Anda di halaman 1dari 16

PENENTUAN KADAR PROTEIN TOTAL, ALBUMIN,

GLOBULIN SERUM ( Cara Kingsley )

I. TUJUAN PERCOBAAN
● Tujuan Umum
Menentukan status gizi secara biokimia dalam plasma darah manusia
● Tujuan Khusus
1. Menentukan kadar protein total dalam plasma darah manusia
2. Menentukan kadar albumin dalam plasma darah manusia
3. Menentukan kadar globulin serum dalam plasma darah
manusia
II. DASAR TEORI
Protein adalah suatu makromolekul bentuk polimer dari asamamino. Asam
amino yang dapat membentuk protein ini disebut asam amino dasar (common
amino acid), yang terdiri dari 20 jenis asam amino. Antara asam amino yang satu
dengan yang lain terikat dengan ikatan peptida membentuk rantai polipeptida
dan membentuk struktur primer, sekunder, tertier dan kwartener.
Protein mepunyai peran penting pada berbagai fungsi vital seperti enzim,
penyusun struktur sel, alat transportasi, sistem penyangga, antibody, sistem
komplemen, sumber nutrisi, bagian sistem buffer plasma, dan mempertahankan
keseimbangan cairan intra dan ekstraseluler. Berbagai protein plasma terdapat
sebagai antibodi, enzim, faktor koagulasi, dan transport substansi khusus serta
masih banyak fungsi lainnya. Beberapa hormon juga tersusun dari protein. Asam
amino penyususun protein juga mempunyai peran penting pada biosintesis pada
senyawa-senyawa tertentu seperti kreatin, melanin dan serotonin.
Kita membutuhkan protein kurang lebih 30-60 gram per hari, namun kualitas
protein, yaitu proporsi asam amino esensial di dalam makanan terhadap
proporsinya pada protein yang menjalani sintesis, merupakan faktor penting
yang sangat menentukan. Asam amino yang berlebih tidak akan disimpan. Tanpa
memperdulikan sumbernya, asam amino yang tidak segera disatukan menjadi
protein baru, akan segera diuraikan dengan cepat. Jadi konsumsi asam amino
secara berlebihan tidak memberikan manfaat apapun selain pembentukan energi
yang juga bisa dilakukan oleh karbohidrat dan lipid dengan biaya yang lebih
rendah.
Penguraian dan resintesis protein atau yang kita kenal dengan pertukaran
protein terjadi pada semua protein sel yang berlangsung terusmenerus dan
merupakan proses fisiologis yang penting dalam semua bentuk kehidupan.
Manusia menukar atau menggantikan 12% dari total protein tubuh per hari,
khususnya protein otot. Dari asam amino yang dibebaskan, 7580% digunakan
kembali untuk sintesis protein yang baru.
Protein serum terdiri dari albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan darah,
enzim dan hormon. Albumin dan globulin merupakan fraksi yang terbesar,
olehkarena itu pada paktikum kali ini total protein dianggap sama dengan
penjumlahan kadar albumin dan globulin.
Total protein terdiri atas albumin (60%) dan globulin (40%). Bahan
pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan total protein adalah serum. Jika
menggunakan bahan pemeriksaan plasma, kadar total protein akan menjadi lebih
tinggi 3 – 5 % karena pengaruh fibrinogen dalam plasma. Cara yang paling
sederhana dalam penetapan protein adalah dengan refraktometer (dipegang
dengan tangan) yang menghitung protein dalam larutan berdasarkan perubahan
indeks refraksi yang disebabkan oleh molekul-molekul protein dalam larutan.
Indeks refraksi mudah dilakukan dan tidak memerlukan reagen lain, tetapi dapat
terganggu oleh adanya hiperlipidemia, peningkatan bilirubin, atau hemolisis. Saat
ini, pengukuran protein telah banyak menggunakan bahan kimiawi otomatis.
Pengukuran kadar menggunakan prinsip penyerapan (absorbance) molekul zat
warna. Protein total biasanya diukur dengan reagen Biuret dan tembaga sulfat
basa. Penyerapan dipantau secara spektrofotometri pada λ=545 nm. Albumin
sering dikuantifikasi sendiri. Sedangkan globulin dihitung dari selisih kadar antara
protein total dan albumin yang diukur.
Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia,
yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serum normal adalah 3,8-5,0 g/dl.
Albumin terdiri dari rantai tunggal polipeptida dengan berat molekul 66,4 kDa
dan terdiri dari 585 asam amino. Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan
disulfida yang menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur.
Molekul albumin berbentuk elips sehingga dengan bentuk molekul seperti itu
tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan larut sempurna. Kadar albumin
serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi, dan distribusi antara
kompartemen intravaskular dan ekstravaskular. Cadangan total albumin 3,5-5,0
g/kg BB atau 250-300 g pada orang dewasa sehat dengan berat 70 kg, dari jumlah
ini 42% berada di kompartemen plasma dan sisanya di dalam kompartemen
ektravaskular (Evans, 2002). Albuminmanusia (human albumin) dibuat dari
plasma manusia yang diendapkan dengan alkohol. Albumin secara luas digunakan
untuk penggantian volume danmengobati hipoalbuminemia (Uhing, 2004: Boldt,
2010). Berdasarkan fungsi dan fisiologis, secara umum albumin di dalam tubuh
mempertahankan tekanan onkotik plasma, peranan albumin terhadap tekanan
onkotik plasma rnencapai 80% yaitu 25 mmHg. Albumin mempunyai konsentrasi
yang tinggi dibandingkan dengan protein plasma lainnya, dengan berat molekul
66,4 kDa lebih rendah dari globulin serum yaitu 147 kDa, tetapi masih
mempunyai tekanan osmotik yang bermakna. Efek osmotik ini memberikan 60%
tekanan onkotik albumin. Sisanya 40% berperan dalam usaha untuk
mempertahankan intravaskular dan partikel terlarut yang bermuatan positif
(Nicholson dan Wolmaran, 2000; Dubois dan Vincent, 2002). Secara detil fungsi
dan peran albumin dalam tubuh adalah seperti yang akan dipaparkan berikut:
a. Albumin sebagai pengikat dan pengangkut
Albumin akan mengikat secara lemah dan reversibel partikel yang
bermuatan negatif dan positif, dan berfungsi sebagai pembawa dan
pengangkut molekul metabolit dan obat. Meskipun banyak teori tentang
pentingnya albumin sebagai pengangkut dan pengikat protein, namun masih
sedikit mengenai perubahan yang terjadi pada pasien dengan
hipoalbuminemia (Nicholson dan Wolmaran, 2000; Khafaji dan Web, 2003;
Vincent, 2003).
b. Efek antikoagulan albumin
Albumin mempunyai efek terhadap pembekuan darah. Kerjanya seperti
heparin, karena mempunyai persamaan struktur molekul. Heparin bermuatan
negatif pada gugus sulfat yang berikatan antitrombin III yang bermuatan
positif, yang menimbulkan efek antikoagulan. Albumin serum juga
bermuatan negatif (Nicholson dan Wolmaran, 2000).
c. Albumin sebagai pendapar
Albumin berperan sebagai buffer dengan adanya muatan sisa dan molekul
albumin dan jumlahnya relatif banyak dalam plasma. Pada keadaan pH
normal albumin bermuatan negatif dan berperan dalam pembentukan gugus
anion yang dapat mempengaruhi status asam basa. Penurunan kadar albumin
akan menyebabkan alkalosis metabolik, karena penurunan albumin 1 g/dl
akan meningkatkan kadar bikarbonat 3,4 mmol/L dan produksi basa >3,7
mmol/L serta penurunan anion 3 mmol/L (Nicholson dan Wolmaran,2000).

d. Efek antioksidan albumin


Albumin dalam serum bertindak memblok suatu keadaan neurotoxic oxidant
stress yang diinduksi oleh hidrogen peroksida atau copper, asam askorbat
yang apabila teroksidasi akan menghasilkan radikal bebas (Gum dan
Swanson, 2004).
e. Mempertahankanintegritas mikrovaskuler sehingga mencegah masuknya
kuman-kuman usus ke dalam pembuluh darah, sehingga terhindar dari
peritonitis bakterialis spontan(Nicholson dan Wolmaran, 2000).
Albumin dalam aspek klinis digunakan dalam beberapa hal yaitu:
a. Hipovolemia
Hipovolemia dicirikan oleh defisiensi volume intravaskular akibat kekurangan
cairan eksternal atau redistribusi internal dan cairan ekstraselular. Jika terjadi
hipovolemia dan disertai hipoalbuminemia dengan hidrasi yang memadai atau
edema, lebih baik digunakan albumin 25% daripada albumin 5%. Jika hidrasi
berlebihan, harus digunakan albumin 5% atau albumin 25% .
b. Hipoalbuminemia
Hubungan antara hipoalbuminemia dengan hasil akhir yang buruk telah
memotivasi para klinisi untuk memberikan albumin eksogen pada pasien
dengan hipoalbuminemia. Human albumin telah diindikasikan untuk terapi
hipoalbuminemia di Amerika Serikat dan negara lainnya. Tetapi masih
terdapat kontroversi, meskipun hipoalbuminemia secara langsung
menyebabkan hasil akhir pengobatan yang buruk (Khafaji dan Web, 2003).
Hipoalbuminemia bukan suatu indikasi untuk pemberian albumin karena
hipoalbuminemia tidak berhubungan langsung dengan plasma dan volume
cairan lainnya, tetapi disebabkan kelebihan dan defisit cairan di intravaskular
yang disebabkan dilusi, penyakit dan faktor distribusi (Allison dan Lobo,
2000).
Hipoalbuminemia dapat terjadi akibat produksi albumin yang tidak adekuat
(malnutrisi, luka bakar, infeksi dan pada bedah mayor), katabolisme yang
berlebihan (luka bakar, bedah mayor, dan pankreatitis), kehilangan albumin
dari tubuh, hemoragik, eksresi ginjal yang berlebihan, redistribusi dalam tubuh
(bedah mayor dan kondisi inflamasi).
Pemberian albumin akibat kehilangan protein yang berlebihan hanya memberi
efek sementara dan jika tidak diberikan akan memperparah penyakit. Pada
kebanyakan kasus, peningkatan penggantian asam amino dan atau protein
akan memperbaiki kadar normal plasma albumin secara efektif dibandingkan
larutan albumin. Beberapa kasus hipoalbuminemia yang disertai dengan
cedera, infeksi atau pankreatitis tidak dapat memperbaiki kadar albumin
plasma secara cepat dan suplemen nutrisi gagal untuk memperbaiki kadar
serum albumin. Pada keadaan ini albumin mungkin digunakan untuk terapi
tambahan.
c. Luka bakar
Albumin diberikan pada jam ke 24 pasca trauma untuk membantu penarikan
cairan dan ekstravaskuler ke intravaskuler.
d. ARDS(Adult Respiratory Distress Syndrome)
Karakteristik ARDS adalah keadaan hipoproteinemia yang disebabkan oleh
edema pulmonari, jika terjadi overload pulmonari disertai hipoalbuminemia,
larutan albumin 25% akan memberikan efek terapetik jika dikombinasi dengan
diuretik.
e. Nefrosis
Albumin mungkin berguna untuk membantu pengobatan edema pada pasien
nefrosis yang menerima steroid dan atau diuretik.
f. Operasi By Pass Kardiopulmoner
g. Untuk mengikat dan mengeluarkan bilirubin toksik pada neonatus dengan
penyakit hemolitik.
Menurut Harrow et al (1962), Globulin merupakan salah satu golongan
protein yang tidak larut dalam air, mudah terkoagulasi oleh panas, mudah larut
dalam larutan garam dan membentuk endapan dengan konsentrasi garam yang
tinggi. Glubolin disusun oleh dua komponen yaitu legumin dan vicilin. Globulin
membentuk sekitar 30% protein plasma.
a. Alfa dan beta globulin disintesis di hati. Dengan fungsi utama sebagai
molekul pembawa lipid. Beberapa hormon, berbagai substrat, dan zat
penting tubuh lainya.
b. Gamma globulin (imunoglobin) adalah antibodi. Ada lima jenis imunoglobin
yang diproduksi jaringan limfoid dan berfungsi dalam imunitas.
Globulin = zat kekebalan tubuh
Globulin adalah protein yang termasuk gamma globulin (antibodi) dan
berbagai enzim dan / carrier protein transpor. Profil spesifik dari globulin
ditentukan oleh elektroforesis protein (SPEP), yang memisahkan protein
berdasarkan ukuran dan biaya. Ada empat kelompok utama yang dapat
diidentifikasi: gamma globulin, globulin beta, alfa-2 globulin, dan 1 alfa-globulin.
Setelah kelompok normal telah diidentifikasi, penelitian lebih lanjut dapat
menentukan kelebihan protein tertentu atau defisit. Karena fraksi gamma
biasanya membentuk bagian terbesar dari globulin, kekurangan antibodi harus
selalu muncul di pikiran ketika tingkat globulin rendah. Antibodi diproduksi oleh
limfosit B matang yang disebut sel plasma, sedangkan sebagian besar protein
lain dalam alfa dan beta fraksi dibuat dalam hati. Optimal Range (Alpha
Globulin): 0.2-0.3 g/L Optimal Range (Beta Globulin): 0.7-1.0 g/L. Tingkat
globulin mungkin meningkat dalam:
Kronis infeksi (parasit, beberapa kasus infeksi virus dan bakteri)
● Penyakit hati (sirosis bilier, ikterus obstruktif)
● Carcinoid sindrom
● Rheumatoidarthritis
Tingkat globulin serum dapat menurun dalam:
● Nephrosis (Suatu Kondisi di mana ginjal tidak menyaring protein dari darah
dan kebocoran ke urin)
● Alpha-1 antitrypsin Defisiensi (Emfisema)
● Anemia hemolitik akut
● Disfungsi hati
● Hypogammaglobulinemia / Agammaglobulinemia
Pada penentuan kadar protein digunakan reagen biuret. Uji Biuret
digunakan untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada suatu bahan.
Terbentuknya warna ungu pada larutan sampel karena terbentuk senyawa
kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida yaitu gugus peptida ( -
CO-NH-). Makin banyak atau makin panjang ikatan peptida dalam protein maka
warna ungu akan makin kuat intensitasnya. reaksi biuret merupakan reaksi warna
yang umum untuk gugus peptida (-CO-NH-) dan protein. Reaksi positif ditandai
dengan terbentuknya warna ungu karena terbentuk senyawa kompleks antara
Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida. Banyaknya asam amino yang terikat
pada ikatan peptida mempengaruhi warna reaksi ini.Senyawa dengan dipeptida
memberikan warna biru, tripeptida ungu dan tetrapeptida serta peptida kompleks
memberikan warna merah. Biuret dihasilkan dengan memanaskan urea kira-kira
pada suhu 180 oC dalam larutan basa. Biuret memberikan warna violet dengan
CuSO4. Reaksi ini disebut dengan reaksi biuret, kemungkinan terbentuknya Cu2+
dengan gugus CO dan –NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Dipeptida dan
asam-asam amino (kecuali histidina, serina dan treonina) tidak memberikan uji
ini. Beberapa protein yang mempunyai gugus –CS-NH-, -CH-NH- dalam
molekulnya juga memberikan tes warna positif dengan biuret (Bintang, 2010).

Reaksinya adalah sebagai berikut

Gambar 10. Reaksi uji Biuret (Bintang, 2010)


Hasil pengujian (Tabel 5) hanya albumin dan gelatin saja yang menunjukan
hasil positif. Pada kasein dan pepton menunjukan hasil negatif, hal ini berlainan
dengan literatur yang seharusnya positif karena kasein terdiri dari tirosin dan
triptofan yang mengandung ikatan peptida. Sedangkan fenol memang negatif
karena fenol tidak memiliki ikatan peptida. Berikut tabel hasil pengamatan dan
gambar pada uji Biuret.

Tabel 5 Hasil uji Biuret


Bahan uji Hasil pengamatan (+/-) Perubahan warna larutan
Albumin + Violet
Gelatin + Violet
Kasein - Violet
Pepton - Biru
Fenol - Hijau

Pemberian Na2SO4 23 % : Larutkan 230 g Na2SO4 anhydr. dalam aquadest


panas. Kemudian tambahkan H2O ( Aquadest ) 1 L. Simpan dalam botol yang
tertutup rapat dalam suhu kamar. Fungsi penambahan Na2SO4 untuk memisahkan
albumin dan aglobulin berdasarkan metode salting out.

Pada percobaan ini total protein dan albumin ditentukan secara


spektrofotometrik dengan mereaksikan dengan reagen biuret. Kadar albumin
ditentukan sesudah globulin dipisahkan dengan mengendapkannya memakai
larutan Na2SO4 23 % dan selanjutnya digumpalkan dengan dietileter. Pemberian
dietileter juga dimaksudkan untuk menghilangkan kekeruhan yang mungkin
terjadi oleh karena adanya lipid didalam serum. Kekeruhan akan mempengaruhi
pembacaan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
1. Alat
- Tabung reaksi dan rak
- Pipet gondok
- Bulb
- Mikropipet dan blue tip
- Spuit
- Stopwatch
- Cuvet
- Spektrofotometri
2. Bahan
- Serum darah
- Na2SO4 23 % : Larutkan 230 g Na2SO4 anhydr. dalam aquadest panas.
Kemudian tambahkan H2O ( Aquadest ) 1 L. Simpan dalam botol yang
tertutup rapat dalam suhu kamar.
- Reagens biuret : Masukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml sebanyak 300 ml
NaOH 5,7N ( 95 ml NaOH jenuh diencerkan sampai 300 ml ) dengan 100
ml CuSO4 1 %. Campur dengan baik, simpan di dalam botol dengan tutup
karet.
- Larutan standard protein yang diketahui kadarnya (ditentukan dengan
cara Kjehldahl). Sebaiknya larutan standard ini mengandung kira-kira 6 g.
protein per 100 ml larutan.
3. Prosedur kerja
Prosedur yang akan dilakukan secara garis besar dapat diuraikan melaui
tahapan-tahapan berikut.

a. Total Protein :
Pipet 0,5 ml serum dan masukkan dalam tabung pemusing ( 15 ml ),
tambahkan 7,5 ml larutan Na2SO4 23 %, campur baik

b. Albumin :
1. Pada sisa campuran (yang terdapat pada tabung pemusing),
tambahkan 3 ml dietiliter dan sumbat baik-baik. Kocok agak kuat
dengan sekali-sekali membuka tutupnya untuk mengurangi tekanan
yang terdapat dalam tabung tersebut.
2. Pusingkan selama 10 menit.
Harus terlihat 3 fase berbatasan jelas dari masing-masing campuran
yang terdapat dalam tabung pemusing tersebut. Fase yang teratas
adalah eter yang mengandung lipid, fase yang di tengah merupakan
cincin endapan globulin dan fase yang terbawah merupakan larutan
yang terjernih dari albumin.
3. Miringkan hati-hati tabung pemusing sehingga cincin globulin
terlepeas dari dinding tabung. Masukkan hati-hati sebuah pipet 2 ml
dengan ujung atas pipet ditutup jari waktu pipet menembus lapisan
eter.
4. Isaplah larutan albumin dengan pipet tersebut sampai melampaui
tanda pipet tersebut bersihkan ujung pipet yang basah dengan kertas
pembersih dan turunkan permukaan larutan sampai pada garis tanda
dari pipet.
5. Masukkan larutan albumin ini kedalam tabung reaksi dengan tanda A.
c. Blanko
Untuk blanko dipakai : 2 ml aquadest ( tabung B )
d. Standard :
Untuk larutan standar 0,5 ml lar. standard dan 7,5 ml aquadest, campur
baik-baik lalu ambil 2 ml dari campuran tersebut dan masukkan dalam
tabung ( S )
e. Tindakan selanjutnya :
1. Tambahkan ke msing-masing tabung tersebut (A, TP,S & B) 4 ml
reagen Biuret dan biarkan selama 10 menit pada suhu kamar.
2. Bila terjadi kekeruhan tambahkan 2-2,5 ml eter, kocok dan pusingkan.
Bila larutan telah jernih, tak perlu tambahkan eter.
3. Tentukan bacaan dari masing-masing tabung (A, TP, B & S) dengan
spektrofotometer pada gelombang 545 nm.
Kadar total protein, albumin dan globulin mahasiswa coba dapat
dihitung menggunakan rumus berikut ini:
AbsTP-AbsB
T.P = -------------------- X CS ( gr % )
AbsS-AbsB

AbsA-AbsB
Alb = -------------------- X CS gr %
AbsS-AbsB

Globulin = T.P - Alb


Keterangan:
AbsTP = absorbance T.P
Abs A = absorbance albumin
AbsS = absorbance Standart
CS = Kadar protein standart dalam g/100 ml
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Data
KELOMPOK ALBUMIN GLOBULIN PROTEIN
TOTAL
1 1,77 gr% 3,44 gr% 5,21 gr%
2 2,82 gr% 2,43gr% 5,25 gr%
3 3,121 gr% 2,383 gr% 5,504 gr%
4 4,875 g/100 ml 2,745 g/100 ml 7,62 g/100 ml
5 4,27gr% 3,89 gr% 8,16 gr%
6 2,5 gr/dl 1,571 gr/dl 4,071 gr/dl
7 3,03 gr/dL 2,92 gr/dL 5,95 gr/dL

Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengukuran dengan


spektrofotometer:

Abs A = 0,457 nm

Abs TP = 0,675 nm

Sehingga didapatkan kadar:

TP = Abs TP – Abs B
x
Abs s – Abs B
= 0,675 – C 0,231
x
s
0,679 – 0,231
6
(
= 5,95 gr/dL
g
Alb = Abs A – Abs B r
x
Abs S – Abs B %
)
= 0,457 – 0,231 C
x
s
0,679 – 0,231
= 3,03 gr/dL (6
Glb = T.P – Alb g
r
= 5,95 – 3,03 %
= 2,92 gr/dL )

Standart harga normal:


Total Protein = 6 – 8 gr/dL
Albumin = 3.5 – 5 gr/dL
Globulin = 2 – 3,6 gr/dL

Uji kadar protein total


Uji kadar protein total dimulai dengan memasukkan 0,5 ml serum
yang berasal dari darah probandus yang sudah dipusingkan ke dalam tabung
pemusing (15 ml), lalu menambahkan 7,5 ml larutan Na2SO4 23%,
mencampur baik-baik lalu mengambil 2 ml dari campuran tersebut dan
memasukkannya ke dalam tabung pemusing yang sudah diberi label TP. Lalu
kami tambahkan 4 ml reagen biuret dan tunggu selama 10 menit pada suhu
kamar. Kemudian kami menggunakan spektrofotometer pada gelombang 545
nm untuk mengetahui nilai absorbansi larutan tersebut. Dalam percobaan ini,
larutan Na2SO4 23% berfungsi sebagai pemisah fraksi albumin dan globulin.

Nilai absorbansi larutan tabung TP pada spektrofotometer adalah


0,675. Setelah dilakukan perhitungan
dengan menggunakan rumus, TP =

Kadar protein larutan tersebut bernilai 5,95 gr/dl. Nilai tersebut berada
di bawah normal.
Uji Kadar Albumin
Pada tabung pemusing yang berisi 6 ml larutan yang tersisa, kami beri
label A, lalu kami tambahkan 3 ml dietileter kemudian sumbat baik-baik.
Kami kocok kuat dengan sekali-sekali membuka tutupnya untuk mengurangi
tekanan yang terdapat dalam tabung tersebut.Lalu kami pusingkan selama 10
menit. Pada larutan arus terlihat 3 fase berbatasan jelas dari masing-masing
campuran yang terdapat dalam tabung pemusing tersebut. Fase yang teratas
adalah eter yang mengandung lipid, fase yang di tengah merupakan cincin
endapan globulin dan fase yang terbawah merupakan larutan yang terjernih
dari albumin.
Kemudian kami miringkan hati-hati tabung sehingga cincin globulin
terlepas dari dinding tabung dan memasukkan hati-hati sebuah pipet 2 ml
dengan ujung atas pipet ditutup jari waktu pipet menembus lapisan eter.
Kami ambil larutan albumin itu dengan menggunakan pipet lalu
bersihkan ujung pipet yang basah dengan kertas pembersih dan turunkan
permukaan larutan sampai pada garis tanda dari pipet.
Lalu kami masukkan larutan albumin ini ke dalam tabung reaksi dan
tambahkan 4 ml reagen biuret, lalu menunggu selama 10 menit pada suhu
kamar. Kemudian kami tentukan bacaannya dengan spektrofotometer pada
gelombang 545 nm.
Penambahan dietileter bermaksud untuk menggumpalkan albumin dan
mengilangkan kekeruhan karena adanya kandungan lipid dalam serum yang
akan mempengaruhi pembacaan spektrofotometer.

Nilai absorbansi larutan tabung A pada spektrofotometer adalah 0,675.


Setelah dilakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus, A=
Kadar albumin larutan tersebut bernilai
3,03 gr/dl. Nilai tersebut berada di bawah normal.
Kadar globulin yang merupakan 40% dari kadar total protein dapat
diperoleh dengan cara mengurangi kadar total protein dengan kadar albumin.
Rumus:
Glb = TP – A
Dari rumus ini didapatkan kadar globulin dari orang coba sebesar 2,92
gr/dL. Hasil pengukuran ini menujukkan bahwa kadar globulin pada
probandus dalam rentang normal.
Reagen
Beberapa reagen digunakan pada uji penentuan kadar total protein dan
albumin pada tubuh. Reagen tersebut adalah natrium sulfat dan biuret.
Pada penentuan kadar protein digunakan reagen biuret. Uji Biuret
digunakan untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada suatu bahan.
Terbentuknya warna ungu pada larutan sampel karena terbentuk senyawa
kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida yaitu gugus peptida (
-CO-NH-). Makin banyak atau makin panjang ikatan peptida dalam protein
maka warna ungu akan makin kuat intensitasnya. reaksi biuret merupakan
reaksi warna yang umum untuk gugus peptida (-CO-NH-) dan protein. Reaksi
positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu karena terbentuk senyawa
kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida. Banyaknya asam
amino yang terikat pada ikatan peptida mempengaruhi warna reaksi ini.
Senyawa dengan dipeptida memberikan warna biru, tripeptida ungu dan
tetrapeptida serta peptida kompleks memberikan warna merah. Biuret
dihasilkan dengan memanaskan urea kira-kira pada suhu 180 oC dalam larutan
basa. Biuret memberikan warna violet dengan CuSO4. Reaksi ini disebut
dengan reaksi biuret, kemungkinan terbentuknya Cu2+ dengan gugus CO dan
–NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Dipeptida dan asam-asam amino
(kecuali histidina, serina dan treonina) tidak memberikan uji ini. Beberapa
protein yang mempunyai gugus –CS-NH-, -CH-NH- dalam molekulnya juga
memberikan tes warna positif dengan biuret (Bintang, 2010).
Pemberian natrium sulfat pada larutan uji menggunakan prinsip
metode salting out. Salting out merupakan metode yang digunakan untuk

memisahkan protein yang didasarkan pada prinsip bahwa protein kurang


terlarut ketika berada pada daerah yang konsentrasi kadar garamnya tinggi.
Konsentrasi garam diibutuhkan oleh protein untuk mempercepat keluarnya
larutan yang berbeda dari protein satu ke protein yang lainnya.
Hasil Pengukuran
Kedua uji kadar total protein dan albumin dari probandus berada di
bawah normal, padahal probandus dalam keadaan sehat. Hal ini terjadi karena
pembersihan tabung kuvet kurang bersih, sehingga terjadi kesalahan dalam
pembacaan spektrofotometer, sehingga apabila tersentuh oleh jari tangan maka
lipid/minyak pada permukaan kulit jari akan menempel pada tabung kuvet
yang mempengaruhi pambacaan.Sedangkan untuk kadar globulin probandus
berada dalam rentang normal yang didapatkan dari kadar total protein
dikurangi kadar albumin.
Sintesis albumin baru berkurang pada saat sakit, terutama penyakit
liver. Plasma protein dengan penyakit liver sering memperlihatkan penurunan
rasio albumin terhadap globulin. Pembentukan albumin mengalami penurunan
relative dini pada kondisi-kondisi malnutrisi protein, misalnya kwashiorkor.

V. KESIMPULAN
Percobaan kali ini menggunakan metode Kingsley, dan hasil yang didapatkan
adalah kurang akurat untuk kedua percobaan. Hal ini dapat disebabkan oleh
kesalahan pengambilan serum, penambahan reagen, maupun kesalahan pada
pembacaan spektrofotometer. Kadar normal untuk total protein adalah 6-8 gr%,
albumin 3,5-5 gr%, dan globulin 2-3,6 gr%, sementara hasil yang didapatkan pada
percobaan kali ini sedikit di bawah normal.

Kadar protein pada diri seseorang dapat dipengaruhi oleh asupan makanan
dan karena protein disintesis di liver, kondisi liver seseorang dapat sangat
mempengaruhi kadar protein dalam darah. Minimnya kadar protein dapat
menandakan kerusakan atau malfungsi dari liver seseorang, sehingga
pengukuran kadar protein merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui.

Anda mungkin juga menyukai