Distribusi Menurut Ekonomi Islam
Distribusi Menurut Ekonomi Islam
ا ِالرريحمْمن ِالررمحييمم
بميسمم ِ م
PENDAHULUAN
ِ Memahami ِ sistem ِ ekonomi ِ Islam ِ secara ِ utuh ِ dan ِ komprehensif, ِ selain
akan ِ berakibat ِ pada ِ tidak ِ dipahaminya ِ sistem ِ ekonomi ِ Islam ِ secara ِ utuh ِ dan
menyeluruh,ِ mulaiِ dariِ aspekِ fundamentalِ ideologisِ sampaiِ pemahamanِ konsepِ serta
aplikasiِ praktis.ِ Akibatnyaِ tidakِ jarangِ pemahamanِ yangِ muncul,ِ hanyaِ menganggap
bahwaِ sistemِ ekonomiِ Islamِ tidakِ berbedaِ denganِ sistemِ ekonomiِ umumِ yangِ selama
iniِ adaِ hanyaِ minusِ sistemِ ribawiِ ditambahِ denganِ zisِ (zakat,ِ infak,ِ sedekah)ِ juga
besar ِ tentang ِ ekonomi ِ saja, ِ tetapi ِ tentang ِ rinciannya ِ tidak ِ ada. ِ Karenanya ِ untuk
memahamiِ sistemِ ekonomiِ Islamِ selainِ memerlukanِ pemahamanِ tentangِ Islamِ secara
utuh,ِ yangِ merupakanِ bagianِ dariِ sistemِ Islamِ keseluruhan.ِ Atauِ denganِ kataِ lainِ agar
falsafah, ِ tujuan ِ dan ِ strategi ِ operasional ِ dari ِ sistem ِ ekonomi ِ Islam ِ dapat ِ dipahami
secaraِ komprehensip.ِ Denganِ demikianِ tidakِ lagiِ adaِ anggapanِ bahwaِ sistemِ ekonomi
1
PEMBAHASAN
Adapunِ maknaِ distribusiِ dalamِ ekonomiِ islamِ sangatlahِ luas,ِ yaituِ mencakup
kaidahِ –ِ kaidahِ untukِ warisan,ِ hibahِ danِ wasiat.ِ Sebagaimanaِ ekonomiِ Islamِ juga
memilikiِ politikِ dalamِ distibusiِ pemasukan,ِ baikِ antarِ unsurِ –ِ unsurِ produksiِ maupun
distribusiِ dalamِ systemِ jaminanِ sosialِ yangِ disampaikanِ dalamِ ajaranِ islam.
2
3) Banyaknya dan komperhensifnya system dan cara distribusi
“ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari
penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk
rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya
harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja
di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu,
Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
3
komitmen kepada keduanya, yaitu adil dalam hukum, dan
adalah :
sendiri.
4
Sebab Allah berfirman pada Firmanِ Allahِ QSِ Aliِ Imran:ِ 140
5
Secara umum, bahwa distribusi dalam perspektif ekonomi islam dapat
berikut :
6
2. Menguatkan ikatan cinta dan kasih sayang diantara
individu dan kelompok di dalam masyarakat
3. Mengikis sebab – sebab kebencian dalam masyarakat,
dimana akan berdampak pada terealisasinya keamanan dan
ketentraman masyarakat, sebagai contoh bahwa distribusi
yang tidak adil dalam pemasukan dan kekayaan akan
berdampak adanya kelompok dan daerah miskin, dan
bertambahnya tingkat kriminalitas yang berdampak pada
ketidak tentraman.
4. Keadilan dalam distribusi mencakup
a) Pendistribusian sumber –sumber kekayaan
b) Pendistribusian pemasukan diantara unsure –
unsure produksi
c) Pendistribusian diantara kelompok masyarakat yang
ada, dan keadialan dalam pendistribusian diantara
generasi yang sekarang dan generasi yang akan datang.
7
persiapan yang lazim untuk melaksanakannya dengan
keniscayaan.
8
keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang
terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat,
Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika
hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun
memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu
perbuat.”
keteguhan jiwa mereka kepada iman dan ibadah – ibadah yang lain,
C. DISTRIBUSI PENDAPATAN.
mencolokِ padaِ kepemilikan,ِ pendapatan,ِ danِ harta.ِ Miltonِ H.ِ spencesِ menulisِ dalam
ekonomi ِ yang ِ dicirikan ِ oleh ِ hak ِ milik ِ privat ِ (individu) ِ atas ِ alat-alat ِ produksi ِ dan
distribusiِ danِ pemanfaatannyaِ untukِ mencapaiِ labaِ dalamِ kondisi-kondisiِ yangِ sangat
kompetitifِ ”.
Sedangkan ِ sosialis ِ lebih ِ melihat ِ kepada ِ kerja ِ sebai ِ basicِ dari ِ distribusi
pendapatan.ِ Setiapِ kepemilikanِ hanyaِ biasِ dilahirkanِ dariِ buahِ kerjaِ seseorang,ِ oleh
sebab ِ itu, ِ adanya ِ perbedaan ِ dalam ِ kepemilikan ِ tidak ِ disebabkan ِ oleh ِ kepemilikan
pribadiِ tapiِ lebihِ kepadaِ adanyaِ perbedaanِ padaِ kapabilitasِ danِ bakatِ setiapِ orang.
diِ manaِ pemerintahِ palingِ kurangِ bertindakِ sebagaiِ pihakِ yangِ dipercayaiِ olehِ seluruh
9
warga ِ masyarakat, ِ dan ِ menasionalisasikan ِ industri-industri ِ besar ِ dan ِ strategis ِ yang
minimum.ِ Sedangkanِ kecukupanِ dalamِ standarِ hidupِ yangِ baikِ (nisab)ِ adalahِ halِ yang
paling ِ mendasari ِ dalam ِ system ِ distribusi ِ – ِ redistribusi ِ kekayaan, ِ setelah ِ itu ِ baru
dikaitkan ِ denganِ kerjaِ danِ kepemilikan ِ pribadi. ِ Harus ِ dipahami ِ bahwaِ islamِ tidak
menjadikan ِ complete income equalityِ untuk ِ semua ِ umat ِ sebagai ِ tujuan ِ utama ِ dan
palingِ akhirِ dariِ systemِ distribusiِ danِ pembangunanِ ekonomi.ِ Namunِ demikian,ِ upaya
Prosesِ redistribusiِ pendapatanِ dalaِ Islamِ mengaminiِ banyakِ halِ yangِ berkaitan
antaranya:
dariِ adanya ِ pihak ِ yangِ merasa ِ dalam ِ keadaan ِ merugi ِ atau ِ gagal.ِ Kondisi
10
d) Mekanismeِ redistribusiِ berlakuِ secaraِ istimewa,ِ karenaِ walaupunِ pada
seorangِ muslim,ِ makaِ haruslahِ dipahamiِ bahwaِ seluruhِ prosesِ aktifitasِ ekonomiِ di
kepemilikan, ِ konsumsi,ِ transaksi ِ dan ِ investasi. ِ Aktivitas ِ yangِ terkait ِ dengan ِ aspek
Distribusiِ pendapatanِ dapatِ konteksِ rumahِ tanggaِ akanِ sangatِ terkaitِ dengan
konteksِ pengertianِ baghasaِ Indonesia.ِ Karenaِ shadaqohِ dalamِ konteksِ terminologiِ Al-
Pertamaِ :ِ Instrumenِ shadaqoh wajibahِ (wajibِ danِ khususِ dikenakanِ bagiِ orang
muslim)ِ adalah:
asnaf).
3. Udhiyah:ِ Qurbanِ binatangِ ternakِ padaِ saatِ hariِ tasyrikِ perayaanِ Idhul
Adha.
11
4. Warisan:ِ pembagianِ assetِ kepemilikanِ kepadaِ orangِ yangِ ditinggalkan
musibah.
Kedua :ِ Instrumen ِ shodaqoh nafilahِ (sunahِ danِ khususِ dikenakanِ bagiِ orang
muslim)ِ adalah:ِ
1. Infaq:ِ Sedekah ِ yang ِ dapat ِ diberikan ِ kepada ِ pihak ِ lain ِ jika ِ kondisi
2. Aqiqah:ِ Memotongِ seekorِ kambingِ untukِ anakِ perempuanِ danِ duaِ ekor
masyarakatِ umum,ِ assetِ yangِ diwakafkanِ bisaِ dalamِ bentukِ assetِ materi
misal ِ melakukan ِ hubungan ِ suami ِ istri ِ pada ِ siang ِ hari ِ pada ِ bulan
Ramadhan.
pelaksanaanِ ibadah,ِ sepertiِ tidakِ melaksanakanِ puasaِ tigaِ hariِ padaِ saat
12
3. Nudzur:ِ perbuatanِ untukِ menafkahkanِ atasِ pengorbananِ sebagianِ harata
Berbedaِ denganِ ajaranِ ekonomiِ manaِ pun,ِ ajaranِ Islamِ dalamِ mendistribusikan
pendapatanِ rumahِ tanggaِ mengenalِ skalaِ prioritasِ yangِ ketat.ِ Bahkanِ berkaitanِ dengan
pada ِ aset ِ wajib ِ zakat. ِ Dari ِ kepemilikan ِ aset ِ yang ِ dimiliki, ِ pertama ِ yang ِ harus ِ di
distribusikanِ (dikeluarkan)ِ dariِ jumlahِ seluruhِ assetِ adalahِ kebutuhanِ keluarga,ِ dan
Kemudianِ dariِ sisaِ asetِ yangِ ada,ِ yangِ harusِ diprioritaskanِ adalahِ distribusi
melaluiِ instrumenِ zakat.ِ Namunِ harusِ dilihatِ terlebihِ dahuluِ karakterِ dariِ sisaِ asset
2. Keopemilikanِ sempurna.
dapatِ disesuaikanِ denganِ daurِ hidupِ pencarianِ kekayaanِ manusiaِ secaraِ umum,ِ yaitu:
Secaraِ umum,ِ pendapatanِ bersihِ dariِ individuِ dalamِ faseِ iniِ tidaklah
13
pengeluarannya ِ khusus ِ untuk ِ meningkatkan ِ produktivitasnya ِ dana
memenuhiِ kebutuhannya.
Ketiga, ِ Spending Phase. ِ Fase ِ ini ِ secara ِ umum ِ dimulai ِ pada ِ saaat ِ individu
peroleh ِ dari ِ investasi ِ yang ِ mereka ِ lakukan ِ lakukan ِ pada ِ dua ِ fase
Prinsipِ prinsipِ ekonomiِ yangِ dibangunِ diِ atasِ nilaiِ moralِ Islamِ mencanangkan
dengan,ِ diantaranya:ِ penjaminanِ levelِ minimumِ kehidupanِ bangsaِ bagiِ merekaِ yang
sebesar-besarnya ِ atas ِ sumber ِ daya ِ yang ِ tersedia. ِ Karena ِ itu ِ negara ِ wajib
14
mengeluarkan ِ kebijakan ِ yang ِ mengupayakan ِ stabilitas ِ ekonomi, ِ kesetaraan,
keputusan ِ dan ِ kebikjakan ِ pemerintah ِ yang ِ berdampak ِ secara ِ langsung ِ dan ِ tidak
Negara,ِ kebijakanِ fiskalِ danِ moneterِ denganِ basisِ hipotesisِ kepdaِ ketidaksempurnaan
pasaranِ teori-teori,ِ yangِ berkaitanِ denganِ moral hazardِ danِ adverse selection.
mampuِ mendistribusikanِ secaraِ baikِ atasِ pemanfaatanِ tanah/lahanِ danِ industri.ِ Ajaran
penggunaanِ lahanِ untukِ kepentinganِ Negaraِ danِ publikِ (hakِ hima),ِ distribusiِ tanah
(hak ِ iqta) ِ kepada ِ sector ِ swasta, ِ penarikan ِ pajak, ِ subsidi, ِ dan ِ keistimewaan ِ non
pembebasanِ kemiskinan.
Dalamِ negaraِ Islam,ِ kebijaksanaanِ fiskalِ merupakanِ salahِ satuِ perangkatِ untuk
kepemilikan. Padaِ masaِ kenabianِ danِ kekhalifahanِ setelahnya,ِ kaumِ Musliminِ cukup
Dari ِ berbagai ِ macam ِ instrumen, ِ ِ pajak ِ diterapkan ِ atas ِ individu ِ (jizyahِ dan
pajak khusus Muslim),ِ tanah ِ kharaj,ِ dan ِ ushurِ (cukai)ِ atasِ barangِ imporِ dariِ negara
15
yang ِ mengenakan ِ cukai ِ terhadap ِ pedagang ِ kaum ِ Muslimin, ِ sehingga ِ tidak
memberikan ِ beban ِ ekonomi ِ yang ِ berat ِ bagi ِ masyarakat. ِ Pada ِ saat ِ perekonomi,an
sedangِ krisisِ yangِ membawaِ dampakِ terhadapِ keuanganِ negaraِ karenaِ sumber-sumber
yangِ menyebabkan ِ warga ِ negara ِ jatuhِ miskinِ otomatis ِ merekaِ tidakِ dikenai ِ beban
pajakِ baik ِ jizyahِ maupunِ pajakِ atasِ orangِ Islam,ِ sebaliknyaِ merekaِ akanِ disantuni
negaraِ denganِ biayaِ yangِ diambilِ dariِ orang-orangِ Muslimِ yangِ kaya.ِ
Dalamِ Islamِ kitaِ kenalِ adanyaِ konsepِ zakat,ِ infaq,ِ sadaqah,ِ wakafِ danِ lain-lain
harta ِ seseorang ِ yang ِ telah ِ memenuhi ِ syarat ِ syariah ِ Islam ِ guna ِ diberikan ِ kepada
berbagaiِ unsurِ masyarakatِ yangِ telahِ ditetapkanِ dalamِ syariahِ Islam.ِ Sementaraِ Infaq,
Sadaqah,ِ Wakafِ merupakanِ pengeluaranِ ‘sukarela’ِ yangِ jugaِ sangatِ dianjurkanِ dalam
kebijakanِ fiskal.ِ Unsur-unsurِ tersebutِ adaِ yangِ bersifatِ wajibِ sepertiِ zakatِ danِ adaِ pula
yangِ bersifat ِ sukarela ِ seperti ِ sadaqah, ِ infaq ِ dan ِ waqaf.ِ Pembagian ِ dalam ِ kegiatan
‘wajib’ِ danِ ‘sukarela’ِ iniِ khasِ diِ dalamِ sistemِ ekonomiِ Islam,ِ yangِ membedakannya
dariِ sistemِ ekonomiِ pasar.ِ Dalamِ sistemِ ekonomiِ pasarِ tidakِ adaِ ‘sektorِ sukarela’ِ
Zakat
mempertemukan ِ pihakِ surplus ِ Muslim ِ denganِ pihakِ defisitِ Muslim.ِ Halِ ini
menjadiِ surplusِ (muzzaki).ِ Dalamِ Qur’anِ diperkirakanِ terdapatِ ِ 30ِ ayatِ yang
16
berkaitanِ denganِ perintahِ untukِ mengeluarkanِ zakat.ِ Perintahِ berzakatِ sering
perkiraanِ yangِ kasar.ِ ِ Sebagianِ besarِ perhitunganِ yangِ telahِ dilakukanِ hanya
sebatasِ padaِ perhitunganِ potensiِ minimal.ِ ِ Angkaِ terkecilِ yangِ diperolehِ dari
beberapa ِ perhitungan ِ yang ِ telah ِ dilakukan, ِ adalah ِ sebesar ِ Rp. ِ 5.1 ِ triliun
(informasiِ dariِ Dewanِ Syariahِ Dompetِ Dhuafa,ِ Panduanِ Zakatِ Praktis,ِ tahun
2004).ِ Hinggaِ saatِ iniِ ِ belumِ adaِ penelitianِ yangِ secaraِ spesifikِ menghitung
potensiِ masing-masing ِ jenis ِ zakat. ِ ِ Diِ sisiِ lain ِ realisasi ِ pengumpulan ِ zakat
Nisab ِ adalah ِ angka ِ minimal ِ aset ِ yang ِ terkena ِ kewajiban ِ zakat. ِ Dalam
mengatakan ِ bahwa ِ zakat ِ profesi ِ dapat ِ dianalogikan ِ pada ِ dua ِ hal ِ sekaligus,
yaituِ padaِ zakatِ pertanianِ danِ padaِ zakatِ emasِ danِ perak.ِ ِ Dariِ sudutِ nisab
dianalogikan ِ pada ِ zakat ِ pertanian, ِ yaitu ِ 5 ِ wasaq ِ atau ِ senilai ِ 653 ِ kg ِ gabah
merupakanِ wajibِ zakatِ (muzakki)ِ danِ zakatnyaِ dikeluarkanِ padaِ saatِ menerima
gaji.ِ
Setelah ِ dilakukan ِ analisis ِ data ِ untuk ِ tahun ِ 2004, ِ maka ِ diperoleh ِ hasil
bahwaِ dariِ jumlahِ totalِ tenagaِ kerjaِ diِ Indonesiaِ yangِ berjumlahِ 93.722.040
17
orang,ِ terdapatِ 16,91%ِ atauِ 15.847.072ِ orangِ yangِ memilikiِ penghasilanِ lebih
penghasilanِ tenagaِ kerjaِ yangِ berpenghasilanِ lebihِ besarِ dariِ Rp.ِ 1.460.000,-
tahunِ 2004.
“hanya”ِ sebesarِ Rp.ِ 1,7ِ triliun,ِ danِ subِ sektorِ kesehatanِ sebesarِ Rp.ِ 5,3ِ triliun.
Artinya,ِ denganِ potensiِ zakatِ penghasilanِ yangِ nilainyaِ sekitarِ Rpِ 12,3ِ triliun
itu, ِ banyak ِ hal ِ dapat ِ dilakukan ِ asalkan ِ masih ِ dalam ِ koridor ِ delapan ِ asnaf
(golongan)ِ yangِ berhakِ menerimaِ danaِ zakat.ِ Realisasiِ zakatِ yangِ dikeluarkan
secaraِ langsungِ dibayarkanِ kepadaِ mustahik.ِ ِ Dariِ hasilِ surveiِ PIRACِ 2004
lembagaِ resmiِ sepertiِ Badanِ Amilِ Zakatِ (BAZ),ِ Lembagaِ Amilِ Zakatِ (LAZ)
atauِ yayasanِ amalِ lainnya.ِ ِ Adapunِ dataِ yangِ tercatatِ padaِ Departemenِ Agama,
18
Jikaِ dibandingkankanِ antaraِ realisasiِ zakatِ yangِ terhimpunِ padaِ berbagai
hanya ِ sekitar ِ 1,6 ِ persen ِ dari ِ potensi. ِ Ini ِ bisa ِ dipahami, ِ karena ِ apabila
yangِ tidakِ dilakukanِ olehِ pengelolaِ zakatِ padaِ saatِ ini.ِ ِ Padaِ zamanِ Rasululah,
sistem ِ manajemen ِ zakat ِ yang ِ dilakukan ِ oleh ِ amil ِ dibagi ِ menjadi ِ beberapa
bagian,ِ yaitu:
Perspektifِ teoriِ menyatakanِ bahwaِ pasarِ adalahِ salahِ satuِ mekanismeِ yangِ bisa
dijalankanِ olehِ manusiaِ untukِ mengatasiِ problem-problemِ ekonomiِ yangِ terdiriِ atas:
produksi,ِ konsumsi,ِ danِ distribusi.ِ Keberatanِ terbesarِ terdapatِ mekanismeِ pasarِ adalah
bahwaِ pasarِ takِ lebihِ sebagaiِ instrumentِ bagiِ kelasِ yangِ berkuasaِ (invector)ِ untuk
diperbolehkanِ pemerintahِ masukِ sebagaiِ pelakuِ pasarِ (intervensi)ِ hanyalahِ jikaِ pasar
tidak ِ dalam ِ keadaan ِ sempurna, ِ dalam ِ arti ِ ada ِ kondisi-kondisi ِ yang ِ menghalangi
kompetisi ِ yang ِ fair ِ terjadi ِ atau ِ distribusi ِ yang ِ tidak ِ normal ِ atau ِ dengan ِ kata ِ lain
mengupayakan ِ tidak ِ terjadinya ِ market failure. ِ Sebagai ِ contoh ِ klasik ِ dari ِ kondisi
19
market failureِ antara ِ lain: ِ barang ِ publik, ِ eksternalitas, ِ (termasuk ِ pencemaran ِ dan
serta ِ masalah ِ dalam ِ ِ distribusi. ِ Dalam ِ masalah ِ yang ِ lebih ِ singkat, ِ masuknya
prinsip-prinsipِ eequityِ yangِ menghabiskanِ proposionalِ danِ tanggungِ jawabِ socialِ dan
evaluasi ِ keadaan ِ dan ِ situasi ِ yang ِ berlaku. ِ Sedang ِ di ِ pihak ِ lain, ِ ajaran ِ islam
menjelaskanِ bahwaِ selainِ mengupayakanِ mekanismeِ pasarِ yangِ beradaِ dalam ِ frame
hala-haram,ِ ajaran ِ islamِ juga ِ menganut ِ keyakinan ِ adanya ِ tanggungِ jawabِ personal
terhadap ِ kesejahteraan ِ orang ِ lain ِ serta ِ batas ِ batas ِ kesejahteraan ِ yang ِ seharusnya
dinikmatiِ pelakuِ pasarِ susuaiِ denganِ aturanِ syari’ah.ِ Untukِ halِ tersebutِ instrument
Paraِ ekonomِ muslimِ sudahِ mengilustrasikanِ secaraِ jelasِ bahwaِ ajaranِ islam
memilikiِ orientasiِ danِ modelِ kebijakan ِ ekonomiِ tersendiri.ِ Modelِ kebijakan ِ politik
ekonomiِ islamِ bersifatِ statisِ danِ berkembangِ padaِ waktuِ yangِ bersamaan.ِ Selainِ itu
kebijakanِ ekonomiِ politikِ islamِ melayaniِ kesejahteraanِ materiِ danِ kebutuhanِ spiritual.
Kebijakanِ iniِ akanِ sangatِ memperhatikanِ setiapِ aktivitas ِ ekonomiِ individuِ maupun
kelompok,ِ selamaِ aktivitasِ iniِ hanyaِ dalamِ perencanaanِ danِ orientasiِ hanyaِ kepada
Allahِ SWT.ِ (Kesalehan)ِ lebihِ dariِ ituِ rewardِ akanِ diberikanِ kepadaِ aktivitasِ tersebut
20
sebesarِ kemamfaatannyaِ terhadapِ seluruhِ komunitasِ secaraِ umum.ِ Dalamِ islamِ tidak
dikenalِ adanyaِ konflikِ antaraِ materiِ danِ jiwa,ِ danِ tidakِ adaِ pemisahanِ antaraِ ekonomi
danِ Negara, (Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia)
Dalamِ sejarahِ islamِ aspekِ ekonomiِ politikِ yangِ dilakukanِ olehِ khalifahِ adalah
ekonomiِ yangِ adil.ِ Dapatِ kitaِ lihatِ padaِ hadistِ nabiِ Muhammadِ SAWِ :
“Jikaِ Padaِ suatuِ pagiِ diِ suatuِ kampungِ terdapatِ seseorangِ yangِ kelaparan,
maka ِ Allahberlepas ِ diri ِ dari ِ mereka”, ِ dalam ِ kesempatan ِ lain ِ “Tidak
berimanِ pada-Ku,ِ orangِ yangِ tidurِ dalamِ keadaanِ kenyang,ِ sementaraِ ia
tahuِ tetangganyaِ kelaparan.”ِ (Hadisِ Qudsi)ِ ِ
PENUTUP
Demikianlahِ makalahِ bertemakanِ danِ berjudulِ “Distribusiِ Menurutِ Ekonomiِ Islam”
iniِ disampaikan.ِ Yangِ banyakِ kamiِ ambilِ dariِ sumber-sumberِ buku-bukuِ Islamِ dengan
mencantumkan ِ banyak ِ ayat-ayat ِ Al-Qur’an ِ danِ hadits ِ nabi ِ SAWِ beserta ِ pendapat-
pendapat ِ dari ِ beberapa ِ ulama ِ Islam. ِ Semoga ِ makalah ِ ini ِ bermanfaat ِ bagi ِ kita
khususnya ِ umat ِ muslim ِ yang ِ terus ِ mencari ِ ilmu ِ tentunya ِ dengan ِ keridhoan ِ Allah
SWT, ِ lebih ِ dan ِ kurang ِ kami ِ mohon ِ maaf, ِ Wassalaammualaikum ِ Warahmatullahi
Wabarakatuh.
21
DAFTAR PUSTAKA
DR. ِ Jaribah ِ bin ِ Ahmad ِ Al-Haritsi. ِ Fiqih Ekonomi Umar Bin Al Khatab.ِ Jakarta ِ :
Khalifaِ (Pustakaِ Al-Kautsarِ Group),ِ 2006ِ
(http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?p=213490&)
(http://masjid.phpbb24.com/viewtopic.php?t=116)
Syehِ Yusufِ Qardawiِ http://masjid.phpbb24.com/viewtopic.php?t=116)
http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=353&Iteِ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ mid=47ِ
22
LAMPIRAN 1
FATWAِ
DEWANِ SYARI’AHِ NASIONAL
NO:ِ 15/DSN-MUI/IX/2000
Tentang
PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM
LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
ا ِالرريحمْمن ِالررمحييمم
بميسمم ِ م
23
Dewanِ Syari’ahِ Nasionalِ setelah
Menimbang : a. bahwaِ pembagianِ hasilِ usahaِ diِ antaraِ paraِ pihakِ
(mitra)ِ dalamِ suatuِ bentukِ usahaِ kerjasamaِ bolehِ
didasarkanِ padaِ prinsipِ Bagiِ Untungِ (Profit Sharing),ِ
yakniِ bagiِ hasilِ yangِ dihitungِ dariِ pendapatanِ setelahِ
dikurangiِ modal (ra’su al-mal) danِ biaya-biayaِ
pengelolaanِ dana,ِ danِ bolehِ pulaِ didasarkanِ padaِ
prinsipِ Bagiِ Hasilِ (Net Revenue Sharing),ِ yakniِ bagiِ
hasilِ yangِ dihitungِ dariِ totalِ pendapatanِ setelah
dikurangi modal (ra’su al-mal)ِ pengelolaanِ dana;ِ danِ
masing-masingِ memilikiِ kelebihanِ danِ kekurangan;
b. bahwaِ keduaِ prinsipِ tersebutِ padaِ dasarnyaِ dapatِ
diguna-kanِ untukِ keperluanِ distribusiِ hasilِ usahaِ dalamِ
Lembagaِ Keuanganِ Syari'ahِ (LKS);
c. bahwaِ agarِ paraِ pihakِ yangِ berkepentinganِ memperoleh
kepastianِ tentangِ prinsipِ manaِ yangِ bolehِ digunakanِ
dalamِ LKS,ِ sesuaiِ denganِ prinsipِ ajaranِ Islam,ِ DSNِ
memandangِ perluِ menetapkanِ fatwaِ tentangِ prinsipِ
pembagianِ hasilِ usahaِ dalamِ LKSِ untukِ dijadikanِ
pedoman.
Mengingat : 1. Firmanِ Allahِ QS.ِ al-Baqarahِ [2]:ِ 282:
ِ ُ…ييآأييَييهاَ ِالرمذييين ِآيمنهيوا ِإميذا ِتييداييينتهيم ِبميدييلن ِإميلىًّ ِأييجلل ِهميس ممْىًّ ِيفاَيكتهبهيوهه
“Haiِ orangِ yangِ beriman!ِ Jikaِ kamuِ melakukanِ transaksiِ hutang-
piutangِ untukِ jangkaِ waktuِ yangِ ditentukan,ِ tuliskanlahُ….”
2. Firmanِ Allahِ QS.ِ al-Ma’idahِ [5]:ِ 1:
ُ…ِ ييآأييَييهاَ ِالرمذييين ِآيمنهيوا ِأييوفهيوا ِمباَيلهعقهيومد
“Haiِ orangِ yangِ beriman!ِ Penuhilahِ akad-akadِ ituُ….”
3. Hadisِ Nabiِ riwayatِ Tirmiziِ dariِ ‘Amrِ binِ ‘Auf:
َل ِأييو ِأييحرل ِيحيرامما
صيلمحاَ ِيحرريم ِيحلي م صيلهح ِيجاَئمزز ِبيييين ِايلهمْيسلمممْيين ِإم ر
ل ِ ه َيال ي
ل ِأييو ِأييحرل يوايلهمْيسلمهمْيوين ِيعيلىًّ ِهشهرومطمهيم ِإم ر
ل ِيشير م
طاَ ِيحرريم ِيحلي م
.َيحيرامما
“Perdamaianِ dapatِ dilakukanِ diِ antaraِ kaumِ musliminِ kecualiِ
perdamaianِ yangِ mengharamkanِ yangِ halalِ atauِ
menghalalkanِ yangِ haram;ِ danِ kaumِ musliminِ terikatِ
denganِ syarat-syaratِ merekaِ kecualiِ syaratِ yangِ
mengharamkanِ yangِ halalِ atauِ menghalalkanِ yangِ haram.”
4. Hadisِ Nabiِ riwayatِ Ibnuِ Majahِ dariِ ‘Ubadahِ binِ Shamit,
riwayatِ Ahmadِ dariِ Ibnuِ ‘Abbas,ِ danِ Malikِ dariِ Yahya:
24
ضيرير ِيولي م
.ضيراير لي ي
“Tidakِ bolehِ membahayakanِ diriِ sendiriِ danِ tidakِ bolehِ
pulaِ membahayakanِ orangِ lain.”
5. Kaidahِ fiqh:
.َل ِأيين ِييهدرل ِيدلمييزل ِيعيلىًّ ِتييحمرييممْهيا
ت ِيامليباَيحهة ِإم ر
صهل ِفمي ِايلهمْيعاَيملي م
ايلي ي
“Padaِ dasarnya,ِ segalaِ bentukِ mu’amalatِ bolehِ dilakukanِ kecuali
adaِ dalilِ yangِ mengharamkannya.”
ت ِايليمْ ي
صلييحهة ِفيثيرم ِهحيكهم ِ م
.ا أييينييمْاَ ِهومجيد م
“Diِ manaِ terdapatِ kemaslahatan,ِ diِ sanaِ terdapatِ hukumِ
Allah."
Memperhatikan : a. Pendapatِ pesertaِ Rapatِ Plenoِ Dewanِ Syari'ahِ Nasionalِ
bersamaِ denganِ Dewanِ Standarِ Akuntansiِ Keuanganِ
Ikatanِ Akuntanِ Indonesiaِ padaِ hariِ Sabtu,ِ tanggalِ 7ِ
Rabi'ulِ Awwalِ 1421ِ H./10ِ Juniِ 2000.
b. Pendapatِ pesertaِ Rapatِ Plenoِ Dewanِ Syari'ahِ Nasionalِ
padaِ hariِ Sabtu,ِ 17ِ Jumadilِ Akhirِ 1421ِ H./16ِ Septemberِ
2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWAِ TENTANGِ PRINSIPِ DISTRIBUSIِ HASILِ
USAHAِ DALAMِ LEMBAGAِ KEUANGANِ SYARI'AH
Pertama : Ketentuanِ Umum
1. Padaِ dasarnya,ِ LKSِ bolehِ menggunakanِ prinsipِ Bagiِ
Hasilِ (Net Revenue Sharing)ِ maupunِ Bagiِ Untungِ
(Profit Sharing)ِ dalamِ pembagianِ hasilِ usahaِ denganِ
mitraِ (nasabah)-nya.
2. Dilihatِ dariِ segiِ kemaslahatanِ (al-ashlah),ِ saat ini,ِ
pembagianِ hasilِ usahaِ sebaiknyaِ digunakanِ prinsipِ Bagi
Hasilِ (Net Revenue Sharing).
3. Penetapanِ prinsipِ pembagianِ hasilِ usahaِ yangِ dipilihِ
harusِ disepakatiِ dalamِ akad.
Kedua : Jikaِ salahِ satuِ pihakِ tidakِ menunaikanِ kewajibannyaِ atauِ
jikaِ terjadiِ perselisihanِ diِ antaraِ keduaِ belahِ pihak,ِ makaِ
penyele-saiannyaِ dilakukanِ melaluiِ Badanِ Arbitrasiِ
Syari’ahِ setelahِ tidakِ tercapaiِ kesepakatanِ melaluiِ
musyawarah.
Ketiga : Fatwaِ iniِ berlakuِ sejakِ tanggalِ ditetapkanِ denganِ ketentuanِ
jikaِ diِ kemudianِ hariِ ternyataِ terdapatِ kekeliruan,ِ akanِ
diubahِ danِ disempurnakanِ sebagaimanaِ mestinya.
25
Ditetapkanِ di :ِ Jakarta
Tanggal :ِ 17ِ Jumadilِ Akhirِ 1421ِ H.
ِ ِ 16ِ ِ ِ Septemberِ ِ ِ ِ ِ 2000ِ M.
Ketua, Sekretaris,
LAMPIRAN 2
FATWAِ
DEWANِ SYARI’AHِ NASIONAL
NO:ِ 14/DSN-MUI/IX/2000
Tentang
SISTEMِ DISTRIBUSIِ HASILِ USAHAِ DALAMِ
LEMBAGAِ KEUANGANِ SYARI'AH
26
ا ِالرريحمْمن ِالررمحييمم
بميسمم ِ م
Dewanِ Syari’ahِ Nasionalِ setelah
Menimbang : a. bahwaِ dalamِ sistemِ pencatatanِ danِ pelaporanِ
(akuntansi)ِ keuanganِ dikenalِ adaِ duaِ sistem,ِ yaituِ Cashِ
Basis,ِ yakniِ “prinsipِ akuntansiِ yangِ mengharuskanِ
pengakuanِ biayaِ danِ pendapatanِ padaِ saatِ terjadinya”ِ
danِ Accrualِ Basis,ِ yakniِ “prinsipِ akuntansiِ yangِ
membolehkanِ pengakuanِ biayaِ danِ pendapatanِ
didistribusikanِ padaِ beberapaِ periode”;ِ danِ masing-
masingِ memilikiِ kelebihanِ danِ kekurangan;
b. bahwaِ keduaِ sistemِ tersebutِ padaِ dasarnyaِ dapatِ
diguna-kanِ untukِ keperluanِ distribusiِ hasilِ usahaِ dalamِ
Lembagaِ Keuanganِ Syari'ahِ (LKS);
c. bahwaِ agarِ paraِ pihakِ yangِ berkepentinganِ memperoleh
kepastianِ tentangِ sistemِ manaِ yangِ akanِ digunakanِ
dalamِ LKS,ِ sesuaiِ denganِ prinsipِ ajaranِ Islam,ِ DSNِ
memandangِ perluِ menetapkanِ fatwaِ tentangِ sistemِ
pencatatanِ danِ pelaporanِ keuanganِ dalamِ LKS untukِ
dijadikanِ pedomanِ olehِ LKS.
Mengingat : 1. Firmanِ Allahِ QS.ِ al-Baqarahِ [2]:ِ 282:
ِ ُ…ييآأييَييهاَ ِالرمذييين ِآيمنهيوا ِإميذا ِتييداييينتهيم ِبميدييلن ِإميلىًّ ِأييجلل ِهميس ممْىًّ ِيفاَيكتهبهيوهه
“Hai orang yang beriman! Jika kamu melakukan transaksi
hutang-piutang untuk jangka waktu yang ditentukan,
tuliskanlah...”
2. Firmanِ Allahِ QS.ِ al-Ma’idahِ [5]:ِ 1:
ُ…ِ يياَأييَييهاَ ِالرمذييين ِآيمنهيوا ِأييوفهيوا ِمباَيلهعقهيومد
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
3. Hadisِ Nabiِ riwayatِ Tirmiziِ dariِ ‘Amrِ binِ ‘Auf:
َل ِأييو ِأييحرل ِيحيرامما
صيلمحاَ ِيحرريم ِيحلي م صيلهح ِيجاَئمزز ِبيييين ِايلهمْيسلمممْيين ِإم ر
ل ِ ه َيال ي
.َل ِأييو ِأييحرل ِيحيرامما يوايلهمْيسلمهمْوين ِيعيلىًّ ِهشهرومطمهيم ِإم ر
ل ِيشير م
طاَ ِيحرريم ِيحلي م
“Perdamaianِ dapatِ dilakukanِ diِ antaraِ kaumِ musliminِ kecualiِ
perdamaianِ yangِ mengharamkanِ yangِ halalِ atauِ
menghalalkanِ yangِ haram;ِ danِ kaumِ musliminِ terikatِ
denganِ syarat-syaratِ merekaِ kecualiِ syaratِ yangِ
mengharamkanِ yangِ halalِ atauِ menghalalkanِ yangِ haram.”
4. Hadisِ Nabiِ riwayatِ Ibnuِ Majahِ dariِ ‘Ubadahِ binِ Shamit,
riwayatِ Ahmadِ dariِ Ibnuِ ‘Abbas,ِ danِ Malikِ dariِ Yahya:
ضيرير ِيولي م
.ضيراير لي ي
27
“Tidakِ bolehِ membahayakanِ diriِ sendiriِ danِ tidakِ bolehِ
pulaِ membahayakanِ orangِ lain.”
5. Kaidahِ fiqh:
.َل ِأيين ِييهدرل ِيدلمييزل ِيعيلىًّ ِتييحمرييممْهيا
ت ِيامليباَيحهة ِإم ر
صهل ِمفىًّ ِايلهمْيعاَيملي م
ايلي ي
“Padaِ dasarnya,ِ segalaِ bentukِ mu’amalatِ bolehِ dilakukanِ kecuali
adaِ dalilِ yangِ mengharamkannya.”
ت ِايليمْ ي
صلييحهة ِفيثيرم ِهحيكهم ِ م
.ا أييينييمْاَ ِهومجيد م
“Diِ manaِ terdapatِ kemaslahatan,ِ diِ sanaِ terdapatِ hukumِ
Allah."
Memperhatikan : a. Pendapatِ pesertaِ Rapatِ Plenoِ Dewanِ Syari'ahِ Nasionalِ
bersamaِ denganِ Dewanِ Standarِ Akuntansiِ Keuanganِ
Ikatanِ Akuntanِ Indonesiaِ padaِ hariِ Sabtu,ِ tanggalِ 7ِ
Rabi'ulِ Awwalِ 1421ِ H./10ِ Juniِ 2000.
b. Pendapatِ pesertaِ Rapatِ Plenoِ Dewanِ Syari'ahِ Nasionalِ
padaِ hariِ Sabtu,ِ 17ِ Jumadilِ Akhirِ 1421ِ H./16ِ Septemberِ
2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWAِ TENTANGِ SISTEMِ DISTRIBUSIِ HASILِ USAHA
DALAMِ LEMBAGAِ KEUANGANِ SYARI'AH
Pertama : Ketentuanِ Umum
1. Padaِ prinsipnya,ِ LKSِ bolehِ menggunakanِ sistemِ
Accrualِ Basisِ maupunِ Cashِ Basisِ dalamِ administrasiِ
keuangan.
2. Dilihatِ dariِ segiِ kemaslahatanِ (al-ashlah),ِ dalamِ
pencatatanِ sebaiknyaِ digunakanِ sistemِ Accrualِ Basis;ِ
akanِ tetapi,ِ dalamِ distribusiِ hasilِ usahaِ hendaknyaِ
ditentukanِ atasِ dasarِ penerimaanِ yangِ benar-benarِ
terjadiِ (Cashِ Basis).
3. Penetapanِ sistemِ yangِ dipilihِ harusِ disepakatiِ dalamِ
akad.
Kedua : Jikaِ salahِ satuِ pihakِ tidakِ menunaikanِ kewajibannyaِ atauِ
jikaِ terjadiِ perselisihanِ diِ antaraِ keduaِ belahِ pihak,ِ makaِ
penyele-saiannyaِ dilakukanِ melaluiِ Badanِ Arbitrasiِ
Syari’ahِ setelahِ tidakِ tercapaiِ kesepakatanِ melaluiِ
musyawarah.
Ketiga : Fatwaِ iniِ berlakuِ sejakِ tanggalِ ditetapkanِ denganِ ketentuanِ
jikaِ diِ kemudianِ hariِ ternyataِ terdapatِ kekeliruan,ِ akanِ
diubahِ danِ disempurnakanِ sebagaimanaِ mestinya.
28
Ditetapkanِ di :ِ Jakarta
Tanggal :ِ 17ِ Jumadilِ Akhirِ 1421ِ H.
ِ ِ 16ِ ِ ِ Septemberِ ِ ِ ِ ِ 2000ِ M.
Ketua, Sekretaris,
29
AZHARY HUSNI (0806484055)
ELVIRA (0806XXXXXX)
Angkatan XVI
30