Anda di halaman 1dari 9

Gizi Buruk pada Anak

A. Pengertian Gizi Buruk

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping
merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang
mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan
dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan
pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI).

Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan
kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi
yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein.
Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.

Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5 % (1989)
menjadi 24,6 % (2000). Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan penurunan prevalensi gizi
buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat.

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud
bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein)
adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya
di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena
kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan keduaduanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita
(bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk
adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang
umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005)
B. Penyebab Gizi Buruk

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk.

 Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :

a. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.

b. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan
secara baik.

 Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:

a. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat.

b. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak.

c. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

 Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada
balita, yaitu:

a. Keluarga miskin

b. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak

c. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare.

C. Gejala/tanda Gizi Buruk

Tanda dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang mengalami defisiensi.
Walaupun demikian, gejala umum dari gizi buruk adalah:

a. Kelelahan dan kekurangan energi

b. Pusing

c. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk
melawan infeksi)
d. Kulit yang kering dan bersisik

e. Gusi bengkak dan berdarah

f. Gigi yang membusuk

g. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat

h. Berat badan kurang

i. Pertumbuhan yang lambat

j. Kelemahan pada otot

k. Perut kembung

l. Tulang yang mudah patah

m. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

D. Patofisiologi Gizi Buruk

Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexiabisa terjadi
karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan
dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C
dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien
juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada
retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan
gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang
mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada
cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun
senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit
jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).

Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi
kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat
penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar
sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya
protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi
ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal
natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain
defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari
ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa,
2008)

E. Etiologi Gizi Buruk

Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang


berlansungkronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain :

1. Pola makan
Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan
berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semuamakanan
mengandung protein / asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusuiumumnya
mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI
protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dll) sangatlahdibutuhkan. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi
kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.

2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan
politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dansudah
berlansung turun temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.

3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga / penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.

4. Faktor infeksi dan penyakit lain


Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksiderajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun
dalamderajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Seperti gejalamalnutrisi
protein disebabkan oleh gangguan penyerapan protein, misalnya yangdijumpai pada keadaan
diare kronis, kehilangan protein secara tidak normal padaproteinuria (nefrosis), infeksi saluran
pencernaan, serta kegagalan mensintesis protein akibat penyakit hati yang kronis
F. Terapi obat

Untuk penanganan gizi buruk. Dokter atau ahli gizi biasanya akan mengusulkan untuk
pengaturan pola makan, termasuk jenis dan jumlah makanan. Bila diperlukan dapat juga
diberikan suplemen atau vitamin untuk membantu memenuhi kebutuhan vitamin yang kurang
tersebut. Apabila penyebab gizi buruk karena penyakit atau kondisi medis tertentu maka, terapi
lain disarankan untuk menanganinya.

G. Terapi gizi

1. Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi.

2. Pengobatan pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing


penyakit harus diobati satu persatu. Penderitapun sebaiknya dirawat di Rumah Sakit
untuk mendapat perhatian medis secara penuh dengan pemberian makanan balita KEP
berat/Gizi buruk. Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :

a. Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)

Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan
faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan
harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga
energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus
seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip
tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :

- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa

- Energi : 100 kkal/kg/hari

- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari

- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)

- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO


75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah
berikan dengan sendok/pipet.

- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal


pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.
Keterangan :

- Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian
formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)

- Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dalam


sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik (dibutuhkan
ketrampilan petugas)

- Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari

- Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan
pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam

- Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)

b. Fase Transisi (minggu ke 2)

- Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk


menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

- Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam
jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan
dengan kandungan energi dan protein yang sama.

- Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:

 Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan


sering.

 Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari

 Protein 4-6 gram/kg bb/hari

 Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.

c. Fase rehabilitasi (minggu ke 3-7)


- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering

- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari

- Protein 4-6 g/kgbb/hari

- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula (
lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-
kejar.

- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Formula WHO

Bahan Per 100 ml

Formula WHO F 75 F 100 F 135

Susu skim bubuk 25g 85g 90g

Gula pasir 100g 50g 65g

Minyak sayur 30g 60g 75g

Lar.elektrolit 20g 20g 27g

Tambahan air 1000 1000 1000

Nilai Gizi

F 75 F 100 F 135

Energi 750kal 1000kal 1350kal

Protein 9g 29g 33g

Laktosa 13g 42g 48g

Potassium 36 Mmol 59 Mmol 63 Mmol

Sodium 6 Mmol 19 Mmol 22 Mmol

Magnesium 4,3 Mmol 7,3 Mmol 8 Mmol

Seng 20Mg 23 Mg 30 Mg

Copper 2,5 Mg 2,5 Mg 3,4 Mg


% energi protein 5% 12% 10%

% energy lemak 36% 53% 57%

Osmolality 413Mosm/1 419 Mosm/1 508 Mosm/1

Keterangan :

1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi. Larutan Formula


WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan tidak dapat
diterima oleh semua anak, terutama yang mengalami diare. Dengan demikian
pada kasus diare lebih baik digunakan modifikasi Formula WHO 75 yang
menggunakan tepung.

2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau
modifikasi.

3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO
135 sampai makanan biasa.
Daftar Pustaka

 http://rsud.patikab.go.id/?page=berita&id=110
 http://dwimarsudi87-krete.blogspot.com/2011/02/terapi-balita-gizi-buruk.html
 http://www.lusa.web.id/gizi-buruk/
 http://simonandri.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai