A
Rf =
Lb x Lb
4A
Rc =
P2
A1/2
Re = 1,129
Lb
L x L phi
K=
4A
dimana : L = Panjang maksimum DAS (jarak horisontal dari outlet ke titik terjauh DAS)
A
Rc =
Ac
Cx I
Lereng (%) =
A
Jika suatu daerah mempunyai lereng yang seragam, maka lereng rata –rata
dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :
e
Lereng (%) = (100%)
d
atau
c
Lereng (%) = ctg
d
dimana : c = perbedaan elevasi antara titik tertinggi dan terendah pada DAS ( m )
d = Jarak horizontal antara elevasi titik tertinggi dan titik terendah tersebut (m)
Pola aliran yang digunakan bisa dibedakan dengan membedakan garis yang
dijadikan tanda pola aliran tersebut. Pola aliran yang diinterpretasi mempunyai
kegunaan untuk melihat dan mengetahui jenis-jenis kandungan mineral, batuan
dan ataupun kemungkinan terdapatnya bahan tambang. Salah satu contohnya
adalah pada pola aliran trelis untuk aliran sungai cenderung mempunyai batuan
lunak, karena tereduksi lebih banyak. Pola aliran pada citra penginderaan jauh bisa
diidentifikasi dengan melihat morfologi dri permukaan bumi tersebut. Citra
penginderaan jauh menampilkan semua kenampakan yang ada pada permukaan
bumi dengan bentuk dua dimensi. Apabila menginginkan bentuk yang lebih detail
dapat dilihat dengan menggunakan stereoskop.
Gambar 3.6. Pola Aliran Trelis Dan Dendritik Pada Batuan Struktural Terlipat
L
Dd =
A
Lynsley (1949) menyatakan bahwa jika nilai kepadatan aliran lebih kecil dari
1 mile/ mile2 (0,62 Km/ Km2), DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan
jika nilai kerapatan aliran lebih besar dari 5 mile/ mile2 ( 3,10 Km/ Km2), DAS
sering mengalami kekeringan.
3.2.8. Pusat Gravitasi DAS
Titik gravitasi DAS atau titik pusat gaya berat (center of grafity) merupakan
titik imajiner yang dianggap sebagai pusat DAS. Penentuan titik ini diperlukan
untuk penghitungan model hidrologi suatu DAS, misalnya dengan metoda HSS
Gama I.
Penentuan titik berat dapat dilakukan dengan cara manual dan digital.
Penentuan dengan cara manual yaitu dengan menggunakan grid (hampir sama
dengan menghitung luas DAS). Pada kertas grid sumbu Y merupakan grid vertikal
dan sumbu X merupakan grid horizontal. Titik berat DAS adalah rata-rata jumlah
perkalian antara sumbu X dengan jumlah noktah pada tiap jalur sumbu (dan juga
x ( x i .n yi )
( x i . n xi )
y
n n
dimana:
n = jumlah titik grid dalam DAS
nxi = jumlah titik potong menurut sumbu x dalam DAS
nyi = jumlah titik potong menurut sumbu y dalam DAS
i = nomor grid (1,2,3 … dst)
Gambar 3.13. Pusat Gravitasi DAS dan Panjang ke Pusat Gravitasi DAS
x
2
k
EF OF 2 ,
hit
i 1 EF
n
EF
k
dengan :
X2hit = Uji statistik
OF = Nilai yang diamati (Observed frequency)
EF = Nilai yang diharapkan (Expected frequency)
Xi
x i 1
( xi x)2
Si i 1
n 1
Cv = Si / Xmean
n
n ( xi x ) 3
Cs i 1
( n 1)(n 2) Si 3
n
n 2 ( xi x ) 4
Ck i 1
( n 1)(n 2)(n 3) Si 4
dimana :
Xi = data hujan R24 maksimum pada tahun ke-i
X = rata-rata dari suatu seri data hujan
N = banyaknya data hujan
Si = standart deviasi
Cv = koefisien variasi
Cs = koefisien asimetri
Ck = koefisien kurtosis
E n E 0 En E
Et atau Et
1
dimana :
Et : Evapotranspirasi Potensial
En : Kedalaman penguapan dalam mm/hari (radiasi Netto)
E : Evaporasi Metode Transfer Massa
Eo : Evaporasi (mm/hari)
= .
PEx : Evapotranspirasi potensial yang belum disesuaikan dengan faktor koreksi (f)
PE : Evapotranspirasi potensial (mm)
t : Suhu rerata bulanan (ºC)
f : Faktor koreksi berdasarkan letak lintang dan waktu
I : Jumlah nilai i (indeks panas) dalam setahun; dengan i = (t/5)1.514
a : (0.675 . 10-6 . I3) –(0.77 . 10-4 . I2) + 0.01792.I + 0.49239
dimana :
Δt : perbedaan suhu udara antara stasiun pengukuran dengan yang dianalisis. (°C)
z1 : elevasi stasiun pengukuran suhu udara (m)
z2 : elevasi stasiun yang dianalisis (m)
Kapasitas tanah dalam menyimpan air atau water holding capacity (WHC)
adalah tebal air (mm) yang tersimpan pada kedalaman lapisan tanah. Nilai WHC
tergantung pada jenis tanah (tekstur) dan kedalaman perakaran tanaman. Nilai
WHC diperoleh dengan bantuan tabel pendugaan yang mengkombinasikan
kedalaman perakaran pada berbagai tekstur tanah. Pendugaan WHC berdasarkan
tipe tanah dan vegetasi disajikan sebagaimana lampiran 1.
3.3.5. Debit
Debit banjir rancangan dihitung dengan pendekatan metode hidrograf
satuan sintetik. Analisis hidrograf satuan sintetik merupakan salah satu cara dalam
menentukan hidrograf satuan yang didasarkan pada ketersedian data hujan harian
dan parameter DAS. Banyak sekali persamaan yang ditawarkan dalam membuat
hidrograf satuan, diantaranya adalah HSS Snyder, HSS CSS, HSS Common, HSS
Nakayasu dan HSS Gama I. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam setiap
metode penghitungan hidrograf satuan sintetik (synthetic unit hydrograph )
dibentuk dengan didasarkan pada karakteristik DAS di lokasi yang berbeda. HSS
Snyder dan Common dikembangkan di Amerika, HSS Nakayasu di Jepang,
sedangkan HSS Gama I di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.
Pada pekerjaan ini menggunakan model SCS UH, yang dikembangkan dari
Model Snyder pada 1938. SCS UH membangun hidrograf tak berdimensi atau 1
mm dengan membandingkan Q/Qp terhadap waktu T/Tp. Hidrograf tak berdimensi
dapat dibuat dari beberapa parameter DAS, kemudian dengan input data hujan
maka dapat diturunkan menjadi hidrograf banjir. Input parameter DAS yang
∆ = 0,133
= 0,6
484
=
Kebutuhan Air
Jenis Ternak
(Lt/Ekor Hari)
Sapi/ Kerbau/ Kuda 40,0
Kambing/ Domba 5,0
Babi 6,0
Unggas 0,6
Sumber : Triatmodjo, 2008
3. Kebutuhan Air untuk pemeliharaan/ penggelontoran sungai, Kebutuhan air
untuk pemeliharaan/ penggelontoran sungai saluran diestimasi berdasarkan
dimana :
KAI : Kebutuhan air irigasi,dalam lt/ dt
Etc : Kebutuhan air konsumtif, mm/ hari
IR : Kebutuhan air tingkat persawahan, mm/ hari
dimana :
Etc : Kebutuhan air konsumtif, mm/ hari
Eto : Evapotranspirasi, mm/ hari
Kc : koefisien tanaman
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan, kebutuhan air untuk penyiapan lahan
ditentukan oleh faktor waktu, ketebalan lapisan, dan persiapan lahan.
Perhitungan kebutuhan air menggunakan metode yang dikembangkan oleh
Van de Goor dan Zijlstra (Standar Perencanaan Irigasi KP-01, 1986) yaitu :
=
− 1
dimana :
IR : Kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan, mm/hari
M : Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang dijenuh kan. M=Eo + P
P : Perkolasi, mm/ hari
Eo : Evaporasi Terbuka (=1,1 x Eto), mm/ hari
k : M(T/S)
e : Koefisien
Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (WLR), kebutuhan air untuk
mengganti lapisan air ditetapkan berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi
1986, KP-01. Besar kebutuhan air untuk penggantian perlapisan adalah 50
mm/ bulan selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi (Triatmodjo,
2008).
Perkolasi, sangat tergantung pada sifat tanah, dan sifat tanah umumnya
tergantung pada pemanfaatan atau pengolahan tanah, berkisar antara 1-3
mm.
dimana :
Re : Curah Hujan Efektif, mm/ hari
R80 : Curah huan yang memungkinkan tidak terpenuhi 20 %, mm
= + 1
5
dimana :
m : Rangking dari urutan terkecil
n : jumlah tahun pengamatan
Efisiensi Irigasi, adalah nilai faktor yang menunjukkan kualitas sistem irigasi.
Asumsi yang digunakan adalah adanya kehilangan air pada saat air
mengalir melalui saluran air, bangunan bagi, evaporasi, dan lain
sebagainya. Pada pekerjaan ini, efisiensi irigasi ditentukan sebesar 80%.
Luas Areal irigasi, adalah luas kawasan atau sawah yang diairi.
7. Kebutuhan Air Perkebunan Kelapa Sawit, Kebutuhan air perkebunan sawit
dihitung berdasarkan jumlah batang dan luas perkebunan. Perkebunan kelapa
sawit pada umumnya terdiri 130-136 batang pohon sawit per Ha. Kebutuhan
setiap batang pohon sawit adalah sebesar 8 liter/ batang/ hari, atau 0,012 m3/
hari.
2. Kepekaan erosi KE1,KE2 KE3 KE4, KE5 KE6 (*) (*) (*) (*)
6. Tekstur lapisan bawah sda sda sda sda (*) sda sda T3
7. Permeabilitas P2P3 P2P3 P2P3 P2P3 P1 (*) (*) P5
Sedang IV
dimana :
m = jumlah level persepsi
n = jumlah level partisipasi
Ho = tidak terdapat hubungan antara persepsi dan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan DAS Mendahara.
H1 = terdapat hubungan antara persepsi dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan DAS Mendahara.
Selanjutnya derajat kontingensi (taraf keeretan hubungan) antara persepsi
dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS Mendahara dihitung dengan
menggunakan formulasi :
χ2 hit.
C = √ -------------
χ2 hit. + n
dimana :
C = Koefisien kontingensi dengan ketentuan sebagai berikut :
- Hubungan kesesuaian yang lemah : 0,000 - 0,353