Anda di halaman 1dari 19

3 Gaya Wanita yang Tidak Mencium Bau Surga

Jun 12, 2013Muhammad Abduh Tuasikal, MScMuslimah0

Ada tiga gaya, penampilan atau mode yang membuat wanita muslimah diancam tidak akan
mencium bau surga. Padahal bau surga dapat dicium dari jarak sekian dan sekian. Di antara
penampilan yang diancam seperti itu adalah gaya wanita yang berpakaian namun telanjang.
Yang kita saksikan saat ini, banyak wanita berjilbab atau berkerudung masih berpenampilan
ketat dan seksi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

َ
sallambersabda,

ِ‫ل‬ ْ
ِِ ‫نِأه‬ ِْ ‫انِ ِم‬ ِِ َ‫ص ْنف‬ ِ
ِِ‫ارِلَ ِْمِأ َره َماِق ْوم‬
َ ُ َ ِِ َّ‫الن‬
ْ َ
ِِ ‫َمعَ ُه ِْمِ ِسيَاطِِ َكأذنَا‬
ِ‫ب‬
ِ‫ونِ ِب َها‬ َِ ُ‫ض ِرب‬ َ
ْ َ‫البَق ِِرِي‬ ْ
ِِ‫ساء‬ َ َ َ ‫الن‬
‫ن‬
ِ ‫و‬ِ ِ
‫اس‬ َّ
‫اريَاتِِ‬ ‫ِ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ات‬
‫ِ‬ ‫َ‬ ‫ي‬ ‫س‬
‫ِ‬ ‫ا‬ ‫َ‬
‫ك‬
‫ُم ِميالَتِِ َمائِالَتِِ‬
‫َ‬
‫نِ َكأ ْس ِن َم ِِةِ‬ ‫س ُه َِّ‬ ‫ُر ُءو ُ‬
‫لَِ‬ ‫َ‬
‫تِال َما ِئل ِِةِ ِ‬ ‫ْ‬ ‫البُخ ِِ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫لَِ‬ ‫َ‬
‫نِال َجن ِةِ َو ِ‬‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫يَ ْد ُخل َِ‬
‫نِ‬‫نِ ِري َح َهاِ َو ِإ َِّ‬ ‫يَ ِج ْد َِ‬
ِْ ‫ِري َح َهاِلَيُو َج ِدُِ ِم‬
ِ‫ن‬
‫ير ِِةِ َكذَاِ َو َكذَا‬
َ ‫َم ِس‬
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang
memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian
tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita
seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat
tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128).
Tiga Sifat Wanita yang Tidak Mencium Bau Surga
Dalam hadits di atas disebutkan beberapa sifat wanita yang diancam tidak mencium bau surga di
mana disebutkan,
ِِ ‫نِ َكأ َ ْسنِ َم ِِةِ ْالبُ ْخ‬
ِ‫ت‬ ُ ‫اريَاتِِ َمائِالَتِِ ُم ِميالَتِِ ُر ُءو‬
َِّ ‫س ُه‬ ِ ‫ساءِِ َكا ِسيَاتِِ َع‬
َ ِ‫َون‬
‫ْال َمائِلَ ِِة‬
Yaitu para wanita yang: (1) berpakaian tetapi telanjang, (2) maa-ilaat wa mumiilaat, (3) kepala
mereka seperti punuk unta yang miring.
Apa yang dimaksud ketiga sifat ini?
Berikut keterangan dari Imam Nawawi dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim.
(1) Wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
Ada beberapa tafsiran yang disampaikan oleh Imam Nawawi:
1- wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.
2- wanita yang menutup sebagian tubuhnya dan menyingkap sebagian lainnya.
3- wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menampakkan warna badannya.
(2) Wanita yang maa-ilaat wa mumiilaat
Ada beberapa tafsiran mengenai hal ini:
1- Maa-ilaat yang dimaksud adalah tidak taat pada Allah dan tidak mau menjaga yang mesti
dijaga.Mumiilaat yang dimaksud adalah mengajarkan yang lain untuk berbuat sesuatu yang
tercela.
2- Maa-ilaat adalah berjalan sambil memakai wangi-wangian dan mumilaat yaitu berjalan
sambil menggoyangkan kedua pundaknya atau bahunya.
3- Maa-ilaat yang dimaksud adalah wanita yang biasa menyisir rambutnya sehingga bergaya
sambil berlenggak lenggok bagai wanita nakal. Mumiilaat yang dimaksud adalah wanita yang
menyisir rambut wanita lain supaya bergaya seperti itu.
(3) Wanita yang kepalanya seperti punuk unta yang miring
Maksudnya adalah wanita yang sengaja memperbesar kepalanya dengan mengumpulkan rambut
di atas kepalanya seakan-akan memakai serban (sorban). (Lihat Syarh Shahih Muslim, terbitan
Dar Ibnul Jauzi, 14: 98-99).
Mode Wanita Saat Ini …
Ada beberapa gaya yang bisa kita saksikan dari mode wanita muslimah saat ini yang diancam
tidak mencium bau surga berdasarkan hadits di atas:
1- Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga kelihatan warna kulit.
2- Wanita yang berpakaian tetapi telanjang karena sebagian tubuhnya terbuka dan lainnya
tertutup.
3- Wanita yang biasa berhias diri dengan menyisir rambut dan memakerkan rambutnya ketika
berjalan dengan berlenggak lenggok.
4- Wanita yang menyanggul rambutnya di atas kepalanya atau menambah rambut di atas
kepalanya sehingga terlihat besar seperti mengenakan konde (sanggul).
5- Wanita yang memakai wangi-wangian dan berjalan sambil menggoyangkan pundak atau
bahunya.
Semoga Allah memberi petunjuk pada wanita muslimah untuk berpakaian yang sesuai petunjuk
Islam. Karena penampilan seperti ini yang lebih menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat.
Lihat pembahasan selengkapnya mengenai hadits di atas di tulisan Rumaysho.Com: Wanita yang
Berpakaian Tetapi Telanjang. Juga baca ulasan: Syarat-Syarat Pakaian Muslimah.
Hanya Allah yang memberi taufik.

Makan Harta Orang Tua yang Berpenghasilan


Haram
Mar 31, 2013Muhammad Abduh Tuasikal, MScMuamalah0

Harta haram mempunyai pengaruh yang sangat besar pada setiap individu. Harta semacam ini
bisa berpengaruh pada do’a, yaitu do’a sulit terkabul karena memakan harta haram. Juga amalan
sholih jadi menurun karena mengonsumsi rizki yang tidak halal. Serta di akhirat, daging yang
tumbuh dari hasil haram lebih pantas disantap oleh neraka, wallahul musta’an. Lalu bolehkah
harta orang tua yang berpenghasilan haram dinikmati oleh anak?
Harta yang Haram
Seperti kita telah ketahui bahwa harta haram itu ada dua macam sebagaimana dibagi oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yaitu (1) harta yang haram karena zatnya seperti bangkai, daging
babi, dan darah; dan (2) harta dari pekerjaan haram seperti dari riba, jual beli yang mengandung
unsur ghoror atau ketidakjelasan dan jual beli dengan melakukan tindak penipuan. Lihat Majmu’
Al Fatawa, 21: 56-57.
Dan ada kaedah penting tentang harta haram jenis kedua yang disampaikan oleh Syaikh
Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin,
.‫ِدونِ َمنِأخذهِمنهِبطريقِمباح‬،‫أنِماِ ُح ِ ِّرمِلكسبهِفهوِحرامِعلىِالكاسبِفقط‬
“Sesuatu yang diharamkan karena usahanya, maka ia haram bagi orang yang
mengusahakannya saja, bukan pada yang lainnya yang mengambil dengan jalan yang mubah
(boleh)” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)
Memakan Harta Haram dari Orang Tua
Para ulama menjelaskan bahwa memakan harta orang tua yang berpenghasilan yang haram,
maka perlu dirinci sebagai berikut:
1- Jika seluruh sumber pendapatan berasal dari penghasilan yang haram, maka tidak boleh anak
menikmati penghasilan tersebut jika ia mampu untuk bekerja baik penghasilannya berasal dari
harta haram seluruhnya atau mayoritasnya.
2- Jika anak dalam keadaan terpaksa memanfaatkan penghasilan orang tua dan tidak ada cara
lain untuk mencukupi kebutuhan anak, maka tidaklah mengapa memakan harta seperti itu dan
dosa ketika itu untuk orang tuanya saja. Allah Ta’ala berfirman,
ِ‫ن‬ َ ِ‫الِ ِإثْ َِم‬
َِّ ‫علَ ْي ِِهِ ِإ‬ ِ َ َ‫عادِِف‬ ِ َ ‫ْرِبَاغِِ َو‬
َ ِ‫ل‬ ُ ‫ض‬
َ ِ‫ط َِّر‬
َِ ‫غي‬ ِِ ‫َللاِِفَ َم‬
ْ ‫نِا‬ َِّ ِ‫ْر‬ َِّ ‫يرِ َو َماِأ ُ ِه‬
ِِ ‫لِ ِب ِِهِ ِلغَي‬ ِِ ‫علَ ْي ُك ُِمِ ْال َم ْيت َ ِةَِ َوالد ََِّمِ َولَحْ َِمِ ْال ِخ ْن ِز‬
َ ِ‫ِإنَّ َماِ َح َّر َِم‬
ِ‫غفُورِِ َر ِحيم‬ َِّ
َ َِ‫َللا‬
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang
yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al Baqarah: 173). Yang dimaksud keadaan darurat di sini adalah menurut sangkaan
seseorang bisa binasa atau tidak bisa memikul kesulitan. Keadaan darurat boleh membolehkan
sesuatu yang diharamkan, namun sesuai kadarnya. Dalam ilmu kaedah fikih disebutkan,
ِ‫ض ُر ْو َر ِة‬
َّ ‫ظ ْورِِ َم َِعِال‬ُ ‫َِوِ ُكلِِ َم ْح‬
ِ ‫ض ُر ْو َرة‬ َّ ‫ِبقَ ْد ِِرِ َماِت َ ْحتَا ُج ِهُِال‬
Setiap larangan boleh diterjang saat darurat,
Namun sekadar yang dibutuhkan untuk menghilangkan darurat.
Artinya jika mengkonsumsi harta dari penghasilan haram tadi sudah menghilangkan bahaya atau
mendapati penggantinya, maka memakan yang haram tadi dijauhi.
Lihat Fatwa Islamweb.
Demikian secara ringkas. Kita memohon kepada Allah moga dimudahkan mencari rizki yang
halal dan dijauhkan dari rizki yang diharamkan. Hanya Allah yang memberi hidayah
Kebiasaan Tidur Pagi Ternyata Berbahaya
Aug 13, 2009Muhammad Abduh Tuasikal, MScAmalan333

Kita telah ketahui bersama bahwa waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah dan di antara
waktu yang kita diperintahkan untuk memanfaatkannya. Akan tetapi, pada kenyataannya kita
banyak melihat orang-orang melalaikan waktu yang mulia ini. Waktu yang seharusnya
dipergunakan untuk bekerja, melakukan ketaatan dan beribadah, ternyata dipergunakaan untuk
tidur dan bermalas-malasan.
Saudaraku, ingatlah bahwa orang-orang sholih terdahulu sangat membenci tidur pagi. Kita dapat
melihat ini dari penuturan Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur yaitu bahwa
banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang
waktu. Beliau rahimahullahmengatakan,
“Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk
dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan.
Waktu tidur yang paling bermanfaat yaitu :
[1] tidur ketika sangat butuh,
[2] tidur di awal malam –ini lebih manfaat daripada tidur di akhir malam-,
[3] tidur di pertengahan siang –ini lebih bermanfaat daripada tidur di waktu pagi dan sore-.
Apalagi di waktu pagi dan sore sangat sedikit sekali manfaatnya bahkan lebih banyak bahaya
yang ditimbulkan, lebih-lebih lagi tidur di waktu ‘Ashar dan awal pagi kecuali jika memang
tidak tidur semalaman.
Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga
matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala
yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-
orang sholih. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau
tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi
adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barokah (banyak kebaikan).” (Madarijus
Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah)
BAHAYA TIDUR PAGI [1]
[Pertama] Tidak sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah.
[Kedua] Bukan termasuk akhlak dan kebiasaan para salafush sholih (generasi terbaik umat ini),
bahkan merupakan perbuatan yang dibenci.
[Ketiga] Tidak mendapatkan barokah di dalam waktu dan amalannya.
[Keempat] Menyebabkan malas dan tidak bersemangat di sisa harinya.
Maksud dari hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnul Qayyim. Beliau rahimahullah berkata,
“Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.”
(Miftah Daris Sa’adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap
amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering
tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.
[Kelima] Menghambat datangnya rizki.
Ibnul Qayyim berkata, “Empat hal yang menghambat datangnya rizki adalah [1] tidur di waktu
pagi, [2] sedikit sholat, [3] malas-malasan dan [4] berkhianat.” (Zaadul Ma’ad, 4/378)
[Keenam] Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat.
(Zaadul Ma’ad, 4/222)

Orang yang Meninggalkan Shalat Bukanlah Muslim


1

Kalau remaja sudah malas-malas melaksanakan shalat, maka bisa jadi dicap
bukan muslim. Karena sebagaimana kata Umar, orang yang meninggalkan
shalat bukanlah muslim.

Ibnu Zanjawaih mengatakan, ” ’Amr bin Ar Robi’ telah menceritakan pada kami,
(dia berkata) Yahya bin Ayyub telah menceritakan kepada kami, (dia berkata)
dari Yusuf, (dia berkata) dari Ibnu Syihab, beliau berkata,” ’Ubaid bin Abdillah
bin ‘Utbah (berkata) bahwa Abdullah bin Abbas mengabarkannya,”Dia
mendatangi Umar bin Al Khoththob ketika beliau ditikam (dibunuh) di masjid.
Lalu Ibnu Abbas berkata,”Aku dan beberapa orang di masjid membawanya (Umar) ke rumahnya.”

Lalu Ibnu Abbas berkata, ”Lalu Abdurrahman bin ‘Auf diperintahkan untuk mengimami orang-orang.”

Kemudian beliau berkata lagi, ”Tatkala kami menemui Umar di rumahnya, maut hampir menghapirinya. Beliau tetap
dalam keadaan tidak sadar hingga semakin parah. Lalu (tiba-tiba) beliau sadar dan mengatakan,”Apakah orang-
orang sudah melaksanakan shalat?”

Ibnu Abbas berkata, ”Kami mengatakan,’Ya’.

Lalu Umar mengatakan,

‫لا‬ َ‫سال ا ا‬
َ ‫م‬ ْ ِ‫ن إ‬
َْ ‫م‬ َ‫الصال ا ا‬
َ‫ة تا ار ا‬
‫ك لِ ا‬ َّ
”Tidaklah disebut Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.”

Dari jalan yang lain, Umar berkata,


َّ‫ظ‬ ‫م فِي ول ا ا‬
َ ‫ح‬ َِ ‫ِسال ا‬
ْ ‫ن ال‬
َْ ‫م‬ َ‫الصال ا ا‬
َ‫ة تا ار ا‬
‫ك لِ ا‬ َّ
“Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” Lalu Umar meminta air wudhu, kemudian
beliau berwudhu dan shalat. (Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi
Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam sunannya, juga Ibnu ’Asakir. Hadits ini shohih,
sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 209)

Juga dikatakan yang demikian itu oleh semua sahabat yang hadir. Mereka semua tidak mengingkari apa yang
dikatakan oleh Umar.
Perkataan semacam ini juga dapat dilihat dari perkataan Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan
tidak diketahui sahabat yang menyelisihinya.

Al Hafidz Abdul Haq Al Isybiliy rahimahullah dalam kitabnya mengenai shalat, beliau mengatakan, ”Sejumlah sahabat
dan orang-orang setelahnya berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja itu kafir karena
sebab meninggalkan shalat tersebut hingga keluar waktunya. Di antara yang berpendapat demikian adalah Umar bin
Al Khaththab, Mu’adz bin Jabbal, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Abbas, Jabir, Abud Darda’, begitu juga diriwayatkan dari
Ali dan beberapa sahabat.”

Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir
sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq,

‫ك ا‬
َ‫ان‬ ‫حابَ ا‬ ْ ‫مدَ أا‬
‫ص ا‬ َّ ‫ح‬
‫ م ا‬-‫وسلم عليه هللا صلى‬- ‫ل ا‬ َ‫ش ْي ًئا يا ار ْو ا‬
َ ‫ن‬ ‫ِن ا‬
َ‫مالَِ م ا‬ ْ ‫ر ك ْفرَ ت ا ْركهَ األ ا‬
‫ع ا‬ ‫ة ا‬
َ‫غ ْي ا‬ َّ
َِ ‫الصال ا‬
“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila
ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.”
Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan
bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini
adalahshohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)

Semoga Allah senantiasa memberi taufik pada para remaja untuk menjaga shalat

Untuk yang memperhatikan penampilan, mengobati jerawat di muka tentu sangat menjengkelkan , terlepas atau tidak
banyak bekas jerawat yang di tinggalkan terkadang membuat krisis percaya diri penderitanya. Satu hal yang pasti
usaha untuk mengatasi penyakit ini sudah banyak yang membahas nya mulai dari metode ilmiah sampe ke
tradisional, nah yang ingin saya sampaikan disini sebelum kita mencari tahu solusi untuk mengatasi dan
menghilangkan jerawat ada baiknya kita mengetahui lebih dulu penyebab dan jenis – jenis jerawat yang datang
menghampiri anda agar kita bisa mencegahnya datang kembali dan menghilangkan bekas jerawat yang di
tinggalkan.

Penyebab Jerawat

1. Adanya sumbatan lapisan kulit mati pada pori-pori yang terinfeksi.

2. Produksi minyak oleh kelenjar minyak yang terlalu berlebihan.

3. Faktor keturunan/ genetik

4. Faktor hormonal ketika seorang anak menginjak remaja (masa puber).

5. Adanya iritasi kulit.

6. Sedang mengalami stress.

7. Menggunakan alat kontrasepsi seperti Pil KB, dan lain sebagainya.

Jenis-Jenis Jerawat
1. Jerawat Klasik (Jerawat biasa)
Tampilannya mudah dikenali yaitu tonjolan kecil berwarna pink atau kemerahan. Penyebab umumnya adalah stres,
hormon dan udara lembap pemicu kulit memproduksi minyak yang menjadi tempat berkembang biaknya bakteri.
Akibatnya pori-pori tersumbat karena terinfeksi dengan bakteri.

Pencegahan dan Pengobatan

Gunakan sabun wajah yang mengandung benzoyl-peroxida, atau sabun sulfur untuk membunuh bakteri-bakteri
penyebab jerawat.Bila dengan obat jerawat yang dijual bebas tidak berhasil, pergilah ke dokter kulit untuk
memeriksakannya sekaligus mendapatkan resep obat jerawat yang mengandung vitamin A derivatif seperti Retin-A.

Untuk mengurangi peradangan dan membunuh bakteri, pakailah obat jerawat yang mengandung benzoyl-peroksida.

Salep obat yang mengandung antibiotik seperti Garamicyn (bisa dibeli bebas) salah satunya, bisa dicoba. Salep ini
bisa membunuh bakteri dan mengurangi pembengkakan juga peradangan.

2. Jerawat Batu/Jerawat Jagung

Bentuknya besar dengan tonjolan yang meradang hebat, berkumpul hampir di seluruh area wajah (berbeda dengan
jerawat biasa yang terdapat hanya di salah satu bagian wajah). Jerawat ini sering membuat penderitanyah hilang
kepercaan diri.

Pencegahan dan Pengobatan

Percuma saja bila Anda menggunakan obat-obat jerawat yang dijual bebas karena tidak akan mampu menangani
jerawat jenis ini. Anda harus berkonsultasi pada dokter kulit untuk mengobatinya. Untuk jerawat batu yang hanya
satu-dua, penyembuhan yang efektif adalah meminta dokter kulit menyuntik jerawat dengan cortisone, yang
membuat jerawat ini sembuh dalam waktu 48 jam.

Cara Menghilangkan Bekas Jerawat

Ada beberapa tips alami di bawah ini yang bisa anda coba salah satunya, yaitu:

Cara 1 : Ambil sepotong ubi kayu. Kupas kulitnya. Buang kulitnya. Bersihkan. Parutkan. Perah untuk dapatkan
airnya. Sapukan air perahan pada muka anda yang ada bekas jerawat. Lakukan setiap hari selama seminggu.

Cara 2 : Tumbuk beberapa batang kulit kayu manis dan jadikan serbuk. Campurkan dengan sedikit air. Sapukan
pada bekas jerawat. Lakukan selama seminggu.

Cara 3 : Ambil 10 helai daun sireh muda, Bersihkan dan tumbuk lumat. Muka hendaklah dibersihkan dengan air
suam dan sapukan sireh pada muka terutama di bagian bekas jerawat. Biarkan kira-kira setengah jam atau hingga
kering. Cuci muka bersih-bersih dan lap kering. Lakukan 3 kali seminggu.

Cara 4 : Asah kulit kayu manis dan campurkan dengan madu lebah. Tempelkan pada muka yang meninggalkan
bekas jerawat setiap malam. Esoknya, cucilah dengan air suam/hangat kuku.

Cara 5 : Sebelum mandi, usapkanlah kulit pisang klutuk (batu) yang sudah matang pada kulit wajah. Biarkan sekitar
10 menit, seolah-olah anda sedang dimasker. Setelah itu bilas dengan air teh basi, dan baru mandi, atau cara kedua
adalah dengan menghaluskan biji pinang tua, campur dengan air mawar.

Sumber: http://dating1206.blogspot.com
Aku Memilih Keluar dari Bank
29

Aku Memilih Keluar dari Bank ...

Tekadku sudah bulat: keluar dari bank syariah tempatku bekerja, dan kini aku
di ruangan atasanku untuk menyerahkan surat pengunduranku. Aku tidak
peduli lagi ketika atasanku mencoba mempengaruhiku agar aku kembali
berpikir ulang. Alhamdulillah. Permohonan pengunduranku, yang kuajukan tiga
bulan sebelumnya, akhirnya disetujui. Per November 2008 aku secara resmi
resign dari tempat kerjaku.
Bekerja di bank merupakan keinginan banyak anak muda. Termasuk aku.
Sebut saja Aku Amir. Aku memilih bekerja di bank syariah, antara lain karena berharap mendapatkan harta barokah,
halal, dan juga bisa berdakwah, mengedukasi umat mengenai pentingnya mencari harta yang halal dan betapa
bahaya dan besarnya dosa riba. Layaknya para pemuda yang mengaku ‘aktivis dakwah’. Tapi aku memilih pindah
karena yang kuimpikan tidak sesuai dengan kenyataan.
“Kamu jangan gegabah, Mir. Kenapa kamu malah resign. Saya nilai, kinerja kamu bagus. Kita di sini kan untuk
berdakwah,”(a) kata atasanku ketika aku menghadapnya untuk menyerahkan surat permohonanku.

Berdakwah? Apa yang kualami sungguh berbeda dengan yang dia katakan. Aku mencoba melakukan hal-hal kecil di
kantorku yang kuyakini kebenarannya. Meja makan di kantor kupisahkan. Yang untuk pegawai pria sendiri. Terpisah
dengan meja makan pegawai perempuan. Tapi meja-meja makan itu dikembalikan ke posisi semula. Di kantorku ada
lebih dari satu toilet. Aku mengusulkan agar satu toilet khusus untuk karyawati dan toilet lainnya untuk karyawan.
Tapi aku malah dicemooh.(b)

Aku pun mencoba menyampaikan hal-hal yang lebih prinsip. Bukan sekadar hal-hal remeh itu. Misalnya, aku pernah
mengingatkan atasanku, dalam sebuah briefing pagi, bahwa hadis yang ia sampaikan itu lemah, sebagaimana
pernah kubaca. Namun yang kusampaikan menjadi bahan tertawaan.(c)

Aku pun pernah mengingatkan mengenai perilaku yang menurutku keliruannya sudah keterlaluan. Suatu hari aku
mengikuti kegiatan outbond yang diselenggarakan oleh kantor pusat dan diikuti oleh karyawan berbagai kantor
cabang. Salah satu kegiatan dalam pelatihan itu, trainer mengharuskan kami bergendongan dan berpelukan. Bukan
sejenis, tetapi dengan lawan jenis.(d) Aku menyampaikan protes. Tapi tanggapan yang kuterima membuat hatiku
sakit.

“Tadi pagi saya dikritik oleh Amir. Katanya haram bersentuhan laki dan wanita.” (e)

“Walaupun prianya di sebelah tembok dan wanitanya di sisi yang lain, kalau hati kotor, ya tetap aja kotor,” (f) kata
Pak direktur sumber daya manusia (SDM) bank tempat kerjaku, sembari tersenyum. Aku merasa senyumnya itu
mentertawaiku. Seakan aku anak ingusan yang tidak tahu sedikit pun mengenai agama Islam.(g)

Aku mencoba bersabar. Aku berkata dalam hati, apakah mereka tidak pernah belajar agama Islam? Allahu’alam.
Menurutku, itu belum seberapa dibandingkan apa yang kualami kemudian dalam sebuah pelatihan lainnya. Seorang
trainer, yang menurutku paham mengenai syariat Islam, dalam sebuah pelatihan yang kuikuti, menyampaikan
sebuah permakluman yang menurutku sudah keterlaluan. Ia menerangkan, sesungguhnya kita belum bisa lepas dari
sistem riba. Aku heran, mengapa mereka yang di bertugas di kantor pusat bisa berkata seperti itu. Hal serupa terjadi
dalam kegiatan pembelajaran mengenai zakat yang kuikuti. Kegiatan ini dinamakan basic training yang harus diikuti
oleh setiap karyawan di tempat kerjaku. Kegiatan berlangsung seminggu. Materi disampaikan oleh seorang ustad
muda. Di belakang namanya ada “Lc”-nya.

Ia menerangkan mengenai zakat profesi serta berbagai qiyas takaran nishabnya. Ia juga menjelaskan bahwa
menurutnya zakat profesi tidak pernah dilakukan di zaman para sahabat. Aku tidak menyia-nyiakan waktu saat ia
memberi kesempatan kepada para peserta untuk bertanya. Aku bertanya mengenai dasarnya menentukan nishab
zakat profesi. Ia menjelaskan panjang lebar. Dan akhirnya sampai pada pertanyaanku mengenai hukum zakat
profesi. Aku tidak terlalu puas dengan jawabannya. Aku kembali bertanya. “Ustad, kalau memang zakat profesi itu
perkara baru yang tidak pernah dilakukan para sahabat, lantas kenapa kita harus melakukannya?” Jawaban dia
membuatku mengelus dada.
“Inilah dia. Ini adalah ciri-ciri salafi, sedikit-sedikit tanya dalil, sedikit-sedikit bid’ah.” (h)

Aku berkata dalam hati, “Apa salahnya bertanya dalil? Mengapa pula harus dihubung-hubungkan dengan salafi?“
Pengalaman serupa terjadi pada kegiatan pelatihan lainnya. Materi disampaikan seorang ulama aktivis Majelis
Ulama Indonesia. Wajahnya sering menghiasi layar kaca. Seorang peserta bertanya kepadanya. “Pak, mengapa di
bank syariah lebih banyak karyawan yang tampaknya awam alias hanya sedikit paham agama?” “Ya, ini memang
sebuah pe-er (PR) bagi kita. Ketika kita ingin memperkerjakan orang yang paham agama, akan tetapi meraka tidak
paham tentang perbankan, ketika kita mempekerjakan orang paham perbankkan untuk menangani urusan oprasional
tetapi ia tidak paham syariat. Untuk itu, demi kelancaran, kita memilih yang labih paham masalah perbankkan.”
Begitu kira-kira jawaban yang ia sampaikan.

Aku rasa tidak perlu menceritakan secara detil berbagai penyimpangan operasional perbankan syariah, karena
perkara ini telah cukup dibongkar habis dan diterangkan para ustad di berbagai kajian mereka. Aku sendiri pun
merasa berbagai hal di bank syariah tempatku bekerja tidak lagi sesuai dengan kebenaran yang kuyakini. Bukan saja
kegiatannya cenderung meninggalkan syariat. Namun juga tidak islami. Menurutku, yang kulihat dan kualami belum
seberapa. Masih banyak lagi penyimpangan yang menurutku sudah jauh dari operasional per-bank-kan syariah yang
seharusnya.

Bahkan syirik, khurafat, dan lainya. Yang melakukan memang oknum. Tapi menurutku, oknum-oknum itu justru yang
diberi kepercayaan untuk mengemban salah satu amanah syariah agama yang suci. Innalillahi wainnaa ilaihi roji’uun.

Itulah alasan utamaku untuk memutuskan keluar dari tempat kerjaku. Oh, iya. Ada kisah kecil lainnya. Ini mengenai
bekas atasanku. Ia, yang dipromosikan menjadi kepala cabang di kota lain, suatu hari berkunjung ke bekas
kantornya, ya bekas kantorku juga, ya. Kepada rekanku yang masih bekerja di sana, ia mengorek informasi
mengenai alasanku resign. Temanku itu menyampaikan kepadaku soal tanggapannya.
Katanya, “Amir itu pikirannya terlalu picik. Mana bisa zaman sahabat mau dibawa kepada zaman sekarang.” (i)

Keputusanku membuat dunia kecil di sekitarku bergoyang. Orangtuaku tidak setuju. Tapi akhirnya ia dapat
memahami keputusanku. Alhamdulillah. Aku juga diberi istri yang qona’ah. Dia bukan hanya dapat menerima
keadaanku. Bahkan ia mendukung keputusanku. Kami sama-sama bertekad menjauhi harta riba.

Sementara aku mencari pekerjaan lain, kami mencoba melakukan bisnis kecil-kecilan. Berjualan pisang bakar lalu
yang kuantar ke warung-warung. Juga mengumpulkan korankoran bekas untuk dijual. Bahkan aku menjadi tukang
ketik, sales handphone sekenan, dan usaha serabutan lain. Aku mencoba mengerjakan apa saja sambil juga
melamar kerja.

Tidak mudah. Hari pertama kami berjualan pisang bakar, malamnya aku demam. Warung kami hanya bertahan tiga
bulan. Aku tutup karena kehabisan modal. Aku fokus melamar kerja. Tes demi test dan wawancara demi wawacara
kulalui. Akhirnya aku diterima bekerja sebagai karyawan tetap perusahaan industri pendukung perusahaan minyak
dan gas di luar daerah. Aku meninggalkan istri yang sedang mengandung anak kedua kami selama sebulan untuk
mempersiapkan segala keperluan kepindahan kami ke daerah baru. Alhamdulillah, aku masih berkesempatan pulang
setiap minggu menemui anak dan istriku.

Sekarang, aku dan istriku yang sedang menunggu kelahiran anak ketiga kami. Orang-orang mengatakan, ini daerah
industri. Di tempat baru kami bisa belajar agama lebih baik karena banyak kajian dan para ustad. Istriku pun bekerja
menjadi guru di salah satu sekolah Islam. Dia banyak belajar ilmu agama di sana.

Aku ingin mengatakan, tidak semua cerita keluarnya karyawan dari pekerjaan lamanya karena perkara haram lantas
mendapatkan pekerjaan baru lebih baik dalam hal penghasilannya. Penghasilanku sekarang tidak seberapa. Jauh
lebih kecil ketimbang ketika bekerja di bank syariah.
Andaikan seseorang keluar dari perbankkan syariah lalu menjadi jadi lebih kaya, pastilah akan banyak karyawan
yang pindah kerja. (j)

Bagiku, ketenangan dan keberkahan-lah yang utama. Jangan takut miskin. Tetaplah bekerja. Biarlah kami miskin
harta, tapi kami percaya Allah Subhana wa ta’ala tidak akan pernah menyalahi janjinya. Barang siapa yang
meninggalkan sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Dan janji Allah bisa saja
terjadi di dunia atau di akhirat, kelak. Batam, 1 Februari 2012.

[Majalah Pengusaha Muslim, edisi 25, Maret 2012]

Sumber:

http://maramissetiawan.wordpress.com/2012/03/09/kisah-nyata-memilih-keluar-dari-bank-syariah-kisah-karyawan-
bank-syariah-resign-dari-tempat-kerjanya/

Kisah di atas mengingatkan kami pada sabda Rasul -shallallahu 'alaihi wa sallam-,

ُ‫مِ ْنه‬ َّ ‫ّلِل ِإالَّ بَ َّدلَ َك‬


‫َّللاُ ِب ِه َما ُه َو َخي ٌْر لَ َك‬ ِ َّ ِ ‫ش ْيئًا‬ َ ‫ِإنَّ َك لَ ْن ت َ َد‬
َ ‫ع‬
"Sesunggunya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan mengganti bagimu dengan yang
lebih baik bagimu." (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Kebaikan di sini bisa jadi ketenangan dan keberkahan

Adab Bergaul dengan Lawan Jenis


603
Dilahirkan sebagai seorang wanita adalah anugerah yang sangat indah dari
Allah Ta’ala. Sebuah anugerah yang tidak dimiliki oleh seorang pria.Terlebih
anugerah itu bertambah menjadi muslimah yang mukminah yaitu wanita
muslimah yang beriman kepada Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َّ ‫ع َو َخي ُْر َمتَاعِ ال ُّد ْنيَا ْال َم ْرأَة ُ ال‬


ُ‫صا ِل َحة‬ ٌ ‫ال ُّد ْنيَا َمتَا‬
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang
shalihah.” (HR. Muslim)

Menjadi wanita muslimah yang beriman kepada Allah tentu tidak mudah,karena banyak sekali godaan-godan dalam
mencapainya. Dikarenakan balasan yang Allah janjikan pun tidak terbandingkan dan semua wanita pun
menginginkannya. Godaan-godaan untuk menjadi wanita shalihah sering kali datang dan menggebu-gebu saat kita
menginjak usia remaja,di mana masa puberitas seorang wanita ada di masa ini. Bukan hal yang mudah pula bagi
remaja muslim dalam melewati masa ini, namun sungguh sangat indah bagi para remaja yang bisa dikatakan lulus
dalam melewati masa pubertas yang penuh godaan ini.

Salah satu godaan yang amat besar pada usia remaja adalah “rasa ketertarikan terhadap lawan jenis”. Memang,
rasa tertarik terhadap lawan jenis adalah fitrah manusia, baik wanita atau lelaki. Namun kalau kita tidak bisa
memenej perasaan tersebut,maka akan menjadi mala petaka yang amat besar,baik untuk diri sendiri ataupun untuk
orang yang kita sukai. Sudah Allah tunjukkan dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ان ِزنَاهُ ْال َكالَ ُم َو ْال َي ُد‬


ُ ‫س‬ َ ‫الل‬ ُ ‫َان ِزنَا ُه َما ا ِال ْستِ َما‬
ِ ‫ع َو‬ ِ ‫ظ ُر َواألُذُن‬
َ َّ‫َان ِزنَا ُه َما الن‬ِ ‫فَ ْالعَ ْين‬
‫ِق َذ ِل َك‬ُ ‫صد‬ َ ُ‫ب َي ْه َوى َو َيت َ َمنَّى َوي‬ُ ‫طا َو ْالقَ ْل‬ َ ‫الر ْج ُل ِزنَاهَا ْال ُخ‬
ِ ‫ش َو‬ ُ ‫ط‬ ْ ‫ِزنَاهَا ْال َب‬
ُ‫ْالفَ ْر ُج َويُ َك ِذبُه‬
”Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan
berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah
dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari
yang demikian.” (HR. Muslim)
Sebagai wanita muslimah kita harus yakin bahwa kehormatan kita harus dijaga dan dirawat, terlebih ketika
berkomunikasi atau bergaul dengan lawan jenis agar tidak ada mudhorot (bahaya) atau bahkan fitnah. Di bawah ini
akan kami ungkapkan adab-adab bergaul dengan lawan jenis. Di antaranya:
Pertama: Dilarang untuk berkholwat (berdua-duan)

TTM, teman tapi mesra, kemana-mana bareng, ke kantin bareng, berangkat sekolah bareng, pulang sekolah bareng.
Hal ini merupakan gambaran remaja umumnya saat ini,di mana batas-batas pergaulan di sekolah umum sudah
sangat tidak wajar dan melanggar prinsip Islam. Namun tidak mengapa kita sekolah di sekolah umum jika tetap bisa
menjaga adb-adab bergaul dengan lawan jenis. Jika ada seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan
maka yang ketiga sebagai pendampingnya adalah setan.

Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia
membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫طانَ ث َا ِلث ُ ُه َما‬ َّ ‫ام َرأ َ ٍة فَإِ َّن ال‬


َ ‫ش ْي‬ ْ ‫الَ يَ ْخلُ َو َّن أ َ َح ُد ُك ْم ِب‬
“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan
adalah orang ketiganya, maka barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka
dia adalah seorang yang mukmin." (HR. Ahmad, sanad hadits ini shahih)

Daripada setan yang menemani kita lebih baik malaikat bukan? Ngaji,membaca Al Quran dan memahami artinya
serta menuntut ilmu agama InsyaAllah malaikatlah yang akan mendampingi kita.Tentu sebagai wanita yang cerdas,
kita akan lebih memilih untuk didampingi oleh malaikat.

Kedua: Menundukkan pandangan

Pandangan laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya adalah termasuk panah-panah setan. Kalau cuma sekilas
saja atau spontanitas atau tidak sengaja maka tidak menjadi masalah pandangan mata tersebut, pandangan pertama
yang tidak sengaja diperbolehkan namun selanjutnya adalah haram.Ketika melihat lawan jenis,maka cepatlah kita
tundukkan pandangan itu, sebelum iblis memasuki atau mempengaruhi pikiran dan hati kita. Segera mohon
pertolongan kepada Allah agar kita tidak mengulangi pandangan itu.

Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

‫ظ ِر ْالفُ َجا َءةِ فَأ َ َم َرنِى أ َ ْن‬


َ َ‫ َع ْن ن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ ُ ‫سأ َ ْلتُ َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ َ
. ‫رى‬
ِ‫ص‬َ َ‫ف ب‬ ْ َ‫أ‬
َ ‫ص ِر‬
"Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka
beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku." (HR. Muslim)
Ketiga: Jaga aurat terhadap lawan jenis

Jagalah aurat kita dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya. Maksudnya mahram di sini adalah laki-laki yang
haram untuk menikahi kita. Yang tidak termasuk mahram seperti teman sekolah, teman bermain, teman pena bahkan
teman dekat pun kalau dia bukan mahram kita, maka kita wajib menutup aurat kita dengan sempurna. Maksud
sempurna di sini yaitu kita menggunakan jilbab yang menjulur ke seluruh tubuh kita dan menutupi dada. Kain yang
dimaksud pun adalah kain yang disyariatkan, misal kainnya tidak boleh tipis, tidak boleh sempit, dan tidak
membentuk lekuk tubuh kita. Adapun yang bukan termasuk aurat dari seorang wanita adalah kedua telapak tangan
dan muka atau wajah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫ط‬
‫ان‬ َ ‫ش ْي‬ ِ ‫ْال َم ْرأَة ُ َع ْو َرة ٌ فَإِ َذا خ ََر َج‬
َّ ‫ت ا ْست َ ْش َرفَ َها ال‬
"Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki." (HR. Tirmidzi, shahih)
Keempat: Tidak boleh ikhtilat (campur baur antara wanita dan pria)

Ikhtilat itu adalah campur baurnya seorang wanita dengan laki-laki di satu tempat tanpa ada hijab. Di mana ketika
tidak ada hijab atau kain pembatas masing-masing wanita atau lelaki tersebut bisa melihat lawan jenis dengan
sangat mudah dan sesuka hatinya. Tentu kita sebagai wanita muslimah tidak mau dijadikan obyek pandangan oleh
banyak laki-laki bukan? Oleh karena itu kita harus menundukkan pandangan,demikian pun yang laki-laki mempunyai
kewajiban yang sama untuk menundukkan pandangannya terhadap wanita yang bukan mahramnya, karena ini
adalah perintah Allah dalam Al Qur’an dan akan menjadi berdosa bila kita tidak mentaatinya.

Kelima: Menjaga kemaluan

Menjaga kemaluan juga bukan hal yang mudah,karena dewasa ini banyak sekali remaja yamng terjebak ke dalam
pergaulan dan seks bebas. Sebagai muslim kita wajib tahu bagaimana caranya menjaga kemaluan. Caranya antara
lain dengan tidak melihat gambar-gambar yang senonoh atau membangkitkan nafsu syahwat, tidak terlalu sering
membaca atau menonton kisah-kisah percintaan, tidak terlalu sering berbicara atau berkomunikasi dengan lawan
jenis, baik bicara langsung (tatap muka) ataupun melalui telepon, SMS, chatting, YM dan media komunikasi lainnya.

Sudah selayaknya sebagai seorang muslim-muslimah baik remaja atau dewasa, kita mempunyai niat yang sungguh-
sungguh untuk mematuhi adab-adab bergaul dengan lawan jenis tersebut. Semoga Allah memudahkan usaha kita.
Amin

“Orang tua adalah pertengahan pintu surga. Jika mau, engkau bisa menyia-nyiakannya. Jika tidak, maka jagalah
untuk mendapat tersebut.” (HR. Tirmidzi no. 1900 dan Ibnu Majah no. 3663, shahih

Bagimu Agamamu, Bagiku Agamaku


64

Inilah prinsip yang mesti dipegang oleh setiap remaja muslim. Prinsip ini
mengajarkan sikap baro’ (tidak loyal) terhadap non-muslim. Namun bukan
berarti kita tidak berbuat baik pada mereka. Bentuk ihsan (berbuat baik)
berbeda dengan yang kami maksudkan. Tetap kita berbuat baik, namun dalam
hal berkaitan dengan keyakinan dan agama, tidak boleh kita sebagai seorang
muslim ada simpatik dan kasih. Ini prinsip yang mesti terus dijaga.

Allah Ta’ala berfirman mengajarkan prinsip yang mulia ini,

‫ِين‬ َ ‫لَ ُك ْم دِينُ ُك ْم َول‬


ِ ‫ِي د‬
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun: 6)
Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ayat ‘lakum diinukum wa liya diin’, di mana beliau berkata, “Bagi kalian
agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit
melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku
pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah
ke agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 24: 704)
Ibnu Hayyan dalam Tafsir Al Bahr Al Muhith menerangkan, “Bagi kalian kesyirikan yang kalian anut, bagiku
berpegang dengan ketauhidanku. Inilah yang dinamakan tidak loyal (berlepas diri dari orang kafir).”

Inilah prinsip yang diajarkan oleh Islam pada kita seorang muslim. Jika Anda sebagai seorang muslim, harus memiliki
prinsip ini. Karena dengan berpegang pada prinsip ini, agamanya akan terjaga. Berbeda halnya jika ia terlalu loyal
atau menunjukkan kasih dan sayang pada non-muslim, ini akan membuat agamanya lambat laun akan pudar.

Bagaimana bentuk tidak loyal pada non-muslim?

1- Tidak turut serta dalam perayaan non-muslim

Seorang muslim punya prinsip tidak loyal pada non-muslim. Sedangkan sebagian orang yang berpaham liberal
mengindahkan prinsip ini. Alhasil, sikap toleransi lebih dijunjung tinggi dibanding dengan prinsip ini. Ini jelas keliru
karena toleransi ada batasnya. Bahkan bentuk mendiamkan atau membiarkan mereka berhari raya, itu pun sudah
cukup. Tidak perlu kita sampai turut serta merayakan perayaan non-muslim, seperti Natal dan Tahun Baru. Tidak
perlu juga kita sampai menghadiri jika mendapatkan undangan, juga termasuk mengucapkan selamat. Ini semua
terlarang. Sifat orang beriman atau sifat ibadurrahman yang disebutkan dalam surat Al Furqon adalah,

‫ور َوإِذَا َم ُّروا بِاللَّ ْغ ِو َم ُّروا ك َِرا ًما‬ ُّ َ‫َوالَّذِينَ َال يَ ْش َهدُون‬
َ ‫الز‬

“(Sifat ibadurrahman atau hamba beriman adalah ) orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila
mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui
(saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon: 72). Di antara tafsiran “tidak menghadiri perbuatan zur”
adalah tidak menghadiri perayaan non-muslim.

2- Tidak tasyabbuh pada non-muslim

Yang dimaksud tasyabbuh adalah tidak meniru non-muslim dalam hal beragama maupun penampilan yang menjadi
ciri khas mereka. Di antara bentuk tasyabbuh dalam penampilan misalnya adalah berpakaian yang menjadi ciri khas
non-muslim. Ketika ia memakai pakaian seperti itu, maka disangka bukan Islam. Ini namanya tasyabbuh.

Bentuk tasyabbuh lainnya seperti dalam nama. Sebagian remaja ada yang diberi nama dengan Ronaldo, Roberto,
atau Carlos. Ini semua nama non-muslim. Dan ketika ada yang bernama seperti itu disangka ia bukan muslim. Nama
seperti ini tidak dibolehkan dan termasuk tasyabbuh yang terlarang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫شبَّهَ ِبقَ ْو ٍم فَ ُه َو ِم ْن ُه ْم‬


َ َ ‫َم ْن ت‬
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Daud.
Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Sekali lagi, prinsip “lakum diinukum waliya diin” bukan berarti mengajarkan kita untuk bersikap keras. Islam tidak
mengajarkan kekerasan. Bahkan Islam masih tetap mengajarkan berbuat baik (ihsan) pada non-muslim.
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata, “Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu
melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) –
shallallahu ‘alaihi wa sallam-”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa
neraka.”(HR. Bukhari no. 1356). Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih berbuat baik pada non-
muslim. Namun tujuan dia mengunjunginya adalah mengajaknya masuk Islam, dan akhirnya ia pun masuk Islam.

Jadi semoga prinsip baro’ (tidak loyal) pada non-muslim tetap ada pada diri kita. Dan moga Allah terus meneguhkan
iman dan keyakinan kita pada Islam.

Dikencingi oleh Setan Karena Tidak Bangun


Shubuh
17

Sebagian remaja dan yang mengaku muslim lainnya, ada yang sering
melalaikan shalat Shubuh atau telat Shubuh. Bahkan ada yang secara sengaja
melakukan shalat Shubuh di pagi hari saat matahari sudah menunggu.
Alasannya ketiduran, namun saban hari seperti itu terus yang terjadi. Padahal
Rasul telah menyinggung bahwa siapa yang tidur semalaman sampai waktu
pagi, maka ia sebenarnya telah dikencingi setan. Wallahul musta'an.

Ini haditsnya para remaja, yaitu dari Ibnu Mas'ud ia pernah berkata, "Di
hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam disebutkan tentang seorang laki-laki
yang tidur semalaman sampai datang pagi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda,

‫ان ِفى أُذُنَ ْي ِه‬


ُ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬ َ ‫ َذ‬- ‫أَ ْو قَا َل‬- ‫ِفى أ ُذُنِ ِه‬
َّ ‫اك َر ُج ٌل َبا َل ال‬
"Laki-laki itu telah dikencingi oleh setan pada kedua telinganya -dalam riwayat lain: di telinganya-" (Muttafaqun 'alaih,
HR. Bukhari no. 3270 dan Muslim no. 774). Al Qodhi 'Iyadh memahami hadits ini secara tekstual. Demikianlah yang
benar. Lalu dikhususkan kata telinga yang dikencingi karena telingalah pusat pendengaran untuk diingatkan.
Lihat Syarh Shahih Muslim karya Imam Nawawi, 6: 58.
Yang menjadi bahasan kita dari hadits di atas adalah tidurnya laki-laki tersebut hingga Shubuh. Ada ulama yang
mengartikan bahwa yang dimaksud ia tidur hingga datang waktu shalat Shubuh dan tidak shalat malam. Ada pula
yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ia tidur hingga pagi hari sampai-sampai luput dari shalat Shubuh.
Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin dalam Syarh Riyadhis Sholihin, 5: 194. Ini menunjukkan
jeleknya orang yang tidak bangun Shubuh sampai-sampai dikencingi oleh setan. Setan saja sudah tidak sukai,
apalagi jika sampai dikencingi oleh makhluk tersebut. Wallahul musta'an, kita berlindung pada Allah dari kejelekan
semacam itu.

Jadi, dari sekarang marilah kita biasakan bangun Shubuh karena hal itu diawali dengan kebiasaan. Awalnya
memang berat, namun jika terus bisa bangun Shubuh, maka akan jadi hal yang biasa dan tidak jadi telat atau bahkan
meninggalkan shalat Shubuh. Semoga Allah memberi taufik pada para remaja untuk bisa memanfaatkan waktu pagi
dan terus bisa menjaga amalan yang mulia yaitu amalan shalat Shuhuh.

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi:
Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan ketiga, tahun
1427 H

Orang yang Meninggalkan Shalat Bukanlah Muslim


1

Kalau remaja sudah malas-malas melaksanakan shalat, maka bisa jadi dicap
bukan muslim. Karena sebagaimana kata Umar, orang yang meninggalkan
shalat bukanlah muslim.

Ibnu Zanjawaih mengatakan, ” ’Amr bin Ar Robi’ telah menceritakan pada kami,
(dia berkata) Yahya bin Ayyub telah menceritakan kepada kami, (dia berkata)
dari Yusuf, (dia berkata) dari Ibnu Syihab, beliau berkata,” ’Ubaid bin Abdillah
bin ‘Utbah (berkata) bahwa Abdullah bin Abbas mengabarkannya,”Dia
mendatangi Umar bin Al Khoththob ketika beliau ditikam (dibunuh) di masjid.
Lalu Ibnu Abbas berkata,”Aku dan beberapa orang di masjid membawanya (Umar) ke rumahnya.”

Lalu Ibnu Abbas berkata, ”Lalu Abdurrahman bin ‘Auf diperintahkan untuk mengimami orang-orang.”

Kemudian beliau berkata lagi, ”Tatkala kami menemui Umar di rumahnya, maut hampir menghapirinya. Beliau tetap
dalam keadaan tidak sadar hingga semakin parah. Lalu (tiba-tiba) beliau sadar dan mengatakan,”Apakah orang-
orang sudah melaksanakan shalat?”

Ibnu Abbas berkata, ”Kami mengatakan,’Ya’.

Lalu Umar mengatakan,

َ‫الصال ا اة‬
َّ ‫ك‬ َْ ‫م‬
َ‫ن تا ار ا‬ َ‫سال ا ا‬
‫م لِ ا‬ ْ ِ‫ل ا إ‬
َ
”Tidaklah disebut Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.”

Dari jalan yang lain, Umar berkata,

َ‫الصال ا اة‬
َّ ‫ك‬ َْ ‫م‬
َ‫ن تا ار ا‬ ‫م لِ ا‬ ْ ‫ظ َّ فِي ال‬
َِ ‫ِسال ا‬ ‫ول ا ا‬
َ ‫ح‬
“Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” Lalu Umar meminta air wudhu, kemudian
beliau berwudhu dan shalat. (Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi
Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam sunannya, juga Ibnu ’Asakir. Hadits ini shohih,
sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 209)
Juga dikatakan yang demikian itu oleh semua sahabat yang hadir. Mereka semua tidak mengingkari apa yang
dikatakan oleh Umar.

Perkataan semacam ini juga dapat dilihat dari perkataan Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan
tidak diketahui sahabat yang menyelisihinya.

Al Hafidz Abdul Haq Al Isybiliy rahimahullah dalam kitabnya mengenai shalat, beliau mengatakan, ”Sejumlah sahabat
dan orang-orang setelahnya berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja itu kafir karena
sebab meninggalkan shalat tersebut hingga keluar waktunya. Di antara yang berpendapat demikian adalah Umar bin
Al Khaththab, Mu’adz bin Jabbal, Abdullah bin Mas’ud, Ibnu Abbas, Jabir, Abud Darda’, begitu juga diriwayatkan dari
Ali dan beberapa sahabat.”

Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir
sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq,

‫مالَِ تا ْركهَ ك ْفرَ ا‬


َ‫غ ْي ار‬ ْ ‫ِن األ ا‬
‫ع ا‬ َ‫ش ْي ًئا م ا‬ َ‫ل ا يا ار ْو ا‬
‫ن ا‬ َّ ‫ح‬
َ ‫مدَ صلى هللا عليه وسلم‬ ‫حابَ م ا‬ ْ ‫ان أا‬
‫ص ا‬ َ‫ك ا‬ َّ
‫الصال ا ِةَ ا‬
“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila
ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.”
Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan
bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini
adalahshohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)

Semoga Allah senantiasa memberi taufik pada para remaja untuk menjaga shalat.

Anda mungkin juga menyukai