Anda di halaman 1dari 34

KEGAWATANDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

“Asuhan Kebidanan Pada Sepsis Peuperalis”

DISUSUN OLEH

Kelompok 3:

1. Asti Marian Sari 7. Nanda H


2. Destika 8. Oktarina
3. Elia Bayu 9. Putri Wulan
4. Hilmarika 10. Tanti Sartika
5. Mastri 11. Verawati
6. Meri 12. Yudisti

DIV KEBIDANAN KELAS B IV

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2017/2018

KATA PENGANTAR
1
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bengkulu, Desember 2017

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
2
Angka Kematian Ibu (AKI) masih sangat tinggi di Indonesia, padahal AKI
merupakan salah satu target Millenium Development Goal (MDG) World Health
Organization (WHO), yaitu mengurangi tingkat risiko kematian ibu sebanyak 75% pada
tahun 2015. Berdasarkan hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007, AKI di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia yakni tercatat sebesar 228/
100.000 kelahiran hidup (KH),2 selanjutnya hasil SKDI tahun 2012 menyatakan AKI
Indonesia meningkat menjadi 359/ 100.000 KH.3 Masih diperlukan upaya keras untuk
mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2010-2014 yaitu AKI 118/ 100.000 KH pada tahun 2014, dan tujuan MDG yaitu AKI
102/100.000 KH pada tahun 2015. Penyebab kematian ibu setelah perdarahan dan
hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah infeksi, termasuk di dalamnya sepsis maternal
(sepsis pueperalis), diperkirakan menyebabkan sedikitnya 75.000 kematian ibu setiap
tahun, khususnya di negara-negara berpendapatan rendah. Penelitian-penelitian di negara-
negara berpendapatan tinggi melaporkan insiden morbiditas ibu karena sepsis sebanyak
0,1 – 0,6 per 1.000 kelahiran. Peningkatan pelayanan kesehatan dan kampanye seputar
sepsis dapat menurunkan risiko total mortalitas dan morbiditas akibat sepsis maternal di
negara-negara maju maupun berkembang.
Menurut WHO setiap tahun terdapat 210 juta wanita hamil, dengan 130 juta
kelahiran di dunia, dari jumlah tersebut diperkirakan sekitar 358.000 wanita meninggal
setiap tahun karena komplikasi kehamilan, yang 99 persennya terjadi di Negara-negara
miskin dan berkembang, sebanyak 15 persen diantaranya meninggal karena sepsis
puerperalis, jika tidak di cerah dan di tangani dengan baik kondisi ini dapat menyebabkan
kematian atau morbiditas jangka panjang, seperti nyeri panggul kronis, Penyakit infamasi
panggul, dan infertilitas. Sebanyak 5,2 juta kasus baru sepsis maternal diperkirakan
terjadi setiap tahun, yang menyebabkan 62.000 kematian ibu, angka ini belum mencakup
kematian ibu yang tidak tercatat karena persalinan tidak terjadi di rumah sakit atau pusat
pelayanan kesehatan resmi.
Di Asia Selatan dan Timur serta wilayah pasifik sebanyak 232.000 ibu meninggal
setiap tahun karena komplikasi maternal, artinya terdapar 1 kematian ibu setiap 2,3
menit. 7 faktor kematian maternal di Asia antara lain Perdarahan (31%), Kehamilan
ektopik, embolisme dan komplikasi lain (15%), Anemia (13%), sepsis dan infeksi

3
(termasuk kematian terkait AIDS)(12%), HDK (9%), Persalinan obstruktif (9%), serta
abortus (6%).
Di Indonesia sebanyak 25% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, 15%
infeksi, 13% unsafe abortion, 12% eklamsi, 8% persalinan lama dengan atau tanpa pecah
ketuban, 8% penyebab lain-lain. Data SDKI tahun 2013 AKI yang disebabkan oleh
infeksi sebesar 11%.
Penyebab kematian ibu pada masa nifas adalah perdarahan. Salah satu penyebab
perdarahan postpartum adalah perlukaan jalan lahir. Perlukaan ringan berupa luka lecet,
yang berat berupa suatu robekan yang disertai perdarahan hebat. Robekan perineum
terjadi pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Pada seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan terjadi ketika
kepala janin keluar. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka
yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan, biasa timbul luka pada vulva
disekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa
timbul perdarahan banyak.
Di negara maju maupun negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi
terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang
sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena risiko kesakitan dan kematian
ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pasca persalinan. Keadaan ini terutama
disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, di samping ketidaktersediaan pelayanan atau
rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang
cukup berkualitas.
Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan rendahnya
keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang adekuat
terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa pascapersalinan. Oleh karena itu,
pelayanan pascapersalianan harus terselenggara pada masa nifas atau puerperium untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini
pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta pelayanan pemberian
ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.

B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Memahami tentang asuhan kebidanan dengan sepsis puerperalis.
4
b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui pengertian sepsis puerperalis.
2) Untuk menganalisis tanda dan gejala sepsis puerperalis.
3) Untuk mengetahui pertolongan pertama pada sepsis puerperalis.

BAB II

PEMBAHASAN

SEPSIS PUERPERALIS
A. Definisi
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toxic lain didalam darah atau
jaringan tubuh. Dalam hal ini sepsis adalah suatu peradangan yang terjadi sistemik atau
biasa disebut Systemic Inflamation Respon Syndrom ( SIRS).
Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi kapanpun mulai
dari pecah ketuban (ruptur membran) atau saat persalinan dansampai 42 hari setelah
persalinan atau abortus.
5
Tanda – Tanda dan Gejala Sepsis Puerperalis

1) Nyeri pelvik
2) Lochea yang abnormal
3) Suhu >380C atau <36 C
4) Denyut jantung >90 x permenit
5) leukosit >12.000/mm2
6) Nyeri tekan uterus
7) Pada laserasi/luka episiotomi terasa nyeri, bengkak, mengeluarkan cairan
nanah
8) Lochea yang berbau busuk
Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusi uterus)

B. Etiologi

Bakteri Penyebab Sepsis Puerperalis, diantaranya :

1. Streptococcus Hemoliticus Aerobicus. Streptococcus ini merupakan sebab infeksi


yang berat khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen ( dari penderita lain,
alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain)
2. Stapylococcus Aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas walaupun
kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi umum. Stafilococcus banyak ditemukan
di Rumah Sakit dan dalam tenggorokan orang yang terlihat sehat
3. E.Coli, kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing dan rektum dan dapat
menyebabkan infeksi terbatas dalam perineum, uvula, dan endometrium. Kuman ini
merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
4. Clostridium Welchii, infeksi dengan kuman ini yang bersifat anaerobik jarang
ditemukan, akan tetapi sangat berbahaya, infeksi lebih sering terjadi pada abortus
kriminalis.
Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam
bakteri,Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.

1. Bakteri Endogen

6
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya (misal,
beberapa jenis stretopkokus dan stafilokokus, E. Coli, Clostridium welchii).Bahkan jika teknik
steril sudah digunakan untuk persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat bakteri endogen.
Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika :
a. Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrument
pemeriksaan pelvic
b. Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/ laserasi, atau jaringan yang
mati (misalnya setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet)
c. Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.
2. Bakteri eksogen
Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani, dsb).
Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagina:
a. Melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril
b. Melalui substansi / benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal, ramuan /
jamu, minyak, kain)
c. Melalui aktivitas seksual.
Di tempat – tempat di mana penyakit menular seksual (PMS) (misal, gonorrhea dan
infeksi klamidial) merupakan kejadian yang biasa, penyakit tersebut merupakan penyebab
terbesar terjadinya infeksi uterus. Jika seorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak
diobati, bakteri penyebab PMS itu akan tetap berada di vagina dan bisa menyebabkan infeksi
uterus setelah persalinan.
C. Faktor Predisposisi

Faktor Predisposisi yang penting pada waktu nifas adalah :


1. Keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan banyak, pre-
eklampsia, juga adanya infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
2. Partus lama terutama ketuban pecah lama
3. Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir
4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah
5. Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah bekas luka dengan
diameter 4cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyakknya vena yang tertutup
trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik bagi tumbuhnya kuman-kuman dan
7
masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami
perlukaan dalam persalinan begitu juga pulva, vagina, dan perineum, yang semuanya
merupakan tempat masuknya kuman patogen, proses radang dapat terjadi terbatas pada luka
tersebut atau dapat menyebar keluar luka asalnya.

D. Faktor resiko pada Sepsis puerperalis


Ada beberapa ibu yang lebih mudah terkena sepsis puerperalis, misalnya ibu yang mengalami
anemia atau kekurangan gizi atau ibu yang mengalami persalinan lama.

a. Anemia/kurang gizi
b. Higiene yang buruk
c. Tehnik aseptik yang buruk
d. Manipulasi yang sangat banyak pada jalan lahir
e. Adanya jaringan mati pada jalan lahir (akibat kematian janin intra uterin,
fragmen, atau membrane plasenta yang tertahan, pelepasan jaringan mati dari
dinding vagina setelah persalinan macet)
f. Insersi tangan, instrumen atau pembalut/tampon yang tidak streril
g. persalinan macet/lama
h. Pemeriksaan vagina yang sering
i. Kelahiran dengan SC
j. Laserasi vagina atau laserasi servik yang tidak diperbaiki
k. Penyakit Menular Seksual (PMS) yang diderita
l. Haemorargi post partum
m. Tidak diimunisasi terhadap tetanus
n. Diabetes Melitus
o. Riwayat persalinan dengan KPD

Gambar 1.1 faktor resiko sepsis peurperalis


Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sepsis peurperalis mencakup factor masyarakat dan factor
pelayanan kesehatan. Hal ini menyebabkan bahaya yang menyebabkan kematian akibat sepsis
peurperalis menjadi semakin besar.
Faktor-faktor resiko di masyarakat
a. Tidak adanya transportasi dan sarana lain
b. Jarak rumah ibu yang jauh ke fasilitas kesehatan
c. Status sosio ekonomi yang rendah
d. Faktor-faktor kultural yang memperlambat pencarian perawatan kesehatan, status
wanita yang rendah
e. Kurangnya pengetahuan tentang tanda-tanda dari sepsis peurperalis
Faktor-faktor resiko pelayanan kesehatan di masyarakat
1. Pemantauan suhu badan yang tidak adekuat pada perslainan lama dan setelah pelahiran
2. Tidak adanya asepsis selama persalinan
3. Penatalaksanaan yang tidak adekuat
4. Ketidaktersediaan antibiotic yang tepat

D. Proses Terjadinya Sepsis Puerperalis

Sepsis puerperalis dapat terjadi di masa intrapartum atau postpartum.


Sebelum kelahiran, membran amniotik dan membran korionik dapat terinfeksi jika ketuban
pecah (ruptur membran) terjadi berjam - jam sebelum persalinan dimulai. Bakteri kemudian
mempunyai cukup waktu untuk berjalan dari vagina ke dalam uterus dan menginfeksi membran,
plasenta, bayi, dan ibu. Korioamnionitis merupakan suatu masalah yang sangat serius dan dapat
membahayakan hidup ibu dan bayinya.Setelah persalinan, sepsis puerperalis mungkin
terlokalisasi di perineum, vagina, serviks, atau uterus. Infeksi pada uterus dapat menyebar
dengan cepat sehingga menyebabkan infeksi pada tuba fallopi atau ovarium, parametritis,
peritonitis, dan menyebar ke pembuluh limfe, yang kemudian akan menyebabkan septikemia jika
masuk kealiran darah. Ini kemudian semakin diperumit dengan adanya syok septik dan koagulasi
intravaskular diseminata (disseminated intravaskular coagulation (DIC) yang dapat menimbulkan
masalah perdarahan. Ibu di masa postpartum (masa nifas) memang rentan terhadap infeksi
karena adanya faktor berikut:

1. Sisi perlekatan plasenta merupakan tempat yang besar,


hangat, gelap, dan basah. Ini memungkinkan bakteri untuk tumbuh dengan sangat
cepat. Tempat seperti ini merupakan suatu media yang ideal untuk pembiakan bakteri.

9
Di laboratorium, kondisi - kondisi yang hangat, gelap, dan basah sengaja dibuat untuk
membantu bakteri tumbuh dan berkembang.

2. Sisi plasenta memiliki persediaan darah yang kaya, dengan pembuluh - pembuluh
darah besar yang langsung menuju sirkulasi vena utama. Hal ini memungkinkan
bakteri di sisi plasenta untuk bergerak dengan sangat cepat ke dalam aliran darah. Ini
disebut septikemia. Septikemia dapat menyebabkan kematian dengan sangat cepat.

3. Sisi plasenta tidak jauh dari bagian luar tubuh ibu. Hanya panjang vagina (9 - 10 cm)
yang memisahkan jalan masuk ke uterus dan lingkungan luar. Ini berarti bahwa bakteri
yang biasanya hidup di rektum (seperti E Coli) dapat dengan mudah pindah ke dalam
vagina dan kemudian menuju uterus. Di sini bakteri menjadi berbahaya atau
"patogenik" karena menyebabkan infeksi pada sisi plasenta.

4. Selama Persalinaan, area serviks ibu, vagina, atau area perineunmya mungkin robek
atau diepisiotomi. Area jaringan yang terluka ini rentan terhadap infeksi, terutama jika
teknik steril pada pelahiran tidak digunakan. Infeksi biasanya terlokalisasi, tetapi pada
kasus - kasus berat infeksi ini dapat menyebar ke jaringan di bawahnya.

E. Klasifikasi
a. Bentuk infeksi lokal
1) Infeksi pada luka episiotomy
2) Infeksi pada vagina
3) Infeksi pada serviks yang luka
4) Infeksi pada endometrium

b. Bentuk infeksi general (menyebar)


1) Parametritis
2) Peritonitis
3) Septikekemia dan piemia
4) Tromboflebitis
5) Salpingitis

Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, cerviks dan endometrium

Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi
luka menjadi merah dan bengkak ; jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi
ulkus dan mangeluarkan pus.
10
Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan
mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar
dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.

Servisitis
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks
yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi
yang menjalar ke parametrium.

Endometritis
a) Pengertian
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri pada jaringan. Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan
komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.
b) Etiologi
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila sebelumnya
ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab lainnya dari
endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus dan melahirkan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
1. Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
2. Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3. Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4. Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6. Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7. Kelahiran secara bedah.
8. Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

c) Klasifikasi
1. Endometritis akuta
Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada endometritis post
partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post partum
pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum terutama terjadi

11
pada abortus provokatus Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan
hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi
leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab
yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus. Infeksi
gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan
endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium
dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban
dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini
diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi,
kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya
nyeri pada perabaan. Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam
uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus,
memasukan IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung dari
virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas
pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa
patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan
pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan
endometritis akuta yang paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak
menjalar.

Gejalanya :
a. Demam
b. Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour yang
purulent.
c. Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
d. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Terapi :
a. Uterotonika.
b. Istirahat, letak fowler.
c. Antibiotika.

12
d. Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat
diberi estrogen
2. Endometritis kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi yang
tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena
pelepasan lapisan fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak
besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.
Gejala-gejala klinis endometritis kronika adalah leukorea dan menorargia Pengobatan
tergantung dari penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan:
1. Pada tuberkulosis.
2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4. Pada polip uterus dengan infeksi.
5. Pada tumor ganas uterus.
6. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.

Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital.


Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium
yang meradang menahun. Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam
uterus terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.

Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat
peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan
terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta. Endometritis kronika yang lain
umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor
dengan infeksi di dalam kavum uteri. Gejalanya :
1. Flour albus yang keluar dari ostium.
2. Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.

Terapi :
Perlu dilakukan kuretase.

13
d) Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan
penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-
sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak
membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas
penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu
meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan
dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis,
biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan
anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea
yang sedikit dan tidak berbau.

Gambaran klinik dari endometritis:


1. Nyeri abdomen bagian bawah.
2. Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3. Kadang terjadi pendarahan.
4. Dapat terjadi penyebaran.
- Miometritis (pada otot rahim).
- Parametritis (sekitar rahim).
- Salpingitis (saluran otot).
- Ooforitis (indung telur).
- Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.
Tanda dan gejala endometritis meliputi:
1. Takikardi 100-140 bpm.
2. Suhu 38 – 40 derajat celcius.
3. Menggigil.
4. Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
5. Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
6. Sub involusi.
7. Distensi abdomen.
8. Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah
seropurulen.
9. Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
10. Jumlah sel darah putih meningkat.

14
e) Patofisiologi
Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan
waktu singkat mengikut sertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang
tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama
dengan bekuan darah menjadi nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang
dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat
batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

f) Komplikasi
- Wound infection
- Peritonitis
- Adnexal infection.
- Parametrial phlegmon
- Abses pelvis
- Septic pelvic thrombophlebitis.

g) Penatalaksanaan
1. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terapi.
Evaluasi klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga
pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan
petunjuk untuk terapi antibiotik.
2. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi
ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu
mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per
oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
3. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau
post partum.
4. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak
manfaatnya.
5. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta
yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat
penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-
lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin

15
ditemukan bila klostridia teah meluas melampaui endometrium dan ditemukan
bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).
PERITONITIS
a) Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi
visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis /
kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans
muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi kavitas
abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi
peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau
divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat
diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau
empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan
peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari.
Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.
b) Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan
peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra abdomen,tetapi biasanya terjadi
pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi
translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi
penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin
rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini
terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang
paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif
yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan
Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis
sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural)
organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram
positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi
peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat,
16
bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau
flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau
kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi
kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

c) Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Peritonitis Bakterial Primer
1. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Spesifik : misalnya Tuberculosis
b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan
sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan
asites.
Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus
urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.
Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob,
khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
 Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
 Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia,
perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
 Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
17
 Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah
lambung, getah pankreas, dan urine.

d) Tanda dan Gejala


Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien
yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak
sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita
dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi,
atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik,
syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.
e) Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler
dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan
selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan
cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi
awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-
organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem
disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh

18
organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal
menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha
untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan
nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada
rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya
terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala,
batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan
umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung
dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi
ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama
dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan
19
atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut
pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,
adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam
yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi
peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem
bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya
mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat
mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra
peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,
mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia
onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya
didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala
peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala
karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul
gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

f) Komplikasi
Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat.
Gerakan peristltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan
juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat
dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utma, seperti kegagalan
paru– paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar
20
Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
- Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
- Usus halus dan usus besar dilatasi.
- Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

g) Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a) Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
b) Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai
tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau
antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.
c) Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan
pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi
usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi
paru dan menyebabkan distress pernapasan.

d) Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara
adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.

Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi
dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami
perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis
21
akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak
dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan
bersamaan.

Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya


tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang
mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan
keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.

Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah
terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah
tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai
dilukai.

h) Prognosis
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum
prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

THROMBOPLEBITIS
a) Deskripsi
1. Tromboflebitis adalah peradangan dari endotelium vaskular dengan pembentukan
gumpalan pada dinding pembuluh darah.
2. Sebuah trombus terbentuk ketika komponen darah (trombosit dan fibrin) bergabung
untuk membentuk tubuh agregat (gumpalan).
3. Pulmonary embolism terjadi ketika bekuan bepergian melalui vena loge sistem dalam
sistem peredaran darah paru, menyebabkan oklusi atau infark.
4. Insiden pascamelahirkan tromboflebitis adalah 0,1% sampai 1%, jika tidak diobati, 24%
dari emboli paru berkembang, dengan tingkat kematian 15%.

b) Etiologi
Faktor risiko predisposisi meliputi:
1. Sejarah tromboflebitis
2. Kegemukan
22
3. Sejarah kelahiran sesar
4. Sejarah forceps
5. Usia ibu yang lebih tua dari 35
6. Multiparitas
7. Laktasi penekanan dengan estrogen
8. Varises
9. Anemia dan darah diskrasia

c) Patofisiologi
1. Tiga penyebab utama pembentukan trombus dan peradangan stasis vena, darah
hiperkoagulasi, dan luka pada lapisan paling dalam dari pembuluh darah.
2. Kedua stasis vena (dalam pelvis dan ekstremitas bawah) dan darah hiperkoagulasi yang
hadir selama kehamilan.
3. Tingkat faktor koagulasi sebagian besar (terutama fibrinogen, dan faktor III, VII, dan X)
meningkat selama kehamilan. Peningkatan ini disertai dengan penurunan plasminogen
dan antitrombin III, yang menyebabkan gumpalan hancur.
4. Cedera pada lapisan terdalam dari kapal mungkin tidak kontribusi, pada umumnya,
selama kehamilan. Namun, ada kemungkinan jika kelahiran adalah dengan operasi caesar.

d) Penilaian Temuan
1. Umum manifestasi klinis
 Thrombophlebitis superfisial dalam sistem vena saphena bermanifestasi sebagai nyeri
betis, nyeri, kemerahan, dan kehangatan di sepanjang vena.
 DVT gejala termasuk nyeri otot, kehadiran tanda manusia (yaitu, nyeri pada betis pada
dorsofleksi kaki pasif, mungkin disebabkan oleh DVT). Namun, kehadiran tanda Homans
tidak lagi diyakini konklusif karena sakit mungkin akibat dari penyebab lain seperti otot
tegang atau memar.
 Tromboflebitis pelvis, biasanya terjadi 2 minggu setelah melahirkan, ditandai dengan
menggigil, demam, malaise, dan nyeri.
 Tromboflebitis femoralis, umumnya terjadi 10 sampai 14 hari setelah melahirkan,
memproduksi menggigil, demam, malaise, kaku, dan nyeri.
 Pulmonary embolism adalah digembar-gemborkan oleh nyeri dada tiba-tiba intens
dengan dispnea berat diikuti dengan takipnea, nyeri pleuritik, ketakutan, batuk,
takikardia, hemoptisis, dan suhu di atas 38 ° C (100,4 ° F).
2. Laboratorium dan temuan studi diagnostik
 Venography akurat diagnosis DVT. Ada risiko yang terkait dengan radiopaque dye yang
digunakan.
23
 Real-time dan warna USG Doppler akan mendiagnosis trombosis vena dalam.
 Plethysmography Impedansi mengukur perubahan volume dan aliran darah vena.

Thrombophlebitis terjadi ketika terjadi pembengkakan dalam satu atau lebih pada vena sebagai
akibat dari pembekuan atau penggumpalan darah. Thrombophlebitis terutama terjadi pada vena
di kaki, dan kurang umum pada vena di lengan atau leher.

Kondisi ini biasanya berkembang karena imobilitas untuk jangka waktu yang relatif lama, seperti
istirahat setelah operasi atau perjalanan dalam waktu yang lama di pesawat. Jika vena yang
terkena tepat di bawah kulit, kasus ini disebut trombophlebitis superfisial. Sedangkan
trombophlebitis yang terjadi di dalam jaringan otot disebut dengan deep vein thrombosis (DVT).
DVT dapat menyebabkan komplikasi serius jika bekuan menjadi gumpalan (emboli) dan mulai
beredar dalam darah, karena dapat menyebabkan penyumbatan arteri paru-paru (emboli paru).

Ada beberapa jenis pengobatan untuk penyakit ini mulai dari pencegahan perawatan diri dan
metode untuk pengobatan dan pembedahan.

e) Penyebab
Kerentanan terhadap trombophlebitis meningkat oleh karena kondisi, antara lain:
1. Imobilitas untuk jangka waktu yang relatif lama, seperti ketika bepergian, istirahat setelah
serangan jantung, atau operasi.
2. Beberapa jenis kanker, seperti dalam kasus kanker pankreas yang menyebabkan
peningkatan procoagulants dalam darah, yaitu zat yang diperlukan untuk pembekuan
darah.
3. Memiliki lengan atau kaki lumpuh akibat stroke.
4. Memiliki alat pacu jantung atau memiliki kateter di pembuluh darah pusat yang dapat
menurunkan aliran darah dan mengiritasi pembuluh darah.
5. Hamil atau baru saja melahirkan mengakibatkan peningkatan tekanan darah di kaki dan
vena pelvis.
6. Kemungkinan peningkatan pembentukan bekuan darah akibat terapi penggantian hormon
atau obat pengontrol kelahiran.
7. Memiliki riwayat keluarga dengan kecenderungan pembentukan bekuan darah.
8. Kegemukan
9. Memiliki varises
10. Merokok
24
f) Gejala
Gejala-gejala penyakit ini, antara lain:
1. Bengkak dan kemerahan
2. Nyeri saat menyentuh dan sensasi hangat di daerah yang tersentuh
Ketika vena dekat permukaan kulit terpengaruh, dapat terlihat pembuluh merah, keras dan
lembut tepat di bawah permukaan kulit. Ketika vena di kaki terkena, kaki dapat menjadi
bengkak, lembut, dan nyeri, akan sangat terasa ketika berdiri atau berjalan. Gejala penyakit ini
juga dapat disertai dengan demam. Namun, banyak orang dengan trombosis vena tidak memiliki
gejala.
Ketika terlihat pembuluh tampak keras, merah, bengkak atau nyeri urat, harus segera mencari
perawatan medis. Terutama jika pekerjaan seseorang memungkinkan imobilitas atau jika ada
riwayat keluarga trombophlebitis. Perawatan medis darurat harus diusahakan jika gejala yang
parah dan disertai dengan sesak nafas atau demam tinggi, yang mungkin merupakan kondisi dari
DVT, yang dapat meningkatkan risiko pembekuan darah terutama ke paru-paru.

g). Pengobatan
Jika pembuluh darah yang terkena cukup dangkal, perawatan seharusnya tidak berlangsung lebih
dari 2 minggu, tanpa rawat inap. Pasien disarankan melakukan beberapa langkah perawatan diri,
seperti mengangkat kaki, mengompres hangat atau menggunakan obat nonsteroidal anti-
inflammatory drug (NSAID).
Thrombophlebitis termasuk trombosis dalam vena, dan mungkin memerlukan beberapa
perawatan, antara lain:
1. Obat
Obat yang biasa diberikan adalah obat antikoagulan, seperti dalam kasus suntikan heparin
yang mencegah penggumpalan semakin membesar. Kemudian diikuti dengan pengobatan
warfarin selama beberapa bulan yang memerlukan penentuan dosis secara hati-hati, karena
merupakan obat kuat dan dapat mengarah pada efek samping serius jika terjadi kesalahan
dosis.
2. Pembalutan daerah yang terkena

25
Dalam beberapa kasus, selain dukungan resep obat yang dianjurkan, dapat dilakukan
pembalutan karena mengurangi potensi risiko DVT dan mencegah kambuhnya
pembengkakan.
3. Filter
Dalam operasi bedah yang tidak perlu rawat inap di rumah sakit, filter dapat dimasukkan ke
dalam pembuluh darah utama dari perut (vena kava) untuk mencegah bekuan yang dari vena-
vena kaki yang menuju ke paru-paru. Prosedur ini dilakukan pada pasien yang tidak dapat
mengambil antikoagulan.

4. Penghilangan varises
Seorang dokter bedah dapat menghilangkan varises yang menyebabkan nyeri atau
trombophlebitis kambuhan dalam prosedur yang disebut Varicose vein stripping. Prosedur
ini, biasanya dilakukan secara rawat jalan, melibatkan penghilangan vena panjang melalui
sayatan kecil. Biasanya, pasien akan dapat melanjutkan aktivitas normal dalam > 2 minggu.
Menghilangkan vena tidak akan mempengaruhi sirkulasi darah pada kaki karena pembuluh
darah yang lebih dalam pada kaki mampu meningkatkan volume darah. Prosedur ini juga
biasa dilakukan untuk alasan kosmetik.
5. Penghilangan bekuan atau bypass:
Operasi kadang diperlukan untuk menghilangkan bekuan yang memblokir vena dalam
panggul atau perut. Vena terus-menerus diblokir dapat diatasi dengan operasi untuk
memotong vena yang direkomendasikan dokter, atau prosedur nonbedah yang disebut
angioplasti untuk membuka pembuluh darah. Setelah angioplasti, para dokter memasukkan
tabung mesh kawat kecil (stent) untuk menjaga pembuluh darah tetap terbuka.

Parametritis (selulita pelvika)


Parametritis yaitu infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui beberapa jalan :
1. Dari servisitis atau endometriosis tersebar melalui pembuluh limfe
2. Langsung meluas dari servisitis ke dasar ligamentum sampai ke parametrium
3. Atau sekunder dari tromboplebitis

Patologi
26
Menurut Mochtar (1998) parametritis dapat terjadi dengan 3 cara yaitu:
a. Melalui robekan serviks yang dalam
b. Penjalaran endometritis atau luka serviks yang terinfeksi melalui saluran getahbening.
c. Sebagai lanjutan tromboflebitis pelvikaJika terjadi infeksi parametrium, timbulah
pembengkakan yang mula-mulalunak, tetapi kemudian menjadi keras sekali. Infiltrat ini
dapat terjdi hanya padadasar ligament latum, tetapi dapat juga bersifat luas, misalnya
dapat menempatiseluruh parametrium sampai dinding panggul dan dinding perut perut
depan diatas ligament inguinale. Jika infiltrate menjalar ke belakang dapat
menimbulkanpembengkakan di belakang serviks (Krisnadi, 2005).
Eksudat ini lambat laun diresorpsi atau menjadi abmemecah di daerah lipatpaha di atas ligament
inguinale atau ke dalam cavem Douglas. Parametritisbiasanya unilateral dan karena biasanya
sebagai akibat luka serviks, lebih seringterdapat pada primipara daripada multipara (Krisnadi,
2005).

Manifestasi Klinis
Parametritis harus dicurigai bila suhu pasca persalinan tetap tinggi lebih dari1 minggu. Gejala
berupa nyeri pada sebelah atau kedua belah perut bagian bawahsering memancar pada kai.
Setelah beberapa waktu pada pemeriksaan dalam,dapat teraba infiltrate dalam parametrium yang
kadang-kadang mencapai dindingpanggul. Infiltrat ini dapat diresorpsi kembali, tetapi lambat
sekali, menjadi keras,dan tidak dapat digerakkan. Kadang-kadang infiltrate ini menjadi abses
(Krisnadi,2005).
Salpingitis (salfingo-ooforitis)
Salpingitis adalah peradangan pada adnekssa. Terdiri atas akut dan kronik. Diagnosisdan gejala
klinis hampir sama dengan parametritis. Bila infeksi berlanjut dapat terjadipiosalfing (Mochtar,
1998). Sering disebabkan oleh gonore, biasanya terjadi padaminggu ke-2. Pasien demam
menggigil dan nyeri pada perut bagian bawah biasanyakiri dan kanan. Salpingitis dapat sembuh
dalam 2 minggu, tetapi dapat mengakibatkankemandulan (Krisnadi, 2005).

Septikemia dan piemia


Definisi:

27
Septikhemia adalah keadaan dimana kuman-kuman dan atau toksinnya langsung masuk ke dalam
peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum Piemia di mulai dengan tromboflebitis
vena-vena daerah perlukaan lalu lepas menjadi embolus-embolus kecil dibawa ke peredaran
darah umum dan terjadilah infeksi dan abses pada organ-organ tubuh yang dihinggapinya (paru-
paru, ginjal, jantung, otak dan sebagainya).

Penyebab
Disebabkan oleh kuman-kuman sangat pathogen dan biasanya Streptokokus beta hemolitik
golongan A. infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari sebab kematian karena infeksi
nifas.
Gambaran klinis dan diagnosis
a) Baik septikhemia maupun piemia adalah penyakit berat
b) Gejala septikhemia lebih akut dari piemia, ibu kelihatan sakit dan lemah
c) Suhu badan naik 39-40C, keadaan umum jelek, menggigil, nadi cepat 140-160 atau lebih
permenit
d) Tekanan darah turun bila keadaan umum memburuk
e) Sesak nafas, kesadaran menurun, gelisah
f) Pada piemia dimulai dengan rasa sakit pada daerah tromboflebitis tidak lama postpartum,
setelah ada penyebaran thrombus terjadi gejala umum seperti diatas. Suhu meningkat lalu
menggigil kemudian turun lagi seperti malaria
g) Pemeriksaan laboratorium : lekositosis: pada kultur darah dijumpai kuman-kuman yang
patogen.
h) Lochia : berbau, bernanah dan involusi jelek
i) Harus dicari sumber tempat masuknya kuman-kuman ke dalam tubuh (porte d’ entree).
Prognosis
Septikhemia dan piemia adalah infeksi berat dengan angka kematian yang tinggi, apalagi bila di
ikuti oleh peritonitis umum. Kadang-kadang walaupun dengan pemberian antibiotic dan upaya
yang cukup kematian ibu tidak terhindarkan. Karena itu pencegahan sedini mungkin adalah yang
terbaik, jangan sampai terjadi keadaan yang buruk ini.
F. Penatalaksanaan Sepsis Peurperalis
Prinsip-prinsip pengelolaan sepsis nifas adalah: kecepatan, keterampilan dan
prioritas.Penekanan terletak pada pentingnya bekerja dengan cepat dan menurut. Prioritas dalam
mengelola sepsis nifas adalah:
28
a. menilai kondisi pasien
b. memulihkan pasien
c. mengisolasi sesegera mungkin pasien yang diduga infeksi
d. mengambil spesimen untuk menyelidiki organisme kausatif dan mengkonfirmasikan
diagnosis
e. memulai terapi antibiotik yang sesuai prioritas, ini berarti harus dilakukan pertama atau
sebelum hal lainnya.

Penatalaksanaan sepsis puerperalis dalam kewenangan Bidan :

a. Jika diduga sepsis periksa ibu dari kepala sampai kaki, cari sumber terjadinya
sepsis.
b. Jika uterus nyeri, pengecilan uterus lambat, atau terdapat perdarahan pervaginam,
rujuk ibu ke RS. Mulai memberikan infus RL

c. Jika kondisi gawat dan terdapat tanda septic syok, dan terjadi dehidrasi beri cairan
IV dan antibiotik sesuai dengan ketentuan, lalu rujuk ibu ke RS.

d. Jika hanya sepsis ringan beri antibiotik ( co : Ampisilin 1 gr PE, diikuti 500
mg/oral setiap 6 jam,ditambah Metronidazol 500 mg setiap 8 jam selama 5hari ).

Manajemen Umum Sepsis Puerperalis


1. Mengisolasi pasien yang diduga terkena sepsis puerpuralis dalam pemberian pelayanan
kebidanan. Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran infeksi pada pasien lain dan
bayinya.
2. Pemberian antibiotik
Kombinasi antibiotik diberikan sampai pasien bebas demam selama 48 jam, dan kombinasi
antibiotik berikut ini dapat diberikan :
a. ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, dan
b. gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam, dan
29
c. metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
Jika demam masih ada 72 jam setelah pemberian antibiotik di atas, dokter akan
mengevaluasi dan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi mungkin
diperlukan. Antibiotik oral tidak diperlukan jika telah diberikan antibiotik IV.Jika ada
kemungkinan pasien terkena tetanus dan ada ketidakpastian tentang sejarah vaksinasi
dirinya, perlu diberikan tetanus toksoid.
3. Memberikan banyak cairan
Tujuannya adalah untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi, membantu menurunkan
demam dan mengobati shock. Pada kasus yang parah, maka perlu diberikan cairan infus.
Jika pasien sadar bisa diberikan cairan oral.

4. Mengesampingkan fragmen plasenta yang tertahan


Fragmen plasenta yang tersisa dapat menjadi penyebab sepsis nifas. Pada rahim, jika
terdapat lokhia berlebihan,berbau busuk dan mengandung gumpalan darah, eksplorasi rahim
untuk mengeluarkan gumpalan dan potongan besar jaringan plasenta akan diperlukan. Tang
Ovum dapat digunakan, jika diperlukan.
5. Keterampilan dalam perawatan kebidanan
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan untuk membantu
penyembuhannya. Berikut aspek perawatan yang penting:
a. Istirahat
b. Standar kebersihan yang tinggi, terutama perawatan perineum dan vulva
c. Antipiretik dan / atau spon hangat mungkin diperlukan jika demam sangat tinggi
d. Monitor tanda-tanda vital, lokhia, kontraksi rahim, involusi, urin output, dan
mengukur asupan dan keluaran
e. Membuat catatan akurat
f. Mencegah penyebaran infeksi dan infeksi silang.
6. Perawatan bayi baru lahir
Kecuali ibu sangat sakit, bayi baru lahir bisa tinggal dengannya. Namun, tindakan
pencegahan diperlukan untuk mencegah infeksi dari ibu ke bayi. Pengamatan sangat penting

30
untuk mengenali tanda-tanda awal infeksi, karena infeksi pada neonatus dapat menjadi penyebab
utama kematian neonatal. Hal yang perlu diperhatikan :
a. Mencuci tangan : jika ibu cukup baik kondisinya, penting untuk mencuci tangan
sebelum dan sesudah merawat bayi baru lahir
b. Menyusui: jika ibu cukup baik, menyusui bisa diteruskan. Jika ibu sangat sakit,
dikonsultasikan dengan medis praktisi yang mengkhususkan diri dalam perawatan
bayi baru lahir.
c. Ibu sangat sakit: jika tidak mungkin bagi bayi baru lahir dirawat oleh ibu, saudara
dekat mungkin tersedia bagi merawat bayi sampai ibu cukup baik. Namun, harus
ditekankan bahwa karena bayi yang baru lahir juga berisiko dalam
mengembangkan infeksi.
7. Manajemen lebih lanjut
Jika tidak ada perbaikan dengan manajemen umum peritonitis di atas, laparotomi akan dilakukan
untuk mengalirkan nanah. Jika uterus nekrotik dan sepsis, mungkin diperlukan histerektomi
subtotal.
8. Mengelola komplikasi

Pasien yang mengalami komplikasi peritonitis, septicemia dan abses, harus dirujuk segera ke
fasilitas kesehatan tingkat yang lebih tinggi untuk pengelolaan lebih lanjut setelah perawatan
darurat.

G. Pencegahan

1) Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk
memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus
diperhatikan.
Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan
terjadinya infeksi.

2) Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan
lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma

31
sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar
bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam
persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya
perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut
keperluan.
Menyarankan semua wanita hamil untuk mencari bantuan medis segera setelah keluar lendir
darah atau cairan dari jalan lahir. Jika selaput ketuban pecah dan tidak mengalami kontraksi,
kurangi melakukan pemeriksaan vagina. Jika persalinan tidak dimulai dalam waktu 18 jam
setelah selaput ketuban pecah, berikan antibiotik profilaksis.

3) Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama
postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita
dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas
sehat.

32
BAB III
KESIMPULAN

Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi setiap saat
antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan
atau abortus di mana terdapat dua atau lebih dan hal – hal berikut ini : Nyeri pelvic, demam
38,5°C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja; vagina yang abnormal; vagina berbau
busuk; keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus (sub involusio uteri).
Salah satu penyebab utama kematian ibu adalah sepsis puerperalis, yang menyebabkan
15% dari seluruh kematian ibu yang terjadi di negara berkembang. Jika tidak menyebabkan
kematian, sepsis puerperalis dapat menyebabkan masalah – masalah kesehatan menahun seperti
penyakit radang panggul kronis (pelvic inflammatory disease (PID) dan infertilitas. Sangat
penting untuk mampu mencegah sepsis puerperalis dan melakukan tindakan yang segera jika
sepsis ini terjadi.
Beberapa bakteri yang paling umum yang menyebabkan sepsis puerpuralis adalah
:Streptokokus, Stafilokokus, Escherichia coli (E. Coli), Clostridium tetani, Clostridium width,
Chlamidia dan gonokokus (bakteri penyebab penyakit menular seksual).
Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam
bakteri. Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.
Prinsip-prinsip pengelolaan sepsis nifas adalah: kecepatan, keterampilan dan
prioritas.Penekanan terletak pada pentingnya bekerja dengan cepat dan menurut. Prioritas dalam
33
mengelola sepsis nifas adalah: menilai kondisi pasien, memulihkan pasien, mengisolasi
sesegera mungkin pasien yang diduga infeksi.. mengambil spesimen untuk menyelidiki
organisme kausatif dan mengkonfirmasikan diagnosis, dan memulai terapi antibiotik yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta Yayasan Bina Pustaka.

Cunningham F G, MD.2005. Puerperal Infection dalam Williams Obstetrics twenty-second


edition. The McGraw-Hill Companies.

Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Safe Matherhood : Modul Sepsis Puerperalis Materi Pendidikan Kebidana. Jakarta: EGC.

Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.

Buku Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : 2010

Kasus bidan. 2011. Proses Terjadinya Sepsis Puerperalis diakses dari http://obstetri-
ginecology.com tanggal 15 september 2012

34

Anda mungkin juga menyukai