Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

FROZEN SHOULDER

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Syaraf di RSUD
Salatiga

Disusun oleh :

Disusun Oleh :

Shafaa Shafiyah
20174011055

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017
1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan


judul

FROZEN SHOULDER

Disusun Oleh :

SHAFAA SHAFIYAH

20174011055

Telah dipresentasikan

Oktober 2017

Disahkan oleh:
Dokter
pembimbing,

dr. Gama Sita, Sp. S.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. 1


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
BAB I STATUS PASIEN ..................................................................................... 4
A. IDENTITAS PASIEN.................................................................................. 4
B. ANAMNESIS .............................................................................................. 4
C. PEMERIKSAAN FISIK .............................................................................. 5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................ 8
E. DIAGNOSIS ................................................................................................ 8
F. PENATALAKSANAAN ............................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10
A. DEFINISI ................................................................................................... 10
B. EPIDEMIOLOGI ....................................................................................... 10
C. ETIOLOGI ................................................................................................. 10
D. ANATOMI ................................................................................................ 11
E. PATOFISIOLOGI ..................................................................................... 14
F. MANIFESTASI KLINIS ........................................................................... 16
G. KRITERIA DIAGNOSTIK .................................................................... 17
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................... 19
I. DIAGNOSIS BANDING .......................................................................... 19
J. PENATALAKSANAAN ........................................................................... 20
K. KOMPLIKASI ........................................................................................... 22
3. PROGNOSIS ............................................................................................. 23
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 25

3
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SK
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja Pabrik
Alamat : Jl. Pramuka, Sidorejo Salatiga

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan tangan kanan sakit dan sukar digerakkan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan pusing gliyer (+), mual (-), muntah (-), tangan
kanan kaku, sakit dan sukar digerakkan. Riwayat terjatuh dan pingsan (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa disangkal. Pasien memiliki riwayat dm
terkontrol, hipertensi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga dengan riwayat keluhan serupa.
Riwayat Sosial
Pasien adalah pekerja dipabrik dengan 2 orang anak dan telah
memiliki 1 orang cucu.
Anamnesis Sistem
Sistem Serebrospinal : Tidak ada keluhan
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : Tangan kanan nyeri dan tidak
bisa digerakkan
Sistem Integumental : Tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan

4
C. PEMERIKSAAN FISIK

Status present
Keadaan umum : Compos
mentis Tekanan darah :
152/116 mmHg Frekuensi
nadi : 90 x/menit Frekuensi
napas : 24x/menit

Status Internus
Kepala : Mesochepal, bentuk simetris dan tidak ada bekas luka
(jahitan)
Mata : Udem palpebra (-/-), trauma palpebra (-/-), conjungtiva
anemis(-/-) , sclera ikhterik (-/-), reflex cahaya (+/+),
Leher : Tidak tampak kelainan
Toraks : Bentuk dinding toraks simetris, ketinggalan gerak (-),
retraksi dada (-)

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : udem (-)

5
Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4 M6 V5)
Orientasi : baik
Daya ingat kejadian : baik
Kemampuan bicara : jelas dan lancar
Sikap tubuh : baik
Cara berjalan : baik

Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas


Superior Inferior
Sistem Motorik
-4/5 5/5
Kekuatan Otot
Refleks Fisiologis
(+) / -
Biceps
(+)
Triceps -
Patella (+) / (+) /
Achiles (+) (+)
(+) / (+)
-
-

6
Refleks patologis
- -
Babinski
Gonda - -
Chaddock
- -
Oppenheim
Rossolimo - -
Gordon - -
Mendel
Bing - -
Scaffner - -
Trommer
- -
Hoffmen

Satus Lokalisata:
Look  bahu simetris, tanda radang (tidak diperiksa) dan tidak ada
deformitas
Feel  Masa (-)
Krepitasis (-)
Spasme otot deltoid (tidak dilakukan)
Atrofi otot (tidak dilakukan)
Move  nyeri bila digerakkan

Pemeriksaan Fungsi:
a. Tes orientasi :
- Pasien tidak bisa memegang telinga sisi kontralateral()
- Pasien tidak bisa memakai BH ()
- Pasien tidak bisa menyisir rambut (+)

7
b. Pemeriksaan fungsi dasar
Gerakan AROM PROM
Fleksi Nyeri, gerakan terbatas Tidak dilakukan
Ekstensi Nyeri, Tidak dilakukan
Endorotasi Nyeri, Tidak dilakukan
Exorotasi Nyeri, Tidak dilakukan
Adduksi Nyeri, tidak bisa Tidak dilakukan
Abduksi Nyeri, Tidak dilakukan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ro :
- Penyempitan acromioclavicularis joint dextra
- Curiga kelainan soft tissue

8
E. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : nyeri dan kaku bahu kanan


Diagnosis Tropis : penyempitan acromioclavicularis joint dextra
Diagnosis Etiologi : Frozen shoulder

F. PENATALAKSANAAN

 Farmakologi
Depacote 250 mg
Flunarizin 3x1
Esperison 2x1
Meloxicam 12,5
Diazepam 0,1
Paracetamol 300

 Non farmakologi
Fisioterapi dirumah

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Istilah "ffrozen shoulder" pertama kali diperkenalkan oleh Codman
pada tahun 1934. Dia menggambarkan kondisi bahu yang menyakitkan
dikaitkan dengan kekakuan dan sulit tidur di sisi yang sakit. Frozen Shoulder
juga dikenal sebagai “Adhesive Capsulitis”, “Scapulohumeral
Periarthritis”, “Stiff and Pinful Shoulder”, “Periarthritis Adhesive”,
“Adherent Subacromial Bursitis”, dan “Hypomobile Syndrome” yang
melibatkan sendi bahu dan jaringan-jaringan di sekitarnya.

Frozen shoulder, atau adhesive capsulitis adalah terjadinya


peradangan, nyeri, perlengketan, atropi dan pemendekan kapsul sendi bahu.
Nyeri pada bahu yang disertai dengan adanya keterbatasan mobilitas sendi
bahu baik secara aktif maupun pasif (Dogru et al, 2008) Serangan
umumnya bersifat unilateral menggambarkan kondisi umum yang ditandai
dengan adanya nyeri bahu dan keterbatasan gerak aktif maupun pasif
(Kelley et al, 2009). Dalam pengertian yang lebih mendalam, Frozen
Shoulder merupakan salah satu kasus muskuloskeletal dimana terjadi gejala
fibrosing pada elemen non kontraktil, atau gabungan antara kontraktil
dengan non kontraktil yang menyebabkan hambatan fungsi gerak sendi
bahu pola kapsuler baik secara aktif maupun pasif, yaitu’'; rotasi eksternal
yang paling terbatas diikuti oleh abduksi kemudian rotasi internal namun
tidak dijumpai adanya kelainan yang berarti pada pemeriksaan radiografi
kecuali adanya osteopenia atau kalsifikasi tenonitis. Dan pada pemeriksaan
Laju Endap Darah (LED) hasilnya tetap normal. (Donatelly, 2012).

10
B. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologi onset frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-65
tahun. Dari 2-5% populasi sekitar 60% dari kasus frozen shoulder lebih
banyak mengenai perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Frozen
shoulder juga terjadi pada 10-20% dari penderita diabetus millitus yang
merupakan salah satu faktor resiko frozen shoulder (Miharjanto, et al.,
2010).

C. ETIOLOGI
Menurut Cluett (2007), frozen shoulder sering terjadi tanpa didahului
cedera atau penyebab yang nyata. Ada pasien yang mengalami frozen
shoulder setelah trauma shoulder, tetapi ini bukan penyebab yang lazim.
Faktor etiologi frozen shoulder antara lain :
 Usia dan jenis kelamin
Frozen shoulder paling sering terjadi pada orang yang berusia antara
40–60 tahun dan biasanya wanita lebih banyak daripada pria.
 Gangguan endokrin
Penderita diabetes militus berisiko tinggi mengalami frozen shoulder.
Gangguan endokrin yang lain misalnya masalah thyroid dapat juga
mencetuskan kondisi ini.
 Trauma sendi bahu
Pasien yang mengalami cedera atau menjalani operasi pada bahu dan
disertai imobilisasi sendi bahu dalam waktu lama akan berisiko tinggi
mengalami frozen shoulder.

11
Zuckerman mengklasifikasikan Frozen Shoulder menjadi
primer dan sekunder, yaitu;
 Frozen Shoulder Primer
Merupakan diagnosa untuk semua kasus Frozen Shoulder
dimana etiologi yang mendasari kasus ini tidak dapat di identifikasi.
 Frozen Shoulder Sekunder
Termasuk semua kasus Frozen Shoulder yang etiologinya dapat
diidentifikasi, antara lain:
1. Penyebab Intrinsik,
Merupakan hambatan gerak bahu selama aROM (active Range
of Motion) dan pROM (passive Range of Motion) yang disebabkan
masalah pada rotator cuff, tendonitis pada biceps, klasifikasi
tendonitis dan arthritis acromioclavicularis.
2. Penyebab Ekstrinsik,
Merupakan penyebab Frozen Shoulder dimana abnormalitas
yang diidentifikasi berhubungan dengan bahu itu sendiri (hambatan
aROM dan pROM yang berhubungan dengan pembedahan
payudara ipsilateral sebelumnya, radiculopathy cervical, tumor
dada, cedera cerebrovascular, fraktur humerus, abnormalitas
scapulothoracic, arthritis pada acromioclavicular atau fraktur
clavicula, penyakit kardiopulmoner, parkinson, dll).
3. Penyebab sistemik,
Antara lain ; diabetes, hipertiroidisme, hipotiroid,
hipoadrenalin, atau kondisi lain yang tercatat mempunyai hubungan
dengan perkembangan Frozen Shoulder.

12
D. ANATOMI DAN BIOMEKANIK BAHU

Struktur tulang yang terpenting adalah

1.scapula,
2.clavicula,
3.humerus, acromion, dan
4.Coracoideus

Ada 4 tendon otot yang memperkuat kapsul sendi yaitu :


subscapularis, supraspinatus, infrapinatus, dan teres minor dikenal dengan
Rotator cuff dan juga dibantu oleh tendon caput longum biceps brachii.

Adapun otot utama yang memperkuat sendi bahu (otot rotator cuff) adalah

1. m suprasspinatus
2. m infrasspainatus
3. m teres minor dan
4. m subscapularis

13
Sendi bahu merupakan sendi yang paling kompleks pada tubuh
manusia karena memiliki 5 sendi yang saling terpisah diimana sendi ini
sangat menunjang gerakan. Anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru
(ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi.
Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang
dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas
sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan
ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan
gangguan pada bahu (Sidharta, 2004). besarnya mobilitas sendi ini
merugikan stabilitas ,oleh karna itu tidak mengherankan banyak masalah
timbul di sendi ini. Glenohumeral joint merupakan sendi yang paling mobile
karena menghasilkan gerakan dengan 3 DKG (flexi – ekstensi, abduksi-
adduksi, exorotasi-endorotasi) dan sirkumdaksi.
Shoulder kompleks terdiri atas 3 sendi sinovial dan 2 sendi non – sinovial.

3 sendi synovial:

1. Sternoclavicular joint,
2. Acromioclavicular joint dan
3. glenohumeral joint.

2 sendi non – synovial:


4. supra-humeral (coracoclavicular) joint dan
5. scapulothoracic joint.
14
1) Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan
cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per.
Permukaan sendi meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis
diperdalam oleh adanya labrum glenoidale (Snell,
2007). Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeral yaitu :
(1) gerakan fleksi terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke
posterior
(2) gerakan abduksi terjadi rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding
ke caudo ventral
(3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke dorso lateral,
sliding ke ventro medial
(4) gerakan internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan
sliding kedorso lateral (Kapanji, 2004).

2) Sendi sternoclaviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura
clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi
fungsionalnya glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada suatu

15
discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan kedua facies
articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis
luas,sehingga kemungkinan gerakan luas (Sidharta, 2004).

3) Sendi acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari
acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh
fibro cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis. Secara
morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies articularisnya
sempit, dengan ligamentum yang longgar(Sidharta, 2004).

4) Sendi subacromiale
Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang
berada di sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di
sebeleh caudal, dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai
rongga sendi (Mudatsir, 2007).

5) Sendi scapuloThoracic
Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa
pergerakan scapula terhadap dinding thorax (Sri surini, dkk, (2002). Gerak
osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang dalam
klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal
yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi.

16
17
E. PATOFISIOLOGI
Secara pasti Frozen Shoulder belum diketahui penyebabnya dengan
jelas, namun ada beberapa pendapat yang menyatakan keadaan ini terjadi
akibat kelanjutan dan beberapa lesi pada bahu misalnya, karena rotator cuff
syndrom berupa timbulnya peradangan sekitar kapsul sendi pada akhirnya
mengakibatkan reaksi fibrous. Gangguan Rotator Cuff dapat berupa
tendinitis supraspinatus, tendinitis bicipitalis, bursitis, rupture rotator cuff.
Selain itu bisa juga terjadi karena gangguan otot-otot yang lain yang berada
disekitarnya seperti M. Deltoideus, M. Biceps Brchii, M. Triceps.

Frozen Shoulder dapat terjadi karena penimbunan kristal kalsium


fosfat dan kalsium karbonat. Penimbunan pertama kali ditemukan pada
tendon dan biasanya menyebar menuju ruang bawah bursa subdeltoideus
sehingga terjadi radang bursa. Radang bursa terjadi berulang-ulang karena
adanya penekanan yang terus menerus dapat menyebabkan penebalan
dinding dasar dengan bursa akhirnya terjadi perikapsulitis adhesive.

18
Selanjutnya jarak permukaan sendi menyempit karena pelumas sendi
menipis dan peningkatan jumlah serabut kolagen yang bersilangan serta
susunan tidak teratur. Serabut kolagen yang kusut akan mengurangi
fleksibilitas jaringan ikat dan membatasi gerakan sendi. Kontraktur
anterosuperior kapsul akan mengakibatkan antero superior tightness, maka
akan membatasi gerakan eksorotasi sendi glenohumeralis di posisi adduksi.
Demikian juga kalau terjadi kontraktur kapsul dan ligamenligamen antero
inferior sendi glenohumeralis, maka akan membatasi gerakan eksorotasi
sendi glenohumeralis di posisi abduksi. Kapsul bagian anterior superior dan
anterior inferior yang kaku maka gerakan slide ke anterior terbatas,
mengakibatkan caput humerus bergeser ke posterior pada cavitas
glenoidalis. Dan menyebabkan gerakan permukaan sendi glenohumeralis
tidak harmonis lagi.
Kekakuan pada frozen shoulder berupa imflamasi yang bersifat
kronik, menimbulkan fibrosis atau perlekatan. Akibatnya terjadi gangguan
mikrosirkulasi peredaran darah, baik yang melayani jaringan kontraktil
maupun non kontraktil regio bahu. Kekakuan dan imflamasi kronik pada
regio bahu mengakibatkan gangguan aliran limfe. Aliran limfe yang
terganggu akan mempengaruhi penimbunan (stagnasi) protein. Stagnasi
protein pada jaringan interstitial akan mengakibatkan gangguan asam basa
serta pengeringan sel dan timbullah degenerasi sel.

19
BIOMOLEKULER INFLAMATORY

Mikroinjuri Peradangan
Sitokin inflamasi
tingkat
molekuler

IGF-2
^ Sitokin inflamasi ^ kadar IL
(COX-1, Cox-2, IL6, (α1, β2, TNF)
ILL 1,
Infiltrasi fibroblast +
myofibroblast + serat
- Merangsang kolagen
angiogenesis
- Edema sel
- Nyeri
Fibrosis kapsul bahu

Berkurang aktifitas bahu

20
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang muncul:

a. Nyeri
Sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur
bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena.
Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi sementara itu kekakuan ,
berlanjut terus selama 6- 12 bulan setelah nyeri menghilang. Secara
berangsurangsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal

b. Keterbatasan Lingkup gerak


Sendi Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas
gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif.
Keadaan ini biasanya unilateral, terjadi pada usia antara 45–60 tahun dan
lebih sering pada wanita

c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot


Pada pemeriksaan fisik didapat adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri
dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering
menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita
dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan
melakukandengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai
adanya atropi bahu (dalam berbagai tingkatan). Sedangkan pemeriksaan
neurologik biasanya dalam batas normal .

d. Gangguan aktifitas fungsional


Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada
penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri,
keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara
langsung akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas. Masalah aktivitas
yang sering ditemukan pada penderita frozen shoulder adalah tidak mampu
menyisir rambut; kesulitan dalam berpakaian; kesulitan memakai brest
holder (BH) bagi wanita; mengambil dan memasukkan dompet di saku
belakang; gerakan-gerakan lainnya yang melibatkan sendi bahu.
Hipomobilitas disebabkan volume cairan sinovial menurun dalam sendi,
yang mengakibatkan peningkatan tekanan di dalam sendi pada waktu ada
gerakan.
21
G. PROGRESITAS

Frozen shoulder terdiri dari 4 fase yaitu : the freezing (painful phase),
the frozen (stiff phase), dan the thawing (recovery phase) . Berdasarkan
penggambaran progresitas oleh Hannafin (2010), tahap-tahap progresitas
Frozen Shoulder adalah;

Stadium I (Painful Phase)


 Durasi antara 0 – 3 bulan.
 Pasien menggambarkan “nyeri tajam” pada akhir gerakan sendi
bahu, “nyeri pegal” pada saat lengan pada posisi istirahat, dan
“nyeri mengganggu” pada saat aktifitas tidur di malam hari
dengan berbaring pada posisi yang sakit.
 Proses terjadinya hambatan gerak berlangsung seiring dengan
keluhan nyeri ke semua arah gerakan lengan.
Pasien mengeluhkan adanya nyeri pada lingkup gerak aktif dan
pasif. Nyeri digambarkan sebagai “pegal” saat istirahat dan “tajam”
saat bergerak, dengan gejala kurang dari tiga bulan. Hilangnya
lingkup gerak terjadi secara progresif dengan arah fleksi, abduksi,
rotasi internal dan rotasi eksternal menjadi yang paling terbatas. Pada
pemeriksaan dengan anastesi lokal (injeksi intra-artikular) terjadi
perbaikan ROM ke normal (atau hingga keterbatasan minimal) yang
signifikan. Pemeriksaan arthroskopik menemukan adanya sinovitis
glenohumeral hipervaskular yang difus dan seringkali terjadi pada
kapsul antero-superior.
22
Stadium II (Phainful Phase)
 Durasi 3 – 9 bulan.
 Pasien mengeluhkan nyeri berat dan kronis terutama pada
malam hari disertai kekakuan dan hambatan aROM dan pROM
yang signifikan.
Masih terdapat nyeri saat istirahat dan nyeri yang terjadi pada
malam hari yang mengganggu aktifitas tidur. Juga masih terdapat
hambatan gerak yang signifikan untuk fleksi, abduksi, rotasi internal
dan rotasi eksternal.

Stadium III (Frozen/Stiff Phase)


 Durasi 9 – 15 bulan.
 Nyeri minimal pada malam hari dan pada akhir ROM disertai
kekakuan dengan “rigid end feel”.
Keluhan nyeri minimal pada malam hari atau saat istirahat
(kecuali pada akhir ROM) tetapi gejala bahu kaku masih signifikan.
Hilangnya lingkup gerak dengan “rigid-end-feel” terjadi karena
kapsul yang menegang dimana gejala-gejala ini telah ada pada hampir
bulan ke 9 – 15. Pemberian injeksi anastesi lokal (pemeriksaan
dengan menggunakan anastesi) menemukan bahwa tidak terjadi
perubahan ROM yang diperkirakan sebagai akibat dari hilangnya
volume kapsuler dan fibrosis kapsul sendi glenohumeral.
Pemeriksaan arthroskopik menemukan adanya sisa fibrotik pada
sinovial yang bukan merupakan hipervaskular. Sedangkan pada
sample biopsi kapsuler ditemukan adanya jaringan selular kolagen
hipervaskular serta selapis sinovial tipis yang tidak mengalami
hipertrofi ataupun hipervaskular yang signifikan.

Stadium IV (Thawing/Recovery Phase)


 Durasi 15 – 24 bulan.
 Nyeri minimal seiring dengan perbaikan ROM yang progresif
sebagai hasil terjadinya proses remodeling pada kapsul sendi.

23
H. KRITERIA DIAGNOSTIK
1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah,
nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu tubuh adalah hal pertama yang
harus dilakukan dalam pemeriksaan fisik, diikuti dengan
memperkirakanan score Visual Analog atau verbale diskriptive scale
(VDS) yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh nilai yaitu:
nilai 1 tidak nyeri, nilai 2 nyeri sangat ringan, nilai 3 nyeri ringan,
nilai 4 nyeri tidak begitu berat, nilai 5 nyeri cukup berat, nilai 6 nyeri
berat, nilai 7 nyeri tak tertahankan.

Pemeriksaan lokalisata perlu dilakukan yang meliputi:

LOOK:
Pada pemeriksaan, lengan dipegang dari samping dalam posisi
adduksi dan rotasi internal. Atrofi dari deltoid dan supraspinatus
mungkin ada.

FEEL:
Pada palpasi, ada tenderness yang menyebar di atas sendi
glenohumeral, dan ini meluas ke area trapezius dan interscapular.

MOVE:
Rotasi eksternal hilang total. Ini adalah tanda patognomonik
frozen shoulder. Mengkonfirmasi bahwa rotasi eksternal tidak
mungkin dilakukan dengan gerakan aktif dan pasif sangat penting.
Misalnya, jika rotasi eksternal mudah dilakukan dengan bantuan
dokter, kita akan mempertimbangkan diagnosis large rotator cuff
tear, yang memerlukan pengelolaan yang sama sekali berbeda. Pada
frozen shoulder, semua gerakan sendi lainnya berkurang, dan jika
gerakan terjadi biasanya berasal dari sendi toraks.

24
3. Pemeriksaan lingkup gerak sendi (LGS) atau ROM (aktif/pasif)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya keterbatasan
lingkup gerak sendi menggunakan alat yang disebut dengan goneometer,
dalam pelaksanaannya banyak hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan pengukuran diantaranya letak goneometer yang merupakan
aksis dari sendi bahu. Hasil pengukuran ditulis dengan standar
International Standard Orthopedic Measurement (ISOM).

4. Manual Muscle testing


Mengetahui kekuatan otot

5. Appley strech test.


Eksternal rotasi dan abduksi, pasien diminta menggaruk daerah
sekitar angulus medialis scapula dengan tangan sisi kontra lateral
melewati belakang kepala. Pada penderita frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva biasanya tidak bisa melakukan gerakan ini. Bila
pasien tidak dapat melakukan karena adanya nyeri maka ada
kemungkinan terjadi tendinitis rotator cuff. Pada pemeriksaan ini
didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu menyentuh angulus
medialis scapula kiri dikarenakan adanya rasa nyeri pada daerah bahu.
Selanjutnya, internal rotasi dan adduksi, pasien diminta untuk menyentuh
angulus inferior scapula dengan sisi kontralateral, bergerak menyilang
punggung. Pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva
biasanya tidak bisa melakukan gerakan ini. Pada pemeriksaan ini
didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu menyentuh angulus
inferior scapula dikarenakan adanya rasa nyeri pada daerah bahu kirinya.

6. Joint play movement test.


Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan gerakan transalasi
(traksi, kompresi, dan gliding) secara pasif untuk menggambarkan apa
yang terjadi di dalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi. Pada
frozen shoulder terjadi akibat capsulitis adhesiva, pola keterbatasan gerak
sendi bahu dapat menunjukkan pola yang spesifik, yaitu pola kapsuler
saat dilakukan pemeriksaan ini. Pola kapsuler sendi bahu yaitu gerak
eksorotasi paling nyeri dan terbatas kemudian diikuti gerak abduksi dan
endorotasi, atau dengan kata lain gerak eksorotasi lebih nyeri dan terbatas
dibandingkan dengan gerak endorotasi. Bila pada pemeriksaan gerak
25
eksorotasi ditemukan paling nyeri dan terbatas kemudian diikuti gerak
abduksi dan abduksi lebih terbatas daripada gerak endorotasi maka tes
positif adanya frozen shoulder dan terdapat pola kapsuler. Pada kasus ini
didapatkan hasil positif yaitu gerakan eksorotasi lebih terbatas dari gerak
abduksi dan lebih terbatas dari gerakan endorotasi. Pada frozen shoulder
yang diakibatkan capsulitis adhesiva kualitas gerakan yang terjadi pada
saat menggerakkan bonggol sendi humerus terasa adanya suatu tahanan
dari dalam, yang dapat menyebabkan munculnya rasa nyeri dan
keterbatasan LGS pada saat menggerakkan sendi bahu.

7. Drop arm test/tes Drop arm test


Bertujuan untuk memeriksa adanya kerobekan dari rotator cuff
terutama otot supraspinatus. Dimana pasien disuruh mengabduksikan
lengannya dalam posisi lurus secara penuh, kemudian pasien disuruh
menurunkannya secara perlahan-lahan apabila pasien tidak bisa
menurunkan dengan perlahan tapi lengan langsung jatuh berarti tes
positif.Pada Pemeriksaan ini didapatkan hasil negatif karena pasien
mampu menurunkan lengannya secara perlahan dan ini menunjukkan
tidak adanya kerobekan pada otot supraspinatus.

8. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosisnya pada dasarnya bersifat klinis. Studi imunologi
(seperti antigen leukosit manusia B27), protein reaktif C, dan laju
sedimentasi eritrosit semuanya normal. Perlu dilakukan pengecekan gula
darah untuk kemungkinan penyebab.

9. Pemeriksaan Radiologi
A. X-Ray : untuk melihat danse structure, untuk menemukan faktor
resiko. pemindaian tulang kontras teknetium-99m diphosphonate
menunjukkan peningkatan serapan pada sisi yang sakit pada 92%
pasien dibandingkan dengan sisi berlawanan atau dengan normal.
Arthrography menunjukkan temuan karakteristik dari keterbatasan
kapasitas sendi bahu (5-10 ml dibandingkan dengan 25 -30 ml pada
sendi normal) dan lipatan aksila kecil atau tidak ada .
B. MRI : untuk melihat soft tissue. Pencitraan resonansi magnetik
mungkin menunjukkan sedikit penebalan pada kapsul sendi dan
ligamen corakohumari.

26
Volunter normal : tidak ada penebalan pada kapsul sendi dan ligamen
corakohumari.

Positif Frozen shoulder secara klinis : Menunjukan penebalan sendi


(gambar A)

27
I. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis Banding Perbedaan


Osteoarthritis (OA) Keduanya mungkin memiliki abduksi
dan rotasi eksternal AROM terbatas
namun dengan OA, PROM tidak
akan terbatas. OA susah untuk fleksi
tapi Frozen shoulder tidak terlalu.
Radiografi dapat digunakan untuk
menyingkirkan patologi struktur
osseus.

Bursitis Sangat mirip terutama dibandingkan


dengan fase awal. Pasien dengan
bursitis akan hadir dengan onset
nyeri yang tidak traumatis dengan
sebagian besar gerakan menyakitkan.
Perbedaan utama adalah jumlah
PROM yang diraih. FS akan sangat
terbatas dan nyeri, sementara pasien
dengan bursitis, walaupun
menyakitkan, akan memiliki PROM
yang lebih besar.
Parsonage—Turner Syndrome PTS terjadi karena radang pleksus
brakialis tanpa riwayat trauma dan
dengan batasan yang menyakitkan
dari semua gerakan. Rasa sakit
dengan PTS biasanya mereda lebih
cepat daripada dengan FS dan dapat
menunjukkan masalah neurologis
(atrofi otot atau kelemahan) yang
terlihat beberapa minggu setelah
onset awal rasa sakit.
Rotator Cuff Phatologies MRI dan ultrasonografi dapat
digunakan untuk mengidentifikasi
kelainan jaringan lunak pada jaringan
28
lunak dan labrum.
Posterior Dislocation Riwayat trauma (+) dan pada
inspeksi serta rotgen didaptkan
pergeseran tulang/sendi.

29
J. PENATALAKSANAAN

. Pengobatan pasien dengan FSS harus mencakup pencegahan,


berbagai pengobatan termasuk NSAIDS dan kortikosteroid oral, terapi fisik,
dan akhirnya, untuk pasien dengan gejala refrakter, intervensi bedah.
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan
diawali dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri,
dilanjutkan dengan latihan-latihan gerakan.

FARMAKOLOGIS
a. NSIAD (aspirin dan ibuprofen) untuk mengurangi nyeri
b. Injeksi steroid sebagai anti inflamasi
Satu atau serangkaian suntikan steroid Methylprednisolone.
Pengobatan ini dapat perlu dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi
biasanya diberikan dengan bantuan radiologis, bisa dengan fluoroskopi,
USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan untuk memastikan jarum
30
masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison dinjeksikan pada sendi untuk
menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu juga dapat
diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi rupture pada kapsul
untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini
disebut hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang
meragukan kegunaan terapi tersebut.

NON FARMAKOLOGIS –
a. Exercise

Shoulder Pendulum

31
Shoulder Flexion

Internal rotation-standing

32
Internal-lying down
b. Akupuntur, Termoterapi

c. Surgery
Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat
merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum
untuk melepaskan perlengketan. Opersai dilakukan pada kasus yang
cukup parah dan sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan
berupa arthroskopi.
-

33
K. KOMPLIKASI
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat
dan tidak dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu
yang lama, maka akan timbul problematik yang lebih berat antara lain :
(1) Kekakuan sendi bahu
(2) Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu
(3) Potensial terjadinya deformitas pada sendi bahu
(4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu
(5) Adanya gangguan aktifitas keseharian (AKS).

L. PROGNOSIS
Sebuah penelitian prospektif terhadap 41 pasien dengan follow up 5-
10 tahun, menemukan bahwa 39% mengalami pemulihan penuh, 54%
memiliki keterbatasan klinis tanpa cacat fungsional, dan 7% memiliki
keterbatasan fungsi.2 Shaffer dkk menunjukkan bahwa 50 % dari 61 pasien
dengan frozen shoulder memiliki tingkat nyeri dan kekakuan rata-rata tujuh
tahun setelah onset penyakit. Rentang pergerakan normal mungkin tidak
kembali.

M. SECONDARY FROZEN SHOULDER


Frozen shoulder bisa menjadi masalah utama atau idiopatik atau
mungkin terkait dengan penyakit sistemik lainnya. Sejauh ini asosiasi yang
paling umum dari frozen shoulder sekunder adalah diabetes mellitus.
Insidensi frozen shoulder pada pasien diabetes dilaporkan 10% -36% .
Sebuah penelitian meta-analisis biomolekuler mengidentifikasi peningkatan
yang signifikan dalam diameter tendon, dan penurunan yang signifikan pada
kekakuan dan elastisitas pada tendon dari tikus diabetes dibandingkan
dengan kontrol, menunjukkan bahwa sifat jaringan yang berubah dapat
menyebabkan resistensi yang diamati pada penderita diabetes terhadap
pengobatan. Selain itu, konsekuensi adipositas viseral di DM adalah
pembengkakan yang terjadi melalui beberapa mediator inflamasi. Adiposit
mensekresikan protein dan sitokin seperti faktor nekrosis tumor alfa (TNF-
α) dan interleukin-6 (IL-6) yang menghasilkan kelebihan produksi sitokin
pro-inflamasi lainnya, yang pada gilirannya memperburuk peradangan.
Adiposit juga melepaskan kelebihan IL-13, yang telah terbukti menghasilkan
fibrosis hati pada model tikus dan karenanya dapat berkontribusi pada
fibrosis jaringan sinovial dan ikat. Peradangan kronis dapat menyebabkan
34
akumulasi kolagen dan komponen matriks ekstraselular yang berlebihan,
yang dapat menyebabkan kerusakan pada arsitektur jaringan normal45.
Sayangnya, frozen shoulder pada diabetes seringkali lebih parah dan lebih
resisten terhadap pengobatan. Sehingga pasien DM lebih besar kemugkinan
untuk mengembangkan frozen shoulder dibandingkan orang normalnamun
manifestasi klinis masih tetap sama seperti frozen shoulder pada non-
diabetik.

35
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien bernama Ny. SK berusia 48 tahun dengan diagnosa frozen
shoulder dextra akibat post trauma mengalami nyeri pada bahu sebelah
kiri, adanya keterbatasan lingkup gerak sendi bahu sebelah kiri, penurunan
nilai kekuatan otot bahu sebelah kiri, dan penurunan kemampuan aktivitas
fungsional bahu sebelah kiri.
Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Salatiga dengan keluhan
pusing gliyer dan bahu kanan sukar digerakkan. Pasien memiliki riwayat
trauma (+), DM terkontrol (+). Dimana pasien memiliki faktor resiko positif
wanita, usia diatas 40 tahun, post trauma dan memiliki riwayat Diabetes
Mellitus.

Dari pemeriksaan didapatkan sebagai berikut:


Impairment :
- adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada bahu kanan
- penurunan kekuatan otot pada bahu kanan
- ada keterbatasan LGS bahu kanan
- penurunan kemampuan fungsional
Functional Limitation :
terjadinya gangguan aktifitas fungsional
Disability :
keterbatasan aktifitas sehari – hari

Pasien Dianjurkan untuk melakukan exercise guna mengurangi nyeri


dan kekakuan pada sendi disamping mengkonsumsi obat analgesic.

36
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Orthopedic Surgeon. Frozen Shoulder. 2013

Cui J, Lu W, He Y, et al. Molecular biology of frozen shoulder-induced limitation


of shoulder joint movements. Journal of Research in Medical Sciences : The
Official Journal of Isfahan University of Medical Sciences. 2017;22:61.
doi:10.4103/jrms.JRMS_1005_16.

Dias R, Cutts S, Massoud S. Frozen shoulder. BMJ : British Medical Journal.


2005;331(7530):1453-1456.

Dogru, Hacer. Basaran, Sibel. Sarpel, Tunal. Effectiveness of Therapeuthic


Ultrasound in Adhesive Capsulitis. Turkey: Elsevier Masson, 2008.

Donatelli, Robert, A, Physical Therapy of the Shoulder 5th Edition, (2012)

Ferianto, Wahyu. Penatalaksanaan Fisioterpai pada Frozen Shoulder. 2013.


Naskah Publikasi.

Hannafin JA, DiCarlo ER, Wickiewicz TL, et al. Adhesive capsulitis: capsular
fibroplasias of the glenohumeral joint. J Shoulder Elbow Surg 1994; 3(Suppl):5
[abstract].

J,S. Salim. Penambahan Teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman
lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi pada sendi Glenohumeral penderita
frozen shoulder. Jurnal Fisioterapi Volume 14 Nomor 1, April 2014

Li, Jin-qing et al. “MRI Findings for Frozen Shoulder Evaluation: Is the Thickness
of the Coracohumeral Ligament a Valuable Diagnostic Tool?” Ed. Ulrich
Thiem. PLoS ONE 6.12 (2011): e28704. PMC. Web. 6 Oct. 2017.

Morgan, William. A self-care guide for those suffering from frozen shoulder. 2013.

Reeves B. The natural history of the frozen shoulder syndrome. Scand J


Rheumatol 1976;4: 193-6.[PubMed]

Setyawan, Eko. Penatalakssanaan Fisioterapi Lansia dengan Frozen Shoulder.


2014. Naskah Publikasi.
37

Anda mungkin juga menyukai