Gamelan Jawa adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang,
gendang, dan gong. Musik yang tercipta pada Gamelan Jawa berasal dari paduan bunyi gong,
kenong dan alat musik Jawa lainnya. Irama musik umumnya lembut dan mencerminkan
keselarasan hidup, sebagaimana prinsip hidup yang dianut pada umumnya oleh masyarakat
Jawa.
Daftar isi
1 Sejarah gamelan Jawa
2 Asal usul nama gamelan
3 Alat-alat musik
4 Ciri dan peran masing-masing dari perangkat gamelan
o 4.1 Kendhang
o 4.2 Bonang & Bonang Panerus
o 4.3 Demung
o 4.4 Saron
o 4.5 Peking
o 4.6 Kenong dan Kethuk
o 4.7 Slenthem
o 4.8 Gambang
o 4.9 Rebab
o 4.10 Siter
Menurut kepercayaan orang jawa, gamelan diciptakan oleh dewa yang menguasai daratan
Jawa yaitu Sang Hyang Guru yang mendiami Gunung Mahendra atau saat ini lebih terkenal
dengan sebutan Gunung Lawu. Jadi pada jaman dahulu gamelan tersebut dibuat dan
digunakan untuk berkomunikasi dan untuk memanggil dewa-dewa lainnya. Akan tetapi agar
bisa menyampaikan pesan yang lebih khusus akhirnya dibuatlah 2 macam gong yang menjadi
cikal bakal gamelan secara umum seperti saat ini.
Gamelan sendiri termasuk dalam jenis musik ansamble yang mana dimainkan secara
bersama-sama dengan alat musik lain untuk menciptakan alunan suara yang merdu. Bahkan
alat musik gamelan ini juga bisa kita jumpai di relief candi borobudur.
Alat-alat musik
Gamelan Jawa terdiri Atas Instrumen Berikut:
Kendang
Bonang
Bonang Penerus
Demung
Saron
Peking (Gamelan)
Kenong & Kethuk
Slenthem
Gender
Gong
Gambang
Rebab
Siter
Suling
Kempul
Ciri dan peran masing-masing dari perangkat gamelan
Kendhang
Kendhang berfungsi untuk mengatur tempo dalam permainan gamelan dan perannya paling
utama.
Bonang Barung adalah salah satu instrumen pemimpin, perannya lebih penting daripada
Bonang Panerus. Bonang Panerus dimainkan 2X lebih cepat dari Bonang Barung
Demung
Saron
Peking
Lebih penting daripada engkuk meski engkuk dimainkan 2X lebih cepat daripada
Balungan
Termasuk dalam keluarga Balungan
Semacam Gong, tetapi ukurannya lebih kecil daripada gong dan lebih besar daripada
bonang
Dimainkan dengan tongkat berlapis
Slenthem
Semacam Demung, tetapi lebih tipis dan mempunyai satu oktaf dibawah Demung
•Dimainkan dengan tongkat bundar berbalut kain
Gambang
Terdiri atas 18 bilah kayu yang diletakkan pada sebuah resonator berbentuk perahu
Dimainkan dengan dua alat pemukul
Memiliki tangga nada yang mencakup nada mayor dan minor
Rebab
Siter
//www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=
8&ved=0ahUKEwivur2tpJrXAhWBxJQKHYTPAxMQFggyMAI&url=https%3A%2
F%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki%2FGamelan_Jawa&usg=AOvVaw3nPVkkn8cXL8m
zEbxtr3S7 14.03
Jenis-Jenis Gamelan
Gamelan adalah seperangkat orkes musik Jawa, Bali dan Sunda.
Gamelan Jawa terdiri dari instrument : kendang gending,kendang
ketipung,kendang ciblon, gender barung, saron penerus, ketuk
kempyang,kenong,kempul,gong, gambang gangsa dan kecer,
gambang, suling, siter, kemana, cemplung,bonang penembung,
demung, slentem dan rebab.
Gamelan Jawa menurut bahannya ada yang terbuat dari tembaga dan
rejasa (timah putih) dengan perbandingan tembaga 10 rajasa 3
sehingga disebut gangsa (gamelan) dari kata tiga dan sedasa
(sepuluh). Gamelan ini disebut gamelan perunggu. Selain dari
tembaga dan timah putih, ada juga yang dibuat dari bahan besi dan
dari kuningan.
Gamelan Gedhe
Terdiri dari ricikan yang lengkap laras slendro dan laras pelog.
Gamelan gedhe ini untuk keperluan konser karawaitan atau uyon-
uyon.
Gamelan Wayangan
Gamelan Sekaten
Gamelan Gadhon
Gamelan Cokekan
Yaitu Gamelan yang dibuat dari besi dan kungingan yang berbentuk
bilah dengan pencon serta ukurannya lebih kecil sehingga lebih
ringan dan secara ekonomis harganya lebh murah. Instrumennya
terdiri dari : bonang barung, bonang penerus, demung, saron,
slentem, gong, kendang, kenong, kempul. Fungsi gamelan ini sebagai
latihan karawitan di desa-desa dan untuk mengiringi tari tayub yang
berpindah dari desa ke desa (ngamen).
Dibaca : 24685 Kali
Tanggal Posting : Jumat, 18 Oktober 2013
Pengirim : Admin
http://www.hadisukirno.co.id/artikel-detail.html?id=Jenis-Jenis_Gamelan/ 14.04
11112102
S1 – Etnomusikologi
bayu.seto07@gmail.com
A. Pendahuluan
Gamelan adalah salah satu ansambel musik dari indonesia yang saat ini banyak menjadi bahan
pembicaraan di kancah nasional maupun internasional, khusunya adalah gamelan jawa. Di dalam
ansambel gamelan jawa terdapat 4 taksonomi alat musik menurut fungsinya yakni (1) ricikan garap
yang terdiri dari Kendhang, gender barung, gender penerus, rebab, dan gambang, (2) ricikan balungan
terdiri dari saron barung, saron penerus, demung, slenthem, bonang barung, dan bonang penerus (3)
ricikan struktural terdiri dari kenong, kethuk-kempyang, kempul dan gong (4) ricikan paesan terdiri
dari suling dan siter. Gamelan di dalam science memberikan kontribusi yang sangat besar sebagai
bahan penelitian, wacana dan pengkajian. Pengkajian pada gamelan ini banyak dilakukan oleh para
mahasiswa dan etnomusikolog dunia. Salah satu dari focus kajiannya adalah dalam hal organologi,
seperti salah satunya proses pembuatan dari pada gamelan. Di dalam tulisan ini akan sedikit
dipaparkan bagaimana proses pembuatan salah satu ricikan struktural pada gamelan jawa yakni gong
ageng. Gong ageng adalah alat musik berbentuk silinder dengan diameter sekitar 55 cm yang memiliki
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan gong ageng adalah berbagai macam benda jenis palu.
Disebutkan adalah palu tengah, palu pangarep, palu tepong, palu laga (untuk membuat sudut) , palu
mendan, palu dedegan, palu julukan (untuk membuat plencon), palu kentengan (palu untuk
pembatas), dan palu apit. Selain peralatan jenis palu ada juga peralatan lain seperti supit yakni alat
yang berfungsi untuk mengambil bahan dari bara api atau barang panas lain selama proses
penempaan. Ada juga cutat yang biasa di gunakan oleh seorang panji yang berfungsi untuk membantu
tugas supit. Pada saat penempaan juga digunakan alat sebuah besi seng bertongkat dan juga kulit
Pada umumnya bahan untuk membuat gong adalah dari besi, kuningan, perunggu bahkan yang
baru-baru ini adalah dari alumunium. Dari bahan-bahan tersebut yang paling baik dinilai oleh
masyarakat dan para seniman untuk dijadikan gamelan adalah yang terbuat dari bahan perunggu.
Bronze is a metal alloy produced by blending copper and tin in various amounts, depending on the
application (S.E. Smith)[1]. Seperti ungkapan smith tersebut, campuran bahan yang utama dalam
pembuatan gong ageng dari perunggu adalah tembaga dan timah putih dengan perbandingan 10:3.
Di dalam tempat pembutan gamelan atau disebut besalen langkah pertama yang dilakukan
seorang panji/pande (seorang pembuat gamelan) adalah melebur bahan tembaga dan timah putih di
dalam kowi. Kowi adalah bahan tanah liat dan arang sebagai media melebur bahan gamelan sekaligus
juga sebagai campuran. Untuk pembuatan gong ageng biasanya menggunakan 20 kg tembaga dan 6
kg timah putih serta di campur dengan rongsokan alat musik bekas kurang lebih seberat 5 kg. Setelah
bahan dasar gong di dalam kowi mencapai suhu didih tertentu kemudian di lakukan proses jujutan
yakni proses untuk pengetesan bahan. Di dalm proses ini di ambil dua sampel bahan. Prosesnya adalah
dengan salah satu sampel di tempa hingga tipis dan di lekukan dua kali. Setelah bahan sampel di
lekukan kemudian disepuh ke dalam air. Proses yang satu ini bertujuan untuk mengetahui kadar
keuletan bahan. Untuk sampel bahan yang lain di tempatkan pada onggokan debu dan di gosok
dengan debu supaya mencapai suhu dingin. Setelah itu bagian sampel ini di pecah menjadi dua. Salah
satu pecahannya di ambil untuk di lihat kadar kerapatan atau kasar halusnya. Jika ternyata hasilnya
bahan menjadi kasar berarti kelebihan tembaga dan kurang timah putih. Dan jika bahan lebih halus
Setelah proses jujutan kemudian bahan gong ageng di masukan kedalam penyingen yakni
sebuah tempat besar untuk membakar gong dengan diameter kurang lebih 55 cm (sesuai ukuran gong
ageng). Sebelum pencetakan terlebih dahulu penyingen di olesi dengan bahan malam yang bertujuan
untuk membuat permukaan gong yang rata dan halus. Sambil bahan gong di panaskan juga di
campurkan dengan sekam. Ini juga bertujuan untuk membuat permukaan gong yang rata dan halus.
Setelah bahan gong mulai panas kemudian di lakukan proses penempaan. Proses penempaan ini
merupakan proses inti dari pembuatan gong. Pertama yang dilakukan dalam proses ini adalah nyeset.
Proses nyeset adalah merupakan proses penempaan pada bagian tepi laker untuk menebalkan bagian
yang nanti menjadi lambe gong dan di lakukan berulang-ulang dalam laker yang tetap dalam keadaan
panas, dalam waktu kurang lebih 30 samapi 40 detik dalam proses pengentasan dan pengapian. Proses
ini dilakukan berulang-ulang karena secara keseluruhan ini merupakan proses pembentukan dasar
gong. Setelah pola dasar gong terbentuk kemudian dilakukan penempaan pada bagian jari-jari dengan
Proses selanjutnya adalah menconi yaitu proses membuat plencon pada gong. Proses ini
membutuhkan keahlian seorang pande untuk mengambil titik awal penempaan dengan menggunakan
paron berlubang seukuran paron gong. Proses menconi juga dilakukan berulang-ulang hingga
mencapai bentuk plencon yang di inginkan. Setelah itu dilakukan proses penempaan untuk meratakan
bagian rai, rejb dan panggul. Setelah bahan perunggu mengalami proses-proses tersebut dan
terbentuk menjadi gong ageng, dilakukanlah proses ngelem yakni proses penyepuhan atau
perendaman gong di dalam bak air yang besar. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan gong dengan
bahan yang kuat. Sebelum masuk proses finishing, gong ageng terlebih dahulu di tempa dengan kapak
untuk membentuk garis tanda pembatas antara rai dan rejeb. Terakhir adalah proses finishing atau
dalam istilah para pembuat gamelan disebut menak dengan cara di gosok sampai berubah warna
menjadi mengkilap. Tahap terakhir dilakukan proses pelarasan untuk menentukan nada sesuai
keinginan pemesan.
Reaksi:
http://bayuallegrosanaparane.blogspot.co.id/2012/11/pembuatan-gamelan-gong-ageng.html/
14. 06
Menurut pendapat Brandes, bahwa bangsa Indonesia telah menguasai telah menguasai
metalourgi sebelum mendapat pengaruh dari kebudayaan India ( Haryono, 2006).
Warisan tehnologi masa lampau untuk pembuatan benda-benda dari bahan metal
hingga saat ini masih dipergunakan, termasuk pembuatan gamelan yang masih
dilakukan secara maual dengan menggunakan teknologi dan peralatan yang mayoritas
masih sangat sederhana.
Secara tehnis pembuatan artefak logam dilakukan dengan dua metode yang berlainan,
yaitu: tehnik tempa dan tehnik cetak (Haryono,2006). Demikian juga dengan proses
pembuatan gamelan jawa. Penerapan tehnik sangat tergantung Pada karakteristik
material yang dipergunakan sebagai bahan baku. Masing masing bahan mempunyai
elemen kimia yang berbeda, sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan, warna, dan
sifat-sifat dasaryang terdapat pada masing-masing jinis logam.
Secara teknis pula proses pembuatan gamelan masih memarisi tehnologi yang
dipergunakan pada pembuatan artefak logam pada masa lampau,yaitu dengan cara di
cetak atau di tempa. Proses inilah yang memberikan perbedaan siknifikan pada kualitas
gamelan. Disamping itu, juga tergantung pada alternatif penggunaan bahan yang di
aplikasikan pada gamelan. Secara sepintas hanya dengan memperhatikan aspek tekis
dan bahannya dapat memberikan gambaran dan pemetaan yang dapat membedakan
kualiatasnya.
Perlu dicatat bahwa kedua proses, yaitu teknik cetak atau cor dan teknik tempa dapan
dilakukan pada serangkaian proses pembuatan gamelan, yaitu pada material perunggu.
Namun pada matrial singen hanya dilakukan dengan proses pencentakan tanpa
penempaan. Pada matrial lainnya ( besi, kuningan, alumunium, pamor) hanya dilakukan
dengan teknik tempa tnpa melalui proses pencetakan.
Berikut ini adalah proses pembuatan gamelan dengan metode dan material yang
berbeda.
1.Teknik Cetak / Cor
Gamelan perunggu dibuat dengan mencampurkan dua material (tembaga dan timah)
atau tiga material (tembaga, timah dan timbal )peleburan dan selanjutnya dilakukan
proses pencetakan untuk mendapatkan bentuk dasar / lakar. Selanjutnya dilakukan
proses penempaan dalam keadaan panas untuk membentuk bahan menjadi bilah atau
pencon dan penempaan pada proses nguni-uni tanpa dendan proses pemanasan terlebih
dahulu.
Secara teknis proses tersebut tidak sama dengan tahapan yang dilakukan pada
pembuatan gamelan kuningan dan besi yang dibuat dengan metode dan proses yang jauh
lebih sederhana, yaitu dengan teknik tempa tanpa pemenasan. Demikian juga dengan
proses pembuatan gamelan krumpyung yang dilakukan dengan cara memotong dan
membentuk material baku berupa buluh bambu denan menggunakan beberapa jenis
pisau tajam. Kesederhanaan dalam proses pembuatan gamelan dengan ketiga material
terakhir tidak diartikan sebagai sebuah keterbatasan atau ketidakbisaan untuk
membuat gamelan dengan bahan perunggu, tetapi lebih berdasarkan pada beberapa
pertimbangan yang berpijak pada sifat yang dimiliki oleh beberapa material tersebut,
penyerdehanaan proses dan ketergantungan pada ketersedian bahan. Bila tidak terdapat
kendala seperti yang disebutkan di atas sangat dimungkinkan dilakukan pembuatan
gamelan dengan ketiga material dengan teknik yang lain,yaitu teknik peleburan dan
pencetakan.
Sejauhini teknik cetak tuang hanya dilakukan pada dua material gamelan, yaiu
perunggu dan singen. Teknik cetak atau cor dalam disiplin ilmu metalurgi disebut
dengan istilah cire perdue. Teknik tersebut diterapkan pada pembuatan gamelan untuk
memproses bahan baku menjadi bahan setengah jadi.
Tahap pertama pada proses pencetakan gamelan perunggu dan singen diawali dengan
memasak beberapa bahan baku masing-masing hingga menjadi cairan yang homogen.
Kemudian dilakukan pencetakan dengan menggunakan kowi, yaitu sebuah media yang
terbuat dari tanah liat dengan bentuk dan ukuran yang beragam.
Saroyo berpendapat, bahwa material gamelan dapat dibentuk dengan cara dicatak
tidak memiliki tingkat kekerasan yang diperlukan untuk pembuatan gamelam. Sepintas
, material yang telah dilebur menunjukan campuran yang homogen, namun pada
kenyataannya tidak demikian. Sifat edhesif dan kohesitasnya tidak cukup sehingga
mempengaruhi kepadatan dan kekerasannya yang berimbas pada kualitas bunyi yang
dihasilkan dan kemampuan untuk menahan pukulan tabuh atau pemukul gamelan
(mallet). Metode yang ditempuh pada pengerjaan bakalan perunggu (bentuk dasar
setelah dicetak ) dilakukan dengan proses tempa dengan pemanasan dan tempa dingin
pada proses nguni-uni (menciptankan bunyi),sedangkan untuk logam singen tidak
dilakukan proses tersebut. Pencetakan maerial pada gamelan singen dilakukan dengan
ketepatan pada bentuk, ukuran dan berat materialnya yang berpengaruh pada nada
yang di inginkan , sehingga setiap bilah di cetak dengan satu kowi. Proses nguni-uni dan
pelarasan dilakukan sekaligus dengan proses ngesik, yaitu dengan cara mengurangi
bagian permukaan bilah untuk mendapatkan penampilan pada bentuk dan
membersihkan warna hitam dari proses pembakaran untuk mendapatkan warna yang
bersih dan mengkilat. (Wawancara dengan Saroyo).
2. Teknik Tempa
Ilmu metalurgi membedakan teknik tempa menjadi dua, yaitu teknik tempa dingin
(tanpa pemanasan) dan teknik tempa dengan pemanasan(Haryono,2004). Kedua teknik
tempa pada proses pembuatan gamelan jawa pada dasarnya dilakukan untuk
membentuk material, nguni-uni (menciptakan bunyi), dan melaras nada yang tepat, baik
pada instrumen gamelan jawa yang berbentuk bilah atau pencon.
Salah satu teknik yang diterapkan pada proses penempaan material gamelan adalah
teknik penempaan tanpa pemanasan yang juga dikenal dengan istilah cold hammering.
Metode tersebut dilakukan hampir pada semua material yang sudah terbiasa
dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan gamelan, misalnya: besi, kuningan, dan
perunggu. Demikianjuga dengan beberapa material yang telah menjadi bahan alternatif
pada saat ini, misalnya: aluminium dan pamor.
Teknik tempa tidak dilakukan pada material lainnya seperti kaca dan singen, karena
kedua material tersebut tidak memiliki tingkat kekerasan setara bila dibandingkan
dengan beberapa material yang telah disebutkan di atas, sehingga tidak tahan untuk
ditempa. Perlu dicatat bahwa cold hammering pada gamlan perunggu hanya dilakukan
dalam proses nguni-uni atau menciptakan bunyi. Namun demikian dari sekian banyak
bahan baku yang dipergunakan terdapat beberapa material yang tidak memerlukan
proses pemanasan terlebih dahulu, terutama pada tahapan paling awal setelah bahab
baku tersebut dibentuk menjadi bakalan, yaitu material yang sudah tersedia dalam
bentuk bakal bilah atau potongan pelat untuk pencon. Secara spesifik dapat dibatasi
bahwa material yang dimaksud adalah logam yang termasuk dalam kategori besi (bukan
baja), kuningan dan aluminium.
Material dari besi atau kuningan dengan ketebalan dan tingkat kekerasan yang
diperhitungkan mampu menahan pukulan tabuh yang terbuat dari kayu dipergunakan
untuk membuat bilah pada instrumen demung, saron ricik, dan peking, sedangkan yang
agak tipis dipergunakan untuk membuat bilah pada instrumen slenthem, gender barung
dan gender penerus. Besi atau kuningan dengan tingkat ketebalan yang lebih rendah
daripada material yang dipergunakan pada ketiga instrumen terakhir (slemthem, gender
barung dan gender penerus) dipergunakan pada pembuatan instrumen dalam kategori
pencon, yaitu: bonang barung, bonang penerus, kethuk, kenong, kempyang, gong
suwukan dan gong ageng. Biasanya menggunakan pelat besi yang bisa di dapatkan
ditempat penjualan logam atau drum minyak atau pelat kuningan.
Teknik tempa dengan pemanasan pada material gamelan dari perunggu dilakukan
untuk membentuk material berupa lakaran menjadi bilah atau pencon. Lakaran yang
dihasilkan dari proses pencetakan terdiri dari dua bentuk, yaitu persegi panjang untuk
diproses menjadi instrumen berbentuk bilah dan berbentuk bulat diproses menjadi
instrumen berbentuk pencon.
Penempaan pada kedua jenis lakaran dilakukan dengan batas temperatur tempa yang
disebut egean mealt. Bila temperatur melebihi batas maka perunggumenjadi sangat
lunak, sehingga tempaan yang dilakukan akan meninggalkan bekas berupa ceruk atau
cekungan yang terlalu dalam. Resiko yang paling fatal dapat terjadi bila tempaan
menghasilkan wadur (lubang), sehingga perlu proses tambahan untuk menutup lubang
tersebut. Bila temperatur material tersebut dibawah batas temperatur tempa, maka akan
beresiko lebih paah, yaitu retak atau pecah. Keretakan kecil masih dapat diselamatkan
dengan cara menutup bagian tersebut menggunakan las, tetapi bila retakan terlalu
panjang maka material tersebut harus diproses ulang dengan cara dilebur dan dicetak
kembali menjadi lakar.
Proses penempaan dilakukan oleh panji sepuh sebagai penanggung jawab dibantu
minimal dua pembantu untuk pengerjaan material yang kecil (gender barung, gender
penerus, demung, saron ricik, dan peking) dan maksimal sebelas orang untuk pengerjaan
gong ageng. Proses tersebut dilakukan secara berulang-ulang hingga mendapatkan
bentuk serta ukuran yang telah ditentukan.
Hingga saat ini, pelaksana pada proses pembuatan gamelan yang terdiri dari seorang
panji sepuh (pemimpin di dalam besalen) beserta para pekerja yang membantunya
mengukur batas temperatur tempa hanya dengan pengamatan secara visual.
Kemampuan ini diperoleh berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun.
Material baja biasanya menggunakan pegas (spring) berbentuk pelat dari kendaraan
seperti becak, andong, mobil, bus atau truk. Bahan baku untuk bilah demung biasanya
menggunakan pegas dari mobil, bus, truk, sedangkan saron ricik dan peking
menggunakan material yang lebih tipis, misalnya pegas mobil, andong atau becak.
Material gamelan dari baja mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi daripada
besi biasa. Pegas dari kendaraan mobil, bus atau truk diciptakan dengan peritungan
mampu menahan beban hingga beberapa ton.
Tahapan yang diterapkan pada proses untuk membuat material berwujud bakalan
bilah demung, saron ricik dan peking, mempunyai kesamaan pada tahapannya dengan
proses pembentukan pada lakaran perunggu. Bakalan berupa potongan besi berbentuk
persegi panjang kemudian di olah dengan metode pemanasan dan penempaan hingga
medapatkan bentuk yang telah ditentukan. Sama halnya dengan pengerjaan pada
material perunggu, baja juga mempunyai batas temperatur tempa, sehingga akan
berakibat fatal bila melampaui batas egeant mealt. Kesalahan pada perhitungan batas
temperatur tempa dapat menghasilkan bentuk tempaan yang tidak rata atau
mengakibatkan bakalan bilah menjadi retak atau pecah. Material yang mengalami
kegagalan pada proses pembentukannya tidak dilakukan pengerjaan lebih lanjut.
Langkah yang biasa ditempuh pengrajin gamelan adalah dengan menggantikannya
dengan bakalan yang lain dan memulai proses dari awal. (Posting by Mulyono)
http://senimusiktradisional.blogspot.co.id/2014/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html/ 14.07
Disebut gamelan Jawa karena memang asal penamaannya dari Bahasa Jawa. Tetapi meski
demikian, gamelan sebenarnya dapat ditemui di berbagai daerah lain. Termasuk Sunda,
Madura, Bali dan Lombok.
Alat-alat musik gamelan didominasi material kayu dan gangsa, atau sejenis logam campuran
timah dan tembaga. Instrumen pengiring gamelan antara lain kendang, bonang, panerus,
gender dan gambang. Juga ada suling, siter, clempung, slenthem, demung dan saron. Selain
tentu saja gong, kenong, kethuk, japan, kempyang, kempul dan peking.
Seawal-awalnya, relief gamelan nampak pada dinding Candi Borobudur yang dibangun pada
abad kesembilan. Relief tersebut menampilkan sejumlah alat musik, termasuk kendang,
suling bambu, kecapi, dawai dan lonceng. Pada masa Hindu-Buddha, gamelan diperkenalkan
kepada masyarakat Jawa dan berkembang di Kerajaan Majapahit.
Secara tradisional sendiri masyarakat Jawa meyakini bahwa gamelan diciptakan oleh Sang
Hyang Guru Era Saka. Dewa penguasa seluruh Tanah Jawa dengan istananya yang berada di
Gunung Mahendra (sekarang Gunung Lawu), daerah Medang Kamulan. Olehnya alat musik
yang pertama diciptakan adalah gong, yang ketika itu digunakan untuk memanggil para
dewa.
Kemudian alat-alat musik pengiring ikut diciptakan juga, untuk menyampaikan pesan yang
sifatnya khusus. Hingga kemudian terbentuklah gamelan dalam wujud seperangkat komplit.
Gamelan Jawa berkembang pesat pada jaman Majapahit. Bahkan menyebar ke berbagai
daerah seperti Bali dan Sunda.
Namun gamelan Jawa Tengah berbeda dengan gamelan Bali, berbeda juga dengan gamelan
Sunda. Gamelan Jawa terbilang memiliki nada yang lebih lembut. Gamelan Bali cenderung
rancak dan gamelan Sunda terdengar mendayu dengan dominasi seruling.
Gamelan Jawa umumnya dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang dan pertunjukan tari.
Sampai kemudian berkembang sedemikian rupa, hingga mampu berdiri sebagai pertunjukan
musik tersendiri. Lengkap dengan iringan suara para sinden.
Manakala berlangsung acara resmi di keraton, misalnya, gamelan diperdengarkan sebagai
alunan musik pengiring. Utamanya bila salah satu anggota keraton melangsungkan upacara
perkawinan khas Jawa. Sampai hari ini pun masyarakat Jawa masih menggunakan gamelan
sebagai pengiring acara resepsi pernikahan.
https://www.kompasiana.com/dewisundari/sejarah-gamelan-jawa-
perkembangannya_591e558ac322bdfe0856a30b / 14.10
ilosofi gamelan Jawa Filosofi gamelan Jawa Kata GAMELAN sendiri berasal dari bahwa Jawa "gamel"
yang berarti memukul/ menabuh, diikuti akhiran "an" yang menjadikannya sebagai kata benda.
Sedangkan istilah gamelan mempunyai arti satu kesatuan alat musik yang dimainkan bersama
GAMELAN mengandung filosofi : G-A-M-E-L-A-N G (Gusti), A (Alloh), M (Maringi, memberi), E (Emut-
ingat), L (Lakonono, jalankan), A (Ajaran), N (Nabi). Kendhang : berasal dari kata kendhali dan
padang. Yang artinya adalah keinginan harus dikendalikan dengan pikiran dan hati yang bersih.
Setiap kita mempunyai keinginan lakukanlah dengan pikiran yang jernih, penuh kepositifan.
Diimbangi dengan hati yang bersih, dengan tujuan bahwa keinginan ini akan membawa kebaikan
bagi orang banyak. 1. Gong : yang berarti agung / besar. Mengandung makna bahwa Allah itu maha
besar. Segala sesuatu bisa terjadi bila ada ijin dari Allah. Kejadian-kejadian itu adalah untuk
mengingatkan kita akan Kebesaran Kuasa Allah 2. Bonang : dari kata babon dan menang. Yang
mengandung arti bahwa kemenangan sejati adalah melawan hawa nafsu pada diri kita.
Kendalikanlah diri kita, jangan mudah terpancing dan gampang menuruti hawa nafsu. Karena
sejatinya pemenang adalah orang yang mampu mengontrol hawa nafsu. 3. Panembung : yang
berarti meminta. Bahwa bila kita menginginkan / meminta sesuatu hanya kepada Allah. Mintalah
hanya kepadaNya. Jangan pernah meminta sesuatu selain kepada Allah. Jangan pernah
menyekutukan Allah 4. Penerus : artinya adalah anak keturunan. Ini mengandung makna bahwa
ajaran dan dakwah Islam wajib diteruskan oleh keturunan kita. 5. Saron : artinya adalah seru atau
keras. Segala usaha dalam da'wah dalam islam harus dilakukan dengan kerja keras dan pantang
putus asa 6. Gambang : artinya adalah gamblang atau jelas. Mengandung makna bahwa dakwah
yang diberikan harus jelas, sehingga maksud dan pesannya tersampaikan dengan sangat jelas,
gamblang dan bisa dimengerti. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi akan kesalahpahaman dalam
penerimaannya. 7. Suling : berasal dari kata nafsu dan eling. Artinya adalah kita harus selalu ingat (
eling ) kepada Allah untuk mengendalikan nafsu kita. CARA MEMBUNYIKAN GAMELAN: 1. Digebuk
Contoh: Bedhuk, Kendang 2. Dipukul Contoh : Gender, gambang, kemanak, kecer, saron, bonang,
kenong, kempul, gong. 3. Digesek : Contoh : Rebab 4. Dipetik Contoh : Celempung dan sitter 5. Ditiup
Contoh : Suling. FILOSOFI BUNYI GAMELAN dari : Kempul atau Kenong dan Bonang yang
menimbulkan bunyi; Neng, Ning, Nung, Nang. NENG (meNENG, diam), NING (weNING, berfikir)
NUNG (ndhuNUNG, berdo'a ), NANG (meNANG, Kemenangan) NONG (Tuhan). Di antaranya dengan
laku prihatin untuk meraih kemenangan melalui empat tahapan yang harus dilaksanakan secara
tuntas. Empat tahapan tersebut dikiaskan ke dalam nada suara salah instrumen Gamelan Jawa yang
dinamakan Kempul atau Kenong dan Bonang yang menimbulkan bunyi; Neng, Ning, Nung, Nang. 1.
Neng; artinya jumeneng(berdiri), sadar atau bangun untuk melakukan tirakat, semedi, maladihening,
atau mesu budi. Konsentrasi untuk membangkitkan kesadaran batin, serta mematikan kesadaran
jasad sebagai upaya menangkap dan menyelaraskan diri dalam frekuensi gelombang Tuhan. 2. Ning;
artinya dalam jumeneng kita mengheningkan daya cipta (akal-budi) agar menyambung dengan daya
rasa- sejati yang menjadi sumber cahaya nan suci. Tersambungnya antara cipta dengan rahsa akan
membangun keadaan yang wening. Dalam keadaan "mati raga" kita menciptakan keadaan batin
(hawa/jiwa/nafs) yang hening, khusuk, bagai di alam "awang-uwung" namun jiwa tetap terjaga
dalam kesadaran batiniah. Sehingga kita dapat menangkap sinyal gaib dari sukma sejati. 3. Nung;
artinya kesinungan. Bagi siapapun yang melakukan Neng, lalu berhasil menciptakan Ning, maka akan
kesinungan (terpilih dan dipilih) untuk mendapatkan anu gerah agung dari Tuhan Yang Mahasuci.
Dalam Nung yang sejati, akan datang cahaya Hyang Mahasuci melalui rahsa lalu ditangkap roh atau
sukma sejati, diteruskan kepada jiwa, untuk diolah oleh jasad yang suci menjadi manifestasi perilaku
utama (lakutama). Perilakunya selalu konstruktif dan hidupnya selalu bermanfaat untuk orang
banyak. 4. Nang; artinya menang; orang yang terpilih dan dipilih (kesinungan), akan selalu terjaga
amal perbuatan baiknya. sehingga amal perbuatan baik yang tak terhitung lagi akan menjadi
benteng untuk diri sendiri. Ini merupakan buah kemenangan dalam laku prihatin. Kemenangan yang
berupa anugrah, kenikmatan, dalam segala bentuknya serta meraih kehidupan sejati, kehidupan
yang dapat memberi manfaat (rahmat) untuk seluruh makhluk serta alam semesta. Seseorang akan
meraih kehidupan sejati, selalu kecukupan, tentram lahir batin, tak bisa dicelakai orang lain, serta
selalu menemukan keberuntungan dalam hidup(meraih ngelmu beja). Neng adalah Syariatnya, Ning
adalah Tarekatnya, Nung adalah Hakekatnya, Nang adalah Makrifatnya. MAN AROFA NAFSAHU
FAQOD AROFA ROBBAHU Barang siapa mengenal nafs (diri)nya, maka dia mengenal Tuhan nya. WA
MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia
merasa bodoh. MAN TOLABAL MAOLANA BIGOERI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN BAIDA Barang siapa
yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri maka dia akan tersesat semakin jauh. IQRO KITAB
BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri
kalian sendiri. ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU DHOHIRULLAAH : Allah itu bathinnya manusia,
manusia adalah dhohirnya (kenyataannya) Allah. AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU : Rahasia kalian
adalah rahasia-Ku. LAA YARIFALLAAHU GHOIRULLAH : Yang mengenal Allah hanya Allah. AROFTU
ROBBI BI ROBBI : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan. MAA AROFNAKA HAQQO MA'RIFATAKA