Sesuai dengan perkembangan zaman dan terus bertambahnya kebutuhan masyarakat di bidang jasa
hukum,saat ini tugas seorang advokat tidak hanya terbatas menjalankan fungsi beracara dimuka
hakim/pengadilan.Akan tetapi sudah merupakan bagian dari kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan
dari sebuah badan hukum. Terbukti makin maraknya tenaga Konsultan Hukum yang dipakai di
berbagai bidang usaha.
Tulisan ini sengaja saya hadirkan untuk para usahawan yang belum paham atau ingin tahu lebih jauh
lagi tentang peran dan fungsi Legal Audit & Legal Opinion di dunia usaha.
Mengingat kesibukan saya sebagai seorang advokat tentunya tulisan yang singkat ini tidak akan
mampu memuaskan para pembacanya. Harapan saya walaupun tulisan ini singkat tetapi dapat
membuka wawasan para pembaca khususnya para usahawan yang sedang mencari/mau mengajak
bekerjasama dengan konsultan hukum.
Kami juga menyediakan forum tanya jawab bagi para mahasiswa, praktisi hukum, yang ingin
berkonsultasi dengan kami.
ADVOKAT.
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan
yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU NO. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.(pasal
1 ayat 1).
Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.(pasal
1 ayat 3).
ADVOKASI/KONSULTAN HUKUM
- Profesional
- Integritas
- Objektifitas
- Independensi
- Tunduk kepada kode etik Advokat
- Berpijak kepada peraturan yang berlaku
AUDIT
Adalah Suatu proses dalam arti luas, secara independen terhadap data dan fakta untuk menilai
tingkat kesesuaian, tingkat keamanan, tingkat kewajiban yang disajikan dalam laporan mengenai
opini dan saran perbaikan (Daeng Naja, 2006 :6-7)
Legal Audit ini dipopulerkan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam rangka
memeriksa kelengkapan yuridis terhadap debitur-debitur bank yang diambil alih BPPN.
LEGAL OPINION
Adalah proses pekerjaan Advokat/konsultan hukum dalam memberikan pendapat hukum menurut
hukum Indonesia dalam pemeriksaan hukum/konflik dan masalah hukum yang dibrikan berdasarkan
laporan hasil pemeriksaan hukum (legal audit)
Legal Opini yang disampaikan atas hasil legal audit lazimnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan :
Untuk keperluan legal Audit Dalam suatu perusahaan Diperlukan dokumen-dokumen sebagai
berikut.
1. Aggaran dasar perusahaan, antara lain berupa akta pendirian perusahaan, berita acara rapat
pemegang umum saham, daftar pemegang saham perusahaan, struktur organisasi perusahaan,
daftar bukti penyetoran modal perusahaan dan anggaran dasar perusahaan yang telah disesuaikan
dengan UU No. 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas
3. Perjanjian-perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh perusahaan dengan pihak ketiga,
antara lain berupa perjanjian hutang piutang, perjanjian kerjasama, perjanjian dengan (para)
pemegang saham, perjanjian dengan suplier, dan sebagainya.
4. Dokumen-dokumen mengenai perijinan dan persetujuan perusahaan, antara lain berupa surat
keterangan domosili perusahan, tada daftar perusahaan, perijinan dan persetujuan yang dikeluarkan
oleh instansi pemerintah, dan sebagainya.
6. Dokumen-dokumen mengenai asuransi perusahaan, antara lain berupa polis untuk pihak ketiga
(misalnya konsumen), polis koperasi, polis dana yang tersimpan, dan sebagainya
7. Dokumen-dokumen mengenai pajak perusahaan, antara lain berupa nomor pokok wajib Pajak
(NPWP) perusahaan, dokumen mengenai pajak bumi dan bangunan (PBB), dokumen mngenai pajak-
pajak terhutang dab sebagainya
8. Dokumen-dokumen yang berkenaan dengan terkait atau tidak terkaitnya perusahaan dengan
tuntutan dan/atau sengketa baik di dalam maupun diluar pengadilan.
1. Penelitian secara fisik atau penelitian area, peninjauan lapangan dan pengamatan terhadap suatu
proyek untuk memastikan kebenaran.
3. Penelitian yang didasarkan pada sumber informasi lainnya, misalnya pengadilan, laporan
keuangan, keterangan direksi, dan sebagainya.
PENELITIAN DAN PEMERIKSAAN HUKUM (LEGAL AUDIT TERHADAP PERUSAHAAN YANG AKAN
MELAKUKAN PRIVATISASI
A. Tahap Persiapan
B. PROSEDUR PENJUALAN
2. Bertanggung jawab dan menyiapkan dan menyelesaikan semua dokumen transaksi sebagaimana
butir B.1 diatas dan,
3. Membantu tim privatisasi perusahaan dalam memastikan bahwa proses penjualan telah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan harapan pemegang saham.
Konsultan hukum/advokat memberikan laporan yang terjamin kerahasianny kepada tim privatisasi
yang dibuat dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang berisi mengenai:
a. skema dan struktur hkum atas rencana privatisasi yang akan ditwrapkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undnagn yang berlaku, dan
b. Pengaturan kegiatan menejemen dari perseroan dalam memberikan perlindungan atas
kepentingamn stake holder dalam kurun waktu tertentu, serta cara pelaksanaanya.
4. Laporan awal maupun final atas senua dokumen yang dibuat sehubungan dengan pelaksanaan
privatisasi melalui program mitra strategis meliputi :
a. Dokumen penawaran penualan saham
b. Perjanjian jual beli saham
c. Perubahan anggaran dasar (hal-hal yang relevan)
d. Dokumen-dokumen lain sebagaiman diperlukan, sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh
konsultan hukum.
1. Objek dari legal opinion ini timbul dari adanya suatu fenomena polemik atau dilematis dari
implikasi hukum itu sendiri, serta mempunyai ekses yang sangat luas dalam masyarakat, sehingga
diperlukan suatu bentuk penjabaran yang kongkrit, actual, dan factual, untuk mengeliminasi topik
persoalan yang menjadi pergunjngan dalam masyarakat.
2. Timbulnya suatu perdebatan hukum (legal debate) secara umum diakibatkan oleh suatu
keputusan hakim yang bertentangan dengan pandangan masyarakat (mass opinion), kemudian
timbul berbagai ragampendapat hukum yang dikemas melalui media masa, audio visual, yang
mempunyai efek sampingan (side effect) terhadap suatu kasus tertentu yang mencuat dan menjadi
bhan berita.
1.Ketelitian anlisis
1. Bentuk laporan
2. Melalui media massa
3. Melalui media elektronika
4. Seminar/panel diskusi
5. Melalui pendidikan/pelatihan
A. LIGITASI
- mempersiapkan gugatan
- mempersiapkan strategi dalam menghadapi gugatan perdata, dll
- mempersiapkan upaya hukum (banding,kasasi, perlawanan, PK)
- pelaksanaan putusan penadilan (eksekusi)
- dll
B.KORPORASI (CORPORATE)
- Kegiatan dipasar modal
- Restrukturisasi hutang
- Penggabungan, peleburan, Pengambilalihan (merger & akuisisi)
- Usaha Patungan (joint venture)
- Restrukturisasi
- dll
-SELESAI-
Hukum Pidana Internasional
/Artikel /Hukum Pidana Internasional
19/09/2014
Patrcik Burgess
Hukum pidana internasional adalah sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh subyek-subyek hukumnya
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Istilah ini menunjukkan bahwa kaidah-kaidah dan
asas-asas hukum tersebut benar-benar internasional, jadi bukan nasional ataupun domestik.
Kaidah-kaidah dan asas-asas hukum pidana yang benar-benar internasional adalah kaidah-
kaidah dan asas-asas hukum yang dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian-perjanjian
internasional yang substansinya (baik langsung ataupun tidak langsung) mengatur tentang
kejahatan internasional. Sebagai contohnya, Konvensi tentang Genosida (Genocide
Convention) 1948, Konvensi tentang Apartheid 1973, konvensi-konvensi tentang terorisme,
seperti Konvensi Eropa tentang Pemberantasan Terorisme 1977, dan lain-lain. Sedangkan
istilah kejahatan internasional menunjukkan adanya suatu peristiwa kejahatan yang sifatnya
internasional, atau yang lintas batas Negara, atau yang menyangkut kepentingan dari dua atau
lebih Negara. Kejahatan-kejahatan yang dapat digolongkan sebagai kejahatan internasional
adalah kejahatan-kejahatan yang diatur di dalam konvensi-konvensi seperti genosida,
apartheid, terorisme, dan lain-lain.
Ada beberapa kasus kejahatan internasional yang jika dilihat dari segi tempat terjadinya
adalah di dalam wilayah suatu Negara, semua pelakunya maupun korbannya adalah warga
Negara dari Negara yang bersangkutan. Demikian juga korban berupa harta benda seluruhnya
milik dari Negara atau warga Negara tersebut, jadi secara fisik dan kasat mata sama sekali
tidak ada dimensi internasionalnya. Akan tetapi karena peristiwanya sedemikian rupa
sifatnya, misalnya para korban yang jumlahnya demikian banyaknya dan adalah orang-orang
yang tidak berdosa dan tidak tahu menahu masalahnya, serta sama sekali tidak ada
hubungannya dengan motif, maksud, maupun tujuan dari si pelakunya, masyarakat
internasional baik Negara-negara maupun orang perorangan dari pelbagai Negara tanpa
memandang perbedaan-perbedaan agama atau kepercayaan, etnis, paham politik, bahasa, dan
perbedaan-perbedaan lainnya, secara spontan memberikan reaksi keras atas peristiwa
tersebut, dengan mengecam dan mengutuknya sebagai tindakan biadab, tidak
berperikemanusiaan.
Pada hakikatnya semua itu menunjukkan bahwa masyarakat internasional tidak dapat
membenarkan perbuatan seperti itu, apapun motif, maksud, ataupun tujuannya, sebab
bertentangan dengan hak-hak asasi manusia, nilai-nilai kemanusiaan universal, kesadaran
hukum, dan rasa keadilan umat manusia.
Bahan materi yang disampaikan oleh P. Burgess. pada Kursus HAM untuk Pengacara XI
yang dilaksanakan oleh Elsam pada tahun 2007.
Hukum pidana internasional merupakan bagian dari aturan internasional yang dirancang
untuk melarangan kategori kejahatan tertentu.[1] Hukum pidana internasional juda dapat
dikatakan sebagai hukum pidana nasional yang memiliki aspek internasional.[2] Hukum
pidana internasional pada hakikatnya diberlakukan pada hukum antar bangsa tanpa
mengkesampingkan prinsip-prinsip internasional.[1]
Sejarah
Pembahasan mengenai aspek hukum dan hukum internasional di dalam kerangka pemikiran
tentang hukum pidana internasional sengaja ditempatkan tersendiri didalam karya tulisnya.
Hal ini di dasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
(1) Hukum pidana internasional sebagai sub-disiplin miliki dua sumber hukum yaitu
hokum yang berasal dari hukum pidana nasional dan hukum internasional.
(2) Kedua sumber tersebut telah membentuk kepribadian ganda ini tidak harus
dipertantangkan, tetapi justru harus harus saling mengisi dan melengkapi didalam
menghadapi masalah kejahatan internasional.
(3) Salah satu perwujudan nyata dari suatu interaksi antara hukum nasional dan hukum
internasional terdapat pada lingkup pembahasan hokum pidana internasional dengan objek
studi tindak pidana yang bersifat transional internasional.
(4) Pembahasan aspek hukum pidana nasional dan hukum internasional dalam lingkup
hukum pidana internasional akan memberikan landasan berpijak bagi analisis kritis di dalam
membahas konsepsi dan karaktereristik dari suatu tidak pidana internasional.
Lahirnya bebrapa Konvensi internasional yang menetapkan tindak pidana tertentu sebagai
tindak pidana internasional mengandung makna dimulainya perjuangan untuk menegakkan
hak dan kewajiban negara peserta konvensi atas isi ketentuan yang dituangkan didalam
konvensi internasional tersebut. Salah satu kewajiban Negara peserta (sekalipun masih
diperkenankan adanya reservation) khususnya bagi Indonesia ialah memasukannya hasil
konvensi dimaksud kedalam lingkungan nasional dalam arti antara lain melaksanakan
ritifikasi terlabih dahulu atas hasil konvensi, sebelum di tuangkan dalam bentuk suatu
undang-undang ksususnya mengenai objek yang menjadi pembahasan di dalam konvensi
tersebut.
Didalam teori hukum internasional, telah berkembang dua pandangan tentang hukum
internasional. Yaitu pandangan yang dinamakan voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya
hukum internasional dan ada tidaknya hukum internasioonal ini pada kemauan Negara
(gemeinwille). Pandangan yang kedua adalah pandangan objektivis yang menganggap ada
dan berlakunya hukum internasional ini dilepas dari kemauan Negara (mohctar
kusumaatmadja 1989;40)
Alasan diajukannya penganut aliran dualisme bagi pandangan tersebut diatas, pada alasan
formal atau pun alasan yang didasarkan kenyataan. Diantaranya dikemukakan sebagai berikut
:
1. Kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber yang berlainan hukum nasional
bersumber pada kemauan Negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada
kemauan bersama masyarakat Negara.
2. Kedua perangkat hukum itu berlainan subjeknya. Subjek hokum nasional adalah
perorangan, baik hukum perdata maupun hukum publik, subjek hukum internasional
adalah negara
3. Sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum internasional menampakan pula
perbedaan dalam strukturnya.
Teori dualisme tidak terlepas dari beberapa kelemahan sebagainman di ungkapkan oleh
Mochtar Kusumaatmadja (1989;41-42) sebagai berikut :
1. Teori dasar aliran dualisme yang mengemukakan bahwa sumber gejala hukum baik
hukum nasional maupun hukum internasional dadalah kemauan Negara sulit untuk
diterima kerena hukum yang ada dan berlaku itu dibutuhkan oleh kehidupan manusia
yang beradab.
2. Kebenaran argumentasi aliran mengenai ini berlainan subjek hukum nasional dan
internasional di bantah oleh kenyataan bahwa dalam suatu lingkungan hukum seperti
hukum nasional, dapat saja subjek hukum itu berlainan, seperti adanya pembagian
hukum perdata dan hukum publik.
3. Argumentasi kaum dualis yang mengemukakan adanya perbedaan strukrural antara
hukum nasional dan hukum internasional, ternyata perbedaan yang dikemukannya
hanyalah perbedaan gradual dan tidak merupakan perbedaan yang hakiki atau asasi.
4. Bahwa pemisahan mutlak antara hukum nasional dan internasional tidak dapat
menerangkan dengan cara memuaskan kenyataan bahwa dalam prakteknya sering
sekali hukum nasional itu tunduk pada atau sasuai dengan dengan hukum
internasional.
Dilain pihak, paham monisme didasarkan pemikiran kesatuan seluruh hukum yang mengatur
hidup manusia. Dalam rangka pemikiran ini hukum internasional dan hukum nasional
merupakan dua bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur
kehidupan manusia. Akan tetapi dari pemikiran tersebut mengakibatkan bahwa dalam dua
perangkat ketentuan tersebut ada hubungan hierarki.
Paham ini mengemukakan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum
internasional, yang utama adalah hukum nasional, sedangkan paham monisme dalam primat
hukum internasional mengemukakan bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan
internasional yang utama adalah hukum internasional.
1. kelemahan yang mendasar yang cukup gawat bahwa paham ini terlalu memandang
hukum itu sebagai hukum tertulis semata-mata sehingga hokum internasional
dianggap bahwa hukum yang bersumberkan perjanjian internasional, suatu hal
sebagaimana di ketahui tidak benar.
2. pada hakekatnya, pendirian paham kaum monisme dengan primat hukum nasional ini
merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional yang mengikat.
3. Paham Monisme Dengan Primat Hukum Internasional
Menurut paham ini, hukum nasional bersumber pada hukum internasional yang merupakan
perangkat ketentuan hukum yang hierarki lebih tinggi
Mochtar Kusumaatmadja (1989:44) pada dasarnya menyetujui pandangan paham ini, namun
demikian ia kurang setuju prihal supermasi hukum intenasional yang di kaitkan dengan
hirarki dan pendelegasian wewenang.
Terhadap persoalan pandanga monisme dan dualisme ini, Mochtar Kusumaatmadja (1989:45)
mengemukan kesimpulan bahwa kedua paham tersebut tidak mampu memberikan jawaban
yang memuaskan. Pada satu pihak, opandangan dualisme melihat hukum nasional dan hukum
internaiopnal sebagai dua perangkat ketentuan hukum yang sama sekali terpisah tidaklah
masuk akal karena pada hakikatnya pandangan tersebut merupakan penyangkalan dari hukum
internasional sebagai perangkat hukum yang mengatur kehidupan antar Negara. Dipihak lain
pandangan monisme yang mengaitkan tunduknya Negara pada hukum internasional dengan
persoalan suatu hubungan suo-ordinasi dalam arti structural juga kurang tepat karena
memang tidak sesuai dengan kenyataan.
Sejak terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa tahun 1928 dan dilanjutkan kemudian dengan
pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945, masyarakat internasional sudah
sepakat bahwa teori-teori monisme dan dualisme sudah tidak sejalan dengan perkembanghan
masyarakat internasional sampai saat ini.
Dominan teori monisme dengan primat hukum nasional atas teori monisme dengan primat
hukum internasional delam praktik hukum internasonal, secara nyata tersirat dari mesalah
konflik yurisdiksi criminal antara dua Negara dalam kasus tindak pidana narkotika lintas
batas teritorial. Bahkan konflik yuridiksi criminal sering muncul sebagai akibat memuncak
dari adanya tindakan perluasan yuridiksi criminal dari salah satu Negara yang merasa
dirugikan oleh tindakan para pelaku tindak pidana narkotika baik yang dilakukan oleh
individu maupun oleh kelompok atau organisasasi kejahatan internasional.
Berikut beberapa putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat yang berkaitan dengan
perluasan yuridiksi kriminal :
Pada tahun 1985 seorang agen khusus Drug Enforcement Agency atau DEA dari Amerika
serikat, Enrigue Camarena-Salazar telah diculik, dianiaya dan di bunuh oleh pemasok
narkotika di mexico. DEA telah sejak lama berusaha membawa pembunuh agen ini ke
Ameriak Serikat untuk mempertanggug jawabkannya perbuatanya tersebut.
Pada tanggal 12 April 1990, Humberto Alvares Machain, seorang dokter warga Negara
mexico telah diculikdari kentornya di Guadalajara, mexico oleh bebrapa orang bersenjata dan
diterbangkan dengan pesawat terbang pribadi ke Amerika Serikat.
Menyusul penculikan Alvares ini, pemerintah mexico telah mengajukan nita protes melalui
saluran Diflomatik kepada Department Luar Negari Amerika Serikat.
Verdugo adlah warga Negara mexico yang bertempat tinggal di Meksikali, Mexico. Verdugo
termasuk salah satu anggota gang narkotika yang dicari oleh pihak DEA Amerika Serikat dan
juga diduga kuat membanu pembunuhan yang telah dilakukan terhadap agen DEA,
Camarena-Salazar pada tahun 1985.
Biemann adalah warga nagara inggris dan pekerjaan terdakwa adalah operator pada kapal laut
tyang berbendera inggris dan terdaftar di inggris. Tertuduh dituntut di muka pengadilan di
distrik Utara California karena memiliki bebeapa ton mariyuana dengan niat untuk
mendistribusikannya
Ketiga kasus tersebut diatas, ternyata memiliki perbedaan yang besar dengan kasus”
penculikan “ atas jendral Noriega, mantan Presiden Panama yang dituuh telah memasok
heroin ke wilayah Amerika Serikat, yang dilatarbelakangi acman perang oleh Pemerintah
Panama terhadap Amerika Serikat.
Dalam praktek Hukum intrnasional, tidakan penculikan jenderal Noriega dari wilayah
teritorial Panama sebagai suatu Negara yang merdeka dan berdaulat merupakan contoh
ekstrem dan sekaaligus menunjukan pula betapa di dalam dominasi teori monisme dengan
primat hukum nasioal dapat ditapsirkan demikian rupa sehingga dapa dipandang sebagai
pelanggaran atas kedaulatan Negara lain.
Noriega dituntut oleh Grand Jury di pengadilan Miami dan pengadilan Tampa, Negara bagian
Florida dengan tuduhan sebagai pendukung lalu lintas narkotika ilegal ke wilayah Amerika
Serikat. Pengadilan Miami dan tanpa menerapkan asas perlindungan dan doctrine. Doktrin ini
berasal dari kasus Alcoa (1945) dimana Hakim ditugaskan menangani kasus tersebut.
Kasus Noniega tersebut diatas, telah menggungkapkan dengan jelas bahwa lalu lintas
perdagangan narkotik illegal pada dewasa ini sudah berkonotasi Politik dalam arti betapa
kuatnya pengaruh tindak pidana internasional dalam masalah narotika terhadap hubungan
diplomatik antara ngara-negara yang terlibat.