguntungkan, 2) pemerintah
sebaiknya melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai budidaya lobster air tawar
agar semakin banyak masyarakat yang mengusahakan lobster air tawar ini, dan 3)
bagi masyarakat yang tertarik untuk menjalankan bisnis lobster air tawar tidak
perlu takut karena usaha ini terbukti menguntungkan meskipun dijalankan dalam
skala kecil.
5

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN


LOBSTER AIR TAWAR
(Kasus K’BLAT’S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat)

Oleh:
KAMMALA AFNI
A14104104

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
6

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air Tawar Kasus


K’BLAT’S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi,
Jawa Barat
Nama : Kammala Afni
NRP : A14104104

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS


NIP. 131 685 542

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus : 18 April 2008


7

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR Kasus

K’BLAT’S FARM, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat” ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN

TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2008

Kammala Afni
A14104104
8

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 November 1986 sebagai anak

pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak Deddy Rochaedi dan Ibu Husnawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 013 Pagi Pejaten Timur

dan lulus pada tahun 1998. Sekolah tingkat menengah pertama dilalui penulis di

SMPN 41 Ragunan Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan

pendidikan sekolah menengah atas di SMUN 38 Jakarta dan lulus pada tahun

2004. di tahun yang sama pula penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa kegiatan organisasi.

Penulis menjadi anggota KOPMA IPB pada tahun 2005-sekarang, juga menjadi

anggota IAAS IPB pada tahun 2005-sekarang. Penulis juga pernah aktif sebagai

staf Departemen PSDM MISETA periode 2005-2006 dan menjabat sebagai

sekretaris umum MISETA periode 2006-2007.


9

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk mendapatkan

gelar sarjana.

Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak terutama orang tua dan

dosen pembimbing skripsi penulis Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS yang telah

membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air Tawar Kasus

K’BLAT’S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat”.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk

penulis dan juga perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga

mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di

masa mendatang.

Bogor, Mei 2008

Penulis
10

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Orang tua, terima kasih untuk kasih sayang, doa, semangat, kesabaran dan

segalanya. I’ll make you proud of me.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan

bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Tanti Novianty, SP, M.Si selaku dosen penguji utama.

4. Tintin Sarianti, SP selaku dosen penguji dari komisi pendidikan.

5. Baiquni Ardhi, yang telah mengantarkan dan menemani penulis ke Sukabumi

untuk mengambil data. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian, kesabaran,

support, dan kebersamaan selama ini, hingga saat ini dan semoga hingga masa

datang.

6. Esha dan Kamal, adik-adikku yang selalu menjadi semangat penulis dalam

menyelesaikan skripsi. Terima kasih, aku selalu menyayangi kalian.

7. Siera, terima kasih sudah memintakan izin penulis untuk penelitian di

perusahaan papanya.

8. Pak Sudradji (Papanya Siera, Pemilik K’BLAT’S Farm), Kak Fikri dan Kak

Andri (Pengelola K’BLAT’S Farm) yang sudah memberikan penulis

kesempatan untuk melakukan penelitian di K’BLAT’S Farm, terima kasih

telah membantu penulis mengumpulkan data dengan mudah. Semoga

K’BLAT’S Farm terus maju.


11

9. Om Lili yang sudah banyak membantu penulis baik moril maupun materil.

Terima kasih atas doa, support, masukan, dan informasi yang diberikan.

10. Om Ketut dan Tante Lies dari Pusat Ristek DKP yang sudah banyak

membantu dalam penelusuran bahan-bahan tentang lobster air tawar.

11. Sahabatku Metha, Adi, Ratri, dan Ratieh yang banyak memberikan penulis

semangat dan keceriaan di saat-saat sulit. We’ll still be best friend forever.

12. Teman-teman AGB 41, terima kasih atas rasa kebersamaan dan kekeluargaan

selama kurang lebih 4 tahun.

13. Teman sebimbingan Endang, David, Nuy, Anggi, dan Yanti, yang selalu ingat

untuk memberitahu jadwal ketemu Bu Rita.

14. Kakak kelas AGB 40, Panji, Anin, Pipin, Arief, Nina, Anggun, Idham, Ical,

K’ Adhan, terima kasih telah mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan

penulis. Mas Fery (AGB 39), terima kasih untuk konsultasi dan masukannya.

15. Semua pihak yang telah membantu yang tak bisa disebutkan satu persatu oleh

penulis.
12

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 8
1.4 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA


Lobster Air Tawar .............................................................................................. 9
2.1.1 Klasifikasi dan Anatomi Lobster Air Tawar ......................................... 9
2.1.2 Sifat dan Tingkah Laku Lobster Air Tawar .......................................... 11
2.1.3 Jenis-Jenis Lobster Air Tawar .............................................................. 13
Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................................ 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN


3.1 Studi Kelayakan Proyek................................................................................ 20
3.2 Teori Biaya dan Manfaat .............................................................................. 22
3.3 Analisis Kelayakan Investasi ........................................................................ 24
3.4 Analisis Finansial ......................................................................................... 25
3.4.1 Net Present Value (NPV) ..................................................................... 25
3.4.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) ................................................ 26
3.4.3 Internal Rate Return (IRR)................................................................... 26
3.4.4 Payback Periode (PBP)........................................................................ 26
3.5 Analisis Sensitivitas...................................................................................... 27
3.6 Kerangka Operasional .................................................................................. 27

IV. METODE PENELITIAN


4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 30
4.2 Jenis Data dan Sumber Data ......................................................................... 30
4.3 Metode Analisis Data ................................................................................... 30
4.4 Analisis Kelayakan Investasi ........................................................................ 31
4.4.1 Net Present Value (NPV) ..................................................................... 31
4.4.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) ................................................ 32
4.4.3 Internal Rate Return (IRR)................................................................... 33
4.4.4 Payback Periode (PBP)........................................................................ 33
4.5 Analisis Sensitivitas...................................................................................... 34
13

4.6 Asumsi Dasar Yang Digunakan .................................................................... 35

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


5.1 Profil Perusahaan .......................................................................................... 38
5.2 Jenis dan Perkembangan Usaha .................................................................... 39

VI. ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL


6.1 Aspek Pasar .................................................................................................. 40
6.1.1 Potensi Pasar........................................................................................ 40
6.1.2 Strategi Pemasaran ............................................................................... 41
6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar................................................................... 42
6.2 Aspek Teknis................................................................................................ 42
6.2.1 Lokasi Usaha ....................................................................................... 42
6.2.2 Skala Usaha ......................................................................................... 46
6.2.3 Proses Produksi .................................................................................... 46
6.2.4 Hasil Analisis Aspek Teknis ................................................................ 50
6.3 Aspek Manajemen ........................................................................................ 50
6.4 Aspek Hukum............................................................................................... 51
6.4.1 Bentuk Badan Hukum .......................................................................... 51
6.4.2 Izin Usaha ............................................................................................ 52
6.5 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan ........................................................ 52

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL


7.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I ....................................................... 54
7.1.1 Analisis Hasil Inflow ........................................................................... 54
7.1.2 Analisis Hasil Outflow ......................................................................... 57
7.1.3 Analisis Kelayakan Finansial ............................................................... 60
7.1.4 Analisis Switching Value...................................................................... 61
7.2 Analisis Kelayakan Finansial Skenario II ...................................................... 62
7.2.1 Analisis Hasil Inflow ........................................................................... 62
7.2.2 Analisis Hasil Outflow ......................................................................... 64
7.2.3 Analisis Kelayakan Finansial ............................................................... 69
7.2.4 Analisis Switching Value...................................................................... 70
7.3 Analisis Kelayakan Finansial Skenario III .................................................... 71
7.3.1 Analisis Hasil Inflow ........................................................................... 71
7.3.2 Analisis Hasil Outflow ......................................................................... 73
7.3.3 Analisis Kelayakan Finansial ............................................................... 79
7.3.4 Analisis Switching Value...................................................................... 80
7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Ketiga Pola ...................... 80
7.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Pola ............................ 81

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


8.1 Kesimpulan .................................................................................................. 83
8.2 Saran ............................................................................................................ 84

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 85


14

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Luas Lahan Usaha Budidaya Perikanan Menurut Jenis Budidaya Tahun
2000-2004 ....................................................................................................... 3
2. Jumlah dan Nilai Impor Lobster Indonesia Tahun 2002-2005 .......................... 5
3. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih Lobster Air Tawar ....................... 55
4. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha I ....................................... 56
5. Biaya Investasi Pada Pola Usaha I ................................................................... 58
6. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha I ............................................................... 59
7. Biaya Operasional Tiap Produksi (per 4 bulan) ................................................ 59
8. Biaya Tetap Pada Pola Usaha I ........................................................................ 60
9. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I .............................................................. 60
10. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I ................................................... 61
11. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Lobster Air Tawar Konsumsi ................. 63
12. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha II ...................................... 64
13. Biaya Investasi Pada Pola Usaha II .................................................................. 66
14. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha II .............................................................. 67
15. Biaya Operasional Tiap Produksi (per 6 bulan) ................................................ 68
16. Biaya Tetap Pada Pola Usaha II ....................................................................... 69
17. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II ............................................................. 69
18. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha II .................................................. 70
19. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih dan Lobster Konsumsi ................. 72
20. Nilai Penjualan Indukan Afkir ......................................................................... 73
21. Nilai Sisa Pada Pola Usaha III ......................................................................... 73
22. Biaya Investasi Pada Pola Usaha III................................................................. 76
23. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha III ............................................................. 77
24. Biaya Operasional Tiap Produksi (per tahun) ................................................... 78
25. Biaya Tetap Pola Usaha III .............................................................................. 79
26. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ............................................................ 79
27. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha III ................................................. 80
15

28. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha............................ 81


29. Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Pola Usaha .................................. 81
16

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Anatomi Tubuh Lobster................................................................................ 11
2. Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus) ........................... 13
3. Lobster Air Tawar Red Crayfish (Procambarus clarkii)................................ 14
4. Lobster Air Tawar Yabbie (Cherax destructor) ............................................ 15
5. Kerangka Pemikiran Operasional.................................................................. 29
6. Skema Aliran Pemasaran Lobster Air Tawar K’BLAT’S Farm .................... 41
7. Proses Persiapan Kolam Pembesaran Lobster Air Tawar .............................. 47
17

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Pola Pembenihan Lobster Air Tawar ............................................................ 87
2. Pola Pembesaran Lobster Air Tawar Tahap I ................................................ 88
3. Pola Pembesaran Lobster Air Tawar Tahap II ............................................... 89
4. Pola Pembesaran Lobster Air Tawar Tahap III.............................................. 90
5. Pola Pembenihan Pembesaran Lobster Air Tawar ......................................... 91
6. Cashflow Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario I ................................... 92
7. Cashflow Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario II ................................. 93
8. Cashflow Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario III ................................ 94
9. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario I ................... 95
10. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario II .................. 96
11. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario III ................. 97
12. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Skenario I ............................. 98
13. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Skenario I ......................... 99
14. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Skenario I .......................... 100
15. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Skenario II ............................ 101
16. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Skenario II........................ 102
17. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Skenario II ......................... 103
18. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Skenario III........................... 104
19. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Skenario III ...................... 105
20. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Skenario III ........................ 106
21. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produks
Skenario I ..................................................................................................... 107
22. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan
Skenario I ..................................................................................................... 108
23. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual
Skenario I ..................................................................................................... 109
24. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Skenario II.................................................................................................... 110
25. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan
18

Skenario II.................................................................................................... 111


26. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual
Skenario II.................................................................................................... 112
27. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Skenario III .................................................................................................. 113
28. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan
Skenario III .................................................................................................. 114
29. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual
Skenario III .................................................................................................. 115
19

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki panjang garis pantai 81.000

km dan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km2 yang terdiri atas 0,3 juta km2

perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan nusantara, dan 2,7 juta km2 perairan ZEE.

Dengan luas perairan Indonesia yang cukup besar, Indonesia sangat berpotensi

dalam sektor perikanan apalagi Indonesia merupakan salah satu negara yang

memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Potensi sektor perikanan

tidak hanya berasal dari perikanan laut, tetapi juga perikanan darat atau yang juga

dikenal dengan perikanan budidaya.

Sektor perikanan Indonesia memiliki prospek yang sangat baik. Pada tahun

2005 potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia

diperkirakan sebesar US$ 82 miliar per tahun, dengan rincian potensi perikanan

tangkap sebesar US$ 15,1 miliar, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar,

potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar, potensi budidaya tambak sebesar

US$ 10 miliar, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar, dan potensi

bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar.1

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan akan kebutuhan

pokok termasuk di dalamnya pemintaan protein juga semakin meningkat.

Perubahan trend pola konsumsi protein masyarakat dari red meat to white meat

menyebabkan permintaan akan komoditi perikanan meningkat. Namun, kebutuhan

1
Departemen Kelautan dan Perikanan. www.dkp.go.id. Indonesia dan Negara ASEAN, Up Date Data Perikanan.
15/02/2005. Diakses pada tanggal 19 April 2008.
2
20

tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan produksi perikanan tangkap.

Hal ini diungkapkan oleh FAO (2002) bahwa pasokan ikan dari kegiatan

penangkapan di laut di sebagian negara diperkirakan tidak dapat ditingkatkan lagi,

demikian pula kecenderungan ini terjadi pada usaha penangkapan ikan di perairan

Indonesia. Bahkan berdasarkan hasil penelitian oleh Komisi Stock Assessment

pada tahun 2000 menunjukkan bahwa potensi lestari ikan perairan laut Indonesia

mengalami penurunan dari 6,26 juta ton/tahun pada tahun 1997 menjadi 6,11 juta

ton/tahun pada tahun 2000 (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005). Oleh

karena itu budidaya perikanan dijadikan alternatif penyuplai kebutuhan ikan untuk

konsumsi maupun non konsumsi masyarakat.

Potensi lahan perikanan budidaya secara nasional diperkirakan sebesar 15,59

juta hektar, yang terdiri atas lahan budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar,

budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan budidaya laut 8,37 juta hektar.

Sedangkan pemanfaatannya hingga saat ini masing-masing baru mencapai 10,1

persen untuk budidaya air tawar, 40 persen untuk budidaya air payau, dan 0,01

persen untuk budidaya laut. Kegiatan budidaya perikanan secara umum dapat

dibedakan dalam 6 (enam) kelompok jenis budidaya yaitu: budidaya laut,

budidaya tambak, budidaya kolam, budidaya keramba, budidaya jaring apung, dan

budidaya sawah. Dalam periode 2000-2004, luas areal budidaya perikanan

bertambah dari 655.381 ha pada tahun 2000 menjadi 716.317 ha pada tahun 2004

dengan laju pertumbuhan 2,28 persen per tahun. Laju pertambahan luas areal

pembudidayaan di jaring apung dan laut menunjukkan peningkatan yang cukup

besar, yaitu 27,86 persen per tahun untuk jaring apung dan 19,43 persen per tahun

untuk budidaya laut. Besarnya pertumbuhan luas areal tersebut merupakan


3
21

indikasi keberhasilan program pembangunan perikanan budidaya (Departemen

Kelautan dan Perikanan, 2005). Tabel 1 menunjukkan data luas lahan usaha

budidaya menurut jenis budidaya perikanan di Indonsia.

Tabel 1. Luas Lahan Usaha Budidaya Perikanan (Ha) Menurut Jenis


Budidaya Tahun 2000-2004
Jenis Budidaya 2000 2001 2002 2003 2004 Kena
-ikan
/th
(%)
Budidaya Laut 614 713 951 981 1.227 19,4
Budidaya 419.282 438.010 458.107 480.762 489.811 3,97
Tambak
Budidaya Kolam 77.647 85.900 94.240 97.821 99.137 6,52
Budidaya 76 80 86 93 93 5,23
Keramba
Budidaya Jaring 416 803 807 948 952 27,86
Apung
Budidaya Sawah 157.346 150.680 148.909 151.414 124.495 -5,38
Total 655.381 676.186 703.100 732.019 716.317 2,28
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005

Salah satu komoditas perikanan budidaya yang berprospek cerah untuk

diusahakan adalah lobster air tawar. Meskipun demikian, hingga kini belum

banyak orang yang menggeluti usaha budidaya lobster air tawar. Salah satu

penyebabnya adalah belum banyak yang mengetahui keberadaan lobster air tawar

dan kebanyakan orang hanya mengetahui tentang keberadaan lobster air laut yang

ditangkap oleh nelayan. Ukuran dan bentuk lobster air tawar memang mirip

dengan lobster air laut. Perbedaannya, lobster air tawar dapat dibudidayakan

sementara lobster air laut hingga kini belum dapat dibudidayakan. Pembudidayaan

lobster air tawar pun tidaklah sulit karena hewan ini tidak membutuhkan

perawatan khusus, tidak mudah terserang penyakit, pemakan tumbuhan sekaligus

hewan (omnivora), pertumbuhannya relatif cepat, serta memiliki daya telur yang

tinggi. Keunggulan lobster air tawar adalah dagingnya yang lebih sehat dibanding

makanan laut lain. Lobster air tawar rendah lemak, kolesterol, dan garam. Tekstur
4
22

dan rasanya pun tidak berbeda dengan lobster air laut. Selain sebagai sajian

hidangan, lobster juga banyak dimanfaatkan sebagai hiasan penghuni akuarium

karena bentuknya yang menarik dengan beragam warna yang menarik pula. Harga

jual lobster air tawar pun cukup tinggi, untuk pasar lokal mencapai kisaran

Rp100.000-Rp120.000 per kg (isi 10-12 ekor). Apalagi bila produksi lobster itu

dikelola dengan pengawasan kualitas yang ketat, sehingga bisa menembus pangsa

mancanegara, maka harganya pun semakin tinggi. Di pasar ekspor, lobster air

tawar dihargai tidak pernah kurang dari Rp150.000 per kg untuk isi 10-12 ekor.2

Harga lobster air tawar juga lebih stabil dari harga lobster laut karena produksinya

dapat diatur oleh petani sehingga supplai senantiasa tersedia di pasar. Sementara

harga lobster air laut lebih fluktuatif karena apabila tangkapan lobster laut

melimpah, maka harganya akan jatuh (Wawan, 2007)

Budidaya lobster khususnya lobster air tawar merupakan salah satu budidaya

andalan yang saat ini sedang digalakkan oleh Departemen Kelautan dan

Perikanan. Prospek lungshia (dalam bahasa China berarti udang naga) sangat

bagus karena harganya yang tinggi dan pasarnya terbuka lebar. Permintaan pasar

domestik dan ekspor terus meningkat, sementara produksi terbatas.3 Kebutuhan

lobster air tawar untuk memenuhi pasar Jakarta saja mencapai 2-3 ton per bulan,

sedangkan untuk nasional diperkirakan jumlah kebutuhan lobster air tawar antara

6-8 ton per bulan dengan restoran sebagai penyerap utamanya (Cucun, 2006).

Dinas perikanan maupun pemerintah daerah (pemda) perlu memiliki perhatian

lebih serius terhadap pengembangan lobster air tawar Indonesia yang dinilai

berpeluang mengekspor lobster air tawar ke Singapura dan Hong Kong seharga

2
Bisnis Indonesia Online. http://web.bisnis.com. Bisnis lobster Bisa Bantu Entaskan Kemiskinan, 21/07/2007. Diakses
pada tanggal 21 November 2007.
3
Majalah Demersal. http://www.dkp.go.id. Berita Budidaya Perikanan. 21/07/06. Diakses pada tanggal 14 November 2007
5
23

Rp 250.000 per kilogram size 10. Pemimpin perusahaan budidaya lobster air

tawar Santoso Farm, FX. Santoso T., mengatakan, sektor usaha tersebut cukup

prospektif untuk dikembangkan seiring besarnya kebutuhan pasar internasional.4

Selama ini pasokan lobster untuk pasar dalam negeri lebih banyak

mengandalkan dari hasil tangkapan alam, sedangkan permintaannya yang terus

meningkat belum terpenuhi. Itulah yang menyebabkan Indonesia melakukan

impor lobster dari Singapura, Australia, Amerika Serikat, dan Jepang untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri. Besarnya jumlah dan nilai impor lobster

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dan Nilai Impor Lobster Laut Indonesia Tahun 2002-2005
Tahun Jumlah (Kg) Nilai (US$)
2002 2.482 12.069
2003 5.033 18.402
2004 7.332 9.303
2005 362 1.621
Sumber: Badan Pusat Statistik 2002-2005, data diolah

Budidaya lobster air tawar diharapkan dapat menjadi solusi untuk memenuhi

permintaan lobster dalam negeri. Selain itu, kegiatan budidaya ini juga bertujuan

untuk menjaga kelestarian lobster air laut. Atas dasar itulah, perlu diadakan suatu

kajian atau penelitian mengenai kelayakan usaha budidaya lobster air tawar untuk

menganalisis apakah usaha budidaya lobster air tawar ini menguntungkan atau

tidak. Sehingga masyarakat tertarik untuk membuka usaha budidaya lobster air

tawar.

4
Bisnis Indonesia. http://www.bisnis.com. KNPI Kepri kembangkan lobster 09/05/2007. Diakses pada tanggal 14
November 2007.
6
24

1.2 Perumusan Masalah

Sektor perikanan Indonesia sebenarnya sangat potensial. Namun, masih

banyak kendala yang menyebabkan pasar ekspor perikanan Indonesia belum

tergarap secara optimal. Salah satunya adalah kurangnya pengetahuan tentang

peluang pasar. Masalah lain adalah kurangnya usaha pengolahan produk

perikanan sehingga produk yang dijual selama ini merupakan produk belum

diolah, serta minimnya diversifikasi produk yang dijual karena sejauh ini ekspor

Indonesia masih didominasi oleh produk udang (58 %), dan tuna (18 %).5

Untuk meningkatkan produktivitas perikanan Indonesia dapat dilakukan

melalui perikanan budidaya. Banyak jenis ikan yang dapat dibudidayakan di

dalam kolam atau tambak. Salah satunya adalah usaha budidaya lobster air tawar.

Kegiatan budidaya lobster air tawar ini cukup menjanjikan karena permintaannya

yang tinggi sementara produksi belum dapat memenuhi pasar yang ada. Hal ini

disebabkan oleh masih sedikit orang yang menggeluti kegiatan budidaya lobster

air tawar. Saat ini yang menjadi kendala dalam melakukan kegiatan budidaya

lobster air tawar adalah indukan yang masih harus didatangkan dari luar negeri.

Meskipun di Indonesia sudah ada yang menyediakan induk untuk dibudidayakan,

jumlahnya masih belum mencukupi untuk budidaya skala besar dan strain

lobsternya masih terbatas (Iskandar, 2003).

Selain itu pengusahaan lobster air tawar membutuhkan investasi yang tidak

sedikit. Diperlukan biaya yang cukup besar untuk mempersiapkan dan

melaksanakan usaha ini. Meskipun tingkat keberhasilannya tinggi karena lobser

air tawar tergolong hewan yang mudah dibudidayakan, tetapi besarnya biaya yang

5
Kompas Online. http://kompas.com. Pasar Ekspor Perikanan Indonesia Belum Tergarap Secara Optimal. 13/05/05.
Diakses pada tanggal 14 November 2007.
7
25

dikeluarkan harus diperhitungkan dengan hasil yang akan diperoleh. Besar

kecilnya investasi yang dikeluarkan disesuaikan dengan skala usaha yang

dilakukan dan tingkat pendapatan atau keuntungan yang ingin diperoleh. Karena

itu diperlukan analisis kelayakan usaha lobster air tawar untuk mengetahui apakah

usaha lobster air tawar ini layak untuk dijalankan sehingga investasi yang

dikeluarkan unutk melakukan usaha ini tidak sia-sia dan dapat membuahkan hasil

yang diharapkan.

K’BLAT’S Farm adalah perusahaan baru yang bergerak dalam usaha

budidaya lobster air tawar. Investasi yang telah dikeluarkan oleh K’BLAT’S Farm

untuk membuka usaha pembesaran lobster air tawar belum dianalisis

kelayakannya secara finansial maupun non finansial, sehingga belum dapat

diketahui apakah usaha ini akan mendatangkan keuntungan atau kerugian bagi

K’BLAT’S Farm.

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi dalam

usaha budidaya lobster air tawar adalah:

1. Bagaimana kelayakan usaha budidaya lobster air tawar di K’BLAT’S Farm

dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan

aspek sosial lingkungan?

2. Bagaimana kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar, apabila

usaha budidaya lobster air tawar ini dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I adalah

usaha pembenihan, pola II adalah usaha pembesaran, dan pola III adalah usaha

pembenihan dan pembesaran lobster air tawar?

3. Bagaimana sensitivitas usaha budidaya lobster air tawar, apabila terjadi

perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya?


8
26

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kelayakan usaha budidaya lobster air tawar di K’BLAT’S Farm

dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan

aspek sosial lingkungan.

2. Menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar, apabila

usaha budidaya lobster air tawar ini dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I adalah

usaha pembenihan, pola II adalah usaha pembesaran, dan pola III adalah usaha

pembenihan dan pembesaran lobster air tawar

3. Menganalisis sensitivitas usaha budidaya lobster air tawar, apabila terjadi

perubahan pada jumlah produksi, harga pakan, dan harga jual output.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk melihat tingkat kelayakan pengusahaan

lobster air tawar dengan menggunakan tiga skenario yaitu usaha pembenihan,

usaha pembesaran, dan usaha pembenihan pembesaran. Penelitian ini juga telah

memasukkan pajak penghasilan pada perhitungan cashflow.


27

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lobster Air Tawar

2.1.1 Klasifikasi dan Anatomi Lobster Air Tawar

Lobster air tawar merupakan salah satu genus dari kelompok udang

(Crustacea) yang hidupnya hanya di air tawar. Lobster air tawar banyak terdapat

di danau, rawa, dan sungai. Di habitat aslinya, jenis udang besar ini biasanya

hidup ditempat yang memiliki tempat berlindung seperti celah-celah bebatuan dan

akar pohon. Daerah penyebarannya meliputi Asia dan Australia, Seperti Papua

dan Quinsland.6 Berdasarkan daerah penyebarannya tersebut, lobster air atwar

dapat dibagi ke dalam 3 famili, yakni famili astacidae dan cambaridae yang

tersebar di belahan bumi utara, seperti Amerika dan Eropa, serta famili

parastacidae yang tersebar di belahan bumi selatan seperti Asia dan Australia. Di

Indonesia, lobster air tawar berasal dari famili parastacidae (Iskandar, 2003).

Lobster air tawar memiliki beberapa nama umum seperti Crayfish, Crawfish,

dan Crawdad. Lobster air tawar diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Arthopoda

Sub Filum : Crustacea

Kelas : Malacostrada

Famili : Parastacidae

Ordho : Decapoda

Genus : Cherax

Spesies : Cherax lorentzi, Cherax albertisi, Cherax lorentzi auranus

6
http://id.wikipedia.org/wiki/Lobster. Lobster Air Tawar. Diakses pada tanggal 14 November 2007.
10
28

Lobster air tawar merupakan spesies yang tidak memiliki tulang dalam

(internal skeleton), tetapi seluruh permukaan tubuh dan organ luarnya terbungkus

cangkang (external skeleton). Proses pembentukan cangkang membutuhkan bahan

berupa kalsium dan terjadi setelah proses pergantian semua cangkang berlangsung

sempurna.

Tubuh lobster dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian kepala (chepalothorax)

dan perut (abdomen). Jika dilihat dari organ tubuh luar, lobster air tawar memiliki

beberapa alat pelengkap sebagai berikut:

1. Sepasang antena yang berperan sebagai perasa dan peraba terhadap pakan dan

kondisi lingkungan.

2. Sepasang antanela yang berfungsi untuk mencium pakan, 1 mulut, dan

sepasang capit (celiped) yang lebar dengan ukuran lebih panjang dibandingkan

dengan ruas dasar capitnya.

3. Enam ruas badan (abdomen) agak memipih dengan lebar badan rata-rata

hampir sama dengan lebar kepala.

4. Ekor. Satu ekor tengah (telson) memipih, sedikit lebar, dan dilengkapi dengan

duri-duri halus yang terletak di semua bagian tepi ekor, serta 2 pasang ekor

samping (uropod) yang memipih.

5. Enam pasang kaki renang (pleopod) yang berperan untuk berenang. Kaki

renang pada induk betina yang sedang bertelur memberikan gerakan untuk

meningkatkan kandungan oksigen terlarut di sekitarnya. Kaki renang juga

digunakan untuk membersihkan telur atau larva dari kotoran yang terendap.

6. Empat pasang kaki untuk berjalan (walking legs).


11
29

Anatomi lobster air tawar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Anatomi Tubuh Lobster Air Tawar


Sumber: www.wikipedia.com

2.1.2 Sifat dan Tingkah Laku Lobster Air Tawar

Lobster air tawar memiliki sifat dan tingkah laku khusus yang tidak dimiliki

oleh jenis ikan lainnya. Sifat-sifat dan tingkah laku lobster air tawar tersebut

adalah:

a. Pergantian Cangkang (molting)

Dalam siklus hidupnya, lobster sering melakukan pergantian cangkang

(molting). Molting terjadi seiring dengan perkembangan ukuran tubuhnya, sejak

masih kecil hingga dewasa. Namun semakin dewasa, pergantian cangkang akan

semakin berkurang. Molting merupakan saat yang rawan bagi lobster. Saat itu

tubuhnya tidak terlindungi oleh apapun sehingga sangat lemah dan mudah

dimangsa oleh lobster lain. Karena itu pada saat sedang molting biasanya lobster

akan berdiam diri di dalam lubang persembunyiannya.


12
30

b. Mengkonsumsi Pakan

Lobster tidak begitu senang dengan panas matahari sehingga hidupnya banyak

dihabiskan di dalam lubang-lubang persembunyian. Lobster air tawar bergerak

sangat lamban pada siang hari, tetapi akan berubah agresif pada malam hari. Hal

ini karena lobster termasuk hewan nocturnal yaitu hewan yang aktif mencari

makan pada malam hari. Makanan Lobster antara lain biji-bijian, sayuran, lumut,

daging segar, cacing, dan bangkai binatang sehingga digolongkan sebagai hewan

omnivora.

Lobster air tawar juga termasuk hewan yang suka memakan jenisnya sendiri.

Biasanya ini terjadi saat tidak tersedia pakan yang memadai. Sifat kanibal ini juga

timbul saat lobster lain dalam keadaan lemah dan tidak dapat mempertahankan

diri, khusunya pada saat molting.

c. Sistem Reproduksi

Lobster hanya akan kawin jika menemukan pasangan yang cocok. Meskipun

bertemu dan saling terangsang, lobster tidak akan melakukan perkawinan jika

tidak cocok. Di habitat aslinya, lobster mulai kawin pada saat berumur 1 tahun

dan terjadi pada awal musim penghujan. Perkawinan biasanya dilakukan pada

malam hari. Sepuluh hari setelah kawin, telur yang dibuahi oleh induk jantan akan

terlihat melekat di bawah perut induk betina. Telur ini akan menetas 1,5 bulan

setelah pembuahan.
13
31

2.1.3 Jenis-Jenis Lobster Air Tawar

Hingga saat ini, beberapa jenis lobster sudah dibudidayakan di Indonesia,

baik sebagai lobster konsumsi maupun lobster hias (Iskandar, 2003). Jenis-jenis

tersebut adalah:

a. Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus)

Cherax quadricarinatus dikenal dengan sebutan redclaw atau biasa juga

disebut sebagai Yabby Queensland Utara. Disebut redclaw karena lobster air

tawar dewasa jenis ini mempunyai warna merah pada capit bagian luarnya,

khususnya pada lobster jantan. Selain sebagai lobster konsumsi, lobster capit

merah juga cocok digunakan sebagai lobster hias karena memiliki warna tubuh

yang bagus dan ukuran yang besar.

Lobster air tawar capit merah dapat hidup dan tumbuh pada suhu 2-37o C.

Meskipun demikian, suhu air optimal yang paling tepat untuk hidup dan tumbuh

adalah 23-31oC. Sementara itu, toleransi terhadap kandungan oksigen di dalam air

adalah 1 ppm, keasaman 6-9,5, dan amonia 1 ppm (Iskandar, 2003).

Gambar 2. Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus)


Sumber: www.wikipedia.com

b. Procambarus clarkii

Berbeda dengan genus cherax, genus procambarus bukan merupakan lobster

air tawar asal Australia. Keluarga Cambaridae merupakan keluarga lobster air
14
32

tawar yang hidup di bagian lintang utara. Procambarus clarkii sendiri berasal dari

daerah Amerika Utara, di Louisiana dan di Delta Missisippi. P. clarkii

mempunyai warna tubuh dominan merah. Oleh karena itu mereka sering disebut

sebagai red crayfish. P. clarkii dewasa berwarna merah gelap, sedangkan P.

clarkii muda berwarna merah kekelabuan.

Procambarus clarkii adalah lobster yang paling jarang mengalami molting

karena pertumbuhannya lambat dan ukuran tubuhnya relatif kecil. Panjang tubuh

lobster dewasa ini hanya sekitar 10-12 cm. Red crayfish bersifat sangat agresif,

teritorial, dan rakus, sehingga mereka bisa menjadi ancaman bagi hewan lain yang

dipelihara dalam satu wadah.

Gambar 3. Lobster Air Tawar Red Crayfish (Procambarus clarkii)


Sumber: www.wikipedia.com

c. Lobster Air Tawar Yabbie (Cherax destructor)

Cherax destructor merupakan jenis lobster air tawar yang paling dikenal

diantara 100 jenis lobster air tawar yang hidup di Australia. Mereka bisa dijumpai

mulai dari daerah New South Wales hingga diseluruh dataran benua Australia.

Sebaran yang luas menyebabkan mereka mampu beradaptasi mulai dari daerah

dingin di danau-danau berair dingin pegunungan Snowy, hingga daerah beriklim

panas.
15
33

Lobster air tawar yabbie memiliki toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi

oksigen terlarut sebesar 0,5 ppm dan suhu air 8-30o C. Metabolisme tubuh, nafsu

makan, dan pertumbuhannya rendah jika dipelihara di dalam wadah dengan suhu

air kurang dari 16oC. Lobster yabbie juga memiliki kemampuan membuat tempat

perlindungan dengan menggali lubang di dasar perairan hingga kedalaman 2

meter. Ciri spesifik lobster yabbie adalah capitnya hampir sama besar dengan

ukuran tubuhnya. Sementara itu, tubuhnya sendiri tergolong kecil jika

dibandingkan dengan lobster air tawar jenis lain.

Gambar 4. Lobster Air Tawar Yabbie (Cherax destructor)


Sumber: www.wikipedia.com

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha

budidaya komoditas perikanan seperti lobster air tawar, udang, dan ikan budidaya.

Salah satunya adalah Shi Astuti Pertiwi (2003) yang melakukan penelitian dengan

judul ”Kajian Pengembangan Bisnis Pembenihan Lobster Air Tawar Pada

Distributor Of Live Fishes Fresh Water, Bogor”. Hasil perhitungan analisis

finansial usaha pembenihan lobster air tawar pada tingkat diskonto 12 persen,

usaha ini dinyatakan layak untuk dijalankan. Nilai NPV yang diperoleh sebesar

Rp 36.376.582 atau NPV > 0. Ini berarti, usaha pembenihan lobster air tawar yang
16
34

dilakukan menurut nilai sekarang adalah menguntungkan untuk dilaksanakan.

Sedangkan nilai Net B/C Rasio yang dihasilkan adalah sebesar 2,8 atau Net B/C

Rasio > 0, artinya investasi usaha pembenihan lobster air tawar untuk setiap nilai

pengeluaran sekarang sebesar satu rupiah akan memperoleh pendapatan bersih

sebesar 2,8 rupiah sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. IRR yang didapat

sebesar 26 persen atau lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku yaitu 12

persen. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kepekaan usaha terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi pada biaya dan manfaat. Berdasarkan switching

value, diperoleh hasil bahwa usaha masih layak untuk dijalankan meskipun terjadi

perubahan-perubahan yaitu penurunan harga jual sebesar 10 pesen, penurunan

kapasitas produksi sebesar 10 persen, dan kenaikan biaya operasional sebesar 20

persen.

Faisal (2007) juga melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Kelayakan

Investasi Pengusahaan Lobster Air Tawar CV. Vizan Farm dan CV. Sejahtera

Lobster Farm. Pada penelitian ini dilakukan tiga skenario jenis pola usaha yaitu

pola usaha I adalah usaha pembenihan lobster, pola usaha II adalah usaha

pembesaran lobster, dan pola usaha III adalah usaha pembenihan dan pembesaran

lobster. Berdasarkan hasil analisis finansial, ketiga pola usaha dinyatakan layak

untuk dijalankan. Tapi, yang paling menguntungkan adalah pola usaha II yaitu

usaha pembesaran lobster. Dari hasil kriteria investasi, pola usaha I memperoleh

NPV sebesar Rp 25.883.920, Net B/C Rasio 3,22, IRR 50 persen, dan payback

period 3,21 tahun. Sedangkan pola usaha II memperoleh NPV sebesar Rp

41.850.030, Net B/C Rasio 4,53, IRR 66 persen, dan payback period 2,69 tahun.

Pola usaha III mendapat nilai NPV sebesar Rp 37.457.890, Net B/C Rasio 3,45,
17
35

IRR 52 persen, dan payback period 3,18 tahun. Analisis sensitivitas dilakukan

untuk memperoleh nilai NPV=0 untuk melihat tingkat kepekaan usaha apabila

terjadi penurunan harga output, peningkatan harga pakan, dan penurunan

produksi. Dari hasil analisis switcing value yang dilakukan terhadap ketiga pola

usaha menunjukkan bahwa pola usaha I merupakan pola usaha yang paling

sensitif terhadap perubahan harga pakan, perubahan harga output dan perubahan

produksi. Perubahan produksi dan harga output adalah faktor yang paling sensitif

yang mempengaruhi kelayakan usaha ini.

Meskipun komoditi perikanan yang diteliti penulis sama dengan kedua

peneliti terdahulu diatas yaitu lobster air tawar, tetapi terdapat perbedaan pada

perusahaan tempat penelitian ini dilakukan. Selain itu, peneliti hanya melakukan

penelitian pada satu perusahaan dimana perusahaan beroperasi pada usaha

pembesaran lobster air tawar saja.

Beberapa penelitian lain yang terkait dengan kelayakan usaha budidaya

komoditas perikanan juga dilakukan oleh Roshayani (2002) yang melakukan

penelitian pada usaha udang vanname. Dari hasil perhitungan terhadap arus

menfaat dan biaya pada tingkat diskonto 14 persen diperoleh nilai NPV sebesar

Rp 1.442.292.775,16, Net B/C rasionya 2,43 dan tingkat IRR 54,37 persen.

Berdasarkan analisis finansial tersebut, usaha ini dikatakan layak untuk

dijalankan. Analisis sensitivitas yang dilakukan untuk melihat kepekaan usaha

apabila terjadi kenaikan harga pakan sebesar 10 persen dan 98,58 persen,

penurunan harga jual udang sebesar 10 persen dan 28,69 persen. Berdasarkan

hasil perhitungan terhadap kenaikan harga pakan 10 persen, usaha masih layak

diusahakan. Sedangkan jika kenaikan harga pakan mencapai 98,58 persen, maka
18
36

usaha berada pada batas kelayakan. Begitu pula pada perhitungan penurunan

harga jual, bila harga jual udang menurun 10 persen maka usaha masih diikatakan

layak untuk dijalankan, sedangkan jika penurunan harga jual hingga 28,69 persen,

maka usaha berada pada ambang kelayakan.

Jagatnata (2003) dalam penelitiannya terhadap studi kelayakan usaha udang

windu, melakukan perhitungan analisis finansial dengan tingkat diskonto 14

persen pada beberapa jenis tambak udang windu yaitu tambak ekstensif, semi

ekstensif, intensif, dan super intensif. Hasilnya adalah semua jenis tambak layak

untuk diusahakan dengan nilai NPV untuk tambak ekstensif sebesar Rp

124.585.724, tambak semi intensif Rp 304.255.216, tambak intensif sebesar Rp

457.611.072, dan tambak super intensif Rp 382.380.835. Nilai Gross B/C nya

adalah 2,436 untuk usaha tambak ekstensif, 2,172 untuk tambak semi intensif,

1,531 untuk tambak intensif , dan 1,163 untuk tambak super intensif. Tingkat IRR

untuk setiap jenis tambak secara berurutan adalah 69 persen, 141 persen, 111

persen, dan 83 persen. Analisis sensitivitas dilakukan jika diasumsikan terjadi

perubahan harga jual udang, kenaikan biaya produksi, dan perubahan volume

produksi. Berdasarkan perhitungan switching value diperoleh hasil bahwa usaha

masih layak untuk dijalankan selama perubahan yang terjadi pada penurunan

harga jual sebesar 33 persen untuk tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif

dan 25 persen untuk tambak super intensif. Perubahan kenaikan biaya produksi

yang masih membuat usaha ini layak adalah bila terjadi kenaikan biaya sebesar

28,6 persen pada harga bibit. Sedangkan perubahan volume produksi yang masih

dapat ditolerir adalah apabila terjadi penurunan produksi sebesar 50 persen.


19
37

Berdasarkan dua penelitian terdahulu tersebut, komoditi perikanan yang

diteliti oleh penulis jelas berbeda dengan komoditi penelitian kedua penulis diatas.
38

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Studi Kelayakan Proyek

Yang dimaksud proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang

menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit), atau

suatu aktiivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan

hasil (return) di waktu yang akan datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai

dan dilaksanakan sebagai satu unit (Kadariah, 2001). Menurut Gray (1992),

proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam

satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

benefit. Sumber-sumber yang digunakan dalam pelaksanaan proyek dapat berupa

barang-barang modal, tanah, bahan-bahan setengah jadi, bahan-bahan mentah,

tenaga kerja, dan waktu. Sedangkan Gittinger (1986) mengatakan bahwa proyek

yang bergerak dalam bidang pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang

mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang modal yang dapat

menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu.

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu

proyek, biasanya proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan

Suwarsono, 2000). Kriteria keberhasilan suatu proyek dapat dilihat dari manfaat

investasi yang terdiri dari:

1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (sering juga disebut

sebagai manfaat finansial).

2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga

manfaat ekonomi nasional).


21
39

3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek

Menurut Gittinger (1986), pada proyek pertanian ada enam aspek yang harus

dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu:

1. Aspek Pasar

Untuk memperoleh hasil pemasaran yang diinginkan, perusahaan harus

menggunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran.

Yang dimaksud dengan bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran

yang digunakan perusahaan terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di

pasar sasaran (Kotler, 2002). Analisis aspek pasar pada studi kelayakan

mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan

dilaksanakan, serta perkiraan penjualan.

2. Aspek Teknis

Aspek teknis menyangkut masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran

hasil-hasil produksi. Aspek teknis terdiri dari lokasi proyek, besaran skala

oprasional untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin

dan equipment, proses produksi, serta ketepatan penggunaan teknologi.

3. Aspek Manajemen

Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan.

Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari

manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal

penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan

manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur organisasi,

deskripsi jabatan, personil kunci, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan.
22
40

4. Aspek Hukum

Terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang

dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertfikat, dan izin

yang diperlukan dalam menjalankan usaha.

5. Aspek Sosial Lingkungan

Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya

terhadap devisa negara, peluang kerja, dan pengembangan wilayah dimana

proyek dilaksanakan.

6. Aspek Finansial

Pengaruh finansial terhadap proyek.

Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat

keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari

pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang

tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang

ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan,

dan 4) menentukan prioritas investasi (Gray, et al, 1992).

3.2 Teori Biaya dan Manfaat

Dalam analisa proyek, tujuan-tujuan analisa harus disertai dengan definisi

biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatau

yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang

membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai

pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap


23
41

manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan

sebagai berikut:

1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat

jangka panjang, seperti: tanah, bangunan, pabrik, mesin.

2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang

diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti: biaya bahan baku,

biaya tenaga kerja.

3. Biaya lainnya, seperti: pajak, bunga, dan pinjaman.

Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan

kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi:

1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan

dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti: peningkatan pendapatan dan

kesempatan kerja.

2. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan

tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek,

seperti: rekreasi.

Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan

suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi

adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari

investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai

perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari

investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986).


24
42

3.3 Analisis Kelayakan Investasi

Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan

biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur kemanfaatan proyek

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan perhitungan berdiskonto

dan tidak berdiskonto. Perbedaannya terletak pada konsep Time Value of Money

yang diterapkan pada perhitungan berdiskonto. Perhitungan diskonto merupakan

suatu teknik yang dapat “menurunkan” manfaat yang diperoleh pada masa yang

akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang”, sedangkan

perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum, yaitu: ukuran-ukuran

tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus

manfaat yang diterima (Gittinger, 1986).

Konsep nilai waktu uang (time value of money) menyatakan bahwa nilai

sekarang (present value) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa

yang akan datang (future value). Ada dua sebab yang menyebabkan hal ini terjadi

yaitu: time preference (sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat

ini lebih disenangi daripada jumlah yang sama namun tersedia di masa yang akan

datang) dan produktivitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat sekarang

memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa datang melalui

kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi

masyarakat secara keseluruhan (Kadariah et al., 2001).

Kadariah et al. (2001) juga mengungkapkan bahwa kedua unsur tersebut

berhubungan timbal balik di dalam pasar modal untuk menentukan tingkat harga

modal yaitu tingkat suku bunga, sehingga dengan tingkat suku bunga dapat

dimungkinkan untuk membandingkan arus biaya dan manfaat yang


25
43

penyebarannya dalam waktu yang tidak merata. Untuk tujuan itu, tingkat suku

bunga ditentukan melalui proses “discounting”.

3.4 Analisis Finansial

Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya

dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama

umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis finansial terdiri dari:

3.4.1 Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) suatu proyek menunjukkan manfaat bersih yang

diterima proyek selama umur proyek pada pada tingkat suku bunga tertentu. NPV

juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh

investasi. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang

relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

• NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat

dilaksanakan.

• NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang

dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya

tidak dilaksanakan.

• NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar

modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain,

proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.


26
44

3.4.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) menyatakan besarnya

pengembalian terhadap setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama

umur proyek. Net B/C merupakan angka perbandingan antara present value dari

net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif .

Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

• Net B/C > 0, maka NPV > 0, proyek menguntungkan

• Net B/C < 0, maka NPV < 0, proyek merugikan

• Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi

3.4.3 Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value

kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang

diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net

Present Value (NPV) sama dengan nol (0).

Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata

keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan

dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga

maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan.

Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku

bunga yang berlaku dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku

bunga yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

3.4.4 Payback Period (PBP)

Payback Period atau tingkat pengembalian investasi adalah salah satu

metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur
27
45

periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat

kembali, semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali

dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono, 1999).

3.5 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali analisa kelayakan

proyek yang telah dilakukan. Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh yang akan

terjadi apabila keadaan berubah. Hal ini merupakan suatu cara untuk menarik

perhatian pada masalah utama proyek yaitu proyek selalu menghadapi

ketidakpastian yang dapat terjadi pada suatu keadaan yang telah diramalkan

(Gittinger, 1986).

Semua proyek harus diamati melalui analisis sensitivitas. Pada bidang

pertanian, proyek-proyek sensitif berubah-ubah akibat empat masalah utama,

yaitu:

1. Perubahan harga jual

2. Keterlambatan pelaksanaan proyek

3. Kenaikan biaya

4. Perubahan volume produksi

3.6 Kerangka Operasional

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu proyek pertanian

dari usaha budidaya lobster air tawar. Analisis kelayakan dilakukan dengan

menganalisis aspek-aspek kelayakan investasi seperti aspek pasar, aspek teknis,

aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek finansial. Analisis finansial mengkaji
28
46

NPV, IRR, Net B/C Rasio, Payback Period, dan sensitivitas usaha budidaya

lobster air tawar ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

rekomendasi mengenai pelaksanaan usaha kepada pengusaha budidaya lobster air

tawar. Berikut adalah kerangka operasional penelitian pada usaha budidaya

lobster air tawar.


29
47

Meningkatnya kebutuhan Produk perikanan sebagai


protein yang disebabkan oleh alternatif sumber protein
meningkatnya jumlah hewani
penduduk

Lobster merupakan salah satu komoditas


perikanan yang berprotein juga bernilai
tinggi

Lobster Air Laut Lobster Air Tawar

Tidak dapat Dapat dibudidayakan


dibudidayakan

Usaha Budidaya
• Analisis Aspek Kelayakan Lobster Air Tawar
Usaha
• Analisis Finansial
Kelayakan Usaha
- NPV
Budidaya Lobster Air
- Net B/C
Tawar
- IRR
- PBP

Tidak Layak Layak

Tidak baik untuk Baik untuk diusahakan


diusahakan karena hanya karena dapat memberikan
mendatangkan kerugian keuntungan bagi yang
berinvestasi

Gambar 5. Kerangka Operasional Penelitian


48

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di K’BLAT’S Farm yang terletak di Kp.

Limusnunggal Rt 19/09, Desa Cibentang, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi,

Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja)

karena perusahaan ini tergolong baru karena baru berdiri pada Bulan Mei 2007.

Kegiatan pengumpulan data dilakukan selama bulan Desember 2007.

4.2 Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan manajer

perusahaan. Data primer yang didapat mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan

selama umur proyek, terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional serta

penerimaan dari pengusahaan lobster air tawar.

Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari studi

literatur berbagai buku, skripsi, internet, dan instansi terkait seperti Departemen

Kelautan dan Perikanan, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian serta Badan

Pusat Statistik (BPS).

4.3 Metode Analisis Data

Data kuantitatif dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dengan

menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk

tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah
31
49

dalam melakukan analisis data. Data kuantitatif meliputi biaya-biaya yang

dikeluarkan perusahaan mencakup biaya investasi dan biaya operasional serta

penerimaan dari hasil penjualan lobster air tawar. Sedangkan untuk data kualitatif

disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif merupakan hasil analisis

terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek

sosial ekonomi dan lingkungan.

4.4 Analisis Kelayakan Investasi

Untuk mengetahui kelayakan usaha budidaya lobster air tawar, maka

dilakukan perbandingan antara biaya dan manfaat. Kriteria kelayakan investasi

yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR),

dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Periode (PBP).

4.4.1 Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) suatu proyek atau usaha adalah selisih antara nilai

sekarang (present value) manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan

sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Dalam

menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Rumus

menghitung NPV adalah sebagai berikut:

Sumber : Gray Clive, 1992

Keterangan :

Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun ; i = tingkat bunga (diskonto)

Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun

n = jumlah tahun
32
50

Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

• NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat

dilaksanakan.

• NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang

dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya

tidak dilaksanakan.

• NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar

modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain,

proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.

4.4.2 Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan

antara jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang

yang bernilai negatif. Rumus untuk menghitung Net B/C adalah:

Sumber : Gray Clive, 1992


Keterangan :

Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun

Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun

n = jumlah tahun

i = tingkat bunga (diskonto)


33
51

Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

• Net B/C > 0, maka NPV > 0, proyek menguntungkan

• Net B/C < 0, maka NPV < 0, proyek merugikan

• Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi

4.4.3 Internal Rate Return (IRR)

IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan

yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR

mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek

untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai

IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan sebaliknya jika nilai

IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek tidak layak

untuk dilaksanakan. Rumus untuk menghitung IRR adalah:

Sumber : Kadariah et al., 2001


Keterangan :

i = Discount rate yang menghasilkan NPV positif

i’ = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif

NPV = NPV yang bernilai positif

NPV’ = NPV yang bernilai negatif

4.4.4 Tingkat Pengembalian Investasi (Payback Period)

Untuk melihat jangka waktu pengembalian suatu investasi dilakukan

perhitungan dengan menggunakan metode Payback Period yang menunjukkan

jangka waktu kembalinya investasi yang dikeluarkan melalui pendapatan bersih


34
52

tambahan yang diperoleh dari usaha budidaya lobster air tawar. Rumus yang

digunakan untuk menghitung jangka pengembalian investasi adalah:

Keterangan :

I = besarnya investasi yang dibutuhkan

Ab = benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya

Pada dasarnya semakin cepat Payback Period menandakan semakin kecil

resiko yang dihadapi oleh investor.

4.5 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan

yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis. Tujuan analisis ini adalah untuk

melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi,

apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di

dalam perhitunagn biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas ini perlu dilakukan

karena dalam kegiatan investasi, perhitungan didasarkan pada proyek-proyek yang

mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan

datang (Gittinger, 1986).

Gittinger (1986) mengatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas

adalah nilai pengganti (switching value). Pada analisis sensitivitas secara langsung

memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut dapat dilakukan perubahan

terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian dapat

menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek.


35
53

Dalam penelitian ini, digunakan analisis kepekaan apabila terjadi perubahan

pada kenaikan harga input, penurunan harga output, dan turunnya jumlah

produksi.

4.6 Asumsi Dasar Yang Digunakan

Analisis kelayakan usaha lobster air tawar ini menggunakan beberapa

asumsi dasar yaitu:

1. Usaha dilakukan dengan menggunakan modal sendiri.

2. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito

Bank Indonesia pada bulan Desember 2007 sebesar 8,25 persen.

3. Umur proyek adalah 10 tahun, didasarkan pada umur ekonomis kolam

4. Inflow dan Outflow merupakan proyeksi berdasarkan pada penelitian dan

informasi yang didapatkan pada tahun 2007.

5. Lobster air tawar yang diusahakan adalah jenis Cherax quadricarinatus atau

yang disebut juga redclaw (lobster air tawar capit merah).

6. Jumlah kolam lobster yang diteliti sebanyak 5 buah.

7. Benih lobster digunakan untuk usaha pembesaran adalah benih dengan

panjang 2-3 inchi.

8. Tingkat kehidupan telur hingga menjadi benih adalah 85 persen sedangkan

tingkat kehidupan benih hingga ukuran konsumsi adalah 75 persen.

Sedangkan 25 persen lainnya gagal panen yang disebabkan oleh kondisi benih

yang tidak baik, gagal molting, serangan penyakit Eromonas sp (penyakit ekor

melepuh) dan predator seperti ular sawah, ikan bogo, dan katak. Data ini

diperoleh dari hasil wawancara dengan pemilik perusahaan.


36
54

9. Lobster yang siap panen adalah lobster yang telah menjalani masa pembesaran

selama 6 bulan dan panjangnya mencapai 5-6 inchi dengan bobot 100

gram/ekor.

10. Harga yang digunakan adalah harga konstan yaitu harga jual lobster air tawar

ukuran konsumsi Rp. 150.000 per kg.

11. Total produksi adalah jumlah lobster yang dihasilkan selama satu tahun. Nilai

total penjualan adalah hasil kali antara total produksi dan harga jual.

12. Biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya lobster air tawar ini terdiri dari

biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun

ke-1 yaitu tahun 2007 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan-

peralatan yang telah habis umur ekonomisnya.

13. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.

14. Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan menggunakan

metode garis lurus dimana harga beli dibagi dengan umur ekonomis.

Sedangkan untuk harga tanah diasumsikan harga beli sama dengan harga jual

pada akhir umur proyek.

15. Dilakukan tiga skenario yaitu analisis kelayakan usaha budidaya lobster air

tawar dengan menggunakan 3 jenis pola usaha yaitu pola I adalah usaha

pembenihan (yaitu pengusahaan lobster mulai dari pemijahan hingga benih),

pola II adalah usaha pembesaran (yaitu pengusahaan lobster mulai dari benih

hingga ukuran konsumsi), dan pola III adalah usaha pembenihan dan

pembesaran (yaitu pengusahaan lobster mulai dari pemijahan hingga

pembesaran). Pola usaha II adalah usaha yang benar-benar dilakukan oleh


37
55

perusahaan, sedangkan pola usaha I dan III adalah usaha rancangan untuk

membuat alternatif jenis pengusahaan yang lebih menguntungkan.

16. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progesif berdasarkan UU No.

17 tahun 2000 Tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri

dan bentuk Usaha Tetap, yaitu:

• Penghasilan ≤ Rp. 50 juta dikenakan pajak sebesar 5 persen

• Penghasilan Rp 50-Rp 100 juta dikenakan pajak sebsar 10 persen

• Penghasilan ≥ Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 30 persen


56

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Profil Perusahaan

K’BLAT’S Farm adalah suatu usaha agribisnis di bidang pengusahaan

lobster air tawar. K’BLAT’S Farm adalah singkatan dari Keluarga Besar Lobster

Air Tawar Sukabumi yang artinya bahwa K’BLAT’S Farm merupakan usaha

keluarga. Hal ini disebabkan semua pengelola usaha K’BLAT’S Farm masih

memiliki ikatan keluarga satu sama lain. Perusahaan yang didirikan oleh Bapak

Sudradji pada tanggal 29 Mei 2007 di Kp. Limusnunggal, Desa Cibentang, Kec.

Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat ini merupakan usaha sampingan dari

pemilik. Meskipun belum berbentuk badan hukum, K’BLAT’S Farm sudah

memperoleh izin resmi usaha dari pemerintah daerah setempat berdasarkan Surat

Keterangan Usaha No. 500/20/2003/V/2007. K’BLAT’S Farm yang bergerak

dalam usaha pembesaran lobster air tawar ini masih beroperasi dalam skala kecil.

Hal ini disebabkan pemilik menggunakan modal sendiri dalam pembangunan

usahanya sehingga pemilik tidak dapat menjalankan usahanya dalam skala besar

secara langsung.

Perusahaan yang didirikan di tengah-tengah areal persawahan ini memiliki

luas 1300 m2 dan tanah yang digunakan adalah bekas sawah. Keuntungan

pemilihan lokasi yang berada di areal persawahan adalah adanya sumber mata air

yang menyebabkan ketersediaan air untuk menjalankan usaha ini selalu terjamin.

Usaha ini didirikan dengan tujuan sebagai investasi masa depan pemilik di hari

tuanya. Bapak Sudradji mempercayakan keponakannya yang mengerti tentang

budidaya lobster air tawar untuk mengelola usahanya dan beliau hanya bertindak
39
57

sebagai pemilik yang sesekali datang ke lokasi usaha untuk melakukan

pengontrolan.

5.2 Jenis dan Perkembangan Usaha

Produk yang dihasilkan oleh K’BLAT’S Farm adalah lobster air tawar

ukuran konsumsi. Sejak didirikan, K’BLAT’S Farm telah memiliki 5 buah kolam

pembesaran lobster air tawar yang semuanya telah ditebar benih lobster melalui 3

tahap. Karena tergolong perusahaan baru, maka belum ada perkembangan yang

menonjol yang terjadi pada perusahaan ini. Pemilik perusahaan berencana akan

meningkatkan produksi lobsternya dengan menambah jumlah kolam pembesaran.

Selain itu, perusahaan ini juga berencana untuk melakukan pembenihan sendiri

lobster air tawar yang menjadi bahan baku usaha pembesaran lobster air tawar.

Hal ini bertujuan untuk menghemat biaya bahan baku dan meningkatkan

pendapatan.
58

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

6.1 Aspek Pasar

Dalam aspek pasar akan dikaji mengenai potensi pasar lobster air tawar baik

dari sisi permintaan, penawaran maupun harga yang berlaku, juga strategi

pemasaran yang dilakukan perusahaan menyangkut bauran pemasaran yaitu harga,

tempat, promosi, dan distribusi.

6.1.1 Potensi Pasar

Potensi pasar untuk lobster air tawar sangat tinggi. Tingginya potensi pasar

lobster air tawar ini terbukti dari jumlah permintaan akan lobster air tawar yang

tinggi baik dalam maupun luar negeri. Permintaan lobster air tawar ini datang dari

restoran-restoran yang menyajikan hidangan lobster dalam daftar menunya dan

rumah tangga. Namun, penawaran lobster air tawar masih sangat terbatas karena

masih sedikit orang yang menggeluti usaha budidaya lobster air tawar. Hal ini

membuat harga lobster air tawar tinggi yaitu Rp. 150.000 per kg untuk lobster air

tawar ukuran konsumsi. Harga tersebut berlaku di tingkat pengumpul, sedangkan

harga pada tingkat end user dapat mencapai kisaran Rp. 200.000-250.000 per kg.

Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran lobster air tawar

memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Dengan demikian, pasar

dapat menyerap seluruh jumlah produksi lobster yang dipanen oleh perusahaan.

Kebutuhan lobster air tawar untuk memenuhi pasar Jakarta saja mencapai 2-3 ton

per bulan, sedangkan untuk nasional diperkirakan jumlah kebutuhan lobster air

tawar antara 6-8 ton per bulan dengan restoran sebagai penyerap utamanya jika

diasumsikan bahwa 5 persen dari penduduk Indonesia mengkonsumsi lobster air


41
59

tawar. Dari angka tersebut dapat dilihat betapa menjanjikannya usaha budidaya

lobster air tawar ini (Cucun, 2006). Bahkan, permintaan lobster air tawar

diramalkan tidak akan surut selama masih ada konsumen yang berniat untuk

mengkonsumsinya.

6.1.2 Strategi Pemasaran

Mengenai sarana promosi, K’BLAT’S Farm belum memiliki alat atau media

khusus untuk memasarkan lobster air tawar yang diproduksinya. Sejauh ini,

K’BLAT’S Farm menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul lobster

BFC (Bintaro Fish Center). Distribusi dari perusahaan ke pengumpul dilakukan

sendiri oleh perusahaan. Lobster yang telah dipanen terlebih dahulu dimasukkan

ke dalam kotak sterofoam dan diberi es balok serut sebagai pengawet, baru

kemudian dikirim ke pengumpul yaitu BFC (Bintaro Fish Center). Dari BFC,

lobster akan didistribusikan kepada end user baik itu restoran maupun rumah

tangga melalui pengecer. BFC sendiri telah memasang iklan di beberapa media

cetak seperti majalah trubus. BFC juga membuka situs www.lobsterairtawar.com

untuk memberikan informasi mengenai lobster air tawar dan pemasarannya.

Berikut adalah skema aliran pemasaran lobster air tawar yang dilakukan oleh

K’BLAT’S Farm.

K’BLAT’S Farm

Pedagang Pengumpul
(Bintaro Fish Center)

End User
(restoran, rumah tangga)
Sumber: K’BLAT’S Farm

Gambar 6. Skema Aliran Pemasaran Lobster Air Tawar K’BLAT’S Farm


42
60

6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar

Berdasarkan analisis potensi pasar lobster air tawar di atas, dapat

disimpulkan bahwa pengusahaan lobster air tawar ini layak untuk diusahakan. Hal

ini dikarenakan besarnya potensi pasar lobster air tawar jika dilihat dari sisi

permintaan, penawaran, dan harga. Jumlah permintaan yang tidak diimbangi oleh

jumlah penawaran menciptakan peluang besar pada pengusahaan lobster air tawar.

Di samping itu, harga jual yang tinggi juga cukup menjanjikan bahwa usaha

lobster air tawar dapat mendatangkan keuntungan.

6.2 Aspek Teknis

Analisis dalam aspek teknis mencakup lokasi usaha proyek, besarnya skala

usaha proyek, jenis pemilihan mesin, proses produksi, dan ketepatan teknologi

yang digunakan. Berikut adalah hasil analisis pada tiap kriteria aspek teknis.

6.2.1 Lokasi Usaha

Lokasi usaha K’BLAT’S Farm terletak di Kp. Limusnunggal, Desa

Cibentang, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat. Beberapa

pertimbangan dalam pemilihan lokasi produksi adalah:

1. Ketersediaan bahan baku

Bahan baku utama yang digunakan oleh K’BLAT’S Farm adalah benih

lobster air tawar. Perusahaan membeli benih tersebut dari perusahaan

pembenihan lobster yang terletak di daerah Pertukangan, Ciledug dengan

harga Rp 2000/ekor untuk ukuran 2 inchi dan Rp 3.500 untuk ukuran 3

inchi. Memang lokasi perusahaan pembenihan terbilang jauh dari lokasi

proyek. Tetapi, K’BLAT’S Farm tidak mengalami kendala dalam hal ini
43
61

karena benih yang dibeli akan diantar ke lokasi proyek. Bahan baku lainnya

seperti pakan lobster dibeli secara bersamaan dengan benih dari perusahaan

yang sama. Bahan baku juga tidak sulit untuk diperoleh, karena penjual

benih dan pakan selalu mempunyai persediaan yang memadai dan dapat

dipesan secara mendadak. Jadi secara keseluruhan, perusahaan tidak

menghadapi masalah yang cukup berarti mengenai ketersediaan bahan baku.

2. Letak pasar yang dituju

K’BLAT’S Farm menjual hasil panen lobster air tawarnya kepada pedagang

pengumpul yang bernama BFC (Bintaro Fish Center). Hal ini disebabkan

untuk menjual langsung kepada end user seperti restoran, dibutuhkan

kontinuitas produksi yang belum dapat dilakukan oleh K’BLAT’S Farm.

Sehingga untuk saat ini, K’BLAT’S Farm baru dapat menjual lobster air

tawarnya ke pedagang pengumpul dengan harga yang telah ditetapkan oleh

pihak pedagang pengumpul yaitu Rp 150.000 per kg dengan isi 10 ekor.

BFC (Bintaro Fish Center) adalah pedagang pengumpul untuk komoditi

perikanan khususnya lobster air tawar. Perusahaan dapat menjual seluruh

hasil panen lobsternya kepada BFC. Tidak ada batasan kuota atau jumlah

lobster yang dapat dijual dan tidak ada syarat kontinuitas produksi. Setelah

itu, BFC lah yang akan mendistribusikan lobster air tawar tersebut kepada

end user. K’BLAT’S Farm tidak menjual produknya ke pasar tradisional

karena sejauh ini masih sangat jarang pasar tradisional yang menjual lobster,

mungkin karena harganya yang mahal sehingga dikhawatirkan tidak

terjangkau oleh pembeli.


44
62

3. Tenaga listrik dan air

Tenaga listrik sudah menjangkau daerah lokasi proyek. Sehingga untuk

penggunaan listrik, tidak ada masalah dalam hal ini. Sementara itu, air

sangat berlimpah di daerah lokasi proyek. Saat ini K’BLAT’S Farm

menggunakan air yang berasal dari sumber mata air langsung untuk

keperluan usahanya. Hal ini sangat membantu perusahaan dalam masalah

ketersediaan air. Dengan menggunakan air yang langsung dari sumbernya,

K’BLAT’S Farm tidak perlu mengeluarkan biaya untuk penggunaan air dan

listrik yang seyogyanya harus dikeluarkan perusahaan jika menggunakan

sumur pompa atau PAM. Selain itu, kebutuhan akan air bersih dan kaya

oksigen bagi lobster dapat terjaga karena air terus mengalir sepanjang hari.

Air yang digunakan pun tidak mengandung bahan kimia atau logam

sehingga perusahaan tidak perlu melakukan proses penyaringan air untuk

menghilangkan kandungan bahan kimia dan logam.

4. Suplai tenaga kerja

Perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tenaga

kerja. Suplai tenaga kerja dapat diperoleh dari warga sekitar lokasi proyek.

Tenaga kerja sangat dibutuhkan terutama saat pembuatan kolam lobster.

Sementara itu, tenaga kerja dalam mengelola kegiatan usaha berasal dari

anggota keluarga pemilik perusahaan.

5. Fasilitas transportasi

Lokasi proyek yang terletak di perkampungan juga telah memiliki fasilitas

jalan aspal meskipun kondisinya agak rusak. Untuk alat transportasi tersedia

ojek dan angkutan umum (angkot). Tapi untuk menuju lokasi proyek hanya
45
63

dapat diakses dengan menggunakan ojek atau kendaraan pribadi, karena

tidak ada angkot yang beroperasi sampai ke lokasi proyek.

6. Hukum dan peraturan yang berlaku

Sejauh ini, tidak ada hambatan hukum dan peraturan lokal yang melarang

kegiatan usaha ini. Perusahaan juga telah mendapat izin resmi usaha dari

pemerintah setempat berdasarkan Surat Keterangan Usaha No.

500/20/2003/V/2007 yang dikeluarkan oleh kepala desa Cibentang. Kondisi

sosial budaya masyarakat setempat pun tidak ada yang menentang kegiatan

usaha ini, meskipun sebagian besar mata pencaharian masyarakat sekitar

adalah petani.

7. Iklim dan keadaan tanah

Kondisi iklim daerah Sukabumi cukup mendukung untuk dilakukan

pengusahaan lobster air tawar. Rentang perbedaan suhu antara siang dan

malam yang tidak terlalu jauh, sangat baik untuk pertumbuhan lobster air

tawar.

8. Sikap masyarakat

Sikap masyarakat sangat terbuka dan mendukung adanya usaha lobster air

tawar ini. Masyarakat sekitar juga mulai tertarik untuk membuka usaha yang

sama. Tetapi, mereka masih takut untuk mengambil resiko karena modal

yang diperlukan dalam usaha ini cukup besar. Selain itu, mereka juga

terbatas dalam pengetahuan budidaya lobster air tawar.

9. Rencana untuk perluasan usaha

K’BLAT’S Farm berencana untuk menambah jumlah kolam lobsternya.

Untuk merealisasikan harapan tersebut, tidak ada kendala yang menghambat


46
64

karena lokasi proyek bukan merupakan daerah padat sehingga masih ada

lahan yang dapat dimanfaatkan.

6.2.2 Skala Usaha

Saat ini K’BLAT’S Farm masih beropersi dalam skala kecil. Produksinya

baru dapat dipasarkan ke pedagang pengumpul di BFC (Bintaro Fish Club). Untuk

mencapai skala ekonomis, K’BLAT’S Farm setidaknya harus memiliki 12 kolam

agar dapat memanen lobsternya setiap bulan. Dengan demikian, perusahaan ini

akan dapat menjual langsung hasil produksinya kepada end user yaitu restoran

atau rumah tangga dengan harga yang lebih tinggi daripada menjual ke pedagang

pengumpul. Karena permintaan lobster air tawar masih sangat tinggi, maka

peluang untuk meraih keuntungan besar dapat diperoleh dengan memperluas skala

usaha. Kapasitas perusahaan juga masih belum tergarap secara optimal. Hal ini

dapat dijadikan modal dalam rencana perluasan skala usaha. Dapat dikatakan

bahwa K’BLAT’S Farm masih sangat berpotensi untuk meningkatkan skala

usahanya untuk mencapai skala ekonomis.

6.2.3 Proses Produksi

Proses produksi lobster air tawar pada K’BLAT’S Farm melalui beberapa

tahap mulai dari persiapan kolam sampai panen. Berikut adalah tahapan proses

produksi lobster air tawar:

a. Persiapan Kolam

Pada usaha pembesaran, jenis kolam yang digunakan adalah kolam tanah.

Sebelum ditebarkan benih lobster, kolam harus disiapkan terlebih dahulu.

Persiapan kolam lobster mencakup kegiatan perawatan kolam. Kegiatan

yang dilakukan dalam persiapan kolam adalah pengeringan kolam,


47
65

penebaran kapur, pemberian garam perikanan, pemberian batu ziolid, dan

pengisian air. Pertama, kolam dikeringkan dan kemudian ditebarkan kapur

yang bertujuan untuk membunuh bakteri yang ada pada kolam. Penebaran

kapur ini harus sesuai dosis yaitu 100 gram per m2. Setelah ditebar kapur,

kolam didiamkan selama 1 hari dan kemudian baru diberikan garam

perikanan dengan dosis yang sama seperti kapur yaitu 100 gram per m2

untuk membunuh bakteri, penyakit, dan jentik-jentik ikan. Selanjutnya,

kolam diberikan batu ziolid granul untuk menyuburkan lumpur, menetralkan

amonia, dan mengikat logam-logam berat. Dosis yang diberikan masih sama

yaitu 100 gram per m2. Kemudian, kolam diisi air dan didiamkan selama 7

hari. Lalu kolam dikuras lagi dan diisi air serta diamkan selama 3 hari dan

siap untuk dimasukkan benih. Proses persiapan kolam pembesaran dapat

dilihat pada Gambar 7.

Kolam Tanah Pengeringan Kolam Pemberian


Kapur

Pengisian Air I
(diamkan selama Penebaran Batu Pemberian
7 hari) Ziolid Granul Garam Ikan

Pengurasan Kolam Pengisian Air II Kolam Siap


(diamkan 3 hari) Digunakan
Sumber: K’BLAT’S Farm

Gambar 7. Proses Persiapan Kolam Pembesaran Lobster Air Tawar

b. Penebaran Benih

Benih ditebarkan pada kolam yang telah siap untuk ditanam. Benih yang

digunakan adalah benih lobster dengan ukuran 2-3 inchi. Penebaran lobster
48
66

dilakukan dalam 3 tahap. Jumlah benih yang ditebar disesuaikan dengan luas

kolam. Agar pertumbuhan lobster optimal, jumlah benih yang ditebar adalah

10-20 ekor per m2.

c. Pemberian Pakan

Pemberian pakan lobster dilakukan 3 kali dalam sehari dengan proporsi 25

persen pada pagi hari, 37,5 persen pada sore hari, dan 37,5 persen pada

malam hari. Besarnya porsi pakan yang diberikan mengikuti aturan umum

pemberian pakan lobster yaitu 3 persen dari bobot lobster. Sedangkan jenis

pakan yang diberikan adalah pelet udang dengan kandungan protein 45

persen. Adapun pakan lain yang diberikan seperti keong mas dan cacing

diperoleh dari lokasi sekitar usaha secara gratis. Pakan seperti ini tidak

diberikan secara rutin melainkan diberikan pada saat-saat tertentu saja (bila

ada).

d. Perawatan Benih

Perawatan benih yang dimaksud adalah menjaga kondisi benih dari hal-hal

yang dapat menghambat atau bahkan mengganggu pertumbuhan benih agar

dapat tumbuh optimal. Perawatan benih yang biasa dilakukan adalah

pemberian batu ziolid seminggu sekali untuk mengurangi kadar amonia

dalam air yang dihasilkan dari urin lobster. Selain itu, perawatan benih juga

dilakukan dengan memisahkan lobster-lobster yang sakit dengan lobster-

lobster yang sehat. Hal ini bertujuan agar lobster yang sakit tidak dimangsa

oleh lobster lain.


49
67

e. Panen

Panen dilakukan saat lobster telah berumur 5-6 bulan dengan panjang

mencapai 5-6 inchi dengan bobot sekitar 100 gram per ekor. Panen dapat

dilakukan dengan 2 cara yaitu cara pertama dengan menguras kolam untuk

memanen lobster dan yang kedua dengan menggunakan jaring ikan untuk

menangkap lobster. Biasanya perusahaan melakukan panen dengan cara

menguras kolam karena akan lebih mudah dalam menangkap lobster serta

memudahkan untuk persiapan kolam berikutnya.

f. Pasca Panen

Lobster yang telah dipanen siap untuk dikemas dan didistribusikan.

Pengemasan lobster dilakukan dengan menggunakan kotak sterofoam dan es

balok serut sebagai pengawet. Kapasitas 1 kotak sterofoam adalah 8-10 kg

lobster. Lobster yang telah dimasukkan ke dalam sterofoam kemudian diberi

es balok serut dan ditutup dengan daun pepaya baru kemudian kotak ditutup

dan dilekatkan menggunakan lakban agar sterofoam tetap tertutup rapat.

6.2.4 Hasil Analisis Aspek Teknis

Dari hasil analisis terhadap aspek teknis, dapat dikatakan bahwa

pengusahaan lobster air tawar yang dilakukan oleh K’BLAT’S Farm adalah layak

untuk dijalankan. Tidak ada masalah yang dapat menghambat jalannya kegiatan

usaha lobster air tawar ini. Usaha ini pun telah dilegalkan oleh pemerintah daerah

setempat melalui surat izin usaha yang dikeluarkan oleh kepala desa Cibentang.
50
68

6.3 Aspek Manajemen

Sejak didirikan pada tanggal 29 Mei 2007, K’BLAT’S Farm belum

mempunyai struktur organisasi formal seperti perusahaan pada umumnya.

Alasannya adalah perusahaan ini masih tergolong baru dan masih merupakan

usaha keluarga. Jadi, karena sifatnya yang kekeluargaan membuat perusahaan ini

bergerak secara non formal tanpa struktur yang jelas. Meskipun tanpa struktur

organisasi lengkap, K’BLAT’S Farm memiliki pembagian tugas yang jelas.

Pemilik perusahaan bertindak sebagai pengawas jalannya kegiatan usaha.

Sementara itu, pegawainya bertugas untuk memelihara lobster, merawat kolam,

dan pemanenan. Jumlah tenaga kerja yang digunakan sebanyak 2 orang.

Keduanya masih memiliki hubungan keluarga dengan pemilik perusahaan.

Kebutuhan tenaga kerja yang paling banyak adalah pada saat pembangunan

proyek. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pembuatan kolam dan bangunan di

lokasi proyek.

Perusahaan ini cukup layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek

manajemen. Perusahaan ini memang belum memiliki struktur organisasi formal,

tetapi telah mempunyai pembagian tugas yang jelas antara pemilik dan pengelola

kegiatan usaha. Hal ini disebabkan karena perusahaan ini masih baru dan skala

usahanya kecil serta merupakan usaha keluarga. Jadi, cukup wajar apabila

perusahaan ini belum mempersiapkan struktur formal untuk sebuah organisasi

atau perusahaan.
51
69

6.4 Aspek Hukum

Pada aspek hukum, hal yang perlu dianalisis adalah bentuk badan hukum

usaha yang dijalankan serta izin usaha yang diperoleh perusahaan.

6.4.1 Bentuk Badan Usaha

Sebagai perusahaan baru, K’BLAT’S Farm belum menentukan bentuk

badan hukum apa yang akan digunakan. Selain karena skala usaha yang masih

kecil, hampir seluruh modal yang digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha

lobster air tawar ini berasal dari pemilik perusahaan. Berbeda dengan perusahaan

yang telah berbentuk CV atau Firma. Pada CV atau Firma, jumlah pemilik modal

biasanya berjumlah lebih dari 1 orang. Jadi, pengumpulan modal usaha dilakukan

oleh beberapa orang yang sepakat untuk menjalankan usaha bersama. Perbedaan

yang paling menonjol antara CV dan Firma adalah tanggung jawab antar pemilik

modal. Jika pada CV terdapat sekutu aktif yaitu orang yang memberikan

modalnya serta terlibat dalam pelaksanaan kegiatan usaha dan sekutu pasif yaitu

orang yang hanya memberikan modal tanpa ikut serta dalam pelaksanaan kegitan

usaha. Sedangkan pada Firma, tidak terdapat sekutu aktif dan sekutu pasif, semua

pemilik modal ikut terlibat dalam pelaksanaan kegiatan usaha.

Dengan kata lain, K’BLAT’S Farm dapat digolongkan dalam usaha

perorangan karena modal usaha yang digunakan berasal dari 1 orang yang

berperan sebagai pemilik perusahaan. Keuntungan dari bentuk usaha ini adalah

pemilik perusahaan dapat menikmati seluruh keuntungan yang diperoleh

perusahaan. Sedangkan kelemahannya adalah segala bentuk kerugian atau beban

perusahaan harus ditanggung sendiri oleh pemilik perusahaan.


52
70

6.4.2 Izin Usaha

Dalam menjalankan kegiatan usaha lobster air tawar, K’BLAT’S Farm telah

memperoleh izin usaha dari pemerintah setempat yaitu dari Kepala Desa

Cibentang melalui Surat Keterangan Usaha No. 500/20/2003/V/2007. Surat

tersebut menyatakan bahwa di Kp. Limusnunggal, Desa Cibentang ada kegiatan

pengusahaan lobster air tawar dan kegiatan usaha ini dinilai tidak berdampak

negatif bagi masyarakat sekitar.

6.5 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Usaha yang dijalankan oleh K’BLAT’S Farm juga memberikan kontribusi

bagi pendapatan negara atau pemerintah daerah berupa pajak dari keuntungan

usaha K’BLAT’S Farm. Selain itu, keberadaan K’BLAT’S Farm tidak

memberikan dampak buruk bagi kondisi lingkungan daerah sekitar proyek.

Berbeda dengan kegiatan usaha perindustrian yang menghasilkan limbah, kegitan

usaha budidaya lobster air tawar yang dilakukan oleh K’BLAT’S Farm ini tidak

menghasilkan limbah yang dapat berdampak buruk bagi keseimbangan

lingkungan. Beberapa warga yang memiliki sawah di sekitar lokasi proyek justru

mendapat keuntungan. Di antara mereka pernah ada yang menemukan lobster

yang kabur atau terbawa aliran air di tengah-tengah sawah mereka. K’BLAT’S

Farm juga memberikan peluang kerja tambahan bagi masyarakat sekitar.

Contohnya adalah pada saat pembangunan, dimana perusahaan membutuhkan

tenaga kerja yang cukup banyak untuk pembuatan kolam.

Jika dilihat dari aspek sosial ekonomi dan lingkungan, pengusahaan lobster

air tawar ini layak untuk dijalankan. Selain tidak menimbulkan limbah yang dapat
53
71

merusak lingkungan, kegiatan usaha ini juga dapat menambah kesempatan kerja

bagi masyarakat sekitar dan memberikan kontribusi bagi negara berupa pajak.
72

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui

kelayakan pengusahaan lobster air tawar. Analisis kelayakan finansial yang

dilakukan pada ketiga pola usaha bertujuan untuk melihat jenis pola pengusahaan

lobster air tawar manakah yang lebih menguntungkan untuk dijalankan. Untuk

mengetahui hasil kelayakan pengusahaan lobster air tawar akan dilihat dari

kriteria-kriteria kelayakan finansial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan

Payback Periode.

7.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I (Pembenihan)

7.1.1 Analisis Hasil Inflow

Pada usaha pembenihan lobster air tawar ini, arus penerimaan diperoleh dari

hasil penjualan benih lobster air tawar. Selain dari nilai penjualan benih,

penerimaan juga diperoleh dari nilai sisa biaya investasi berupa tanah dan

bangunan. Jumlah indukan lobster yang digunakan adalah 10 set indukan yang

terdiri dari 5 ekor betina dan 3 ekor jantan per set-nya, sehingga total jumlah

indukan yang digunakan adalah 50 ekor betina dan 30 ekor jantan. Proses

pemijahan atau perkawinan antara induk betina dan jantan dilakukan secara masal

dalam kolam pemijahan yang terbuat dari kolam plastik berukuran 168 cm x 46

cm. Satu buah kolam pemijahan dapat memuat 2 set indukan sehingga untuk

melakukan proses pemijahan diperlukan 5 buah kolam plastik. Tiap induk betina

dapat menghasilkan 200 ekor telur dengan tingkat kematian (SR) telur menjadi

benih lobster berumur 2 bulan adalah 15 persen. Jadi, pada tiap produksi

didapatkan 10.000 butir telur dengan jumlah benih hidup sebanyak 8.500 ekor.
55
73

Induk betina yang sudah bertelur kemudian dipindahkan ke kolam

pemeliharaan untuk menunggu telur-telurnya menetas dan mencegah agar telur-

telur tersebut tidak dimakan oleh induk jantan. Setelah semua telur-telurnya

menetas, induk betina kemudian dipindahkan ke akuarium pemeliharaan induk,

dimana induk betina dan induk jantan dipisahkan dalam akuarium yang berbeda.

Benih-benih yang baru menetas dibesarkan dalam kolam pemeliharaan hingga

berukuran 2 inchi selama 2 bulan. Harga jual benih ukuran 2 inchi adalah Rp

2.000 per ekor. Indukan dapat dibuahi 3 kali dalam setahun dan masa produktif

indukan adalah 5 tahun.

Produksi benih pada tahun pertama adalah 17.000 ekor yang diperoleh dari

hasil produksi sebanyak 2 kali dimana tiap produksi menghasilkan 8.500 ekor

benih. Untuk tahun kedua sampai tahun ke-10, total produksi benih sebanyak

25.500 ekor yang dihasilkan dari 3 kali periode produksi dengan jumlah produksi

tiap periode adalah 8.500 ekor benih. Jumlah produksi per tahun dan nilai

penjualan benih lobster air tawar disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih Lobster Air Tawar
Tahun Ke Jumlah Produksi Harga Satuan Nilai (Rp)
(ekor) (Rp/ekor)
1 17.000 2.000 34.000.000
2 25.500 2.000 51.000.000
3 25.500 2.000 51.000.000
4 25.500 2.000 51.000.000
5 25.500 2.000 51.000.000
6 25.500 2.000 51.000.000
7 25.500 2.000 51.000.000
8 25.500 2.000 51.000.000
9 25.500 2.000 51.000.000
10 25.500 2.000 51.000.000
Total 238.000 493.000.000

Setelah indukan tidak produktif lagi, maka indukan dapat dijual dengan

harga jual menggunakan harga jual lobster ukuran konsumsi yaitu Rp 150.000/kg.
56
74

Bobot indukan diasumsikan sesuai dengan bobot lobster untuk konsumsi yaitu

100 gram/ekor. Jumlah indukan lobster yang digunakan adalah 10 set dengan total

50 ekor induk betina dan 30 ekor induk jantan. Karena diasumsikan bobot

indukan setara dengan lobster konsumsi yaitu 100 gram/ekor, maka dari indukan

afkir didapatkan 8 kg lobster (1 kg terdiri dari 10 ekor lobster). Sehingga jumlah

penerimaan tambahan dari penjualan indukan afkir adalah Rp 1.200.000 (8 kg x

Rp 150.000/kg) dan selama umur proyek diperoleh 2 kali penerimaan tambahan

dari hasil penjualan indukan afkir ini yaitu pada tahun ke-5 dan ke-10.

Selain dari penjualan benih, penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai

sisa (salvage value) biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun pertama yang

tidak habis terpakai selama umur proyek. Nilai sisa yang terdapat hingga akhir

umur proyek dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek. Biaya-biaya investasi

pada usaha pembenihan lobster air tawar ini yang tidak habis terpakai antara lain

lahan dan bangunan. Untuk menghitung nilai sisa lahan, diasumsikan bahwa nilai

beli sama dengan nilai jual. Sementara nilai sisa bangunan dihitung dengan

mengurangi nilai beli dengan penyusutannya per tahun selama umur proyek. Nilai

sisa pada pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha I


No Uraian Nilai (Rp) Umur Penyusutan Sisa (Rp)
Ekonomis Per Tahun
(tahun)
1. Lahan 21.200.000 - - 21.200.000
2. Bangunan 10.000.000 15 666.666,67 3.333.333,33
Total 24.533.333,33
57
75

7.1.2 Analisis Hasil Outflow

Arus pengeluaran pada pola usaha I terdiri dari pengeluaran untuk biaya

investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi adalah biaya-biaya

yang dikeluarkan pada tahun pertama proyek yang terdiri dari:

1. Lahan digunakan untuk mendirikan bangunan dan kolam pemeliharaan benih.

Lahan tersebut dibeli seharga Rp 21.200.000

2. Bangunan sebagai kantor sekaligus tempat tinggal bagi pengelola agar dapat

terus mengontrol keadaan lobster.

3. Indukan sebagai bahan baku dalam usaha pembenihan untuk menghasilkan

telur. Jumlah indukan yang digunakan adalah 10 set (1 set terdiri dari 5 betina

dan 3 jantan) dengan umur produktif indukan adalah 5 tahun.

4. Kolam pemijahan adalah kolam untuk melakukan perkawinan massal indukan

lobster. Kolam pemijahan ini terbuat dari plastik karena lebih murah dan

mudah digunakan.

5. Kolam pemeliharaan merupakan kolam untuk memelihara benih lobster yang

baru menetas hingga benih berumur bulan.

6. Akuarium digunakan sebagai wadah pemeliharaan indukan lobster setelah

dilakukan perkawinan. Pemeliharaan induk lobster jantan dan betina dilakukan

secara terpisah pada akuarium yang berbeda.

7. Aerator sebagai penyuplai oksigen di kolam pemijahan dan akuarium.

8. Selang aerator digunakan untuk menyalurkan oksigen dari aerator ke dalam

kolam dan akuarium.

9. Pipa paralon digunakan sebagai tempat persembunyian induk lobster betina

saat menggendong telur.


58
76

10. Jaring atau serokan digunakan untuk menangkap benih lobster dari kolam

pemeliharaan.

11. Timbangan kecil digunakan untuk menimbang berat lobster.

12. Balas lampu dan lampu neon digunakan sebagai alat penerangan pada malam

hari di sekitar kolam.

13. Bambu digunakan sebagai pagar yang membatasi areal proyek dengan lahan

warga.

Rincian Biaya investasi pada pola usaha I ini terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Biaya Investasi Pada Pola Usaha I


No Uraian Jumlah Panjang Harga Nilai (Rp) Umur
(buah) (m)/ Satuan Ekono-
Luas (Rp) mis
(m2) (tahun)
1. Lahan - 1300 m2 16.307,69 21.200.000 -
2. Bangunan 1 35m2 285.714,28 10.000.000 15
3. Indukan (set) 10 - 750.000 7.500.000 5
4. Kolam 5 168 cm x 200.000 1.000.000 5
Pemijahan 46 cm
5. Kolam 5 70 m2 5.000.000 25.000.000 10
Pemeliharaan
6. Akuarium 8 1 m x 0,5 175.000 1.400.000 10
m x 0,5
m
7. Aerator 10 - 170.000 1.700.000 5
8. Selang - 50 m 2.000 100.000 5
Aerator
9. Pipa Paralon 80 @ 20 cm 1.250 100.000 5
10. Jaringan/Sero 3 - 15.000 45.000 5
kan
11. Timbangan 1 - 45.000 45.000 10
Kecil
12. Balas Lampu 1 - 25.000 25.000 5
13. Lampu 1 - 10.000 10.000 2
14. Bambu untuk 50 - 10.000 500.000 10
pagar

Selain biaya investasi juga ada biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh

perusahaan apabila biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur

ekonomisnya. Tidak semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya


59
77

beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak selama umur proyek. Biaya

reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri dari:

Tabel 6. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha I


No Uraian Umur Jumlah Harga Nilai (Rp)
Ekonomis (buah)/ Satuan
(tahun) Panjang (m) (Rp)
1. Indukan (set) 5 10 750.000 7.500.000
2. Kolam Pemijahan 4 5 200.000 1.000.000
3. Aerator 5 10 170.000 1.700.000
4. Selang Aerator 5 50 2.000 100.000
5. Pipa Paralon 5 80 1.250 100.000
6. Jaringan/Serokan 5 3 15.000 45.000
7. Balas Lampu 5 1 25.000 25.000
8. Lampu 2 1 10.000 10.000

Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

produksi lobster air tawar. Biaya operasional pada pola usaha I ini terdiri atas

biaya pakan, listrik, sterofoam, dan transportasi. Jumlah pakan (pelet) yang

digunakan pada usaha pembenihan dalam 1 periode produksi (4 bulan) adalah 25

kg dengan harga beli adalah Rp 20.000/kg. Sedangkan biaya listrik untuk daya

110 kwh dikenakan tagihan rata-rata Rp. 100.000/bulan. Biaya operasional lain

yang dikeluarkan adalah biaya pembelian sterofoam dan transportasi. Satu buah

sterofoam dapat memuat ± 240 ekor benih sehingga untuk mengemas 8.500 ekor

benih diperlukan 35 buah sterofoam. Biaya transportasi dikeluarkan untuk

mengantarkan hasil produksi ke tempat penjualan benih. Secara ringkas biaya

operasional pada pola usaha I dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 7. Biaya Operasional Tiap Produksi (per 4 bulan)


No Uraian Jumlah Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)
1. Pakan (kg) 25 20.000 500.000
2. Listrik (kwh) 110 100.000 400.000
3. Sterofoam (buah) 35 35.000 1.225.000
4. Transportasi - - 300.000
60
78

Selain biaya investasi dan biaya operasional, perusahaan juga mengeluarkan

biaya tetap yang terdiri dari biaya perawatan kolam dan gaji pegawai. Biaya

perawatan kolam dikeluarkan sebanyak 2 kali tiap periode produksi. Perawatan

kolam yang dilakukan adalah pemberian garam ikan untuk membunuh jentik-

jentik nyamuk maupun bakteri lain. Dosis pemberian garam ikan adalah 100

gram/m2 dan harga garam ikan hádala Rp 10.000/kg. Jadi biaya yang dikeluarkan

untuk setiap perawatan kolam adalah Rp. 350.000. Biaya tetap lain adalah gaji

pegawai sebesar Rp 800.000/bulan. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Biaya Tetap Pada Pola Usaha I


No Uraian Jumlah Nilai (Rp)
1. Perawatan Kolam 2 kali/produksi 700.000
2. Gaji Pegawai 2 orang 1.600.000

7.1.3 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilihat dari kriteria nilai NPV, Net B/C, IRR,

dan Payback Periode. Pada pola usaha I, diperoleh hasil analisis finansial sebagai

berikut.

Tabel 9. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I


Kriteria Hasil
Net Present Value (NPV) 73.792.135
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) 3,47
Internal Rate Return (IRR) 33 %
Payback Periode (PBP) 4,04

Berdasarkan analisis finansial di atas dapat dilihat bahwa usaha pembenihan

lobster air tawar ini memperoleh NPV > 0 yaitu sebesar Rp. 73.792.135 yang

artinya bahwa usaha pembenihan lobster air tawar ini layak untuk dijalankan.

NPV sama dengan Rp 73.792.135 juga menunjukkan manfaat bersih yang


61
79

diterima dari usaha pembenihan lobster air tawar selama umur proyek terhadap

tingkat diskon (discount rate) yang berlaku. Kriteria lain yang dianalisis adalah

Net B/C, pada pola usaha I ini diperoleh nilai Net B/C > 0 yaitu sebesar 3,47 yang

menyatakan bahwa usaha pembenihan lobster air tawar ini layak dijalankan. Nilai

Net B/C sama dengan 3,47 artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan selama umur

proyek menghasilkan Rp 3,47 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari

analisis finansial pola usaha I adalah 33 persen dimana IRR tersebut lebih besar

dari discount factor yang berlaku yaitu 8,25 persen. Nilai IRR tersebut

menunjukkan tingkat pegembalian internal proyek sebesar 33 persen dan karena

IRR > 8,25 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan.. Pola usaha

pembenihan lobster air tawar ini memiliki periode pengembalian biaya investasi

selama 4,04 tahun.

7.1.4 Analisis Switching Value

Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti

(switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang mendekati nol. Hasil

switching value pada pola usaha I adalah sebagai berikut.

Tabel 10. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I


Perubahan Persentase NPV Net IRR Payback
(%) B/C Periode
Penurunan Produksi 23,8 % 8.275 1,56 8% 7,96
Kenaikan Harga Pakan 774,95 % 803 1,55 8% 8,52
Penurunan Harga Jual 23,8 % 8.275 1,56 8% 7,96

Dari hasil analisis switching value diatas dapat dilihat bahwa batas maksimal

perubahan terhadap penurunan produksi, kenaikan harga pakan, dan penurunan

harga jual masing-masing adalah 23,8 persen, 774,95 persen, dan 23,8 persen.

Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha pembenihan
62
80

lobster air tawar ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Besarnya

penurunan produksi dan harga jual sebesar 23,8 persen menunjukkan bahwa usaha

pembenihan lobster air tawar ini masih layak apabila penurunan yang terjadi

terhadap produksi dan harga jual tidak lebih besar dari 23,8 persen. Sementara itu,

besarnya kenaikan harga pakan yang masih dapat mendatangkan keuntungan bagi

usaha pembenihan lobster air tawar adalah 774,95 persen. Ini berarti bahwa

kenaikan harga pakan memiliki pengaruh yang kecil terhadap kelangsungan

usaha.

Berdasarkan hasil analisis switching value terhadap pola usaha I dapat

disimpulkan bahwa produksi dan harga jual merupakan hal yang sangat

berpengaruh terhadap kelayakan usaha, sedangkan harga pakan tidak terlalu

berpengaruh karena penggunaan pakan tidak terlalu besar dan harganya pun relatif

murah. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase perubahan yang dapat

mengubah tingkat kelayakan usaha pembenihan lobster air tawar.

7.2 Analisis Kelayakan Finansial Skenario II

7.2.1 Analisis Hasil Inflow

Arus penerimaan pada pola usaha II yaitu usaha pembesaran lobster air

tawar diperoleh dari penjualan lobster ukuran konsumsi. Selain itu, penerimaan

juga diperoleh dari nilai sisa biaya investasi proyek berupa lahan, dan bangunan.

Pada usaha pembesaran ini, total jumlah benih yang ditebar adalah 3.545 ekor

yang dilakukan melalui 3 tahap. Dengan adanya selang penebaran benih pada tiap

kolam menyebabkan masa panen yang tidak bersamaan. Lama masa pembesaran

lobster hingga ukuran konsumsi dengan panjang 6 inchi dan bobot 100 gram/ekor
63
81

adalah 6 bulan. Jadi dalam 1 tahun, perusahaan melakukan 6 kali panen dimana

tiap tahap panen 2 kali dalam setahun. Tingkat kematian (SR) benih hingga

menjadi lobster konsumsi adalah 25%. Dengan demikian jumlah lobster yang

dapat dipanen hanya 75% dari total benih yang ditebar. Harga jual lobster ukuran

konsumsi pada tingkat pengumpul adalah Rp 150.000/kg dengan isi 10 ekor/kg.

Pada tahun pertama, jumlah produksi lobster air tawar sebanyak 2.659 ekor

atau 75 persen dari 3.545 ekor (jumlah benih yang ditebar), dengan berat total

sebesar 265,9 kg (1 kg terdiri dari 10 ekor lobster). Pada tahun kedua sampai

dengan tahun ke-10 produksi lobster adalah 5.318 ekor atau 2 kali produksi pada

tahun pertama. Hal ini disebabkan pada tahun pertama terdapat proses persiapan

proyek sehingga produksi belum terlaksana secara penuh, sedangkan pada tahun

kedua hingga tahun ke-10 produksi sudah dapat dijalankan dengan penuh artinya

dalam setahun dilakukan 2 kali periode produksi. Berikut adalah Tabel penjualan

lobster air tawar ukuran konsumsi mulai tahun ke-1 hingga tahun ke-10.

Tabel 11. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Lobster Air Tawar
Konsumsi
Tahun Jumlah Bobot (kg) Harga Satuan Nilai (Rp)
Ke Produksi (Rp/kg)
(ekor)
1 2.659 265,9 150.000 39.885.000
2 5.318 531,8 150.000 79.770.000
3 5.318 531,8 150.000 79.770.000
4 5.318 531,8 150.000 79.770.000
5 5.318 531,8 150.000 79.770.000
6 5.318 531,8 150.000 79.770.000
7 5.318 531,8 150.000 79.770.000
8 5.318 531,8 150.000 79.770.000
9 5.318 531,8 150.000 79.770.000
10 5.318 531,8 150.000 79.770.000
Total 4.875,75 757.815.000

Penerimaan pada pola usaha pembesaran lobster air tawar juga diperoleh

dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang tidak habis pakai hingga akhir
64
82

umur proyek. nilai sisa tersebut didapat dari lahan dan bangunan. Diasumsikan

nilai jual lahan sama dengan nilai belinya, sedangkan nilai sisa bangunan

diperoleh dengan menyusutkannya dari nilai bangunan dan umur ekonomis

bangunan tersebut. Nilai sisa pada pola usaha II disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha II
No Uraian Nilai (Rp) Umur Penyusutan Sisa (Rp)
Ekonomis Per Tahun
(tahun)
1. Lahan 21.200.000 - - 21.200.000
2. Bangunan 10.000.000 15 666.666,67 3.333.333,33
Total 24.533.333,33

7.2.2 Analisis Hasil Outflow

Arus pengeluaran pada pola usaha II terdiri dari pengeluaran untuk biaya

investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi adalah biaya-biaya

yang dikeluarkan pada tahun pertama proyek. Biaya investasi pada pola usaha II

terdiri dari:

1. Lahan yang digunakan sebagai tempat mendirikan bangunan dan kolam.

2. Bangunan digunakan sebagai kantor sekaligus tempat tinggal bagi pengelola

usaha.

3. Kolam digunakan untuk melakukan proses produksi yaitu pembesaran lobster

air tawar. Kolam yang digunakan adalah kolam tanah sebanyak 5 buah dengan

luas masing-masing 70 m2.

4. Naungan Kolam yang digunakan adalah paranet. Naungan kolam ini berfungsi

untuk mengurangi jumlah cahaya matahari yang jatuh ke atas kolam.

5. Naungan lobster digunakan sebagai tempat bersembunyi lobster di dalam

kolam. Bahan yang digunakan sebagai naungan lobster adalah genteng.


65
83

6. Pompa air digunakan untuk menyedot air dari kolam pada saat pengurasan

kolam.

7. Bak digunakan untuk penampungan sementara lobster yang sedang dipanen

sebelum dikemas di dalam sterofoam.

8. Jaring Ikan atau serokan digunakan untuk menangkap lobster

9. Timbangan besar digunakan untuk menimbang berat lobster keseluruhan saat

panen.

10. Timbangan kecil untuk menimbang bobot 1 ekor lobster.

11. Balas lampu dan lampu neon sebagai penerangan pada malam hari di sekitar

kolam.

12. Aerator digunakan sebagai penghasil oksigen tambahan ke dalam kolam.

13. Selang aerator sebagai penyalur oksigen dari aerator ke dalam kolam.

14. Selang pompa air untuk menyalurkan air dari kolam keluar.

15. Bambu untuk pagar sebagai pembatas areal usaha dengan lahan di luar areal

usaha.

Tabel 13 menyajikan daftar biaya investasi pada pola usaha II.


66
84

Tabel 13. Biaya Investasi Pada Pola Usaha II


No Uraian Jumlah Panjan Harga Nilai (Rp) Umur
(buah) g Satuan Ekono
(m)/ (Rp) -mis
Luas (th)
(m2)
1. Lahan (m2) - 1.300 16.307,69 21.200.000 -
m2
2. Bangunan 1 35 m2 285.714,28 10.000.000 15
3. Kolam 5 70 m2 5.000.000 25.000.000 10
4. Naungan Kolam - 35 m 4.857,14 170.000 5
5. Naungan Lobster 1772 - 500 886.000 2
6. Pompa Air 1 - 350.000 350.000 5
7. Bak 7 - 12.000 84.000 10
8. Jaring 3 - 15.000 45.000 5
Ikan/Serokan
9. Timbangan Besar 1 - 110.000 110.000 10
10. Timbangan Kecil 1 - 45.000 45.000 10
11. Balas Lampu Neon 1 - 25.000 25.000 5
12. Lampu Neon 1 - 9.000 9.000 2
13. Selang Aerator - 50 m 2.000 100.000 5
14. Selang Pompa Air - 4m 15.000 60.000 5
15. Aerator 1 - 170.000 170.000 5
16. Bambu untuk 50 - 10.000 500.000 10
pagar

Selain biaya investasi juga ada biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh

perusahaan apabila biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur

ekonomisnya. Tidak semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya

beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak selama umur proyek seperti

naungan kolam, naungan lobster, pompa air, jaring ikan atau serokan, balas

lampu, lampu neon, selang aerator, selang pompa air, dan aerator. Biaya

reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 14.
67
85

Tabel 14. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha II


No Uraian Umur Jumlah Harga Nilai (Rp)
Ekonomis (buah)/ Satuan
(tahun) Panjang (m) (Rp)
1. Naungan Kolam 5 35 4.857,14 170.000
2. Naungan Lobster 2 1772 500 886.000
3. Pompa Air 5 1 350.000 350.000
4. Jaring 5 3 15.000 45.000
Ikan/Serokan
5. Balas Lampu 5 1 25.000 25.000
6. Lampu Neon 2 1 9.000 9.000
7. Selang Aerator 5 50 2.000 100.000
8. Selang Pompa Air 5 4 15.000 60.000
9. Aerator 5 1 170.000 170.000

Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

produksi lobster air tawar. Biaya operasional pada usaha pembesaran lobster air

tawar terdiri atas biaya benih, pakan, listrik, sterofoam, es balok, transportasi, dan

batu ziolid. Benih lobster yang digunakan adalah benih dengan ukuran 2-3 inchi

dengan harga satuan Rp. 2.000/ekor untuk ukuran 2 inchi dan Rp 3.500/ekor

untuk ukuran 3 inchi. Jumlah pakan yang digunakan untuk tiap periode produksi

adalah 75 kg dengan harga beli Rp 20.000/kg. Dalam menunjang kegiatan

produksi digunakan listrik dengan daya 110 kwh dan dikenakan tarif rata-rata per

bulan Rp 100.000. Biaya lain yang dikeluarkan adalah sterofoam untuk mengemas

hasil produksi. Sebuah sterofoam memiliki kapasitas 10 kg lobster air tawar

ukuran konsumsi. Jadi kebutuhan total sterofoam untuk tiap kali panen adalah 27

buah untuk menampung 265,9 kg lobster dengan harga beli Rp 35.000/buah.

Selain sterofoam, diperlukan juga es balok serut saat mengemas lobster.

Tujuannya adalah untuk mengurangi aktivitas lobster selama perjalanan. Satu

buah es balok dapat digunakan untuk 3 buah sterofoam sehingga jumlah es balok

yang dipakai pada tiap kali panen adalah 9 buah. Biaya operasional lain adalah
68
86

transportasi dan batu ziolid. Transportasi digunakan untuk mengantarkan hasil

produksi ke pedagang pengumpul di BFC sedangkan batu ziolid diberikan selama

proses produksi dengan tujuan untuk mengurangi kadar amonia pada air.

Pemberian batu ziolid ini dilakukan seminggu sekali dengan dosis 100 gram/m2

dengan harga beli batu ziolid adalah Rp 2.500/kg. Biaya operasional pola usaha II

disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Biaya Operasional Tiap Produksi (per 6 bulan)


No Uraian Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
1. Benih (ekor)
a. Ukuran 3 inchi 1.200 3.500 4.200.000
b. Ukuran 2 inchi 2.345 2.000 4.690.000
Total 3545 8.890.000

2. Pellet (kg) 75 20.000 1.500.000


3. Listrik (kwh) 110 100.000/bln 600.000
4. Sterofoam (buah) 27 35.000 945.000
5. Es Balok (buah) 9 30.000 270.000
6. Transportasi - - 900.000
7. Batu ziolid (kg) 840 2.500 2.100.000

Selain biaya investasi dan biaya operasional, perusahaan juga mengeluarkan

biaya tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri atas biaya

perawatan kolam dan gaji pegawai. Perawatan kolam dilakukan 1 kali dan 1

periode produksi yaitu pada saat panen lobster. Biaya perawatan kolam digunakan

untuk pembelian garam ikan dan batu ziolid. Jumlah garam ikan yang digunakan

saat perawatan semua kolam sebanyak 35 kg (dosis penggunaan 100 gram/m2)

dengan harga beli Rp 10.000/kg dan jumlah penggunaan batu ziolid sebanyak 35

kg (dosis penggunaan 100 gram/m2) dengan harga beli Rp 2.500/kg. Biaya tetap

lainnya adalah gaji pegawai sebesar Rp 800.000/orang/bulan. Biaya tetap pada

pola usaha II dapat dilihat pada Tabel berikut.


69
87

Tabel 16. Biaya Tetap Pada Pola Usaha II


No Uraian Jumlah Nilai (Rp)
1. Perawatan Kolam (kali/bulan) 1 kali/6 bulan 437.500
2. Gaji Pegawai (per bln) 2 orang 1.600.000

7.2.3 Analisis Kelayakan Finansial

Kelayakan finansial usaha pembesaran lobster air tawar dapat dilihat dari

beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. Hasil cashflow

pada pola usaha ini menunjukkan hasil sebagai berikut:

Tabel 17. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II


Kriteria Hasil
Net Present Value (NPV) 112.563.989
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) 4,22
Internal Rate Return (IRR) 41 %
Payback Periode (PBP) 3,40

Pada pola usaha II diperoleh nilai NPV>0 yaitu sebesar Rp 112.563.989

sehingga usaha pembesaran lobster air tawar ini dikatakan layak. Nilai pada NPV

menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha pembesaran lobster air

tawar pada discount rate yang berlaku. Sedangkan hasil Net B/C diperoleh 4,22

dimana Net B/C > 0 sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. Net B/C sama

dengan 4,22 berarti setiap Rp 1 biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek

menghasilkan Rp 4,22 manfaat bersih. IRR yang diperoleh pada usaha

pembesaran lobster air tawar adalah 41 persen dan lebih besar dari discount rate

yang berlaku yaitu 8,25 persen. Ini berarti usaha layak untuk dilaksanakan dengan

tingkat pengembalian internal sebesar 41 persen. Sedangkan periode yang

diperlukan untuk mengembalikan semua biaya investasi adalah 3,40 tahun.


70
88

7.2.4 Analisis Switching Value

Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti

(switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang mendekati nol. Hasil

switching value pada pola usaha II adalah sebagai berikut.

Tabel 18. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha II


Perubahan Persentase NPV Net IRR Payback
(%) B/C Periode
Penurunan Produksi 23,11 % 11.664 1,55 8% 8,16
Kenaikan Harga Pakan 571,77 % 1.205 1,54 8% 8,63
Penurunan Harga Jual 23,11 % 11.664 1,55 8% 8,16

Hasil switching value pada pola usaha II menunjukkan bahwa perubahan

terhadap penurunan produksi, kenaikan harga pakan, dan penurunan harga jual

yang masih membuat usaha ini layak adalah 23,11 persen, 571,77 persen, dan

23,11 persen. Perubahan terhadap produksi dan harga jual adalah perubahan yang

paling berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Berdasarkan hasil analisis

switching value, usaha pembesaran lobster air masih layak apabila besarnya

penurunan produksi dan harga jual tidak melebihi 23,11 persen. Jika penurunan

yang terjadi lebih besar dari 23,11 persen, maka usaha pembesaran lobster air

tawar ini menjadi tidak layak.

Sementara itu, kenaikan harga pakan tidak memiliki pengaruh yang besar

terhadap kelayakan usaha. Hal ini dapat dilihat dari besarnya perubahan kenaikan

harga pakan yang mencapai 571,77 persen. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa

usaha pembesaran lobster air tawar ini sangat sensitif terhadap perubahan

produksi dan harga jual karena dapat mengubah tingkat kelayakan usahanya.
71
89

7.3 Analisis Kelayakan Finansial Skenario III

7.3.1 Analisis Hasil Inflow

Pada pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan pembesaran lobster air

tawar, arus pemasukan diperoleh dari penjualan benih lobster dan penjualan

lobster konsumsi. Dalam hal ini perusahaan melakukan sendiri pembenihan untuk

kemudian benih tersebut digunakan sebagai bahan baku usaha pembesaran lobster

untuk konsumsi dan sisanya dijual. Jumlah kolam yang digunakan adalah 5 buah

terbagi atas 2 buah kolam untuk pembenihan dan 3 kolam untuk pembesaran.

Dengan kapasitas kolam yang ada, pembenihan dilakukan dengan menggunakan 5

set indukan yang terdiri dari 25 induk betina dan 15 induk jantan. Tiap induk

betina dapat menghasilkan 200 ekor telur dengan tingkat kematian (SR) telur

menjadi benih lobster berumur 2 bulan adalah 15 persen. Jadi, pada tiap produksi

didapatkan 5.000 butir telur dengan jumlah benih hidup sebanyak 4.250 ekor. Dari

4.200 ekor benih yang hidup tersebut sebanyak 2.100 ekor dibesarkan sampai

ukuran konsumsi dan sisanya sebanyak 2.150 ekor dijual sebagai benih.

Dalam setahun, indukan lobster dapat dibuahi sebanyak 3 kali. Sementara

proses pembesaran hanya dapat dilakukan 2 kali dalam setahun. Karena itulah ada

1 kali masa pembenihan dimana hasilnya dijual semua dalam bentuk benih.

Tingkat kematian (SR) benih hingga menjadi lobster konsumsi adalah 25% dan

ukuran lobster konsumsi yang dipanen adalah lobster yang telah mengalami masa

pembesaran selama 6 bulan dan mencapai bobot 100 gram/ekor. Harga jual yang

digunakan untuk benih sama seperti pada pola usaha I yaitu Rp 2.000/ekor.

Demikian juga dengan harga jual lobster konsumsi yang digunakan adalah harga

jual yang sama pada pola usaha II yaitu Rp 150.000/kg.


72
90

Pada tahun pertama, diperoleh hasil produksi benih sebanyak 8.500 ekor

yang dihasilkan dari 2 kali proses pembenihan. Sebanyak 2.100 ekor benih

dibesarkan di kolam pembesaran, sedangkan 6.400 ekor lainnya dijual. Sedangkan

produksi lobster konsumsi pada tahun pertama menghasilkan 1575 ekor (75% dari

2.100 ekor yang ditebar) atau setara dengan 157,5 kg lobster dimana benih

awalnya diperoleh dengan cara membeli dan pada proses pembesaran kedua baru

menggunakan benih hasil usaha pembenihan sendiri. Pada tahun kedua sampai

dengan tahun ke-10 jumlah produksi benih adalah 12.750 ekor dan yang

digunakan untuk proses pembesaran sebanyak 4.200 ekor untuk 2 kali proses

pembesaran. Sementara jumlah produksi lobster konsumsi sebanyak 3150 ekor

(75% dari 4.200 benih yang digunakan) atau 315 kg. Tabel 19 adalah tabel yang

memaparkan penjualan benih lobster dan lobster air tawar ukuran konsumsi.

Tabel 19. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih dan Lobster Konsumsi
Th Produksi
Ke Benih Harga Nilai (Rp) Lobster Harga Nilai (Rp)
(ekor) Satuan Konsumsi Satuan
(Rp) (Kg) (Rp)
1. 6.400 2.000 12.800.000 157,5 150.000 23.625.000
2. 8.550 2.000 17.100.000 315 150.000 47.250.000
3. 8.550 2.000 17.100.000 315 150.000 47.250.000
4. 8.550 2.000 17.100.000 315 150.000 47.250.000
5. 8.550 2.000 17.100.000 315 150.000 47.250.000
6. 8.550 2.000 17.100.000 315 150.000 47.250.000
7. 8.550 2.000 17.100.000 315 150.000 47.250.000
8. 8.550 2.000 17.100.000 315 150.000 47.250.000
9. 8.550 2.000 17.100.000 315 150.000 47.250.000
10. 8.550 2.000 17.100.000 315 150.000 47.250.000
Total 166.700.000 Total 448.875.000

Selain dari penjualan benih dan lobster konsumsi, tambahan penerimaan

pada usaha pembenihan dan pembesaran lobster ini juga diperoleh dari penjualan

indukan afkir yaitu indukan yang sudah tidak produktif lagi. Umur produktif

indukan adalah 5 tahun sehingga perusahaan harus mengganti indukan dengan


73
91

yang baru setelah umur produktifnya habis. Indukan afkir dijual dengan

menggunakan standar harga penjualan lobster konsumsi yaitu Rp 150.000/kg.

Diasumsikan berat 1 ekor indukan adalah 100 gram sehingga 5 set indukan (terdiri

dari 25 induk betina dan 15 induk jantan) dapat dijual dengan berat 4 kg. Berikut

adalah tabel penjualan indukan afkir pada pola usaha III.

Tabel 20. Nilai Penjualan Indukan Afkir


Tahun Jumlah Indukan Afkir Berat (kg) Harga Jual/kg Nilai (Rp)
Ke (ekor)
5 40 4 Rp 150.000 600.000
10 40 4 Rp 150.000 600.000

Sumber penerimaan lain adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak

habis pakai pada akhir umur proyek. Nilai sisa tersebut berasal dari lahan dan

bangunan. Nilai sisa lahan diasumsikan sama dengan harga beli lahan, sedangkan

nilai sisa bangunan diperoleh dari hasil penyusutan biaya investasi awal dengan

umur ekonomisnya. Berikut adalah Tabel nilai sisa pada pola usaha III.

Tabel 21. Nilai Sisa Pada Pola Usaha III


No Uraian Nilai (Rp) Umur Penyusutan Sisa (Rp)
Ekonomis Per Tahun
(tahun)
1. Lahan 21.200.000 - - 21.200.000
2. Bangunan 10.000.000 15 666.666,67 3.333.333,33
Total 24.533.333,33

7.3.2 Analisis Hasil Outflow

Arus pengeluaran pada pola usaha III terdiri atas biaya investasi, biaya

operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi pola usaha III terdiri atas:

1. Lahan sebagai tempat pelaksanaan usaha yaitu tempat mendirikan bangunan

dan kolam pemeliharaan.

2. Bangunan sebagai kantor juga tempat tinggal pengelola usaha agar dapat terus

mengontrol kondisi lobster.


74
92

3. Indukan sebagai input pada usaha pembenihan. Jumlah indukan yang

digunakan pada pola usaha III ini sebanyak 5 set (25 induk betina dan 15

induk jantan)

4. Benih lobster digunakan sebagai input pada usaha pembesaran di tahun

pertama saat usaha pembenihan belum berjalan. Pada saat usaha pembenihan

sudah berjalan maka benih tidak lagi dibeli melainkan menggunakan hasil dari

pembenihan.

5. Kolam pemijahan digunakan untuk mengawinkan indukan lobster. Kolam

pemijahan ini terbuat dari plastik karena lebih murah dan mudah digunakan.

6. Kolam pemeliharaan digunakan untuk pemeliharaan benih setelah menetas

dan pembesaran benih hingga ukuran konsumsi. Jumlah kolam pemeliharaan

sebanyak 5 buah dimana 2 buah digunakan untuk pemeliharaan benih dan 3

buah digunakan untuk pembesaran lobster.

7. Akuarium digunakan untuk pemeliharaan induk setelah proses pemijahan

(perkawinan).

8. Aerator sebagai penyuplai oksigen tambahan

9. Selang aerator untuk menyalurkan oksigen dari aerator ke kolam dan

akuarium)

10. Pipa paralon sebagai tempat persembunyian induk lobster betina saat

menggendong telur.

11. Jaring ikan atau serokan digunakan untuk menangkap lobster.

12. Timbangan kecil dan timbangan besar. Timbangan kecil digunakan untuk

mengukur bobot tiap lobster sedangkan timbangan besar untuk menimbang

hasil panen secara keseluruhan.


75
93

13. Balas lampu dan lampu neon sebagai penerangan lokasi usaha di malam hari.

14. Bambu untuk pagar sebagai pembatas antara lokasi usaha dengan areal sekitar

lokasi usaha.

15. Pompa air digunakan untuk menyedot air dari kolam saat dilakukan

pengurasan kolam.

16. Selang pompa air untuk menyalurkan air dari kolam keluar kolam.

17. Naungan Kolam digunakan untuk menghalangi sinar matahari jatuh secara

langsung ke kolam.

18. Naungan lobster digunakan sebagai tempat persembunyian lobster di dasar

kolam. Bahan yang digunakan sebagai naungan lobster adalah genteng.

Biaya investasi pada pola usaha ini terdapat pada Tabel 22.
76
94

Tabel 22. Biaya Investasi Pada Pola Usaha III


No Uraian Jumlah Panjang Harga Nilai (Rp) Umur
(buah) (m)/ Satuan Ekono-
Luas (Rp) mis
(m2) (tahun)
1. Lahan - 1300 m2 16.307,69 21.200.000 -
2. Bangunan 1 35 m2 285.714,28 10.000.000 15
3. Indukan (set) 5 - 750.000 3.750.000 5
4. Benih Lobster 2.100 - 2.000 4.200.000 6 bln
(ekor)
5. Kolam 3 168 cm x 200.000 600.000 5
Pemijahan 46 cm
6. Kolam 5 70 m2 5.000.000 25.000.000 15
Pemeliharaan
7. Akuarium 4 1 m x 0,5 175.000 700.000 10
m x 0,5
m
8. Aerator 7 - 170.000 1.190.000 5
9. Selang Aerator - 50 m 2.000 100.000 5
10. Pipa Paralon 40 @ 20 cm 1.250 50.000 5
11. Jaringan/Serok 3 - 15.000 45.000 5
an
12. Timbangan 1 - 45.000 45.000 10
Kecil
13. Timbangan 1 - 110.000 110.000 10
Besar
14. Balas Lampu 1 - 25.000 25.000 5
15. Lampu 1 - 10.000 10.000 2
16. Bambu untuk 50 - 10.000 500.000 10
pagar
17. Pompa Air 1 - 350.000 350.000 5
18. Selang Pompa - 4m 15.000 60.000 5
Air
19. Naungan - 35 m 4.857,14 170.000 5
Kolam
20. Naungan 1.050 - 500 525.000 2
Lobster

Pada biaya investasi diatas, terdapat beberapa biaya yang memiliki umur

ekonomis lebih cepat daripada umur proyek. Komponen biaya tersebut harus

mengalami reinvestasi untuk menjaga kelangsungan produksi. Biaya reinvestasi

pada pola usaha ini terdiri atas:


77
95

Tabel 23. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha III


No Uraian Umur Jumlah Harga Nilai (Rp)
Ekonomis (buah)/ Satuan
(tahun) Panjang (Rp)
(m)
1. Indukan (set) 5 5 750.000 3.750.000
2. Kolam Pemijahan 4 3 200.000 600.000
3. Aerator 5 7 170.000 1.190.000
4. Selang Aerator 5 50 2.000 100.000
5. Pipa Paralon 5 40 1.250 50.000
6. Jaringan/Serokan 5 3 15.000 45.000
7. Balas Lampu 5 1 25.000 25.000
8. Lampu 2 1 10.000 10.000
9. Naungan Kolam 5 35 4.857,14 170.000
10. Naungan Lobster 2 1.050 500 525.000
11. Pompa Air 5 1 350.000 350.000
12. Selang Pompa Air 5 4 15.000 60.000

Komponen biaya lain yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah biaya

operasional. Biaya-biaya ini dikeluarkan selama proses produksi dilaksanakan.

Biaya operasional pada usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar

terdiri atas biaya pakan, listrik, sterofoam, es balok, transportasi, dan batu ziolid.

Jumlah pakan yang digunakan selama setahun adalah 127,5 kg dengan pembagian

37,5 kg untuk pakan pembenihan dan 90 kg untuk pakan pembesaran dimana

harga beli pakan sebesar Rp 20.000/kg. Kegiatan produksi juga menggunakan

listrik dengan daya 110 kwh dan dikenakan tarif rata-rata per bulan Rp 100.000.

Biaya lain yang dikeluarkan adalah sterofoam untuk mengemas hasil produksi.

Sebuah sterofoam memiliki kapasitas ± 240 ekor untuk benih dan 10 kg lobster air

tawar ukuran konsumsi. Jadi kebutuhan total sterofoam untuk tiap tahun adalah 68

buah dengan rincian 36 buah untuk mengemas benih dan 32 buah untuk

mengemas lobster konsumsi. Harga beli sterofoam adalah Rp 35.000/buah. Selain

sterofoam, diperlukan juga es balok serut khusus pada saat mengemas lobster

konsumsi. Tujuannya adalah untuk mengurangi aktivitas lobster selama


78
96

perjalanan. Satu buah es balok dapat digunakan untuk 3 buah sterofoam sehingga

jumlah es balok yang dipakai pada tiap kali panen adalah 10 buah. Biaya

operasional lain adalah transportasi dan batu ziolid. Transportasi digunakan untuk

mengantarkan hasil produksi ke pedagang pengumpul di BFC sedangkan batu

ziolid diberikan selama proses produksi dengan tujuan untuk mengurangi kadar

amonia pada air. Pemberian batu ziolid ini dilakukan seminggu sekali dengan

dosis 100 gram/m2. Biaya operasional pada pola usaha ini terdapat pada Tabel

berikut.

Tabel 24. Biaya Operasional Tiap Produksi (per tahun)


No Uraian Jumlah Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
1. Pakan (kg) 127,5 20.000 2.550.000
2. Listrik (kwh) 110 100.000/bln 1.200.000
3. Sterofoam (buah) 68 35.000 2.380.000
4. Es Balok 10 30.000 300.000
5. Transportasi 5 300.000 1.500.000
6. Batu Ziolid 1.008 2.500 2.520.000

Selain biaya investasi dan biaya operasional, ada juga biaya tetap yang

dikeluarkan perusahaan. Biaya tetap terdiri dari biaya perawatan kolam dan gaji

pegawai. Perawatan kolam pada pola usaha pembenihan dan pembesaran lobster

dilakukan sebanyak 8 kali selama satu tahun. Perawatan kolam terdiri dari

pemberian garam ikan dan batu ziolid. Dosis pemberian garam ikan dan batu

diolid masing-masing 100 gram/m2 dengan harga baeli garam ikan adalah Rp

10.000/kg dan batu ziolid Rp 2.500/kg. Jumlah tenaga kerja yang digunakan

sebanyak 2 orang karena usaha budidaya lobster air tawar ini memang tidak

membutuhkan banyak tenaga kerja meskipun jenis pekerjaannya bertambah.

Biaya tetap pada pola usaha III ini dapat dilihat pada Tabel 25.
79
97

Tabel 25. Biaya Tetap


No Uraian Jumlah Nilai (Rp)
1. Perawatan Kolam (kali/tahun) 8 kali/th 1.365.000
2. Gaji Pegawai (per bln) 2 orang 1.600.000

7.3.3 Analisis Kelayakan Finansial

Kelayakan finansial usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar

dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback

Periode. Hasil cashflow pada pola usaha ini menunjukkan hasil sebagai berikut:

Tabel 26. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III


Kriteria Hasil
Net Present Value (NPV) 138.280.330
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) 5,14
Internal Rate Return (IRR) 52 %
Payback Periode (PBP) 2,79

Pada pola usaha II diperoleh nilai NPV>0 yaitu sebesar 138.280.330

sehingga usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar ini dikatakan layak.

Nilai pada NPV menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha

pembesaran lobster air tawar pada discount rate yang berlaku. Sedangkan hasil

Net B/C diperoleh 5,14 dimana Net B/C > 0 sehingga usaha ini layak untuk

dijalankan. Net B/C sama dengan 5,14 berarti setiap Rp 1 biaya yang telah

dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan Rp 5,14 manfaat bersih. IRR yang

diperoleh pada usaha pembesaran lobster air tawar adalah 52 persen dan lebih

besar dari discount rate yang berlaku yaitu 8,25 persen. Ini berarti usaha layak

untuk dilaksanakan dengan tingkat pengembalian internal sebesar 41 persen.

Sedangkan peroide yang diperlukan untuk mengembalikan semua biaya investasi

adalah 2,79 tahun.


80
98

7.3.4 Analisis Switching Value

Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti

(switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang mendekati nol. Hasil

switching value pada pola usaha III adalah sebagai berikut.

Tabel 27. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha III


Perubahan Persentase NPV Net IRR Payback
(%) B/C Periode
Penurunan Produksi 34,87 % 25.885 1,55 8% 7,68
Kenaikan Harga Pakan 828,33 % 607 1,54 8% 8,43
Penurunan Harga Jual 34,87 % 25.885 1,55 8% 7,68

Dari tabel di atas dapat dilihat batas maksimal perubahan penurunan

produksi, kenaikan harga pakan, dan penurunan harga jual adalah 34,87 persen,

828,33 persen, dan 34,87 persen. Apabila perubahan terhadap penurunan produksi

dan penurunan harga jual yang terjadi melebihi 34,87 persen, maka usaha

pembenihan dan pembesaran lobster air tawar ini menjadi tidak layak. Demikian

pula dengan perubahan kenaikan harga yang masih dapat mendatangkan

keuntungkan bagi usaha ini adalah sebesar 828,33 persen. Hal ini menunjukkan

bahwa kenaikan harga pakan memiliki pengaruh yang kecil terhadap kelayakan

usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar.

7.4 Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha

Ketiga pola usaha lobster air tawar memang layak untuk dijalankan. Tetapi

untuk melihat jenis pengusahaan mana yang paling menguntungkan untuk

dijalankan, dapat dilihat dari perbandingan hasil kelayakan finansial ketiga pola

usaha pada Tabel 28 berikut.


81
99

Tabel 28. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha


Kriteria Pola Usaha Pola Usaha Pola Usaha
I II III
Net Present Value (NPV) 73.792.135 112.563.989 138.280.330
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) 3,47 4,22 5,14
Internal Rate Return (IRR) 33 % 41 % 52 %
Payback Periode (PBP) 4,04 3,40 2,79

Tabel di atas menunjukkan bahwa pola usaha III (usaha pembenihan dan

pembesaran) merupakan pola usaha yang memberikan keuntungna paling besra

dibandingkan dengan pola usaha pembenihan dan pola usaha pembesaran.

Berdasarkan hasil analisis finansial, nilai NPV pola usaha III lebih besar dari pola

usaha II dan I. Demikian juga dengan nilai Net B/C dan IRR, pola usaha III

menghasilkan Net B/C dan IRR yang lebih besar daripada kedua pola yang lain.

Sedangkan masa pengembalian biaya investasi (payback periode) pola usaha III

jauh lebih cepat dibanding pola usaha II dan I.

7.5 Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Pola Usaha

Untuk melihat perbandingan tingkat sensitivitas pengusahaan lobster air

tawar pada ketiga pola usaha dapat dilihat dari hasil analisis switching value.

Berikut adalah table perbandingan hasil switching value pada ketiga pola usaha

lobster air tawar.

Tabel 29. Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Pola Usaha


Perubahan Pola Usaha I Pola Usaha II Pola Usaha III
Penurunan Jumlah Produksi 23,8 % 23,11 % 34,87 %
Kenaikan Harga Pakan (Pelet) 774,95 % 571,77 % 828,33 %
Penurunan Harga Jual 23,8 % 23,11 % 34,87 %

Dari hasil analisis switching value di atas dapat diketahui bahwa pola usaha

II merupakan pola usaha yang paling sensitif terhadap perubahan. Batas maksimal
82
100

perubahan terhadap harga jual dan produksi yang masih memberikan keuntungan

pada pola usaha II hanya sebesar 23,11 persen. Sedangkan untuk pola usaha I dan

III masing-masing sebesar 23,8 persen dan 34,87 persen. Demikian pula dengan

perubahan kenaikan harga pakan. Meskipun pengaruhnya kecil, tetap saja pola

usaha II merupakan usaha dengan batas maksimal perubahan yang terkecil jika

dibandingkan dengan kedua pola usaha lainnya.

Berdasarkan switching value, dapat disimpulkan bahwa perubahan harga

jual dan produksi adalah perubahan yang paling sensitif terhadap kelayakan ketiga

pola usaha. Sedangkan perubahan kenaikan harga pakan tidak memiliki pengaruh

yang besar terhadap kelayakan ketiga pola usaha. Hal ini disebabkan proporsi

penggunaan pakan yang tidak terlalu besar. Selain itu, lobster merupakan hewan

omnivora sehingga tidak tergantung pada 1 jenis pakan saja. Jadi pola usaha yang

paling menguntungkan untuk diusahakan dan memiliki tingkat sensitivitas yang

kecil terhadap perubahan adalah pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan

pembesaran lobster air tawar.


101

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

1. Lobster air tawar merupakan komoditi perikanan yang dapat dibudidayakan

dan memiliki prospek yang cerah. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non

finansial yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial

ekonomi dan lingkungan, usaha yang dijalankan oleh K’BLAT’S Farm layak

untuk dilaksanakan.

2. Pengusahaan lobster air tawar baik usaha pembenihan, pembesaran, maupun

pembenhan dan pembesaran semuanya dapat mendatangkan keuntungan.

Namun, jenis pengusahaan yang memberikan keuntungan paling besar adalah

pengusahaan pembenihan dan pembesaran lobster air tawar (pola usaha III).

Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV pola

usaha III>NPV pola usaha II dan I. Begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR

nya, sedangkan berdasarkan payback periode, pola usaha III lebih cepat dalam

hal pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan pola usaha II dan I.

3. Jika dilihat dari hasil analisis switching value, pola usaha II (usaha

pembesaran lobster air tawar) adalah jenis usaha yang paling sensitif terhadap

perubahan baik penurunan harga jual, kenaikan harga pakan, maupun

penurunan produksi. Penurunan harga dan penurunan produksi adalah hal

yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan usaha. Sementara harga

pakan (pelet) tidak terlalu berpengaruh karena lobster air tawar merupakan

hewan pemakan segala (omnivora) sehingga tidak tergantung pada 1 jenis

pakan saja.
84
102

8.2 Saran

1. Bagi perusahaan sebaiknya mengusahakan pola usaha III yaitu usaha

pembenihan dan pembesaran lobster air tawar. Selain karena lebih

menguntungkan juga lebih dapat bertahan apabila terjadi perubahan seperti

penurunan harga jual, kenaikan harga pakan, dan penurunan produksi.

2. Bagi masyarakat yang tertarik pada bisnis lobster air tawar, jangan takut untuk

menjalankan usaha ini karena pengusahaan lobster air tawar ini terbukti

menguntungkan meskipun dilaksanakan dalam skala kecil.

3. Pemerintah sebaiknya memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat

mengenai budidaya lobster air tawar agar semakin banyak masyarakat yang

mengetahui lobster air tawar dan tertarik untuk mengusahakannya.


103

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. KNPI Kepri Kembangkan Lobster. www.bisnis.com. [14 Nov


2007]
---------. 2007. Bisnis Lobster Bisa Bantu Entaskan Kemiskinan. www.bisnis.com.
[21 Nov 2007]
---------. 2006. Berita Budidaya Perikanan. Majalah Demersal. www.dkp.go.id.
[14 Nov 2007]
---------. 2005. Indonesia dan negara ASEAN Up Date Data Perikanan.
www.dkp.go.id.. [19 April 2008]
---------. 2005. Pasar Ekspor Perikanan Indonesia Belum Tergarap Secara
Optimal. www.kompas.com. [14 Nov 2007]
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia (Impor).
Badan Pusat Statistik. Jakarta.
----------. 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia (Impor). Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
----------. 2004. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia (Impor). Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
----------. 2005. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia (Impor). Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
Clive, Gray. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Revitalisasi Perikanan Budidaya
2006-2009. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Ermin, Faisal. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Lobster Air tawar
CV. Vizan Farm Dan CV Sejahtera Lobster Farm. Skripsi. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI-Press. Jakarta
Gurusinga, Jagatnata. 2003. Kajian Agribisnis Dan Studi Kelayakan Usaha Udang
Windu Kasus Di Kec. Cimalaya, Kab Karawang. Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Husnan, Suad dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit.Penerbit dan
Pencetak AMP YKPN. Yogyakarta.
Iskandar. 2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta.
86
104

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia. Jakarta.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Milenium.
Prenhallindo. Jakarta
Manurung, V. T dan Kurnia Suci. 1995. Profil Dan Masalah Pengembangan
Perikanan Laut Skala Kecil Di Jawa Timur Dan Maluku. Jurnal Forum
Penelitian Agro Ekonomi Vol. 13 No. 1. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Nasution, Roshayani. 2002. Kajian Pengembangan Bisnis Pengusahaan Udang
Vanname Pada PT. Indonusa Yudha Prawita, Kab. Indramayu. Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Perttiwi, Shi Astuti. 2003. Kajian Pengembangan Bisnis Pembenihan Lobster Air
Tawar Pada Distributor Of Live Fishes Fresh water Bogor. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Setiawan, Cucun. 2006. Teknik Pembenihan Dan Cara Cepat Pembesaran Lobster
Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Wawan, Koh. 2007. Walkamin: Dongkrak Produksi LAT Konsumsi. Trobos No.
88 Januari 2007 tahun VIII. Penerbit Permata Wacana Lestari. Jakarta
www.wikipedia.org. Lobster Air Tawar. [14 November 2007]

Anda mungkin juga menyukai