Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTEK KLINIK

RS DODY SARJOTO

“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN


FUNGSIONAL EKSTREMITAS INFERIOR AKIBAT
OSTEOARTHRITIS KNEE”

Disusun Oleh :
Yunita Rahmadhani Syurya
PO713241151049
D.III Fisioterapi

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR


JURUSAN FISIOTERAPI
TA 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus praktek klinik ini dengan

tepat waktu meskipun masih jauh dari tahap kesempurnaan.

Praktek klinik ini merupakan salah satu mata kuliah yakni KDPK II yang merupakan

salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh di Kampus Jurusan Fisioterapi. Adapun sub

bagian dari laporan ini adalah beberapa pengetahuan umum terkhusus mengenai

penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Osteoarthritis Knee.

Dengan terselesaikannya laporan praktek klinik ini tidak terlepas dari bantuan banyak

pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Pembimbing Klinik RS Dody Sarjoto

2. Pembimbing Akademik

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi

maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Terimakasih.

Makassar, 06 Oktober 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak

ditemukan. OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas dibandingkan OA pada sendi lain.

Penderita OA mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan

pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus

sehingga sangat mengganggu mobilitas penderita.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahuibahwa osteoarthritis

diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan mencapai24 juta jiwa di kawasan Asia

Tenggara. Osteoarthritis adalah penyakit kronisyang belum diketahui secara pasti

penyebabnya, akan tetapi ditandai dengankehilangan tulang rawan sendi secara bertingkat

(Murray, 1996). Penyakit inimenyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita sehingga

menggangguaktivitas sehari-hari.

Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun2002 dan mencapai

36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% daripopulasi usia diatas 70 tahun

menderita osteoarthritis, dan 80% pasienosteoarthritis mempunyai keterbatasan gerak dalam

berbagai derajat dariringan sampai berat yang berakibat mengurangi kualitas hidupnya

karenaprevalensi yang cukup tinggi. Oleh karena sifatnya yang kronik-progresif,osteoarthritis

mempunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negaramaju maupun di negara

berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjutusia di Indonesia menderita cacat

karena osteoarthritis (Soeroso, 2006)


Penyakit ini mempunyai karateristik berupa terjadinya kerusakan pada kartilago (tulang

rawan sendi). Gejala osteoarthritis genue bersifat progresif, dimana keluhan terjadi perlahan-

lahan dan lama-kelamaan akan memburuk (Helmi, 2012). Osteoarthritis terjadi karena proses

perbaikan sendi tidak mampu mengimbangi kerusakan yang terjadi. Osteoarthritis dapat

menyerang pria maupun wanita. Di bawah usia 45 tahun OA lebih banyak menyerang pria,

dan di atas 55 lebih banyak wanita yang terserang (Sasongko, 2011). Dari aspek fisioterapi,

Osteoarthritis Genu dapat menimbulkan berbagai tingkatan berbagai gangguan yaitu

impairment seperti menurunnya kekuatan otot, keterbatasan lingkup gerak sendi,adanya

nyeri,spasme otot, dan disability seperti ketidakmampuan melakukan kegiatan tertentu

contohnya bangkit dari duduk ,jongkok, berlutut, berdiri lama. Akibat dari menurunnya

kemampuan gerak. Bahkan tingkat functional limitation seperti gangguan berjalan,berlari,dan

naik turun tangga (Fukuda, 2011).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan selama menjalani praktek klinik di RS Dody

Sarjoto selama kurang lebih empat minggu terakhir ini, penulis menemukan banyak penderita

Ostearthritis yang berkunjung ke Poliklinik Fisioterapi yang rata-rata berumur 50 tahun ke

atas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa defenisi Osteoarthritis?

2. Apa anatomi fisiologi Osteoarthritis?

3. Bagaimana proses patofisiologi Osteoarthritis?

4. Apa etiologi dan klasifikasi Ostearthritis?

5. Bagaimana proses penanganan fisioterapi pada Ostearthritis?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi

Knee joint adalah salah satu sendi kompleks dalam tubuh manusia. Femur, tibia, fibula,

dan patella disatukan menjadi satu kelompok yang kompleks oleh ligament. (Ballinger,

2007)Sendi merupakan pertemuan antara dua atau beberapa tulang dari kerangka.Terdapat

tiga jenis utama berdasarkan kemungkinan gerakannya yaitu sendi fibrus, sendi tulang rawan

dan sendi sinovial (C Evelyn, 1999).

Sendi fibrous atau sinartroses adalah sendi yang tidak dapat bergerak atau merekat ikat,

maka tidak mungkin ada gerakan antara tulang – tulangnya, misalnya: sutura antara tulang

pipih tengkorak. Sendi tulang rawan atau amfiartroses adalah sendi dengan gerakan sedikit

dan permukaan persendiannya dipisahkan oleh bahan dan mungkin sedikit gerakannya.

Misalnya, Simphisis pubis, dimana sebuah bantalan tulang rawan mempersatukan kedua

tulang pubis. Sendi synovial atau diartroses adalah persendian yang bergerak bebas dan

terdapat banyak ragamnya.


Gambar IIA.1 Anatomi Knee Joint kanan dari sisi Anterior view dan Posterior view

(Nucleus Medical Art, 1997-2007)

Gambar IIA.2 Anatomi Knee Joint Kanan dari sisi Lateral view dan Medial view

(Nucleus Medical Art, 1997-2007)

Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis proksimalis, tulang

tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi yang terbentuk dari tulang yang
berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella disebut articulatio patella femoral, antara

tulang tibia dengan tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia

dengan tulang fibula proximal disebut articulatio tibio fibular proxsimal (De Wolf, 1996).

Sendi lutut merupakan suatu sendi yang disusun oleh beberapa tulang , ligament beserta

otot, sehingga dapat membentuk suatu kesatuan yang disebut dengan sendi lutut atau knee

joint. Anatomi sendi lutut terdiri dari:

1) Tulang pembentuk sendi lutut antara lain:

a. Tulang Femur

Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka pada

bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum membentuk kepala sendi yang

disebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat taju

yang disebut trochantor mayor dan trochantor minor, di bagian ujung membentuk

persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut condylus medialis dan

condylus lateralis, di antara kedua condylus ini terdapat lekukan tempat letaknya

tulang tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa condylus (Syaifuddin,

1997).

b. Tulang Tibia

Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os fibula,

pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat

taju yang disebut os maleolus medialis. (Syaifuddin, 1997).

c. Tulang Fibula

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk

persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya. Terdapat tonjolan yang

disebut os maleolus lateralis atau mata kaki luar. (Syaifuddin, 1997).


d. Tulang Patella

Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur. Jarak

patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah hanya jarak

patella dengan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan otot-otot atau

tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90 derajat,

kedudukan patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi maka patella

terletak pada permukaan anterior femur (Syaifuddin, 1997).

2) Ligamentum pembentuk sendi lutut

Stabilitas sendi lutut yang lain adalah ligamentum. Ada beberapa ligamentum yang

terdapat pada sendi lutut antara lain :

a. Ligamentum crusiatum anterior, yang berjalan dari depan eminentia

intercondyloidea tibia, ke permukaan medial condylus lateralis femur, fungsi

menahan hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia ke depan.

b. Ligamentum crusiatum posterior, berjalan dari facies lateralis condylus medialis

femoris, menuju fossa intercondyloidea tibia, berfungsi menahan bergesernya

tibia, ke arah belakang.

c. Ligamentum collateral lateralle yang berjalan dari epicondylus lateralis ke

capitulum fibulla, yang berfungsi menahan gerakan varus atau samping luar.

d. Ligamentum collateral mediale tibia (epicondylus medialis tibia), yang berfungsi

menahan gerakan valgus atau samping dalam dan eksorotasi, dan secara

bersamaan ligament collateral juga berfungsi menahan bergesernya ke depan pada

posisi lutut fleksi 90 derajat.


e. Ligamentum popliteum abligum, berasal dari condylus lateralis femoris menuju

ke insertio musculus semi membranosus melekat pada fascia musculus

popliteum.

f. Ligamentum transversum genu, membentang pada permukaan anterior meniscus

medialis dan lateralis. Semua ligament tersebut berfungsi sebagai fiksator dan

stabilisator sendi lutut. Tranversum genu di samping ligament ada juga bursa pada

sendi lutut. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan

terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membran

synovial. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) bursa

popliteus, (b) bursa supra patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa subcutan

prapatellaris, (e) bursa sub patellaris, (f) bursa prapatellaris.

B. Patofisiologi

Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikandan kolagen pada

rawan sendi) gagal dalam memeliharakeseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks

ekstraseluler,sehingga terjadi perubahan diameter dan orientasi serat kolagenyang mengubah

biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikantulang rawan sendi kehilangan sifat

kompresibilitasnya yang unik(Price dan Wilson, 2013). Selain kondrosit, sinoviosit

jugaberperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi sinovitis,yang menyebabkan

nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosityang mengalami peradangan akan menghasilkan

MatrixMetalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akandilepaskan ke dalam

rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya

tulangsubkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan

menghasilkan enzim proteolitik (Robbins, 2007).Perkembangan osteoarthritis terbagi atas

tiga fase, yaitu sebagaiberikut.

a. Fase 1
Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolismekondrosit menjadi

terpangaruh dan meningkatkan produksi enzimseperti metalloproteinases yang kemudian

hancur dalam matrikskartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang

akan mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan

kartilago.

b. Fase 2

Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,disertai adanya

pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovial.

c. Fase 3

Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi responinflamasi pada

sinovia. Produksi makrofag sinovia sepertiinterleukin 1 (IL 1), tumor necrosis factor-

alpha (TNFα), danmetalloproteinases menjadi meningkat. Kondisi ini

memberikanmanifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikandampak

destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasilainnya seperti nitric oxide (NO)

juga terlibat. Kondisi inimemberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi,

danmemberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitassendi. Perubahan

arsitektur sendi dan stres inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular

menjadikan kondisi gangguan

yang progresif (Helmi, 2012).


Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primerdan kejadian natural

akibat proses ”wear and tear” pada sendisebagai hasil dari proses penuaan. Tetapi,

temuan-temuan yanglebih baru dalam bidang biokimia dan biomekanik telahmenyanggah

teoari ini. Osteoartritis adalah sebuah proses penyakit aktif pada sendi yang dapat

mengalami perubahan oleh manipulasi mekanik dan biokimia. Terdapat efek penuaan

pada komponensistem muskuloskeletal seperti kartilago artikular, tulang, danjaringan

yang memungkinkan meningkatnya kejadian beberapa penyakit seperti OA (Price dan

Wilson, 2013).Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulangrawan.

Namun karena berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan dan

berkurangnya cairan pada sendi.

Tulang rawan sendiri berfungsi untuk menjamin gerakan yanghampir tanpa gesekan

di dalam sendi berkat adanya cairansinovium dan sebagai penerima beban, serta meredam

getar antartulang (Robbins, 2007). Tulang rawan yang normal bersifatavaskuler,

alimfatik, dan aneural sehingga memungkinkanmenebarkan beban keseluruh permukaan


sendi. Tulang rawanmatriks terdiri dari air dan gel (ground substansi), yang

biasanyamemberikan proteoglikan, dan kolagen (Hassanali, 2011).

C. Etiologi

Penyebab osteoarthritis bermacam-macam. beberapa faktor resikoterjadinya osteoarthritis

antara lain sebagai berikut berikut : umur, jeniskelamin, kegemukan, cidera sendi.

OA terutama disebabkan oleh rusaknya tulang rawan yang melindungi persendian. Saat

tulang rawan rusak, sendi tidak lagi meluncur dengan lancar pada saat bergerak sehingga

menyebabkan rasa nyeri, peradangan, serta pergerakan yang terbatas. Meskipun telah banyak

perkembangan di dunia kedokteran, penyebab dari kerusakan ini masih belum diketahui.

Beberapa faktor diduga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami kondisi ini

seperti usia, obesitas, sendi yang terlalu sering digunakan, genetik, riwayat cedera, dan otot

yang lemah. Individu dengan pekerjaan yang mengharuskan penggunaan sendi tertentu secara

berulang cenderung mengalami penyakit ini.

D. Klasifikasi

Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan radiologis

diklasifikasikan sebagai berikut:

-Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA padaradiologis.

-Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.

-Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antarsendi.

Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendiyang cukup besar.

Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antarsendi yang lebar dengan

sklerosis pada tulang subkondral.

BAB III
STATUS KLINIS

A. ANAMNESIS

1. Anamnesis Umum

 Nama : Ny. S

 Usia : 58 tahun

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Agama : Islam

 Pekerjaan : IRT

2. Anamnesis Khusus

 Keluhan Utama : Pasien merasakan nyeri di lutut saat beraktivitas.

 Lokasi Keluhan : Regio Knee

 RPP : Sebelumnya pasien merasakan rasa nyeri dan kebal pada kaki,

namun beberapa bulan kemudian pasien merasakan nyeri pada

kedua lutut, terutama saat posisi jongkok-berdiri atau pada saat

sedang beraktivitas. Pasien kemudian berobat di Rumah Sakit

lalu dirujuk ke Fisioterapi.

3. Anamnesis Sistem

 Kardiovaskular : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan pembuluh

darah.

 Urogenital : Buang air kecil terkontrol.

 Respirasi : Pasien sering kali merasakan sesak napas.

 Musculoskeletal : Pasien merasakan nyeri pada kedua terutama saat berjalan

dengan jarak yang jauh, dan berdiri saat sedang dalam posisi duduk.

B. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik

 Vital Sign

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Pernapasan : 18 kali/menit

Denyut Nadi : 74 kali/menit

Suhu : 36 Derajat Celcius

 Inspeksi

Statis : Pada pasien ini terlihat secara statis keaadaan umum pasien baik,

tidaknampak deformitas.

Dinamis : Pasien sulit berjalan dan terlihat pincang karena kehilangan fase heel

strike.

 Palpasi

Tujuan :

-Untuk mengetahui suhu di sekitar betis, normal atau tidak.

Teknik :

Pemeriksaan dilakukan dengan cara meraba atau menekan pada daerah sekitar

dengan menggunakan sisi palmar oleh tangan fisioterapis.

Hasil :

Suhu lokal kedua betis sama yaitu 36 derajat celcius.

2. Pemeriksaan Fungsi Dasar

 Quick Test

-Jongkok-Berdiri : Pasien tidak mampu melakukan.

-Gait Analisis : Pasien kehilangan fase heel strike.

 Gerak Aktif
Tujuan :

Untuk memperoleh informasi LGS secara global dan ada atau tidaknya nyeri

yang dirasakan pasien.

Teknik :

Pasien dalam keadaan tidur terlentang atau supine lying. Kemudian pasien

diinstruksikan untuk melakukan gerakan fleksi-ekstensi, kemudian endorotasi-

eksorotasi.

Hasil :

Pasien dapat menggerakkan kedua lutut baik arah Fleksi-Ekstensi maupun

Endorotasi-Eksorotasi namun tidak full ROM tanpa adanya rasa nyeri yang

timbul, namun adanya krepitasi saat melakukan gerakan fleksi dan ekstensi

kedua lutut.

 Gerak Pasif

Tujuan :

Untuk memperoleh informasi mengenai LGS dari pasien, ada atau tidaknya

nyeri, serta end feel dari pasien.

Teknik :

Pasien dalam keadaan terlentang atau supine lying. Kemudian pasien

menggerakkan tungkai pasien secara pasif atau dengan memberikan bantuan full

saat pasien melakukan gerakan Fleksi-Ekstensi dan Endorotasi-Eksorotasi.

Hasil :

Kedua lutut pasien dapat digerakkan ke arah fleksi-ekstensi maupun endorotasi-

eksorotasi, endfeel lunak. Namun adanya krepitasi saat akhir gerakan fleksi.

 Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Tujuan :
Untuk mengetahui kemampuan atau nilai otot dari pasien.

Teknik :

Pasien dalam keadaan tidur terlentang atau supine lying. Kemudian pasien

diinstruksikan melakukan gerakan seperti sebelumnya namun dengan

memberikan tahanan kepada pasien sehingga tidak terjadi perubahan ROM pada

tungkai pasien saat digerakkan.

Hasil :

Pasien dapat melawan tahanan yang diberikan oleh terapis pada gerakan fleksi

dan ekstensi kedua lutut.

 Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktivitas dengan Skala Jette

Aktivitas yang dilakukan Skor

Jongkok ke berdiri

1. Nyeri 4 / sangat nyeri

2. Kesulitan 5 / sangat sulit

3. Ketergantungan 4 / butuh bantuan alat dan orang

Berjalan lama

1. Nyeri 3 / sangat nyeri

2. Kesulitan 4 / sangat sulit

3. Ketergantungan 2 / butuh bantuan alat dan orang

Naik Tangga

1. Nyeri 4 / sangat nyeri

2. Kesulitan 5 / sangat sulit

3. Ketergantungan 2 / butuh bantuan alat dan orang

3. Pemeriksaan Spesifik
 Ballotement Test

Tujuan :

Untuk mengetahui ada atau tidaknya cairan di dalam lutut.

Teknik :

Pada pemeriksaan posisi tungkai full ekstensi. Prosedurnya, recessus

suprapatellaris di kosongkan dengan menekannya satu tangan, dan sementara itu

dengan jari tangan lainnya patella ditekan ke bawah. Dalam keadaan normal

patella itu tidak dapat ditekan ke bawah: dia sudah terletak di atas kedua condyli

dari femur. Bila ada (banyak) cairan di dalam lutut, maka patella sepertinya

terangkat, yang memungkinkan adanya sedikit gerakan. Kadang-kadang terasa

seolah olah patella mengetik pada dasar yang keras itu.

Hasil :

Positif (Adanya cairan di lutut).

 Tes Laci Sorong

- Laci Sorong ke Depan

Tujuan :

Untuk mengatahui stabilitas Ligamentum cruciatum anterior.

Teknik :

Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien ditekuk dan

lutut yang lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk dipinggir bed,sambil

menekan kaki pasien, dimana yang lututnya tadi ditekuk, kedua lengan

pemeriksa memberikan tarikan ke arah anterior.

Hasil:

Negatif (Pasien tidak merasakan nyeri)

- Laci Sorong ke Belakang


Tujuan :

Untuk mengatahui stabilitas Ligamentum cruciatum posterior.

Teknik :

Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien ditekuk dan

lutut yang lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk di tepi bed sambil

menekan kaki pasien dimana lututnya ditekuk bersamaan dengan itu

pemeriksaan memberikan dorongan ke arah posterior

Hasil :

Negatif (Pasien tidak merasakan nyeri)

 Mc Murry Test

Tujuan :

Untuk mengungkapkan lesi meniskus medial dan lateral

Teknik :

Pasien berbaring terlentang dengan satu tangan pemeriksa memegang tumit

penderita dan tangan lainnya memegang lutut. Tungkai kemudian ditekuk pada

sendi lutut. Tungkai bawah eksorotasi dan endorotasi kemudian secara perlahan-
lahan diekstensikan. Kalau terdengar bunyi “klek” atau teraba sewaktu lutut

diluruskan, maka meniskus medial atau bagian lateral yang mungkin terobek

Hasil :

 MMT

Otot Penggerak Dextra Sinistra

Fleksor 4 4

Ekstensor 4 4

 Pemeriksaan Nyeri Sendi Lutut dengan Verbal Desctiptive Scale

Nyeri Nilai Keterangan

Nyeri Diam Ringan Saat posisi berbaring

Nyeri Gerak Berat Saat posisi duduk-berdiri

C. PROBLEMATIK FISIOTERAPI

 Impairment

1. Adanya nyeri pada kedua lutut.

2. Adanya penurunan LGS kedua lutut.

 Fungtional Limitations

1. Penurunan kemampuan fungsional jongkok ke berdiri.

2. Penurunan kemampuan berjalan lama.

3. Penurunan kemampuan naik turun tangga.

 Disability

Pasien mampu bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat.

D. DIAGNOSA FISIOTERAPI
“Adanya gangguan fungsional ekstremitas inferior akibat Osteoarthritis Knee”

E. PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI

 Tujuan

1. Jangka Pendek

(1) Mengurangi nyeri.

(2) Memelihara dan meningkatkan LGS.

2. Jangka Panjang

Untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien

 Tindakan Fisioterapi

1. Teknologi Fisioterapi

a. Teknologi Alternatif :

-MWD

-US

b. Teknologi Terpilih :

-IRR

-TENS

-Exercise Therapy

2. Edukasi

o Pasien dianjurkan untuk membatasi aktivitas yang membebani sendi lutut,

misalnya : naik turun tangga dan berjalan dengan jarak yang jauh.

o Pasien dianjurkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang telah diajarkan

oleh terapis, misalnya : menekuk dan meluruskan lutut, pembebanan pada

lutut.

F. PROGNOSIS

 Quo Ad Vitam : Baik.


 Quo Ad Sanam : Ragu-ragu.

 Quo Ad Fungsionam : Ragu-ragu.

G. INTERVENSI FISIOTERAPI

1) IRR (Infra Red Rays)

 Tujuan :

Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka sirkulasi darah menjadi lancar,

sehingga pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan meningkat, dengan

demikian kadar sel darah putih dan antibodi didalam jaringan tersebut juga

meningkat. Sehingga pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan

terhadap agen penyebab proses radang juga semakin baik dan nyeri menjadi

berkurang.

 Persiapan Alat :

Perlu dipersiapkan alat beserta kelengkapannya antara lain : lampu, kabel,

besarnya watt. Sebaiknya sebelum penggunaan, alat dipanaskan selama 5 menit

terlebih dahulu.

 Persiapan Pasien :

Pasien diposisikan senyaman mungkin (comfortable). Regio yang akan diterapi

dibuat tegak lurus dengan sinar infra red. Bagian tersebut dibersihkan dari

keringat dan diinformasikan kepada pasien bahwa panas yang dirasakan adalah

rasa hangat. Jadi apabila pasien merasakan panas harap memberitahukan kepada

terapis.

 Pelaksanaan Terapi

Lampu diletakkan tegak lurus dengan jarak 45-60 cm dengan waktu 15 menit.

2) TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)

 Tujuan :
Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien.

 Persiapan Alat :

Pasang elektrode sesuai channel 1 dan channel 2 pada kedua lutut pasien masing-

masing pada sisi medial dan lateral knee, dengan durasi waktu 10 menit.

Intensitas sesuai toleransi pasien.

 Persiapan Pasien :

Sebelum dilakukan terapi, pasien diberitahu tujuan dari terapi dan harus

dijelaskan bahwa yang dirasakan berupa rangsangan geatran. Posisi pasien tidur

terlentang di bed dan posisi senyaman mungkin (comfortable).

 Pelaksanaan Terapi :

Penempatan elektroda pada bagian lateral dan medial kedua lutut. Kemudian

naikan intensitas sampai pasien merasakan adanya rangsangan berupa getaran

nyaman.Setelah terapi selesai intensitas dikembalikan ke posisi nol dan matikan

alat. Elektroda dan kabel dirapikan seperti semula.

3) Exercise Therapy

a. Free Active Exercise

 Tujuan :

Tujuan yang dicapai dari latihan ini adalah untuk relaksasi otot yang mengalami

spasme, mempertahankan dan menambah kekuatan otot.

 Persiapan Pasien :

Pasien diinstruksikan untuk tidur terlentang (supine lying) di bed.

 Pelaksanaan Terapi

Pasien diinstruksikan meluruskan lututnya kemudian menekuknya kembali

dengan hitungan 1-8, dengan frekuensi 5-10 kali repetisi.

b. Resisted Active Exercise


 Tujuan :

Untuk menguatkan Group Otot Quadriceps Femoris.

 Persiapan Pasien :

Posisi pasien duduk di bed.

 Pelaksanaan Terapi :

Pasien diinstruksikan untuk meluruskan kaki, kemudian terapis memberi tahanan.

Dilakukan 8 kali hitungan dengan 2 kali repetisi.


FOLLOW-UP

1) Terapi Pertama (Selasa, 26 September 2017)

o Vital Sign

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Pernapasan : 18 kali/menit

Denyut Nadi : 74 kali/menit

Suhu : 36 Derajat Celcius

o Hasil evaluasi nyeri dengan VDS

Nyeri Terapi I Terapi II Terapi III Terapi IV

Nyeri Diam Nyeri ringan

Nyeri Gerak Nyeri sangat

berat

o Hasil evaluasi kekuatan otot dengan MMT

Otot Penggerak Terapi I Terapi II Terapi III Terapi IV

Fleksor 4

Ekstensor 4

o Hasil evaluasi aktivitas fungsional

Aktivitas yang dilakukan Skor

Jongkok ke berdiri

4. Nyeri 4 / sangat nyeri

5. Kesulitan 5 / sangat sulit

6. Ketergantungan 4 / butuh bantuan alat dan orang

Berjalan lama
4. Nyeri 3 / sangat nyeri

5. Kesulitan 4 / sangat sulit

6. Ketergantungan 2 / butuh bantuan alat dan orang

Naik Tangga

4. Nyeri 4 / sangat nyeri

5. Kesulitan 5 / sangat sulit

6. Ketergantungan 2 / butuh bantuan alat dan orang


FOLLOW-UP

2) Terapi Kedua (Kamis, 28 September 2017)

o Vital Sign

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Pernapasan : 24 kali/menit

Denyut Nadi : 70 kali/menit

Suhu : 36 Derajat Celcius

o Hasil evaluasi nyeri dengan VDS

Nyeri Terapi I Terapi II Terapi III

Nyeri Diam Nyeri ringan

Nyeri Gerak Nyeri sangat

berat

o Hasil evaluasi kekuatan otot dengan MMT

Otot Penggerak Terapi I Terapi II Terapi III

Fleksor 4

Ekstensor 4

o Hasil evaluasi aktivitas fungsional

Aktivitas yang dilakukan Skor

Jongkok ke berdiri

1. Nyeri 4/ sangat nyeri

2. Kesulitan 4/ sangat sulit

3. Ketergantungan 4 / butuh bantuan alat dan orang

Berjalan lama
1. Nyeri 3/ sangat nyeri

2. Kesulitan 3/ sangat sulit

3. Ketergantungan 2 / butuh bantuan alat dan orang

Naik Tangga

1. Nyeri 4/ sangat nyeri

2. Kesulitan 4/ sangat sulit

3. Ketergantungan 2 / butuh bantuan alat dan orang


FOLLOW-UP

3) Terapi Ketiga (Selasa, 03 Oktober 2017)

o Vital Sign

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Pernapasan : 26 kali/menit

Denyut Nadi : 60 kali/menit

Suhu : 36 Derajat Celcius

o Hasil evaluasi nyeri dengan VDS

Nyeri Terapi I Terapi II Terapi III

Nyeri Diam Nyeri ringan

Nyeri Gerak Nyeri tidak

terlalu berat

o Hasil evaluasi kekuatan otot dengan MMT

Otot Penggerak Terapi I Terapi II Terapi III

Fleksor 5

Ekstensor 5

o Hasil evaluasi aktivitas fungsional

Aktivitas yang dilakukan Skor

Jongkok ke berdiri

4. Nyeri 3/ sangat nyeri

5. Kesulitan 3/ sangat sulit

6. Ketergantungan 2 / butuh bantuan alat dan orang

Berjalan lama
4. Nyeri 3/ sangat nyeri

5. Kesulitan 3/ sangat sulit

6. Ketergantungan 2 / butuh bantuan alat dan orang

Naik Tangga

4. Nyeri 3/ sangat nyeri

5. Kesulitan 3/ sangat sulit

6. Ketergantungan 2 / butuh bantuan alat dan orang


DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai