Anda di halaman 1dari 2

Penurunan kesadaran sejak 4 jam SMRS. Penurunan kesadaran secara perlahan.

Pasien
terlihat mengantuk, tidak bisa diajak mengobrol dan bicara meracau. Lama kelamaan pasien
tidak respon ketika diajak berbicara. Penurunan kesadaran tidak disertai dengan sakit kepala,
riwayat trauma, muntah, kelemahan anggota gerak, kejang, mulut mencong dan bicara pelo
disangkal.

Dari anamnesis di atas, penurunan kesadaran karena proses intrakranial sudah dapat
disingkirkan. Sehingga penurunan kesadaran pada pasien ini disebabkan oleh proses
metabolik, seperti KAD, ensefalopati uremikum, ensefalopati hepatikum, dan gangguan
elektrolit, ataupun sepsis.

Keluhan penurunan kesadaran didahului dengan adanya sesak sejak 6 jam SMRS, sesak
dirasakan terus menerus, sesak tidak dipengaruhi oleh posisi, pasien tidur menggunakan 1
bantal, pasien tidak pernah terbangun pada malam hari karna sesak, sesak dirasakan saat
pasien beristirahat, sesak tidak disertai dengan suara nafas yang berbunyi. Batuk disangkal.
Pasien terakhir sekitar 12 jam yang lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan RR 32x/menit,
cepat dalam, tidak ada retraksi otot bantu nafas, JVP 5+1 cmH2O, ronkhi (-/-), wheezing (-/-),
edem pretibia (-/-). Hasil rontgen thorax menunjukan tidak ada kelainan pada jantung dan
paru. Dengan demikian sesak nafas akibat kelainan pada organ jantung dan paru dapat
disingkirkan, sehingga sesak nafas pada pasien ini cenderung diakibatkan karena adanya
gangguan metabolik.

Terdapat riwayat kencing manis 5 tahun yang lalu, namun tidak rutin meminum obat. Pasien
terakhir minum obat 1 minggu yang lalu, yaitu glimepirid dan metformin. Terdapat riwayat
luka di kaki yang tidak sembuh sejak 3 bulan yang lalu. 1 hari yang lalu pasien demam. Hal
ini menjadi pencetus terjadinya ketoasidosis diabetikum yang merupakan komplikasi akut
dari diabetes melitus tidak terkontrol. Hal ini didukung dengan adanya manifestasi klinis
KAD yaitu berupa tanda-tanda dehidrasi (polidipsi, mukosa bibir kering, dan turgor kulit
menurun), selain itu sebagai pencetus KAD terdapat fokus infeksi yaitu ulcus di regio plantar
pedis dextra dengan ukuran 5x4cm, mengeluarkan pus. Diagnosis KAD dikonfirmasi dengan
pemeriksaan lab berupa GDS 1008 mg/dl, AGD menunjukan asidosis metabolik, keton darah
(+).

Untuk menyingkirkan gangguan metabolik akibat kelainan hepar, ginjal, dan gangguan
elektrolit maka dilakukan pemeriksaan lab berupa pemeriksaan fungsi hepar SGOT/SGPT
(32/18), ureum/kreatinin (199/3,8), elektrolit darah Na/K/Cl (1322/6,66/108). Hal ini
menunjukan tidak adanya gangguan metabolik akibat hepar, ginjal, maupun gangguan
elektrolit.

Prinsip tatalasana pasien KAD adalah rehidrasi, insulin, elektrolit, dan bicnat jika
terjadi asidosis metabolik berat. Pada pasien ini diberikan loading NaCl 0,9% 1500cc dalam 1
jam pertama. Kemudian diberikan bolus insulin 180mU/kgBB dan dilanjutkan drip insulin
90mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%. Pantau GDS setiap jam. Pada pasien ini, kadar pH 7,1
maka diberikan bicnat 50 meq dalam NaCl 0.9%/6 jam dilanjutkan biknat 75 meq dalam
NaCl 0.9%/8 jam
Komplikasi lain yang terjadi pada pasien akibat diabetes mellitus yang tidak
terkontrol adalah ulkus diabetikum. Awalnya pasien menyadari bahwa memiliki luka kecil
pada kaki yang tidak kunjung sembuh. Tanpa disadari, luka tersebut bertambah besar dan
tidak mengalami perbaikan. Pasien tidak merasakan nyeri pada luka di kakinya. Luka yang
tidak dirasakan merupakan akibat dari perubahan patologis pada system saraf tepi. Susunan
saraf tepi sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara patogenetik factor
metabolic, autonomy, dan vaskuler merupakan hal yang dianggap sebagai penyebab
terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Tidak terkontrolnya gula darah dan penurunan
Na+ K+ ATP menyebabkan demielinisasi akson. Luka kecil pada kaki pasien merupakan
awal terjadinya ulkus diabetikum. Pasien tidak dapat merasakan rangsangan nyeri karena
kerusakan saraf dan dengan demikian pasien kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki
sehingga dapat terbentuk luka kecil.

Akibat kadar gula darah yang tinggi menyebabkan lesi vaskuler berupa penebalan
pada tunika intima pembuluh darah kapiler karena deposisi berlebihan mukoprotein dan
kolagen. Oklusi pembuluh darah menyebabkan perfusi dan aliran kolateral tidak mecukupi
kebutuhan sel sehingga terjadi iskemik. Hal tersebut menyebabkan luka pada kaki pasien
bertambah besar dan sulit sembuh.

Anda mungkin juga menyukai