Disusun oleh
Selviana A. Nahak, S.Ked
(1108012048)
Pembimbing :
dr. Stefani Sp.PD
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi
besi dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat
besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil, kebutuhan
zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Jadi, cadangan zat
besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500mg. Perubahan diet dengan
konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan suplemen zat besi dianjurkan
pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena kerusakan sintesis DNA yang
disebabkan oleh defisiensi nutrisi asam folat atau vitamin B12. Diet yang ekstrem
atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik. Oleh karena itu,
sebagian besar wanita mengonsumsi suplemen folat sebagai langkah pencegahan
defek tuba neural pada janin dan kebanyakan dari suplemen tersebut merupakan
kombinasi dari zat besi dan asam folat. Kedua anemia ini dapat mengakibatkan
berkurangnya produksi heme. Jadi, pengobatan yang diberikan bertujuan untuk
meningkatkan produksi sel darah merah.(7,8,9)
3
BAB II
LAPORAN KASUS
4
selama hamil namun pasien membiarkan saja karena menganggap akibat efek
dari kehamilannya. Tidak ada mual dan muntah. BAB dan BAK dalam batas
nomal.
Riwayat Keluarga :
Suami pertama pasien meninggal pada bulan Mei tahun 2014 didiagnosis HIV di
RS Sabu setelah perawatan 1 minggu. Pasien menikah pada tahun 2012 namun
tidak memiliki anak.
Riwayat Pengobatan :
Saat pasien terdignosis HIV hingga dirujuk pasien belum mendapat terapi
apapun.
Riwayat Alergi :
Menurut pasien, pasien tidak ada alergi makanan dan minuman tertentu, obat-
obatan tertentu, debu rumah dan bulu binatang.
5
o Laju Napas : 20x/menit ,
o Suhu 36,8 0C
Kulit : Pucat (+), sianosis (-), ikterik (-)
Kepala :
o Rambut : warna hitam, tidak mudah dicabut
o Mata : cekung (-/-), Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (+/+)
o Telinga : tanda peradangan (-/-), jejas (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-), sekret (-/-)
o Hidung : Rhinore (-/-), deformitas (-), deviasi septum (-), massa (-),
napas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa bibir lembab, lidah kotor (-), tonsil T1/T1hiperemis (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-)
Thorax
o Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan atas ICS 2 parasternal dextra
Batas kanan bawah ICS 4 parasternal dextra
Batas kiri atas ICS 2 parasternal sinistra
Batas kiri bawah ICS 5 midclavicula sinistra
o Pulmo
Anterior
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), taktil fremitus D=S
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
6
Auskultasi :
Anterior
+ + - -
+ + - - - -
+ + - - - -
- -
Posterior
Inspeksi : Jejas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus D=S
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi :
+ +
+ + - -
- -
+ + - -
- -
- -
- -
Abdomen
Inspeksi : Cembung, venektasi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit
7
Palpasi : Cembung Distensi (-), Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Jejas (-), edema (-), akral hangat, CRT > 2 detik
8
TPHA Non-reaktiv Negatif
HBsAg Elisa 0,0 TV non-reaktif
Non-reaktif : <0,130
TV reaktif :
>=0,130
Imunologi
SD HIV One Step Reaktif Non-reaktif
HIV ONCOPROBE Reaktif
HIV VIKIA Reaktif
2.6. Tatalaksana
IVFD RL 20 TPM
Diet TKTP
Transfusi PRC 1 kolf/ hari sampai Hb 1 mg/dL
SF 3x1
Vit C 3x200m
O2 2 LPM Nasal Kanul
9
2.6. FOLLOW UP PASIEN
P= PTx :
Pdx: CO-Obgyn, HbsAg, Anti HCV IVFD RL 20 TPM
Ptx :
Diet TKTP
IVFD RL 20 TPM Transfusi PRC 1 kolf/ hari
Diet TKTP sampai Hb 1 mg/dL
Transfusi PRC 1 kolf/ hari sampai SF 3x1
Hb 1 mg/dL Vit C 3x200m
SF 3x1 O2 2 LPM Nasal Kanul
10
Vit C 3x200m
O2 2 LPM Nasal Kanul
11
Vit C 3x200m Vit C 3x200m
O2 2 LPM Nasal Kanul O2 2 LPM Nasal Kanul
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang dari
normal, yang berbeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis,
definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10. (1,8)
Berdasarkan WHO batas normal hemoglobin untuk ibu hamil adalah
11gr%.(1)Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia
dalam kehamilan adalah seperti yang berikut :
1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga
2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua.(3,9,10)
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan defisiensi
zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu
63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting dalam
timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam kehamilan
lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. (2,4)
Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia
defisiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi
meningkat. Hal ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah pada
saat kehamilan. Kematian maternal meningkat oleh karena terjadinya pendarahan
post partum yang banyak pada wanita hamil yang sebelumnya memang sudah
menderita anemia.(10,11)
13
PATOFISIOLOGI
Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada
peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein
pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi mikro.
Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan
dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat
dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan volume darah pada saat
kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada trimester pertama
kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi
eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin
masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat
dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih
banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan. Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin
meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan
untuk terjadinya anemia terutama anemia defisiensi besi. (6,12)
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita yang
tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau
pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang
lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Dalam hal ini, oleh
karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang meningkat terhadap
plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus, terjadi
peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume plasma dan sel darah merah.
Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam proporsi yang lebih besar yaitu
sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi
penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar
suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek
negatif penurunan venous return saat posisi terlentang,dan melindungi ibu dari efek
negatif kehilangan darah saat proses melahirkan.(4,11,12)
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam
kehamilan dan bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang harus
bekerja lebih berat semasa hamilkarena sebagai akibat hipervolemicardiac output
14
meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah dan
resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak meningkat.Secara
fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi normal dengan
mengurangi beban jantung. (4,11,12)
Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus meningkat sampai
minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 % dimulai pada trimester II
kehamilandan mencapai maksimum pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000
ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal dalam tiga bulan setelah
partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta yang
menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron. (4,11)
Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit,
konsentrasi hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah
absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8
kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik
keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-
menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga
menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas
“normal”, timbullah anemia.(12)
ETIOLOGI
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)
Anemia defisiensi besi
Anemia karena kehilangan darah secara akut
Anemia karena inflamasi atau keganasan
Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik (9)
15
2) Herediter
Thalasemia
Hemoglobinopati lain
Hemoglobinopati sickle cell
Anemia hemolitik herediter (9)
16
GEJALA KLINIS
Berkurangnya
pembentukan dan Pembentukan tissue
Pembentukan hemoglobin
terjadinya kelainan sel respiratory enzymes
berkurang
darah merah berkurang
Gambar 1: Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat
menyebabkan kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia
(Dikutip dari kepustakaan 5).
Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang
diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan,
sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :
a) Anemia ringan :adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, dan sesak.
b) Anemia sedang :adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis
atau diare.
c) Anemia berat :adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah
dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis,
termogenesis yang terganggu, penyakit kuning,rambut halus dan rapuh,
hepatomegali dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk
mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat. (3,7,14)
17
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan anamnesis
yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, sesak,
berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan fisis dapat
ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis,
ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang terganggu,
penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan derajat anemia yang
diderita.(1,3,7,14)
Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat
sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 10 – 11 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 – 10 gr%
c) Anemia berat : Hb < 7 gr%. (1)
Pada pemeriksaan laboratorium berupa indeks sel darah merah membantu
menentukan ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah seperti defisiensi
zat besi (MCV yang rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi). Pemeriksaan
hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester ketiga (lebih kurang 28
sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan. Ras tertentu harus
mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada pasien kulit hitam harus
menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk melihat sickle cell trait
disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate dehydrogenase.(1)
18
Kriteria anemia menurut
CDC (Centers for Disease Reticulocyte count
Control)
Gambar 2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah laboratorium (Dikutip dari
kepustakaan 8).
19
anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat atau vitamin
B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah
hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan. (4)
Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang sering ditemukan di
Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik.(4)
20
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan yaitu
ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-ratakebutuhan zat besi harian adalah
antara 6 hingga 7 mg dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu 1 mg / hari.
Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan zat besimeningkat hingga
10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan cadangan zat besi yang
rendah, pemberian suplemen zat besi sering gagal untuk mencegah kekurangan zat
besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta yang abnormal dapat
menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat besi selama
kehamilan. (2)
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma selama
kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa sel darah
merah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu terlindungi dari
hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan dengan persalinan.
Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai dengan kehilangan darah >1 L disertai
gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga harus transfusi darah.(2,6) Perdarahan
menahun yang menyebabkan kehilangan zat besi atau kebutuhan zat besi yang
meningkat akan dikompensasi oleh tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.(12)
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang
negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh
penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi
anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient
erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan
kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi
transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC)
meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan
jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar
hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia mikrositik hipokrom yang
disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).(12)
21
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena
ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan
darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan
tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas tersebut, bahkan banyak yang bersifat
normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat
berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi
adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum
tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak
ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan
hanya hemoglobin yang diperiksa dan ditemukan Hb < 10gr/dL maka wanita tersebut
dapat dianggap menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang
dimorfis, karena anemia terseringdalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi.
(2,10,12)
Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia
defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannyamungkin, namunbergantung
padatingkatkepatuhan pasien danpenyerapan zat besi yang cukup di duodenum. Perlu
dicatatbahwa meskipun adabukti yang mendukungperbaikanparameter
statushematologidan besidengan suplementasibesi oral, data terjadinya
peningkatanberat lahirdan berkurangnyaangka kelahiran prematurmasih kurang.(2,6)
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28
kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik (Hb
22
<11g/dl dan ferritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir
rendah.(4)
Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu: (15)
Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1
tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal
90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa
kehamilannya. (15) Obat yang sering digunakan adalah tablet Fe sulfat, furamat, atau
glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg.
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb<11gr%
pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (15)
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-
gejala seperti mual, nyeri didaerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang air
besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat
berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping tablet
zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam tablet tersebut, bukan pada bentuk
campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan efek samping
akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam keadaan terisi
akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini juga menurunkan
tingkat penyerapannya.(15)
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi
dengan terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara
intramuskular, dapat disuntikkan dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi. Hasilnya
akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya merasa nyeri pada tempat suntikan.
Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus dengan dosis total
antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligusdengan hasil yang sangat
memuaskan.(4,11)
23
Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek
samping, namun apabila ada indikasi yang tepatmaka cara ini dapat dilakukan. Efek
sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Darah secukupnya
harus tersedia selama persalinan yang harus segera diberikan apabila terjadi
perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak lebih dari 1000 ml. Makanan
kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti daging sapi (besi dalam
hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam mioglobin), sayuran
hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat).(4,13)
24
Efek samping:
1. Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)
2. Sistem saraf pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil(<1%)
3. Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi).
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, perubahan warna pada urin (1-10%)
5. Respiratorik : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil, dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi
anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik.
Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.
Gambar 4 : Tabel di atas menunjukkan cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta efek
sampingnya (Dikutip dari kepustakaan 8).
B. ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam
folat (pterolyglutamicacid)dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin B12
(cyanocobalamin). Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber dari
daging, hati, kacang-kacangan, dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada
tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat,
frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di Asia. Hal ini erat
hubungannya dengan defisiensi gizi di negara yang berkembang. Anemia
megaloblastik sering ditemukan pada multipara yang berusia lebih dari 30 tahun atau
individu dengan diet tidak adekuat (intake asam folat yang kurang). Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien yang mempunyai
riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia, dan pasien
yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau fenitoin).(4,7,10)
Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA di dalam tubuh dan karena itu
diperlukan kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk. Defisiensi
asam folat terjadi disebabkan oleh :
a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan
25
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah, kecepatan
pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus.(13)
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat yaitu
sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis,
ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi.(7)
Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat yang
mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan yang dapat
terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital lain) yang
kekambuhannya dapat dicegahdengan pemberian folat. NTDadalah suatu kelainan
kongenital yang terjadi akibat kegagalan penutupan lempeng saraf (neural plate)
yangterjadi pada minggu ketiga hingga keempat masagestasi.(7)
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas
atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia
megaloblastik dari apusan darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak
selalu dijumpai kecuali apabila anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan dalam
leukopoesisseperti hipersegmentasi granulosit dan polimorfonuklear merupakan
petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat sering berdampingan
dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku emas untuk penegakan
diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan kadar serum folat
absorption test dan clearance test asam folat.(4,8)
Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya
diberikan terapi oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat
diberikan dalam dosis 1-5 mg/hari pada anemia ringan dan sedang dan dapat
mencapai 10mg/hari pada anemia berat. Anemia megaloblastik jarang disebabkan
oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh
defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral 1000µg/minggu selama
6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena anemia
megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah kadang-
kadang diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila pengobatan
dengan berbagai obat penambah darah biasa tidak berhasil.(4,8,10)
26
KOMPLIKASI
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai
penyulit dapat timbul akibat anemia seperti berikut :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematur
c) Gangguan pertumbuhan janin
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mudah terjadi infeksi
f) Hyperemesis gravidarum
g) Perdarahan sebelum persalinan
h) Ketuban pecah dini.
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his.
3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas
a) Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
e) Mudah terinfeksi hingga kematian perinatal
f) Inteligensi yang rendah. (1)
27
PROGNOSIS
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi
ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak
atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia
defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan
zat besinya kurangsehingga baru beberapa bulan kemudian akan tampak sebagai
anemia infantum.(4,10)
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik
tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan asam
folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat
dengan atau tanpa pengobatanmaka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul
lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak, kebutuhan asam folat jauh
berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam kehamilan yang tidak diobati
mempunyai prognosis buruk. (4,7)
Anemia dalam kehamilan memberi resiko pada ibu dan janin sehingga setiap
wanita hamil perlu diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet
sehari. Selain itu, wanita dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi
protein serta sayuran yang mengandung banyak mineral dan vitamin. Pada umumnya
asam folat tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah dengan frekuensi anemia
megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan zat besi tidak
memberikan hasil yang memuaskan, maka harus ditambah dengan asam folat. (10)
Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infeksi HIV tipe 1
Penyebab multifaktorial dari komplikasi anemia menyebabkan sulitnya dalam
menentukan penyebab asli dan/atau pengobatan yang tepat. Sebuah studi
menunjukkan prevalensi terjadinya anemia pada pasien HIV/AIDS sebanyak 71%
populasi yang diteliti.
28
a. Patofisiologi anemia terkait HIV/AIDS
mekanisme berikut: 1). Penurunan produksi sel darah merah ; 2). Peningkatan
destruksi sel darah merah ; 3). Inefektivitas produksi sel darah merah. Umumnya,
ketiga mekanisme tersebut termasuk infiltrasi sumsum tulang yang disebabkan oleh
Zidovudin
A. Usia
Pasien HIV/AIDS dengan anemia umumnya memiliki rentang usia yang lebih tua.
Sebuah studi di Iran menunjukkan rerata usia pasien dengan anemia adalah 36.8
tahun sedangkan rerata usia pasien tanpa anemia adalah 35.6 tahun, namun tidak
menunjukkan hubungan yang bermakna antara faktor usia dengan kejadian anemia,
dimana nilai P > 0.05 (P = 0.18). Kendati demikian, sebuah studi lain di Amerika
Serikat menunjukkan hasil yang berbeda, dimana usia merupakan faktor prediktor
B. Jenis Kelamin
menunjukkan hasil yang serupa, dimana wanita lebih cenderung timbul anemia (P =
0.026).
29
C. Kadar CD4
Sebuah studi menunjukkan pasien HIV/AIDS dengan kadar CD4 < 200 sel/mm3
memiliki risiko 5.91 kali lebih tinggi timbulnya anemia (P = 0.001) dibandingkan
dengan pasien dengan kadar CD4 ≥ 200 sel/mm3. Studi lain juga menunjukkan
pasien dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3 memiliki prevalensi 20 kejadian anemia
lebih tinggi dibandingkan pasien dengan kadar CD4 < 100 sel/mm3 namun tidak
menunjukkan tidak ada hubungan antara kadar CD4 dengan kejadian anemia.
D. Durasi Terapi
setelah 4-12 minggu setelah inisiasi pengobatan Zidovudin. Penelitian lain di India
E. Kadar ALT
memiliki risiko 38% lebih tinggi terjadi anemia dibandingkan dengan pasien dengan
kadar ALT normal, namun hal tersebut secara statistik tidak menunjukkan hubungan
Meskipun demikian, pada uji multivariat, ALT memiliki hubungan yang signifikan
secara statistik terhadap kejadian anemia dimana pasien dengan kadar ALT abnormal
memiliki risiko 52% lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan kadar ALT
30
Peningkatan kadar ALT berhubungan dengan gangguan fungsi hepar, dimana hepar
Gangguan pada hepar akibat peningkatan kadar ALT dapat menimbulkan seseorang
mengalami anemia.
F. Status Gizi
dari defisiensi nutrisi pada pasien, umumnya akibat kekurangan zat besi (Fe), asam
folat, atau vitamin B12. Penelitian lain juga menunjukkan pasien HIV/AIDS dengan
indeks massa tubuh (IMT) yang rendah sebagai akibat dari kehilangan berat badan
31
BAB IV
PEMBAHASAN
NO Teori Kasus
32
tanda seperti demam, luka beberapa kali terjadi selama hamil
memar, stomatitis, koilonikia, namun pasien membiarkan saja
pika, gastritis, termogenesis karena menganggap akibat efek
yang terganggu, penyakit dari kehamilannya. Tidak ada mual
kuning,rambut halus dan dan muntah. BAB dan BAK dalam
rapuh, hepatomegali dan batas nomal.
splenomegali bisa membawa
seorang dokter untuk
mempertimbangkan kasus
anemia yang lebih berat.
(3,7,14)
penurunan produksi
33
hemolitik, penggunaan obat-
obat.
34
5 Pemeriksaan Hasi Satuan Rujuka
l n
35
Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg O2 2 LPM Nasal Kanul
besi elemental dan 0,25 mg asam
folat) berturut-turut selama
minimal 90 hari masa kehamilan
mulai pemberian pada waktu
pertama kali ibu memeriksa
kehamilannya. (15) Obat yang
sering digunakan adalah tablet
Fe sulfat, furamat, atau glukonat
secara oral dengan dosis
1x200mg.
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran
(Hb < ambang batas) yaitu bila
kadar Hb<11gr% pemberian
menjadi 3 tablet sehari selama
90 hari kehamilannya. (15)
36
BAB V
PENUTUP
37
DAFTAR PUSTAKA
6. Tristiyanti WF. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil status di
kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor, Jawa barat. c2006.[online]. [cited on2013
September15th].Availablefrom:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456
789/44643/A06wft.pdf
38
11. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Anemia in pregnancy. In: Obstetrics and
gynaecology, an illustrated colour text. 1st ed. London:
ChurchillLivingstone,2003; p. 32-3.
12. Sinurat TS. Anemia dalam kehamilan. c2012.[online]. [cited on 2013 September
15th].Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/5/Cha
pter%20I.pdf.
13. Fairley DH. Diseases in pregnancy. In: Lecture notes obstetrics andgynaecology.
2nd ed. Oxford: Blackwell Publishing, 2004; p. 140-2.
39