Anda di halaman 1dari 20

PERCOBAAN XI

PEMERIKSAAN ENZIM TRANSAMINASE SERUM

1. TUJUAN
Untuk mengetahui adanya enzim transaminase dalam serum

2. PRINSIP
Sekarang pemeriksaan enzim transaminase yang direkomendasi oleh IFCC

(International Federation Clinical Chemistry) yaitu teknik UV Kinetik pada 340

nm.

3. METODA
SGOT ~ ASAT & SGPT ~ ALAT

Prinsip
Enzim yang ada dalam serum pasien mengkatalisir reaksi antara oksaloglutarat

dengan L alanin, membentuk glutamat dan piruvat. Piruvat yang terbentuk

bereaksi dengan NADH yang akan membentuk laktat dan NAD. Berkurangnya

NADH akan sebanding dengan aktifitas GPT yang dapat dilihat dari ∆ A setelah 1

menit reaksi berlangsung.

Adapun prinsip dari percobaan ini adalah penentuan kadar dalam darah dari :
a. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase).

ASAT
L-aspartat + 2-oksoglutarat L-glutarat + oksaloasetat

Oksaloasetat + NADH + H+ MDH


D-malat +NAD+
b. SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase)

ASAT
L-alanin + 2-oksoglutarat L-glutamat + piruvat

Piruvat + NADH + H+ MDH


D-laktat +NAD+

4. TINJAUAN PUSTAKA

SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama oleh


sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis, biasanya
kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes laboratorium, keduanya
dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati.

Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh yang terletak disebelah kanan atas
rongga perut, tepat dibawah diafragma (sekat yang membatasi daerah dada dan perut).
Bentuk hati seperti prisma segitiga dengan sudut siku-sikunya membulat, beratnya sekitar
1,25-1,5 kg dengan berat jenis 1,05. Ukuran hati pada wanita lebih kecil dibandingkan
pria dan semakin kecil pada orang tua, tetapi tidak berarti fungsinya berkurang. Hati
mempunyai kapasitas cadangan yang besar dan kemampuan untuk regenerasi yang besar
pula. Jaringan hati dapat diambil sampai tiga perempat bagian dan sisanya akan tumbuh
kembali sampai ke ukuran dan bentuk yang normal. Jika hati yang rusak hanya sebagian
kecil, belum menimbulkan gangguan yang berarti.

Kapiler empedu dan kapiler darah di dalam hati saling terpisah oleh deretan sel-
sel hati sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur. Namun, jika hati terkena
infeksi virus seperti hepatitis, sel-sel hati bisa pecah dan akibatnya darah dan empedu
bercampur. Hati berfungsi sebagai faktor biokimia utama dalam tubuh, tempat
metabolisme kebanyakan zat antara. Fungsi hati normal harus dikonfirmasi sebelum
operasi terencana.
Fungsi hati

Seperti ukurannya yang besar, hati juga mempunyai peranan besar dan memiliki lebih
dari 500 fungsi. Berikut ini fungsi-fungsi utama hati :
1. Menampung darah
2. Membersihkan darah untuk melawan infeksi
3. Memproduksi dan mengekskresikan empedu
4. Membantu menjaga keseimbangan glukosa darah (metabolisme karbohidrat)
5. Membantu metabolisme lemak
6. Membantu metabolisme protein
7. Metabolisme vitamin dan mineral
8. Menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh (detoksifikasi)
9. Mempertahankan suhu tubuh

Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino antara


suatu asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau transaminase
oleh tata nama lama yang masih popular. Dua aminotransferase yang paling sering diukur
adalah alanine aminotransferase (ALT), yang dahulu disebut “glutamate-piruvat
transaminase” (GPT), dan aspartate aminotransferase (AST), yang dahulu disebut
“glutamate-oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun AST memerlukan
piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat ini sering ditambahkan ke reagen
pemeriksaan untuk meningkatkan pengukuran enzim-enzim ini seandainya terjadi
defisiensi vitamin b6 (misal: hemodialysis, malnutrisi).
Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak dijumpai di hati,
karena peran penting organ ini dalam sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam
amino ke jalur-jalur biokimiawi lai. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel
dengan konsentrasi ALT yang tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka
mengandung kadar sedang. ALT dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas,
paru, lima, dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas yang relative
tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di hati, miokardium, dan otot
rangka; eritrosit juga memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit mengandung AST
tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ALT.

Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati apabila


keduanya meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena hepatitis, dapat
menyebabkan peningkatan baik AST maupun ALT menjadi ribuan IU/Liter. Pengukuran
aminotransferase setiap minggu mungkin sangat bermanfaat untuk memantau
perkembangan dan pemulihan hepatitis atau cedera hati lain. Gangguan hati sendiri
bentuknya bermacam-macam, dengan jumlah penderita tak sedikit. Jumlah pengidap
hepatitis C saja sekitar 3% dari populasi. Belum lagi hepatitis A dan B yang jumlahnya
jauh lebih banyak. Apalagi jika ditambah dengan perlemakan hati, sirosis, intoksikasi
obat, fibrosis hati, dan penyakit lain yang nama-nya jarang kita dengar. Penyakit-penyakit
tadi umumnya ditandai dengan peningkatan angka SGOT-SGPT.

Namun, kedua enzim itu tidak 100% dihasilkan oleh liver. Sebagian kecil juga
diproduksi oleh sel otot, jantung, pankreas, dan ginjal. Itu sebabnya, jika sel-sel otot
mengalami kerusakan, kadar kedua enzim ini pun meningkat. Rusaknya sel-sel otot bisa
disebabkan oleh banyak hal, misalnya aktivitas fisik yang berat, luka, trauma, atau
bahkan kerokan. Ketika kita mendapat injeksi intra muskular (suntik lewat jaringan otot),
sel-sel otot pun bisa mengalami sedikit kerusakan dan meningkatkan kadar enzim
transaminase ini. Pendek kata, ada banyak faktor yang bisa menyebabkan kenaikan
SGOT-SGPT.
Dibandingkan dengan SGOT, SGPT lebih spesifik menunjukkan ketidakberesan
sel hati, karena SGPT hanya sedikit saja diproduksi oleh sel nonliver. Biasanya, faktor
nonliver tidak menaikkan SGOT-SGPT secara drastis. Umumnya, tidak sampai 100% di
atas BAN. Misalnya, jika BAN kadar SGPT adalah 65 unit/liter (u/l), kenaikan akibat
bermain sepakbola lazimnya tak sampai dua kali lipat. Jika kadarnya melampaui dua kali
lipat, ini pertanda mulai menyalanya lampu merah yang harus diwaspadai. Jangan “sakit
hati” jika dokter curiga kita mengidap sakit hati. BAN sendiri bisa berbeda
antarlaboratorium. Jika pernah tes darah di dua laboratorium yang berbeda, dan
mendapatkan BAN yang berbeda, Anda tak perlu heran. “Batas atas normal tergantung
pada reagen dan alat yang digunakan,” jelas Rino. Di rumah sakit tertentu, BAN kadar
SGPT bisa 40 u/l, tapi di klinik lain bisa 65 u/l. Ini hanya masalah teknis pemeriksaan. itu
sebabnya, kita tak bisa menyatakan tinggi rendahnya SGOT-SGPT dari angka absolut,
tetapi dari nilai relatif (dibandingkan dengan BAN).

 SGPT

SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim


yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan
otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada
kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.
SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara
semi otomatis atau otomatis.

Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :


Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L
Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
 Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati
(toksisitas obat atau kimia).
 Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan
empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT).
 Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis
biliaris.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :


 Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar.
 Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena dapat
meningkatkan kadar.
 Hemolisis sampel.
 Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin, karbenisilin,
eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin, tetrasiklin), narkotika
(meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi (metildopa, guanetidin), preparat
digitalis, indometasin (Indosin), salisilat, rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol
(Inderal), kontrasepsi oral (progestin-estrogen), lead, heparin.
 Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.

 SGOT

SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim


yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai
pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali
jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi.
Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai
puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah
4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan
dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat
dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan
tetap demikian dalam waktu yang lama. SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara
fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer atau
spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer.

Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :


Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L

Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
 Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark
miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa.
 Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu, aritmia
jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia
muscularis.
 Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium
tremeus, cerebrovascular accident (CVA).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
 Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST.
 Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar
SGOT/AST.
 Hemolisis sampel darah.
 Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin, karbenisilin,
klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin,
polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein,
morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin,
preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid
(INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum
positif atau negatif yang keliru.
5. ALAT DAN BAHAN

A. Alat :
- Tabung reaksi

- Rak tabung reaksi

- Pipet mikro

- Tip

- Kuvet
- Spektrofotometer UV

- Oven

- Tissue

B. Bahan :
- Reagen Solution (R1)

- Reagen Start (R2)

- Sampel (Serum)
6. PROSEDUR KERJA

1. Pemeriksaan SGOT (ASAT) dan SGPT (ALAT)

Zat SGOT SGPT


Reagen Solution (R1) 1200 μl 1200 μl
Reagen Start (R2) 300 μl 300 μl
Sampel (Serum) 150 μl 150 μl

 Campur reagen 1, reagen 2 dan sampel langsung ke dalam kuvet dan aduk
hingga homogen, tunggu dan setelah lebih kurang selama 1 menit baca
Absorbannya. Kemudian baca kembali absorbannya tiap menit selama 3 menit.
 Catat hasil pembacaan absorban dan cari ∆ A rata-rata / menit.
Hal yang sama dilakukan baik untuk pemeriksaan SGOT maupun SGPT.
7. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL :

Tabel Hasil Pemeriksaan Enzim Transaminase Serum

Kelompok SGOT SGPT


Absorban Aktifitas Absorban Aktifitas
1 1) 1,561 2) 1,557 6,984 U/L 1) 1,413 2) 1,412 5,304 U/L
3) 1,552 4) 1,546 3) 1,403 4) 1,404

2 1) 1,169 2) 1,164 9,312 U/L 1) 2,109 2) 2,108 4,417 U/L


3) 1,159 4) 1,153 3) 2,104 4) 2,101

3 1) 0,983 2) 0,977 11,06 U/L 1) 2,539 2) 2,534 5,302 U/L


3) 0,974 4) 0,964 3) 2,532 4) 2,530

4 1) 0,929 2) 0,946 -5,76 U/L 1) 1,804 2) 1,799 6,482 U/L


3) 0,951 4) 0,939 3) 1,797 4) 1,793

5 1) 0,925 2) 0,919 9,899 U/L 1) 1,822 2) 1,815 8,256 U/L


3) 0,916 4) 0,908 3) 1,813 4) 1,808

GAMBAR KETERANGAN

Reagen Solution (R1), Reagen Start


(R2) dan Sampel (Serum) berada di
dalam oven dan suhu harus selalu
terjaga pada 37oC
PERHITUNGAN KELOMPOK IV

1) Perhitungan SGOT

- Absorban 1 = 0,929

- Absorban 2 = 0,946

- Absorban 3 = 0,951

- Absorban 4 = 0,939

∆ Abs = (abs 1 - abs 2) + (abs 2 - abs 3) + (abs 3 - abs 4)

3
= (0,929 - 0,946) + (0,946 - 0,951) + (0,951 - 0,939)

= (-0,017) + (-0,005) + (0,012)

= -0,01

= -0,0033

Aktifitas = ∆ Abs x Faktor SGOT


= - 0,0033 x 1746 U/L

= - 5,76 U/L
2) Perhitungan SGPT

- Absorban 1 = 1,804

- Absorban 2 = 1,799

- Absorban 3 = 1,797

- Absorban 4 = 1,793

∆ Abs = (abs 1 - abs 2) + (abs 2 - abs 3) + (abs 3 - abs 4)

3
= (1,804 - 1,799 ) + (1,799 - 1,797) + (1,797 - 1,793)

= (0,005) + (0,002) + (0,004)

= 0,011

= -0,00366

Aktifitas = ∆ Abs x Faktor SGPT


= 0,00366 x 1768 U/L

= 6,482 U/L
B. PEMBAHASAN :

Pada praktikum biokimia klinik kali ini, dilakukan percobaan pemeriksaan enzim
transaminase serum. Dimana percobaan ini dapat dilakukan dengan penentuan kadar
aktifitas SGOT dan SGPT dalam serum melalui pembacaan absorban dengan
menggunakan spektrofotometer UV/Vis. Praktikum ini bertujuan untuk memeriksa fungsi
hati dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh. Berbagai
penyakit dan infeksi dapat menyebabkan kerusakan akut maupun kronis pada hati,
menyebabkan peradangan, luka, penyumbatan saluran empedu, kelainan pembekuan
darah, dan disfungsi hati. Jika besarnya kerusakan cukup bermakna, maka akan
menimbulkan gejala-gejala seperti jaundice, urine gelap, tinja berwarna keabuan terang,
pruritus, mual, kelelahan, diare, dan berat badan yang bisa berkurang atau bertambah
secara tiba-tiba. Deteksi dini penting dengan diagnosis lebih awal guna meminimalisir
kerusakan dan menyelamatkan fungsi hati.

Salah satu cara untuk mendeteksi adanya kerusakan hati adalah dengan
memeriksa aktivitas enzim Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT) atau Aspartat
Aminotransferase (AST) dalam serum. Enzim ini terdapat dalam sitoplasma dan
mitokondria sel hati. Bila terjadi kerusakan hati akan terjadi peningkatan permeabilitas
membran sel sehingga komponen-komponen sitoplasma akan keluar dari sel, dan apabila
membran intraseluler seperti mitokondria rusak maka enzim-enzim yang terdapat di
dalamnya juga mengalami peningkatan aktivitas dalam serum. Berdasarkan hal tersebut,
maka peningkatan aktivitas enzim GOT atau AST dalam serum dapat diukur dan
dijadikan salah satu parameter kerusakan fungsi hati. Namun enzim Glutamat
Oxaloacetate Transaminase (GOT) atau Aspartat Aminotransferase (AST) tidak hanya
terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam otot jantung, otot rangka, pankreas,
ginjal, paru-paru, dan otak. Sehingga, jika terjadi peningkatan aktivitas enzim GOT tidak
hanya mengindikasikan adanya kerusakan hati, tetapi akan berhubungan dengan adanya
kerusakan pada organ lain. Hal itu yang menyebabkan pemeriksaan SGOT kurang
spesifik untuk mendeteksi kerusakan hati. Lebih baik menggunakan pemeriksaan Serum
Glutamat Pyruvat Transaminase (SGPT) karena enzim GPT hanya terdapat dalam
sitoplasma sel hati.

Tahap pertama dalam melakukan pemeriksaan GOT adalah memipet reagen 1


sebanyak 1200 µl, reagen 2 sebanyak 300 µl dan sampel serum sebanyak 150 µl ke dalam
kuvet menggunakan mikropipet dengan skala yang sudah diatur sebelumnya. Pemipetan
menggunakan mikropipet bertujuan supaya diperoleh volume yang lebih akurat karena
akurasi mikropipet ini sangat tinggi. Tip yang digunakan pun harus diperhatikan
kebersihannya unuk meminimalisir kontaminasi yang mempengaruhi absorbansi sampel.
Ketiga zat dicampur hingga homogen sambil diaduk sebentar dan diinkubasi selama 1
menit dalam suhu 37oC. Inkubasi ini dilakukan agar serum dan reagen bereaksi. Reagen I
yang digunakan berfungsi sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi
pemeriksaan ini supaya menjaga kestabilan aktivitas GOT karena enzim sangat sensitif
terhadap perubahan pH. L-Aspartat berfungsi sebagai asam amino yang akan diubah
menjadi L-glutamat dengan dikatalisis oleh enzim Glutamat Oxaloacetat Transaminase
(GOT). MDH (Malat Dehidrogenase) dan LDH (Laktat Dehidrogenase) juga merupakan
enzim yang akan mengkatalisis reaksi selanjutnya dari produk yang dihasilkan dari reaksi
dengan katalisator GOT tadi.

Cara lain untuk mendeteksi adanya kerusakan hati adalah dengan memeriksa
aktivitas enzim Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) atau Alanin Aminotransferase
(ALT) dalam serum. Enzim ini terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria sel hati. Bila
terjadi kerusakan hati akan terjadi peningkatan permeabilitas membran sel sehingga
komponen-komponen sitoplasma akan keluar dari sel dan apabila membran intraseluler
seperti mitokondria rusak maka enzim-enzim yang terdapat di dalamnya akan mengalami
peningkatan aktivitas dalam serum. Berdasarkan hal tersebut, maka peningkatan aktivitas
enzim GPT atau ALT dalam serum dapat diukur dan dijadikan salah satu parameter
kerusakan fungsi hati. Enzim Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) atau Alanin
Aminotransferase (ALT) hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati sehingga enzim ini
lebih sensitif untuk pemeriksaan kerusakan fungsi hati.
Tahap pertama dalam melakukan pemeriksaan GPT adalah sama dengan
perlakuan untuk pemeriksaan GOT tadi, yaitu dengan memipet reagen 1 sebanyak 1200
µl, reagen 2 sebanyak 300 µl dan sampel serum sebanyak 150 µl ke dalam kuvet
menggunakan mikropipet dengan skala yang sudah diatur sebelumnya. Pemipetan
menggunakan mikropipet bertujuan supaya diperoleh volume yang lebih akurat karena
akurasi mikropipete ini sangat tinggi. Begitu juga dengan tip yang digunakan pun harus
diperhatikan kebersihannya unuk meminimalisir kontaminasi yang mempengaruhi
absorbansi sampel. Ketiga zat dicampur hingga homogeny sambil diaduk sebentar dan
diinkubasi selama 1 menit dalam suhu 37oC. Inkubasi ini dilakukan agar serum dan
reagen bereaksi. Reagen I berfungsi sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi
pemeriksaan ini supaya menjaga kestabilan aktivitas GPT karena enzim sangat sensitif
terhadap perubahan pH. L-Alanin berfungsi sebagai asam amino yang akan diubah
menjadi L-glutamat dengan dikatalisis oleh enzim Glutamat Piruvate Transaminase
(GPT). LDH (Laktat Dehidrogenase) juga merupakan enzim yang akan mengkatalisis
reaksi dari produk perubahan L-Alanin yang dikatalis oleh GPT, yaitu piruvat, yang akan
diubah menjadi laktat. Enzim GPT ini akan mengkatalisis pemindahan gugus amino pada
L-Alanin ke gugus keto dari alfa-ketoglutarat membentuk glutamat dan piruvat.
Selanjutnya piruvat direduksi menjadi laktat.

Reaksi tersebut dikatalisis oleh Laktat Dehidrogenase (LDH) yang membutuhkan


NADH dan H+. NADH akan mengalami oksidasi menjadi NAD+. Banyaknya NADH
yang dioksidasi menjadi NAD+ sebanding dengan banyaknya enzim GPT. Hal itulah
yang akan diukur secara fotometri. Campuran diinkubasi selama 3 menit agar seluruh
reagen bereaksi sempurna dengan sampel. Pada setiap menitnya diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang 365 nm karena pada
panjang gelombang tersebut, sampel akan memberikan serapan maksimum. Dilakukan
pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis karena mempunyai
sensitivitas yang relatif tinggi, pengerjaanya mudah sehingga pengukuran yang dilakukan
cepat, dan mempunyai spesifisitas yang baik.
Kuvet dimasukkan ke dalam Spektrofotometer UV/Vis untuk diukur
absorbansinya. Namun sebelumnya dilakukan pengukuran blanko terlebih dahulu.
Pembuatan larutan blanko sama dengan pembuatan larutan sampel yang akan diuji, tetapi
hanya berisi reagen I dan II tanpa adanya sampel. Blanko ini berfungsi supaya alat
spektrofotometer UV/Vis mengenal matriks selain sampel. Kemudian setting blank
sehingga ketika pengukuran hanya sampel yang diukur absorbansinya. Setelah itu, kuvet
yang berisi sampel dimasukkan ke tempat kuvet dan dilihat absorbansinya pada layar
readout. Kuvet diambil dan diukur lagi setelah interval waktu 1 menit selama 3 menit.
Sebelum pengukuran sampel, selalu dilakukan blanko untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat.

Selama proses pemeriksaan ini, bagian bening kuvet tidak boleh disentuh oleh
tangan karena sumber sinar akan diteruskan melalui bagian bening kuvet. Jika bagian
bening kuvet terkontaminasi oleh tangan, maka akan mempengaruhi nilai absorbansi
karena protein-protein yang terdapat pada tangan akan ikut menempel pada permukaan
kuvet. Hal ini akan memungkinkan kesalahan dalam menginterpretasikan data yang
diperoleh. Pada prinsipnya, suatu molekul yang dikenai suatu radiasi elektromagnetik
pada frekuensi yang sesuai akan menyerap energi dan energi molekul tersebut
ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, sehingga terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi)
energi oleh molekul. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu
sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, dan jumlah cahaya yang
diabsorpsi berbanding lurus dengan konsentrasinya sesuai hukum lambert-beer. Setelah
dilakukan pengukuan aborbansi, data dicatat untuk dihitung dan diinterpretasikan.

Kemudian, dilihat dari hasil data yang didapat, menunjukan bahwa aktivitas GPT
yang didapat adalah 6,482 U/L. Bila sampel yang didapat dari pasien wanita ataupun pria,
angka aktivitas GPT yang didapat adalah < nilai rujukan normal [Laki-laki : 10 - 35 U/L
& Wanita : 10 - 31 U/L (suhu inkubasi 37oC)]. Sedangkan untuk pemeriksaan GOT
menunjukan aktivitas yang didapat sebesar -5,76 U/L. Hal ini mungkin dikarenakan pada
proses pencampuran zat yang kurang diaduk sehingga campuran di dalam kuvet menjadi
kurang homogen dan reaksi yang terjadipun menjadi tidak sempurna sehingga pada
proses pembacaan menggunakan spektrofotometer UV/Vis absorban GOT yang terukur
semakin lama bukannya semakin menurun tetapi malah semakin naik. Sehingga, setelah
dibandingkan dengan nilai GPT yang didapat dari sampel yang sama, didapat bahwa nila
aktivitas GPT>GOT. Maka dari itu nilai aktifitas SGOT yang di dapat menjadi minus (–).
Hasil pengukuran sampel yang pertama dengan yang kedua berbeda jauh. Hal ini juga
mungkin dapat disebabkan pengukuran absorbansi yang tidak benar karena kuvet yang
seharusnya terisi ½ hingga ¾ volumenya hanya terisi sekitar ¼ nya dan itu menyebabkan
pengukuran menjadi lebih sulit, kurang akurat, dan kurang merata/sama.

Dalam pemeriksaan fungsi hati, pada dasarnya tidak ada tes tunggal untuk
menegakkan diagnosis. Terkadang beberapa kali tes berselang diperlukan untuk
menentukan penyebab kerusakan hati. Ketika penyakit hati sudah dideteksi, tes fungsi
hati biasanya tetap berlanjut secara berkala untuk memantau tingkat keberhasilan terapi
atau perjalanan penyakit. Ada beberapa tes tambahan yang mungkin diperlukan untuk
melengkapi seperti GGT, LDH dan PT.
8. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa


hal sebagai berikut :
 SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama
oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau
sirosis, biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes
laboratorium, keduanya dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada
hati.
 Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino
antara suatu asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase,
atau transaminase. Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama
banyak dijumpai di hati.
 Dibandingkan dengan SGOT, SGPT lebih spesifik menunjukkan
ketidakberesan sel hati, karena SGPT hanya sedikit saja diproduksi oleh sel
nonliver.
 SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan
enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam
konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas.
 SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim
yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis
destruksi hepatoseluler.
 Data hasil yang didapat menunjukan bahwa aktivitas GPT yang didapat adalah
6,482 U/L. Sedangkan untuk pemeriksaan GOT menunjukan aktivitas yang
didapat sebesar -5,76 U/L.
 Hal ini mungkin dikarenakan pada proses pencampuran zat yang kurang
diaduk sehingga campuran di dalam kuvet menjadi kurang homogen dan
reaksi yang terjadipun menjadi tidak sempurna sehingga pada proses
pembacaan menggunakan spektrofotometer UV/Vis absorban GOT yang
terukur semakin lama bukannya semakin menurun tetapi malah semakin naik.
DAFTAR PUSTAKA

Anna Poedjiadi, 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.

Baron, D.N, 1990, Patologi Klinik, Ed IV, Terj. Andrianto P dan Gunakan J, Penerbit
EGC, Jakarta.

Frances K. Widmann, alih bahasa : S. Boedina Kresno, dkk.,1992, Tinjauan Klinis Atas
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta.

Guyton, A.C, 1983, Buku Teks Fisiologi Kedokteran, edisi V, bagian 2, terjemahan Adji
Dharma et al.,E.G.C., Jakarta.

Hardjoeno. 2004 . Substansi dan Cairan Tubuh. Lembaga Penerbitan Universitas


Hasanuddin.

Joyce LeFever Kee, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, edisi 6,
EGC, Jakarta.

Mansjur Hawab, 2003, Pengantar Biokimia, Bayumedia Publishing, Malang.

Mc Pherson, A. R., & Sacher, A. R. (2004). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Jakarta: Panerbit Buku Kedokteran EGC.

M.J. NEAL, (2007). Farmakologis Medis. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Cabang Jakarta, 2004, SI Units : Tabel
Konversi Sisten Satuan SI – Konvensional dan Nilai Rujukan Dewasa – Anak
Parameter Laboratorium Klinik, Jakarta.

The Royal College of Pathologists of Australasia, 1990, Manual of Use and


Interpretation of Pathology Test, Griffin Press Ltd., Netley, Australia.

Anda mungkin juga menyukai