Anda di halaman 1dari 8

Ekstraksi pelarut merupakan metode pemisahan berdasarkan transfer suatu zat terlarut dari suatu

pelarut ke dalam pelarut lain yang tidak saling bercampur, dimana pada percobaan ini bertujuan
untuk memisahkan logam Ni dari campurannya dengan ekstraksi pelarut dan menentukan kadar
Ni dalam sampel dengan metode spektrofotometri.

Ni merupakan ion logam yang tidak dapat larut dalam senyawa non polar. Oleh karena itu,
Ni diubah menjadi senyawa non polar dengan cara membentuknya menjadi senyawa kelat. Agen
pengkelat yang digunakan pada percobaan ini adalah Dimetilglikosin (DMG). Ion logam
Ni2+ dijadikan kompleks terlebih dahulu dengan DMG menjadi senyawa kompleks
Ni(DMG)2 agar dapat terekstraksi ke fasa organic yang kemudian diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 420 nm.

Pada awalnya, membuat larutan standard dan preparasi sampel terlebih dahulu sebelum
dilakukan ekstraksi.Larutan standar utama di buat dengan melarutkan Kristal NiSO4.6H2O ke
dalam larutan HNO3 6M.kemudian ditambah dengan NaOH 4M dan CH3COOH, barulah di
encerkan ke dalam labu ukur 100 mL.

Kemudian pada proses ekstraksi, larutan standar dengan volume yang bervariasi yaitu 0,5
mL, 0,1 mL, 1 mL, dan 1,5 mL di masukkan ke dalam tabung reaksi. Begitu pula dengan larutan
sampel dan blanko. Kemudian setiap larutan ditambah 0,5 gram Na-tatrat, pada saat penambahan
ini semua larutan larut dan berwarna putih keruh. Penambahan Na-tatrat ini berfungsi untuk
membentuk kompleks dengan Fe (III) yang ada di dalam campurannya.Kemudian ditambah 5
mL larutan buffer asetat, Natrium Tiosulfat, dan Hidroksilamin HCl 1%.Fungsi penambahan
buffer asetat yaitu untuk membuat suasana larutan menjadi sedikit asam karena Ni2+ membentuk
kompleks dengan DMG pada suasana sedikit asam atau tepat basa. Penambahan Natrium
Tiosulfat sebelum ekstraksi berfungsi untuk membentuk kompleks anionic Cu(S2O3)2-yang
tidak terekstrak ke dalam kloroform. Lalu, hidroksilamin HCl ditambhakna untuk mencegah
oksidasi Ni(DMG)2menjadi kompleks Ni dengan DMG yang berbeda spectrum
absorbansinya.Semua sampel pada penambahan bahan tidak mengalami perubahan.Namun
ketika ditambah dengan DMG 1% masing-masing volume larutan berbeda pengamatannya. 0,1
mL larutan standar larutannya berwarna kuning, 0,5 mL larutan standar larutannya berwarna
jingga, 1 mL larutan standar larutannya berwarna merah muda, dan 1,5 mL larutan standar
larutannya berwarna merah. Terakhir yaitu di ekstraksi dengan kloroform, semua larutan
terbentuk 2 fasa. Pada 0,1 mL fasa atasnya berwarna putih, fasa bawah larutan agak kuning. Pada
0,5 mL fasa atasnya berwarna putih, fasa bawahnya larutan kuning. Pada 1 mL fasa atasnya
larutan putih, fasa bawahnya larutan agak jingga. Pada 1,5 mL fasa atasnya larutan putih, dan
fasa bawahnya larutan merah. Pada larutan sampel, setelah di tambah DMG larutan berwarna
merah muda, dan setelah diekstraksi dengan kloroform terbantuk 2 fasa dengan fasa atasnya
putih dan fasa bawahnya kuning bening.Pada blanko dengan aquadest, setelah ditambah DMG
larutan menjadi putih keruh, dan setelah diekstraksi dengan kloroform terbentuk 2 fasa dengan
fasa atas putih keruh dan fasa bawah tidak berwarna.Percobaan ini tidak dilakukan penyaringan
karena antara fasa atas dan bawah tidak tercampur dan fasa bawahnya masih mudah di ambil
dengan menggunakan pipet tetes.

Kemudian, setiap larutan di ukur absorbansinya dengan menggunakan


spektrofotometer.Dimana larutan fasa bawahnya di ambil dan dimasukkan ke dalam
kuvet.Senyawa kompleks yang terbentuk ke dalam fasa organic ini selain Ni(DMG)2yaitu
senyawa kompleks Cu dan Fe. Panjang gelombang yang digunakan adalah 420 nm karena pada
panjang gelombang ini spesifik untuk menyerap cahaya yang ditimbulkan oleh senyawa
kompleks Ni(DMG)2 dan cahaya dari senyawa kompleks lain itu tidak dapat diserap.

Setelah di ukur dengan spektrofotometer, didapat absorbansinya yaitu pada sampel = 0,443,
blanko = 0, larutan standar 0,1 mL = 0,023, larutan standar 0,5 mL = 0,021, larutan standar 1 mL
= 0,262, dan larutan standar 1,5 mL = 0,495. Setalah perhitungan, di dapat kadar Ni dalam
sampel sebesar 8,66%.

Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua
pelarut yang tidak bercampur. Selain itu ekstraksi juga merupakan suatu proses pemisahan dari
bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkan yang tinggi
terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan kepolaran
pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa
polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya senyawa non polar larut dalam pelarut non polar
atau yang lebih dikenal dengan like dissolves like.
Berdasarkan hukum Nerst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A dibiarkan
bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan
terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana pada
saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa itu
dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat
terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap. Ekstraksi bertahap
baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang digunakan pada ekstraksi
bertahap adalah corong pemisah. Corong pemisah berfungsi memisahkan dua zat yang tidak
saling melarutkan.
Pada percobaan ini, terlebih dahulu menentukan konsentrasi asam asetat total. Pada penentuan
konsentrasi asam asetat total diawali dengan menitrasi larutan asam asetat encer yang telah
ditambahkan 3 tetes indikator phenolptalein dengan larutan baku NaOH 1 N. Titrasi ini bertujuan
untuk mengetahui berapa besar massa asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut
organik dan air. Pada saat dititrasi terlihat perubahan warna pada asam asetat menjadi warna
ungu. Hal ini menandakan bahwa telah mencapai titik akhir titrasi. Titrasi ini dilakukan untuk
mengetahui konsentrasi dan massa asam asetat yang akan diekstraksikan dengan pelarut organic.
Dari hasil percobaan diperoleh konsentrasi asam asetat total sebesar 1,675 N dan massa asam
asetat total sebesar 2,01 gram.
Selanjutnya, mengekstraksi asam asetat dengan pelarut organik dan penentuan konsentrasi asam
asetat sisa. Pada ekstraksi asam asetat dengan pelarut organik, dalam hal ini pelarut organik yang
digunakan adalah kloroform (CHCl3) diawali dengan memasukkan asam asetat yang telah
diencerkan ke dalam corong pemisah dan menambahkan pelarut kloroform ke
dalamnya.Kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang
akan diekstraksi pada kedua lapisan. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan
sehingga dapat membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa.
Dalam perlakuan ini, terbentuk dua lapisan dalam campuran tersebut, Dimana pelarut air berada
di lapisan bawah sedangkan kloroform berada di lapisan atas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
sifat polaritas dari kedua larutan, dimana air sebagai pelarut polar sedangkan kloroform
(CHCL3) bersifat sebagai pelarut non polar. Selain itu, disebabkan oleh massa jenis air lebih
besar dibanding dengan kloroform sehingga menyebabkan lapisan air berada pada lapisan
bawah. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan
konsentrasi zat terlarut tersebut.
Pada proses ekstraksi dilakukan dua kali ekstraksi. Proses ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa banyak zat yang terekstraksi pada fasa (pelarut) organik. Kesempurnaan ekstraksi
bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering dilakukan ekstraksi, maka
semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna proses
pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit,
sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai
kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar
dengan jumlah pelarut yang kecil.
Pada satu kali ekstraksi, diperoleh besar konsentrasi asam asetat sisa sebesar 1,375 N, koefisien
distribusi(KD) sebesar 0,218, dan persen terekstraksi (%E) sebesar 17,91 % Pada dua kali
ekstraksi, diperoleh besar konsentrasi asam asetat sisa, koefisien distribusi (KD), dan persen
terekstraksi (%E) berturut adalah 1,35 N, 0,913, dan 31,34 %. Dari data tersebut terlihat bahwa
konsentrasi asam asetat sisa, koefisien distribusi (KD), perbandingan distribusi (D), dan persen
terekstraksi (%E) lebih besar pada saat dua kali ekstraksi. Hal ini menunjukkan bahwa
kemurnian larutan yang dipisahkan dengan dua kali ekstraksi lebih tinggi. Berdasarkan teori, jika
harga Kd besar maka solut cenderung terdistribusi ke dalam pelarut organik dibanding dalam air.
Olehnya itu, dari percobaan dapat dikatakan bahwa asam asetat lebih banyak terdistribusi dalam
kloroform dibanding dalam air. Hal ini disebabkan oleh sifat kloroform yang hampir sama
dengan sifat asam asetat dibanding dengan sifat air dengan asam asetat . asam asetat bersifat
semipolar, air bersifat polar dan kloroform yang bersifat semipolar yang telah hampir nonpolar
(sifat transisi antara semipolar dengan polar). Olehnya itu, asam asetat lebih cenderung
terdistribusi ke dalam kloroform dibanding ke dalam air.
Simpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam dua
pelarut yang tidak bercampur.
Nilai koefisien distribusi asam asetat dalam sistem organik-air untuk 1x ekstraksi sebesar
0,218sedangkan untuk 2x ekstraksi sebesar 0,913.

Ekstraksi merupakan proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Ekstraksi menyangkut


distribusi suatu zat terlarut (solute) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik
ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik
ataupun anorganik, untuk analiss makro maupun mikro. Ekstraksi terbagi menjadi dua yaitu
ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Pada percobaan iniekstraksi yang digunakan adalah
ekstraksi cair-cair (ekstraksi pelarut).

Ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fasa pelarut yang tidak
saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fasa pertama dan sebagian pelarut pada
fasa kedua, lalu kedua fasa yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai
terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fasa cair, dan komponen kimia akan
terpisah dalam kedua fasa tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan
konsentrasi yang tetap.

Prinsip percobaan ini didasari oleh hukum Distribusi Nerst yaitu zat terlarut akan terbagi dua
pelarut yang tidak saling bercampur sehingga dalam keadaan setimbang, perbandingan kedua zat
akan konstan. Ekstraksi pelarut ini menggunakan dua jenis pelarut yaitu asam asetat dan pelarut
organik (CH3Cl). Sebelum melakukan ektraksi terlebih dahulu melakukan standarisasi asam
asetat dengan cara titrasi. Hal ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi asam asetat yang akan
digunakan pada saat ekstraksi.

Percobaan ekstraksi pelarut dilakukan untuk menentuan koefisien distribusi asam asetat dalam
pelarut organik yaitu CHCl3 dan pelarut murni yaitu air. Digunakan pelarut organik
CHCl3 mengingat bahwa pelarut ini bersifat non polar sehingga tidak bercampur dengan pelarut
air yang akhirnya akan dapat ditentukan seberapa besar asam asetat yang terdistribusi dalam
CHCl3 dan air. Langkah awal yang dilakukan dalam penentuan koefisien distribusi asam asetat
ini yaitu menentukan konsentrasi asam asetat total.

Dalam menentukan konsentrasi asam asetat dilakukan standarisasi asam asetat menggunakan
larutan KOH 1 N. Standarisasi ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi asam asetat yang
digunakan. Pada standarisasi dimasukan 20 mL asam asetat ke dalam erlenmeyer digunakan
indikator phenolpthalein untuk menunjukkan keadaan dimana jumlah mol asam asetat sama
dengan jumlah mol KOH. Saat titrasi KOH dan asam asetat terjadiperubahan warna, maka tepat
habis bereaksi atau biasa disebut titik akhir titrasi. Setelah larutan berubah warna, maka
dihentikan proses titrasi dan volume KOH yang digunakan yaitu sebesar 27,9 mL.
Pengamatan selanjutnya, yaitu ekstraksi asam asetat dalam pelarut organik (kloroform) untuk 1
ekstraksi. Mula-mula 20 mL asam asetat dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan
20 mL pelarut organik CHCl3 (kloroform). Dilakukan penggocokan larutan yang terdapat dalam
corong pisah. Tujuan dilakukan pengocokan adalah agar larutan asam asetat dengan kloroform
menjadi homogen dan agar asam asetat mampu terdistribusi dalam CHCl3 dan H2O. Dilakukan
pengocokan dan didiamkan selama beberapa menit agar molekul-molekul dalam komponen
larutan menjadi stabil hingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan lapisan kloroform.
Lapisan atas adalah air dan lapisan bawah adalah kloroform.

Terbentuknya dua lapisan menunjukkan bahwa kloroform dan air tidak saling bercampur. Tidak
bercampurnya kedua pelarut ini disebabkan oleh perbedaan sifat polaritas dari kedua larutan,
dimana air sebagai pelarut polar sedang kloroform sebagai pelarut nonpolar. Kloroform berada
pada lapisan bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar daripada air dan pada lapisan
atas didapatkan pelarut air yang agak keruh. Kekeruhan ini menunjukkan bahwa dalam pelarut
air telah ada asam asetat yang terdistribusi di dalamnya begitupun pada pelarut organik
kloroform.

Untuk mengetahui seberapa besar asam asetat yang terdistribusi dalam kedua pelarut ini, maka
lapisan air dipisahkan dan dilakukan titrasi lapisan airnya dengan menggunakan KOH 1 M.
Lapisan organik dalam hal ini kloroform tidak digunakan dalam titrasi mengingat bahwa dalam
pelarut ini asam asetat tidak larut sehingga apabila dilakukan titrasi maka tidak dapat diketahui
seberapa besar asam asetat yang terdistribusi di dalamnya. Lapisan yang ada dibagian bawah
dikeluarkan dari corong dengan jalan membuka kran corong dan dijaga agar jangan sampai
lapisan atas ikut mengalir keluar. Lapisan air diencerkan hingga 100 mL untuk mengefisiensikan
larutan baku primer KOH yang digunakan. Setelah itu, ditambahkan indikator phenolpthalien
dan dilakukan titrasi. Pada saat larutan berubah warna, maka dihentikan proses titrasi dan
volume KOH yang digunakan sebesar 24 mL. Berdasarkan perhitungan, maka diperoleh
koefisien distribusi (KD) asam asetat untuk 1 ekstraksi yaitu 6,15384615.

Pengamatan selanjutnya yaitu ekstraksi asam asetat dalam pelarut organik kloroform untuk 2
ekstraksi. Perlakuan yang dilakukan tak jauh berbeda dengan saat 1 ekstraksi hanya saja
volume pelarut yang digunakan harus dibagi dua agar dapat diulangi dua kali. Langkah pertama
20 mL asam asetat ditambahkan dengan 10 mL kloroform lalu diekstraksi dan dipisahkan fase
airnya. Selanjutnya fase air tersebut ditambahkan 10 mL kloroform dan diekstraksi kembali.
Kemudian fase airnya dititrasi dengan KOH 1 N dengan pemakaian volume sebesar 25,6 mL.
Koefisien distribusi (KD) yang diperoleh pada ekstraksi 2 yaitu 11,1304348.

Judul Percobaan kali ini adalah Ekstraksi pelarut dimana yang dimaksud ekstraksi pelarut itu
sendiri adalah suatu metode pemisahan berdasarkan transfer suatu zat terlarut dari suatu pelarut
kedalam pelarut lain yang tidak saling bercampur. Tujuan dari percobaan kali ini adalah untuk
memisahkan logam Ni dari campurannya dengan eksatraksi pelarut dab juga menentukan kadar
Ni dalam sampel dengan metode spektrofotometri.

Ni merupakan ion logam yang tidak dapat larut dalam senyawa nonpolar, oleh karena itu Ni
harus diubah menjadi senyawa non polar dengan cara membentuknya menjadi senyawa kelat.
Agen pengkelat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Dimetilglioksin. Ion logam
Ni2+ dijadikan kompleks terlebih dahulu dengan DMG menjadi senyawa kompleks
Ni(DMG)2 agar dapat terekstraksi ke fasa organik yang akhirnya dapat diukur pada panjang
gelombang 420 nm.

Pertama-tama sampel dipipet sebanyak sepuluh mL kemudian ditambahkan beberapa pereajsi


seperti Na-tartat, buffer, Na-tiosulfat, hidroksilamin hidroklorida, dan terakhir DMG atau
dimetilglioksin. Fungsi penambahan Tiosulfat sebelum ekstraksi untuk membentuk kompleks
anionik Cu(S2O3)2- yang tidak terekstrak ke dalam khloroform. Tartat ditambahkan untuk
membentuk kompleks dengan Fe(III) yang ada dalam campuran. Hidroksilamin hidroklorida
ditambahkan untuk mencegah oksidasi Ni(DMG)2 menjadi kompleks Ni(Y) dengan DMG yang
berbeda spektrum absorbansinya. Buffer pH digunakan untuk membuat suasana larutan menjadi
sedikit asam karena Ni2+ membentuk kompleks dengan DMG pada suasana sedikit asam atau
dapat pula pada suasana tepat basa.

Senyawa kompleks yang terbentuk kedalam fasa organik ini selain Ni(DMG)2, yaitu senyawa
kompleks Cu dan Fe. Akan tetapi pada panjang gelombang 420 nm, spesifik untuk menyerap
cahaya yang ditimbulkan oleh senyawa kompleks Ni(DMG)2 dan cahaya dari senyawa kompleks
selain itu tidak dapat diserap, oleh karena itu tidak perlu dikhawatirkan senyawa kompleks yang
lain dapat mempengaruhi konsentrasi Ni2+ yang didapatkan.

Pada ekstraksi ini dilakukan penyaringan dengan kertas saring, hal ini bertujuan agar tidak ada
pengotor atau endapan yang dapat mengganggu pada saat proses pengkuran dengan
spektrofotometer. Tentu saja proses penyaringan ini tidak akan mengurangi konsentrasi
Ni2+ dalam larutan tersebut, karena Ni2+ larut sempurna pada khloroform.

Interferen yang terbawa dalam pembentukan senyawa kompleks ini seperti Fe dan Cu, dapat
dipisahkan dengan cara melakukan ekstraksi kembali (stripping) pada senyawa organik dengan
cara menambahkan larutan buffer pH tertentu untuk mendapatkan senyawa kompleks yang
diinginkan. Contohnya senyawa kompleks Cu dapat dipisahkan dengan campurannya pada pH 1,
apabila ditambahkan larutan pH 1 dan sedikit air aquades maka senyawa kompleks Cu akan
terpisah dan terlarut dalam air.

Pada saat pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer kuvet yang digunakan haruslah
kuvet kuarsa tidak boleh menggunakan kuvet plastik karena pelarut organik khloroform akan
bereaksi dengan silikat pada kuvet plastik yang akan melelehkan kuvet tersebut dan tentunya
akan membuat pemeriksaan menjadi terganggu dan menghasilkan absorbansi yang tidak sesuai
dari seharusnya. Digunakan pula kuvet hitam untuk memastikan tidak ada cahaya yang terserap
pada spektrofotometer yang digunakan, sedangkan larutan blanko digunakan untuk
mengkalibrasi spektrofotometer yang diseting dengan absorban nol atau nilai transmitan 100%
dan meminimalkan kesalahan sistematik.

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan zat berdasarkan pada perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda jenisnya. Misalnya air dan yang
lainnya pelarut organik. Proses ekstraksi dapat berlangsung pada ekstraksi cair-cair atau dikenal
juga dengan nama ekstraksi solven. Ekstraksi jenis ini merupakan proses yang umum digunakan
dalam skala laboratorium maupun skala industri. Kemampuan tidak saling bercampur Pada
ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut dalam bahan ekstraksi.
Kerapatan Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan
yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fase dapat
dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran atau pemisahan dengan gaya berat.

Senyawa organik lebih larut dalam pelarut air dibandingkan dalam pelarut organic (koefisien
distribusi antara pelarut organik dan air kecil). Ekstraksi senyawa dengan koefisien campuran
rendah antara pelarut organik dan air biasanya memerlukan pelarut organik dalam jumlah yang
banyak. Penggunaan pelarut yang besar ini bisa diatasi dengan ekstraksi kontinyu dimana hanya
sebagian kecil volume pelarut yang dibutuhkan.

Pada proses ekstraksi dimulai dari penggumpalan ekstrak dengan pelarut kemudian terjadi
kontak antara bahan dan pelarut sehingga pada bidang datar antarmuka bahan ekstraksi dengan
pelarut terjadi pengendapan massa dengan cara difusi. Bahan ekstraksi yang telah tercampur
dengan pelarut yang telah menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan
ekstrak larutan dengan konsentrasi lebih tinggi di bagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi
yang memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan di luar bahan.Pelarut yang baik
untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkanyang tinggi terhadap zat yang
diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan kepolaran pelarut dan
kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut
dalam pelarut polar dan sebaliknya.

Dalam pemilihan jenis pelarut, harus diperhatikan faktor-faktor diantaranya harga konstanta
distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan konstanta distribusi rendah untuk gugus
pengotor lainnya, kelarutan pelarut organik rendah dalam air, viskositas kecil dan tidak
membentuk emulsi dengan air, tidak mudah terbakar dan tidak bersifat racun serta mudah
melepas kembali gugs yang terlarut didalamnya ntk keperluan analisa lebih lanjut. Ekstraksi
bertahap cukup dilakukan dengan corong pisah. Campuran dua pelarut dimasukkan dengan
corong pemisah, lapisan dengan berat jenis yang lebih ringan berada pada lapisan atas.

Dengan jalan pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa proses ekstraksi
merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu lapisan pelarut dapat dilakukan
setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam. Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan
dari corong dengan jalan membuka kran corong dan dijaga agar jangan sampai lapisan atas ikut
mengalir keluar. Untuk tujuan kuantitatif, sebaiknya ekstraksi dilakukan lebih dari satu kali.

Pada praktikum ini dapat diamati bahwa pelarut organik seperti dietil eter dan air
tidak saling bercampur. Dietil eter bersifat non polar sedangkan air bersifat polar sehingga
antara keduanya tidak saling bercampur. Hal ini didasarkan atas suatu asas bahwa suatu senyawa
polar akan larut pada pelarut nonpolar sedangkan senyawa polar akan larut pada pelarut
nonpolar atau sering disebut dengan istilah like dissolved like.

Pada ekstraksi asam asetat dalam pelarut organik (C2H5OC2H5) untuk 1 kali ekstraksi, setelah
terjadi kesetimbangan heterogen dalam corong pisah yakni pembagian spesies pelarut antara dua
fase, maka pelarut air dalam corong pisah dipisahkan dari pelarut organiknya, lalu diencerkan
dengan 100 ml H2O. Untuk mengetahui seberapa besar asam asetat yang terdistribusi dalam
kedua pelarut ini, maka perlu dilakukan titrasi lapisan airnya dengan menggunakan NaOH 1 M.

Konsentrasi asam asetat yang diperlukan berbeda dengan konsentrasi asam asetat awal yang
menunjukkan bahwa dalam asetat terjadi penambahan pelarut air sehingga menurunkan
konsentrasi yang terbentuk. Dengan perbedaan tersebut, maka dapat ditentukan mol asam asetat
yang terdistribusi dalam C2H5OC2H5 dengan mencari selisih mol asam asetat awal dengan mol
asam asetat dalam H2O. Dari hasil perhitungan, diperoleh KDasam asetat yang dilakukan dengan
1 kali ekstraksi adalah 0,15.

Ekstraksi asam asetat dalam pelarut organik untuk 2 kali ekstraksi. Dengan menggunakan
perlakuan pada 1x ekstraksi volume pelarut yang digunakan harus dibagi dua agar dapat
diulangi dua kali. 10 ml larutan organik yang disisa akan ditambahkan kembali setelah ekstraksi
1x. Dan dari hasil perlakuan ini diperoleh konsentrasi asam asetat dalam C2H5OC2H5sebesar
0,866 M sedangkan yang terdistribusi dalam pelarut H2O sebesar 0,134M sehingga dari
perhitungan diperoleh nilai koefisien ditribusinya (KD) untuk 2 kali ekstraksi adalah 0,56.

Anda mungkin juga menyukai