Anda di halaman 1dari 16

MORFOLOGI VIRUS POLIO

Virus polio adalah virus yang paling kecil dibandingkan dengan virus lainnya. Virus polio
termasuk ke dalam famili Picornaviridae (Pico adalah bahasa Yunani yang artinya kecil).
Kekecilan virus ini tidak hanya dari ukuran partikelnya saja, tetapi juga dari ukuran panjang
genomnya. Virus ini memiliki diameter sekitar 30 nm berbentuk ikosahedral sampul
(envelope) dengan genom RNA, single stranded messenger molecule. Single stranded RNA
membentuk hampir 30% bagian virion dan sisanya terdiri atas 4 protein besar (VP1-4) dan
satu protein kecil (Vpg). dan memiliki RNA benang positif (positive strand RNA) sebagai
genomnya dengan panjang sekitar 7.5 kilobasa. tidak mempunyai kapsul, virion polipeptida
tersusun simetri cubical, diameter 27 nm, RNA rantai tunggal, mengandung 42 kapsomer,
terdiri dari 89 galur.
Gambar 1. Perbandingan kelompok virus Picornaviridae dengan kelompok virus lainnya.

Virus polio yang terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain
3 (leon). Strain 1 seperti paling paralitogenik atau paling ganas dan sering menyebabkan
kejadian luar biasa (wabah), sedangkan strain 2 paling jinak.

Sifat penting :

RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui pembentukan
RNA komplementer yang bertindak sebagai cetakan sintesis RNA genom.

Virion : tak berselubung, bentuk ikosahedral, tersusun atas empat jenis protein utama.
Diameter virion 28-30 nm.

Replikasi dan morfogenesis virus terjadi di sitoplasma.

Spektrum hospes sempit.


Gambar 2. Virus Polio

a. Struktur Virus

Strukur virus sendiri secara umum adalah terdiri dari :

-Kepala

Kepala virus berisi DNA dan bagian luarnya diselubungi kapsid. Satu unit protein yang
menyusun kapsid disebut kapsomer.

-Kapsid

Kapsid adalah selubung yang berupa protein. Kapsid terdiri atas kapsomer. Kapsid juga dapat
terdiri atas protein monomer yang yang terdiri dari rantai polipeptida. Fungsi kapsid untuk
memberi bentuk virus sekaligus sebagai pelindung virus dari kondisi lingkungan yang
merugikan virus.

-Isi tubuh
Bagian isi tersusun atas asam inti, yakni DNA saja atau RNA saja. Bagian isi disebut sebagai
virion. DNA atau RNA merupakan materi genetik yang berisi kode-kode pembawa sifat
virus. Berdasarkan isi yang dikandungnya, virus dapat dibedakan menjadi virus DNA (virus
T, virus cacar) dan virus RNA (virus influenza, HIV, H5N1). Selain itu di dalam isi virus
terdapat beberapa enzim.

-Ekor virus

Ekor virus merupakan alat untuk menempel pada inangnya. Ekor virus terdiri atas tubus
bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak
mempunyai ekor.

FISIOLOGI VIRUS POLIO

Setelah terinfeksi ke dalam sel, RNA keluar dari sarangnya dan di dalam sel RNA ini
memiliki dua fungsi. Yang pertama adalah sebagai mRNA yang ditranslasikan menjadi
protein-protein yang berfungsi untuk pembentukan tubuh dan enzim-enzim yang berfungsi
untuk perkembang-biakan (replikasi) virus itu sendiri. Fungsi yang kedua dari RNA ini
adalah sebagai bahan dasar (template) untuk pembentukan RNA benang negatif (negative
strand RNA). RNA benang negatif ini kemudian digunakan lagi sebagai template untuk
membentuk RNA benang positif. Begitu seterusnya sehingga benang positif RNA yang
menjadi genom virus ini terus bertambah banyak. RNA yang terbentuk kemudian dibungkus
oleh protein-protein pembentuk tubuh dan keluar dari sel sebagai virus baru. Rentetan proses
ini dijalankan oleh enzim-enzim dari sel dan dari virus itu sendiri.

b. Daur Reproduksi Virus Secara Umum

INFEKSI SECARA LITIK


Infeksi secara litik melalui fase-fase sebagai berikut ini:

1. Fase adsorpsi dan infeksi

Fag akan melekat atau menginfeksi bagian tertentu dari dinding sel hospes, daerah itu
disebut daerah reseptor (receptor site = reseptor spot). Daerah ini khas bagi fag
tertentu, dan fag jenis lain tidak dapat melekat di tempat tersebut. Virus tidak
memiliki enzim untuk metabolisme, tetapi memliki enzim lisozim yang berfungsi
merusak atau melubangi dinding sel hospes.

Sesudah dinding sel hospes terhidrolisis oleh lisozim, maka seluruh isi fag masuk
kedalam hospes. Fag kemudian merusak dan mengendalikan DNA hospes.

2. Fase replikasi (fase sintesa)

DNA fag mengadakan replikasi (menyusun DNA) menggunakan DNA hospes


sebagai bahan, serta membentuk selubung protein. Maka terbentuklah beratus-ratus
molekul DNA baru virus yang lengakap dengan selubungnya.

3.Fase pembebasan virus (fag-fag baru)/ fase lisis

Sesudah fag dewasa, sel hospes akan pecah (lisis), sehingga keluarlah virus atau fag
yang baru. Jumlah virus baru ini dapat mencapai sekitar 200.

INFEKSI SECARA LISOGENIK

1. Fase adsorpsi dan infeksi

Fag menenpel pada tempat yang spesifik. Virus melakukan penetrasi pada hospes
kemudian mengluarkan DNAnya kedalam tubuh hospes.

2. Fase penggabungan
DNA virus bersatu dengan DNA hospes membentuk profag. Dalam bentuk profag,
sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif, tetapi sedikitnya ada satu gen yang
selalu aktif. Gen aktif berfungsi untuk mengkode protein reseptor yang berfungsi
menjaga agar sebagian gen profag tidak aktif.

3. Fase pembelahan

Bila sel hospes membelah diri, profag ikut membelah sehingga dua sel anakan hospes
juga mengandung profag didalam selnya. Hal ini akan berlangsung terus-menerus
selama sel bakteri yang mengandung profag membelah.

b. Daur Hidup Poliovirus

Poliovirus memasuki tubuh manusia dapat melalui mulut, kemudian masuk secara digesti.
Jika virus dapat bertahan pada kondisi yang bururk di dalam perut manuisa, maka virus dapat
menginfeksi sel pada usus: membrane selaput lender pada usus. Pada membrane mukosa
tersebut virus menginfeksi sel dan bereplikasi.
Gambar 3. virus polio menginfeksi sel

Pada 1% infeksi, penyebaran virus dari usus ke dalam darah dan sistem saraf pusat. Virus
dapat berpindah dari Peyer's patches ke aliran darah, yang mempunyai akses langsung ke
sistem saraf pusat. Sedangkan cara memasuki sistem saraf adalah virus langsung melewati
saraf lebih baik dan cepat dari pada melewati darah. Jika virus sudah masuk sekali ke dalam
sistem saraf pusat, replikasinya dapat menjadikan kerusakan sel saraf yang menimbulkan
penyakit poliomyelitis.

c. Replikasi Virus Polio

1. Attachment/ Absorpsi:

Kapsid dari poliovirus tersusun oleh susunan ikosahedral dari 60 protomer, masing masing
terdiri dari polipeptida VP1, VP2, VP3, and VP4, yang semuanya berasal dari pembelahan
protomer induk yaitu VP0. Virus menempel pada sel inang penerima, dan mengharuskan
interaksi pengikatan dengahn sel inang penerima.

Tempat spesifik pengikatan on poliovirus involves VP1, VP2 and VP3 yang berinteraksi
dengan sel inang reseptor CD155, yang merupakan immunoglobulin. Penyematan virus
merupakan 'dual tropism'; virus menginfeksi dua jenis sel primate yang mempunyai
perbedaan jelas yaitu: lymphoid dan sel epitel di dalam usus dan sistem saraf.

2. Penetrasi :

RNA masuk ke dalam sitoplasme sel inang melewati membrane sel.

3. Uncoating:

Virus mengalami penyesuaian selama pengikatan untuk menghilangkan VP4 yang nantinya
akan dihancurkan. Bagaimanapun juga , 1 dari 200 virus partikel dapat dengan sukses
mentransport RNA ke dalam sitoplasma dengan cukup cepat dimana itu dapat sintesis dari
makromolekul dari virion yang baru.

4. Menghentikan sintesis makromolekul dari sel inang:

Sintesis protein sel inang dan RNA sintesis dicegah. Bertujuan untuk pembelahan balutan
ikatan yang komplek yang merupakan hal wajib bagi semua mRNA's Eukaryotik selama
proses inisialisasi dan translasi. Proses ini berfungsi untuk membebaskan lebih banyak
ribososm untuk mentranslasi genom virus dan menjamin bahwa sel akan hancur dan mati,
yang tujuan akhirnya menghasilakn kumpulan partikel virus yang baru. Inisisasi ini kira kira
1/2 jam setelah infeksi, dan dalam 2 jam, penurunan drastis pada sitesi makromolekul selular
dapat terjadi.

5. Sintesis komponen virus:

Poliovirus adalah positive- sense single stranded RNA virus, yang artinya RNA mempunyai
polaritas yang sama dengan mRNA. Dengan demikian viral RNA mampu mengkodekan
semua protein yang dibutuhkan selama replikasi dan menulari dirinya sendiri. Pemain utama
dalam replikasi pada virus RNA adalah RNA viral- polymerase RNA yang dependen. 53 kDa
poliovirus polimer, bersama dengan viral yang lain dan protein inang, membawa hasil
replikasi viral ke dalam sitoplasma sel inang. Sintesis ini berjalan kira kira 2.5 sampai 3 hours
setelah infeksi terjadi.

Sintesis  Viral RNA mengikat diri kepada ribososm sel inang

Protein  Berperan seperti mRNA, viral RNA mentranslasikeseluruhan ke


dalam satu polipeptida besar.

 Polipeptida terbelah menjadi RNA polimerasi, protease enzim


Memproses
dan kapsid protein yang baru.

Protein
 Enzim protease merusak polipeptida besar tadi ke dalam bagian
bagian.

 Penyetopan terjadi melalui protease


 Sintesis RNA polimerase (-)-strand RNA (strand yang
komplemen pada cetakan RNA)

Sintesis
 Pada saat yang tepat, (-)-strand RNA digunakan sebagai template

Protein untuk membuat (+)- sense cetakan dari genom asli

 RNA strand ganda (disebut jugakomposisi intermediet replikatif


baik (+)- strand dan (-) -stranded RNA) terbentuk

 Formasi genom yang baru terbentuk mengirim pesan kepada


mesin translasi sel, mengarahkan produksi viral protein ke tingkat
yang lebih tinggi.

6. Pemasangan:

RNA baru yang disintesis dikemas di dalam kapsid. Partikel viral terangkai melalui
morfogenesis, dan pembelahan proteolitik dari protein kapsid membentuk partikel akhir :
poliprotein P1 terbelah menjadi protomer yang tersusun oleh VP0, 1, dan 3, yang bersama –
sama bersatu dan membungkus RNA viral. Perangkaian terjadi 4-6 jam setelah infeksi.

7. Pematangan:

Proses pematangan virus melibatkan pengikatan dari VP0 ke dalamVP2 dan VP4.

8. Pembebasan :

Partikel kemudian dilepaskan dari sel inang melalui proses lisis sel. Proses ini lebih seperti
untuk pemrograman awal yang mengambil alih setelah beberapa waktu setelah proses protein
sintesis dan RNA sintesis pada sel inang berhenti. Partikel virus yang bebas sekarang dapat
menginfeksi sel inang lain. Migrasi ke jaringan saraf akan menghasilkan suatu penyakit
disebut paralytic poliomyelitis. Penghancuran sel akan terjadi kira - kira 6-10 jam setelah
infeksi (Koch, 2005).

Sampai sekarang telah diisolasi 3 strain virus polio yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing),
dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih tipe tersebut. Epidemi yang luas
biasanya disebabkan oleh tipe 1. Virus ini relatif tahan terhadap hampir semua desinfektan
(etanol, isopropanol, lisol, amonium kuartener, dll). Virus ini tidak memiliki amplop lemak
sehingga tahan terhadap pelarut lemak termasuk eter dan kloroform. Virus ini dapat
diinaktifasi oleh formaldehid, glutaraldehid, asam kuat, sodium hipoklorit, dan klorin. Virus
polio menjadi inaktif dengan pemanasan di atas 42 derajat Celcius. Selain itu, pengeringan
dan ultraviolet juga dapat menghilangkan aktivitas virus polio.

Poliovirus mengandung 2 macam antigen yang dapat dideteksi dengan berebagai macam
reaksi imunologi yaitu Antigen A & H. Untuk poliovirus galur yang dilemahkan (untuk
vaksinasi) maka protein kapsid UP1 dengan satu atau lebih Antigen memegang peranan
penting dalam interaksi dengan Antibodi netralisasi sedang UP2 dan UP3 juga berinteraksi
tetapi kurang kuat dibanding UP1.

Poliovirus relatif tahan terhadap bahan asam(pH 3)dan beberapa enzim proteolitik, hal inilah
yang menyebabkan virus ini dapat disebarkan melalui Saluran pencernaan. Selain itu virus ini
jaga tahan terhadap alkohol 70%, lisol 25 %, eter,deoksikholat dan berbagai macam
detergent. Viru ini sensitif terhadap formaldehid 0.3%, HCl 0,1 N, juga bahan halogen
lainnya. Maka daripada itu bahan formaldehid 0.3% merupakan pilihan untuk desinfeksi juga
bisa dengan pemanasan, pengeringan dan cahaya.

TAKSONOMI VIRUS POLIO

Pengklasifikasian virus yang meliputi banyak hal yaitu mulai dari karakteristik (morfologi,
genom,fisika-kimia,dan sifat fisiologisnya, protein, antigenic, dan sifat biologisnya) hingga
tingkatan ordo, famili, genus, dan spesies

Ordo virus : merupakan pengelompokan famili virus yg memiliki banyak kesamaan


karakteristik. Ordo ditandai dengan akhiran ”Virales” oleh ICTV (International Commitee on
Taxonomy of Virus)

Famili virus: merupakan pengelompokan genus virus yg


memiliki byk kesamaan karakteristik dan dibedakan dr anggota famili lainnya. Famili virus
ditandai dg akhiran “Viridae”.Contohnya:Picornaviridae

Genus virus: merupakan pengelompokan spesies virus yg memiliki


banyak kesamaan karakteristik. Genus virus ditandai dg tambahan Virus”.
Ditandai dengan akhiran “Virus” (misal: Genus Enterovirus)
Spesies virus: menggambarkan suatu klas polythetic pada virus yg mirip replikasi keturunan
dan menempati bagian relung ekologinya.

Menurut klasifikasi Bergey, virus termasuk ke dalam divisio Protophyta, kelas


Mikrotatobiotes dan ordo Virales (Virus). Pada tahun 1976 ICTV (International Commite on
Taxonomy of Virus) mempublikasikan bahwa virus diklasifikasikan struktur dan komposisi
tubuh, yakni berdasarkan kandungan asam. Pada dasarnya virus dibedakan atas dua golongan
yaitu virus DNA dan virus RNA dan virus polio termasuk dalam golongan virus RNA.

Divisi : Protophyta

Kelas : Mikrotatobiotes

Ordo : Virales

Famili: Picornaviridae

Genus: Enterovirus

Species: Poliovirus

EKOLOGI VIRUS POLIO

Virus masuk melalui saluran cerna. Setelah masuk, virus akan bereplikasi (memperbanyak
diri). Biasanya penularannya melewati feses, misalnya feses yang mengandung virus polio
mencemari sumber air minum warga kemudian air yang dikonsumsi oleh manusia tersebut
membawa virus polio dan sampai ketubuh manusia. Sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, tipe sel dan tempat spesifik yang digunakan virus ini untuk bereplikasi pertama kalinya.
Hanya saja, virus ini dapat diisolasi dari jaringan limfe di saluran cerna, sehingga diduga
tempat replikasi pertama virus tersebut adalah di jaringan limfe saluran cerna terutama
“bercak Peyer” dan tonsil. Meskipun begitu, tidak jelas apakah virus polio memang
bereplikasi di tempat tersebut atau “hanya terserap” oleh jaringan limfe setelah bereplikasi di
sel epitel saluran cerna. Fase ini berlangsung 3-10 hari, dapat sampai 3 minggu. Virus polio
pada fase ini dapat ditemukan di ludah dan feses, dan berperan dalam proses penularan
(Afie’s, 2009).

Setelah memperbanyak diri di jaringan limfe saluran cerna, virus polio akan menyebar
melalui darah (viremia) untuk menuju sistem retikuloendotelial lainnya, termasuk diantaranya
nodus limfe, sunsum tulang, hati, dan limpa, dan mungkin ke tempat lainnya seperti jaringan
lemak coklat dan otot (Afie’s, 2009).

Mekanisme virus polio menginfeksi sistem syaraf pusat masih belum diketahui secara pasti.
Ada 3 hipotesis, yang pertama, virus polio menginfeksi sistem syaraf pusat melalui transport
axon (sel syaraf panjang yang menghantarkan signal syaraf) dengan arah yang berlawanan
(signal syaraf bergerak dari sistem syaraf pusat ke otot, virus bergerak dari otot ke sistem
syaraf pusat). Hipotesis kedua adalah virus menembus sawar darah otak, independen dari
keberadaan reseptor seluler untuk virus polio (CD155). Dan hipotesis ketiga, virus polio
diimpor ke sistem syaraf pusat melalui sel makrofag (mekanisme kuda Trojan). Sampai saat
ini, mayoritas bukti ilmiah mendukung hipotesis yang pertama (Afie’s, 2009).

Pada beberapa kasus polio di daerah daerah secara epidemiologis menunjukkan bahwa
disamping imunitas masyarakat yang rendah juga disebabkan sanitasi atau sumber air yang di
pakai warga yang berperan cukup besar dalam penyebaran virus polio

PERANAN (MERUGIKAN) VIRUS POLIO TERHADAP LINGKUNGAN,

DIKEMBANGKAN MENJADI SENJATA BIOLOGIS

Virus Polio karena sel inangnya yang utama adalah manusia maka lingkungannya juga
seputar manusia. Sesuai dengan namanya, infeksi virus polio menyebabkan gejala polio
(poliomyelitis) atau lumpuh. Vaksin yang efektif terhadap polio sudah dikembangkan pada
tahun enam puluhan dan digunakan untuk program eradikasi/ pemusnahan polio. Dengan
program imunisasi yang menggunakan vaksin tersebut, sekarang virus polio liar sudah
hampir musnah. Oleh karena itu virus ini tidak lagi dianggap sebagai virus yang berbahaya
dan ditakuti karena bisa dikontrol. Ini juga merupakan salah satu kenapa virus ini dipilih
sebagai objek. Selain itu alasan lain juga barangkalai karena Prof. Wimmer adalah ahli virus
polio (Utama, 2002).

Sintesa virus polio

Oleh karena virus polio adalah virus RNA, untuk membuat virus ini dari bahan kimia
sebenarnya lebih tepat kalau dimulai dari sintesa RNA. Akan tetapi sintesa RNA, apalagi
RNA yang panjang, sangat sulit karena RNA tidak stabil dan mudah terdegradasi. Karena
DNA jauh lebih stabil dari pada RNA, dalam penelitian virus RNA, biasanya RNA
ditranskripsi balik (reverse transcription) dulu ke DNA. Begitu juga dengan tim ini, mereka
juga mengsintesa DNA berdasarkan barisan RNA dari virus polio Mahoney (Utama, 2002).

Fragmen-fragmen pasangan benang positif dan benang negatif DNA dengan panjang rata-rata
69 basa disintesa, dan kemudian disambung baik dengan menggunakan teknik PCR
(Polymerase Chain Reaction) maupun menggunakan enzim T4 DNA ligase. Fragmen
pasangan DNA yang tersambung kemudian dikloning ke plasmid (sejenis mikroorganisme)
yang bisa berkembangbiak pada bakteri Escherichia coli. Dengan perkembangbiakan plasmid
yang membawa DNA virus polio ini, akan memperbanyak jumlah DNA, yang pada mulanya
hanya ada dalam jumlah yang sangat sedikit (Utama, 2002).

Setelah DNA ini diperbanyak, kemudian ditranskirpsikan menjadi RNA. RNA ini kemudian
dimasukan (transfection) ke dalam sel. Di dalam sel, RNA ini akan berfungsi sebagai RNA
genome sebagaimana halnya RNA dari virus yang alami. Dengan demikian diharapkan virus
akan hidup dan berkembang-biak didalam sel. Seperti yang diharapankan, tim ini berhasil
mengembang-biakan virus polio di dalam sel. Virus ini kemudian dianalisa dan dibandingkan
dengan virus polio Mahoney yang alami (Utama, 2002).

Dari hasil perbandingan, virus yang disintesa memproduksi protein-protein yang sama
dengan virus yang alami. Bentuk dan ukuran kedua virus ini juga mirip. Virus sintesis juga
dinetralisasi oleh antobodi yang spesifik menetralisir virus polio tipe 1, sama halnya dengan
virus alami. Dari hasil percobaan binatang (tikus), lebih jauh lagi, virus polio sintesis juga
mengakibatkan gejala polio dan menyebabkan kematian, walaupun tingkat patogennya lebih
rendah dibandingkan dengan virus alami (Utama, 2002).
Dengan metoda ini, tim peneliti dari State University of New York ini telah berhasil
membuat virus polio dari bahan kimia. Ini adalah pembuktian yang pertama kali dimana virus
bisa dibuat dari bahan kimia (Utama, 2002).

Sebenarnya, metoda yang dipakai oleh tim ini bukanlah metoda yang baru. Metoda ini telah
banyak digunakan untuk mengkloning DNA dari protein-protein. Sama seperti yang
dilakukan tim ini, DNA dari protein disintesa, kemudian disambung dan dikloning. Akan
tetapi, kebanyakan DNA yang dikloning sangat pendek, sehingga mudah untuk menyambung
dan mengkloningnya. Dalam penelitian ini, Prof. Wimmer dan koleganya mampu
mengkloning DNA sepanjang 7.5 kilobasa. Inilah kehebatan dari tim ini sehingga hasilnya
bisa dimuat di jurnal Science (Utama, 2002).

Keberhasilan ini telah membuktikan bahwa manusia mampu membuat virus yang barangkali
akan digunakan sebagai senjata biologi. Biasanya kita mendapatkan virus dengan cara isolasi
dari sampel tertentu dan kemudian mengkulturkannya. Kita juga bisa membuat virus (baru),
namun biasanya menggunakan virus alami sebagai template. Akan tetapi dengan teknologi
ini, walaupun kita tidak memiliki suatu virus sama sekali, kita bisa membuat virus dengan
mencontoh barisan RNA atau DNA virus bersangkutan (Utama, 2002).

Walaupun demikian tentu saja tidak semua orang bisa membuat suatu virus. Hal ini
disebabkan selain teknologi dan skil, pembuatan virus ini juga memerlukan banyak dana baik
untuk sintesa DNA-nya maupun untuk proses selanjutnya (Utama, 2002).

Pertama dalam masalah teknologi dan skil, tentu saja hanya orang-orang yang terbukti
mempunyai pengetahuan dan keahlian tentang virus yang bisa melakukannya. Siapa yang ahli
tentang suatu virus, biasanya dapat dilihat dari hasil publikasi tentang virus. Begitu juga
masalah dana. Untuk sintesa 7.5 kilobasa DNA saja diperlukan dana kira-kira sebesar US
$7,500 (US $ 1 untuk 1 basa). Karena tim ini mengsintesa pasangan ganda DNA, biaya
sintesa DNA diperlukan sebesar US $ 15,000 (Utama,2002).

Selain itu penelitian ini dilakukan berkali-kali untuk sampai kepada keberhasilan. Hal ini
disebabkan karena walaupun secara teori metoda ini bisa digunakan untuk sintesa virus,
keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak faktor. Dalam penelitian ini penulis tidak tahu
berapa lama waktu yang dihabiskan oleh tim ini. Tapi dari pengalaman pembuatan virus
dengan menggunakan virus asli sebagai bahan dasar, dapat diperkirakan setidak-tidaknya
memerlukan waktu sekitar 1 tahun. Lamanya penelitian ini mengakibatkan banyaknya uang
yang dihabiskan untuk pembelian enzim-enzim, kit serta bahan-bahan kimia lain yang
diperlukan untuk penelitian. Namun, setelah metoda dan teknik untuk pembuatan virus
ditemukan, untuk produksi virus selanjutnya tentu saja akan mudah dilakukan.

Oleh karena itu, secara total bisa jadi biaya untuk sintesa virus yang akan digunakan sebagai
senjata biologi akan lebih murah dari pada produksi senjata kimia atau senjata nuklir. Tetapi
juga tidak menutup kemungkinan akan lebih mahal. Hal ini sangat tergantung kepada virus
apa yang akan disintesa (Utama, 2002).

Terlepas dari semua ini, tentu saja kita sangat berharap jangan sampai orang-orang yang
mampu (mampu karena memiliki teknologi, skil dan dana) membuat virus untuk digunakan
sebagai senjata biologi (NTR) karena senjata biologi sangat berbahaya bagi lingkungan
khususnya manusia karena tidak hanya menghancurkan secara fisik tapi mampu
merestrukturisasi anatomi, fisiologi maupun morfologi makhluk hidup khususnya manusia.
Sedangkan dampaknya bagi lingkungan yang terpapar senjata biologis dari virus polio
sintesis baik secara langsung maupun tidak, dalam jangka panjang maupun pendek dapat
merusak lingkungan khususnya lingkungan menjadi tercemar oleh virus dan dapat dijadikan
tempat daur hidup virus tersebut yang nantinya akan sampai berdampak ke hewan maupun
manusia. Dan juga jika virus tadi sudah menetap di inangnya, inang tersebut jika berpindah
ke tempat yang baru, maka akan menularkan kembali virus tersebut lewat lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Afie’s. 2009. Perjalanan Penyakit Polio. http://afie.staff.uns.ac.id/. Diakses tanggal 7 Maret


2009.

Biologi, catatan prestasi guru. 2008. Virus.


http://prestasiherfen.blogspot.com/2008/10/virus.html. Diakses tanggal 8 Maret 2009.
Koch. 2005. The Molecular Biology of Poliovirus.
http://www.brown.edu/courses/Bio_160/Project2000/Polio/TableofCont ent.html. Diakses
tanggal 8 Maret 2009.

Siregar, Amelia. 2008. Biolog Pertanian Jilid II untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan. Jakarta.

Utama, Andi. 2002. Membuat Virus Polio dari Bahan Kimia.

http://www. chem- is-try.org/. Diakses tanggal 7 Maret 2009.

Anda mungkin juga menyukai